tugas kelompok tentang asean.doc
TRANSCRIPT
TUGAS HUBUNGAN INTERNASIONAL
TENTANG
ASEAN
Oleh Kelompok:
PIPI MIRALINI
PRATIWI AZANI
MIRANDA AFRI
DILA FATMAWATI
CICA OPENDA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Profil ASEAN
1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris
2. Motto ASEAN: “One Vision, One Identity, One Community
3. Bendera dan Lambang ASEAN:
Bendera dan lambang ASEAN menggambarkan ASEAN yang stabil, damai, bersatu,
dan dinamis. Warna-warna yang tertuang dalam lambing –biru, merah, putih dan
kuning- melambangkan warna-warna utama lambing-lambang Negara-negara
Anggota ASEAN. Biru melambangkan perdamaian dan stabilitas. Merah
menggambarkan keberanian dan dinamisme. Putih menunjukkan kesucian, sedangkan
kuning melambangkan kemakmuran.
Ikatan rumpun padi melambangkan harapan para tokoh-tokoh pendiri ASEAN agar
ASEAN yang beranggotakan seluruh negara yang berada di Asia Tenggara bersama-
sama terikat dalam persahabatan dan solidaritas. Lingkaran melambangkan kesatuan
ASEAN.
4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem)
Lagu ASEAN dipilih melalui sebuah kompetisi terbuka (Kompetisi ASEAN Anthem)
yang dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan November 2008. Pada putaran
final penjurian Kompetisi ASEAN Anthem tingkat ASEAN di Bangkok, Thailand, 20
November 2008, lagu berjudul “The ASEAN Way” karya Kittikhun Sodprasert,
Sampao Triudom dan Payom Valaiphatchra dari Thailand ditetapkan sebagai Lagu
resmi ASEAN.
5. Hari ASEAN diperingati pada tanggal 8 Agustus setiap tahunnya.
1. Latar Belakang dan Sejarah
Kawasan Asia Tenggara yang secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai
strategis, menjadi incaran bahkan pertentangan kepentingan negara-negara besar paska
Perang Dunia II. Karenanya, kawasan ini pernah dijuluki “Balkan-nya Asia”. Persaingan
antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat pada
Perang Viet Nam. Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama
negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia.
Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, negara-negara Asia
Tenggara menyadari perlunya dibentuk suatu kerjasama yang dapat meredakan saling
curiga sekaligus membangun rasa saling percaya serta mendorong pembangunan di
kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah
melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra
maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philippina,
Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO), South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific
Council (ASPAC).
Meredanya rasa saling curiga diantara negara-negara Asia Tenggara membawa
dampak positif yang mendorong pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-
pertemuan konsultatif yang dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint
Declaration, yang antara lain mencakup kesadaran perlunya meningkatkan saling
pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang
bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.
Selanjutnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, lima Wakil Negara/
Pemerintahan Asia Tenggara yaitu Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar
Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura dan
Thailand menandatangani Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok. Deklarasi tersebut
menandai berdirinya suatu organisasi regional yang diberi nama Association of Southeast
Asian Nations/ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Organisasi ini
bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan
kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regional
yang masih pada tahap kooperatif dan belum bersifat integratif.
Proses perluasan keanggotaan ASEAN hingga tercapainya ASEAN-10 adalah
sebagai berikut :
1. Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ke-6 ASEAN
pada tanggal 7 Januari 1984, dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri
ASEAN di Jakarta.
2. Viet Nam diterima menjadi anggota ke-7 ASEAN dalam Pertemuan Para
Menteri Luar Negeri (AMM) ke-28 pada tanggal 29 – 30 Juli 1995 di Bandar Seri
Begawan.
3. Laos dan Myanmar diterima sebagai anggota penuh ASEAN melalui suatu
upacara resmi pada tanggal 23 Juli 1997 dalam rangkaian Pertemuan Para Menteri
Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-30 di Subang Jaya, Malaysia, tanggal 23-28 Juli
1997.
4. Kamboja diterima sebagai anggota penuh ASEAN pada upacara
penerimaan resmi di Ha Noi tanggal 30 April 1999.
Dengan diterimanya Kamboja, maka cita-cita para pendiri ASEAN untuk
mewujudkan ASEAN yang mencakup sepuluh negara Asia Tenggara (visi ASEAN-10)
telah tercapai. Menjelang abad ke-21, ASEAN menyepakati untuk mengembangkan suatu
kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia
Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam
kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN
2020 di Kuala Lumpur tahun 1997. Untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN
mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang
menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).
Komunitas ASEAN tersebut terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu Komunitas Keamanan
ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-
Cultural Community/ASCC). Indonesia menjadi penggagas pembentukan Komunitas
Keamanan ASEAN dan memainkan peran penting dalam perumusan dua pilar lainnya.
Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004,
konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga Rencana Aksi
(Plan of Action/PoA) untuk masing-masing pilar yang merupakan program jangka
panjang untuk merealisasikan konsep Komunitas ASEAN. KTT ke-10 ASEAN juga
mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN ke dalam Vientiane Action
Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendek–menengah untuk periode
2004-2010.
Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by
2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13
Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para Pemimpin ASEAN
menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi
tahun 2015. Seiring dengan upaya perwujudan Komunitas ASEAN, ASEAN
menyepakati untuk menyusun semacam konstitusi yang akan menjadi landasan dalam
penguatan kerjasamanya. Dalam kaitan ini, proses penyusunan Piagam ASEAN dimulai
sejak tahun 2006 melalui pembentukan Eminent Persons Group dan kemudian
dilanjutkan oleh High Level Task Force untuk melakukan negosiasi terhadap draft
Piagam ASEAN pada tahun 2007.
Pada usia ke-40 tahun para Kepala Negara/Pemerintah pada KTT-13 ASEAN di
Singapura tanggal 2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang
merubah ASEAN dari suatu asosiasi longgar menjadi rule-based organisation dan
mempunyai legal personality. Dalam rangka mencapai komunitas ASEAN 2015, ASEAN
juga menyusun blueprint (Cetak Biru) dari ketiga pilar komunitas politik keamanan,
ekonomi, dan sosial budaya, yang merupakan program aksi untuk memperkuat
kerjasamanya.
2. Perkembangan
Sejak tahun 1967, interaksi negara-negara ASEAN berlandaskan pada Deklarasi
Bangkok atau ASEAN Declaration yang pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan
politik (political statement) yang tidak mengikat hak dan kewajiban negara anggota
maupun organisasi atas dasar hukum/konstitusi. Dengan disepakatinya Bali Concord II
untuk pembentukan suatu Komunitas ASEAN dan menghadapi tantangan eksternal dan
internal ke depan, ASEAN memulai penyusunan Piagam ASEAN yang telah
dimandatkan dalam Vientiane Action Programme (VAP).
Proses penyusunan Piagam ASEAN diawali pada tahun 2006 dengan disepakatinya
Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Charter pada KTT ASEAN
ke-11. Berdasarkan deklarasi tersebut, proses penyusunan Piagam ASEAN mulai
digulirkan melalui pembentukan Eminent Persons Group (EPG) on the ASEAN Charter
yang menyusun rekomendasi bagi penyusunan Piagam tersebut. Kelompok para tokoh
terkemuka ini dimandatkan untuk menyampaikan rekomendasi mengenai elemen-elemen
yang kiranya perlu dimuat dalam Piagam kepada para Kepala Negara/Pemerintahan
ASEAN. Setiap negara mengirimkan satu wakilnya pada EPG dan sebagai wakil
Indonesia pada EPG adalah Ali Alatas, mantan Menlu RI yang pada EPG menyampaikan
proposal rekomendasi, yang dikenal sebagai Alatas’ paper sebagai basis pembahasan
EPG. Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Cebu Declaration
on the Blueprint of the ASEAN Charter para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN
kemudian menginstruksikan para Menlu untuk membentuk High Level Task Force on the
drafting of the ASEAN Charter (HLTF), yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi
EPG menjadi suatu draft Piagam ASEAN. Dian Triansyah Djani, Direktur Jenderal
Kerjasama ASEAN Deplu pada saat itu, telah ditunjuk untuk mewakili Indonesia dalam
rangkaian perundingan HLTF ini.
Setelah melalui proses internal di masing-masing negara anggota, Piagam ASEAN
telah diratifikasi dan disampaikan instrumen ratifikasinya kepada Sekjen ASEAN
sehingga tiga puluh hari sejak penyerahan kesepuluh instrumen ratifikasi, Piagam
ASEAN mulai berlaku. Dalam kaitan ini, Piagam ASEAN mulai berlaku pada tanggal 15
Desember 2008. Indonesia merupakan negara ke-9 yang menyampaikan instrumen
ratifikasinya. Sesuai dengan Piagam ASEAN, terdapat lima prioritas kegiatan untuk
mempersiapkan perubahan ASEAN yaitu penyusunan Term of Reference (ToR)
pembentukan Permanent Representatives to ASEAN, penyusunan Rules and Procedures
ASEAN Coordinating Council dan ASEAN Community Councils, penyusunan
supplementary protocols mengenai dispute settlement mechanism, penyusunan perjanjian
baru menggantikan perjanjian pendirian Sekretariat ASEAN tahun 1976, serta
penyusunan ToR pembentukan badan HAM ASEAN. Untuk itu, pada pertemuan AMM
ke-41 di Singapura, 21 Juli 2008, para Menlu ASEAN telah sepakat untuk membentuk
High Level Panel (HLP) on the ASEAN Human Rights Body yang akan menyusun
kerangka acuan (terms of reference/TOR) pembentukan Badan HAM ASEAN. Beberapa
elemen penting yang telah dibahas dalam pertemuan ini antara lain mengenai kebutuhan
HLP melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan serta batas waktu penyerahan
draft pertama ToR kepada Menlu ASEAN sebelum KTT ASEAN ke-14 di Bangkok,
Desember 2008, dan draft final pada pertemuan Menlu ASEAN tahun 2009.
Para menlu ASEAN juga memutuskan untuk membentuk High Level Legal Experts’
Group on the follow up to the ASEAN Charter (HLEG) yang akan menyusun instrumen
terkait legal personality ASEAN, mekanisme penyelesaian sengketa khususnya terkait
dengan mekanisme arbitrase serta penyusunan instrumen hukum lainnya yang diperlukan
Piagam ASEAN.
Dengan disepakatinya Term of Reference on the Committee of Permanent
Representatives to ASEAN, negara-negara anggota ASEAN akan menunjuk atau
mengangkat Wakil Tetap (Watap) pada tingkat Duta Besar di Jakarta. Tugas utama Wakil
Tetap untuk ASEAN tersebut adalah menggantikan tugas-tugas ASEAN Standing
Committee serta membantu pelaksanaan tugas ASEAN Coordinating Council (ACC) dan
memfasilitasi koordinasi diantara Ministerial Community Councils dan Sectoral
Ministerial Bodies. Para Menteri Luar Negeri menyepakati bahwa Komite ini mulai
dibentuk pada tanggal 1 Januari 2009 sehingga dapat secara efektif berfungsi setelah
berlakunya Piagam ASEAN.
BAB II
PIAGAM ASEAN
A. Tujuan dan Prinsip ASEAN
Dengan berlakunya Piagam ASEAN, tujuan ASEAN tertuang dalam Piagam adalah:
1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih
memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;
2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan,
ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas;
3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas
dari semua jenis senjata pemusnah massal lainnya;
4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan
dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis;
5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat
kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk
perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-
jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja
profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas;
6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN
melalui bantuan dan kerja sama timbal balik;
7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan
hukum, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-
kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dari Negara-Negara Anggota ASEAN;
8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala
bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas;
9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan
hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan
budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi;
10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang
pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas
ASEAN;
11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN
melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya
manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;
12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin
bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN;
13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh
lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat
dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN;
14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan
keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan
15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak
utama dalam hubungan dan kerja samanya dengan para mitra eksternal dalam
arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.
