tugas jurnal kepemimpinan terhadap produktivitas
TRANSCRIPT
TUGAS JURNAL
KEPEMIMPINAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
Disusun oleh:
Fakhri Darussalam
063 07 083
Perancangan Industri Manufaktur III
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Trisakti
Jakarta
2010
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi
orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pembahasan
tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi
kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat
dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat
tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi
dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Tugas Kepemimpinan
Tugas kepemimpinan, leadership function, meliputi dua bidang utama,
pekerjaan yang harus diselesaikan dan kekompakan orang yang dipimpinannya. Tugas
yang berhubungan dengan pekerjaan disebut task function. Tugsa yang berhubungan
dengan pekerjaan perlu agar pekerjaan kelompok dapat diselesaikan dan kelompokm
mencapai tujuannya. Tugas yang berhubungan dengan kekompakan kelompok
dibutuhkan agar hubungan antar orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar
dan enak jalannya. Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kerja kelompok
antara lain ;
1. Memulai, initiating; usaha agar kelompok mulai kegiatan atau tugas
tertentu.
2. Mengatur, regulating; tindakan untuk mengatur arah dan langkah kegiatan
kelompok
3. Memberitahu, informing; kegitan memberi informasi,data,fakta dan
pendapat kepada para anggota dan meminta mereka dari mereka
informasi,data atau pendapat.
4. Mendukung, supporting; usaha untuk menerima gagasan,pendapat dari
bawah dan menyempurnakannya dengan menambah atau mengurangi untuk
penyelesaian tugas bersama.
5. Menilai, evaluating; tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara
kerja yang diambil dengan menunjukkan konsekuensi dan untung-ruginya.
6. Menyimpulkan, summarizing; kegiatan untuk menyimpulkan gagasan untuk
tindakan lebih lanjut.
Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan kelompok antara lain :
1. Mendorong, encouraging; bersikap hangat,bersahabat dan menerima orang lain
2. Mengungkapkan perasaan, expressing feeling; tindakan menyatakan perasaan
terhadap kerja dan kekompakan kelompok seperti rasa puas, senang,bangga,dan
ikut sepenangungan seperasaan jika terjadi masalah didalam kelompok
3. Mendamaikan, harmonizing; tindakan mendamaikan dan mempertemukan
orang-orang yang berbeda pendapat
4. Mengalah, compromizing; kemauan untuk mengubah dan menyesuaikan
pendapat dengan perasaan orang lain
5. Memperlancar, gatekeeping; kesediaan mempermudah keikutsertaan para
anggota dalam kelompok, sehingga rela menyumbangkan pendapat.
6. Memasang aturan permainan, setting standard; tindakan menyampaikan tata
tertib yang membantu kehidupan kelompok
Gaya kepemimpinan berdasarkan dua bidang tugas kepemimpinan, dulu orang hanya
mengenal dua gaya kepemimpinan. Pertama gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas,dan yang berorientasi kepaada manusia. Dari dua bidang tersebut,akhir-akhir ini
dikembangkan menjadi 4 gaya kepemimpinan dasar,yaitu:
a. Kekompakan tinggi dan kerja rendah gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga
hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang
memperhatikan unsure tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian
tugas bersama. Inilah gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social
rekreatif,yang sebagian besar ditujukan untuk hubungan antar anggota.
Namun gaya ini dapat cocok dan tepat untuk kelompok yang diwaktu lampau
pernah berkembang baik dan efektih, tetapi menghadapi masalah atau situasi
yang memacetkan atau melenyapkan semangat anggota. Gaya kepemimpinan ini
baik untuk mempengaruhi semangat kelompok dan memotivasi mereka. Gaya
kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di waktu lampau kurang
mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu sibuk dengan urusan
menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan, demi tercapainya tujuan
bersama.
b. Kerja tinggi dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang menekankan
penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan ini
menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya kepemimpin ini tepat
digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam militer.
c. Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya kepemimpin yang mengutamakan
kerja dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam pembentukan kelompok.
Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan perilaku
yang membuat kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya dicapai
adalah membantu kelompok menjadi kelompok yang matang, yang mampu
menjalankan kedua tugas kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin ini menjadi
tidak cocok dipakai jika tugas dan kekompakan kelompok telah diselesaikan
anggota kelompok dengan baik.
d. Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang kurang
menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok buat
kelompok yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan ini
merupakan gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang
sudah jadi. Gaya kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang
belum jadi. Gaya kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan apapun.
Cara mempengaruhi kelompok diatas sudah dijelaskan bahwa kepemimpinan
merupakan proses mempengaruhi orang atau kelompok yang dipimpin.
1. Pemimpin menyuruh kelompok, manakala dia sendiri memikirkan
perkara,memgambil putusan tentang perkara itu dan memberitaukan kepada
orang yang dipimpinnya.
2. Pemimpin menjual kepada kelompok orang-orang yang dipimpinanya,
manakala dia memikirkan perkara, memgambil keputusan tentang perkara
itu,lalu memberitahukan putusan itu terhadap orang-orang yang
dipimpinanya sambil menjelaskan dan meyakinkan mereka untuk menerima
keputusan itu dengan memberitahuka untung-ruginya
3. Pemimpin minta nasihat, jika dia mnyampaikan masalah kepada orang yang
dipimpinnya meneriam usul dan nasihat serta pemecahannya,lalu membuat
putusan sendiri.
4. Pemimpin bergabung dengan orang yang dipimpin jika dia menyajikan
masalah kepada orang-orang yang dipimpin serta bersama mencari
pemecahan masalah tersebut,dan akhirnya mencapai pemecahan bersama.
5. Pemimpin memberi kekuasaan kepada orang yang dipimpin, dia menyajikan
masalah,memberi tahu batas pemecahannya dan menyerahkan kepada
mereka cara pemecahannya
Factor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan dalam melaksanakan tugas
kepemimpina mempengaruhi orang atau kelompok menuju tujuan tertentu,kita
pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor itu berasal dari diri kita
sendiri,pandangan kita terhadap manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu
kepemimpinan kita laksanakan. Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status
dan hak untuk memdapatkan fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek
kepemimpinan yang tidak sama dengan orang yang mengartikan kepemimpinan sebagai
pelayanan kesejahtraan orang yang dipimpinnya. Factor-faktor yang berasal dari kita
sendiri yang mempengaruhi kepemimpina kita adalah pengertian kita tentang
kepemimpinan, nilai atau hal yang kita kejar dalam kepemimpinan, cara kita menduduki
tingkat pemimpin dan pengalaman yang kita miliki dalam bidang kepemimpinan.
Produktivitas adalah pengukuran seberapa baik sumber daya yang digunakan
bersama didalam organisasi untuk menyelesaikan suatu kumpulan hasil-hasil (Paul
Mali). Perbandingan antara elemen-elemen produksi dengan yang dihasilkan merupakan
ukuran produktivitas. Elemen - elemen produksi tersebut berupa: tanah, kapital, buruh,
& organisasi (ILO). Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin & hari
esok lebih baik dari hari ini (Dewan Produktivitas Nasional).
Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap
mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik
dari hari ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan
diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian
suatu tujuan harus ada kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan
sebagai sistem.
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari
suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah: “Kemampuan
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia
dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal.”
Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas sangat
dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviours dari para
pekerja yang ada di dalam organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas
meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya (Gomes, 1995, p.160).
Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih
banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber daya
yang serba terbatas (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.137). Menurut Manuaba
(1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala
macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing)
dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain
bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja
secara total (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.138). Menurut Sinungan, (2003,
p.12), secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun
fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas juga
diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa.
Produktivitas juga diartikan sebagai:
a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil
b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang
dinyatakan dalam satuan-satuan (unit) umum.
Ukuran produktivitas yang paling terkenal berkaitan dengan tenaga kerja yang dapat
dihitung dengan membagi pengeluaran oleh jumlah yang digunakan atau jam-jam kerja
orang.
Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut system pemasukan fisik
perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut
pandangan/ pengawasan harian, pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak
memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk
memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode
pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam
unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan
dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga
kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana = Hasil dalam jam-
jam yang standar : Masukan dalam jam-jam waktu.
Untuk mengukur suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis
ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja
yang dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-
jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja
namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi
bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit
yang diperlukan, yakni: kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja
(Sinungan, 2003, p.24-25). Menurut Wignjosoebroto, (2000, p.25), produktivitas secara
umum akan dapat diformulasikan sebagai berikut:
Produktivitas = Output/input(measurable)+ input (invisible).
Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis, metodologi
kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi kerja. Untuk mengukur produktivitas
kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa
dipakai untuk maksud ini, yaitu:
Produktivitas = total keluaran yang dihasilkan
Tenaga Kerja jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Di sini produktivitas dari
tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total
tenaga kerja yang jam manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari
tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi biasanya meliputi keduanya.
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip
oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas
pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Pentingnya produktivitas kerja mencakup banyak hal, dimulai dari produktivitas tenaga
kerja, produktivitas organisasi, produktivitas modal, produktivitas pemasaran,
produktivitas produksi, produktivitas keuangan dan produktivitas produk. Pada tahap
awal revolusi industri di negara-negara Eropa, perhatian lebih banyak tertuju pada
bidang produktivitas tenaga kerja, produktivitas produksi dan produktivitas pemasaran.
Sedangkan di negara Jepang, perhatian peningkatan produktivitas tertuju pada
produktivitas tenaga kerja dan produktivitas organisasi, sehingga keharmonisan
kepentingan buruh dan majikan dipelihara dengan baik.
Riggs (dalam Prisma. 1986:5) menyatakan ada 3 tahapan penting yang perlu ditempuh
untuk mensukseskan gerakan produktivitas, yaitu dengan ringkasan A-I-M (Awareness,
Improvement, dan Maintanence).
Indonesia, pada saat ini masih pada tahap Awareness, belum mencapai
Inprovement dan Maintanance. Untuk sampai pada tahap Improvement dan
Maintanance banyak cara yang ditempuh, diantaranya dengan meningkatkan
produktivitas total, yang terdiri dari (a). Tingkat ekonomi makro; (b). Tingkat sektor
lapangan usaha; (c). Tingkat unit organisasi secara individual dan; (d). Tingkat manusia
secara individual. Simanjuntak (1983) menyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi
oleh faktor yang bersumber dari individu itu sendiri, lingkungan sosial pekerjaan, dan
faktor yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan. Batu Bara (1989) menyatakan
bahwa produktivitas itu dipengaruhi oleh motivasi dan atos kerja, Keterampilan dan
kualitas tenaga kerja, pengupahan dan jaminan sosial.
Sedangkan kepemimpinana memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat
dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pimpinan membutuhkan orang lain, yaitu bawahan untuk melaksanakan
secara langsung tugas-tugas, di samping memerlukan sarana dan prasarana lainnya.
Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan,
memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan
organisasional.
Bennis (dalam Kartono, 1982) memberi batasan kepemimpinan sebagai “… the
process by which an agent induces a subordinate to behave in a desired manner” (proses
yang digunakan seorang pejabat menggerakkan bawahannya untuk berlaku sesuai
dengan cara yang diharapkan). Dari defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa
kepemimplnan adalah merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan
(followers) agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan
tersebut. Oleh karena pentingnya peranan kepemimpinan di dalam kehidupan
organisasional, ada pakar yang menyebut bahwa “Leadership is getting things done by
the others”. Seorang pemimpin di dalam melaksanakan kepemimpinan haruslah
memiliki kriteria-kriteria yang diharapkan, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki
kriteria yang lebih dari pada bawahannya misalnya jujur, adil, bertanggung jawab, loyal,
energik, dan beberapa kriteria-kriteria lainnya. Kepemimpinan merupakan sebuah
hubungan yang kompleks, oleh karena berhadapan dengan kondisi-kondisi ekonomi,
nilai-nilai sosial dan pertimbangan politis.
