tugas pbk kelompok

25
BAB I PENDAHULUN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan berrnegara dan berbangsa di seluruh belahan dunia, perkembangan birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsanya sendiri dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dalam perwujudan pemerintahan yang baik (good governce). Padahal di dalam realitanya buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi dunia khususnya di Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India. Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi ditentukan oleh banyak faktor yang patut diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi 1

Upload: atikasillas-fernandez

Post on 04-Jul-2015

89 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas PBK Kelompok

BAB I

PENDAHULUN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan berrnegara dan berbangsa di seluruh belahan dunia, perkembangan birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsanya sendiri dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dalam perwujudan pemerintahan yang baik (good governce).

Padahal di dalam realitanya buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi dunia khususnya di Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India. Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.

Keberhasilan birokrasi ditentukan oleh banyak faktor yang patut diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan atau pemangku kepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara, swasta maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa. Yang perlu diingat adalah bahwa semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan Negara.

Di tahun 2000, Indonesia memperoleh nilai yang buruk dalam birokrasi, masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat. Sampai akhir kekuasaan presiden Soeharto, Indonesia belum memiliki kebijakan publik yang mengatur pembatasan hubungan partai

1

Page 2: Tugas PBK Kelompok

politik terhadap birokrasi. Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi masyarakat guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara. Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk buruknya kinerja birokrasi.

Akibatnya birokrasi menjadi infinitas (meluas tidak terbatas) terjadi politisasi birokrasi, yang menyumbang terjadinya proses pembusukan politik dan melemahnya kinerja birokrasi. Birokrasi diperlukan, tapi terkadang menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya demokrasi. Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan pembusukan politik. Melalui reformasi birokrasi sekurang-kurang ingin diperoleh sebuah implementasi birokrasi yang di dalamnya menggambarkan proses demokratisasi, efektivitas dan efisiensi birokrasi, transparansi dan akuntabilitas, serta tanggung jawab dalam kerangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Adapaun rumusan masalah yang dibahas ialah bagaimana penataan dan penguatan birokrasi pemerintahan dalam mewujudkan governance dan good governance.

1.3. Tujuan Penulisan

Menjabarkan penataan dan penguatan birokrasi pemerintahan dalam mewujudkan governance dan good governance.

2

Page 3: Tugas PBK Kelompok

BAB II

PEMBAHASAN

Penataan dan Penguatan Birokrasi dalam Mewujudkan Governance dan Good Governance

Secara analogi, governance dalam konteks organisasi secara umum, baik berupa organisasi perusahaan maupun organisasi publik atau sosial lainnya, maka dapat diartikan pula sebagai suatu sistem dan struktur yang baik dan benar yang menciptakan kejelasan mekanisme   hubungan   organisasi   baik   secara   internal   maupun   eksternal.   Good governance terwujud dalam implementasi dan penegakan (enforcement) dari sistem dan struktur yang telah tersusun dengan baik. Implementasi dan penegakan tersebut bertumpu pada,  umumnya,  lima  prinsip  yang  universal  yaitu:  responsibility,  accountability, fairness, independency, dan transparency. Kelima prinsip fundamental tersebut dapat dijelaskan secara singkat berikut ini:

1. Responsibility: kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku

2. Accountability:  kejelasan  fungsi,  struktur,  sistem  dan  prosedur  pertanggung- jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif

3. Fairness: perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan yang berlaku

4. Independency: pengelolaan secara profesional, menghindari benturan kepentingan dan tekanan pihak manapun sesuai peraturan perundangan yang berlaku

5. Transparency: keterbukaan informasi di dalam proses pengambilan keputusan dan di dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Kelima prinsip tersebut bukanlah harga mati atau one size fits all, artinya dalam menerapkan dan menegakkan good governance kelima prinsip tersebut disesuaikan dengan budaya dan problem masing-masing institusi yang akan menjalankannya. Disamping itu, apabila menilik berbagai code of conduct ataupun best  practice dari berbagai institusi di berbagai negara, maka kelima prinsip dasar tersebut hampir selalu dapat ditemukan karena sifatnya yang universal.Namun demikian, perlu diperhatikan pula bahwa kelima prinsip ini sifatnya

evolutionary in nature, artinya berkembang sesuai kebutuhan  dan  dinamika  masyarakat  yang  menerapkan  dan  menegakkannya.  Juga, praktik good governance di

3

Page 4: Tugas PBK Kelompok

berbagai institusi di beberapa negara mengajarkan bahwa good  governance  is  about  time  as  well,  artinya  penerapan  dan  penegakan  good governance tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan akan terkait erat dengan waktu, mengingat perubahan yang akan dilakukan adalah tidak sedikit dan tidak sederhana, terutama pada aspel mental dan budaya masyarakat yang akan menerapkan dan menegakkan good governance.

