tradisi angngiori dalam perspektif hukum islam
TRANSCRIPT
TRADISI ANGNGIORI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Asmirawati
105 2611 041 16
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441H/2020M
iv
KATA PENGANTAR
Assalaamu Alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil‘alamin, Segala Puji hanya milik Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Pengampun, yang Maha Mulia lagi Maha
Perkasa, Rabb yang telah melimpahkan segala rezki dan kasih sayang-Nya
kepada semua makhluk-Nya di alam semesta ini.
Shalawat serta salam pun senantiasa dipersembahkan kepada
kekasih dan panutan kita, Rasulullah Muhammad Saw, sosok yang tiada
mewariskan dinar maupun dirham, melainkan berupa ilmu yang
bermanfaat. Atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis
dengan segala kelebihan dan kekurangan dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Ahwal Syakhsiyah di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul
“Tradisi Angngiori dalam perspektif Islam”.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
meminta kepada para pembaca agar senantiasa dapat memberikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk orang tua dan suami
tercinta dan yang saya hormati, serta saudara-saudaraku yang telah
v
memberikan dorongan moril, materil dan spiritual serta do’a restu kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE.,MM. selaku rektor dan
segenap birokrasi institute yang telah menyediakan fasilitas dan
kemudahan berupa instrument-instrument Unismuh, dimana penulis
menimba ilmu.
2. Syaikh Dr.(HC) Muhammad Muhammad Thayyib Khoory Donatur AMCF
beserta jajarannya atas semua bantuan dan kerjasamanya.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I. Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar, para wakil dekan, staf pengajar
dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis
selama mengikuti pendidikan di program studi di pendidikan di Ahwal
Syakhsiyah Unismuh Makassar
4. H. Lukman Abd Shamad, Lc. Mudir Ma’had Al-Birr Universitas
Muhammadiyah Makassar beserta jajarannya atas semua bantuan dan
kerjasamanya.
5. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc, MA selaku ketua Program Studi S1 Ahwal
Syahsiyah bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di Ahwal Syakhsiyah Unismuh Makassar.
6. Dr. Azwar Kamaruddin, Lc., M.A. selaku Pembimbing I dan Dr.
Muhammad Ali Bakri, M.Pd. selaku pembimbing II atas segala
vi
bimbingan dan perhatiannya di sela-sela kesibukannya serta
memberikan masukan dan arahan-arahan yang bermanfaat bagi penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Dosen serta Staf Program Studi Ahwal Syakhsiyah Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bantuan, bimbingan,
pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi penulis selama
mengikuti pembelajaran,.
8. Para dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala
bimbingan dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama di bangku
perkuliahan, semoga menjadi amal jariyah yang diterima Allah swt.
9. Kepada seluruh teman-teman di Mahad Al-Birr khususnya di jurusan
Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam terkhusus teman-teman
angkatan 2016 dan segenap pengurus Himaprodi Ahwal Syakhshiyah
periode 2018-2019 yang telah bersama-sama menjalani perkuliahan
dengan suka dan duka.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga
kebaikan serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan
balasan yang setimpal oleh Allah Azza Wa Jalla dengan sebaik-baik
balasan.
Makassar, 10 September 2020
Penulis
ABSTRAK
Nama : Asmirawati,105261104116.2020. Tradisi Angngiori dalam perspektif Islam. Skripsi. Program Studi Ahwal Syakhshiyah(Hukum Keluarga), Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Azwar Kamaruddin dan Muhammad Ali Bakri
Pokok permasalahan yang akan diteliti pada skripsi ini yaitu bagaimana Tradisi Angngiori dalam Perspektif Hukum Islam (studi kasus di Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa). Kemudian dijabarkan kedalam submasalah yaitu bagaimana gambaran tradisi Angngiori yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa? dan bagaimana pelaksanaan serta pengaruhnya pada masyarakat Desa Tanakaraeng.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif lapangan yang digunakan adalah : metode pendekatan ilmu ushul fiqh. Adapun sumber data penelitian ini adalah Tokoh agama, pemerintah dan masyarakat Desa Tanakaraeng disemua dusun yang berjumlah 3 (tiga) dusun. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Kemudian instrumen penelitian yang dipakai dalam Penelitian, adalah pedoman wawancara, buku tulis, alat tulis dan Kamera. Selanjutnya analisis data tersebut di tulis secara deskriptif guna memberikan pemahaman yang jelas dan terarah dari hasil penelitian dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian tersebut memberikan kita penjelasan bahwa dalam pelaksanaan tradisi Angngiori memiliki nilai positif dan negatif, hal tersebut dilihat karena adat Angngiori membantu dalam hal sosial ekonomi terhadap kelengkapan pesta, disisi lain seseorang akan terikat dalam memenuhi undangan dikarenakan adanya pencatatan nominal, maka kami ingin memperjelas hukum dari tradisi Angngiori itu sendiri, apakah dia termasuk hadiah atau hutang. Karena tidak jarang tradisi ini menimbulkan cibiran dan rasa kecewa dari masyarakat terhadap pelaku. Angngiori bukanlah ajaran Islam namun masuk kedalam urf´ sehingga apabila masyarakat yang melakukan tradisi Angngiori benar benar ikhlas tanpa mengharapkan balasan maka tradisi Angngiori hukumnya sunnah.
