tugas tambahan dr ika

11
Tugas Tambahan STROKE ISKEMIK Disusun Oleh: Meilinda Vitta Sari NIM: 030.10.173 Pembimbing: dr. Ika Yulieta Margaretha, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Upload: meilinda-sihite

Post on 22-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stroke iskemik

TRANSCRIPT

Tugas TambahanSTROKE ISKEMIK

Disusun Oleh:Meilinda Vitta SariNIM: 030.10.173

Pembimbing:dr. Ika Yulieta Margaretha, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGIRSUP FATMAWATI JAKARTAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTAPeriode 22 September 25 Oktober 20141. Faktor-faktor resiko apa saja yang terdapat pada stroke di usia muda?Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) 2012, sekitar 12% populasi penduduk Indonesia menderita penyakit stroke. Dari jumlah itu, penderita stroke di usia produktif meningkat dibandingkan beberapa tahun lalu. Hal ini dapat dilihat dari hampir setiap rumah sakit di Indonesia penderita stroke yang dijumpai di bangsal neurologi sebagian besar merupakan usia profuktif. Berikut ini merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke di usia muda :A. Faktor GenetikRiwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu :1. Penurunan genetis faktor resiko stroke2. Penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke3. Pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan4. Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.Penelitian pada anak kembar memperlihatkan peran faktor genetik pada resiko stroke. Beberapa kelainan genetik yang jarang dihubungkan dengan stroke salah satunya, yaitu Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarct and Leukoencephalopathy (CADASIL) ditandai oleh infark subkortikal, demensia, dan nyeri kepala migren, Sindroma Marfan dan Neurofibromatosis tipe I dan tipe II juga dihubungkan dengan peningkatan resiko stroke.B. MigrenMigren merupakan tipe nyeri kepala yang umum pada usia dewasa muda, dengan prevalensi sebesar 4% sebelum masa pubertas dan sebesar 25% pada wanita di usia 30 tahun. Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningkatan resiko stroke pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke pada penderita migren adalah kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura. Etminan dkk (2005) melakukan kajian sistematis dan meta analisis terhadap 14 penelitian (11 penelitian kasus kontrol dan 3 penelitian kohort) terdahulu. Hasil kajian sistematis menunjukkan bahwa resiko stroke meningkat pada penderita migren (RR=2,16 , 95% Cl 1,89-2,48). Peningkatan resiko ini secara konsisten teramati pada pasien migren dengan aura (RR=2,27 , 95% Cl=1,61-3,19), dan migren tanpa aura (RR=1,83 , 95% Cl 1,06-3,05), dan terlebih pada penderita migren dengan konsumsi kontrasepsi oral (RR=8,72 , 95% Cl=5,05-15,05) (Etminan, 2005).C. Kontrasepsi OralPeningkatan resiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama teramati pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (>= 50 ug). Hasil berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan stroke masih sangat kontroversial. Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan resiko stroke pada pemakai kontrasepsi oral terutama pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret, hipertensi, diabetes, menderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit thromboembolik.Kajian sistematis Schwartz, dkk (1998) pada 2 penelitian kasus kontrol yang mengukur resiko stroke pada wanita muda (18-44 tahun) yang menggunakan kontrasepsi hormonal. Data diperoleh dari hasil wawancara 177 pasien stroke iskemik, dan 198 pasien stroke hemoragik. Sebagai kontrol dipilih 1191 subjek non stroke. Kajian sistematis tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuat bahwa penggunaan kontrasepsi oral hormonal meningkatkan resiko stroke. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan, terutama pengukuran resiko yang lebih spesifik pada kelompok usia tertentu, merokok, obesitas, hipertensi, atau riwayat migren (Schumacher,2006).D. Malformasi ArteriovenosaMalformasi arteriovenosa adalah kelainan kongenital, ketika arteri dan vena langsung dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Hubungan langsung ini tanpa perantaraan sistem kapiler. Lapisan arteri tidak memiliki cukup lapisan muskuler. Vena sering kali mengalami dilatasi akibat dari tekanan aliran darah yang tinggi melalui fistula. Malformasi arteriovenosa merupakan sumber stroke perdarahan pada 2% kasus stroke perdarahan dan pada umumnya pada usia muda (Schumacher,2006). Kajian sistematis Al Shahi dan Warlow (2001) memperlihatkan bahwa angka insidensi AVM kurang lebih 1 per 100.000 per tahun, dengan angka prevalensi sebesar 18 per 100.000. Malformasi arteriovenosa bertanggung jawab pada 1% 2% kasus stroke, 3% stroke pada usia muda, dan 9% kasus perdarahan subarachnoid. Malformasi arteriovenosa menyebabkan gangguan neurologi dengan 3 mekanisme :1. Perdarahan yang dapat masuk ke ruang subarachnoid, ruang intra ventrikuler, dan parenkim otak.2. Kejang pada 15% 40% pasien dengan AVM.3. Defisit neurologi yang progresif pada 6% 12% pasien, melalui mekanisme semakin membesarnya ukuran AVM atau fenomena kekurangan aliran darah akibat aliran darah langsung dari arteri ke vena (stealing phenomenon) (Schumacher,2006).Tata laksana medis untuk malformasi arteriovenosa bersifat individual, tergantung pada demografik, riwayat penyakit, dan hasil angiografi. Terapi invasif untuk malformasi arteriovenosa dapat meliputi embolisasi endovaskuler, reseksi bedah, dan radiasi fokal. Terapi invasif dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi (Schumacher,2006).E. Diskrasia Darah Abnormalitas hematologi merupakan salah satu faktor resiko penyakit serebrovaskuler. Gangguan koagulasi merupakan faktor predisposisi terjadi thrombosis. Gangguan hemostatik yang sering dihubungkan dengan stroke adalah gangguan faktor V Leiden, defisiensi protein C dan S dan antithrombin III, anemia sickle cell, hiperhomosisteinemia, dan sindroma antiphospholipid antibodi (Vaishnav,2006). Diskrasia darah atau hiperkoagulabilitas sebagai penyebab stroke harus dicurigai ada kondisi-kondisi berikut ini :1. Usia < 50 tahun, tanpa penyebab stroke yang jelas2. Riwayat stroke berulang yang tidak dapat dijelaskan3. Riwayat thrombosis vena sebelumnya4. Riwayat thrombosis pada keluarga5. Abnormalitas hasil tes koagulasi.Sindroma antiphospholipid harus dicurigai pada pasien dengan riwayat abortus berulang, demensia, neuropati optik dan sindroma lupus (Vaishnav,2006). Tata laksana diskrasia darah sebagai penyebab stroke masih kontroversial. Manfaat dan resiko terapi harus dipertimbangkan benar. Anti koagulan merupakan pilihan terapi utama. Tindakan profilaksis harus diberikan pada saat-saat resiko tinggi, misalnya kehamilan, immobilisasi, atau masa post operasi (Vaishnav,2006).F. Penyakit Jantung KongenitalAtrial fibrilasi merupakan salah satu faktor resiko stroke kardioembolik yang utama. Berbagai kondisi penyakit jantung lain yang simptomatik maupun asimptomatik dihubungkan pula dengan peningkatan resiko stroke. Kelainan jantung diperkirakan ikut bertanggung jawab pada kurang lebih 40% kasus kriptogenik stroke pada usia muda. Kelainan jantung bawaan yang terkait dengan peningkatan resiko stroke adalah Patent Foramen Ovale, Atrial Septal Defect, dan Atrial Septal Aneurisma).G. Penyalahgunaan Obat, Konsumsi AlkoholPenyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk kokain, amfetamin, dan heroin berhubungan dengan peningkatan resiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan embolisasi, endokarditis infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah (Goldstein dkk,2006).Penelitian epidemiologi terdahulu memperlihatkan hubungan kurva J-shape untuk konsumsi alkohol dan faktor resiko stroke. Hal ini berarti bahwa konsumsi alkohol ringan sampai sedang memiliki efek protektif, namun konsumsi berlebih meningkatkan resiko stroke. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam dosis kecil atau sedang akan meningkatkan kolesterol HDL, mengurangi agregasi platelet, dan menurunkan konsentrasi fibrinogen plasma. Konsumsi alkohol berlebih akan meningkatkan resiko hipertensi, hiperkoagulabilitas, mengurangi aliran darah otak, dan meningkatkan resiko atrial fibrilasi (Goldstein dkk,2006).H. Kehamilan dan MelahirkanKehamilan dan melahirkan menempatkan seorang wanita usia produktif pada resiko terkena stroke meskipun tidak tinggi, yakni 8 diantara 100 wanita hamil. Resiko stroke terbesar sering kali terjadi pada periode 6 minggu setelah melahirkan (post-partum). Penyebabnya tidak diketahui, namun perubahan hormonal pada akhir kehamilan diduga dapat meningkatkan resiko stroke.I. Cedera Kepala dan LeherCedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan perdarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Bila cedera kepala leher terkait dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid yang mengakibatkan peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda.

