tugaas bf sistem klasifikasi biofarmasetik
TRANSCRIPT
SISTEM KLASIFIKASI BIOFARMASETIK
Sistem klasifikasi biofarmasetik diperkenalkan melalui sebuah metode untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin mengikuti uji disolusi in vitro yang digunakan untuk memastikan bioekivalensi dalam ketidakhadiran studi bioekivalensi klinik secara nyata. Pada dasarnya pendekatan secara teori menyatakan, kelarutan dan permeabilitas intestinal diidentifikasi sebagai karakteristik pengobatan utama yang mengontrol absorpsi. Teori ini mengklasifikasikan obat dalam empat kelompok secara garis besarnya sebagai berikut :• Kasus 1 : Kelarutan tinggi --- permeabilitas tinggi• Kasus 2 : Kelarutan rendah --- permeabilitas tinggi• Kasus 3 : Kelarutan tinggi --- permeabilitas rendah• Kasus 4 : Kelarutan rendah --- permeabilitas rendahTidak ada teori dasar untuk sistem klasifikasi biofarmasetik, pendekatan teori untuk model absorpsi dan disolusi dihadirkan dalam bab ini mempunyai batasan-batasan yang tidak bisa dipisahkan secara alami.yang menempatkan beberapa obat tertentu dalam salah satu kelompok Sistem Klasifikasi Biofarmasetik. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan keduanya mempunyai daerah kepekaan yang lebih sedikit dan lebih besar untuk disolusi yang mempertimbangkan apakah disolusi in vitro dapat digunakan sebagai perwakilan untuk uji bioekivalensi. Seperti yang ditunjukkan dalam pertimbangan teoritis untuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik, daerah in vivo dimana disolusi dan absorpsi berlangsung mempunyai tingkat variabilitas yang tinggi. Di luar kemungkinan, batasan-batasan untuk kelompok Sistem Klasifikasi Biofarmasetik yang mungkin mempunyai kesalahan pada sisi konservasi berkaitan dengan ketidakpastian yang menyangkut perkiraan kelarutan dan permeabilitas dalam jalur Gastro Intestinal.Pertimbangan teori untuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik tidak secara jelas mengindikasi dimana batasan-batasan antara empat klasifikasi yang seharusnya. Dari sebuah aturan yang perspektif, batasan-batasan yang lebih jelas didefenisikan oleh Administrasi Makanan dan Obat di Amerika Serikat, Pusat untuk Penelitian dan Evaluasi Obat (27). Informasi ini diberi judul “Petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik” dan memberikan petunjuk untuk “Studi Pelepasan Bioavailabilitas dan Bioekivalensi secara In-vivo untuk Sediaan Padat Oral Pelepasan Segera Berdasarkan Sistem Klasifikasi Biofarmasetik.” Petunjuk itu menggambarkan syarat obat yang dipertimbangkan adalah kelarutan lebih tinggi, permeabilitas lebih tinggi, dan kecepatan waktu hancur. Dia juga menawarkan berbagai metode untuk menetapkan obat yang kelarutannya lebih tinggi atau permeabilitasnya. Pembatasan lebih lanjut ditempatkan pada suatu permintaan pelepasan uji bioekivalensi yang menyangkut syarat obat yang mempunyai jendela terapetik secara luas dan pengisi yang digunakan dalam dosis harus digunakan dalam sediaan obat padat oral pelepasan segera yang diperoleh dari Administrasi Obat dan Makanan.Walaupun nama keempat kelompok Sistem Klasifikasi Biofarmasetik tidak begitu terindikasi, dosis merupakan informasi esensial yang penting yang digunakan dalam menentukan kalkulasi apakah suatu obat dapat dipertimbangkan sebagai obat yang mempunyai kelarutan lebih tinggi seperti yang digambarkan oleh petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik. Begitu penting mengikuti teori berdasarkan Sistem Klasifikasi Biofarmasetik dan teori disolusi yang dihadirkan dalam bab ini, area permukaan obat dalam teori Noyes-Whitney yaitu ketergantungan dosis. Untuk obat yang digambarkan kelarutannya lebih tinggi, dosis tertinggi harus dilarutkan dalam 250 ml air atau range pH 1-7,5. dosis yang signifikan