Prinsip-prinsip good governance   pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat obyektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolok ukur atau indikator dan ciri-ciri/karekteristik penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik.   Prinsip- prinsip good governance   dalam praktek penyelenggaraan Negara dituangkan dalam 7 (tujuh)  asas-asas  umum  penyelenggaraan  negara  sebagaimana  dimaksud  dalam  UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Adapun prinsip atau asas umum dalam penyelenggaraan negara meliputi:

1. Asas  Kepastian  Hukum  adalah  asas  dalam  negara  hukum  yang  mengutamakan landasan  peraturan  perundang-undangan,  kepatutan,  dan  keadilan  dalam  setiap    kebijakan Penyelenggara Negara.

2. Asas   Tertib   Penyelenggaraan   Negara   adalah   asas   yang   menjadi   landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan, dalam pengendalian Penyelenggara Negara.

3. Asas Kepentingan Umum adalah  asas  yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

6. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir  dari  kegiatan  Penyelenggara  Negara  harus  dapat  dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup banyak manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan good governance, antara lain:

1. berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi yang ditunjukkan oleh tidak adanya atau berkurangnya (manipulasi pajak, pungutan liar, manipulasi tanah, manipulasi kredit, penggelapan uang negara, pemalsuan dokumen,

4

Page 5: Tugas PBK Kelompok

pembayaran fiktif, penggelembungan nilai kontrak (mark-up), uang komisi, penundaan pembayaran kepada rekanan, kelebihan/pemotongan pembayaran, defisit biaya, berjalannya proses pelelangan (tender) secara fair, dan adanya kepastian hukum)

2. terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, efisien, efektif, transparan, profesional, dan akuntabel, ditandai kelembagaan/ketatalaksanaan yang lebih efektif, ramping, dan fleksibel, hubungan kerja antar instansi pemerintah pusat dan daerah yang lebih baik, administrasi pemerintahan dan kearsipan yang berkualitas, penyelamatan, pelestarian, dan pemeliharaan dokumen/arsip negara, serta hasil kerja organisasi dan prestasi pegawai makin baik

3. terhapusnya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan berkurangnya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih

4. meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik, forum konsultasi publik, pemberantasan korupsi, dan pemberian penghargaan atas kepedulian masyarakat

5. terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah, serta berkurangnya perbuatan tindak pidana korupsi.

Pengalaman sejumlah negara menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah yang menentukan dalam pencapaian kemajuan negara tersebut. Melalui reformasi birokrasi dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efisien tetapi juga mapu menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya, keberhasilan pelaksaan daripada reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan good governance. Karena reformasi birokrasi merupakan inti dari upaya penciptaan good governance. Secara analogi, governance dalam konteks organisasi secara umum, baik berupa organisasi perusahaan maupun organisasi publik atau sosial lainnya, maka dapat diartikan pula sebagai suatu sistem dan struktur yang baik dan benar yang menciptakan kejelasan mekanisme   hubungan   organisasi   baik   secara   internal   maupun   eksternal.

Studi mengenai birokrasi dan perkembangannya telah cukup tua umurnya, sejak berakhirnya Perang Dunia II dan lahirnya negara-negara baru yang melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Berbagai literatur telah menganalisis sistem administrasi di negara-negara berkembang, dengan menggunakan birokrasi sebagai unit analisisnya. Misalnya, studi awal mengenai birokrasi dalam tahap pertumbuhannya, kira-kira sebagai counterpart teori Rostow di bidang ekonomi, diberikan oleh Riggs hampir setengah abad yang lalu (1964). Ia menganalisis taraf -taraf perkembangan birokrasi dari tingkat terbelakang sampai yang paling maju dengan faktor-faktor determinan-nya.

5

Page 6: Tugas PBK Kelompok

Birokrasi terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin pesat ada tiga macam perkembangan birokrasi yang terjadi saat ini, yaitu: Birokrasi diartikan sebagai aparat yang diangkat penguasa untuk menjalankan pemerintahan, birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintah yang buruk, birokrasi sebagai tipe ideal organisasi. Birokrasi secara umum diartikan sebagai suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan yang berfungsi melaksanakan pelayanan publik; pelaksana pembangunan yang profesional, perencana, pelaksana dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintahan); alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netralitas birokrasi). Kewenangan yang dimiliki birokrasi merupakan kewenangan formal dan dimiliki dengan legitimasi produk hukum bukan dengan legitimasi politik.

