tumor hidung

Upload: fariz-hilman

Post on 14-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Laporan kasus pasien tumor hidung

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    1/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 1

    TUMOR HIDUNG

    Lalu W.J. Hardi

    PENDAHULUAN

    Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik

    yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang

    ganas hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh

    keganasan di kepala dan leher5.

    Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga

    yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung

    sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer

    juga sulit ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat

    dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan

    seluruh sinus5.

    Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung

    dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau

    sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit3.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    2/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2

    Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang

    diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM

    mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi

    Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi

    pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien Dari jumlah tersebut 30% mempunyai

    indikasi operasi BSEF1.

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. PengertianTumor hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai

    hidung dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari

    hidung luar dan vestibulum nasi2.

    2. Epidemiologi dan etiologiInsiden tertinggi tumor ganas hidung dan sinus ditemukan di Jepang yaitu

    2 per 10.000 penduduk pertahun. Di bagian THT FKUI-RSCM, keganasan ini

    ditemukan pada 10,1% dari seluruh tumor ganas THT. Rasio penderita laki-laki

    banding wanita sebesar 2:15.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    3/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 3

    Etiologi tumor ganas hidung belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat

    hasil industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid,

    kromium, minyak isopropyl dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat

    kemungkinan terjadi keganasan hidung dan sinus jauh lebih besar 5.

    Banyak laporan mengenai kasus adeno-karsinoma sinus etmoid pada

    pekerja-pekerja industri penggergajian kayu dan pembuatan mebel. Alkohol, asap

    rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan

    terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi

    kemungkinan terjadi keganasan5.

    Di Amerika Serikat, insidensi tumor hidung tiap tahun kurang dari

    1:100.000 penduduk, yang menyumbang sekitar 3% kanker dari saluran

    pernapasan atas. Di Jepang dan Uganda, frekuensi tumor ini dua kali lebih tinggi

    dibandingkan dengan Amerika Serikat6.

    Kecuali untuk tumor non-epitel, tumor hidung ganas hampir tidak

    ditemukan pada anak-anak. Prevalensi tumor hidung ganas meningkat sesuai

    umur yaitu 7:100.000 pada pasien dalam delapan dekade6.

    Rousch (1999) memperkirakan bahwa di atas 80% dari semua tumor

    ganas pada manusia dihubungkan dengan lingkungan. Bagaimanapun perkiraan

    ini kemungkinan tinggi, bukti adanya penyebab lingkungan dari tumor hidung

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    4/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 4

    terutama pada pasien-pasien yang terpapar nikel, chromium, hydrocarbon dan

    isopropyl oils6.

    Risiko kanker meningkat pada tukang kayu, tukang sepatu dan boot, dan

    pembuat furniture. Karena kompleksnya paparan faktor lingkungan pada kelompok

    ini, agen yang berperan sulit diidentifikasi. Paparan hidrokarbon juga

    meningkatkan juga meningkatkan kanker hidung6.

    Sekitar 55% tumor hidung dan sinus berasal dari sinus maxillary, 35%

    dari kavum nasi, 9% sinus ethmoid, dan 1% sinus frontal dan sphenoid dan

    septum. Untuk tumor yang besar, asal tumor sulit untuk diidentifikasi6.

    3. Jenis HistopatologiHampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dan ganas dapat tumbuh di

    daerah sinonasal. Termasuk tumor jinak epitelial yaitu adenoma dan papiloma,

    yang non-epitelial yaitu fibroma, angiofibroma, hemangioma, neurilemomma,

    osteoma, displasia fibrosa dan lain-lain. Disamping itu ada tumor odontogenik

    misalnya ameloblastoma atau adamantinoma, kista tulang dan lain-lain5.

    Tumor ganas epitelial adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar

    liur, adenokarsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi dan lain-lain. Jenis non

    epitelial ganas adalah hemangioperisitoma, bermacam-macam sarkoma termasuk

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    5/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 5

    rabdomiosarkoma dan osteogenik sarcoma ataupun keganasan limfoproliferatif

    seperti limfoma malignum, plasmasitoma atau pun polimorfik retikulosis sering

    juga ditemukan di daerah ini5

    .

    Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis

    bersifat ganas karena tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya papiloma

    inverted, displasia fibrosa atau pun ameloblastoma. Pada jenis-jenis ini tindakan

    operasi harus radikal5.