telah ditunjukkan dengan membandingkan digoxin dan griseofulvin sebagai obat yang mempunyai sifat fisik berupa permeabilitas dan kelarutan, tetapi pertukaran yang sangat berkenaan dengan dosis (15). Hasilnya, dosis tinggi pada digoxin akan melarut dalam 250 ml air, sedangkan dosis tinggi pada griseofulvin tidak. Oleh karena itu, menurut petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik, digoxin akan digambarkan sebagai obat yang kelarutannya lebih tinggi dan griseofulvin tidak. Juga dinyatakan bahwa berdasarkan pelepasan Sistem Klasifikasi Biofarmasetik tidak tersedia untuk range terapetik obat yang sempit seperti digoxin (28). Sistem Klasifikasi Biofarmasetik dikembangkan pada teori bahwa disolusi obat terkontrol dari kelarutan dan area permukaan obat digambarkan sebagai dosis dan ukuran partikel obat. Dalam penerimaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetik, harus mengikuti tingkat teori disolusi obat yang memberikan kelarutan, dosis, ukuran partikel, volume disolusi, dan kondisi hidrodinamik. Kesimpulan ini juga bertujuan untuk memperagakan serbuk obat polidispersi yang diperkenalkan di sini. Petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik juga memperagakan untuk hanya menyediakan bentuk sediaan obat padat pelepasan segera. Sedemikian, dosis yang dapat hancur dalam beberapa menit bila dicelupkan ke dalam air untuk melepaskan partikel obat.Teori disolusi mengizinkan formulator untuk mengkalkulasi tingkat disolusi obat dan membandingkan data disolusi eksperimental yang nyata. Ketidaksesuaian yang kemudian bisa diselidiki, yang berhubungan dengan efek disintegrasi, pembasah, ketidak-akuratan informasi ukuran partikel, atau teori yang salah. Disolusi dari dispersi yang baik, partikel obat terbasahi dalam ketidakhadiran formulasi yang dapat juga dilakukan untuk membandingkan dengan data disolusi dari bentuk sediaan padat dan memeriksa kembali tingkat teori disolusi. Ini memastikan bahwa formulator mengerti bagaimana dosis menunjukkan reaksi.Pemberian asumsi bahwa tujuan dari bentuk sediaan obat pelepasan segera adalah untuk mempercepat disintegrasi pelepasan dispersi yang baik dan membasahi partikel obat, menetapkan sisa distribusi partikel obat yang merupakan tugas penting di bawah pengawasan formulator. Pertanyaan yang perlu untuk ditujukan adalah apakah ukuran partikel obat akan mempercepat kelarutan menurut petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik? Untuk menyelidiki pertanyaan ini, dua hipotesa obat yang dapat dibandingkan. Keduanya merupakan obat permeabilitas tinggi dengan tingkat absorpsi yang konstan secara bolak-balik yaitu 0,03 menit. Satu mempunyai dosis 250 mg dengan kelarutan 1 mg/ml, dan yang kedua mempunyai dosis 2,5 mg dengan kelarutan 0,01 mg/ml. Kedua obat akan dilarutkan dalam 250 ml air dan pada batas yang dipertimbangkan obat-obat kasus pertama : kelarutan tinggi, permeabilitas tinggi.Gambar 6 membandingkan persen simulasi dosis yang diabsorbsi untuk kedua obat, masing-masing