Upaya penciptaan good governance sangatlah dipengaruhi oleh adanya komitmen dan natioal leadership. Komitmen dan national leadership ini merupakan faktor kunci keberhasilan good governance. Ada dua arah yang harus dituju oleh komitemn dan national leadership dalam penciptaan good govenance di Indonesia. Pertama, komitmen untuk melakukan modernisasi birokrasi, dan Kedua, komitmen untuk menegakkan hukum bagi pelanggaran birokratis mulai dari mal administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua komitmen ini harus diberikan tidak saja oleh pemerintah, dan terutama presiden sebagai kepala negara, tetapi juga oleh lembaga-lembaga tinggi lainnya.

Penciptaan good governannce dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, responsivitas, dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dan inti dari penciptaan good governance terletak pada reformasi birokrasi. Ada lima ciri yang indikasinya diketemukan patologi atau penyakit birokrasi secara umum di negara berkembang. Pertama, pola dasar birokrasi bersifat jiplakan (imitative) dari pada asli (indigeneous). Negara-negara berkembang baik negara yang pernah dijajah bangsa barat maupun tidak, cenderung meniru sitem administrasi barat. Negara yang pernah dijajah pada umumnya mengikuti pola negara yang menjajahnya. Di negara bekas jajahan, pengorganisasian jawatan-jawatan, perilaku birokrat, bahkan penampilannya mengikuti karakteristik penjajahnya, dan merupakan kelanjutan dari administrasi kolonial. Tetapi administrasi kolonial itu sendiri diterapkan hanya di daerah jajahan dan tidak di negara asalnya sendiri. Sehingga, berbeda dengan administrasi di negara penjajahnya, administasi kolonial bersifat elitis, represif, menjauh (aloof ) atau jauh dari masyarakat dan lingkungannya serta paternalistik. Pola administrasi kolonial ini diwarisi oleh administrasi di negara-negara yang baru merdeka bahkan sampai sekarang masih menjadi ciri birokrasi di banyak negara berkembang.

6

Page 7: Tugas PBK Kelompok

Kedua, birokrasi di negara berkembang kekurangan sumberdaya manusia terampil. Kekurangan ini bukan dalam arti jumlah tetapi kualitas. Dalam jumlah justru sebaliknya, birokrasi di negara berkembang mengerjakan orang lebih dari yang diperlukan (overstaffed). Yang justru kurang adalah administrator yang terlatih, dengan kapasitas manajemen, keterampilan-keterampilan pembangunan dan penguasaan teknis yang memadai. Pada umumnya keadaan ini mencerminkan kondisi atau taraf pendidikan suatu negara. Namun, tidak selalu berarti terkait dengan kurangnya fasilitas pendidikan atau orang-orang berijazah, seperti kasus India dan Mesir, yang memiliki banyak tenaga berpendidikan tinggi, tapi birokrasinya tidak banyak lebih baik dibanding negara berkembang lainnya.

Ketiga, birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain daripada mengarah kepada yang benar-benar menghasilkan (production directed). Dengan kata lain birokrat lebih berusaha mewujudkan tujuan pribadinya dibanding pencapaian sasaran-sasaran program. Preferensi birokrat saat ini berdasarkan kemanfaatan pribadi ketimbang kepentingan masyarakat. Dari sifat seperti ini lahir nepotisme, penyalahgunanaan kewenangan, korupsi, dan berbagai penyakit birokrasi yang menyebabkan aparat birokrasi di negara berkembang pada umumnya memiliki kredibilitas yang rendah. Di banyak negara berkembang, korupsi telah merajalela sedemikian rupa sehingga menjadi fenomena yang sangat prevalen dan diterima sebagai sesuatu yang wajar.

Keempat, adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan. Fenomena umum ini sebagai formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang kepada simbol-simbol dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi. Hal ini tercermin dalam penetapan perundang-undangan yang tidak mungkin dilaksanakan, peraturan-peraturan yang dilanggar sendiri oleh yang menetapkan, memusatkan kekuasaan meskipun resminya ada desentralisai dan pendelegasian kewenangan, melaporkan hal yang baik-baik dan tidak mengetengahkan keadaan yang tidak baik atau masalah yang sesungguhnya dihadapi. Bahkan tidak jarang memalsukan atau memanipulasi data untuk memberi gambaran yang menguntungkan.

Kelima, birokrasi di negara berkembang acapkali bersifat “otonom”, artinya bebas dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan warisan administrasi kolonial yang memerintah secara absolut, atau sikap feodal dalam jaman kolonial yang terus hidup dan berlanjut setelah merdeka. Di banyak negara berkembang, pada awalnya orang yang paling terpelajar atau elite bangsa yang bersangkutan memang berkumpul di birokrasi, sehingga kelompok di luar itu sulit dapat menandingi birokrasi dalam pengetahuan mengenai pemerintahan.