    4. Klasifikasi Tumor :1.Tumor Jinak

    Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara

    makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak

    mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan yang

    kedua endofitik disebut papiloma inverted. Papiloma inverted ini bersifat sangat

    invasive, dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung

    untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih sering dijumpai pada

    anak laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral

    atau maksilektomi media5.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    6/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 6

    Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai

    massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus

    paranasal dan mendorong bola mata ke anterior5

    .

    2. Tumor GanasTumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%),

    disusul oleh karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar5.

    Sinus maksila adalah yang tersering terkena (65-80%), disusul sinus

    etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%), sedangkan sinus sphenoid dan

    frontal jarang terkena5.

    Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena

    rongga sinus sangat miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah

    menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik5.

    Metastasis jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ

    yang sering terkena metastasis jauh adalah hati dan paru5.

    3. Invasi Sekundera. Pituitary adenomasb. Chordomas

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    7/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 7

    c. Invasi sekunder lain (karsinoma nasofaring, meningioma, tumorodontogenik, neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita

    dan apparatus lakrimal)2

    .

    5. Pemeriksaan1.Gejala dan tanda

    Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya.

    Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah

    tumor besar, sehingga mendesak atau menembus dinding tulang meluas ke

    rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau intrakranial5.

    Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai

    berikut5:

    1. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea.Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang

    besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung.

    Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan

    nekrotik.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    8/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 8

    2. Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia,protosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan

    epifora.

    3. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolanatau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien megeluh gigi

    palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke

    dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang

    sakit telah dicabut.

    4. Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolanpipi. Disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus

    trigeminus.

    5. Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakitkepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea,

    yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke

    fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas

    ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus

    disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus maksilaris

    dan mandibularis.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    9/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 9

    2.Pemeriksaan FisikSaat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah

    terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi

    dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin

    merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol,

    rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding

    lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila5.

    Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu

    menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga

    perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher5.

    3.Pemeriksaan PenunjangFoto polos berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi

    tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan dan

    dibuat suatu tomogram atau TK. Pemeriksaan MRI dapat membedakan

    jaringan tumor dengan jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam

    memperlihatkan destruksi tulang. Foto polos toraks diperlukan untuk melihat

    adanya metastasis tumor di paru5.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    10/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 10

    6. DiagnosisDiagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika

    tumor tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus

    segera dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan

    sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus

    ginggivo-bukal5.

    Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angofibroma, jangan lakukan

    biopsi karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis

    adalah dengan angiografi5.

    7. Terapi Tumor Hidung dan Sinus ParanasalBedah tumor endonasal terdiri dari reseksi tumor dibawah kendali

    endoskop, diikuti dengan eksisi jaringan tumor dari jaringan sehat sekitarnya.

    Semua ini memerlukan diagnostik gambaran TK yang adekuat sebelum operasi,

    diagnostik histologi, dan instrumentasi operasi yang tepat. Sangat diperlukan

    seorang operator yang sangat menguasai anatomi lokal dan pengalaman yang

    komprehensif dalam melakukan bedah endoskopik. Sebelumnya pasien harus

    diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dijalankan dan telah membuat

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    11/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 11

    informed consent, termasuk juga bila dibutuhkan perluasan pembedahan baik

    melalui rute bedah eksternal maupun transoral4.

    Dalam memilih terapi bedah yang optimal, seorang ahli harus

    mempertimbangkan dengan seksama dalam memilih pendekatan endonasal

    daripada prosedur klasik yaitu melalui pendekatan transfasial, transoral, dan

    midfacial degloving. Pendekatan endonasal menghindari insisi eksternal dan

    internal serta mobilisasi jaringan, sehingga menghindari pembentukan parut yang

    tidak diinginkan, stenosis duktus lakrimalis, mukokel, dan neuralgia. Komplikasi

    dan gejala ikutan yang dapat merugikan pasien lebih rendah, sehingga metode ini

    dapat diterima dengan baik4.

    Bermacam-macam klasifikasi untuk menentukan stadium yang digunakan di

    Indonesia adalah klasifikasi UICC dan AJCC yang hanya berlaku untuk karsinoma di

    sinus maksila, etmoid dan rongga hidung sedangkan untuk sinus sphenoid dan frontal

    tidak termasuk dalam klasifikasi ini karena sangat jarang ditemukan. Perlu diingat

    bahwa keganasan yang tumbuh seperti basalioma dan melanoma malignum di kulit

    sekitar hidung dan sinus paranasal tidak termasuk dalam klasifikasi tumor hidung dan

    sinus paranasal.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    12/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 12

    Perluasan tumor primer dikatagorikan dalam T1, T2, T3, dan T4. Paling ringan

    T1, tumor terbatas di mukosa sinus, paling berat T4, tumor meluas ke orbita, sinus

    sphenoid dan frontal dan atau rongga intracranial.