Sementara itu, dalam mencapai tujuan tersebut di atas, negara-negara anggota
ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas
nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN;
2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian,
keamanan dan kemakmuran di kawasan;
3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan-tindakan
lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional;
4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai;
5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN;
6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi
nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan;
7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi
kepentingan bersama ASEAN;
8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip
demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional;
9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia,
dan pemajuan keadilan sosial;
10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional,
termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota
ASEAN;
11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan
wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN
atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah
atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN;
12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN,
dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam
keanekaragaman;
13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-
diskriminatif; dan
14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rezim-rezim yang
didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen-komitmen ekonomi
secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis
hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh
pasar.
B. Keanggotaan ASEAN
Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan
Koordinasi ASEAN dengan kriteria letaknya secara geografis diakui berada di kawasan
Asia Tenggara; pengakuan oleh seluruh negara anggota ASEAN; kesepakatan untuk
terikat dan tunduk kepada Piagam ASEAN dan kesanggupan serta keinginan untuk
melaksanakan kewajiban keanggotaan. Di samping itu, penerimaan anggota baru wajib
diputuskan secara consensus oleh KTT ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan
Koordinasi ASEAN. Negara Pemohon wajib diterima ASEAN pada saat
penandatanganan aksesi Piagam ASEAN. Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri
dari sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam,Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Viet Nam.
Negara-negara anggota ASEAN memiliki hak dan kewajiban yang sama
sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN. Dalam kaitan ini, negara-negara anggota
ASEAN wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan, termasuk pembuatan
legislasi dalam negeri yang sesuai, guna melaksanakan ketentuan dalam Piagam ASEAN
secara efektif dan mematuhi kewajiban-kewajiban keanggotaan. Dalam hal terjadi suatu
pelanggaran serius atau ketidakpatuhan negara anggota ASEAN terhadap Piagam, hal
dimaksud dirujuk ke KTT untuk diputuskan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20
Piagam ASEAN.
C. Struktur Organisasi ASEAN
Struktur organisasi ASEAN yang selama ini berdasarkan Deklarasi Bangkok
mengalami perubahan paska penandatanganan Piagam ASEAN. Struktur sesuai Deklarasi
Bangkok selama ini terdiri dari : Konferensi Tingkat Tinggi (KTT); Pertemuan Para
Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM); Pertemuan Menteri-
menteri sektoral (Sectoral Bodies Ministerial Meeting); Sidang Panitia Tetap ASEAN
(ASEAN Standing Committee/ASC).
Struktur organisasi ASEAN yang baru sesuai dengan Piagam ASEAN terdiri dari:
1. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) sebagai pengambil keputusan utama, yang akan
melakukan pertemuan minimal 2 kali setahun;
2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) yang terdiri dari para
Menteri Luar Negeri ASEAN dengan tugas mengkoordinasi Dewan Komunitas
ASEAN (ASEAN Community Councils);
3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) dengan ketiga pilar
komunitas ASEAN yakni Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN
Political-Security Community Council), Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economic Community Council), dan Dewan Komunitas Sosial-Budaya
(ASEAN Socio-Cultural Community Council).
4. Badan-badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial Bodies).
5. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN,
pada tingkat Duta Besar dan berkedudukan di Jakarta.
6. Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil Sekretaris
Jenderal dan Sekretariat ASEAN.
7. Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat senior untuk melakukan
koordinasi internal di masing-masing negara ASEAN.
8. ASEAN Human Rights body yang akan mendorong perlindungan dan promosi HAM
di ASEAN.
9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu Sekjen ASEAN dalam
meningkatkan pemahaman mengenai ASEAN, termasuk pembentukan identitas
ASEAN.
10. Entities associated with ASEAN
D. Sekretariat ASEAN
Dalam dasawarsa pertama sejak berdirinya ASEAN pada tahun 1967, peningkatan
program kerjasama telah mendorong didirikannya sebuah sekretariat bersama. Sekretariat
ini berfungsi untuk membantu negara-negara anggota ASEAN dalam mengelola dan
mengkoordinasikan berbagai kegiatan ASEAN serta melakukan kajian-kajian yang
dibutuhkan.
Pada KTT ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN
menandatangani Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat. Sekretariat
ASEAN berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal,
dan berkedudukan di Jakarta. Semula bertempat di Departemen luar Negeri Republik
Indonesia hingga diselesaikannya pembangunan gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta,
tahun 1981.
Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang
membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara
negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta
antara ASEAN dengan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) maupun organisasi
lainnya. Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri
ASEAN mengamandemen Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat
melalui sebuah protokol di Manila, tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status
Sekretariat Jenderal sebagai pejabat setingkat menteri dan memberikan mandat tambahan
untuk memprakarsai, memberikan nasihat, melakukan koordinasi, dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan ASEAN. Sekretaris Jenderal ASEAN ditunjuk untuk jangka waktu 5
tahun dan bertangggung jawab kepada KTT ASEAN, AMM, dan membantu ASC.
Sejak ditandatanganinya ASEAN Charter pada tahun 2007, Sekretariat ASEAN
lebih difungsikan sebagai tempat dilaksanakannya sidang-sidang ASEAN sehingga
lingkup tugas Sekretariat ASEAN akan semakin luas. Untuk itu, Sekretariat ASEAN
menambah jumlah pos jabatan Wakil Sekretariat Jenderal ASEAN yang semula 2 (dua)
menjadi 4 (empat) orang Wakil untuk membantu kerja Sekretaris Jenderal.
Selain itu, di tahun-tahun selanjutnya jumlah staf Sekretariat ASEAN juga ditambah
secara signifikan, dan dilakukan melalui perekrutan terbuka. Kebutuhan staf sekretariat
ASEAN untuk periode 2009-2018 diperkirakan berjumlah 470 orang terdiri dari 360 staf
sekretariat dan 110 staf project. Selain itu diperkirakan terdapat sedikitnya 50-70 orang
staf dari negara-negara anggota ASEAN yang akan bertugas untuk membantu sekretariat
dalam melayani Ministerial Community Councils, Coordinating Council dan Committee
of Permanent Representatives. Sesuai dengan hasil Special ASEAN Directors-General
Meeting on the Restructuring of the ASEAN Secretariat pada tanggal 18-19 September
2008 di Halong Bay, Viet Nam diperkirakan akan terdapat peningkatan sebanyak 33%
staf profesional sampai dengan tahun 2011.
Berikut gambaran mengenai kenaikan jumlah staf profesional tersebut:
Staff Saat ini Tambahan Total
2009 2010 2011
Secretary General 1 0 0 0 1
Deputy Secretary
General
4 0 0 0 4
Director 4 4 0 0 8
Assistant Director 23 4 0 0 27
Senior Officer 28 12 12 3 55
Technical Officer 76 14 12 7 109
Technical Assistant 19 4 0 0 23
Support Staff 75 4 0 0 79
Total 230 42 24 10 306
Total – Professional
Only
155 38 24 10 227
Berikut adalah nama-nama Sekretaris Jenderal ASEAN hingga saat ini:
1. Hartono Rekso Dharsono (Indonesia), 7 Juni 1976 – 18 Februari 1978;
2. Umarjadi Notowijono (Indonesia), 19 Februari 1978-30 Juni 1978;
3. Datuk Ali Bin Abdullah (Malaysia), 10 Juli 1978-30 Juni 1980;
4. Narciso G. Reyes (Filipina), 1 Juli 1980-1 Juli 1982;
5. Chan Kai Yau (Singapura), 18 Juli 1982-15 Juli 1984;
6. Phan Wannamethee (Thailand), 16 Juli 1984-15 Juli 1986;
7. Roderick Yong (Brunei Darussalam), 16 Juli 1986-16 Juli 1989;
8. Rusli Noor (Indonesia), 17 Juli 1989-1 Januari 1993;
9. Datuk Ajit Singh (Malaysia), 1 Januari 1993-31 Desember 1997;
10. Rodolfo C. Severino (Filipina),1 Januari 1998-31 Desember 2002;
11. Ong Keng Yong, (Singapura), 1 Januari 2003 – 31 Desember 2007;
12. DR. Surin Pitsuwan (Thailand), 1 Januari 2008 – sampai saat ini.
Dalam rangka menyongsong era globalisasi khususnya di bidang informasi,
Sekretariat ASEAN menyediakan jaringan informasi ASEAN atau ASEANWEB yang
dapat diakses melalui internet dengan alamat http://www.aseansec.org. ASEANWEB
dimaksudkan untuk menyediakan informasi mengenai berbagai hal yang menyangkut
ASEAN bagi masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, juga untuk lebih
memperkenalkan ASEAN kepada masyarakat luas, baik di dalam maupun di luar
lingkungan ASEAN.
E. Keuangan ASEAN
Negara-negara Anggota ASEAN wajib menyediakan sumber-sumber keuangan
yang diperlukan oleh Sekretariat ASEAN untuk melaksanakan fungsi-fungsinya secara
efektif, melalui kontribusi tahunan yang setara yang dibayarkan secara tepat waktu. Pasal
30 ASEAN Charter mengenai equal contributions among members status berpotensi
menimbulkan kenaikan kontribusi negara anggota. Annual budget Sekretariat ASEAN di
masa mendatang diperkirakan sebesar US$ 15-20 juta atau US$1.5-2 juta per negara
anggota. Sesuai dengan hasil Special ASEAN DGs Meeting di Halong Bay Viet Nam,
sampai dengan tahun 2011, total anggaran Sekretariat ASEAN mencapai USD 17.91 juta.
Meskipun anggaran rutin tahunan ASEAN selalu mengalami kenaikan setiap
tahunnya, namun Sekretariat ASEAN sering menghadapi permasalahan dilematis
berkaitan dengan defisit anggaran yang selalu terjadi setiap akhir tahun anggaran. Hal
tersebut tidak sepenuhnya merupakan kelemahan perencanaan kegiatan oleh Sekretariat
ASEAN, tetapi dipengaruhi juga oleh banyaknya pertemuan-pertemuan ASEAN yang
tidak terprogram sebelumnya. Untuk itu, selanjutnya penyusunan anggaran keuangan
Sekretariat ASEAN akan didasarkan pada a new paradigm yang memproyeksikan
kebutuhan keuangan jangka panjang sehingga tidak akan ada lagi defisit anggaran
(budget shortfall). Sebelum penandatanganan ASEAN Charter, terdapat ASEAN Budget
Committee yang menangani keuangan ASEAN. Sidang ASEAN Budget Committee
merupakan agenda tahunan ASEAN untuk membahas anggaran operasional Sekretariat
ASEAN yang meliputi penyesuaian kenaikan anggaran dengan kenaikan barang dan jasa,
disamping jumlah kegiatan ASEAN yang semakin meningkat dan diikuti oleh
meningkatnya biaya perjalanan dan penyelenggaraan pertemuan. Sidang telah
terselenggara sebanyak 30 kali pertemuan (terakhir pada 23-25 April 2007). Sidang
diketuai secara bergiliran oleh wakil dari masing-masing negara anggota ASEAN, dan
dihadiri oleh seluruh delegasi negara-negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN.
Paska penandatanganan ASEAN Charter, ASEAN Budget Committe akan berada di
bawah Committee of Permanent Representatives to ASEAN (CPR) dan menjadi Finance
sub-committee of the CPR.