Kata kunci: Tradisi, Angngiori, Hukum Islam.
ABSTRACT
Name: Asmirawati, 105261104116.2020. The Angngiori tradition in an Islamic perspective. Essay. Ahwal Syakhshiyah Study Program (Family Law), Faculty of Islamic Religion, Muhammadiyah University of Makassar. Supervised by Azwar Kamaruddin and Muhammad Ali Bakri.
The main problem that will be examined in this thesis is how the Angngiori Tradition in Islamic Law Perspective (case study in Tanakaraeng Village, Manuju District, Gowa Regency). Then it is translated into sub-problems, namely how is the description of the Angngiori tradition carried out by the people of Tanakaraeng Village, Manuju District, Gowa Regency? and how its implementation and influence on the people of Tanakaraeng Village.
This research is a type of qualitative field research used is: The method of the ushul fiqh approach. The data sources of this study were religious leaders and the people of Tanakaraeng Village in all 3 (three) hamlets. The data collection methods used were interviews and observation. Then the research instruments used in the study were interview guides, notebooks, stationery and cameras. Furthermore, the data analysis is written descriptively in order to provide a clear and directed understanding of the research results and draw conclusions.
The results of this study, it provides us with an explanation that in carrying out the Angngiori tradition it has positive and negative values, this is seen because the Angngiori custom helps in socio-economic terms with the completeness of the party, on the other hand someone will be bound to fulfill the invitation due to nominal recording, but sometimes There are also people who do not Angngiori or do not return according to expectations so that there is ridicule and insults for the community. With this incident Angngiori will not feel disappointed in the teachings of Islam so that if people who do the Angngiori tradition are truly sincere without expecting anything in return, then the Anggigiori tradition of law is changed.
Keywords: Tradition, Angngiori, Islamic Law.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH .............................................................. iv
PERYATAAN KEASLIAN ......................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9
A. Tradisi .......................................................................................... 9
1. Pengertian dan Fungsi Tradisi ................................................. 9
2. Tradisi Menurut Islam ............................................................. 10
3. Macam-macam Al-‘Urf ............................................................ 11
4. Kedudukan al-‘Urf Sebagai Sumber Hukum ........................... 13
5. Syarat-syarat Pemakaian Al-‘Urf Sebagai Sumber Hukum ..... 15
B. Angngiori ..................................................................................... 16
1. Pengertian ............................................................................ 16
v
2. Jenis-jenis Angngiori ............................................................. 17
3. Pandangan syariat tentang Angngiori ................................... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 20
A. Lokasi dan Jenis Penelitian ......................................................... 20
B. Instrumen Penelitian ................................................................... 21
C. Metode Pengumpulan Data......................................................... 23
D. Metode Pengolahan dan Analsis Data ........................................ 24
BAB IV TRADISI ANGNGIORI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS DI DESA TANAKARAENG KECAMATAN MANUJU
KABUPATEN GOWA) ............................................................................... 26
A. Gambaran umum lokasi penelitian dan pemahaman masyarakat
tentang tradisi Angngiori ............................................................ 26
B. Pelaksanaan dan pengaruh tradisi Angngiori dalam kehidupan
masyarakat ................................................................................ 30
C. Angngiori Hutang ataukah Hadiah ............................................. 39
D. Tradisi Angngiori dalam perspektif hukum islam.......................40
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ............................ 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 58
LAMPIRAN ................................................................................................ 62
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk sosial, di dalam kehidupan
senantiasa saling berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain.