disimulasikan dengan ukuran partikel geometrik yaitu 5 dan 25 mikron. Artinya 5 mikron akan bersifat khas terhadap obat yang telah dipancarkan, sedangkan pada 25 mikron tidak akan menjadi ukuran partikel yang tidak biasa untuk obat yang digiling oleh penggilingan konvensional yang digunakan dalam industri farmasi. Pada puncak 2 kurva, mewakili dosis 250 mg pada kelarutan 1 mg/ml, yang menunjukkan perbedaan kecil dalam profil absorpsi untuk ukuran partikel 5 dan 25 mikron. Oleh karena itu, pada kurva ketiga dan keempat dari atas, profil absorpsi disimulasikan untuk ukuran partikel 25 mikron yang mewakili dosis 2,5 mg dengan kelarutan 0,01 mg/ml (kurva terendah) yang sangat berbeda dari ukuran partikel 5 mikron untuk dosis dan kelarutan yang sama. Kesimpulan tersebut menggambarkan dari teori tetap simulasi bahwa obat-obat dalam kelarutan tinggi sama, permeabilitas
tinggi kelompok Sistem Klasifikasi Biofarmasetik tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk ukuran partikel obat berkenaan dengan disolusi. Haruslah dicatat bahwa dosis 2,5 mg, kelarutan 0,01 mg/ml obat yang disimulasikan menjadi sensitif untuk ukuran partikel mempunyai khasiat yang sama untuk digoxin yang absorpsinya telah ditunjukkan sensitivitasnya untuk ukuran partikel obat.
Seperti yang disebutkan diawal, Petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik memerlukan penghancuran. Yang lebih terinci, 85 % atau lebih substansi obat harus hancur dalam waktu 30 menit menggunakan alat I atau II menurut USP dalam volume 900 ml atau kurang. Bila simulasi disebutkan lebih awal diulangi dalam 900 ml tidak dengan absorpsi, keduanya 5 dan 25 mikron dosis 250 mg dengan kelarutan 1 mg/ml akan bertemu pada 85% dengan waktu hancur cepat pada 5 mikron dosis 2,5 mg dengan kelarutan 0,01 mg/ml. Untuk 25 mikron dosis 2,5 mg, kelarutan 0,01 mg/ml, hanya 23% dosis yang disimulasikan untuk dihancurkan dalam waktu 30 menit. Kesimpulan praktis bahwa dosis 2,5 mg, kelarutan obat 0,01 mg/ml yang telah digiling sekitar 5 mikron untuk memenuhi persyaratan menurut Petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik. Oleh karena itu, kecepatan waktu hancur diperlukan dalam petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik yang menyediakan pemeriksaan keamanan yang lain dengan kekuatan spesifikasi ukuran partiker yang lebih sempit untuk obat-obat yang lebih sensitif terhadap pengaruh ukuran partikel pada disolusi. Simulasi yang sama disebutkan lebih awal dapat diulangi menggunakan tingkat absorpsi konstan dari 0,001 timbal balik dengan 0,03 dalam beberapa menit, mengganti obat-obat dari kasus 1 ke kasus 3 : kelarutan tinggi---permeabilitas rendah, untuk memberikan yang lebih rendah dari keempat kurva yang ditunjukkan dalam gambar 6. Perbedaan yang mutlak antara simulasi kasus 3 adalah lebih kecil daripada simulasi kasus 1. Ini membawa pertanyaan mengapa obat-obat kasus 3 tidak dapat dipilih untuk pelepasan dengan poin tunggal spesifikasi disolusi 85% dalam 30 menit. Jika dosis kasus 3 waktu hancurnya cepat, tidak seperti variabilitas dalam absorpsi yang berkaitan dengan pengaruh formulasi. Poin ini juga telah dibuat dalam pertimbangan teori asli untuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik. Bagaimanapun, hanya obat-obat kasus 1 yang sekarang ini dapat dipilih untuk pelepasan berdasarkan
Petunjuk Sistem Klasifikasi Biofarmasetik.
