tutorial orchidectomy
DESCRIPTION
ccTRANSCRIPT
TUTORIAL UROLOGI
Orchidectomy
dr. Perwira Widianto
0906646643
Pembimbing : Prof. Dr. Rainy Umbas SpU(K)
Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaSeptember 2011
1
PendahuluanOrchidectomy merupakan prosedur pengangkatan testis baik salah satu
maupun kedua belah testis. Prosedur ini telah lama dikenal, meski sekarang
hanya dilakukan berdasar indikasi medis
KELAINAN YANG MEMERLUKAN TINDAKAN ORCHIDECTOMY
Keganasan Testis
Malignancy pada testis merupakan kasus yang jarang dimana insiden dari
penyakit ini 9 kasus per 100.000 pria dalam satu tahun (United States). 90-95%
tumor testis primer merupakan germ cell tumor (seminoma dan non seminoma).
Kanker testis merupakan neoplasma yang paling dapat disembuhkan
dibandingkan kanker lainnya. Mortalitas pasien menjadi turun akibat peningkatan
pada tehnik diagnosis yang efektif, peningkatan pada tumor marker, kemoterapi
yang efektif serta modifikasi dari tehnik operasi
Etiologi dari tumor testis tidak diketahui, tetapi cryptochidism
mempunyai peranan yang kuat dalam terbentuknya tumor testis. Resiko relatif
terjadinya keganansan pada testis lebih tinggi pada intra-abdominal testis
dibandingkan dengan inguinal testis. Selain dari crytochidism, pemberian
estrogen pada saat hamil meningkatkan resiko tumor testis pada fetus. Keganasan
testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibandingkan dengan testis
kiri, ini sejalan dengan banyaknya cryptochidism pada testis kanan dibandinkan
testis kiri
Staging Tumor Testis
Definition of TNM
Primary Tumor (T)
pTX Primary tumor cannot be assessed (if no radical
orchiectomy has been performed, TX is used)
2
pT0 No evidence of primary tumor (e.g., histologic scar in
testis)
pTis Intratubular germ cell neoplasia (carcinoma in situ)
pT1 Tumor limited to the testis and epididymis and no
vascular/lymphatic invasion
T2 Tumor limited to the testis and epididymis with
vascular/lymphatic invasion or tumor extending through
the tunica albuginea with involvement of tunica vaginalis
pT3 Tumor invades the spermatic cord with or without
vascular/lymphatic invasion
pT4 Tumor invades the scrotum with or without
vascular/lymphatic invasion
Regional Lymph Nodes (N)
Clinical
NX Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Lymph node mass 2 cm or less in greatest dimension or
multiple lymph node masses, none more than 2 cm in
greatest dimension
N2 Lymph node mass, more than 2 cm but not more than 5
cm in greatest dimension, or multiple lymph node masses,
any one mass greater than 2 cm but not more than 5 cm in
greatest dimension
N3 Lymph node mass more than 5 cm in greatest dimension
Pathologic
pN0 No evidence of tumor in lymph nodes
3
pN1 Lymph node mass, 2 cm or less in greatest dimension and
≤6 nodes positive, none >2 cm in greatest dimension
pN2 Lymph node mass, more than 2 cm but not more than 5
cm in greatest dimension; more than 5 nodes positive,
none >5 cm; evidence of extranodal extension of tumor
pN3 Lymph node mass more than 5 cm in greatest dimension
Distant Metastases (M)
M0 No evidence of distant metastases
M1 Nonregional nodal or pulmonary metastases
M2 Nonpulmonary visceral masses
Serum Tumor Markers (S)
LDH hCG (mIU/mL) AFP (ng/mL)
S0 ≤N ≤N ≤N
S1 <1.5 × N <5,000 <1,000
S2 1.5–10 × N 5,000–50,000 1,000–10,000
S3 >10 × N >50,000 >10,000
Data from Vogelzang NJ, Scardino PT, Shipley WU, Coffey DS (eds): Geni-
tourinary Oncology. Philadelphia, Lippincott, Williams & Wilkins, 1999
2.1.3. Penemuan klinis
Keluhan pasien tersering keganasan testis adalah adanya pembesaran
testis tanpa disertai nyeri, ini yang menyebabkan adanya keterlambatan dalam
diagnosis. Sekitar 10% pasien datang dengan keluhan yang berhubungan dengaan
gejala metastases seperti nyeri tulang belakang, sesak, mual, muntah, nyeri tulang
dan pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran testis yang difuse,
massa padat dan tidak nyeri saat di palpasi. Pada palpasi abdomen dapat
4
ditemukan adanya massa retroperitoneal. Pemeriksaan KGB pada clavicula, dan
inguinal harus diperiksa
Pemeriksaan tumor marker yang dilakukan adalah AFP, b-HCG, dan
LDH. Alpha-fetoprotein terdapat pada non seminoma germ cell tumor tetapi tidak
pernah ditemukan pada seminoma. B-HCG seharusnya tidak ditemukan dalam
jumlah yang besar pada pria dewasa, tumor marker ini akan meninggi pada
pasien dengan non seminoma germ cell tumor walaupun dapat meninggi pada
pasien dengan seminoma. LDH meningkat berkolerasi dengan tumor burden pada
non seminoma germ cell tumor dan dapat pula meningkat pada seminoma.
