tugas akhirdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital...tugas akhir “analisis kerusakan...
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR
“Analisis Kerusakan Konstruksi Jalan Aspal di Kota Makassar
dengan Metode Pavement Condition Index
( Studi Kasus JL. Letjend Hertasning )”
DISUSUN OLEH :
MOHAMMAD IMADUDDIEN
D111 13 518
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘aalamin, atas rahmat dan karunia Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa, maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa di dalam tugas akhir yang sederhana ini terdapat banyak
kekurangan dan sangat memerlukan perbaikan secara menyeluruh. Tentunya hal ini
disebabkan keterbatasan ilmu serta kemampuan yang dimiliki penulis, sehingga dengan
segala keterbukaan penulis mengharapkan masukan dari semua pihak.
Tentunya tugas akhir ini memerlukan proses yang tidak singkat. Perjalanan yang
dilalui penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak lepas dari tangan-tangan berbagai
pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa materi maupun dorongan moril.
Olehnya itu dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih, penghormatan serta
penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu, yaitu kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yaitu ayahanda Drs. H. M. Hasan Sitaba dan ibunda Dra. Hj.
Adliah, M.H., atas kasih sayang dan segala dukungan selama ini, baik spritiual maupun
materil, serta seluruh keluarga besar atas sumbangsih dan dorongan yang telah diberikan.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS., M.Eng, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar.
iv
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T. dan Bapak Ir. H. Achmad Bakri
Muhiddin, Msc. Ph.D., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Bapak Ir. Achmad Faizal Aboe, M.T., selaku dosen pembimbing I, atas segala kesabaran
dan waktu serta nasihat spiritual yang telah diluangkannya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga terselesainya penulisan
tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Dantje Runtulalo, M.T., selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian
hingga terselesainya penulisan tugas akhir ini.
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
7. Bapak Dr. Ir. H. Mubassirang Pasra, M.T., selaku Kepala Laboratorium Jalan dan Aspal
Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin atas
segala fasilitas yang digunakan.
8. Bapak Kanrasman, S.Sos., selaku Laboran Laboratorium Rekayasa Transportasi Jurusan
Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas segala bimbingan selama
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
9. Khansa Luthfiyyah, atas segala dukungan dan semangat yang tiada henti diberikan
kepada penulis.
10. Rekan-rekan di Laboratorium Riset Perkerasan Jalan, yang senantiasa memberikan
dukungan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
v
11. Saudara-saudariku seangkatan 2013 Teknik Sipil, yang senantiasa memberikan
semangat dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Keep on Fighting Till The End.
Tiada imbalan yang dapat diberikan penulis selain memohon kepada Allah SWT.,
melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, Aamiin Ya Rabb. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Gowa, Agustus 2017
Penulis
vi
ANALISIS KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN ASPAL DI KOTA MAKASSAR
DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX ( STUDI KASUS JL.
LETJEND HERTASNING )
Mohammad Imaduddien Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jln. Printis Kemerdekaan
Km. 10 Kampus Tamalanrea Tlp :
(0411) -587636 dan fax (0411) _5808565
e-mail : [email protected]
Ir. Achmad Faizal Aboe, MT Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jln. Printis Kemerdekaan
Km. 10 Kampus Tamalanrea, Tlp :
(0411) -587636 dan fax (0411) _5808565
e-mail : [email protected]
Ir. Dantje Runtulalo, MT Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jln. Printis Kemerdekaan
Km. 10 Kampus Tamalanrea, Tlp :
(0411) -587636 dan fax (0411) _5808565
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Suatu penelitian tentang bagaimana kondisi permukaan jalan dan bagian jalan lainnya
sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang mengalami kerusakan
tersebut. Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan melakukan
survei secara visual yang berarti dengan cara melihat dan menganalisis kerusakan tersebut
berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Jenis kontruksi perkerasan dalam penelitian ini adalah
kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.
Hasil survei menunjukkan bahwa jenis-jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend
Hertasning antara lain Retak Kulit Buaya, Bergelombang, Amblas, Retak Pinggir, Retak
Memanjang/Melintang, Tambalan, Lubang, Pelepasan Butiran, Retak Blok, Retak Reflektif
Sambungan, Alur, dan Sungkur. Dari jenis-jenis kerusakan yang terjadi, jenis kerusakan yang
paling dominan adalah kerusakan pelepasan butiran dengan persentase kerusakan 76,94% dari
jenis kerusakan lainnya. Nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) rata-rata ruas Jalan Letjend
Hertasning Arah Pettarani – Aroepala yaitu 93,48 Sedangkan untuk arah Aroepala – pettarani
yaitu 82,23 yang artinya kondisi pada ruas Jalan Letjend Hertasning termasuk sempurna dan
sangat baik.
Kata Kunci : Kerusakan Jalan, Perkerasan Jalan Aspal, Pavement Condition Index(PCI)
vii
ABSTRACT
A study of how road surface conditions and other road sections are needed to determine
the condition of the affected road surface. Preliminary research on the condition of the road
surface is by conducting a visual survey that means by seeing and analyzing the damage based
on the type and level of damage to be used as a basis in performing maintenance and repair
activities. The type of pavement construction in this research is flexible pavement construction
which is pavement which use asphalt as binder and grain material as layer below.
Survey results indicate that the types of damage to Jalan Letjend Hertasning segment
are: Aligator Cracks, Bleeding, Depression, Edge Cracks, Longitudinal/Transverse Cracking,
Patching, Potholes, Raveling, Block Cracking, Reflection Cracks, Ruts, and Shoving. Of the
types of damage that occurs, the most dominant type of damage is damage to Raveling with a
percentage of damage of 76.94% of other types of damage. The value of pavement conditions
index (PCI) on the average of Jalan Letjend Hertasning Direction Pettarani - Aroepala is 93,48
While for Aroepala - pettarani is 82,23 which means that the condition of Jalan Letjend
Hertasning is excellent and very good.