KESIMPULANPendekatan model untuk disolusi simulasi, ADME menyediakan alat-alat untuk membantu ilmuwan farmasi mengerti proses-proses ini dan memandu memutuskan pemilihan dan pengembangan obat. Aplikasi dari teori disolusi dan absorpsi telah dikemukakan oleh Sistem Klasifikasi Biofarmasetik, yang memegang janji dalam mengurangi beban demonstrasi bioekivalensi dengan menggunakan poin tunggal dalam uji disolusi in vitro mewakili studi klinik in vivo untuk obat-obat kasus 1. Walaupun peraturan itu menguntungkan dibatasi untuk obat-obat kasus 1, aplikasi alat-alat model dalam industri farmasi mungkin mengurangi waktu dan biaya dalam mengembangkan obat-obat baru dari semua kelas yang masing-masing langkah penemuan ke proses pasar. Teori yang menyoroti pentingnya kelarutan, permeabilitas, dan farmakokinetik, dan membawa elemen-elemen ini bersama-sama dalam sebuah jalan yang mengikuti tujuan komprehensif, dari menghindari obat-obat yang kelihatannya sulit berkembang, untuk menentukan spesifikasi ukuran partikel obat untuk memastikan konsistensi disolusi, untuk meningkatkan daya larut atau formulasi sediaan terkontrol.
BCS KE 2
Sistem klasifikasi biofarmasetik (biopharmaceutical Classification System, BCS) mengelompokkan obat dalam kelompok yang didasarkan pada: kelarutan, permeabilitas dan kecepatan disolusi in vitro
Klasifikasi system ini dapat digunakan untuk menjustifikasi persyaratan-persyaratan penelitian in vitro (sediaan) obat yang melarut secara cepat, mengandung bahan aktif yang sangat larut dan sangat permeable.
Jika diterima oleh Badan POM/FDA, ketersediaan hayati dan bioekivalensi sediaan yang memenuhi persyaratan ini dapat dibuktikan melalui pengujian kelarutan secara in vitro, permeabilitas dan studi disolusi
Sebaiknya obat dengan permeabilitas buruk, kelarutan buruk dan/atau diformulasikan dalam bentuk sediaan yang melarut secara lambat sangat mungkin akan menunjukkan masalah ketersediaan hayati, dan bukan merupakan calon obat untuk diteliti ketersediaan hayati secara in vivo.
Sistem klasifikasi Biofarmasetika (BCB)
Kelas1 High solubility High permeability
Kelas2 Low solubility High permeability
Kelas 3 High solubility Low permeability
Kelas 4 Low solubility Low permeability
Kelas solubility didasarkan kepada volume media air yang diperlukan untuk melarutkan dosis tertinggi obat pada rentang pH 1 – 7.5
Suatu obat dimasukkan dalam “high” soluble, jika dosis tertinggi obat (missal 6 mg) (obat, dosis 2.4 mg dan 6 mg) dalam volume 250 ml air. Sediaan oral padat pelepasan segera (immediate release, IR) dikelompokkan dalam yagn menunjukkan kecepatan disolusi cepat dan kecepatan dissolusi lambat. Sediaan IR adalah sediaan farmasi dimana dissolusi ≥ 85% dari dosis (jumlah pernyataan) pada label obat dalam waktu 30 menit (Q 30)
Pengujian disolusi harus dilakukan menurut cara UPS Apparatus I pada 100 rpm (atau Apparatus II pada 50 rpm) dalam volume ≤ 900 ml dari medium berikut:
(i) 0.1 N asam hidroklorida atau cairan simulasi lambung USP tanpa enzim
(ii) pada dapar pH 4.5 dan
(iii) pada dapar pH 6.8 atau cairan simulasi intestinal USP tanpa enzim
Profil disolusi produk T (test) dan R (reference) dibandingkan menggunakan faktor kemiripan (similarity) (f2)
Nilai f2 > 50 (atau mendekati 100) menjamin kemiripan (ekivalensi) dari kedua profil disolusi yagn berarti kinerja dari produk yang diuji dan referensi sebanding
Perbandingan profil menggunakan f2 tidak diperlukan jika ≥ 85%, jumlah pernyataan kadar obat pada lebel baik produk yang diuji atas referensi terdisolusi dalam waktu 15 menit menggunakan masing masing media tersebut (Q15 ≥ 85%)
BCS 3
KELAS-KELAS BCS
- Kelas 1. Permeabilitas tinggi, Kelarutan Tinggi misalnya Metoprolol, Diltiazem, Verapamil,
Propranolol Kelas I ini menunjukkan sejumlah obat berdaya serap yang tinggi dan sejumlah
pelarutan yang tinggi. Senyawa ini umumnya sangat baik diserap. Bagi senyawa Kelas I
dirumuskan sebagai produk segera dibebaskan, laju pelarutan umumnya melebihi pengosongan
lambung. Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85% dari
produk larut dalam 30 menit dari dalam pengujian disolusi in vitro di berbagai nilai pH karena
itu, dalam data vivo bioekivalensi tidak diperlukan untuk menjamin perbandingan produk.
