tugas agama
DESCRIPTION
agama islamTRANSCRIPT
AGAMA ISLAM
”IMAN DAN TAQWA”
Disusun Oleh :
Ilham Z.A 1183040069
Kurnia Sari 1283041052
Irma Niar 1383051003
Fitrianingsih 1382041027
Fatkhtur Rizal Jamal 1382041090
Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya.Sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan.Makalah ini merupakan syarat untuk melengkapi nilai tugas
mata kuliah Agama Islam.
Penyusunan makalah ini juga dimaksudkan untuk dapat menambah wawasan kita sebagai
seorang muslimdalam memahami tentang Iman dan Taqwa.. Sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis,
PENDAHULUAN
Proses pembentukan akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketaqwaan
sesorang muslim. Dengan kata lain, semakin baik keimanan dan ketaqwaan seseorang maka akan
semakin baik pula akhlak muslim tersebut.
Saat ini keimanan dan ketaqwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat
umum. Bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti sebenarnya dari keimanan dan
ketaqwaan. Hal ini dikarenakan manusia selalu mengganggap remeh tentang hal itu dan
mengartikan keimanan dan ketaqwaan hanya sebagai arti bahasa tanpa memahami makna yang
sebenarnya.
A. IMAN
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i,
iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan,
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat"
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan.Dia bisa bertambah
dan bisa berkurang.Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab
kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang.Ia bertambah dengan
melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”
Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama
dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman
adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.
Berdasarkan definisi iman tersebut di atas, maka semakin jelas, bahwa iman itu bukan
sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dengan lisan, dan bukan pula
sekedar amal perbuatan. Tetapi iman itu pada hakikatnya adalah keyakinan yang disertai dengan
perbuatan. Dengan demikian keyakinan dalam hati saja tidaklah cukup untuk membuktikan
keimanan, hal ini tercermin dalam tindakan Iblis yang meyakini keesaan Allah tapi mereka
membangkang terhadap perintahNya.
Hubungan Iman Dan Perilaku
Hubungan iman dan perilaku menurut ajaran Islam, bersifat timbal balik dan saling
mempengaruhi. Iman mempengaruhi perilaku, dan sebaliknya perilaku dapat mempengaruhi
fluktuasi iman. Perilaku yang mulia dapat meningkatkan kadar keimanan. Karena perilaku itu
merupakan cerminan ketaatan terhadap Allah SWT.Hal ini sesuai dengan Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah
iman mereka karenanya; dan kepada Tuhan mereka bertawakkal” (Q.S. Al-Anfal, 2).
Sebaliknya, perilaku maksiat akan menurunkan atau bahkan menghilangkan keimanan,
karena perilaku maksiat merupakan wujud keingkaran terhadap larangan Allah. Dalam hal ini
Rasulullah SAW. bersabda: “Tidaklah seorang mukmin berzina ketika ia mukmin”. Dalam
Hadits lain, Rasulullah SAW. juga bersabda: “Tidaklah seorang mukmin mencuri ketika ia
mukmin.” (Al-Hadits).
Oleh karena itu untuk menjaga keimanan dibutuhkan penopang yang kokoh yaitu berupa
keyakinan kepada Allah SWT dengan diiringi perbuatan-perbuatan taqwa dan menjauhi
kemaksiatan sekecil apapun.