    Metastasis kelenjar ke limfa leher regional dikatagorikan dengan N0 (tidak

    diketemukan metastasis ke kelenjar limfa leher regional), N1 (metastasis ke kelenjar

    limfa leher dengan ukuran diameter terbesar kurang atau sama dengan 3 centimeter

    (cm), N2 (diameter terbesar lebih dari 3 cm dan kurang dari 6 cm) dan N3 (diameter

    terbesar lebih dari 6 cm). metastasis jauh dikategorikan sebagai M0 (tidak ada

    metastasis) dan M1 (ada metastasis).

    Pembagian sistem TNM menurut Simson sebagai berikut:

    T : Tumor.

    T

    1 :

    a. Tumor pada dinding anterior antrum.

    b. Tumor pada dinding nasoantral inferior.

    c. Tumor pada palatum bagian anteromedial.

    T2 :

    a. Invasi ke dinding lateral tanpa mengenai otot.

    b. Invasi ke dinding superior tanpa mengenai orbita.

    T3 :

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    13/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 13

    a. Invasi ke m. pterigoid.

    b. Invasi ke orbita

    c. Invasi ke selule etmoid anterior tanpa mengenai lamina kribrosa.

    d. Invasi ke dinding anterior dan kulit diatasnya.

    T4 :

    a. Invasi ke lamina kribrosa.

    b. Invasi ke fosa pterigoid.

    c. Invasi ke rongga hidung atau sinus maksila kontra

    lateral.

    d. Invasi ke lamina pterigoid.

    e. Invasi ke selule etmoid posterior.

    f. Ekstensi ke resesus etmo-sfenoid.

    N : Kelenjar getah bening regional.

    N1 : Klinis teraba kelenjar, dapat digerakkan.

    N2 : Tidak dapat digerakkan.

    M : Metastasis.

    M1 : Stadium dini, tumor terbatas di sinus.

    M2 : Stadium lanjut, tumor meluas ke struktur yang berdekatan.

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    14/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 14

    Berdasarkan TNM ini dapat ditentukan stadium yaitu stadium dini (stadium 1

    dan 2), stadium lanjut (stadium 3 dan 4). Lebih dari 90 % pasien datang dalam

    stadium lanjut dan sulit menentukan asal tumor primernya karena hampir seluruh

    hidung dan sinus paranasal sudah terkena tumor.

    Stadium :

    Stadium 0 T1s N0 M0

    Stadium I T1 N0 M0

    Stadium IIA T2a N0 M0

    Stadium IIB T1

    T2a

    T2b

    N1

    N1

    N0,N1

    M0

    M0

    M0

    Stadium III T1

    T2a,T2b

    T3

    N2

    N2

    N2

    M0

    M0

    M0

    Stadium IV a T4 N0,N1,N2 M0

    Stadium IV b Semua T N3 M0

    Stadium IV c Semua T Semua N M1

    DAFTAR PUSTAKA

  • 5/24/2018 Tumor Hidung

    15/15

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 15

    1. Anonim. 2006. Data Poli Rawat Jalan Sub Bagian Rinologi 2000-2005.Jakarta:Bagian THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

    2. Cody, DeSanto et al. 2000. Neoplasma of the Nasal Cavity in in CummingsOtolaryngology - Head Neck Surgery3rd ed. New York: Maple Vail Book

    Manufacturing Group Mosby-Year Book.

    3. Depkes RI. 2003. Pola Penyakit 50 Peringkat Utama Menurut DTD PasienRawat. Jakarta: Jalan Di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003, Depkes RI.

    4. Hosemann W. 2001. Role of Endoscopic Surgery in Tumor. In: KennedyDW, Bolger WE, Zinreich SJ. Diseases of The Sinuses, Diagnosis and

    Management. London: Hamilton.

    5. Roezin, A. et al. 2007. Tumor Hidung dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds.,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-6.Jakarta:

    BP FK UI.

    6. Rousch GC. 1999. Epidemiology of Cancer of The Nose and ParanasalSinuses -Current Concepts in Cummings Otolaryngology - Head Neck

    Surgery3rded.New York: Maple Vail Book Manufacturing Group Mosby-Year

    Book.