- Kelas 2. Permeabilitas tinggi , Kelarutan Rendah misalnya Fenitoin, Danazol, Ketokonazol,
asam mefenamat, Nifedinpine.Obat kelas 2 memiliki sejumlah daya serap yang tinggi tetapi
sejumlah pembubaran rendah. Dalam pembubaran obat vivo maka langkah rate limiting untuk
penyerapan kecuali di sejumlah dosis sangat tinggi. Bioavailabilitas produk yang mengandung
pound adalah mungkin disolusi-tingkat terbatas. Untuk alasan ini korelasi antara kemampuan
bioavai vivo dan laju disolusi in vitro (sebuah IVIVC) dapat diamati.
- Kelas 3. Permeabilitas rendah, Kelarutan Tinggi misalnya Simetidin, Acyclovir, Neomycin B,
Captopril Untuk obat Kelas III, permeabilitas adalah tingkat membatasi langkah untuk
penyerapan obat. Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat dan tingkat
penyerapan obat. Penyerapan adalah tingkat permeabilitas yang terbatas namun merupakan
pelarut yang kemungkinan besar akan terjadi sangat cepat. Untuk alasan ini, telah ada beberapa
saran yang selama uji dan formulasi referensi tidak mengandung agen yang dapat memodifikasi
permeabilitas obat atau waktu GI transit, pengabaian kriteria mirip dengan yang berhubungan
dengan Kelas I senyawa mungkin tepat.
- Kelas 4. Permeabilitas rendah , Kelarutan misalnya Rendah taxol, hydroclorthiaziade,
furosemid. Mereka senyawa memiliki bioavailabilitas miskin. Biasanya mereka tidak diserap
dengan baik atas mukosa usus dan variabilitas tinggi adalah diharapkan dengan bioavailabilitas
oral yang sangat miskin. Senyawa ini tidak hanya sulit untuk membubarkan tetapi sekali
dibubarkan, sering menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI. Obat ini cenderung
sangat sulit untuk dirumuskan dan dapat menunjukkan subjek antar sangat besar dan variabilitas
intra subjek.
Batas kelas
1. Sangat larut yaitu Sebuah zat obat dianggap sangat larut ketika kekuatan dosis tertinggi yang
larut dalam <250 ml air pada rentang pH 1-7,5.
2. Sangat dapat di serap yaitu Sebuah zat obat dianggap sangat permeabel ketika tingkat
penyerapan > 90% dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau yang
bioekivalensi dapat dinilai berdasarkan pada uji disolusi in vitro.
3. Kelarutan cepat : Sebuah produk obat dianggap kelarutannya cepat atau tinggi ketika larut >
85% dari jumlah pemberian bahan obat dalam waktu 30 menit menggunakan USP peralatan I
atau II dalam volume <900 ml Larutan penyangga.