Tumor primer pada testis dapat dengan cepat dan akurat ditemukan
dengan USG scrotum, pemeriksaan ini dapat menentukan apakan massa berasal
dari intra-testicular atau dari epidydimis. Pemeriksaan untuk bagian dada (paru)
dan abdomen (retroperitoneum) digunakan untuk mengevaluasi adanya
metastases.
Klasifikasi Tumor Testis
Dari seluruh kasus tumor testis, hampir 90-95% diantaranya adalah Germ Cell
Tumor (GCT) berupa Seminoma atau Non Seminoma, dan sisanya adalah Non
Germ Cell Tumor (NGCT). Tahun 1998 WHO membuat klasifikasi tumor testis
sebagai berikut, yaitu :
1. Germ Cell Tumors
a. Precursor lesions : intratubular malignant germ cell (carcinoma in
situ)
b. Seminoma
c. Spermatocytic seminoma
d. Embryonal carcinoma
e. Yolk sac tumor
f. Polyembrioma
g. Trophoblastic tumors : Choriocarcinoma, Placental site
trophoblastic tumors
h. Teratoma.
i. Mixed forms.
2. Sex Cord/Gonadal Stromal Tumors
5
a. Pure forms : Leydig's cell tumors, Sertoli's cell tumors.
b. Granulosa cell tumors
c. Tumors of Thecoma or Fibroma Group
d. Incomplete differentiated sex cord/gonadal stromal tumors
e. Mixed forms
3. Tumors Containing Both Germ cell and Sex Cord/Gonadal
4. Stromal Elements
a. Gonadoblastoma
b. Mixed germ cell sex cord/gonadal stromal tumors, unclassified
5. Miscellaneous Tumors
a. Carcinoid Tumors
b. Tumors of Ovarian Epithelial Cells
6. Lymphoid and Hematopoietic Tumors
a. Lymphoma
b. Plasmacytoma
c. Leukemia
7. Tumors of Collecting Ducts and Rete
a. Adenoma
b. Carcinoma
8. Tumor of the Tunica, Epydidimis, Spermatic Cord, Supporting Structure
and Appendices
a. Adenomatoid Tumor
b. Mesothelioma : Benign and Malignant
c. Adenoma
d. Carcinoma
e. Melanotic neurodectal
f. Desmoplastic Small Round Cell Tumor
9. Soft Tissue Tumors
10. Unclassified Tumors
11. Secondary Tumors
12. Tumor-like Lesions
a. Nodules of immature tubules
6
b. Testicular Lesions of Androgenital Syndrome
c. Testicular Lesions of Androgen-insensitivity Syndrome
d. Nodular Precocious Maturation
e. Specific or Non Specific Orchitis
f. Granulomatous Orchitis
g. Malakoplakia
h. Adrenal Cortical Rest
i. Fibromatous Peritonitis
j. Funiculitis
k. Residue of Meconium Peritonitis
l. Sperm Granuloma
m. Vasitis Nodosa
n. Sclerosing Lipogranuloma
o. Gonadal Splenic Fusion
p. Mesonephric Remnants
q. Endometriosis
r. Epidermal Cyst
s. Cystic Dysplasia
t. Mesolithial Cyst
u. other
Sertoli's sel tumor
Paling sering pada pasien <usia 40 tahun. Bervariasi dalam ukuran dari 1
sampai 20 cm.Metastasis untuk kedua kelenjar getah bening retroperitoneal dan
usus dapat terjadi Orchidectomy radikal inguinalis adalah tindakan utama dan
dapat menyembuhkan 80% sampai 90% dari pasien.