Sekretaris Jenderal ASEAN wajib menyiapkan anggaran operasional tahunan
Sekretariat ASEAN untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Koordinasi ASEAN
berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap dan Sekretariat ASEAN bekerja sesuai
dengan aturan-aturan dan prosedur-prosedur keuangan yang ditetapkan oleh Dewan
Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap. ASEAN Fund
dibentuk pada 17 Desember 1969 oleh 5 (lima) negara pendiri ASEAN sebagai salah satu
bentuk kerjasama ekonomi untuk mendukung pelaksanaan tujuan pembentukan ASEAN.
Kewajiban setiap anggota adalah membayar kontribusi ASEAN Fund yang ditetapkan
sebesar US$ 1 juta. Penggunaannya dibedakan antara penggunaan untuk operasional
Sekretariat ASEAN dan untuk tujuan sektoralnya. Paska penandatanganan ASEAN
Charter, akan dilakukan tinjauan kembali terhadap penggunaan 5 (five) ASEAN Trust
Fund dan dana dari Mitra Wicara untuk projects dan initiative. Pada Juli 1984
ditandatangani Agreement for the Establishment of a Fund for ASEAN oleh 6 negara,
setelah Brunei Darussalam bergabung pada 1984. Melalui ASEAN Fund yang bertujuan
membiayai berbagai proyek dari hasil bunga kontribusi negara anggota ASEAN yang
terkumpul sebagai dana abadi (endowment fund), maka disepakati untuk merubah
ASEAN Fund menjadi ASEAN Development Fund (ADF), yang telah disetujui oleh para
Menteri Luar Negeri ASEAN pada pertemuan informal AMM di New York, 28
September 2004 dan para pemimpin ASEAN dalam KTT Ke+10 ASEAN di Vientianne,
29 November 2004.
Sedangkan ASEAN Cultural Fund dibentuk tahun 1978 untuk mendukung kegiatan
ASEAN dalam pelestarian warisan budaya dari anggota-anggota ASEAN. ASEAN
Cultural Fund berasal dari kontribusi negara-negara ASEAN, Mitra Wicara, badan
internasional maupun organisasi lainnya yang penggunaannya dibedakan antara Capital
Fund dan untuk operasional Sekretariat ASEAN.
BAB III
KERJASAMA ASEAN DAN PERAN INDONESIA
A. KERJASAMA POLITIK-KEAMANAN
Selama 40 tahun pendiriannya, ASEAN telah berhasil mengembangkan dan
mempertahankan stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara, serta
menumbuhkan saling percaya diantara negara anggotanya dan para Mitra Wicara
ASEAN. ASEAN juga telah berkontribusi kepada keamanan dan kestabilan kawasan
secara lebih luas di Asia Pasifik melalui Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional
Forum/ARF) sejak 1994. ARF mewadahi dialog dan pertukaran informasi mengenai
masalah-masalah keamanan di Asia Pasifik.
Walaupun terdapat keberagaman kondisi politik, ekonomi, dan budaya diantara
negara-negara anggotanya, ASEAN telah menumbuhkan tujuan dan arah kerjasama,
khususnya dalam mempercepat integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas dengan
disepakatinya Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan Deklarasi Bali
Concord II di Bali tahun 2003 mengenai upaya perwujudan Komunitas ASEAN dengan
ketiga pilarnya (politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya).
Komunitas Politik Keamanan ASEAN
Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security
Community/APSC) ditujukan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN
untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional.
Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan
keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta
pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign
policy). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen
politik ASEAN yang telah ada seperti Zone of Peace, Freedom and Neutrality
(ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), dan Treaty on
Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) selain menaati Piagam PBB
dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.
Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan ASEAN, memelopori
penyusunan Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang disahkan pada
KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Lao PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi
Komunitas Politik Keamanan ASEAN, telah ditetapkan rencana kegiatan untuk
mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang terdiri atas 6 komponen:
Political Development, Shaping and Sharing of Norms, Conflict Prevention, Conflict
Resolution, Post-Conflict Peace Building, dan Implementing Mechanism. Rencana Aksi
tersebut telah diintegrasikan ke dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action
Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala Negara ASEAN dalam KTT ke-10
ASEAN. VAP merupakan acuan pencapaian Komunitas ASEAN untuk kurun waktu
2004-2010.
Beberapa perkembangan mengenai implementasi Rencana Aksi Komunitas Politik
Keamanan ASEAN adalah sebagai berikut:
a. ASEAN Political-Security Community (APSC) Blueprint
Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat
kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan,
termasuk dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi Komunitas Politik
Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan pendekatan keamanan
komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi
militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).
b. Piagam ASEAN (ASEAN Charter)
Penyusunan Piagam ASEAN bertujuan untuk mentransformasikan ASEAN dari
sebuah asosiasi politik yang longgar menjadi organisasi internasional yang memiliki
legal personality, berdasarkan aturan yang profesional (rule-based organization),
serta memiliki struktur organisasi yang efektif dan efisien. Piagam ini telah
ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke-13 di Singapura,
November 2007. Piagam ASEAN akan mulai berlaku efektif dengan diratifikasinya
Piagam tersebut oleh kesepuluh negara anggota. Indonesia telah menjadi negara
kesembilan yang meratifikasi Piagam ASEAN dan Thailand menjadi negara
kesepuluh pada bulan November 2008. Dengan demikian, Piagam ASEAN dapat
berlaku efektif mulai saat pelaksanaan KTT ASEAN ke-14 yang diselenggarakan di
Chiang Mai, Thailand, pada bulan Desember 2008.
c. Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual
Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT)
MLAT telah ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN di Kuala
Lumpur, Januari 2006. Traktat ini melandasi kerjasama ASEAN di bidang hukum
pidana. Indonesia telah meratifikasi MLAT melalui UU No.15 Tahun 2008.
d. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on
Counter Terrorism/ACCT)
ACCT ditandatangani pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, Januari 2007.
Indonesia sebagai Lead Sheppherd di bidang pemberantasan terorisme telah
memelopori proses perumusan ACCT. Konvensi ini memberikan dasar hukum yang
kuat guna peningkatan kerjasama ASEAN di bidang pemberantasan terorisme. Selain
memiliki karakter regional, ACCT bersifat komprehensif (meliputi aspek pencegahan,
penindakan, dan program rehabilitasi) sehingga memiliki nilai tambah bila
dibandingkan dengan konvensi sejenis.
e. ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)
Pembentukan ADMM merupakan inisiatif Indonesia dan bertujuan untuk
mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan, melalui dialog serta kerjasama
di bidang pertahanan dan keamanan. ADMM telah mengadakan pertemuan
pertamanya pada bulan Mei 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia. ADMM bersifat
outward looking, terbuka, transparan dan melibatkan Mitra Wicara ASEAN, sehingga
di masa mendatang dimungkinkan adanya mekanisme ADMM Plus;
f. Rencana Pembentukan Traktat Ekstradisi ASEAN
Rencana pembentukan traktat ekstradisi ASEAN merupakan amanat Bali
Concord 1976 dan Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN. Para pejabat tinggi
ASEAN di bidang hukum dalam pertemuan ASEAN Senior Law Officials Meeting
(ASLOM) Ke-11 di Siem Reap, Kamboja, 29-30 Januari 2007, menyepakati untuk
membentuk kelompok kerja untuk memulai proses perumusan traktat ekstradisi
ASEAN.
g. Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan
ASEAN telah berhasil mengelola potensi konflik di Laut China Selatan menjadi
potensi kerjasama yang melibatkan beberapa negara ASEAN dan China. ASEAN dan
China telah berhasil menyepakati Declaration on the Conduct of Parties in the South
China Sea (DOC) yang ditujukan untuk menyelesaikan persengketaan secara damai.
DOC akan diimplementasikan melalui suatu code of conduct in the South China Sea.
Dalam kaitan ini, ASEAN-China Working Group on the Implementation of the
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea menyepakati enam
proyek kerjasama dalam rangka confidence building measures guna mendukung
implementasi DOC.
Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone of Peace, Freedom And Neutrality
Declaration/ZOPFAN)
Deklarasi ZOPFAN yang ditandatangani di Kuala Lumpur tahun 1971 merupakan
upaya ASEAN untuk menciptakan kawasan yang damai, bebas, dan netral dari segala
bentuk campur tangan pihak luar di Asia Tenggara. Pada KTT ke-1 ASEAN tahun 1976,
ZOPFAN secara resmi diangkat oleh negara-negara anggota sebagai kerangka bagi kerja
sama politik ASEAN.
Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty Of Amity And Cooperation/TAC)
Salah satu instrumen penting dalam upaya mewujudkan ZOPFAN dan menciptakan
stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara adalah TAC. Pada dasarnya
prinsip-prinsip yang terkandung di dalam TAC juga tercermin di dalam Piagam
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) antara lain prinsip ‘non-interference’ dan penggunaan
cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik yang timbul diantara negara-negara
penandatangan TAC.
Kawasan Bebas Senjata Nuklir Di Asia Tenggara (South-East Asia Nuclear Weapon
Free Zone/SEANWFZ)
South-East Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) Treaty ditandatangani di
Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995 dan telah diratifikasi oleh seluruh negara
ASEAN. Traktat ini mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 1997. Pembentukan
SEANWFZ menunjukkan upaya negara-negara di Asia Tenggara untuk meningkatkan
perdamaian dan stabilitas kawasan baik regional maupun global, dan dalam rangka turut
serta mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan pelarangan senjata nuklir secara
umum dan menyeluruh.
Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)
ASEAN Regional Forum (ARF) diprakarsai oleh ASEAN pada tahun 1994, sebagai
forum untuk saling tukar pandangan dan informasi bagi negara-negara Asia-Pasifik
mengenai masalah-masalah politik dan keamanan, baik regional maupun internasional.
Sasaran yang hendak dicapai melalui ARF adalah mendorong saling percaya (confidence
building measures) melalui transparansi dan mencegah kemungkinan timbulnya
ketegangan maupun konflik di kawasan Asia Pasifik.
Kerjasama di Bidang Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara
Kerjasama ASEAN dalam rangka memberantas kejahatan lintas negara
(transnational crime) pertama kali diangkat pada pertemuan para Menteri Dalam Negeri
ASEAN di Manila tahun 1997 yang mengeluarkan ASEAN Declaration on Transnational
Crimes. Sebagai tindak lanjut dari deklarasi di atas, kerjasama ASEAN dalam memerangi
kejahatan lintas negara dilaksanakan melalui pembentukan Pertemuan Para Menteri
ASEAN terkait dengan Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara (ASEAN Ministerial
Meeting on Transnational Crime/AMMTC).
Kerjasama di Bidang Hukum
Kerjasama ASEAN di bidang hukum dilaksanakan melalui mekanisme pertemuan
para Pejabat Tinggi ASEAN di bidang hukum (ASEAN Senior Law Officials’ Meeting
/ASLOM) yang dilaksanakan setiap tahun dan pertemuan para Menteri Hukum ASEAN
(ASEAN Law Ministerial Meeting/ALAWMM) yang dilaksanakan setiap 3 (tiga) tahun.
Kerjasama di Bidang Imigrasi dan Kekonsuleran
Kerjasama ASEAN di bidang imigrasi dan kekonsuleran dilaksanakan melalui
pertemuan para Direktur Jenderal Imigrasi dan Kepala Divisi Konsuler ASEAN (The
Meeting of the ASEAN Directors-General of Immigration Departments and Heads of
Consular Affairs Divisions of the Ministries of Foreign Affairs/DGICM). Pertemuan
terakhir yaitu DGICM ke-12 telah dilaksanakan Kuala Lumpur, Malaysia, November
2008.