Indonesia sampai sekarang banyak menganasumsikan bahwa birokrasi harus berperan aktif mengisi kevakuman karena kekuatan pembangunan lain dalam masyarakat dianggap tidak ada atau belum berkembang, maka birokrasi tumbuh cepat.

7

Page 8: Tugas PBK Kelompok

Pertumbuhan itu lebih dalam arti fisik dibanding kualitas. Artinya, organisasinya bertambah besar dan orangnya bertambah banyak dan semua hal dirasa perlu untuk ditangani sendiri. Dengan demikian, birokrasi berperan besar dalam penetapan tujuan pengendalian, pengaturan, pemeliharaan stabilitas, dan segala kegiatan lain yang berkenaan dengan segenap aspek kehidupan masyarakat.

Birokrasi pemerintah tidak dapat lagi berfungsi sebagai motor pembangunan, bahkan sering kali lebih menjadi penghambat. Di bidang ekonomi, keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat atau jika pun ada pertumbuhan, malah menciptakan jurang kesenjangan dan kepincangan karena hanya yang dekat dengan kekuasaan yang menikmati kesempatan untuk memanfaatkan peluang. Di banyak negara bahkan pertumbuhan ekonomi berhenti sama sekali. Negara-negara berkembang makin terlibat hutang yang tidak mungkin dapat dibayarnya kembali. Dan akibat lanjutannya negara-negara berkembang makin tergantung kepada negara maju. Kasus ini dapat dilihat di pemerintahan sekarang yang dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yodhoyono yang banyak menerima bantuan dari Amerika. Hal ini tak terlepas dari sifat inlander yang ada di Indonesia.

Reformasi birokrasi dicanangkan pemerintah terutama pasca reformasi. Meskipun sebelumnya sudah digemborkan tentang reformasi birokrasi, akan tetapi gaungnya tidak sekeras pasca reformasi. Era reformasi dijadikan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan reformasi birokrasi yang sesungguhnya memang diinginkan oleh semua pihak. Melalui reformasi birokrasi sekurang-kurang ingin diperoleh sebuah implementasi birokrasi yang di dalamnya menggambarkan proses demokratisasi, efektivitas dan efisiensi birokrasi, transparansi dan akuntabilitas, serta tanggungjawab dalam kerangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Meskipun telah cukup banyak kemajuan yang dicapai, namun administrasi negara di Indonesia masih tetap menghadapi banyak masalah. Bahkan dalam pandangan publik birokrasi bukan bagian dari penyelesaian masalah, tetapi bagian dari masalah itu sendiri. masalah-masalah yang dihadapi tersebut berkaitan dengan beberapa aspek, yaitunya:

Kepemimpinan

Dalam keadaan bangsa kita yang sekarang sedang sangat terpuruk dan dipenuhi oleh suasana ketidakpastian, rakyat butuh leadership. Diperlukan kepemimpinan yang dapat membimbing masyarakat keluar dari krisis ekonomi dan berbagai kemelut politik dan keamanan sekarang ini. Dalam demokrasi, bentuk kepemimpinan itu tentunya berbeda dibanding masa yang lalu. Kepemimpinan harus datang dari pemimpin-pemimpin politik, yang tampil sebagai pemimpin karena dipilih oleh rakyat. Namun, sebagaimana layaknya pemerintahan yang demokratis dimanapun juga, kepeminpinan politik dapat atau senantiasa berganti-ganti, yang tetap ada dan menjamin kontinuitas adalah birokrasi. Dengan demikian birokrasi harus dapat diandalkan untuk membantu

8

Page 9: Tugas PBK Kelompok

para pemimpin politik dalam menyelenggarakan negara. Birokrasi bagi rakyat juga termasuk golongan pemimpin, meskipun sifat kepemimpinan itu berbeda dengan kepemimpinan politik.

Budaya Birokrasi

Seperti telah dikemukakan di atas, upaya membangun aparatur negara yang modern, yang memenuhi prinsip-prinsip manajemen publik telah banyak dilakukan. Dari segi sistem, secara nominal birokrasi kita telah cukup berfungsi. Prinsip-prinsip manajemen publik yang modern, mulai perencanaan sampai pengawasan telah tertata sistemnya, lembaga-lembaganya serta prosedur kerjanya. Sitem yang dipakai Indonesia tidak banyak beda dengan di negara maju sekalipun, karena kita belajar dari mereka dan menerapkan sistem mereka. Yang berbeda adalah kinerjanya, yang dapat diukur dari efisiensi dan produktivitasnya. Kedua hal itu bergantung erat dengan manusia-nya, dan yang menentukan di sini, atau yang membedakan kinerja birokrasi yang satu dengan yang lain adalah dua hal: yaitu budaya atau semangat kerja dan kualitas nya. Seperti dikatakan oleh para pendiri Republik dalam Konstitusi kita yang disusun lebih dari setengah abad yang lalu, yang penting adalah semangat para penyelenggara negara.

