tsunami ms word 2003

13
BENCANA ALAM TUSNAMI A. Definisi Tsunami Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007, Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan “ tsu ” berarti lautan, “ nami ” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011). Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. B. Penyembab Terjadinya Tsunami Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar 1

Upload: hardiaz-syantanu

Post on 18-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

apa saja yang bisa dilihat monggo gratis

TRANSCRIPT

BENCANA ALAM TUSNAMI

A. Definisi TsunamiMenurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007, Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan tsu berarti lautan, nami berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011). Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran.B. Penyembab Terjadinya Tsunami

Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Berikut beberapa Penyebab tsunami:

1. Longsoran Lempeng Bawah Laut ( Undersea landslides) Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut dengan sesar ( fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian Samudera Pasifik yang biasa disebut dengan Lingkaran Api ( Ring of Fire), lempeng samudera yang lebih padat menunjam masuk ke bawah lempeng benua. Proses ini dinamakan dengan penunjaman ( subduction). Gempa subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami. 2. Gempa Bumi Bawah Laut ( Undersea Earthquake) ( Dibaca terakhirGempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah laut, air di atas wilayah lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi ekuilibriumnya. Gelombang muncul ketika air ini bergerak oleh pengaruh gravitasi kembali ke posisi ekuilibriumnya. Apabila wilayah yang luas pada dasar laut bergerak naik ataupun turun, tsunami dapat terjadi. Berikut ini adalah beberapa persyaratan terjadinya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi :

a. Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 30 km)

b. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter

c. Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun.

Tidak semua gempa menghasilkan tsunami, hal ini tergantung beberapa faktor utama seperti tipe sesaran ( fault type), kemiringan sudut antar lempeng ( dip angle), dan kedalaman pusat gempa ( hypocenter). Gempa dengan karakteristik tertentu akan menghasilkan tsunami yang sangat berbahaya dan mematikan, yaitu:

a) Tipe sesaran naik ( thrust/ reverse fault).

Tipe ini sangat efektif memindahkan volume air yang berada diatas lempeng untuk bergerak sebagai awal lahirnya tsunami.

b) Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu. Semakin tinggi sudut antar lempeng yang bertemu. (mendekati 90o), maka semakin efektif tsunami yang terbentuk.

Kedalaman pusat gempa yang dangkal (7.0R) dan dangkal, tetapi kalau tipe sesarnya bukan naik, namun normal ( normal fault) atau sejajar ( strike slip fault), bisa dipastikan tsunami akan sulit terbentuk. Gempa dengan kekuatan 7.0R, dengan tipe sesaran naik dan dangkal, bisa membentuk tsunami dengan ketinggian mencapai 3-5 meter. 3. Aktivitas Vulkanik ( Volcanic Activities) Pergeseran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga seringkali menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada gunung berapi. Kedua hal ini dapat menggoncangkan air laut di atas lempeng tersebut. Demikian pula, meletusnya gunung berapi yang terletak di dasar samudera juga dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang tsunami.

4. Tumbukan Benda Luar Angkasa ( Cosmic-body Impacts) Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan terhadap air laut yang datang dari arah permukaan. Tsunami yang timbul karena sebab ini umumnya terjadi sangat cepat dan jarang mempengaruhi wilayah pesisir yang jauh dari sumber gelombang. Sekalipun begitu, apabila pergerakan lempeng dan tabrakan benda angkasa luar cukup dahsyat, kedua peristiwa ini dapat menciptakan megatsunami.

C. Mekanisme terjadinya Tsunami Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat) tahap yaitu kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan.

a. Kondisi Awal.

Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber gempa laut (patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini, kemudian berubah menjadi gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.b. Pemisahan Gelombang.

Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami berjarak (distant tsunami), dan sebagian lagi merambat ke pantai-pantai berdekatan yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal. Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam akan lebih cepat dari pada tsunami lokal.

c. Amplifikasi.

Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang gelombang. Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi rayapan gelombang.

d. Rayapan.

Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan tsunami . Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh peselancar air untuk meluncur di pantai). Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti diuraikan pada Amplikasi, sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi, Anonim (dalam Sugito, 2008).