Gaya kepemimpinan Situasional dan produktivitas kerja
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai
pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan/pegawai. Hal
ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang
termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam
meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya
Kepemimpinan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari
yang paling klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional.
Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan
situasionallah yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini.
Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya
yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong
pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka
gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga
memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan/pemimpin perlu
membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu
bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak
mau melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam
melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini
pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang
diinginkan oleh bawahan.
Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan
yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak
perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan
sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan
tugas/tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka
bawahan/pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan
produktivitas kerjanya akan meningkat. Selain itu ada beberapa jenis gaya
kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik
sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan
Blancard. (dalam Erika revida)
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum.
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren
Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
a. Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
b. Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya
demokratis)
2. Gaya Managerial Grid Sesungguhnya
Gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu
aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton
menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya
(followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di
tengah-tengah gaya ekstrim tersebut,
a. Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai.
sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam
organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara
menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
b. Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang
akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer
seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team
manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan
produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
c. Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-
orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah.
Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih
mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar
bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada
seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
d. Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang
otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih
menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui
efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau
sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang
akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha
menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap
orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak
terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak
mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
Tiga Dimensi dari Reddin. Menurut Reddin, ada jenis gaya yang barus diperhatikan
yaitu gaya yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya kepemimpinan dari Reddin ini
tidak terpengaruh kepada lingkungan sakitarnya. Gaya yang efektif terdiri atas empat
jenis, yaitu :
1. Eksekutif. Gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas
pekerjaan dan hubungan kerja. Manajer seperti ini berfungsi sebagai motivator
yang baik dan mau menetapkan produktivitas yang tinggi.
2. Pencinta Pengembangan (Developer). Pada gaya ini lebih mempunyai perhatian
yang penuh terhadap hubungan kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas
pekerjaan adalah minim.
3. Otokratis yang baik. Gaya kepemimpinan ini menekankan perhatian yang
maksimum terhadap pekerjaan (tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan
kerja yang minimum sekali, tetapi tetap berusaha agar menjaga perasaan
bawahannya.
Gaya yang tidak efektif adalah sebagai berikut:
1. Pencinta Kompromi (Compromiser).
Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja
berdasarkan situasi yang kompromi.
2. Missionari.
Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti
memberikan perhatian yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja
tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai.
3. Otokrat
Pemimpin tipe seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan
sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.
4. Lari dari tugas (Deserter)
Manajer yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan
perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.
Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan
dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard
yang amat menarik untuk dipelajari. Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga
hal yang saling berhubungan yaitu:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
3. Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam
melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada perilaku
pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan dengan tingkat
kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini diartikan
sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk bertanggung jawab
dalam mengarahkan perilaku sendiri. Menurut Hersey dan Blancard penemunya (1979)
ada empat jenis tingkat kematangan bawahan (followers) yaitu :
1. Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1).
2. Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2).
3. Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3).
4. Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
Gaya kepemimpinan “Partisipasi” adalah gaya yang sesuai untuk tingkat
kematangan Mampu akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung
jawab (M3)/tugas, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan
tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus
seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif
mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan/pengikutnya.
Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4), maka gaya
kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena orang/bawahan seperti ini
adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan
sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan
mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk
melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana
pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan
komunikasi dua arah.
How Leadership Styles Affect Productivity
There are 4 primary leadership styles, many of which you can find within most
businesses or organizations around the world. These styles are: Dictatorial,
Authoritative, Consultative, and Participative.
Leadership Styles
Definitions and descriptions of leaderships styles range from the very simple to
the very complex. Leadership styles can be identified by how authority is used, how a
leader relates to others, employees minds and muscles are used, and how a leader
communicates.
Dictatorial Style
The leader or manager using this style operates like a dictator. He or she makes
all the decisions about what, where, when, why, how things are done, and who will do
them. Employees failing to following directions are usually severly disciplined or given
cause for “early retirement” (as recently happened to a friend of mine).