Pembaharuan demokrasi, selain perlu dilakukan melalui penataan ulang sistem, yang menyangkut kelembagaan dan tata dan cara kerjanya, yang utama adalah menerapkan budaya atau semangat birokrasi yang tepat, serta membangun kualitas SDMnya. Sehingga birokrasi dapat berfungsi sebagai ujung tombak upaya kita menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi bangsa kita dewasa ini, dan membangun masa depan yang lebih baik dan dapat terpelihara kesinambungannya. Birokrasi harus terdiri atas manusia-manusia yang kompeten dan berkarakter. Kompeten, dalam arti kualitas dan kemampuannya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Birokrasi harus diisi oleh orang-orang yang profesional dalam menjalankan pekerjaannya. Karakter yang dilandasi sifat-sifat kebajikan akan menghasilkan kebijakan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan segala cara. Karakter ini harus ditunjukkan bukan hanya dengan menghayati nilai-nilai kebenaran dan kebajikan yang mendasar, tetapi juga nilai-nilai kejuangan. Hal terakhir ini penting karena dengan semangat kejuangan itu seseorang birokrat, meskipun dengan imbalan tidak terlalu memadai, akan sanggup bertahan dari godaan untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.

Tidak kalah pentingnya seperti telah dikemukakan di atas, birokrasi harus memiliki semangat keadilan sosial, yang tercermin dalam keberpihakan kepada yang lemah, dan dengan demikian yang daya saingnya dalam masyarakat lebih terbelakang, dalam kebijakan dan tindakannya. Selanjutnya birokrasi harus berpegang teguh kepada konstitusi dan segenap ketentuan pelaksanaannya. Birokrasi tidak ikut menetapkan konstitusi, tetapi harus menegakkannya. Oleh karenanya birokrasi harus menentang

9

Page 10: Tugas PBK Kelompok

habis-habisan setiap upaya yang tidak konstitusional apalagi yang jelas bertentangan dengan konstitusi. Memang kita sudah tidak bisa lagi menggunakan istilah doktrin, karena akan berkonotasi indoktrinasi, namun semangat birokrasi baru harus dikembangkan dan dibudayakan. Dengan segala kelemahannya birokrasi di negara maju dan di banyak negara berkembang yang menganut paham demokrasi, seperti di Singapura, Korea, Malaysia dan Thailand dapat bertahan menghadapi gelombang-gelombang perubahan dan beradaptasi secara dinamis. Birokrasi di negara-negara tersebut, meskipun tidak sempurna, dapat menjadi andalan masyarakatnya dalam mencari solusi terhadap berbagai masalah, termasuk krisis ekonomi, dan menjamin kontinuitas dan stabilitas pada masa-masa krisis politik.

Penataan kembali sistem

Setelah mengatakan betapa pentingnya semangat dalam membangun kembali birokrasi, bukan berarti penataan kembali sistem birokrasi dalam arti kelembagaannya tidaklah penting. Sistem yang baik akan lebih menjamin berfungsinya birokrasi secara lebih baik. Fungsi-fungsi yang ditata dan diletakkan secara tepat, diisi dengan personil-personil yang tepat akan membuat perumusan kebijaksanaan publik lebih tepat pula mengena pada sasarannya, dan implementasinya tidak jauh dari yang dikehendaki. Aturan main yang jelas, terbuka, yang ditatati oleh semua dan berlaku buat semua akan membuat kemungkinan berjangkitnya penyakit-penyakit birokrasi menjadi lebih berkurang, dan jikapun tidak menjamin tidak ada penyelewengan, namus sistemnya telah terbangun sedemikian rupa sehingga penyelewengan itu sulit dilakukan dan kalaupun dilakukan segera akan diketemukan. Dan jika ditemukan, jelas sanksinya, yang berlaku secara adil buat siapapun. Pengawasan dengan demikian merupakan fungsi yang inheren dalam sistem. Hukum dan aturan (laws and regulations) harus menjadi sistem syaraf yang menggerakkan tubuh birokrasi dan yang mengawasinya.