Sebagai contoh, rasa malu (al-hayaa). Dalam ajaran Islam, memelihara rasa malu itu
bahkan termasuk bagian dari iman (Al-haya-u minal iimaan). Al-haya (rasa malu) menurut
pengertian sebagian besar ulama adalah perilaku mulia yang dapat menjauhkan manusia dari
perbuatan tercela. Rasa malu itu tidak terbatas kepada manusia, tapi lebih penting lagi adalah
malu kepada Allah. Seorang Muslim yang faham bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah,
tentu tidak akan terjerumus pada perbuatan tercela, sebab rasa malunya kepada Allah akan
mencegahnya. Sebaliknya, jika rasa malu sudah tiada maka kemaksiyatan akan merajalela,
termasuk dekadensi moral yang melanda sebagian besar generasi bangsa ini, salah satu penyebab
utamanya adalah karena hilangnya rasa malu, baik malu kepada sesama manusia maupun kepada
Allah Swt. Akibatnya perbuatan maksiyat bisa dijumpai di mana saja. Tindakan asusila merebak
di mana-mana. Hal ini sudah ditengarai oleh Rasulullah SAW. dalam sabda beliau: “Jika sudah
tidak ada rasa malu, maka berbuatlah sesukamu” (HR. Abu Nafis).
Hubungan Iman Dan Ilmu
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta
dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah
SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak menyimpang dari yang
dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah dengan selalu mempelajari agama
(Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan
ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu dapat
terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan pribadi bahkan
untuk membuat kerusakan.
Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah swt
dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah ayat 11, yang isinya :
bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu pengetahuan dan
beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat kedudukannya karena selalu taat
melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya, sedangkan orang yang berilmu diangkat
kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain.
Karakteristik Orang-orang yang Beriman
Di dalam Al-Qur’an, Allah banyak menyebutkan sifat dan karakteristik orang-orang yang
beriman, diantaranya adalah :
1. Mereka beriman kepada perkara yang ghaib, mendirikan shalat, menginfakkan sebagian
harta, beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya, serta beriman kepada
hari akhir. (QS. Al-Baqarah (2) :3-4)
2. Mereka lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya (QS. At-Taubah (9) :24)
3. Mereka memiliki iman yang mantap (QS. Al-Hujurat (49) : 15)
4. Mereka memiliki akhlak yang paling pokok, yaitu cinta kepada Allah, lemah lembut
terhadap orang-orang mukmin, bersikap keras kepada orang kafir, serta berjihad di jalan
Allah (QS. Al-Maidah (5) : 54
5. Mereka tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah Allah tetapkan, kecuali
hanya taat dan tunduk kepada-Nya (QS. Al-Ahzab (33) : 36)
Tanda-Tanda Lemahnya Iman
Berikut ini beberapa tanda yang menujukkan lemahnya iman seorang muslim :
1. Melakukan perbuatan maksiat sedikit demi sedikit sehingga keimanan merosot kepada
derajat iman yang paling rendah.
2. Apabila ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan kepadanya, tidak ada geteran sedikitpun di
hatinya.
3. Merasa berat untuk melaksanakan perintah Allah tetapi merasa ringan ketika
menjalankan larangan-Nya.
4. Malas untuk melaksanakan amal ketaatan dan ibadah.
5. Lalai dari berdzikir dan berdoa kepada Allah. Dzikir dan doa terasa berat baginya.
6. Hatinya selalu cenderung kepada dunia.
7. Selalu meremehkan kebaikan.
8. Tidak merasa sedih dengan hilangnya kesempatan untuk berbuat baik.
9. Senang dan gembira bila saudara muslim tertimpa kegagalan, kerugian, musibah, atau
kehilangan nikmat.
10. Gelisah dan takut ketika ditimpa musibah dan kesulitan.
11. Berlebih-lebihan dalam hal mengurus diri, baik dalam hal makanan, pakaian, tempat
tinggal, ataupun kendaraan.
Sebab-Sebab Melemahnya Iman
Berikut ini beberapa hal yang dapat melemahkan iman seorang muslim, diantaranya :
1. Kurang Ikhlas
Ikhlas adalah pujian dan hinaan manusia sama nilainya di sisimu, dan kesepadanan antara
yang lahir dan yang batin pada dirimu. Untuk menuju pada keikhlasan dibutuhkan kesungguhan
dan latihan yang terus menerus (mujahadah) dalam setiap amal perbuatan.