Keywords : Road Damage, Flexible Pavement, Pavement Condition Index(PCI)
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4. Batasan Masalah.................................................................................. 4
1.5. Sistematika Penulisan ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum .................................................................................................. 7
2.2. Definisi Perkerasan Lentur (flexible pavement) .................................. 10
2.3. Respon perkerasan akibat pembebanan .............................................. 15
2.4. Metode Pavement Condition Index (PCI) ........................................... 17
2.4.1. Indeks Kondisi Permukaan atau PCI (Pavement Condition
Index) ...................................................................................... 18
2.4.2. Istilah-istilah dalam Hitungan PCI .......................................... 19
ix
2.4.3. Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode
Pavement Condition Index (PCI) ............................................ 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ................................................................................. 58
3.2. Data Yang Digunakan ......................................................................... 58
3.3. Peralatan Penelitian ............................................................................. 59
3.4. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 59
3.4.1. Pengumpulan Data .................................................................. 59
3.4.2. Analisis Kondisi Jalan Menggunakan Metode Pavement
Condition Index (PCI) ............................................................. 60
3.5. Bagan Alir Penelitian .......................................................................... 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Jalan ....................................................................................... 63
4.1.1. Jalan Letjend Hertasning ......................................................... 63
4.2. Kerusakan Jalan .................................................................................. 63
4.3. Deduct Value ....................................................................................... 69
4.4. Perhitungan Corrected Deduct Value (CDV) ..................................... 80
4.5. Perhitungan Nilai Pavement Condition Index (PCI) ........................... 91
4.6. Perhitungan Densitas, DV, CDV, dan PCI ......................................... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 101
5.2. Saran ................................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Besaran Nilai PCI ............................................................................ 34
Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Retak Buaya (Alligator Cracking) ................... 38
Tabel 2.3. Tingkat Kerusakan Kegemukan ...................................................... 39
Tabel 2.4. Tingkat Kerusakan Retak Blok ....................................................... 40
Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Keriting ............................................................ 42
Tabel 2.6. Tingkat Kerusakan Amblas ............................................................. 43
Tabel 2.7. Tingkat Kerusakan Retak Pinggir ................................................... 44
Tabel 2.8. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi.................................................. 45
Tabel 2.9. Tingkat kerusakan Penurunan Bahu Jalan ...................................... 47
Tabel 2.10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang ............................. 48
Tabel 2.11. Tingkat Kerusakan Tambalan ......................................................... 49
Tabel 2.12. Tingkat Kerusakan Pengausan ........................................................ 50
Tabel 2.13. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)............................................ 52
Tabel 2.14. Tingkat Kerusakan alur ................................................................... 53
Tabel 2.15. Tingkat Kerusakan Sungkur ............................................................ 54
Tabel 2.16. Tingkat Kerusakan Retak Slip ........................................................ 55
Tabel 2.17. Tingkat Kerusakan Pelepasan Butiran ............................................ 57
Tabel 4.1. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 0+000 – 1+600 (Pettarani-
Aroepala) ......................................................................................... 64
Tabel 4.2. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 1+600 – 2+800 (Pettarani-
Aroepala) ......................................................................................... 65
xi
Tabel 4.3. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 0+000 – 1+100 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 66
Tabel 4.4. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 1+100 – 2+200 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 67
Tabel 4.5. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 2+200 – 2+800 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 68
Tabel 4.6. Contoh Perhitungan Kerusakan Lubang PCI STA 0+900 – 1+000
(Arah Pettarani-Aroepala) ............................................................... 69
Tabel 4.7. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+000 – 0+100 s/d 0+200 – 0+300 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 70
Tabel 4.8. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+300 – 0+400 s/d 1+000 – 1+100 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 71
Tabel 4.9. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+100 – 1+200 s/d 1+700 – 1+800 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 72
Tabel 4.10. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+800 – 1+900 s/d 2+400 – 2+500 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 73
Tabel 4.11. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+500 – 2+600 s/d 2+700 – 2+800 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 74
Tabel 4.12. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+000 – 0+100 s/d 0+200 – 0+300 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 74
xii
Tabel 4.13. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+300 – 0+400 s/d 0+700 – 0+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 75
Tabel 4.14. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+800 – 0+900 s/d 1+100 – 1+200 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 76
Tabel 4.15. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+200 – 1+300 s/d 1+700 – 1+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 77
Tabel 4.16. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+800 – 1+900 s/d 2+200 – 2+300 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 78
Tabel 4.17. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+300 – 2+400 s/d 2+500 – 2+600 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 79
Tabel 4.18. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+600 – 2+700 s/d 2+700 – 2+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 80
Tabel 4.19. Perhitungan Nilai Corrected Deduct Value & Nilai PCI STA 0+900
– 1+000 (Arah Pettarani – Aroepala) .............................................. 80
Tabel 4.20. Contoh Perhitungan Nilai CDV STA 0+900 – 1+000 (Arah Pettarani
– Aroepala) ...................................................................................... 81
Tabel 4.21. Perhitungan Nilai CDV STA 0+000 – 0+100 s/d STA 0+100 –
0+200 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 81
Tabel 4.22. Perhitungan Nilai CDV STA 0+200 – 0+300 s/d STA 0+700 –
0+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 82
xiii
Tabel 4.23. Perhitungan Nilai CDV STA 0+800 – 0+900 s/d STA 1+400 –
1+500 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 83
Tabel 4.24. Perhitungan Nilai CDV STA 1+500 – 1+600 s/d STA 2+100 –
2+200 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 84
Tabel 4.25. Perhitungan Nilai CDV STA 2+200 – 2+300 s/d STA 2+700 –
2+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 85
Tabel 4.26. Perhitungan Nilai CDV STA 0+000 – 0+100 s/d STA 0+600 –
0+700 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 86
Tabel 4.27. Perhitungan Nilai CDV STA 0+700 – 0+800 s/d STA 1+200 –
1+300 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 87
Tabel 4.28. Perhitungan Nilai CDV STA 1+100 – 1+200 s/d STA 1+700 –
1+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 88
Tabel 4.29. Perhitungan Nilai CDV STA 1+800 – 1+900 s/d STA 2+300 –
2+400 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 89
Tabel 4.30. Perhitungan Nilai CDV STA 2+400 – 2+500 s/d STA 2+700 –
2+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 90
Tabel 4.31. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 1+000 –
1+100 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 92
Tabel 4.32. Perhitungan Nilai CDV STA 1+000 – 1+100 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 92
Tabel 4.33. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 2+500 –
2+600 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 93