Beberapa masalah dilematis

Pembaharuan birokrasi memang tidak mudah dilakukan karena pilihan-pilihannya tidak mudah. Banyak kontradiksi yang tidak mudah dicari pemecahannya. Misalnya, masalah yang sangat menonjol, yang sering disebut sebagai sumber timbulnya penyakit birokrasi adalah tingkat kesejahteraan yang rendah. Negara-negara dimana birokrasinya relatif baik, adalah yang imbalannya cukup memadai. Di beberapa negara tingkat gaji birokrasi tidak berada terlalu jauh dibawah swasta. Untuk dapat memberi imbalan yang memadai, birokrasi harus diperkecil agar bebannya dapat ditanggung oleh negara. Namun upaya memperkecil birokrasi tidak pernah berhasil. Pada kabinet terakhir pemerintahan Orde Baru pernah diupayakan zero growth bagi pertumbuhan jumlah pegawai. Namun resistensinya besar sekali. Hampir semua instansi meminta dispensasi. Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, untuk tujuan politik, gaji pegawai negeri dinaikkan, tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan negara sehingga akibatnya terjadi tekanan anggaran yang berat sekali, dan ketetapan itu harus

10

Page 11: Tugas PBK Kelompok

dicabut kembali. Dengan jumlah pegawai dan dengan kondisi ekonomi serta keuangan negara seperti sekarang ini untuk jangka waktu kedepan yang panjang, tidak akan mungkin gaji pegawai dicukupkan. Sehingga potensi adanya kelemahan dalam praktek birokrasi tetap akan ada betapapun sistemnya diperbaiki.

Selain itu konsekuensi otonomi kepada sistem birokrasi nasional harus dieprhatikan. Desentralisasi dan otonomi daerah, merupakan langkah yang amat penting dan telah menjadi keharusan. Namun konsekuensinya pada sistem birokrasi harus lebih diperhitungkan. Pendelegasian wewenang ke daerah propinsi dan kabupaten/kota, harus disertai dengan upaya penataan kembali birokrasi. Sesungguhnya dengan desentralisasi dan otonomi terjawab banyak sekali persoalan; salah satu diantaranya adalah rentang kendali manjemen publik. Dengan desentralisasi dan otonomi, rentang kendali tersebut dapat lebih dipersingkat. Namun, kewenangan-kewenangan yang lebih besar yang diberikan kepada daerah harus diikuti dengan peningkatan kemampuan baik SDM maupun institusi di daerah untuk melaksanakan pekerjaan yang selama ini menjadi urusan pusat. Untuk melakukan kebijakan desentralisasi dengan baik dapat dilakukan dengan melakukan cara-cara sebagai berikut:

1. Memungkinkan pejabat-pejabat untuk menyusun dan menyesuaikan rencana serta program pembangunan dengan kebutuhan-kebutuhan wilayah dan kelompok yang heterogen.

2. Mampu memotong sejumlah besar red tape dan prosedur yang rumit sebagai karakteristik perencanaan dan manajemen terpusat dan over concentration kekuasaan serta sumber-sumber di pusat.

3. Kontrak/hubungan yang lebih dekat antara pejabat-pejabat pemerintahan dan masyarakat setempat memungkinkan keduanya untuk mendapatkan informasi yang lebih baik guna memformulasi perencanaan atau program yang lebih realistik dan efektif.

4. Dalam pembuatan keputusan dan alokasi sumber-sumber, desentralisasi memungkinkan keterwakilan yang lebih besar untuk bermacam-macam kelompok politik, agama, etnis, dan suku.

5. Desentralisasi memberikan kesempatan kepada pejabat-pejabat setempat untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan manajerial dan teknis. Dengan desentralisasi juga dapat meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat tersebut untuk menangani urusan-urusan yang biasanya tidak ditangani secara baik oleh departemen-departemen pusat (seperti pemeliharaan jalan dan infrasrtuktur yang jauh dari ibukota negara).

6. Efisiensi dari pemerintah pusat meningkat karena membebaskan pejabat-pejabat pusat dari tugastugas rutin, dimana tugas-tugas tersebut bisa dilaksanakan secara lebih efektif oleh petugas lapangan atau pejabat-pejabat lokal. Ini akan memungkinkan pejabat-pejabat pusat untuk menyusun perencanaan dengan lebih hati-hati, serta mengawasi kebijakan pembangunan secara lebih efektif.

11

Page 12: Tugas PBK Kelompok

7. Desentralisasi memungkinkan pemerintahan yang lebih fleksibel, inovatif dan kreatif. Daerah bisa menjadi semacam laboratorium untuk eksperimen kebijakan-kebijakan dan program-program baru dengan melokalisir pada tempat-tempat tertentu.

8. Desentralisasi dalam perencanaan pembangunan dan fungsi manajemen memungkinkan pemimpin-pemimpin lokal untuk memberikan pelayanan dan fasilitas lebih efektif, mengintegrasikan daerah-daerah terpecil (dan terbelakang) ke dalam ekonomi regional, memonitor, dan mengevaluasi proyek-proyek pembangunan secara lebih efektif dibandingkan jawatan-jawatan perencanaan dari pusat.