Para Menteri Luar Negeri ASEAN telah menandatangani Perjanjian Kerangka
ASEAN mengenai Bebas Visa (ASEAN Framework Agreement on Visa Exemption)
ditandatangani pada AMM ke-39 di Kuala Lumpur, 25 Juli 2006. Persetujuan ini
memberlakukan bebas visa kunjungan singkat bagi warga negara anggota ASEAN yang
melakukan perjalanan di wilayah ASEAN selama 14 hari. Perjanjian dimaksud
diharapkan dapat mendorong pencapaian Komunitas ASEAN melalui peningkatan
perjalanan intra-ASEAN dan people-to-people contact.
Kerjasama Kelembagaan Antar Parlemen
Kerjasama antar parlemen di ASEAN diselenggarakan melalui mekanisme ASEAN
Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) yang dipelopori oleh Indonesia. Semula organisasi
ini bernama ASEAN Inter-Parliamentary Organization (AIPO) didirikan pada tahun
1977, beranggotakan parlemen-parlemen dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
dan Thailand. Saat ini keanggotaannya telah pula mencakup parlemen-parlemen dari
Kamboja, Laos, dan Viet Nam, sementara Brunei Darussalam dan Myanmar masih
sebagai Special Observers.
Berdasarkan usulan dari Parlemen Indonesia dalam Sidang Umum AIPO ke-27 di
Cebu, Filipina, 10-15 September 2006, AIPO berganti nama menjadi ASEAN Inter-
Parliamentary Assembly (AIPA). Pergantian nama ini dimaksudkan untuk mendorong
proses transformasi AIPA dalam mendukung upaya perwujudan Komunitas ASEAN.
Upaya Pembentukan Mekanisme HAM ASEAN
Para Menteri Luar Negeri ASEAN pada AMM Ke-26 di Singapura, Juli 1993
menyepakati perlunya mempertimbangkan pendirian mekanisme HAM regional yang
sesuai di ASEAN. Hal ini merupakan tanggapan ASEAN terhadap Vienna Declaration
and Programme of Action (1993) mengenai antara lain pendirian mekanisme HAM
regional untuk mendukung promosi dan perlindungan HAM global. AIPA di tahun yang
sama mengeluarkan Human Rights Declaration yang mencantumkan himbauan kepada
kepada pemerintah negara-negara ASEAN untuk membentuk mekanisme HAM ASEAN.
Mekanisme HAM, pada umumnya terdiri atas 2 (dua) komponen, yaitu; instrumen
hukum (deklarasi atau konvensi) dan badan (komisi atau pengadilan HAM). Pada saat ini,
Asia Pasifik (termasuk ASEAN) merupakan satu-satunya kawasan yang belum memiliki
mekanisme HAM regional. Sebagai upaya awal merintis suatu mekanisme HAM di
ASEAN, telah dibentuk Working Group on ASEAN Human Rights Mechanism
(WGAHRM) yang beranggotakan tokoh-tokoh Asia Tenggara baik dari sektor
pemerintahan maupun civil society. WGAHRM terdiri dari beberapa kelompok kerja
nasional di Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Singapura, dan Filipina. Walaupun
bukan merupakan badan resmi ASEAN, WGAHRM telah bekerjasama dengan
pemerintah beberapa negara anggota ASEAN dan menyelenggarakan beberapa workshop
dan roundtable discussion untuk mempelajari kemungkinan pembentukan mekanisme
HAM ASEAN dan memberikan rekomendasi ke pemerintah negara-negara ASEAN.
B. KERJASAMA EKONOMI
Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-
negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama
yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-
program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint
ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah
negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN
Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN
Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme
(1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan
90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya
untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN
menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka
perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.
KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati ”Declaration on
the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Dalam
konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat
ASEAN untuk menyusun ”Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC)”. Cetak
Biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan
panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu :
a. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor
barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);
b. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional
competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy
cooperation, taxation, dan pengembangan UKM);
c. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of
equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-
program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan
d. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply
network).
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint
Pada pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2007, disepakati
mengenai naskah ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta Strategic
Schedule-nya, yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk
mencapai pembentukan ASEAN Economic Community tahun 2015.
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint tersebut kemudian disahkan pada
Rangkaian Pertemuan KTT ASEAN ke-13. AEC Blueprint bertujuan untuk menjadikan
kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya
lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan
kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial
ekonomi pada tahun 2015.
Terkait dengan implmentasi AEC Bluepint, pada tahun 2007-2008, Ditjen
Kerjasama ASEAN telah melakukan sosialisasi AEC Blueprint bersamaan dengan
sosialisasi ASEAN Charter, baik di tingkat pusat, khususnya kepada asosiasi-asosiasi
bisnis maupun di daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Irian. Sosialisasi dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, lokakarya maupun Kuliah
Umum, wawancara di media massa cetak dan elektronik lokal di pusat dan daerah. Salah
satu sasaran yang ingin dicapai adalah untuk memicu kesiapan masyarakat serta
menimbulkan mengenai “public awareness” mengenai ASEAN.
Kerjasama di Sektor Industri
Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor utama yang
dikembangkan dalam kerjasama ekonomi ASEAN. Kerjasama tersebut ditujukan untuk
meningkatkan arus investasi, mendorong proses alih teknologi dan meningkatkan
keterampilan negara-negara ASEAN, termasuk dalam bentuk pertukaran informasi
tentang kebijaksanaan perencanaan industri nasional masing-masing. Kerjasama ASEAN
di sektor perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi baru dalam rangka
mendorong perdagangan intra-ASEAN melalui berbagai skema kerjasama yang
dikembangkan berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.
Kerjasama di Sektor Perdagangan
a. Kerjasama Perdagangan Barang
Berkaitan dengan AFTA, pada pertemuan ke-21 AFTA Council tanggal 23
Agustus 2007, telah dicapai kemajuan yang cukup signifikan mengenai implementasi
Work Programme on Elimination of Non-Tariff Barries (NTBs) serta dalam
melakukan revisi mengenai CEPT AFTA Rules of Origin, yang diharapkan akan
mengurangi biaya transaksi perdagangan serta memfasilitasi perdagangan di
kawasan.
Berkaitan dengan perdagangan barang ini, ASEAN juga berhasil menyelesaikan
pembahasan substantif mengenai ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), yang
diharapkan akan ditandatangani pada bulan Desember 2008. ATIGA
mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang berkaitan dengan perdagangan barang
kedalam suatu comprehensive framework, menjamin sinergi dan konsistensi di antara
berbagai inisiatif. ATIGA akan meningkatkan transparansi, kepastian dan
meningkatkan AFTA-rules-based system yang merupakan hal yang sangat penting
bagi komunitas bisnis ASEAN.
b. Fasilitasi Perdagangan
Dalam upaya meningkatkan perdagangan, ASEAN telah menandatangani
Protocol 1-Designation of Tansit Transport Routes and Facilities. Implementasi
Protocol dimaksud akan memfasilitasi transportasi barang-barang di kawasan serta
tidak merintangi akses dan pergerakan kendaraan yang mengangkut barang-barang
tersebut di kawasan ASEAN.
Berkaitan dengan fasilitasi perdagangan, Indonesia juga telah melakukan
pembentukan Nasional Single Window (NSW) dan ASEAN Single Window (ASW)
merupakan salah satu upaya fasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN
untuk mempermudah dan mempercepat arus perdagangan dalam rangka mendukung
proses pembentukan ASEAN Economic Community. National Single Window
diharapkan mulai dapat beroperasi pada akhir tahun 2008 di negara-negara
ASEAN+6 dan tahun 2012 bagi negara-negara CLMV.
c. Perkembangan Pembentukan FTA ASEAN Dengan Negara-negara Mitra Wicara
a) ASEAN–China Free Trade Agreement
Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement
ditandatangani oleh Menteri Ekonomi ASEAN dan China pada bulan Nopember
2004. Sementara itu, Agreement on Trade in Services dan Second Protocol to
Amend the Framework Agreement ditandatangani pada bulan Januari 2007 di
Cebu, Filipina. Berkenaan dengan proses ratifikasi ketiga perjanjian dimaksud,
hanya tinggal Kamboja yang belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Terkait dengan implementasi FTA ASEAN-China di bidang jasa, China telah
mengajukan request kepada Indonesia untuk 10 sektor jasa, yaitu business
services; komunikasi; konstruksi dan jasa engineering; distribusi; pendidikan;
lingkungan; keuangan; jasa sosial dan kesehatan; jasa olah raga ,budaya dan
rekreasi; dan jasa transportasi. Berkenaan dengan hal tersebut, telah disepakati
bahwa basis offer untuk sektor-sektor yang masuk dalam Komitmen Pertama
FTA ASEAN-China bidang Jasa adalah AFAS-4 (business services,
telekomunikasi, Konstruksi, Jasa terkait dengan Air Travel dan Kepariwisataan)
ditambah dengan jasa maritim, pendidikan, keuangan khusus asuransi dan
kesehatan yang kesemuanya telah masuk dalam AFAS-5.
Perundingan yang masih belum diselesaikan adalah bidang investasi dan
kerjasama ekonomi. Negosiasi di bidang investasi semula diharapkan dapat
diselesaikan pada akhir tahun 2007. Namun demikian setelah 4 (empat) tahun
berjalan tidak terlihat tanda-tanda dimana akan tercapai kesepakatan. Hal ini
dikarenakan perbedaan posisi ASEAN yang tetap menginginkan memakai
pendekatan AIA atau negative list approach. Sedangkan China menghendaki
penggunaan positive approach.
b) ASEAN-Canada Trade And Investment Framework Arrangement (TIFA)
Meskipun FTA ASEAN-Kanada masih merupakan tujuan jangka panjang,
kedua belah pihak mengakui mengenai adanya suatu keperluan untuk lebih
memformalkan hubungan, dan meminta Sekretariat ASEAN untuk menyusun
draft awal ASEAN-Canada Economic Arrangement yang sejenis dengan Trade
and Investment Framework Arrangement (TIFA) yang telah ditanda-tangani
Kanada dengan MERCOSUR dan ASEAN Community.
Sebagai catatan, draft TIFA ASEAN-Kanada terdiri dari 5 sections dengan 1
Annex berupa Trade and Investment Cooperation Arrangement between ASEAN
Canada Work Plan, yaitu : Section I Objectives; Section II Principles; Section III
Expansion of Trade and Investment; Section IV Joint Council on Trade and
Investment; Section V Final Clauses.
Kerjasama di Sektor Jasa
a. Perkembangan Liberalisasi Jasa ASEAN
1) Peranan Sektor Jasa ASEAN
Sektor Jasa memegang peranan penting di ASEAN dengan rata-rata 40-50%
GDP negara ASEAN berasal dari sektor jasa. Jasa juga berperan penting dalam
perekonomian Indonesia dengan porsi 46% total GDP pada tahun 2007.
Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui liberalisasi
perdagangan di bidang jasa, Negara-negara ASEAN telah menyepakati dan
mengesahkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15
Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk menindaklanjuti
kesepakatan tersebut, telah dibentuk Coordinating Committee on Services (CCS)
yang memiliki tugas menyusun modalitas untuk mengelola negosiasi liberalisasi
jasa dalam kerangka AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa
Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa
Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik.
Indonesia mendorong liberalisasi sektor jasa melalui Badan Kebijakan Fiskal,
Departemen Keuangan, yang bertindak sebagai koordinator (Tim Koordinator
Bidang Jasa) di semua forum dan sektor, termasuk sebagai pengelola sektor jasa
keuangan non-bank dan jasa profesi (akuntan dan penilai).