Tabel 4.34. Perhitungan Nilai CDV STA 2+500 – 2+600 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 93
Tabel 4.35. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 0+900 –
1+000 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 94
xiv
Tabel 4.36. Perhitungan Nilai CDV STA 0+900 – 1+000 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 94
Tabel 4.37. Rekapitulasi Nilai PCI Tiap Segmen Ruas Jalan Letjend Hertasning
STA 0+000 – 2+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ......................... 95
Tabel 4.38. Rekapitulasi Nilai PCI Tiap Segmen Ruas Jalan Letjend Hertasning
STA 0+000 – 2+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ......................... 96
Tabel 4.39. Persentase jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend Hertaning (Arah
Pettarani – Aroepala)....................................................................... 98
Tabel 4.40. Persentase jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend Hertaning (Arah
Aroepala – Pettarani)....................................................................... 99
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Susunan Konstruksi Perkerasan Lentur........................................... 8
Gambar 2.2. Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade ....................... 8
Gambar 2.3. Kinerja perkerasan lentur ................................................................ 16
Gambar 2.4. Perbedaan metode analisis pada perkerasan lentur & kaku ............ 16
Gambar 2.5. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Kulit
Buaya............................................................................................... 20
Gambar 2.6. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Kegemukan 20
Gambar 2.7. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Blok. 21
Gambar 2.8. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Benjol dan
Turun ............................................................................................... 21
Gambar 2.9. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Bergelombang
......................................................................................................... 22
Gambar 2.10. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Amblas ...... 22
Gambar 2.11. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Pinggir
......................................................................................................... 23
Gambar 2.12. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Refleksi
Sambungan ...................................................................................... 23
Gambar 2.13. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Penurunan
Jalur/Bahu Jalan .............................................................................. 24
Gambar 2.14. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak
Memanjang/Melintang .................................................................... 24
Gambar 2.15. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Tambalan ... 25
Gambar 2.16. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pengausan.. 25
Gambar 2.17. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Lubang ...... 26
Gambar 2.18. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Persilangan
Jalan Rel .......................................................................................... 26
Gambar 2.19. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Alur ........... 27
Gambar 2.20. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Sungkur ..... 27
xvi
Gambar 2.21. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Slip .. 28
Gambar 2.22. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Mengembang
......................................................................................................... 28
Gambar 2.23. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pelepasan
Butiran ............................................................................................. 29
Gambar 2.24. Grafik hubungan Corrected Deduct Value (CDV) dan TDV untuk
perkerasan lentur ............................................................................. 31
Gambar 2.25. Kerusakan Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks) ............................ 37
Gambar 2.26. Kerusakan Kegemukan ................................................................... 39
Gambar 2.27. Kerusakan Retak blok ..................................................................... 40
Gambar 2.28. Kerusakan Keriting ......................................................................... 41
Gambar 2.29. Kerusakan Amblas .......................................................................... 42
Gambar 2.30. Kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracks)......................................... 44
Gambar 2.31. Kerusakan Retak Refleksi ............................................................... 45
Gambar 2.32. Kerusakan Penurunan bahu jalan .................................................... 46
Gambar 2.33. Kerusakan Retak Memanjang/Melintang ........................................ 47
Gambar 2.34. Kerusakan Tambalan ....................................................................... 49
Gambar 2.35. Kerusakan Pengausan...................................................................... 50
Gambar 2.36. Kerusakan Lubang .......................................................................... 51
Gambar 2.37. Kerusakan Alur ............................................................................... 53
Gambar 2.38. Kerusakan Sungkur ......................................................................... 54
Gambar 2.39. Kerusakan Retak Slip ...................................................................... 55
Gambar 2.40. Kerusakan Pelepasan Butiran .......................................................... 56
Gambar 3.1. Lokasi survey penelitian ruas Jalan Letjend Hertasning ................. 58
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 62
Gambar 4.1. Nilai kondisi perkerasan (PCI) dan tingkat kerusakan .................... 91
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Grafik DV dan CDV Ruas Jalan Letjend Hertasning (Arah Pettarani –
Aroepala)
2. Lampiran Grafik DV dan CDV Ruas Jalan Letjend Hertansing (Arah Aroepala
– Pettarani)
3. Lampiran Foto Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam
memperlancar kegiatan hubungan perekonomian, baik antara satu kota dengan kota
lainnya, antara kota dengan desa, antara satu desa dengan desa lainnya. Kondisi
jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk dalam mengadakan
hubungan perekonomian dan kegiatan sosial lainnya. Sedangkan jika terjadi
kerusakan jalan akan berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan
sosial namun dapat terjadi kecelakaan.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, dalam rangka
meningkatkan penyediaan transportasi darat, maka jalan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan dalam pembangunan maupun pemeliharaan. Dalam proses
pemeliharaan, kerusakan jalan kadang terjadi lebih dini dari masa pelayanan yang
disebabkan oleh adanya banyak faktor, antara lain faktor manusia dan faktor alam.
Faktor – faktor alam yang dapat mempengaruhi mutu perkerasan jalan diantaranya
air, perubahan suhu, cuaca dan temperatur udara. Sedangkan faktor manusia yaitu
diantaranya berupa tonase atau muatan kendaraan – kendaraan berat yang melebihi
kapasitas dan volume kendaraan yang semakin meningkat. Dari faktor – faktor itu
semua jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada jalan
yang dilewati, dan tentunya akan merugikan semua pihak – pihak yang terkait.
Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalahan
2
yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi
pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan
lalu-lintas, dan lain-lain.
Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur
rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak
dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban lalu lintas berulang yang
berebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari
perencanaan. Perencanaan yang tidak tepat, pengawasaan yang kurang baik dan
pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana yang ada. Selain itu minimnya biaya
pemeliharaan, keterlambatan pengeluaran anggaran serta prioritas penanganan
yang kurang tepat juga menjadi penyebab. Panas dan suhu udara, air dan hujan,
serta mutu awal produk jalan yang jelek juga sangat mempengaruhi. Oleh sebab itu
disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat
melayani pertumbuhan lalulintas selama umur rencana.
Suatu penelitian tentang bagaimana kondisi permukaan jalan dan bagian
jalan lainnya sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang
mengalami kerusakan tersebut. Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan
tersebut yaitu dengan melakukan survei secara visual yang berarti dengan cara
melihat dan menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat
kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan.
3
Perkembangan pertambahan volume kendaraan bermotor baik roda dua,
roda empat maupun lebih semakin meningkat terutama di Kota Makassar.