Desentralisasi dan otonomi daerah harus kita laksanakan dengan konsekuen dan tidak setengah-setengah. Otonomi yang sesungguhnya, sebenarnya baru diberikan kepada dua daerah yaitu Aceh dan Papua. Perlu menjadi pemikiran untuk juga memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah-daerah lain, serupa meskipun tidak harus sama persis seperti Aceh dan Papua; bagi daerah-daerah yang menghendaki dan siap untuk itu. Kesemuanya haruslah dalam rangka upaya memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bukan memperlemahnya. Dengan cara itu mungkin banyak masalah terselesaikan.

Masalah teknologi terkait E-government.

Teknologi telah menyebabkan banyak birokrasi perlu ditata kembali, baik birokrasi pemerintah maupun swasta. Banyak hal yang selama ini harus dilakukan oleh banyak orang, sekarang dapat dilakukan oleh satu atau jauh lebih sedikit orang. Banyak kegiatan yang bisaanya memakan waktu, dapat dilakukan dengan sekejap. Jarak menjadi kurang relevan. Data dapat lebih cepat dan akurat diperoleh dan diolah. Kesemuanya itu jelas berpengaruh kepada sistem birokrasi. Masalah-masalah dapat lebih dini dideteksi, sehingga dapat dicegah berkembang menjadi lebih besar. Pelayanan publik dapat lebih baik, lebih cepat dan lebih mudah, karena kemudahan-kemudahan yang dihasilkan oleh teknologi. Salah satunya dengan menerapkan e-government atau electronic government. Penerapan e-government, akan dapat membantu: meniadakan hambatan pertukaran informasi antar masyarakat dan antar wilayah negara, dan dengan demikian berbagai bentuk kesenjangan yang bersumber dari ketidakseimbangan kesempatan memperoleh informasi dapat diatasi secara bertahap; meningkatkan ketersediaan informasi dan pelayanan publik serta memperluas dan memperdalam jangkauannya; meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai distribusi; meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan publik; memperlancar interaksi antar lembaga-lembaga pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dan dengan masyarakat.

Di dalam birokrasi,  maka akan tercermin proses demokrasi yang semakin baik, artinya bahwa merit sistem memang menjadi kelaziman di dalam proses birokrasi akan

12

Page 13: Tugas PBK Kelompok

tetapi tetap harus menggambarkan adanya proses pemberian penghargaan kepada yang memiliki dedikasi, keahlian dan prestasi yang memang layak diberikan. Merit sistem memang menjadi ciri khas birokrasi, akan tetapi sistem ini tentu saja tidak boleh mematikan kreativitas yang memang layak untuk dihargai. Birokrasi di Indonesia pernah dijuluki sebagai birokrasi yang boros. Di zaman Orde Baru, maka memberikan kesempatan untuk menjadi PNS adalah salah satu cara pemerintah untuk mengatasi pengangguran terutama pada sarjana. Sehingga, di sana-sini dilakukan rekruitmen yang sebenarnya tidak didasarkan atas analisis kebutuhan yang sangat memadai.  Oleh karenanya, banyak instansi yang kelebihan tenaga kerja PNS dengan relevansi keahlian dan pendidikan yang tidak relevan.

KKN yang dijadikan sebagai instrumen rekruitmen PNS di banyak tempat tentu juga memperparah profile PNS tersebut. Banyak peluang yang seharusnya diisi oleh mereka yang secara kualitas dan performance sangat baik ternyata dikalahkan oleh sistem KKN yang tidak menguntungkan. Seandainya dilakukan penelitian tentang performance PNS di berbagai instansi, maka akan didapatkan kenyataan sistem familialisme yang kental di sisi yang satu dan performance kinerja yang belum memadai karena sistem rekruitmen yang kurang memadai di sisi yang lain.

Problem kualitas SDM PNS tentu menyebabkan gerobak birokrasi tidak bisa dipacu dengan kuat karena memang tidak ada potensi untuk dikembangkan secara maksimal. Perampingan pegawai perlu dilakukan karena merupakan hal yang dapat membuat kegiatan pelayanan lebih efisiensi dan mengurangi beban negara. Birokrasi yang gemuk secara tidak langsung membuat kinerja tidak lincah dan cepat akibatnya, pelayanan menjadi lambat. Hal ini juga sering dijadikan argumentasi oleh oknum-oknum petugas publik untuk meminta dana lebih bila ingin cepat selesaiKenyataannya bahwa birokrasi Indonesia menjadi gemuk dengan beban SDM yang unqualified, sehingga langkah untuk mempercepat reformasi birokrasi tentu juga akan terhambat. Makanya, wacana birokrasi tersebut sudah dilakukan bertahun-tahun akan tetapi hasilnya masih dibawah standart yang diinginkan. Jika dilakukan kajian lebih mendasar tentang apakah keahlian PNS memiliki relevansi dengan jenis pekerjaan dan layanan pekerjaan yang dilakukan, maka dikhawatirkan bahwa akan terjadi mismatch yang sangat kentara, karena profile PNS yang memang tidak direkrut sesuai  dengan cara yang memadai. Akibatnya, maka banyak PNS yang kemudian tidak bekerja sesuai dengan keahliannya dan tentu saja juga menjadi kurang maksimal.