Campuran Germ Cell dan Tumor stroma
Gonadoblastoma (kurang dari 0,5% dari tumor testis). Berhubunganan dengan
gonad dysgenetic: baik streak gonad atau testis. 80% dari pasien perempuan
biasanya dengan amenore primer dan kadang-kadang dengan massa perut bagian
bawah.. Pengobatan orchiectomy inguinalis radikal dan orchiectomy kontralateral
7
Sertoli's Cell Tumors: Androblastoma, Gonadal Stromal Tumor, Sertoli's Cell–
Mesenchymal Tumor
Tanda-tanda dan gejala adalah massa testis dengan atau tanpa rasa sakit dan
kadang dengan ginekomastia.Bisa terjadi pada semua kelompok umur. Sekitar
sepertiga dari pasien memiliki ginekomastia.
Radikal orchiectomy adalah prosedur awal pilihan dan, tentu saja, kuratif dalam
90% kasus yang jinak. Pada sebagian kecil pasien ditemukan metastasis, pada
limfe retroperitoneal.
Trauma testis
Testis relatif terlindungi oleh skrotum, refleks kremaster dan tunika albugenia.
Adanya trauma tumpul dapat menimbulkan ruptur dari tunika labugenia,
kontusio, hematoma dan torsio testis. 75% trauma testis terjadi karena trauma
tumpul
Pasien bias mengeluh adanya nyeri skrotal dan mual. Dapat juga terlihat
hematom.
Pemeriksaan USG dapat membantu melihat adanya inhomogenitas parenkim
testis dan disrupsi tunika albugenia.
Tujuan eksplorasi bedah adaah untuk penyelamatan testis, pencegahan infeksi,
pengendalian perdarahan, dan pemulihan berkurang. Insisi skrotum lebih baik
dalam banyak kasus. 15% trauma testis membutuhkan tindakan orchidectomy
Mesothelioma
mesothelioma Paratesticular lebih sering terjadi pada orang tua tetapi mungkin
ditemui dalam setiap kelompok usia, termasuk anak-anak. Biasanya, tumor
terlihat sebagai massa, perusahaan skrotum tanpa rasa sakit dan terjadi hidrokel.
Cystadenoma
Cystadenoma epididimis sesuai dengan hiperplasia epitel jinak. Sherrick
menggambarkan kasus pertama pada tahun 1956, dan sekitar 20 kasus telah
menjadi subyek laporan berikutnya. Sekitar sepertiga dari kasus bilateral dan
dapat dilihat sebagai bagian dari penyakit von Hippel-Lindau. Tumor terjadi
8
paling sering pada dewasa muda dan menghasilkan baik ketidaknyamanan lokal
minimal atau tanpa gejala.
Pada beberapa kasus, terutama pada usia lanjut, pasien sering dilakukan
orchidectomy
Kriptorkismus
Grasso dan rekan (1991) menilai kesuburan 91 pasien dengan kriptorkismus
unilateral yang menjalani orchiopexy postpubertal dan menemukan bahwa 83,5%
dari pasien azoospermic atau oligospermic, dengan atau tanpa asthenospermia.
Studi lain menyimpulkan bahwa pada laki-laki postpubertal dengan
kriptorkismus unilateral, mempunyai risiko keganasan, karena sebagian besar
testis tersebut tidak dapat berkontribusi untuk kesuburan (hanya 1 dalam 52
spesimen orchiectomy menunjukkan spermatogenesis normal), dan karena risiko
untuk torsio testis
Funiculoepididymitis.
Kebanyakan gejala kasus funiculoepididymitis filaria muncul sebelum dasawarsa
keempat pasien. Serangan dapat diisolasi, dengan remisi, atau mungkin berulang
dan progresif. Nyeri menjalar ke testis dan simulasi kolik saluran kemih dapat
menyertai gejala-gejala sistemik.
Penyakit ini sering mensimulasikan keganasan dan banyak pasien akhirnya
menjalani operasi, termasuk orchidectomy. Bahkan di funiculitis filaria parah,
funiculus biasanya utuh dan paten. Kemandulan akibat filariasis jarang terjadi,
seperti orchitis
ParatesticularRhabdomyosarcoma.
Di antara tumor genitourinari primer, 7% sampai 10% berlokasi di daerah
paratesticular. Usia terbanyak adalah antara 1 dan 5 tahun. Paratesticular RMS
muncul di bagian distal funiculus spermaticus dan dapat menyerang testis atau
jaringan sekitarnya. Hal ini umumnya terdeteksi lebih awal dari tumor
genitourinari lainnya. Paratesticular RMS sering dimanifestasikan sebagai massa
unilateral atau tanpa rasa sakit.