Kerusakan - kerusakan jalan sering terjadi di Kota Makassar khususnya pada ruas
Jalan Letjend Hertasning yang merupakan ruas jalan dengan volume lalu lintas yang
padat, selain merupakan jalan penghubung Kota Makassar dan Kabupaten Gowa,
juga terdapat sekolah, serta perumahan – perumahan yang menimbulkan bangkitan
tarikan sehingga banyak kendaraan yang melintas di ruas Jalan tersebut. Kendaraan
– kendaraan yang melintas memiliki berat yang bervariasi bahkan banyak ditemui
kendaraan yang bermuatan berlebih, kondisi cuaca yang berubah-ubah serta
drainase yang kurang baik yang dapat menimbulkan genangan air dibeberapa titik
yang dimana berdampak buruk pada lapisan perkerasan sehingga perkerasan aspal
mengalami kerusakan sebelum umur rencana.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi tentu akan berpengaruh pada keamanan
dan kenyamanan pemakai jalan. Oleh sebab itu penanganan konstruksi perkerasan
baik yang bersifat pemeliharaan, peningkatan atau rehabilitasi akan dapat dilakukan
secara optimal apabila faktor-faktor penyebab kerusakan telah diketahui.
Dengan melihat kondisi jalan Letjend Hertasning Makassar, khususnya
kondisi perkerasan jalan tersebut, mendorong kami untuk mengetahui jenis dan
tingkat kerusakan dari perkerasan jalan melalui penulisan sekaligus merupakan
tugas akhir ini dengan judul
“Analisis Kerusakan Konstruksi Jalan Aspal di Kota Makassar dengan
Metode Pavement Condition Index ( studi kasus Jl. Letjend Hertasning )”
4
I.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan
perkerasan lentur di ruas Jalan Letjend Hertasning Makassar ?
2. Bagaimana menetapkan nilai kondisi perkerasan jalan pada permukaan
perkerasan lentur di ruas Jalan Letjend Hertasning Makassar ?
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan
perkerasan lentur di ruas Jalan Letjend Hertasning Makassar.
2. Menetapkan nilai kondisi perkerasan jalan pada permukaan perkerasan
lentur di ruas Jalan Letjend Hertasning Makassar dengan cara mencari nilai
Pavement Condition Index (PCI).
I.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam peneltian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Data kerusakan jalan diambil pada ruas jalan Letjend Hertasning kota
Makassar.
5
2. Data kerusakan jalan yang dijadikan bahan penulisan didasarkan atas data
pengamatan secara langsung di lapangan dan juga bantuan data dari
instansi dinas yang terkait.
3. Jenis kontruksi perkerasan adalah kontruksi perkerasan lentur (flexible
pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat.
4. Perhitungan yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
metode Pavement Condition Index (PCI)
5. Data primer berupa hasil pengamatan secara visual serta hasil pengukuran
yang terdiri dari panjang, lebar dan kedalaman dari tiap jenis kerusakan.
I.5 Sistematika Penulisan
BAB I. Pendahuluan
Berisikan latar belakang pemilihan topik penelitian, permasalahan yang ada,
pembatasan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, serta sistematika
pembahasannya.
BAB II. Tinjauan Pustaka
Berisikan uraian mengenai teori dasar tentang perkerasan lentur, mengidentifikasi
jenis-jenis kerusakan pada lapisan perkerasan lentur, serta uraian metode analisa
yang dipakai dalam penelitian ini.
6
BAB III. Metodologi Penelitian
Berisikan tentang pendekatan teori yang telah dijabarkan, pelaksanaan penelitian,
langkah-langkah perhitungan, rumus-rumus yang digunakan beserta metode
pelaksanaan dan menjelaskan tentang pengumpulan data-data yang dibutuhkan.
BAB IV. Analisis dan Pembahasan
Berisikan tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis
kondisi fisik jalan, data luas kerusakan sesuai hasil survey lapangan dan
pengumpulan data dari instansi yang terkait. Mengklasifikasikan jenis kerusakan
dan tingkat kerusakan jalan dan faktor-faktor penyebab kerusakan jalan tersebut.
BAB V. Kesimpulan dan Saran
Berisikan Penutup dari Penelitian, yang terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian
yang dilaksanakan, serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMUM
Perkerasan jalan adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa lapis
material yang diletakkan pada tanah dasar (subgrade). Tujuan utama dari
dibangunnya perkerasan adalah untuk memberikan permukaan yang rata dengan
kekesatan tertentu, dengan umur layanan cukup panjang, serta pemeliharaan yang
minimum (Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Perkerasan jalan merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan
langsung dengan kendaraan. Lapisan ini yang berfungsi memberikan pelayanan
terhadap lalu-lintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh
karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-
kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu-lintas. Untuk
mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi
faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat
berlapis-lapis. Pada gambar 2.1 diperlihatkan lapisan-lapisan perkerasan yang
paling atas disebut lapisan permukaan yaitu kontak langsung dengan roda
kendaraan dan lingkungan sehingga merupakan lapisan yang cepat rusak terutama
akibat air. Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah, yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Selain itu juga, untuk
menghasikan perkerasan dengan kualitas dan mutu yang direncanakan maka
8
dibutuhkan pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengelolaan agregat, serta
sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang
campuran sesuai jenis perkerasan yang dibutuhkan.
Lapis Permukaan ( Surface course)
Lapis Pondasi atas ( Base Course )
Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar
Gambar 2.1. Susunan Konstruksi Perkerasan Lentur
Gambar 2.2. Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade
Pada gambar 2.2. terlihat bahwa beban kenderaan dilimpahkan ke
perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w).
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan (surface course ) dan disebarkan
hingga ketanah dasar (subgrade),dan menimbulkan gaya pada masing-masing
9
lapisan sebagai akibat perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang
diterimanya. Beban tersebut adalah :
1. Muatan atau berat kenderaan berupa gaya vertikal
2. Gaya gesekan akibat rem berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kenderaan berupa getaran-getaran
Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka
pengaruhnya semakin berkurang sehingga muatan yang diterima masing-masing
lapisan berbeda.
Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi
perkerasan jalan ada 2 jenis :
Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement)
sebagai bahan pengikat.
Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba
dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement,
yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku.