Suatu perbuatan jika telah dinodai dengan berbagai macam noda berupa riya atau mencari
kemasyuran maka sesungguhnya sikap itu akan menjadikan seseorang lemah dalam
melaksanakan pekerjaan itu, bahkan pekerjaan itu akan menjadi sia – sia.
Berkata Abu Al-Qasim Al- Qusyairi : ikhlas itu adalah memusatkan niat dalam
melaksanakan ketaatan hanya kepada Allahsemata. Yaitu melakukan ketaatan hanya untuk
mendekatkan diri kepada Allah, tiada maksud lain seperti untuk mendapat perhatian, pujian
manusia atau tujuan-tujuan lain yang bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Maka barangsiapa yang mendambakan keselamatan di dunia dan akhirat maka hendaknya
ia bersikap ikhlas dan terus-menerus mengawasi niatnya, karena hanya dengan sikap itulah suatu
pekerjaan memiliki nilai ibadah; pekerjaan sedikit (kecil) yang disertai keikhlasan itu lebih baik
daripada pekerjaan banyak yang hampa dari keikhlasan.
2. Kecenderungan Kepada Apa Yang Telah Berlalu
Ketika seseorang hendak bersikap konsisten tiba-tiba ia merasakan suatu perpindahan
dalam hidupnya dimana pada masa lalu ia hidup dengan penuh maksiat kepada Rabbnya,
kemudian ia berpindah menuju kestabilan rohani dan ketentraman. Disini ia menemukan
perbedaan yang amat jauh antara masa lalu dengan kehidupannya sekarang. Hingga ia berfikir
untuk kembali pada masa lalu.
Berkata para ulama: sepetutnya orang yang telah bertaubat untuk memisahkan dirinya
dari keadaan – keadaan yang biasa ia lakukan dimasa maksiat serta berpaling secara menyeluruh
dari semua itu dan menyibukan diri pada hal-hal lain.
3. Minimnya Pendidikan Mental
Orang yang melalaikan dirinya dan mengabaikan pendidikan nya maka akan mendapati
bahwa orang itu selalu dalam keadaan bingung, gelisah, tidak memiliki pedoman, tidak tenang
serta tidak memiliki kekuatan dalam bersikap konsisten.
Beberapa hal yang dapat membantu mendidik jiwa atau mental, yaitu:
Bersungguh sungguh dalam melawan hawa nafsu
Menjaga shalat lima waktu dengan penuh kekhusyuan
Membiasakan diri untuk selalu membaca Al- Quran
Melaksanakan shalat malam
Banyak melakukan amalan-amalan sunah seperti shadaqah dan puasa
4. Dangkalnya Pemahaman Tentang Arti Ibadah
Ibadah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah:‘Nama
bagi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya berupa perbuatan dan perkataan lahir
maupun batin. Maka ibadah mencakup semua perbuatan baik.Shadaqah adalah ibadah, senyum
adalah ibadah, mencintai dan membenci karena Allah adalah ibadah.
Ketika seseorang membatasi pemahaman agama hanya sebatas ibadah-ibadah tertentu
yang dilakukan secara ritual resmi (seperti shalat dan haji) maka hal ini dapat menimbulkan
kemalasan dan kejenuhan.Sedangkan arti dari ibadah itu sendiri adalah konsisten dalam
melaksanakan perintah Allah. Maka kesimpulannya adalah bahwa di masjid adalh ibadah,
bersama keluarga adalah ibadah. Merupakan kesalahan jika kita bersikap baik pada orang lain
sementara pada keluarga sendiri anda bersikap keras kepala serta kasar.
5. Lalai Dalam Melaksanakan Ibadah Sehari-hari
Dalam wasiat Abu Bakar kepada Umar bin Khaththab menjelaskan suatu metodologi
untuk memupuk keimanan, karena keimanan membutuhkan pupuk dan pupuknya adalah ibadah
sehari-hari. Seperti shalat lima waktu yang dilaksanakan secara berjamaah di masjid dengan
khusyu dan tenang, melaksanakan shalat sunnah rawatib, membaca Al-Qur’an setiao hari dan
mambaca dzikir pada pagi dan sote hari.