9
Terdapat pembengkakan skrotum yang biasanya berbeda dari testis.
Radikal orchiectomy inguinal direkomendasikan untuk pengobatan awal.
Jika tumor tersebut diangkat melalui prosedur trans-skrotum sebelumnya, risiko
untuk kekambuhan lokal dan penyebaran kelenjar getah bening nonregional
meningkat
Fournier'sgangrene
Fournier gangren adalah bentuk necrotizing fasciitis terjadi pada alat kelamin.
Dikenal juga sebagai gangren skrotum idiopatik, skrotum gangren streptokokus,
phlegmon perineum, dan gangren fulminan spontan skrotum. Seperti yang
dilaporkan oleh Baurienne pada tahun 1764, dan oleh Fournier pada tahun 1883,
penyakit ini ditandai dengan timbulnya gangren genital secara cepat. Saat ini
penyakit ini dapat ditemui pada berbagai usia.
Infeksi paling sering muncul dari kulit, saluran kencing, atau daerah dubur.
Hubungan antara obstruksi uretra yang berhubungan dengan penyempitan dan
ekstravasasi dan instrumentasi telah didokumentasikan dengan baik. Faktor
predisposisi mencakup diabetes mellitus, trauma lokal, paraphimosis,
ekstravasasi periurethral atau urine, infeksi perirectal atau perianal, dan operasi
seperti sunat atau herniorrhaphy.
Debridemen yang dilakukan dengan segera sangat penting. Jaringan nekrotik
dibuang sampai pada jaringan normal. Luka selanjutnya dirawat terbuka.
Orchiectomy hampir tidak pernah diperlukan, karena testis memiliki
vaskularisasi yang berbeda dengan vaskularisasi fascia dan skrotum.
TEKNIK ORCHIDECTOMY
Terdapat beberapa macam orchidectomy yaitu:
-Simple orchidectomy
-Inguinal orchidectomy
Simple Orchidectomy
Prosedur ini meliputi pengangkatan dari salah satu atau kedua testis, prosedur ini
biasanya dilakukan dari pendekatan anterior trans-scrotal. Tindakan ini dilakukan
pada kelainan skrotum dan sebagai terapi ablasi hormon pada kanker prostat
10
Kelainan pada skrotum yang diindikasikan untuk tindakan ini adalah trauma pada
testis yang memerlukan sebagian atau seluruh jaringan yang tidak vital, testicular
nekrosis akibat dari torsio testis, dan epididimo-orchitis berat yang tidak sembuh
dengan antibiotik.
Simpel orchidectomy dapat dilakukan dalam anastesi lokal, regional maupun
anestesi umum.
Simple orchidectomy dibagi berdasarkan pendekatan yang digunakan
1. Scrotal approach
2. Supra-pubic approach
3. Subcapsular orchidectomy
4. Sub-epididymal orchidectomy
1. Scrotal approach
Sebelum tindakan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pencukuran daerah pubis
dan skrotal.kemudian daerah operasi dilakukan prosedur a dan
antisepsis.langkah-langkah berikutnya adalah :
1. 1.insisi pada raphe skrotum, sehingga dapat dilakukan approach
pada kedua testis.
2. spermatic cord dibebaskan secara tumpul. vas deferens diligasi
secara terpisah dari struktur vaskular. Dilakukan double ligasi pada
struktur vaskular dengan vicryl 0
3. 3.tunika vaginalis dan lapisan dartos dijahit, kemudian kulit
dijahit.
2. Supra pubic approach
Tindakan ini dilakukan bila akan memasang protese testis dan atau menghindari
insisi pada skrotal.
Urutan tindakannya adalah :
1. Insisi transversal 2-3 cm diatas simpisis pubis menembus
kutis hingga fascia rectus
2. Identifikasi dari spermatic cord, dibebaskan dari jaringan
sekitar, kemudian spermatic cord di preservasi.
11
3. Kemudian testis dikeluarkan dengan cara scrotum
didorong kea rah cranial dan dilakukan traksi pada spermatic cord.
Vas deferens dan spermatic cord dipisahkan
4. Fascia scarpa kemudian dijahit dan kulit dijahit.
3. Sub-capsular orchidectomy
Pendekatan ini dilakukan bila pasien menginginkan secara kosmetik masih terasa
adanya testis setelah orchidectomy tanpa penggunaan dari prosthesis.