10
2.2. Definisi Perkerasan Lentur (flexible pavement)
Perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan
jalan melalui kontak roda berupa beban terbagi merata P0. Beban tersebut diterima
oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1 yang lebih kecil
dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-
lapisan yang diletakkan di atas lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-
lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya
ke lapisan di bawahnya.
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai
jalan, maka konstruksi perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Syarat-syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan
berlalu lintas harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja di atasnya.
11
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.
2. Syarat-syarat struktural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu
lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di
bawahya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh di atasnya
dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut di atas, perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi perkerasan lentur jalan harus mencakup :
1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang
akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah
ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode yang ada.
2. Analisa campuran bahan.
12
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia,
direcanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari
jenis lapisan yang dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan.
Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi
syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi
apa yang diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelakasanaan yang cermat
mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau
penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.
Lapisan-lapisan dari perkerasan lentur bersifat memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut adalah :
1. Lapisan permukaan (surface coarse)
Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas.
Lapisan tersebut berfungsi sebagai berikut :
a. Lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan roda selama masa pelayanan.
b. Lapisan kedap air, air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan
bawah dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
c. Lapis aus, lapisan ulang yang langsung menderita gesekan akibat roda
kendaraan.
d. Lapis-lapis yang menyebabkan beban ke lapisan di bawahnya sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daa dukung yang lebih jelek.
13
2. Lapisan pondasi atas (base coarse)
Lapisan pondasi atas adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara
lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah). Karena terletak tepat di bawah permukaan
perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling
menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas
sangat tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilakukan dengan cermat.
Fungsi lapis pondasi atas adalah :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapis peresapan untuk pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan untuk lapis pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan
sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan
sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis. Bermacam-macam bahan
alam/bahan setempat (CBR > 50 %, PI < 4 %) dapat digunakan sebagai bahan
lapisan pondasi atas, antara lain batu merah, kerikil dan stabilisasi tanah dengan
semen atau kapur.
3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse)
Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah adalah :
14
a. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
b. Efisieni penggunaan material. Material pondasi bawah lebih murah daripada
lapisan di atasnya.
c. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
d. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
Bahannya dari bermacam-macam bahan setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %)
yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan
pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen
portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar didapat bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
4. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian
atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan
konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah dasar.
15
Persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat kembang susut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata, sukar ditentukan secara pasti ragam
tanah yang sangat berbeda sifat dan kelembabannya.
d. Lendutan atau lendutan balik.
2.3. Respon perkerasan akibat pembebanan
Dalam dunia perkerasan jalan dikenal system perkerasan lentur (Flexibel
Pavement), perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan komposit. Sukanto
(Dinas PU Bina Marga Prov. Jawa Timur) dalam tulisannya “Target Umur Rencana
Jalan” menyampaikan bahwa konstruksi flexibel (lentur) yang banyak
menggunakan bahan baku dari bahan dasar aspal curah yang kualitasnya hasilnya
kurang begitu baik karena pada siang hari antara jam 12 00 – 15.00 WIB, temperatur
cuaca panas pada badan jalan rata-rata mencapai 67º C. Pengaruh sinar ultra violet,
sinar matahari mempermudah proses oksidasi sehingga mempercepat pelapukan.
Apalagi dengan adanya genangan sisa-sisa air hujan pada badan jalan yang
menyebabkan proses stripping (pengelupasan) kelekatan aspal pada agregat. Begitu
juga akibat beban overload kendaraan yang tidak dapat dihindarkan karena tuntutan
peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat yang terus meningkat dan harus
diterima oleh konstruksi jalan sehingga akan mengakibatkan jalan mudah
16
mengalami kerusakan dini dan menyebabkan target umur rencana jalan kurang bisa
terpenuhi.
Jian-Shiuh CHEN, Chih-Hsien LIN dan Ming-Shen SHIAH dalam Journal
of the Eastern Asia Society for Transportation studies, vol.4, No.1, October, 2001,
memberikan gambaran kinerja pembebanan pada flexibel pavement seperti yang
terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Kinerja perkerasan lentur
Respon perkerasan lentur dan perkerasan kaku terhadap beban sangat
berbeda. Sehingga, tegangan, regangan, dan lendutan yang terjadi akibat
pembebanan juga berbeda untuk perkerasan lentur dan kaku. Gambar 3
menunjukkan perbedaan metode analisis untuk kedua perkerasan tersebut.
Gambar 2.4. Perbedaan metode analisis pada perkerasan lentur & kaku
Sistem perkerasan berlapis
Semua lapisan berperan memikul beban
Peranan pelat beton lebih dominan
Sebagian besar beban dipikul oleh pelat beton
17
Perbedaan-perbedaan antara perkerasan lentur dan kaku dapat di
diskripsikan sebagai berikut yakni pada Flexible Pavement ; (1) Bila dibebani,
konstruksi akan melentur, begitu beban sudah lewat, maka lenturan akan kembali
(2) Kegunaan perkerasan sebagai penyebar beban dari roda kendaraan dan langsung
ke tanah dasar. (3) Karena bahannya yang banyak, menyebabkan biaya perkerasan
murah (4) Dibutuhkan perawatan secara rutin sehingga menyebabkan biaya tinggi.
Sedang konstruksi perkerasan Rigid Pavement adalah (1) Apabila mendapat beban,
maka lenturannya kecil, (2) Pada saat mendapat beban, maka menyebarkan beban
roda ke tanah dasar, juga memikul sebagian besar beban roda (3) Biaya pekerjaan
perkerasannya relatif mahal (4) Perawatan murah karena relatif jarang dilakukan.
2.4. Metode Pavement Condition Index (PCI)
Penilaian kondisi kerusakan perkerasan yang dikembangkanoleh U.S. Army
Corp of Engineer (Shahin et al., 1976-1984), dinyatakan dalam Indeks Kondisi
Perkerasan (Pavement Condition Index, PCI). Penggunaan PCI untuk perkerasan
bandara, jalan, dan tempat parkir telah dipakai secara luas di Amerika. Departemen-
departemen yang menggunakan prosedur PCI ini misalnya : FAA (Federal Aviation
Administration, 1982), Departemen Pertahanan Amerika (U.S. Air Force, 1981;
U.S. Army, 1982), Asosiasi Pekerjaan Umum Amerika (American Public Work
Association, 1984) dan lain-lain.