D. Dampak Bencana Tsunami1. Dampak Fisik

Keruskan infrastruktur, rumah tempat tinggal, lapangan pekerjaan, sarana umum seperti jalan raya jembatan, rumah sakit, pembangkit listrik dan tempat beribadah serta masih banyak lagi bidang konstruksi milik masayarak maupun umum yang mengalami kerusakan akibat bencana Tsunami.

2. Dampak Ekomomi

Korban tsunami selain kehilangan rumah tempat tinggal, para korban juga kehilangan mata pencaharian dan kelumpuhan sementara sendi perekonomian diakibatkan rusaknya infrastruktur pribadi maupun umum ditambah kondisi recovery pasca bencana atau pemulihan pasca bencana, yang mengakibatkan lumpuhnya perekonomian masyarakat dan daerah.

3. Dampak Sosial

Para korban yang kehilangan sanak saudara, kerabat, tetangga yang berarti kehilangan komunitasnya. Korban bencana harus menjalani kehidupan pasca bencana di barak pengungsian bersama orang asing. Korban mendapat lingkungan baru dan tentunya sangat berbeda jika dibandingkan dengan lingkungan asal. Sehingga korban bencana harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ada.

4. Dampak Fisiologis

Korban massal bencana yang terjadi dapat mengakibatkan korban meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, dan kecacatan dalam jumlah besar. Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).

5. Dampak Psikologis

Dampak secara psikologis sangat memungkinkan dialami oleh survivor bencana, korban bencana yang mengalami langsung kejadian bencana, melihat langsung kondisi korban jiwa berjatuhan, menyaksikan rumah, harta benda hancur berantakan. Menimbulkan beberapa dampak secara psikologis seperti trauma, kecemasan, takut, dan beberapa efek psikologisnya bisa sampai pada perilaku dan kognitif korban bencana.

E. Penanganan Psikologis pada Korban Bencana Tsunami

1. Pencegahan

Memberikan pemahaman tanggap bencana dan bahaya bencana bagi masyarakat. Memberdayakan stakeholder untuk membantu mengarahkan dan siap tanggap terhadap bencana. meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Kebijakan ini bisa diimplementasikan dalam hal-hal sebagai berikut: pengembangan sistem yang menunjang komunikasi untuk peringatan dini dan keadaan darurat, menyelenggarakan latihan dan simulasi tanggapan terhadap bencana dan kerusakan yang ditimbulkan, serta penyebarluasan informasi tahapan bencana dan tanda-tanda yang mengiringi terjadinya bencana. meningkatkan koordinasi dan kapasitas kelembagaan mitigasi bencana. Implementasi dari kebijakan ke empat ini antara lain peningkatan peran serta kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak, pengembangan forum koordinasi dan integrasi program antar sektor, antar level birokrasi. Pada tataran aksi terbukti bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanganganan bencana maka peran serta seluruh stake holder amatlah besar, oleh karenanya perlu diberdayakan, Jokowinarno (2011).

2. Pemulihan

PFA adalah pertolongan psikologis pertama kepada korban bencana yang dilakukan dengan membuatnya merasa nyaman, aman, tenang dan penuh harapan. Prinsip-prinsip yang diterapkan di dalam PFA didasari kepada pemenuhan kebutuhan dasar korban. Menurut Nicolds (dalam Winurini, 2014), kebutuhan dasar manusia meliputi: 1) rasa aman dari ancaman lingkungan serta aman dari gangguan penyakit; 2) kasih sayang, baik dari keluarga maupun masyarakat di lingkungannya; 3) mencapai cita-cita dalam kondisi kehidupan sesuai yang diinginkan; dan 4) penerimaan eksistensi diri di tengah masyarakat sekitarnya. Pengalaman kehilangan akibat bencana membuat korban kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut. Untuk memulihkan korban, PFA memfasilitasi korban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Nelma (dalam Winurini, 2014) menguatkan pandangan WHO bahwa kunci agar seseorang dapat bertahan dalam kondisi darurat seperti bencana adalah adanya rasa aman, ketenangan, keterhubungan dengan lingkungan sosial, pandangan positif terhadap kemampuan diri, serta akses terhadap ketersediaan pemenuhan kebutuhan (tiga) prinsipnya, PFA berupaya meningkatkan kemampuan bertahan korban. Pertolonga psikologis tidak dapat diberikan ketika bencana baru saja terjadi, PFA dapat diberikan ketika kondisi lingkungan mulai kondusif, dan para korban sudah dapat berinteraksi dengan relawan PFA. Bahkan PFA bisa saja diberikan 2 minggu hingga 1 bulan pasca bencana.F. Mitigasi Bencana