Sejak penandatangan AFAS hingga saat ini, Negara-negara anggota ASEAN
telah menyepakati 6 paket komitmen liberalisasi jasa. KTT ASEAN ke-13 di
Singapura pada November 2007 telah menyepakati pengesahan paket ke-6 tersebut
sebagai kelanjutan liberalisasi jasa di bawah AFAS. Prinsip, strategi dan modalitas
untuk liberalisasi jasa tersebut ditujukan guna mewujudkan realisasi bebasnya arus
perdagangan jasa ASEAN dalam rangka pembentukan kawasan ekonomi
terintegrasi “Komunitas Ekonomi ASEAN” tahun 2015. Integrasi perdagangan
jasa ASEAN akan dilaksanakan dengan mengacu pada Cetak Biru Pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN yang juga telah disepakati pimpinan ASEAN pada
kesempatan KTT ASEAN tersebut.
Disamping itu juga telah ditandatangani ASEAN Multilateral Agreement on the
Full Liberalisation of Air Freight Services and the ASEAN multilateral Agreement
on Air Services pada pertemuan ke-14 ASEAN Transport Ministers’ Meeting pada
bulan November 2008.
2) Integrasi Sektor Jasa Prioritas Menjelang Realisasi Komunitas Ekonomi
ASEAN 2015
ASEAN telah menetapkan 5 (lima) sektor jasa prioritas dari 12 sektor prioritas
integrasi barang dan jasa yang akan diliberalisasi menjelang pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, yaitu: Jasa Kesehatan, Jasa Pariwisata, e-
ASEAN, Jasa Logistik dan Jasa Transportasi Udara.
Target penghapusan hambatan dalam perdagangan bidang jasa di empat sektor
prioritas bidang jasa adalah tahun 2010 untuk jasa perhubungan udara, e-ASEAN,
kesehatan, dan pariwisata dan tahun 2013 untuk jasa logistik. Adapun liberalisasi
bidang jasa seluruhnya ditargetkan pada tahun 2015.
Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi peta kebijakan
(roadmaps) yang mengkombinasikan inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif
yang lebih luas secara lintas sektor seperti langkah-langkah fasilitasi perdagangan.
3) Jasa Angkutan Udara (Air Transport Services)
Sidang ke 18 ASEAN Air Transport Working Group (ATWG) di Kuala
Lumpur tanggal 12 – 14 Agustus 2008 membahas berbagai hal terkait dengan
upaya liberalisasi jasa angkutan udara ASEAN, termasuk ASEAN Multilateral
Agreement on the Full Liberalisation of Air Freight Services, ASEAN Multilateral
Agreement on Air Services, ASEAN Single Aviation Market (SAM) dan Kerjasama
Angkutan Udara dengan Mitra Dialog.
4) Jasa Angkutan Laut (Maritime Transport Services)
Sidang ke-16 ASEAN Maritime Transport Working Group (MTWG) di Nha
Trang, Viet Nam tanggal 9-11 September telah membahas langkah-langkah lebih
lanjut dalam mengimplementasikan Roadmap Towards an Integrated and
Competitive Maritime Transport. Terkait Roadmap Towards an Integrated and
Competitive Maritime Transport, Indonesia ditunjuk bertanggung jawab sebagai
lead coordinator untuk measure (langkah kebijakan) no.11 “Confirm the Principle
of Open Access to the International Maritime Trade of All ASEAN Member
States” dan measure no.12 “Develop the Strategies for an ASEAN Single
Shipping Market” dari Roadmap dimaksud.
5) Jasa Keuangan (Finance Services)
Pertemuan terkini Para Menteri Keuangan ASEAN dan ASEAN Finance
Minister Investors Seminar (AFMIS) diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab
pada tanggal 7-9 Oktober 2008. Para Menteri menegaskan komitmennya untuk
memperkuat kerja sama ekonomi dan keuangan sekaligus memperkuat tingkat
kompetensi di pasar global. Pertumbuhan GDP regional diperkirakan akan
mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai
6,7 %.
Untuk merespon hal tersebut, ditegaskan perlunya upaya kapitalisasi yang kuat
pada sektor perbankan dan institusi keuangan selain upaya untuk segera dapat
mengimplementasikan Chiang Mai Initiative Multilateralisation pada pertengahan
tahun 2009 sejalan dengan inisiatif regional yang lain dalam upaya kerjasama dan
integrasi regional.
6) Jasa Telekomunikasi (Telecommunications Services)
ASEAN menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi
seluruh lapisan masyarakat. Terkait hal ini telah disepakati upaya sinergis untuk
membangun infrastruktur komunikasi melalui “Siem Reap Ministerial Declaration
on Enhancing Universal Access on ICT Services in ASEAN” yang disepakati
dalam sidang TELSOM/TELMIN ke-7 tahun 2007 di Siem Reap, Kamboja.
9th ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior Officials
Meeting (TELSOM-9) dan 8th ASEAN Telecommunications & Informations
Technology Ministers Meeting (TELMIN-8) dengan tema ‘’High Speed
Connection to Bridge ASEAN Digital Divide” di Bali, pada tanggal 25-29 Agustus
2008 telah membahas dan mengesahkan indikator dan target dalam ICT Scorecard
yang diperlukan untuk mencapai proses integrasi dan pengembangan sektor ICT
ASEAN tahun 2008-2010.
7) Jasa Pariwisata (Tourism Services)
Dalam pertemuan ASEAN Tourism Meetings di Manila tanggal 6 – 9 Juli 2008,
telah dibicarakan beberapa hal antara lain:
- Penyusunan MRA di bidang Pariwisata diharapkan selesai pada akhir 2008
dan dapat ditandatangani oleh para Menteri Pariwisata ASEAN pada saat
ASEAN Tourism Forum (ATF) 2009 di Ha Noi, Viet Nam, tanggal 5-12
Januari 2009.
- Dalam kerangka ASEAN Tourism Resource Management and
Development Network (ATMR) telah direncanakan untuk mengadakan
beberapa kegiatan antara lain: Training on eco tourism di Thailand,
Pelatihan Tourism Heritage di Indonesia, ATMR Cruise di Singapura,
Workshop tentang Home stay di Malaysia.
- Guna lebih meningkatkan promosi ASEAN sebagai destinasi tunggal telah
dibahas beberapa kegiatan promosi bersama, yaitu: ASEAN Promotional
Chapter for Tourism, ASEAN Tourism Area in International tourism Fairs
dan Joint Promotion Activities with ASEAN Airlines.
- Terkait dengan NTO/VAC Fund dinyatakan bahwa Balance of NTO/VAC
Fund hingga bulan Mei 2008 adalah USD 58,791.25.
8) Jasa Logistik (Logistic Services)
Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas kedua belas yang akan
diliberalisasikan oleh ASEAN. Roadmap for Integration of Logistics Services
telah ditandatangani pada Sidang ke-39 ASEAN Economic Ministers’ di Makati
City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus 2007.
Ratifikasi Perjanjian-perjanjian Ekonomi ASEAN
Hingga saat ini terdapat 92 Perjanjian Ekonomi ASEAN. Dari jumlah tersebut, 57
perjanjian telah diratifikasi, sedangkan 35 masih dalam proses. Perlu disampaikan juga
bahwa terdapat 12 perjanjian dalam tahap akhir proses ratifikasi dan diharapkan selesai
pada akhir tahun 2008.
Kerjasama di Sektor Investasi
Di sektor investasi, kerjasama ASEAN diawali dengan dikemukakannya gagasan
pembentukan suatu kawasan investasi ASEAN pada Pertemuan Pemimpin ASEAN di
Bangkok pada tahun 1995. Untuk menindaklanjuti gagasan tersebut, pada tahun 1996,
dibentuk Komite Kerja Kawasan Investasi ASEAN (WC-AIA), yang berada dibawah
naungan SEOM, dengan mandat menyiapkan sebuah Persetujuan Dasar tentang Kawasan
Investasi ASEAN (Framework Agreement on ASEAN Investment Area/FA-AIA).
Framework Agreement on ASEAN Investment Area ditandatangani di Makati City,
Filipina, pada tahun 1998. Bersamaan dengan penandatanganan tersebut juga disahkan
pembentukan AIA Council. FA-AIA mencakup seluruh kegiatan investasi, kecuali
investasi portfolio dan kegiatan investasi lainnya yang sudah tercakup pada perjanjian
ASEAN lainnya, seperti the ASEAN Framework Agreement on Services. Tujuan utama
yang hendak dicapai adalah menciptakan suatu Kawasan Investasi ASEAN yang liberal
dan transparan, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan. Liberalisasi
investasi bagi negara anggota ASEAN disepakati untuk mulai berlaku pada tahun 2010,
sedangkan dengan negara non-ASEAN disepakati untuk direalisasikan pada tahun 2020.
Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung (Foreign Direct
Investment/FDI) ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara ASEAN.
Persetujuan tersebut antara lain akan mengikat negara-negara anggota untuk menghapus
hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan
investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya
terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai suatu kawasan
investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA diharapkan dapat menarik arus
investasi langsung ke ASEAN.
Pada pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN Ke-40 yang berlangsung di Singapura
bulan Agustus 2008, negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk suatu rejim
investasi ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi ekonomi di Asia
Tenggara. Rejim yang dimaksud adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement
(ACIA) yang merupakan hasil revisi dan penggabungan dari ASEAN Investment Area
(AIA) dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN-IGA). ACIA mencakup
empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation and promotion.
Setelah mengalami pembahasan yang cukup alot sejak tahun 2006, ASEAN
akhirnya berhasil menyelesaikan pembahasan ASEAN Comprehensive Investment
Agreement (ACIA). Draft ACIA dimaksud telah dibahas dan di-endorse pada Pertemuan
ke-40 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2008. Diharapkan ACIA akan dapat
ditandatangani pada KTT ke- 14 ASEAN mendatang di Chiang Mai, Thailand, Desember
2008. Dengan ditandatanganinya ACIA, diharapkan akan dapat menjadikan ASEAN
menjadi wilayah yang sangat kompetitif untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI)
serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community.
Kerjasama di Sektor Komoditi dan Sumber Daya Alam
Kerjasama Pertanian
1) Pangan
Secara umum kondisi pangan ASEAN pada tahun 2005/2006 stabil. ASEAN
telah mampu mencapai swasembada, khususnya untuk komoditi beras dan gula
yang produksinya melebihi kebutuhan di ASEAN. Untuk jagung dan kedelai,
ASEAN masih mengandalkan impor karena produksi lokal belum mampu
memenuhi kebutuhan domestik. Dalam skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2
(dua) proyek telah dilaksanakan sejak tahun 2004 – 2008, yaitu East Asia
Emergency Rice Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security Information
System (AFSIS). Kegiatan EAERR terutama difokuskan pada implementasi
mekanisme pengadaan beras (stock release mechanism) dan pemanfaatan
cadangan beras darurat untuk kondisi bencana. Sementara itu, kegiatan AFSIS
difokuskan pada pembuatan jaringan informasi mengenai ketahanan pangan dan
pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek AFSIS, sebuah website telah
dibentuk yang memberikan informasi mengenai situasi dan perencanaan kebijakan
ketahanan pangan di kawasan.
Menanggapi perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan,
ASEAN sesuai dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema
strategis dan komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan regional yang
disebut ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework beserta rencana
kerja jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security in
the ASEAN Region (SPA-FS). Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN
menyepakati untuk merekomendasikan dokumen tersebut ke ASEAN Summit di
Thailand, bulan Desember 2008. Selanjutnya, kedua dokumen tersebut akan di-
endorse oleh para Pemimpin ASEAN melalui Bangkok Statement on Food
Security in the ASEAN Region.
