tugas tifoid ike
DESCRIPTION
tifoif feverTRANSCRIPT
TUGAS
DEMAM TIFOID
Disusun Oleh :
Ike Ernawati– 120100112010
Preceptor :
dr. Hana Sofia Rachman., SpA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKPROGRAM PENDIDIKAN POFESI DOKTER (P3D)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG – RSUD AL-IHSAN
2012
Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang
sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil,
ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone
in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml,
anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4
minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat
suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan
penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Salmonella pada umumnya tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam tanpa tambahan
natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan dan sangat baik
adalah agar MacConkey (Brooks, 2005) ltur merupakan metode pembiakan bakteri dalam suatu
media. Salmonella pada umumnya tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam tanpa
tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan dan
sangat baik adalah agar MacConkey (Brooks, 2005) Media seperti EMB, MacConkey’s atau
medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter dengan cepat. Namun
lactose non-fermenter tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus,
Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya.
Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti agar Salmonella-
shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan
Shigella. Untuk mendeteksi S. typhi dengan cepat dapat digunakan medium bismuth sulfit
(Wilson & Blair). S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini
menghasilkan H2S (Dzen, 2003).
Sumber: Todar, 2011
Kultur pada Enrichment Medium memerlukan tinja sebagai bahan pemeriksaan yang kemudian
akan ditanamkan pada medium cair selenit F atau tetrathionat. Kedua medium ini meningkatkan
pertumbuhan Salmonella dan cenderung menghambat pertumbuhan flora normal yang berasal
dari usus. Pada medium ini, biakan diinkubasi selama satu sampai dua hari, kemudian ditanam
pada media diferensial dan media selektif (Dzen, 2003).
CARA KULTUR
Sampel darah sebanyak 5-10 cc pada dewasa dan 2-4 cc pada anak (jika sampel tidak langsung
dimasukkan ke media makaditambah SPS 0.6 mg/ml). Kultur dengan media BHI broth dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Selanjutnya dikultur kembali dgn medi padat agar
darah / MacConkey / SS (Salmonella-Shigella) dan dilihat tumbuhnya koloni pada hari ke 2, 3
dan hari ke 7 inkubasi.
Media cair ox bile (Oxgall) direkomendasi untuk S. typhi dan S. paratyphi karena patogen lain
tidak tumbuh. Koloni diwarnai Gram dan diidentifikasi dengan reaksi biokimia standar
Pemeriksaan serotipe menggunakan tehnik aglutinasi dengan antibodi
SalmonellaO, H, dan Vi Jika dalam 10 hari tak ada koloni yang tumbuh maka dinyatakan
negative.
Apabila menggunakan alat BACTEC system, hasil positif dilanjutkan kultur dengan
menggunakan media padat dan hasil dinyatakan negatif setelah 5 hari tidak ada pertumbuhan.
Pemeriksaan sensitivitas antibiotik dengan metode difusi cakram menurut Kirby-Bauer
(ampicillin/17 mm, tetracycline/19 mm, chloramphenicol /18 mm, ceftriaxone/21 mm,
ciprofloxacin/21 mm, ofloxacin/16 mm, norfloxacin/17 mm, nalidixic acid/19 mm dan
gentamicin/15 mm.
Pemeriksaan kultur pada spesimen faeces bukan untuk diagnostik tetapi untuk penentuan
“typhoid carrier” Faeces (1 g) dimasukkan ke media cair selenite F broth (10 ml) dan diinkubasi
pada suhu 37°C (18-48 jam). Selenite broth menghambat motilitas E. coli tetapi tidak
membunuhnya.Selanjutnya diinokulasi ke media padat agar Mac Conkey atau agar SS dan
inkubasi pada suhu 37 C (24 jam).
Spesimen utk menemukan salmonella ®faeces (mg ke II demam) dan urine (mg ke
III demam).
TES Ig M dan Ig G
Tes Anti-Salmonella typhi IgM/IgG merupakan solid phase dari immunochromatographic untuk
deteksi antibodi IgG dan IgM pada Salmonella typhi serum, plasma atau darah secara cepat dan
kualitatif. Tes ini pada dasarnya merupakan tes awal yang mana pada tataran tertentu, tes-tes
selanjutnya yang lebih spesifik perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi Salmonella typhi.
Pada prinsipnya tes anti-Salmonella typhi IgM/IgG di desain untuk mendeteksi secara
berkesinambungan dan juga membedakan antibody IgG dan IgM terhadap bakteri Salmonella
Typhi di dalam serum, plasma ataupun darah manusia.
Berikut adalah kelebihan tes anti-Salmonella typhi IgM/IgG sebagaimana di informasikan oleh
Prodia, salah satu laboratorium klinik di Indonesia:
Mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella Typhi, karena antibody IgM
muncul pada hari ke 3-4 terjadinya demam (sensitivitas lebih dari 95%)
Lebih spesifik dalam mendeteksi infeksi Salmonella Typhi dibandingkan dengan widal
sehingga bisa membedakan secara tepat berbagai infeksi dengan gejala yang mirip
(spesifisitaslebih dari 93%)
Hanya memerlukan sampel serum tunggal, sedangkan pada widal idealnya dilakukan dua
kali dengan jarak pemeriksaan antara 5-7 hari.
Antigen yang digunakan dalam tes anti-Salmonella typhi IgM/IgG responsive terhadap
antibody spesifik terutama pada pasien anak-anak, sehingga memiliki sensitivitas yang
baik pada kelompok umur tersebut.
PENATALAKSANAAN
Dietetik :
Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.
Mudah dicerna dan halus.
Kebutuhan kalori, protein dan cairan.
Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang demam tanpa komplikasi.
Typhoid diet II : Bubur saring.
Typhoid diet III : Bubur biasa.
Typhoid diet IV : Nasi tim.
Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah serat/rendah selulosa.
Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam menjadi TD III, sampai 3
hari kemudian dapat diganti kembali menjadi TD IV.
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di ileum terminale bila
banyak selulosa maka akan menyebabkan peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka
makin hebat.
Kloramfenikol
Efek anti mikroba
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada
ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak
terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
2.4 Penggunaan klinik
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat
ini digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada
pneumonia; abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma inguinale;
listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease; septicemia; meningitis.
Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang
masih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan pada pasien neonatus, pasien dengan
gangguan faal hati, dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada
neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.
DEMAM TIFOID
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas
demam. Bila terjadi relaps biasanya dapat diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-
anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.
Untuk pengobatan tifoid ini dapat pula digunakan tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg Bbsehari
pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya.
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali
sehari.Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan
perbaikan klinis.
Salep mata 1 %
Obat tetes mata 0,5 %
Salep kulit 2 %
Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau
stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus
dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 dan 500 mg.
Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan
mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.
SUMBER:
http://en.wikipedia.org/wiki/Typhoid_vaccine
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31283/.../Chapter%20II.pdf
http://www.healthyrecipesdiary.org/anti-salmonella-typhi-igm/
Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan
Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.
Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46
http://apps.who.int/emlib/Medicines.aspx?Language=EN ; pk 14.30 WIB
Setyabudi, Rianto. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta: Gaya Baru hal 700-702