Penentuan kelas kelarutan obat
Batas Kelas kelarutan didasarkan pada kekuatan dosis tertinggi dari produk IR yang
merupakan subjek permintaan biowaiver. Perkiraan volume 250 ml berasal dari khas protokol
studi BE yang meresepkan pemberian produk obat untuk orang puasa dengan segelas (sekitar 8
ons) air. Tujuan dari pendekatan BCS adalah untuk menentukan kelarutan keseimbangan zat
narkoba dalam kondisi pisikologis pH.pH-kelarutan uji zat obat harus ditentukan pada 37 ± 1oC
dalam media air dengan pH di sekitar 1-7,5. Sebuah jumlah yang memadai kondisi pH sebaiknya
dievaluasi secara akurat menentukan pH-kelarutan. Jumlah kondisi pH untuk penentuan
kelarutan dapat didasarkan pada karakteristik ionisasi uji zat obat. Misalnya, ketika pKa obat
adalah di sekitar 3-5, kelarutan harus ditentukan pada pH = pKa, pH = pKa +1, pH = pKa-1, dan
pada pH = 1 dan 7,5. Minimal tiga penentuan mereplikasi kelarutan dalam setiap kondisi pH
dianjurkan. Tergantung pada variabilitas studi, replikasi tambahan mungkin diperlukan untuk
memberikan perkiraan yang dapat diandalkan kelarutan.standar Larutan penyangga yang
dijelaskan dalam USP dianggap tepat untuk digunakan dalam studi kelarutan. Jika penyangga ini
tidak cocok untuk alasan fisik atau kimia, larutan penyangga lainnya dapat digunakan. Larutan
pH harus diperiksa setelah penambahan zat obat untuk penyangga. Metode selain metode
tradisional kocok-termos, seperti asam atau basa metode titrasi, juga dapat digunakan dengan
pembenaran untuk mendukung kemampuan metode tersebut untuk memprediksi kelarutan
keseimbangan uji zat obat. Konsentrasi zat obat dalam penyangga dipilih (atau kondisi pH) harus
ditentukan dengan menggunakan stabilitas-menunjukkan divalidasi pengujian yang dapat
membedakan zat obat dari produk degradasi atau penurunan. Jika degradasi zat obat yang
diamati sebagai fungsi komposisi penyangga dan / atau pH, harus dilaporkan bersama dengan
data stabilitas lainnya.
Penentuan kelas permeabilitas
Permeabilitas efektif (P) umumnya digambarkan dalam istilah jarak gerakan molekul
per satuan waktu (misalnya 10 cm / s). Obat permeabilitas tinggi adalah mereka dengan tingkat
penyerapan lebih besar dari atau sama dengan 90% dan tidak berhubungan dengan
ketidakstabilan didokumentasikan dalam saluran pencernaan. Metode ini berkisar dari yang
sederhana yaitu koefisien minyak / air (O / W) partisi untuk studi bioavailabilitas yang mutlak.
A. Tingkat penyerapan pada manusia :
- keseimbangan massa studi farmakokinetik
- Studi bioavailabilitas yang mutlak
B. metode permeabilitas usus
- Dalam vivo perfusi usus pada manusia.
- Dalam vivo atau studi perfusi usus pada hewan.
- Dalam percobaan permeasi vitro dengan dipotongnya jaringan usus manusia atau hewan.
- Dalam percobaan permeasi vitro di satu lapisan sel epitel.
Uji Cara Pelarutan:
Dalam petunjuk ini, suatu produk obat IR dianggap cepat melarutkan ketika tidak kurang
dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit, menggunakan farmacope
amerika serikat(USP) kelas I pada 100 rpm (atau Aparatur II pada 50 rpm) dalam volume 900 ml
atau kurang di setiap media seperti 0,1 N HCl atau USP lambung Cairan Simulasi tanpa enzim,
pH 4,5 larutan penyangga, pH 6,8 atau USP Cairan simulasi di usus tanpa enzim.