The dictatorial leader traits are: all decision-making power is theirs, unrealistic in
demands, uses excessive discipline and punishment, does not allow others to question
decisions or authority. A more passive style of this is: all decision-making power is
theirs, unrealistic demands clouded in humor, subtle forms of discipline and
punishment, allows questions about decisions (on the surface) but ignores them,
pretends to be your friend only to get their way
Authoritative Style
Because of the volatile nature of the dictatorial style, more leaders and managers
opt for the authoritative style. The authoritative leader traits are: seldom lets others
make decisions, feels he/she is the most qualified and experienced, considers his/her
views to be most valid, lacks confidence in others abilities, critical of differing opinions,
rarely gives recognition, is easily offended, uses others for his/her benefit, action
oriented, highly comtetitive
The biggest weakness of this style is the failure to recognize the skills and
abilities within other people. They are often denied opportunities to use or exhibit their
skills in decision-making venues. Yet, the greatest strength of this style is to produce
action when it is needed.
Consultative Style
This style focuses on using the skills, experiences, and ideas of others. However,
the leader or manager using this style still retains the final decision-making power. To
his or her credit, they will not make major decisions without first getting the input from
those that will be affected.
The consultative leader traits are: often involve others in problem solving, team
building, retains right for final decisions, focuses his/her time on more important
activities, provides proper recognition, delegates but keeps “veto power”, weighs all
alternatives before final decision is made
Participative Style
A unique managerial style that many feel uncomfortable with is the participative
style. Most of the authority, not all, is given to the team. The manager remains the team
leader. The participative leader traits are: team member ideas or equal with the leader,
everyone’s input is considered, leader is team facilitator, leader is coach/player,
frequently accepts teams ideas over own, focus is on stimulating creativity, creates
culture of innovation
Each of the leadership styles have impact on reforming and/or creating company
culture. There are short and long-term affects of each style. For instance, the
authoritative style may produce great results in a short amount of time. However,
excessive use of authority will decrease productivity in the long-term. People either get
fed up and leave or fall into a malaise of hum-drum repetitive tasks without creativity
and innovation.
All the while, a participative style will be unproductive in the short-term. But, the
longer this style of leading, the more productive a company can become. Many leaders
never make it to a point of high productivity. They give up before the participative style
kicks in and the company starts to escalate. They see the initial drop in production and
cannot wait long enough for the true results.
Do not give up.
Though many leaders and managers get discouraged seeing a drop in
productivity when transitioning to a participative approach — productivity will come
over time. People will see they have opportunities to create and innovate and their
production becomes greater than before.
Three Keys There are three keys that determine your leadership style.
1. How you view and use authority
2. How you view and use human resources
3. How you view and relate to people
The more you keep control the more authoritative your style the more you share control,
the more participative your style of leadership.
Questions For Reflection. Ask your self these questions to see if you (or those around
you) are moving toward a more authoritative or a more participative leadership style.
- Are employees involved in the planning process?
- What percentage of total employees know the vision and goals for the company?
- Do employees feel ownership?
- Do employees feel trusted?
- Is information readily exchanged between departments?
- Is information received from others truly accurate?
- Is problem solving delegated?
- Is there regular duplication of effort?
- Is there an inordinate amount of time spent correcting mistakes?
- Are relationships between leaders and subordinates good most all the time?
- Are departmental relations good most all the time?
- How rare is conflict?
- What is the company attitude toward authority?
- Are conflicts ignored?
- Do people fear failure?
- How do employees feel toward the organization?
Daftar Pustaka
http://cokroaminoto.blogetery.com/2008/04/18/gaya-kepemimpinan-dan-produktivitas-
kerja/
http://apindo.or.id/images/_res/GambaranUmumProduktivitas.pdf
http://weirdblog.wordpress.com/2007/09/05/how-leadership-styles-affect-productivity/
http://weirdblog.wordpress.com/2007/09/04/leadership-styles-dictatorial-authoritative-
consultative-participative/