2) Tanaman Pangan (Crops)
Sejak tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik
untuk beberapa komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi
giling, jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya
harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-komoditas tersebut akan terus
dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan importasi.
ASEAN Plant Health Cooperation Network (APHCN) telah dibentuk sebagai
sarana untuk berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di negara-negara
anggota ASEAN. Saat ini, informasi mengenai Undang-undang Karantina
Tanaman dan persyaratan impor untuk Malaysia dan Singapura telah tersedia di
website APHCN. Dalam inisiatif ini, akan dibentuk ASEAN Regional Diagnostic
Initiative sebagai proyek percontohan untuk mengatasi hambatan terhadap akses
pasar produk pertanian.
3) Agricultural Training and Extension
ASEAN terus melanjutkan program Pengelolaan Hama secara Terpadu
(Integrated Pest Management/IPM) untuk berbagai tanaman pangan, termasuk
pengembangan modul pelatihan untuk komoditas prioritas dan pengorganisasian
pelatihan IPM di kawasan terhadap komoditas prioritas tersebut. Komoditas
dimaksud, di antaranya mangga, jeruk, bawang merah, beras, pumelo dan kedelai.
Pertukaran pejabat, pelatih dan petani terkait IPM untuk citrus telah diorganisir
oleh Thailand pada tanggal 10-16 Juni 2008.
Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah
pula dilaksanakan, di antaranya: Regional Training on Edible and Medicinal
Mushroom Production Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers
(1-2 November 2008 di Viet Nam) serta pertukaran pejabat, pelatih dan petani
yang diorganisir di Palembang, Indonesia, tanggal 5-10 Juli 2007.
4) Penelitian dan Pengembangan di bidang Pertanian
Kerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai
sejak 2005. Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN
Agricultural Research and Development Information System (ASEAN ARDIS),
ASEAN Directory of Agricultural Research and Development Centres in ASEAN,
dan Guidelines for the Use of the Digital Information System.
5) Codex
ASEAN telah mengembangkan website ASEAN Food Safety Network
(www.aseanfoodsafetynetwork.net) untuk memberikan informasi yang berguna
terkait keamanan pangan, seperti upaya SPS di berbagai bidang, isu-isu yang
muncul dalam badan-badan penetapan standar internasional (Codex, OIE, IPPC,
dll), serta hasil kerja dari berbagai badan di ASEAN terkait keamanan pangan.
6) Skema Promosi Produk Pertanian dan Kehutanan
Untuk mempromosikan produk pertanian dan kehutanan, ASEAN telah
memperpanjang implementasi Memorandum of Understanding (MoU) on ASEAN
Cooperation in Agriculture and Forest Products Promotion Schemes untuk
periode 5 tahun ke depan, dari 2004 menjadi 2009. MoU ini tetap relevan sebagai
basis kerjasama dengan sektor swasta dan berkoordinasi tentang posisi bersama
terkait perdagangan produk pertanian dan kehutanan ASEAN. Pembuatan MoU
saat ini tengah dikembangkan oleh Negara-negara Anggota ASEAN, termasuk
pengkajian produk-produk pertanian dan kehutanan yang dicakup dalam MoU.
Dengan mempertimbangkan relevansi situasi pasar yang ada serta aktivitasnya
dalam 12 tahun terakhir, 5 produk, yaitu: udang beku, ayam beku, nanas kaleng,
tuna kaleng, dan karet alam telah disetujui untuk dihapus dari daftar.
7) Bioteknologi
ASEAN menyadari pentingnya bioteknologi pertanian sebagai cara untuk
meningkatkan produktifitas pangan secara berkelanjutan. Namun demikian, saat
ini terdapat kekhawatiran publik terhadap penggunaan bioteknologi yang perlu
diatasi. ASEAN telah mengadopsi Guidelines on the Risk Assessment of
Agriculture-related Genetically Modified Organisms (GMOs). Panduan ini
memberikan Negara-negara Anggota ASEAN pendekatan dan pemahaman
bersama saat melakukan evaluasi ilmiah terhadap peluncuran GMOs di bidang
pertanian. Panduan ini menggambarkan prosedur notifikasi, persetujuan, dan
registrasi GMOs di bidang pertanian.
Kerjasama Peternakan
Kerjasama ASEAN di bidang peternakan semakin berkembang, terutama mengenai
Regularization of Production and Utilization of Animal Vaccines; Promotion of
International Trade in Livestock and Livestock Products; dan Strengthening Animal
Diseases Control Programme. Sejumlah inisiatif baru, termasuk Common Stand on
Codex Issues dan Veterinary Drug Residues in Food juga telah dimulai.
Dalam upaya mengatur produksi dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah
menyetujui untuk memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur registrasi vaksin
hewan yang diproduksi di dalam dan di luar Negara Anggota ASEAN. Untuk tujuan ini,
sebuah mekanisme tunggal akan dipakai. AMAF ke-29 di Bangkok, 2007, telah
menyetujui ASEAN Standard for Live Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated
Infectious Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga telah mengakreditasi
ulang National Veterinary Drug Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia
sebagai laboratorium pengetesan vaksin untuk 9 vaksin hewan selama periode 3 tahun.
Kerjasama Perikanan
ASEAN Network of Fisheries Post-Harvest Technology Center melanjutkan
kerjasamanya dengan Departemen Penelitian Perikanan Laut dari Southeast Asia
Fisheries Development Center (SEAFDEC) untuk mengimplementasi kegiatan-kegiatan:
(i) HACCP Training Programmes, (ii) Regional Code of Conduct on Post-Harvest
Practices and Trade, dan (iii) ASEAN-Australia Development and Cooperation
Programme (AADCP) mengenai “Quality Assurance and Safety of ASEAN Fish and
Fishery Products”. Kesuksesan kolaborasi dengan SEAFDEC juga mendorong
pengembangan inisiatif baru berupa: Seafood Safety Information Network dan
Chloramphenicol, and Nitrofuran Residues in Aquaculture Fish and Fish Products.
Kerjasama Kehutanan
Pengembangan kriteria nasional dan indikator untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan (sustainable forest management/SFM), termasuk pengkajian kebijakan, dan
penanaman hutan telah mengalami kemajuan di masing-masing Negara Anggota ASEAN.
Pada tingkat regional, pengembangan inisiatif Pan ASEAN Timber Certification telah
menggunakan kriteria yang diakui secara internasional untuk memastikan diterimanya
produk kayu ASEAN yang bersertifikat di pasar internasional. Sesuai dengan persyaratan
pelaporan kehutanan internasional, AMAF ke-29 telah menyetujui sebagai berikut:
i. ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests;
ii. Monitoring, Asssesment and Reporting Format for Sustainable Forest Management in
ASEAN; dan
iii. ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF proposals for Action
Isu illegal logging untuk dikerjasamakan di ASEAN telah diperjuangkan oleh
Indonesia lebih dari 3 (tiga) tahun lalu. Pada awalnya, Malaysia sangat resisten terhadap
isu dimaksud. Namun akhirnya, Malaysia dapat menerima illegal logging dikerjasamakan
di ASEAN mengingat hal tersebut telah mendapatkan dukungan dari anggota ASEAN
lainnya. Akhirnya disepakati ASEAN Ministerial Statement on Strengthening Forest Law
Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang memuat mengenai kerja sama
ASEAN untuk memberantas illegal logging and its associated trade. FLEG tersebut telah
didukung dengan Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN 2008 – 2015.
Perkembangan Kerjasama di Bidang Energi
ASEAN telah menetapkan rencana aksi ASEAN yang disebut ASEAN Plan of Action
for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009, yang meliputi langkah-langkah:
memperkuat ketahanan energi regional; meningkatkan integrasi infrastruktur energi
regional; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif yang secara bertahap
mendorong reformasi pasar, liberalisasi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
melibatkan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan energi regional.
Adapun ruang lingkup kerjasama ASEAN di bidang energi mencakup isu-isu: (i).
Ketahanan energi (Energy Security); ii). Pembangunan jaringan kelistrikan (Power
Interconnection); iii). Efisiensi energi (Energy Efficiency); (iv). Kebijakan regional di
bidang energi (Regional Energy Policy); (v). Penelitian dan pengembangan energi
terbarukan (Research and Energy, and Renewable Energy).
KERJASAMA SOSIAL DAN BUDAYA
Kerjasama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk
meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”,
yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-
budaya mencakup kerjasama di bidang kepemudaan, perempuan, kepegawaian,
penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup,
penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan,
dan ketenagakerjaan serta Yayasan ASEAN.
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community)
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASSC)
merupakan bagian dari tiga pilar penting yang saling terkait dan saling melengkapi dalam
kerangka pembentukan komunitas ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar
Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political and Security Community)
dan Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), Pilar Sosial
Budaya ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat proses pengintegrasian di
ASEAN dalam rangka mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan,
meningkatkan kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di kalangan masyarakat
ASEAN.
Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan bergerak berdasarkan
pendekatan kemasyarakatan (People-Centered approach): dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat. Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup
kerjasama yang sangat luas dan multi-sektor, mulai dari upaya pengentasan kemiskinan,
penanganan isu kesehatan, ketenagakerjaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, penanggulangan narkoba, kerjasama pegawai negeri, kerjasama
pendidikan, penerangan, kebudayaan, lingkungan hidup, iptek hingga kerjasama
penanganan kebencanaan. Dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan
ASEAN (ASEAN Awareness).
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community
Blueprint)
Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural
Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya
ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT
ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru
Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberian pedoman
(guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya
Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.
Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi
ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran,
solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN.
Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama
(Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas
Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut:
Pengantar (Introduction)
II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines
B. Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri
dari 94 action lines
C. Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 action
lines
D. Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental
Sustainability), terdiri dari 98 action lines
E. Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action
lines
F. Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri
dari 8 action lines
Pelaksanaan dan Review Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the ASCC
Blueprint)
A. Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)
B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)
C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy)
D. Mekanisme Review (Review Mechanism)
Segera setelah disahkan, Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN diharapkan
dapat segera diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan di masing masing negara
ASEAN dan diimplementasi di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi
ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemangku
kepentingan, mulai dari Pemerintah, kalangan Masyarakat Madani maupun anggota
masyarakat secara luas.
Kerjasama Bidang Sumber Daya Manusia dan Yayasan ASEAN
a) Kerjasama Pemajuan Perempuan
Isu mengenai perempuan mulai diangkat pada ASEAN Women Leaders
Conference di Jakarta pada bulan Desember 1975. Pertemuan pertama ASEAN
Standing Committee di Manila tahun 1975 membentuk ASEAN Sub-Committee on
Women (ASW). Selanjutnya pada Pertemuan ke-20 ASW tahun 2001, ASW
ditingkatkan statusnya menjadi ASEAN Committee on Women (ACW).
Kerjasama ASEAN dalam bidang perempuan menunjukkan perkembangan yang
berarti. Pertemuan ke-5 ACW tahun 2006 di Singapura mengangkat tema
“Membangun Kemitraan melalui Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di ASEAN”.
Hal ini menjadi perhatian utama negara-negara ASEAN dalam meningkatkan upaya
peranan perempuan pada usaha kecil menengah (UKM). Beberapa hal pokok yang
dibahas antara lain: Third Regional Report on the Advancement of Women in
ASEAN; Gender Dimension of Globalisation and Regional Integration; serta
Pelaksanaan Rencana Kerja Declaration on the Elimination of Violence Against
Women (DEVAW).