Tindakannya adalah :
1. Operasi dilakukan dari scrotum bagian anterior, setelah
testis dikeluarkan, tunica albuginea dilakukan insisi
2. Isi parenkim dikeluarkan, perlekatan dibebaskan dan
dilakukan kauterisasi pada dasar dari dinding testis untuk
menghancurkan sisa-sisa parenkim
3. Tunica albuginea direapproksimasi dengan vicryl 3-0,
kemudian luka operasi ditutup
4. Sub-epididymal orchidectomy
tindakan ini dilakukan bila diinginkan hasil yang lebih baik secara kosmetik.
Tindakannnya adalah :
1. Operasi dilakukan dari scrotum bagian anterior, setelah
testis dikeluarkan dilakukan vasectomy
2. Testis di diseksi dari epididimis diikuti ligasi dari
pembuluh darah kecil yang memperdarahi testis
3. Spermatic cord dan epididimis dikembalikan ke scrotum
dan luka operasi ditutup.
Komplikasi dari simple orchidectomy
-Infeksi
Infeksi yang terjadi dapat ditanggulangi dengan insisi dan drainage abses,
kemudian diteruskan degan perawatn luka yang baik.
-Hematoma.
12
Adanya hematom dapat mejadi suatu masalah. Hematom tersebut tetap tidak
dapat menjadi suatu tamponade, karena sifat skrotum yang dapat berdistensi.
Pemasangn drain dapat berguna untuk mengalirkan rembesan darah yang terjadi.
Pemasangan drain tidak efektif bila perdarahan terjadi antara kulit dan tunika
dartos
Inguinal Orchidectomy
Pada saat pasien telah terdiagnosis tumor testis maka, inguinal orchidectomy
dengan ligasi tinggi merupakan langkah awal dari terapi. Inguinal orchidectomy
dilakukan karena :
1. Penyebaran KGB
Penyebaran tumor testis, kecuali choriocarcinoma, adalah melalui kelenjar
getah bening. Terdapat 4 sampai 8 pembuluh limfe yang berjalan bersama
pembuluh spermatic melalui internal ring kemudian masuk kedalam
retroperitoneum. Dengan digunakannya pendekatan inguinal dan ligasi tinggi
maka penyebaran sel tumor ke retroperitoneum diharapkan dapat dicegah
2. Scrotal violation
Terdapat perubahan drainase kelenjar limfe setelah dilakukan
orchidectomy dengan dengan pendekatan inguinal dan scrotal yang dapat terjadi
bila adanya kontaminasi ke dinding scrotum. Scrotal violation ini lebih sering
terjadi pada pendekatan yang tidak optimal pada penanganan tumor testis seperti
scrotal orchidectomy, trans-scrotal biopsy dan juga fine needle aspiration biopsy
Pasien dengan scrotal orchidectomy mempunyai factor resiko 4 kali lebih
tinggi untuk terjadinya local recurrence dibandingkan dengan inguinal
orchidectomy
Urutan tindakan pada inguinal orchidectomy, yaitu :
-Pasien dalam posisi supine
-Dilakukan insisi oblique sepanjang 5-7 cm pada region inguinal mengikuti garis
Langerhans sekitar 2 cm diatas tuberkulum pubicum (insisi dapat diperluas
sampai scrotum bagian atas agak mudah mengeluarkan tumor yang besar)
13
-Fascia Campers dan Scarpa di insisi sampai level aponeurosis external obligue
yang kemudian di insisi sampai ke level internal ring
-Identifikasi nervus ilioinguinal kemudian dibebaskan dari spermatic cord dan di
preservasi
-Spermatic cord kemudian di pisahkan dari jaringan sekitarnya kemudian di klem
dengan menggunakan non-crushing klem pada level internal ring
-Testis kemudian dikeluarkan, kemudian double klem pada spermatic cord pada
level internal ring, dilakukan transeksi pada spermatic cord, kemudian bersama
dengan testis dikeluarkan
-Punctum dari spermatic cord dijahit dan diikat dengan meninggalkan satu atau 2
benang yang panjang untuk kepentingan identifikasi punctum bila akan dilakukan
diseksi KGB retroperitoneal
-External oblique apneurosis diahit, Scarpa fascia kemudian diahit begitu juga
dengan kulit.
Komplikasi inguinal orchidectomy
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan intra-scrotum post-operasi,
retroperitoneal hematoma
14
Daftar Pustaka
1. Wein AJ,Kavoussi LR,Novick AC,Partin AW,Peters AC.editors.
Campbell’s Urology. 9th ed. Philadelphia: Saunders elsevier. 2007.
2. Sam DG, Glenn JF.editors. Glenn’s Urologic Surgery. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins publishers. 1998
15