Untuk menanggulangi maslah bencana maka dikenal dengan penanggulangan bencana, yaitu siklus kegiatan yang saling berkaitan, mulai dari kegiatan pencegahan, kegiatan mitigasi, kegiatan kesiapsiagaan, kegiatan tanggap darurat, kegiatan yang meliputi rehabilitasi, restorasi dan rekonstruksi serta kegiatan pembangunan.1. StrukturalPencegahan atau meminimalisir dampak bencana alam tsunami secara structural dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut: (1) Pemasangan Alaram atau tanda peringatan bencana tsunami salah satunya adalah Dart II System, sebagai alaram atau peringatan jika terjadi gempa dan berpotensi menimbulkan tsunami. Sehingga peringatan dini tentang becana dapat diketahui warga dan warga dapat dievakuasi ke tempat lebih aman. (2) Penanaman pohon bakau di pesisir pantai, fungsi pohon bakau selain sebagai preventif abrasi bibir pantai juga dapat memecah gelombang pasang tsunami, selain hutan bakau, bisa juga pembuatan bangunan pemecah ombak dipesisir pantai. (3) Mempersiapkan jalur evakuasi pada daerah rawan tsunami. (4) Membangun bangunan perlindungan anti tsunami. Secara umum dapat disimpulkan untuk mitigasi secara fisik dapat dilakukan dengan pembuatan break water (pemecah gelombang), sea wall (tembok laut), shelter (tempat perlindungan), aritficial hill (bukit buatan), vegetasi pantai, retrofitting (penguatan konstruksi bangunan).2. Non- structural

Meminimalisir dampak bencana non structural dapat dilakukan dengan (1) Memberikan pemahaman bahaya dan dampak tsunami pada masyarakat di daerah rawan bencana. (2) Mengembangakan kemampuan dengan pelatihan tanggap bencana pada masyarakat rawan bencana. (3) Mempersiapkan masyarakat untuk tanggap bencana dan faham prosedur apabila terjadi bencana alam tsunami. (4) Sarana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat perlu ditingkatkan, jika terjadi bencana maka sumber informasi dari BMKG atau BNPT melalui pemerintah menjadi sumber rujukan utama, agar informasi segera bisa diterima oleh masyarakat dengan baik dan isu-isu bencana palsu tidak berkembang. Pemetaan zonasi daerah rawan Tsunami, pendidikan, pelatihan, penyadaran masyarakat, tata ruang, zonasi, relokasi, peraturan perundangan, penerapan pengelolahan wilayah pesisir terpadu (Integrated Coastal Zone Management/ICZM).DAFTAR PUSTAKABNPB. (2011). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Standardisasi Data Kebencanaan. Diakses 06 April 2015 pada http://www.gitews.org/tsunamikit/en/E6/further_resources/national_level/peraturan_kepala_BNPB/Perka%20BNPB%208 2011_Standarisasi%20Data%20Kebencanaan.pdf.

DEPKES. (2007). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA. Diakses 04 April 2015 pada http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Undangundang/UU_No__24_Th_2007_ttg_Penanggulangan_Bencana.pdf.Sugito, N. T. (2008). Tsunami. Jurusan Pendidikan Geografi Fakutas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.

Tubrani. (2007). Sistem Tanggap Bencana. Jakarta. Disaster Relief Workshop Mabes TNI USPACOM. Diakses 06 April 2015 pada https://wss.apan.org/432/Files/Events/TE-12/11%20June/009-11JUN-MPATE%20TE12-BAKORNAS%20Brief.ppt.8