Indonesia telah mengambil insiatif dengan menyelenggarakan ASEAN High Level
Meeting on Gender Mainstreaming within the Context of CEDAW, BPFA and MDGs
pada tanggal 15-16 November 2006 di Jakarta. Sehubungan dengan upaya ASEAN
untuk membentuk ASEAN Human Right Body, maka negara anggota telah membahas
kemungkinan pembentukan Commission of the Promotion and Protection of the right
of Women and Children pada Joint Round Table Discussion tanggal 7-8 April 2008.
Sementara menunggu terbentuknya Badan HAM ASEAN, Indonesia mengharapkan
pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak kiranya
dapat dilakukan, dan bila Badan HAM ASEAN sudah dapat dibentuk, maka Komisi
tersebut akan menjadi bagian dari Badan HAM ASEAN.
b) Kerjasama Bidang Pemuda
Kerjasama ASEAN di bidang kepemudaan dimulai sejak diselenggarakannya
Konferensi Pemuda tanggal 15-17 September 1975. Dalam perkembangannya, telah
dibentuk Expert Group on Youth dan disepakatinya Declaration of Principles to
strengthen ASEAN Collaboration on Youth pada tahun 1983. Tahun 1998 Expert
Group on Youth berubah nama menjadi ASEAN Sub-Committee on Youth (ASY).
Selanjutnya pada tahun 2001, status ASY ditingkatkan menjadi ASEAN Senior
Officials Meeting on Youth (SOMY). Kegiatan dalam bidang kepemudaan juga
melibatkan LSM dengan dibentuknya Committee for ASEAN Youth Cooperation
(CAYC). Bidang prioritas tersebut kemudian juga tersirat dalam kesepakatan
“Vientienne Action Programme (VAP)” yang disepakati oleh para Kepala Negara
pada KTT ke-10 tanggal 29-30 November 2004 di Vientiane, Lao PDR. Tema utama
VAP adalah untuk mencapai komunitas sosial budaya ASEAN “ASEAN Socio-
Cultural Community (ASCC)” yang bertujuan untuk “nurturing human, cultural and
natural resources for sustained development in a harmonious and people-centred
ASEAN” dengan jangka waktu 2004 -2010.
Prioritas kerjasama pemuda terutama adalah “Building a Community of Caring
Societies” dan “Managing the Social Impact of Economic Integration” dan
“Promoting an ASEAN Identity”. VAP merekomendasikan program kegiatan bagi
pemuda antara lain untuk meningkatan partisipasi pemuda dalam angkatan kerja,
meningkatkan kesadaran dan identitas tentang ASEAN (”ASEAN awareness”)
melalui program Youth Camp dan pertukaran pemuda. Pelaksanaan kegiatan
mengenai pemuda sebenarnya menjadi tanggung jawab SOMY namun mengingat
kegiatan tersebut merupakan kegiatan lintas sektoral, maka implementasi juga
melibatkan sectoral bodies lainnya yang mulai dikoordinasi melalui Coordinating
Conference for the ASEAN Socio-Cultural Community (SOCCOM) sejak pertemuan
di Sekretariat ASEAN Jakarta, pada bulan November 2006.
Para Menteri Pemuda se-ASEAN dalam Sidangnya yang ke-5 di Singapura, 25-26
April 2007, telah sepakat untuk mempertimbangkan aspirasi para pemuda dalam
pengambilan kebijakan dan keputusan guna mencapai visi ASEAN. Sidang ke-5 para
Menteri Pemuda se-ASEAN yang bertema “Youth: Creating Our Future Together”
menghasilkan kesepakatan bahwa pemuda mempunyai peranan penting menentukan
masa depan kawasan ASEAN, oleh karena itu sudah waktunya bagi para pemuda
untuk menampilkan peranannya mulai dari sekarang.
Untuk pertama kalinya pada Sidang ke-5 Para Menteri Pemuda se-ASEAN
diselenggarakan Kaukus Pemuda. Para pemuda ASEAN yang tergabung dalam
Kaukus Pemuda tersebut mengadakan diskusi secara khusus, mengenai isu
pendidikan, kewirausahaan, lingkungan hidup serta keterlibatan pemuda dalam
masyarakat. Rekomendasi Kaukus Pemuda disampaikan secara langsung kepada Para
Menteri Pemuda se ASEAN pada Sidang tersebut.
ASEAN juga melibatkan kerjasama dengan Mitra Wicara dalam upaya pemajuan
pemuda di kawasan seperti dengan China, Jepang dan Republic of Korea (RoK), dan
juga India. Berbagai program yang telah terlaksana dan diharapkan dapat
dilaksanakan secara berkala antara lain:
- ASEAN – Korea Youth Exchange Programme: ASEAN Youth visit to Korea
- Regional Capacity Building Workshop to Promote Youth-Initiated (ICT)
Enterprises
- ASEAN Youth Leadership Development Programme (AYDLP)
- ASEAN – China: ASEAN-China Youth Civil Servants Exchange Programme
- Bridge of Youth: ASEAN In Our Hands
- Program Kapal Pemuda ASEAN–Jepang
- Japan East Asia Network for Exchange Programme (JENESYS)
- ASEAN – India: ASEAN Youth Visit to India
- ASEAN Youth Creativity Expo
- East Asia Youth Leadership Programme
c) Kerjasama Bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Obat-obat Terlarang (P4GN)
Secara umum, inti dari kerjasama penanggulangan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) di tingkat regional ASEAN
diarahkan pada upaya realisasi komitmen A Drug Free ASEAN 2015 (Kawasan
Bebas Narkoba ASEAN 2015), yang dipertegas dalam Rencana Aksi Komunitas
Sosial-Budaya. Upaya di tingkat regional tersebut diselaraskan dengan langkah-
langkah di tingkat nasional yang menetapkan pencapaian Kawasan Bebas Narkoba
Indonesia 2015.
Pada tanggal 25-26 Agustus 2008 diadakan Pertemuan ke-29 ASOD di Bandar
Seri Begawan, Brunei Darusssalam, yang dilanjutkan dengan Pertemuan ke-4 SOMTC
+ 3 Working Group Meeting on Narcotics, Pertemuan ASOD + India Consultation
dan Pertemuan ke-5 ACCORD Joint Task Force. Rangkaian pertemuan membahas
berbagai proyek kerjasama untuk peningkatan kapasitas dan kerjasama dalam P4GN
serta peningkatan kerjasama dengan Jepang, Republik Korea dan China (Plus Three).
d) Kerjasama Bidang Kepegawaian dan Administrasi
Dibentuknya ASEAN Conference on Civil Service Matters (ACCSM) pada
tahun 1981 mempunyai tujuan untuk saling tukar menukar pengalaman kerja serta
memperbaiki efisiensi dan efektivitas manajemen publik yang dalam fungsinya
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun mekanisme ACCSM meliputi
kegiatan-kegiatan antara lain: konferensi/seminar tingkat para pimpinan (pejabat
tinggi pemerintahan) maupun pakar dibidang pelayanan umum, pertukaran kunjungan
antara pejabat pemerintahan, pelatihan dan penelitian dibidang administrasi publik
dan hal lain yang berhubungan dengan kebijakan pegawai di lingkungan ASEAN.
Kerjasama Kebudayaan, Penerangan, dan Pendidikan
a) Kerjasama Bidang Kebudayaan dan Penerangan
Kerjasama ASEAN di bidang kebudayaan dan penerangan pada awalnya
ditangani oleh Komite Tetap Kegiatan Sosial Budaya (Permanent Committee on
Socio-Cultural Activities) dan Komite Tetap Media Massa (Permanent Committee on
Mass Media) yang didirikan tahun 1972. Baru pada tahun 1978, dibentuk ASEAN
Committee on Culture and Information (ASEAN-COCI) yang bertujuan untuk
mempromosikan kerjasama yang efektif di bidang kebudayaan dan penerangan dalam
rangka meningkatkan saling pengertian (mutual understanding) dan solidaritas
diantara masyarakat ASEAN. ASEAN-COCI bersidang sekali dalam setahun untuk
membahas proposal kegiatan dan melakukan evaluasi pelaksanaan proyek yang telah
dilaksanakan, yang meliputi antara lain pameran, pertunjukan seni, seminar,
pertukaran tenaga ahli dan peneliti, serta publikasi berbagai kegiatan kebudayaan.
Jabatan Ketua ASEAN-COCI dipegang secara bergilir dengan periode kepemimpinan
tiga tahun. Pada Pertemuan ke-34 ASEAN-COCI di Manila, Filipina, 10-14 Mei 1999,
dibentuk dua Sub-Committee dibawah COCI, yaitu Sub-Committee on Culture (SCC)
dan Sub-Committee on Information (SCI) yang masing-masing bersidang dua kali
dalam setahun.
Guna mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan COCI, pada tahun 1978, para
Menteri Luar Negeri ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Culture Fund (ACF).
Jepang merupakan negara Mitra Wicara pertama yang memberikan kontribusi kepada
ACF sebesar ¥5 milyar yang menjadi dana abadi ACF. ACF bersifat endowment fund,
yang berarti hanya bunga pengelolaan dana tersebut yang dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan COCI. Penggunaan dana ACF dimonitor oleh advisory
committee yang beranggotakan pejabat-pejabat dari negara-negara anggota ASEAN.
ACF juga menerima sumbangan dari negara-negara anggota ASEAN, negara-negara
Mitra Wicara lainnya dan organisasi-organisasi internasional.
b) Kerjasama Bidang Pendidikan
Kerjasama bidang pendidikan di wilayah Asia Tenggara dimulai dengan
pembentukan South East Asian Ministers of Education Organizaton (SEAMEO)
tanggal 30 November 1965. Sedangkan kerjasama pendidikan dalam kerangka
ASEAN dilakukan oleh ASEAN Committee on Social Development (COSD), yang
kemudian diubah menjadi ASEAN Sub-Committee on Education (ASCOE), dan
diubah lagi menjadi ASEAN Committee on Education (mempergunakan akronim
yang sama: ASCOE) pada sidang ke-9 ASCOE di Vientiane, Laos, 26 – 27 September
2001.
Gagasan untuk mengadakan pertemuan ASEAN Ministers of Education (ASED)
secara back-to-back dengan pertemuan South East Asian Ministers of Education
Organizaton (SEAMEO) muncul pada pertemuan SEAMEO di Bangkok tahun 2005.
Pertemuan ASED pertama dilaksanakan di Singapura pada bulan Maret 2006,
menyepakati strategi dasar dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN melalui
kerjasama pendidikan guna meningkatkan kesadaran (promoting awareness) dan
saling pengertian (understanding). Kerjasama diwujudkan antara lain dengan kegiatan
pertukaran mahasiswa dan peningkatan kapasitas (capacity building) tenaga pengajar.
Di level teknis, kerjasama pendidikan dibahas dalam forum Pertemuan Pejabat
Senior Pendidikan ASEAN (ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-
ED). Dalam SOM-ED di Bangkok, 24 November 2006, disepakati agar Sekretariat
ASEAN, Sekretariat SEAMEO dan Sekretariat ASEAN University Network (AUN)
bekerjasama untuk mengembangkan jejaring regional (regional framework) guna
mendukung ASEAN Community Building, melalui pertukaran pelajar/mahasiswa dan
akademisi, serta kerjasama penelitian antara peneliti dengan akademisi. Jejaring
regional (regional framework) dimaksud akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan
untuk memajukan ASEAN awareness di sekolah-sekolah, termasuk mempromosikan
ASEAN Studies di sekolah-sekolah dasar dan menengah.