Dalam kehidupan sehari hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau
mencukupi kebutuhan sendiri, meskipun dia memiliki kedudukan dan
kekayaan, kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik
dalam masyarakat yang saling membutuhkan.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wataala surah At-
taubah ayat 71:
وف ر ع م ال ون ب ر م أ ض ي اء بع ي ل و م أ ه ض ات بع ن م ؤ م ال ون و ن م ؤ م ال و
ل ون الص يم ق ي ر و ك ن م ن ال ن ع و ه ن ي و اة ك ون ال ؤ ي و ن ة عو ي ط ي و
إن ئك سيرحمهم ٱلل ورسولهۥ أول كوة ويطيعون ٱلل لوة ويؤون ٱل ويقيمون ٱلص
عي حكيم ٧ ١٧ٱلل
Terjemahan :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
1Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.198
2
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana2”
Dalam hadits Rasulullah Saw:
عنه عن عليه وسلم أبي هريرة رضي الل صلى الل من قال عن النبي
نـفس عن مؤمن كـربة من كرب الدنيا ، نـفس الله عنه كـربة من كـرب
يوم القيامة، ومن يسر علـى مـعسر ، يسـر الله عليه فـي الدنيا والخرة ،
فـي الدنيا والخرة ، والله فـي عون العبد ، سـره الله ومن سـر مسلمـا
.3ما كان العبد في عون أخيه
Artinya :
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu
kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh
melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barang
siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam
masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan
baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa
menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup
(aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong
seorang hamba selama hamba tersebut menolong
saudaranya. (HR.Muslim).
Masyarakat Makassar adalah masyarakat yang kental akan
kebudayaan dan tidak lepas dari tradisi turun menurun. Tolong-menolong
2Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.198 3 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subulussalam-Syarah Bulughul
Maram (Cet.4. Jakarta : Darus sunnah, 2019) h. 501
3
merupakan salah satu hal yang sangat melekat, dan dikenal dengan
budaya siri’ na pacce.
Budaya itu sendiri berarti hasil buah budi manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup atau segala sesuatu yang diciptakan
manusia baik yang konkrit maupun abstrak4.Termasuk didalam budaya siri
na pacce salah satunya adalah “Tradisi Angngiori”, yang mana merupakan
wujud nyata dari prinsip gotong-royong yang dipegang oleh masyarakat
Makassar.
Meski budaya global telah banyak membawa perubahan di
seluruh penjuru tanah air namun masyarakat yang masih berpegang
teguh, tradisi ini berhasil bertahan, ini dikarenakan budaya siri’ na pacce
itu sendiri dapat diterima secara nasional, juga dikarenakan budaya ini
terdapat kesamaan di berbagai daerah di Indonesia.
Bagi masyarakat Makassar siri’ adalah sistem nilai yang
paling fundamental, kesadaran untuk memelihara siri’ merupakan hal yang
mutlak bagi setiap individu. Tidak ada hal yang paling berharga melebihi
siri’ apapun bisa dipertaruhkan termasuk jiwa sekalipun. Makna siri’
mendapat tambahan terkait dengan istilah Arab sirr berarti sembunyi ,
mengandung pengertian sesuatu yang tersembunyi yakni jati diri atau
kepribadian dan berarti juga rasa malu yang mendalam dan harga diri. Di
samping itu siri’ dimaknai pula dengan rasa malu jika tidak melakukan
4 Djoko Widagdho, dkk. Ilmu Budaya Dasar. (Cet. 2, Jakarta : Bumi Aksara,
1991) h. 20
4
kebaikan, termasuk jika tidak menjalankan perintah agama atau jika
terlihat melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama ataupun adat.5
Konsepsi tentang siri’ merupakan pijakan utama dalam
pembentukan cara pandang masyarakat Makassar tentang manusia. Nilai
hidup seseorang diukur melalui komitmennya terhadap siri’, seseorang
yang tidak memiliki kesadaran tentang siri’ tidak bisa dianggap sebagai
manusia yang bermartabat. Bahkan orang seperti ini dipandang sama
dengan binatang, dimata orang Makassar telah hilang kehormatan dan
dipandang orang hina
5 Nurman Said. Membumikan Islam di Tanah Bugis. ( Cet.1, Makassar :
Alauddin Press, 2011) h. 32,34,35
5
Pacce mengandung makna belas kasih, setia kawan dan solidaritas
sosial. Kata pacce sering digandengkan dengan kata siri’ sehingga
menjadi siri’na pacce yang bermakna malu atau harga diri dan belas
kasih, kesadaran tentang pacce dikalangan masyarakat Makassar berakar
pada keyakinan tentang kesatuan sosial masyarakat yang diekspresikan
melalui ungkapan Abbulo Sibatang yang mengisyaratkan makna bahwa
manusia laksana sebatang bambu, dengan kata lain masyarakat
sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya.