Metode PCI memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saat
survey dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa datang.
Namun demikian, dengan melakukan survey kondisi secara periodik, informasi
18
kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa datang, selain juga
dapat digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.
2.4.1. Indeks Kondisi Permukaan atau PCI (Pavement Condition Index)
PCI adalah tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang
ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan
dipermukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang
nilainya berkisar di antara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam
kondisi sangat rusak dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI
ini didasarkan pada hasil survey kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat kerusakan,
dan ukurannya diidentifikasikan saat survey kondisi tersebut. PCI dikembangkan
untuk memberikan indeks dari integritas struktur perkerasan dan kondisi
operasional permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian
dari survey kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan, dan apakah
kerusakan terkait dengan beban atau iklim (Hary Christady Hardiyatmo,2015)
Dalam metode PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan
fungsi dari 3 faktor utama, yaitu :
a. Tipe kerusakan
b. Tingkat keparahan kerusakan
c. Jumlah atau kerapatan kerusakan.
19
2.4.2. Istilah-istilah dalam Hitungan PCI
Dalam hitungan PCI, maka terdapat istilah-istilah sebagai berikut ini.
a. Nilai Pengurang (Deduct Value, DV)
Nilai Pengurang (Deduct Value) adalah suatu nilai pengurang untuk setiap
jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat
keparahan (severity level) kerusakan. Karena banyaknya kemungkinan kondisi
perkerasan, untuk menghasilkan satu indeks yang memperhitungkan ketiga faktor
tersebut umumnya menjadi masalah. Untuk mengatasi hal ini, nilai pengurang
dipakai sebagai tipe faktor pemberat yang mengindikasikan derajat pengaruh
kombinasi tiap-tiap tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan kerapatannya.
Didasarkan pada kelapukan perkerasan, masukan dari pengalaman, hasil uji
lapangan dan evaluasi prosedur, serta deskripsi akurat dari tipe-tipe kerusakan,
maka tingkat keparahan kerusakan dan nilai pengurang diperoleh, sehingga suatu
indeks kerusakan gabungan, PCI dapat ditentukan.
Untuk menentukan PCI dari bagian perkerasan tertentu, maka bagian tersebut
dibagi-bagi kedalam unit-unit inspeksi yang disebut unit sampel.
20
Grafik Deduct Value untuk perkerasan lentur
Gambar 2.5. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Kulit Buaya
Gambar 2.6. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Kegemukan
21
Gambar 2.7. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Blok
Gambar 2.8. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Benjol dan Turun
22
Gambar 2.9. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Bergelombang
Gambar 2.10. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Amblas
23
Gambar 2.11. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Pinggir
Gambar 2.12. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Refleksi Sambungan
24
Gambar 2.13. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Penurunan Jalur/Bahu Jalan
Gambar 2.14. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Memanjang/Melintang
25
Gambar 2.15. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Tambalan
Gambar 2.16. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pengausan
26
Gambar 2.17. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Lubang
Gambar 2.18. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Persilangan
Jalan Rel
27
Gambar 2.19. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Alur
Gambar 2.20. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Sungkur
28
Gambar 2.21. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Slip
Gambar 2.22. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Mengembang
29
Gambar 2.23. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pelepasan Butiran
b. Kerapatan (Density)
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis
kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, bias dalam
sq.ft atau , atau dalam feet atau meter. Dengan demikian, kerapatan kerusakan dapat
dinyatakan oleh persamaan :
Kerapatan (density) (%) = ��
�� x 100
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Dengan :
Ad = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat keparahan
kerusakan (��)
As = luas total unit segmen (��)
30
c. Nilai pengurang total (Total Deduct Value, TDV)
Nilai pengurang total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurang
(Deduct Value) pada masing-masing unit sampel.
d. Nilai alowable maximum deduct value (m)
Sebelum ditentukan nilai TDV dan CDV nilai deduct value perlu di
cek apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan
selanjutnya atau tidak dengan melakukan perhitungan nilai alowable maximum
deduct value (m), setelah didapat nilai m kemudian setiap deduct value
dikurangkan terhadap m, jika terdapat nilai (DV - m) < m maka semua data dapat
digunakan dengan rumus
m = 1+ 9/98 (100 – HDVi)
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Dengan :
m = nilai koreksi untuk deduct value
HDVi = nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit
e. Nilai pengurang terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV)
Nilai pengurang terkoreksi atau CDV diperoleh dari kurva hubungan antara
nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih kurva yang
sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi
(Highest Deduct Value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang
individual yang tertinggi.
31
Gambar 2.24. Grafik hubungan Corrected Deduct Value (CDV) dan TDV untuk perkerasan lentur
f. Nilai PCI
Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel dihitung dengan
menggunakan persamaan :
PCI (s) = 100 – CDV
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Dengan :
PCI (s) = PCI untuk setiap unit segmen atau unit penelitian
CDV = Corrected Deduct Value dari setiap unit sampel.
Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah :
PCI = ∑���(�)
�
32
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Dengan :
PCI = nilai PCI rata-rata dari seluruh area penelitian.
PCI(s)= nilai PCI untuk setiap unit sampel
N = jumlah unit sampel
g. Unit Sampel
Unit sampel adalah bagian atau seksi dari suatu perkerasan yang
didefenisikan hanya untuk keperluan pemeriksaan. Berikut ini akan disampaikan
cara pembagian dan penentuan unit-unit sampel yang disurvey.
1. Cara pembagian unit sampel
Untuk jalan dengan perkerasan aspal (termasuk aspal diatas perkerasan
beton) dan jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefenisikan sebagai luasan sekitar
762 ± 305 (2500 ± 1000 sq.ft) (Shahin, 1994). Ukuran unit sampel sebaiknya
mendekati nilai rata-rata yang direkomendasikan agar hasilnya akurat.
2. Penentuan unit sampel yang disurvey
Menurut Shahin (1994), inspeksi dari setiap unit sampel dalam suatu bagian
perkerasan membutuhkan suatu usaha ekstra, khususnya jika bagiannya besar.
Derajat pengambilan contoh yang dibutuhkan bergantung pada tingkat penggunaan
33
hasil survey apakah survey dilakukan pada tingkat jaringan jalan (Network-level)
ataukah tingkat proyek (project-level).