Pertemuan ASEAN Education Ministers Meeting (ASED) kedua berlangsung di
Bali tanggal 16 Maret 2007, membahas antara lain hal-hal berikut:
i) Menghidupkan kembali ASEAN Student Exchange Programme pada tahun
2008 dan seterusnya sampai 2013;
ii) Menegaskan pentingnya peran dunia pendidikan di ASEAN, membangun
identitas ASEAN dan lingkungan yang multi-kultural; dan
iii) Mengupayakan substansi pendidikan terefleksi dalam ASEAN Charter, yang
tidak hanya berada pada pilar sosial budaya melainkan mencakup ketiga
pilar Komunitas ASEAN, yang dapat meningkatkan competitiveness masing-
masing negara anggota maupun ASEAN sebagai organisasi regional.
The 3rd ASEAN Education Ministers Meeting (ASED) diselenggarakan di Kuala
Lumpur, 15 Maret 2008, membahas antara lain kerjasama dalam peningkatan standar
pengajaran, pelatihan bahasa Inggris, penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pendidikan, serta pelatihan kejuruan dan teknis. Selain itu
disepakati pula untuk mengembangkan ASEAN Scholarship Program, menggunakan
common content untuk bahan-bahan pelajaran mengenai ASEAN di sekolah dasar dan
menengah pertama, mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara AUN dengan
SEAMEO-RIHED (Regional Centre for Higher Education and Development), dan
memfokuskan kerjasama ke depan dalam upaya mencapai Education For All (EFA)
tahun 2015.
Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Lingkungan Hidup dan Bencana
Alam
a) Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kerjasama ilmu pengetahuan, riset dan teknologi dalam kerangka ASEAN telah
terbentuk sejak tahun 1967 sebagai bagian dari program ASEAN-help-ASEAN
Initiative. Kerjasama Iptek ASEAN tidak hanya terfokus pada upaya pengembangan
Iptek namun juga diarahkan untuk lebih memasyarakatkan pemanfaatan Iptek terapan
bagi pembangunan sosial dan ekonomi. ASEAN berupaya untuk mendorong sebanyak
mungkin partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan iptek
termasuk sektor swasta.
Beberapa program kerja utama yang akan dilaksanakan antara lain adalah (a)
memperkuat kolaborasi dan jaringan kerjasama dengan berbagai institusi riset dan
pengembangan, baik yang ada di tingkat regional maupun global (b) meningkatkan
intensitas kegiatan penelitian iptek termasuk melalui pertukaran tenaga ahli dan
pemberian beasiswa (c) memperkuat kerjasama alih teknologi serta (d) memperkuat
pembangunan dan pemanfaatan ‘digital content’
b) Kerjasama Lingkungan Hidup
Secara formal kerjasama ASEAN di bidang lingkungan hidup dimulai sejak tahun
1978, ditandai dengan dibentuknya ASEAN Experts Group on the Environment
(AEGE) di bawah Committee on Science and Technology (COST). Pembentukan
wadah tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama yang sudah dirintis sejak
tahun 1971 melalui Permanent Committee on Science and Technology. Ketika itu,
AEGE diberi mandat untuk mempersiapkan ASEAN Environmental Programme
(ASEP) yaitu program kegiatan ASEAN di bidang lingkungan hidup.
Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam kerjasama lingkungan adalah
mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau (Creating Clean and
Green ASEAN), dengan mengacu pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang
berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam
secara arif dan lestari.
Salah satu kerjasama bidang lingkungan yang menjadi prioritas ASEAN adalah
memaksimalkan upaya bersama dalam penanganan polusi kabut asap (haze) lintas
batas yang ditimbulkan oleh terjadinya kebakaran hutan dan lahan. ASEAN telah
menyepakati ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang
ditandatangani di Kuala Lumpur, Juni 2002.
Pada tahun 2006, atas inisiatif Pemerintah Indonesia, di Riau telah
diselenggarakan pertemuan khusus negara anggota ASEAN untuk menuntaskan
permasalahan polusi asap lintas batas yang selama ini membawa dampak sosial dan
ekonomi cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Pertemuan Riau antara lain telah
menggulirkan pembentukan the ASEAN Sub-Regional Ministerial Steering
Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) yang beranggotakan 5 negara
sub-regional ASEAN yang selain ini terkena dampak dari polusi asap lintas batas
yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
c) Kerjasama Penanggulangan Bencana Alam
Kerjasama penanganan bencana alam dalam kerangka ASEAN sebenarnya sudah
terbangun lebih dari tigapuluh tahun lamanya. Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang
menandai berdirinya ASEAN merupakan landasan bagi negara anggotanya untuk
saling memperkuat kerjasama regional guna meningkatkan kedamaian, stabilitas,
kemajuan regional serta untuk saling memupuk persaudaraan dan solidaritas terutama
di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana.
Komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk saling membantu pada saat
terjadi bencana antara lain dimuat dalam Declaration of ASEAN Concord yang
ditandatangani pada tanggal 24 Pebruari 1976. Deklarasi tersebut menyebutkan bahwa
natural disasters and other major calamities can retard the pace of development of
member states, therefore they shall extend, within their capabilities, assistance for
relief of member states in distress. Para Pemimpin ASEAN ketika itu sepakat untuk
menjadikan isu penanganan bencana sebagai salah satu bagian penting dari tujuan
kerjasama ASEAN.
Kerjasama Bidang Pembangunan Sosial
a) Kerjasama Bidang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan
Kerjasama ASEAN di bidang pembangunan pedesaan dan pengentasan
kemiskinan didasari oleh Dokumen Ministerial Understanding on Rural Development
and Poverty Eradication (RDPE), yang mengacu pada Declaration of ASEAN
Concord (Bali Concord I) 1976, menekankan kepedulian ASEAN pada masalah
penanggulangan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan buta huruf, serta memutuskan
untuk meningkatkan kerjasama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi,
khususnya dalam rangka meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup
masyarakat ASEAN.
Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan Januari 2007, Para pemimpin ASEAN
antara lain telah menegaskan kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian
lebih besar pada penanganan masalah kemiskinan, melalui berbagai program
pemberdayaaan masyarakat. Dalam kaitan ini para pemimpin ASEAN
menggarisbawahi bahwa upaya penanggulangan kemiskinan akan dilaksanakan
melalui implementasi program-program yang lebih bersifat partisipatif yaitu dengan
melibatkan sebanyak mungkin keikutsertaan masyarakat.
b) Kerjasama Bidang Kesehatan
Kerjasama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah upaya
penanggulangan penyakit menular. Penanggulangan penyakit menular di ASEAN
dilakukan melalui mekanisme ASEAN Expert Group on Communicable Diseases
(AEGCD). Program utama dalam kerangka AEGCD dilaksanakan melalui ASEAN+3
Infectious Diseases Programme (ASEAN + 3 EID Programme). Fase ke-2 program
tersebut (2006-2009), terdiri dari sejumlah prioritas sebagai berikut:
- Identifikasi dini emerging infectious diseases/penyakit menular (termasuk
HIV dan AIDS; SARS, AI), serta langkah penanggulangannya.
- Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging concerns di bidang
kesehatan dan kesejahteraan sosial;
- Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam penanganan kesehatan
bagi para manula serta obat tradisional.
Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan ASEAN Work Programme
(AWP) on HIV and AIDS Prevention dilakukan sejak tahun 1995 dan sampai saat
ini memasuki tahap III (AWP III) untuk periode 2006-2010. Kerjasama penanganan
HIV dan AIDS dipertegas kembali dalam KTT ke-12 ASEAN di Cebu melalui
ASEAN Comitments on HIV and AIDS. Inti dari komitmen bersama itu antara lain
kesepahaman untuk memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan,
menghilangkan stigma dan diskriminasi serta meningkatkan kerjasama pemerintah
dengan civil society dan swasta.
c) Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan
Salah satu keberhasilan kerjasama ASEAN di bidang ketenagakerjaan adalah
dibentuknya pusat pelatihan dan informasi mengenai perbaikan lingkungan kerja,
yang dikenal dengan ASEAN Occupational Safety on Health Network (ASEAN
OSHNET) pada bulan Agustus 2000. ASEAN-OSHNET bertujuan meningkatkan
daya saing dan kompetensi tenaga kerja ASEAN, serta menciptakan jaringan
kelembagaan yang kuat. Sekretariat ASEAN-OSHNET yang pertama kali bertempat
di Indonesia untuk tahun 2000-2004. Selanjutnya penempatan Sekretariat ASEAN-
OSHNET digilir setiap 3 tahun sekali untuk masing-masing negara anggota ASEAN.
Pada pertemuan ke-3 Ad Hoc-Working Group on Progressive Labour Practice, di
Yogyakarta tanggal 9-10 September 2007, antara lain telah disepakati bahwa Filipina
akan menyusun TOR Forum sebagai rujukan dalam pembentukan dan pelaksanaan
kegiatan dalam membahas penanganan isu migrant worker. Dalam kaitan ini,
pertemuan ke-1 ASEAN Forum on Migrant Labour di Filipina tanggal 24-25 April
2008 telah menyepakati untuk menyelenggarakan Forum tersebut secara reguler dan
sepakat untuk menjadwalkan pertemuan ASEAN Committee on the Implementation of
Declaration on the Protection of the Rights of Migrant Workers serta menyusun
struktur dan fungsi Komite dimaksud sebelum KTT ke-14 tahun 2008. Disepakati
bahwa kedudukan Forum akan berada dibawah Komite dan menyampaikan laporan
kepada SLOM.
Pertemuan ke-20 ASEAN Labour Ministerial Meeting (ALMM) di Bangkok
tanggal 6-9 Mei 2008 menegaskan kembali untuk segera membentuk Komite
(ASEAN Committee on Migrant Workers/ACMW)) sebelum KTT ASEAN ke-14.
Dalam kaitan ini, Pertemuan Komite pertama yang berlangsung tanggal 15-16
September 2008, telah berhasil merumuskan suatu workplan dalam rangka
implementasi Deklarasi dan pembentukan instrumen bagi perlindungan dan pemajuan
hak-hak para pekerja.
d) Kerjasama Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial
Kerjasama di bidang pembangunan dan kesejahteraan sosial dilakukan melalui
ASEAN Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development (SOMSWD).
SOMSWD memfokuskan pada program-program kesejahteraan sosial yang meliputi
antara lain kependudukan, anak-anak, penyandang cacat, lansia dan keluarga.
Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015,
ASEAN juga telah memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan
right based approach. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan
masyarakat termasuk anak-anak, perempuan para manula dan juga penyandang cacat
dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan.
Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN GO-NGO Forum yang
berlangsung secara back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social
Welfare and Development di Ha Noi tanggal 4-6 Desember 2007, yang berupaya
mengarustamakan para penyandang cacat dalam setiap kebijakan pembangunan dan
kesejahteraan sosial dengan menggunakan right based approach tersebut.
Pertemuan Preparatory Senior Officials Meeting for the 6th ASEAN Ministerial
Meeting for Social Welfare and Development (PrepSOM for the 6th AMMSWD) di
Ha Noi, tanggal 4-5 Desember 2007 antara lain merekomendasikan sejumlah program
kegiatan untuk dicantumkan dalam cetak biru ASEAN Socio-Culture Community
(ASCC Blueprint), ‘ sebagai acuan dalam pelaksanaan kerjasama pembangunan dan
kesejahteraan sosial yaitu:
- Pembentukan the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the
Rights of Woman and the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of
The Rights of Children through an ASEAN Agreement by 2010.
- Pembentukan suatu jejaring atau kelompok kerja bagi pencegahan kekerasan
terhadap perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun
2009.
- Pembentukan Jejaring untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia,
khususnya, perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada
tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmidzi, Agus. 1991. Asean Selayang Pandang. Sekretaris Nasional. Jakarta: Departemen
Luar Negeri RI.
Djani , Dian T. 2008. Asean Selayang Pandang. Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN.
Jakarta: Departemen Luar Negeri RI.
,