Perbandingan Pelarutan:
Peraturan yang menarik adalah untuk mengetahui seberapa mirip dua kurva, dan
untuk alasan ini, perbandingan f2 telah menjadi fokus dalam Badan arahan. Ketika keduanya
yang identik, f2 = 100. Suatu perbedaan rata-rata 10% di semua waktu yang diukur poin
menghasilkan nilai f2 dari 50. FDA telah menetapkan standar umum nilai f2 antara 50-100 untuk
menunjukkan kesamaan antara dua profil pelarutan. Setidaknya 12 unit harus digunakan untuk
setiap penentuan profil. Untuk menggunakan data pelarutan rata-rata, koefisien% dari varian
pada titik awal tidak boleh lebih dari 20% dan pada waktu lain poin tidak boleh lebih dari 10%.
Pengukuran pelarutan dari dua produk (T dan R, pra-dan pasca-perubahan, dua kekuatan) harus
dibuat di bawah kondisi pengujian yang sama. Titik waktu pelarutan untuk kedua profil harus
sama, misalnya, untuk produk, IR 15 30, 45 dan 60 menit, untuk produk, ER 1 2, 3, 5, dan 8 jam.
Karena nilai-nilai f2 sensitif terhadap jumlah titik waktu pelarutan, hanya satu pengukuran harus
dipertimbangkan setelah pelarutan 85% dari produk tersebut. Untuk produk yang cepat
melarutkan, yaitu, pelarutan lebih dari 85%.
Tabel 1: Tabel menunjukkan klasifikasi obat oral sesuai dengan BCS
OBAT KELARUTAN Permeabilitas Dosis Kelas BCS
(mg/ml) (*104cm/sec) (mg)Atenolol 26.5 0.20 100 3Carbamazepine 0.01 4.30 200 2cimetidine 1.00 0.26 200 3Furosemide 0.01 0.05 40 4Hydrochlorthiazide 1.00 0.04 50 3Propranolol 33 2.91 40 1Verapamil 83 6.80 80 1
Tabel 2: Tabel menunjukkan standar internal dan penghabisan pompa subtrat:
Model obat disarankan untuk digunakan dalam membangun kesesuaian metode
permeabilitas.
obat Kelas permeabilitas
Antipyrine Tinggi(Calon berpotensi IS)Caffeine TinggiCarbamazepine TinggiFluvastatin TinggiKetoprofen TinggiMetoprolol Tinggi(Calon berpotensi IS)Naproxen TinggiPropranolol TinggiTheophylline TinggiVerapamil Tinggi(Calon berpotensi IS)Amoxicillin RendahAtenolol RendahFurosemide RendahHydrochlorthiazide Rendah
Mannitol Rendah (Calon bertpotensial IS)Methyldopa RendahPolyethylene glycol (400) RendahPolyethylene glycol (1000) Rendah
Ranitidine Rendah
dalam 15 menit atau kurang dari 15 menit, perbandingan profil tidak diperlukan. nilai f2 dari 50
atau lebih besar menjamin kesamaan atau kesetaraan dari dua kurva dan, dengan demikianlah
kinerja dua produk. Untuk keadaan di mana besar variabilitas diamati, atau diuji statistik metric
f2 yang diinginkan, pendekatan bootstrap untuk menghitung pertimbangan yang interval dapat
dilakukan.
Tambahan dalam pertimbangan untuk meminta sebuah biowaiver :
eksipien yang digunakan dalam bentuk sediaan harus telah digunakan sebelum disetujui adanya
sediaan bentuk padat langsung dari lisan oleh Pemerintah makanan dan obat. Jumlah eksipien
dalam produk IR harus konsisten dengan fungsi yang mereka maksud. Dalam jumlah besar
eksipien tertentu, seperti surfaktan (misalnya, natrium lauril sulfat) atau bahan osmotik
(misalnya, sorbitol) mungkin bermasalah. Konversi pro-obat terhadap obat harus
dipertimbangkan, jika terjadi sebelum penyerapan usus maka studi permeabilitas obat harus
dilakukan jika studi permeabilitas pro-obat harus dilakukan.