Untuk melakukan perampingan terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan agar perampingan yang dilakukan tidak merugikan lembaga atau individu yang bersangkutan. Pedoman melakukan perampingan tersebut, diantaranya

Eliminasi pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu, bukan melakukan pemotongan di berbagai bidang

13

Page 14: Tugas PBK Kelompok

Kontrakkan keluar pekerjaan-pekerjaan yang pihak lain mampu mengerjakannya dengan lebih murah

Rencanakan efisiensi jangka panjang

Komunikasikan alasan-alasan mengambil tindakan perampingan

Melakukan investasi pada karyawan yang selamat dari program peram-pingan

Kembangkan pekerjaan-pekerjaan yang memiliki nilai tambah untuk mengimbangi berkurangnya pekerjaa

Reformasi birokrasi adalah sebuah keharusan. Tanpa reformasi birokrasi, maka akan sangat sulit birokrasi di Indonesia akan dapat memberikan layanan prima sebagaimana yang diinginkan. Jika birokrasi Indonesia tidak melakukan reformasi tersebut, maka akan jauh tertinggal dengan birokasi di negara lain. Makanya, kita mengharapkan agar reformasi jangan hanya menjadi halaqah akan tetapi menjadi harakah, jangan hanya dibicarakan akan tetapi harus menjadi gerakan. Dengan menjadi gerakan, maka upaya untuk melayani masyarakat dengan layanan prima akan bisa digapai dalam waktu yang relatif singkat.

14

Page 15: Tugas PBK Kelompok

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Upaya penciptaan good governance sangatlah dipengaruhi oleh adanya komitmen dan natioal leadership. Komitmen dan national leadership ini merupakan faktor kunci keberhasilan good governance. Ada dua arah yang harus dituju oleh komitemn dan national leadership dalam penciptaan good govenance di Indonesia. Pertama, komitmen untuk melakukan modernisasi birokrasi, dan Kedua, komitmen untuk menegakkan hukum bagi pelanggaran birokratis mulai dari mal administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua komitmen ini harus diberikan tidak saja oleh pemerintah, dan terutama presiden sebagai kepala negara, tetapi juga oleh lembaga-lembaga tinggi lainnya. Penciptaan good governannce dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, responsivitas, dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dan inti dari penciptaan good governance terletak pada reformasi birokrasi. Untuk itu perlu dilakukan reformasi di sebagala bidang dan aspek-aspek dalam birokrasi. Karena reformasi birokrasi adalah sebuah keharusan. Tanpa reformasi birokrasi, maka akan sangat sulit birokrasi di Indonesia akan dapat memberikan layanan prima sebagaimana yang diinginkan. Jika birokrasi Indonesia tidak melakukan reformasi tersebut, maka akan jauh tertinggal dengan birokasi di negara lain. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti: kepemimpinan, budya birokrasi, penataan kembali sistem yang sudah ada, penanganan masalah dilematis yang berkembang, dan pemanfaatan organisasi dalam birokrasi. Selain itu perlu pula diperhatikan pemangkasan pegawai negeri agar terjadi efektifitas, mencegah penyimpangan dalam tubuh birokrasi, dan dapat mengurangi pengeluaran negara. Reforamasi birokrasi merupakan hal yang perlu dikaukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, karena sebenarnya pemerintah dan masyarakat atau stakeholder yang terkait adalah satu keterkaitan yang complicated.

15

Page 16: Tugas PBK Kelompok

DAFTAR PUSTAKA

Adrie., t.t. “Konsepsi dasar Birokras dan Klasifikasi Birokrasi”. Melalui: http://images.wanto9999.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SK59swoKCEsA

Albrow, Martin. 2005. Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Kartasasmita, Ginandjar., t.t. “Good Governance dan Birokrasi”. Melalui: http://www.ginandjar.com [06/04/2011]

Makmur, Mochamad. 2011. Konsep dan Teori Birokrasi. Malang

Mustopadidjaja., t.t. “Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat Pemberantasan KKN”. Melalui: http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar [06/04/2011]

Rais, Muhammad Amin. 2008. Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!. Yokyakarta: PPSK Press

Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Zauhar, Soesilo. 1996. Administrasi Publik. Malang: IKIP Malang

16