Jika tujuannya adalah untuk membuat keputusan tingkat proyek, seperti
perencanaan biaya proyek, maka suatu survey dengan jumlah unit sampel terbatas
sudah cukup. Tapi, jika tujuannya adalah untuk mengevaluasi bagian perkerasan
spesifik pada tingkat proyek, maka derajat penelitian sampel yang lebih tinggi
dibutuhkan pada bagian ini.
Pengelolaan pada tingkat proyek membutuhkan data akurat untuk persiapan
proyek perencanaan dan kontrak. Karena itu, dibandingkan dengan pengelolaan
tingkat jaringan, unit sampel yang dibutuhkan dalam tingkat proyek lebih banyak.
h. Klasifikasi Kualitas Perkerasan
Dari nilai (PCI) untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui
kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna
(excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), buruk (poor), sangat
buruk (very poor), dan gagal (failed). Adapun besaran Nilai PCI adalah :
34
Tabel 2.1. Besaran Nilai PCI
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Nilai PCI
Kondisi Jalan
85 – 100 SEMPURNA (excellent)
70 – 84 SANGAT BAIK (very good)
55 – 69 BAIK (good)
40 – 54 SEDANG (fair)
25 – 39 BURUK (poor)
10 – 24 SANGAT BURUK (very poor)
0 – 10 GAGAL (failed)
35
2.4.3. Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode
Pavement Condition Index (PCI)
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi
kerusakan fungsional dan struktural.
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat
kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan
tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh
kondisi lingkungan sekitar.
Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat
kerusakan perkerasan lentur jalan raya dibedakan menjadi :
1. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)
Retak yang saling merangkai membentuk kotak-kotak kecil yang
menyerupai kulit buaya. Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi perkerasan
yang tidak kuat dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang-ulang. Pada
mulanya terjadi retak-retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang
menyebabkan retak-retak halus terhubung membentuk serangkaian kotak-kotak
kecil yang memiliki sisi tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa
terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya
36
disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan
dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan
menghitung luasan retak.
Tingkat kerusakan alligator cracking (retak kulit buaya) dibagi menjadi
kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling
terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang ditandai
dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola
retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah,
dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai
kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat
menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.
1. Bentuk dan sifatnya :
a) Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm saling berangkai.
b) Membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
c) Penyebaran setempat atau luas.
d) Bila dibiarkan akan berkembang menjadi lubang akibat pelepasan butiran.
e) Meresapkan air.
2. Faktor penyebab kerusakan :
Terjadinya kerusakan dimungkinkan oleh pemakaian bahan perkerasan yang
kurang baik, karena perubahan lapisan permukaan atau karena lapis pondasi kurang
padat saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan air tanah mudah merembes melalui
celah/rongga lapisan yang selanjutnya merembes ke tanah dasar.
37
Apabila air tanah terkendali, maka pengaruhnya terhadap tanah dasar akan
terjadi swelling (pencairan tanah keras yang mulanya masih utuh), sehingga lapisan
tidak memiliki kekuatan untuk menahan tekanan beban yang diterima. Akibatnya
terjadilah penurunan badan jalan, selanjutnya badan jalan akan mengalami retak-
retak halus, maka lama-kelamaan akan berkembang menjadi retak-retak yang
menyerupai kulit buaya. Selain itu pula disebabkan oleh drainase yang tidak
baik/tidak ada sehingga air yang meluap masuk kebahu jalan akan masuk kebadan
jalan menyebabkan konstruksi jalan mengalami penurunan kualitas sehingga
mempercepat terjadinya kerusakan badan jalan. Untuk lebih jelasnya kerusakan
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.25. Kerusakan Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)
38
Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Retak Buaya (Alligator Cracking)
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
Low
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain retakan tidak mengalami gompal
Medium
Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan.
High
Jaringan dan pola retak berlanjut sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan dapat terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecehan mengalami ricking akibat lalu lintas
(Sumber : Shahin, 1994)
2. Kegemukan (Bleeding)
Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang
menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket.
Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah
dengan menghitung luasan kegemukan yang terjadi.
39
Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan
permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan, kerusakan
sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal menempel
pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat (high)
yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda
kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.
Gambar 2.26. Kerusakan Kegemukan
Tabel 2.3. Tingkat Kerusakan Kegemukan
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low
Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan Nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan.
Medium
Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun.
High
Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat pada sepatu dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.
(Sumber : Shahin, 1994)
40
3. Retak Blok (Block Cracking)
Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak
berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari
retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami
arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui arus
lalu lintas.
Gambar 2.27. Kerusakan Retak blok
Tabel 2.4. Tingkat Kerusakan Retak Blok
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah
Medium Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sendang
High Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi
(Sumber : Shahin, 1994)
4. Keriting (Corrugation)
Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya
lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan
41
ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya
stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu
banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran dan berpermukaan
licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting
dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk
perkerasan yang menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat
dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan dan juga perbaikan
penambalan lubang jika keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang
pada permukaan jalan.
Gambar 2.28. Kerusakan Keriting
Untuk menentukan tingkat kerusakan keriting perhatikan tabel berikut :
42
Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Keriting
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.
Medium Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan berkendara
High Keriting mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.
(Sumber : Shahin, 1994)
5. Amblas (Depression)
Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu
permukaan lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di
sekitarnya, sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau
lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak
sesuai dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan
kedalaman amblas yang terjadi. Lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Gambar 2.29. Kerusakan Amblas
43
Tabel 2.6. Tingkat Kerusakan Amblas
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in (6 – 13 mm)
Medium Kedalaman alur rata-rata 1 – 2 in (25 – 51 mm)
High Kedalaman amblas >2 in (51 mm)
(Sumber : Shahin, 1994)
6. Retak Pinggir (Edge Cracks)
Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh
tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya
penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar
tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan
permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan.
Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan
mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai
dengan terjadinya lubang-lubang.
44
Gambar 2.30. Kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracks)
Tabel 2.7. Tingkat Kerusakan Retak Pinggir
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Retak sedikit sampai sedang dengan tanpanpecahan atau butiran lepas.
Medium Retak sedang dengan beberapa butiran lepas.
High Banyak pecahan atau butiran lepas di
sepanjang tepi perkerasan.