J. Sindroma MetabolikSindroma metabolik adalah suatu faktor resiko multipel untuk penyakit kardioserebrovaskular. Sindrom ini berkembang melalui kerja sama yang saling terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma ini merupakan salah satu resiko untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD). Sindroma ini pertama kali diamati dan dilaporkan pada 1923 yang mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi, hiperglikemia, dan gout. Berbagai abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya obesitas, mikroalbuminuria, dan abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Pada 1998, WHO memperkenalkan istilah sindroma metabolik. Beberapa kriteria diagnosa untuk menegakkan sindrom ini kemudian dikemukakan, diantaranya kriteria WHO dan kriteria dari The Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III.Prevalensi sindroma metabolik (SM) diperkirakan akan meningkat dalam beberapa waktu belakangan ini. Hal tersebut sangat terkait dengan perubahan pola hidup di masyarakat. Prevalensi SM pada populasi yang berusia 20-25 tahun ke atas di India sekitar 8% dan di Amerika Serikat sebanyak 24% (Atul dkk,2006). Sindroma metabolik juga memiliki dampak yang buruk terhadap prognosis penyakit kardioserebrovaskuler. Penelitian Klein dkk (2007) memperlihatkan bahwa 21.7% pasien gangguan jantung dengan sindroma metabolik akan mengalami kejadian penyakit kardioserebrovaskuler (infark miokard akut, stroke, atau kematian mendadak) ulang dalam waktu pengamatan 6-7 tahun.2. Apa itu sliding scale insulin pada hiperglikemi?Pemberian insulin secara sliding scale ditujukan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Jika GDS > 100mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, dilakukan sliding scale tiap 6 jam dengan regular insulin. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah pasien, yaitu : Gula darah