Jika seseorang mengabaikan semua ini maka hal ini dapat melemahkan iman dan sikap
konsistennya, besarnya usaha seseorang untuk beribadah maka sebesar itu pula imannya
bertambah dan sebesar itu pula kekuatan hubungannya dengan Allah menguat.
6. Sedikit Menuntut Ilmu
Sebaik-baiknya ibadah yang seharusnya dilakukan oleh orang – orang yang konsisten
adalah menuntut ilmu, Allah berfirman yang artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Maka menuntut ilmu adalah suatu kemulian, memiliki kedudukan tinggi serta merupakan
ibadah yang istimewa.
Kebodohan terkadang dapat menjerumuskan manusia pada kesesatan yang tidak ia sadari,
dan orang yang berilmu lebih ditakuti oleh seratus orang ahli ibadah.
7. Al -Futur Yang Terus Menerus
Al- futur memiliki dua arti yaitu:
Pertama: terhenti setelah melakukan terus menerus dan berdiam setelah bergerak
Kedua: malas (jemu) atau menunda-nunda
Hati manusia selalu memiliki keadaan maju mundur, ketika seseorang yang bersikap
konsisten mengalami malas dan jemu (futur)maka hal ini merupakan suatu alami dan biasa, akan
tetapi bahaya besar akan terjadi jika sikap malas dan jemu ini terus berkepanjangan, apalagi
sampai taraf meninggalkan ibadah-ibadah wajib dan sunnah.
8. Al-‘Ajzu (lemah)
Makna “al-‘ajz” berasal dari kata al-‘ajzu yang memiliki dua arti dasar, kedua-duanya
adalah benar, satu diantaranya adalah lemah, dan yang kedua adalah akhir dari sesuatu (ekor).
Arti al-ajzu secara definisi adalah tidak melakukan perbuatan yang seharusnya ia lakukan dengan
menunda-nunda waktu. Ini bersifat umum meliputi semua urusan dunia dan agama. Lawan
katanya adalah al-hazm yaitu: bertekat atau berkemauan keras. Jadi al-ajz adalah kelemahan
Beberapa sebab yang menyebabkan seseorang lemah antara lain:
Tawadhu yang dibuat –buat
Terlalu emosional
Malas
Bosan dan jenuh
Tidak sabar
Putus asa
Takut
Tidak tebuka
Ragu (bimbang)
9. Kurang Introspeksi Diri
Ketika kegiatan introspeksi diri melemah dan berkurang maka sesungguhnya nafsu
manusia akan semakin keras kepala dan tali kendali jiwanya lepas lalu ia melakukan apa saja
yang diinginkan nafsunya dengan tidak peduli apapun.
Terdapat beberapa macam cara untuk melakukan introspeksi diri, antara lain : intospeksi
yang dilakukan antara selang waktu yang berjauhan, ada pula introspeksi yang dilakukan setelah
terjadinya keselahan besar, dan ada pula introspeksi tiap saat, dan inilah yang terbaik dimana
seseorang melakukan introspeksi diri setiap kali ia melakukan kesalahan.
10. Sibuk dengan aib orang lain (suka menggunjing)
Orang yang sibuk menghitung aib orang lain dengan melupakan aibnya sendiri adalah
manusia yang paling besar kebodohannya, berkata Ibnu Al-Jauzi: ‘Musibah yang paling besar
adalah kepuasan manusia pada dirinya sendiri dan merasa cukup berilmu dan hal semacam ini
merupakan musibah yang banyak menimpa kehidupan manusia”.
Maka wahai para penuntut ilmu, jangalah engkau sibuk mengurusi aib orang lain
sementara engkau melupakan aib yang ada pada dirimu sendiri, tetapi hendaknya anda
mempersibuk diri dengan kekurangan diri.
Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya, dan kritik yang membangun adalah
suatu hal yang diperlukan, jika seseorang meakukan kesalahan maka saudaranya harus
memperingatinya akan kesalahan itu dengan bijaksana, jujur dan berani unutk menasihati, bukan
untuk menyakiti atau membuka aib apalagi untuk mencari-cari kesalahan.
Hal-Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Meningkatkan Keimanan
Berikut ini beberapa langkah yang dapat menjadi terapi dalam mengobati lemahnya
keimanan seorang muslim, diantaranya :
1. Membaca, mendengarkan, dan merenungi makna Al-quran yang telah dijadikan oleh
Allahsebagaicahaya, petunjuk, obat dan rahmat bagi hamba-hambaNya yang beriman.
2. Memahami dan merenungi hakikat asma dan sifat Allah, memikirkan makna-maknanya
dan menguatkan persaan didalam hati, sehingga dapat mempengaaruhi anggota tubuh
yang lain. Pemahaman yang benar terhadap asma dan sifat allah akan menjadikan
seorang muslim yakin dan sadar akan keagungan dan kebesaran kekuasaan Allah. Ia akan
taat dan takut bermaksiat kepada-Nya, karen ia yakin akan janji dan ancaman-Nya.
3. Mencari Ilmu Syar’i yang dapat memunculkan rasa takut kepada Allah dan menambah
keimanan dalam hati. Allah berfirman : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang berilmu.” (QS.Fathir[35]:28)
4. Mengikuti majelis-majelis dzikir (pengajian dan kajian ilmu), karena hal ini dapat
menambah keimanan disebabkan beberapa hal yang ditimbulkan oleh majelis ini, seperti
dzikrullah yang dapat menetramkan hati,datangnya rahmat, memberikan ketenangan,
para malaikat datang mengelilingi orang-orang yang berdzikir dan Allah membanggakan
mereka yang hadir dalam majelis tersebut di hadapan para malaikat.
5. Memperbanyak amal shalih, dan merupakan terapi yang paling mujarab dalam menjaga
kestabilan iman seseorang.
6. Merasa khawatir terhadap su’ul khatimah (mati dalam keadaan bermaksiat dan tidak
beriman).
7. Banyak mengingat kematian.
8. Melakukan ziarah kubur dan menengok orang-orang yang sakit,untuk mengingat alam
akhirat.
9. Senantiasa mentadabburi ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam
10. Selalu bermunajat kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya dalam segala urusan.
11. Tidak banyak berangan-angan dalam urusan dunia.
12. Senantiasa memikirkan kerendahan dunia dan isinya, sehingga ia tidak tergoda oleh
rayuannnya.
13. Menggagungkan perkara-perkara yang terhormat di sisi Allah (hurumattillah).
14. Memilik al wala’(sikap mencintai, membantu, menolong, dan mendukung) dan al-bara’
(sikap membenci, memusuhi,dan memutuskan hubungan)yang benar, yaitu hanya
bersaudara dengan orang-orang mukmin dan bermusuhan dengan orang-orang kafir.
15. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dan menjahukan diri dari sikap sombong.
B. TAQWA
Pengertian Taqwa
Taqwa yang telah menjadi perbendaharaan bahasa Indonesia berasal dari bahasa arab
Taqwa yang artinya antara lain : takut, menjaga diri, memelihara, tanggung jawab dan memenuhi
kewajiban. Karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan
kesadaran.Mengerjakan seluruh perintahnya dan menjauhi laranganya karena takut terjerumus
terhadap perbuatan dosa.
Sedangkan menurut H.A. Salim, takwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat
dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan
kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri dan lingkunganya.
Kedudukan takwa sangat penting dalam agama Islam dan kehidupan manusia.
Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Abuzar al – Gifari pada suatu hari meminta nasihat
kepada Rasulullah. Rasulullah menasihati al-Gifari supaya ia takwa kepada Allah, karena takwa
adalah pokok segala pekerjaan.
Dari nasihat Rasulullah itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa takwa adalah pokok segala
pekerjaan muslim. Di dalam surat al Hujarat (49) ayat 13, Allah mengatakan bahwa “manusia
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa”. Di dalam surah Al-Baqarah
ayat 177 , makna takwa terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan. Yang terjemahan ( artinya)
lebih kurang sebagai berikut ,” Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi suatu kebajiakan ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dimiliki dan dicintai
kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, dan orang minta-minta,memerdekakan
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janjinya
ketika berjanji, orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dalam peperangan. Meraka
itulah orang-orang yang beriman dan bertakwa.
Taqwa juga memiliki kedudukan yang begitu penting bagi bangsa Indonesia, seperti
didalam berbagai perumusan peraturan perundang-undangan, kata taqwa selalu disebut, sehingga
taqwa telah menjadi kata kunci dalam kehidupan penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selain imanan, dalam GBHN dimaksud, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
merupakan asas pertama pembangunan nasional Indonesia. Ini berarti bahwa segala usaha dalam
kegiatan pembangunan nasional, dijiwai, digerakan, dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan dan ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yg menjadi landasan spritual moral
dan etik pembangunan nasional. Dilihat dari sudut pandang agama Islam adalah
mengembangkan manusia bergama, fasih sebab iman(aqidah), taqwa (syariah), budi
pekerti(akhlaqul qarimah) dan komponen-komponen dasar agama Islam.
Menurut prof. Hasan Langgulung, mantan Dekan fakultas pendidikan Universitas Islam antar
bangsa(Kuala Lumpur). Dalam tulisannya ‘Taqwa Sebagai Sistem Dalam Islam’.Hasan
Langgulung mengatakan bahwa taqwa telah membudaya dalam masyarakat kita. Taqwa menurut
nya adalah kata kunci untuk memahami sistem nilai(sifat-sifat atau hal-hal yang penting dan
berguna bagi kemanusiaan dalam Islam). Sebagai akhlak, taqwa mencakup segala nilai yang
diperlukan manusia untuk keselematan dan kebahagiaan nya didunia dan diakhirat kelak.
Menurut beliau, nilai-nilai taqwa dapat digolongkan dalam:
1. Nilai-nilai perseorangan
2. Nilai-nilai kekeluargaan
3. Nilai-nilai sosial
4. Nilai-nilai kenegaraan
5. Nilai-nilai keagamaan
Hubungan Manusia Dengan Allah
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai image taqwa pertama,
menurut ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa seperti telah disinggung pada awal kajian dini,
merupakan primacausa hubungan-hubungan yang lain. Karna hubungan inilah yang seyogyanya
diutamakan dan secara tertib diatur tetap dipelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan
Allah, manusia akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap dunia sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Sesungguhnya inti taqwa kepada Allah adalah melaksanakan segala
perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Segala perintah dan larangan Allah ditetapkan
bukan untuk kepentingan sendiri,tetapi untuk keselamatan manusia. Perintah Allah itu bermula
dari pelaksanaan tugas mengabdi kepada Allah dengan selalu melakukan Ibadah seperti sholat,
menunaikan zakat, berpuasa selama bulan ramadhan, menunaikan ibadah haji, dan melakukan
amalan-amalan lain.
Ketaqwaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain:
1. Beriman kepada Allah menurut cara-cara yg diajarkan nya melalui wahyu yang sengaja
diturunkan untuk menjadi petunjuk dan pedoman manusia
2. Beribadah kepada Allah dengan melaksanakan sholat 5 waktu, menunaikan zakat apabila
telah mencapai hisab dan haul nya, berpyuasa selama bulan ramadhan, melakukan haji
sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang ditetapkan nya
3. Mensyukuri nikmat Allah dengan jalan menerima menurus, memanfaatkan semua
pemberian Allah kepada manusia
4. Bersabar menerima cobaan Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat
musibah.