(Sumber : Shahin, 1994)
7. Retak Refleksi (Reflection Cracks)
Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang
menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak
pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay
dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal/horizontal
dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang
ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat
dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak
45
berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali
dengan bahan yang sesuai.
Gambar 2.31. Kerusakan Retak Refleksi
Tabel 2.8. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi lebar < 10 mm.
2. Retak terisi, sembarang lebar.
Medium
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi lebar < 10 mm – 76 mm.
2. Retak tak terisi, sembarang lebar 76 mm, dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.
High
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.
2. Retak tak terisi lebih dari 76 mm.
3. Retak sembarang lebar dengan beberapa mm disekitar retakan.
(Sumber : Shahin, 1994)
46
8. Penurunan Bahu Pada Jalan (Lane)
Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara
permukaan perkerasan dengan permukaan bahu/tanah sekitarnya, dimana
permukaan bahu lebih rendah terhadap permukaan perkerasan. Kemungkinan
penyebabnya adalah sebagai berikut.
a. Lebar perkerasan yang kurang.
b. Material bahu yang mengalami erosi/penggerusan.
c. Dilakukan pelapisan lapisan permukaan, namun tidak dilaksanakan
pembentukan bahu.
Gambar 2.32. Kerusakan Penurunan bahu jalan
47
Tabel 2.9. Tingkat kerusakan Penurunan Bahu Jalan
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan 1 – 2 in. (25 – 51 mm)
Medium Beda elevasi 2 – 4 in. (51- 102 mm)
(Sumber : Shahin, 1994)
9. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal and Transverse Cracking)
Retak memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi
searah dengan sumbu jalan, sedangkan retak melintang (transverse cracking)
merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh
kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan
juga dapat disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau
pengerasan aspal.
Gambar 2.33. Kerusakan Retak Memanjang/Melintang
48
Tabel 2.10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
Low
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi lebar < 10 mm.
2. Retak terisi, sembarang lebar.
Medium
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi lebar < 10 mm – 76 mm.
2. Retak tak terisi, sembarang lebar 76 mm, dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.
High
Satu dari kondi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.
2. Retak tak terisi lebih dari 76 mm.
3. Retak sembarang lebar dengan beberapa mm disekitar retakan.
(Sumber : Shahin, 1994)
10. Tambalan (Patching)
Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen,
sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan saja.
49
Penambalan cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole,
patching, corrugation, shoving, depression, slippage cracking, dan rutting.
Gambar 2.34. Kerusakan Tambalan
Tabel 2.11. Tingkat Kerusakan Tambalan
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
Medium Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak terganggu.
High Tambalan sangat rusak, kenyamanan kendaraan sangat terganggu.
(Sumber : Shahin, 1994)
11. Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan
terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda
kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak
50
berbentuk kubikal. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau
latasbum.
Gambar 2.35. Kerusakan Pengausan
Tabel 2.12. Tingkat Kerusakan Pengausan
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Tidak ada definisi derajat kerusakan. Tetapi, derajat kelicinan harus nampak signifikan, sebelum dilibatkan dalam survei kondisi dan dinilai sebagai kerusakan.
(Sumber : Shahin, 1994)
12. Lubang (potholes)
Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai
besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis
permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Lubang dapat terjadi karena :
51
1. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.
2. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
3. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul
pada lapis permukaan.
4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk
dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan rendah
(low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan pada
tabel 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.36. Kerusakan Lubang
52
Tabel 2.13. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Kedalaman (inchi)
Diameter (inchi)
4 - 8 > 8 – 18 > 18 - 30
0,5 - 1 Low Low Medium
> 1 - 2 Low Medium High
> 2 Medium Medium High
(Sumber : Shahin, 1994)
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara :
a) Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan perataan.
b) Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan penambalan lubang.
13. Alur (Ruts)
Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur
dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak.
Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan
demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan
roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi
plastis.
53
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan
untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan
perbaikan penambalan lubang.
Gambar 2.37. Kerusakan Alur
Tabel 2.14. Tingkat Kerusakan alur
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in
(6 – 13 mm)
Medium Kedalaman alur rata-rata ½ – 1 in
(13 – 25,5 mm)
High Kedalaman alur rata-rata > 1 in
(25,4 mm)
(Sumber : Shahin, 1994)
54
14. Sungkur (Shoving)
Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Sungkur adalah
perpindahan permanen secara local dan memanjang dari permukaan perkerasan
yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak.
Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan
dengan cara perbaikan perataan dan perbaikan penambalan lubang.
Gambar 2.38. Kerusakan Sungkur
Tabel 2.15. Tingkat Kerusakan Sungkur
(Sumber : Shahin, 1994)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
Medium Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan
High Sungkur menyebabkan besar gangguan kenyamanan kendaraan
55
15. Retak slip (slippage cracks)
Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti
bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh
adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak
diberinya take coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun
dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan,
atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan dapat dilakukan
dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan menggantikannya dengan
lapisan yang lebih baik.
Gambar 2.39. Kerusakan Retak Slip
Tabel 2.16. Tingkat Kerusakan Retak Slip
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Retak rata – rata lebar <3/8 in. (10 mm)
Medium
Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak rata – rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38 mm)
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan- pecahan terikat.
High
Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak rata – rata > ½ in. (>38 mm) 2. Area di sekitar retakan, pecah ke dalam
pecahan – pecahan mudah terbongkar. (Sumber : Shahin, 1994)
56
16. Pelepasan Butir (Raveling)
Pelepasan butir (raveling), adalah disintegrasi permukaan perkerasan aspal
melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan
perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke dalam. Dapat terjadi secara
meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang.
Kerusakan ini terjadi Karena campuran material aspal lapis permukaan kurang baik,
melemahnya bahan pengikat dan/atau batuan, pemadatan kurang baik Karena
dilakukan pada musim hujan, dan agregat hydrophilic (agregat mudah menyerap
air). Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang
mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
Gambar 2.40. Kerusakan Pelepasan Butiran
57
Tabel 2.17. Tingkat Kerusakan Pelepasan Butiran
(Sumber : Shahin, 1994)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di beberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli; genangan oli dapat terlihat, tapi permukaanya keras, tak dapat ditembus mata uang logam.
Medium
Agregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam.
High
Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan lubang. Diameter luasan lubang < 4 in. (10 mm) dan kedalaman ½ in. (13 mm). luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaanya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi longgar.