Pengecualian untuk aplikasi biowaiver :
Produk tertentu tidak berlaku untuk permohonan pengesampingan dari bioavailabilitas dan studi
bioekivalensi. Kecil rentang obat Terapi seperti digoksin, phenytoin tidak dianggap untuk
aplikasi biowaiver karena sudut pandang keamanan. Produk yang dirancang untuk diserap dalam
rongga mulut seperti tablet bukal dan lozenzes juga tidak berlaku untuk aplikasi biowaiver.
Aplikasi dalam BCS :
Penggunaan BCS sebagai alat sederhana dalam pengembangan awal obat untuk menentukan
tingkat-membatasi langkah dalam proses penyerapan oral, yang telah memfasilitasi informasi
antara para ahli yang terlibat dalam proses pengembangan obat secara keseluruhan. Hal ini dapat
menghemat waktu dan uang-jika segera - langsung, obat oral memenuhi kriteria khusus, FDA
akan mengabaikan untuk mahalnya studi bioekivalensi dan memakan waktu. Langkah ini tentu
akan mengurangi jadwal dalam proses pengembangan obat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan mengurangi paparan obat yang tidak perlu pada orang yang sehat, yang biasanya
menjadi populasi penelitian dalam studi BE. Penerapan strategi BCS dalam pengembangan obat
akan mengakibatkan penghematan langsung dan tidak langsung yang signifikan bagi perusahaan
farmasi. BCS telah mengembangkan utamanya untuk aturan dalam aplikasi, tetapi juga memiliki
beberapa aplikasi lainnya baik dalam proses obat pra-klinis dan klinis pengembangan dan telah
memperoleh pengakuan yang luas dalam industri berbasis penelitian. Prinsip-prinsip dari sistem
klasifikasi BCS dapat diterapkan pada penerapan NDA dan ANDA serta berskala dan
persetujuan perubahan dalam pembuatan obat. BCS mengklasifikasikan sehingga dapat
menyimpan perusahaan farmasi jumlah yang signifikan dalam perkembangan waktu dan
pengurangan biaya.
Obat Kelas I : Tantangan utama dalam pengembangan sistem penghantaran obat untuk obat kelas I adalah untuk
mencapai profil target langsung terkait dengan profil farmakokinetik atau farmakodinamik
tertentu. Pendekatan formulasi mencakup baik pengendalian laju pelepasan dan sifat fisikokimia
obat tertentu seperti pH-kelarutan obat.
Obat Kelas II : Sistem yang dikembangkan untuk obat kelas II didasarkan pada mikronisasi, liofilisasi,
penambahan surfaktan, formulasi sebagai emulsi dan sistem mikroemulsi, penggunaan agen
kompleks seperti siklodekstrin.
Obat Kelas III : obat yang memerlukan teknologi yang mengatasi keterbatasan dalam hal permeabilitas. Peptida
dan protein merupakan bagian dari kelas III dan teknologi penanganan bahan-bahan tersebut
sedang meningkat sekarang hari.
Obat Kelas IV : adalah obat yang menyajikan sebuah tantangan besar bagi pengembangan sistem penghantaran
obat dan rute pilihan untuk memberikan obat-obatan tersebut parenteral dengan formulasi yang
mengandung kelarutan rendah.
Kesimpulan:
Prinsip BCS memberikan pendekatan yang masuk akal untuk menguji dan menyetujui kualitas
produk obat. Aplikasi BCS untuk Kelas 2 dan 3 yang menantang, tapi pada saat yang sama
memberikan kesempatan untuk menurunkan beban regulasi dengan ilmiah yang rasional. BCS
juga menyediakan sebuah jalan untuk memprediksi pengangkutan posisi obat, penyerapan,
eliminasi. Dalam kinerja vivo obat tergantung pada kelarutan dan permeabilitas. Sistem
klasifikasi biofarmasi adalah alat membimbing untuk prediksi kinerja vivo dari bahan obat dan
pengembangan sistem pengiriman obat yang sesuai dengan kinerjanya.