5. Memohon ampun atas segala dosa dan tobat dalam makna sadar untuk tidak lagi
melakukan segala perbuatan jahat dan tercela.
Hubungan Manusia dan Diri sendiri
Hubungan manusia dengan hati nurani sebagai dimensi taqwa yang kedua dapatdipelihara
dengan cara menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan Tuhan dalam berbagai
ayat diAl-qur’an. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri dicontohkan dengan keteledanan
nabi Muhammad diantaranya:
1. sabar
2. pemaaf
3. adil
4. ikhlas
5. berani
6. memegang amanah
7. mawas diri
8. mengembangkan sikap yang terkandung dalam akhlak yg terbaik
Hubungan manusia dengan sesama manusia
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan dirinya sendiri,
dimensi taqwa yang ketiga adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan sesama
manusia.hubungan antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara dengan mengembangkan dan
gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat
sesua dengan nilai dan norma Agama. Hubunan antara manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat dapat dipelihara dengan:
1. Tolong menolog, bantu membantu
2. Memaafka kesalahan orang lain
3. menepati jani
4. lapang dada
5. menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Hubungan manusia dengan lingkungan hidup dapat dikembangkan dengan memelihara
dan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta semua alam semesta
yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
Demikianlah gambaran orang yang bertaqwa menurut agama Islam dari kerangka itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang yang taqwa adalah orang yang selalu memelihara keempat jalur
hubungan itu secara baik, seimbang, dan mempertanggung jawabkan perbuatan nya.
Orang yang taqwa adalah orang yang senantiasa memenuhi kewajiban dalam rangka
melaksanakan perintah Allah, diantaranya :
1. Kewajiban kepada Allah adalah kewajiban utama manusia. kewajiban ini harus
ditunaikan manusia untuk memenuhi tujuan hidup didunia ini yani mengabdi kepada
Allah. “tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-KU”,
demikian makna firman tuhan dalam Al-qu’an surat az-dzariyat ayat 56. Ayat ini
dengan jelas mengatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adlah untuk
mengabdi kepadanya, bukan kepada yang lain apapun keadaan nya. Pengabdian kepada
Allah harus langsung tanpa perantara, dilakukan dengan cara yang ditetapkan oleh Nya,
seperti yang dicontohkan oleh rosulnya Tidak boleh dengan cara yg ditentukan oleh
manusia.
2. Kewajiban kedua dalam pelaksanaan taqwa terhadap diri sendiri menjaga dan
memelihara diri sendrir agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Dalam Al-
qur’an surat al-isra ayat 70 manusia telah dimuliakan Allah dari makhuk yang lain, maka
sebagai orang yang taqwa manusia harus selalu menjaga diri sendiri agar tidak jatuh
kelubang yang hina misal nya:
a. mencari rezeki dengan berjudi
b. minum-minuman keras yang potensial memabukan
c. memakan makanan yang haram
d. melangkahkan kaki ketempat maksiat
e. berkata sia-sia menimbulkan bencana
f. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang merendahkan manusia sebagai
makhluk yang telah dimuliakan.
3. Kewajiban terhadap masyarakat merupakan dimensi ketiga pelaksanan taqwa kewajiban
ini dimulai dari:
A. kewajiban terhadap keluarga. keluarga adalah sumbu tempat kehidupan manusia
berputar. Suami istri menurut agama Islam harus:
a. hidup secara baik dan berumah tangga saling mencintai dan menyayangi
b. suami istri harus memeihara kesucian diri didalam dan diluar rumah tangga
c. mempunyai hak dan kewajiban yang sama yang dilakukan sesuai kemampuan dan
kodrat masing-masing
d. kekayaan yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama suami istri
e. bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan amanah mereka
f. anak-anak harus patuh dan menghormati orangtuanya
g. memelihara mereka jika telah tua
h. mendo’akan nya kalau salah seorang atau keduanya telah meninggal dunia
B. Kewajiban terhadap tetangga. kewajiban ini ditegaskan dalam Al-qur’an surat An-
nisa ayat 36. Kewajiban ini dibebankan manusia untuk menjaga dan membina
ketertiban dalam lingkungan sosial.
C. Kewajiban terhadap masyarakat luas yang harus dilaksanakan pula dengan sebai-baik
nya
D. Kewajiban terhadap negara . antara lain:
a. Tanah air : harus dilaksanakan dengan persediaan membela dan
mempertahankantanah air dari setiap serangan dan gangguan
b. rakyat : dengan menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak mereka
c. pemerintah yang berkuasa ; dengan menaati peraturan perundang-undangan, tidak
bertetangan dengan ketetapan Allah dan sunnah rosulnya.
4. Dimensi keempat pelaksanaan taqwa digambarkan oleh kewajiban oleh lingkungan
hidup. Secara umum:
a. Kewajiban terhadap lingkungan hidup manusia wajib memelihara kelestarian
lingkungan hidupnya. Memelihara kelestarian lingkungan alam, berarti pula
memelihra kelangsungan manusia dan keturunan nya dikemudian hari.
b. Kewajiban orang terhadap harta yang dititipkan. menurut ketentuan Allah dalam Al-
qur’an dan sunnah nabi Muhammad yakni terekam dalam kitab-kitab hadist hubungan
manusia dengan hartanya dilihat dari 3 sisi yaitu, cara memperoleh nya, fungsi harta,
dan cara memanfaatkan nya.
Upaya Untuk Mencapai Taqwa Yang Berkualitas
Ada empat langkah untuk meraih taqwa:
Pertama adalah meningkatkan jiwa al-kariem (dermawan). Hendaknya kita ringan
tangan untuk membantu dan peduli sesama, sangat dianjurkan bagi orang beriman untuk
memperbanyak infaq, shadaqah bahkan membayarkan zakat di bulan Ramadhan ini. Apakah
dalam bentuk memberikan makanan berbuka puasa kepada tetangga dan fakir miskin,
memberikan pakaian baru bagi mereka yang kekurangan, membayarkan zakat maal, zakat
fithrah, bayar fidyah dll.
Kedua, Pengendalian keinginan. Tidak semua keinginan harus diwujudkan saat itu juga,
meskipun perbuatan itu halal. Seperti makan dan minum, materinya halal, perolehannya halal,
namun kata Allah swt, jangan dimakan atau diminum sebelum maghrib tiba. Sebagai orang
beriman tentu hal ini wajib kita patuhi. Jika dari sesuatu yang halal saja, kita telah mampu
mengendalikan diri, apalagi terhadap hal-hal yang diharamkan Allah swt.
Ketiga, Perbanyak taubat. Tidak ada manusia yang luput dari dosa, dan sebaik-baik
orang yang berdosa, mereka segera bertaubat dan tidak mengulangi lagi. Istighfar dan taubat
kepada Allah swt, akan menciptakan jiwa inshaf, sadar bahwa kita makhluk yang lemah dan
tidak bersih dari kesalahan. Jika berdosa kepada Allah, maka kita harus bertaubat. Namun jika
kita bersalah kepada manusia, kita harus meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Keempat, Menghidupkan hati. Memperbanyak shalat malam, membaca Al-Qurán dan
memahami maknanya, bermunajat di malam hari kepada Allah, menyampaikan permohonan
tentang keinginan-keinginan kita.
Demikian uraian tentang taqwa. Seorang muslim dan muslimat yang baik tentu ingin
memelihara hubungan-hubungan tersebut bertanggung jawab dan menunaikan kewajiban dengan
sebaik-baiknya.