Siri’ lebih menekankan pada implikasi individual tanpa
mengabaikan implikasi sosialnya sementara pacce lebih menekankan
implikasi sosial tanpa mengabaikan implikasi individualnya, artinya siri’
tanpa diimbangi pacce bisa menimbulkan kesan egoisme yang berlebihan
sedangkan pacce tanpa disertai siri’ dapat menimbulkan sikap alturistik
yang berlebihan. Dengan demikian pacce menjadi faktor penyeimbang
terhadap siri’ demikian pula sebaliknya.6
Angngiori adalah tradisi tolong menolong antar individu
masyarakat makassar dalam bentuk uang, emas, hewan ternak, bahkan
tanah dan ini diberikan secara simbolis dihadapan keluarga besar serta
disaksikan pemangku adat ketika seseorang mengadakan resepsi
pernikahan sunatan atau hajatan yang lain.
6 Nurman Said, Membumikan Islam di Tanah Bugis. h.36
6
Hal ini sekilas tampak biasa, namun jika kita memahami lebih
dalam tentang tradisi ini akan kita temukan kenyataan yang ironi dengan
maksud dari solidaritas ini, karena pada akhirnya bentuk pemberian ini
dikemudian hari menyerupai hutang bagi penerima.
Dan sudah menjadi rahasia umum, serta beban individu
bahwa uang, ternak atau tanah yang diterima oleh pihak yg terdahulu
harus dilebihkan saat tiba masa pengembalian, Pengembalian tersebut
saat si pemberi mengadakan hajatan.
Sehingga tak jarang kita temukan masyarakat yang masih
terikat dan melakukan tradisi ini menjual asset bahkan meminjam ke
rentenir hingga ada yang merantau ke luar negeri menjadi tenaga kerja
semata mata terbebani dengan pangngioriang tersebut.
Jika kita lihat fenomena ini maka dapat kita simpulkan bahwa
tradisi ini sudah sangat bertolak belakang dengan prinsip dasar dari siri’
na pacce. Dan bagaimana pandangan syariat Islam akan hal ini, apakah
budaya ini termasuk pada hal yang mubah atau haram.
Dari uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi penelitian ini
dengan judul “ Tradisi Angngiori Dalam Perspektif Islam”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengungkapkan
pokok masalah tentang bagaimana tradisi angngiori dalam masyarakat
7
Makassar. Adapun sub masalah dari pokok permasalahan tersebut
sebagai berikut:
1. Apa itu tradisi Angngiori ?
2. Bagaimana pelaksanaan dan pengaruh tradisi Angngiori dalam
kehidupan masyarakat di desa Tanakaraeng kecamatan manuju
kabupaten Gowa ?
3. Bagaimana pandangan syariat Islam terhadap tradisi Angngiori
dalam masyarakat di desa Tanakaraeng kecamatan manuju
kabupaten Gowa ?
C. Tujuan penelitian
Penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian tradisi Angngiori
2. Mengetahui pelaksanaan dan pengaruh tradisi Angngiori dalam
kehidupan masyarakat di desa Tanakaraeng kecamatan manuju
kabupaten gowa.
3. Mengetahui pandangan syariat Islam terhadap tradisi Angngiori
dalam masyarakat di desa Tanakaraeng kecamatan manuju
kabupaten gowa.
8
D. Manfaat penelitian
Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan antara
lain :
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dari penelitian ini bermanfaat pada perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya tradisi yang ada pada masyarakat
Makassar. Hasilnya dapat dimanfaatkan lebih lanjut dengan baik,
sebagai bacaan bagi generasi penerus atau menjadi bahan acuan
dalam penelitian yang lebih lanjut, serta memberikan informasi bagi
pembaca tentang pandangan syariat Islam pada tradisi Angngiori.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Makassar dalam
pelaksanaan Angngiori dapat menimbang baik dan buruknya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
melakukan penelitian, serta menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tradisi
1. Pengertian dan fungsi tradisi
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek
moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat7, berasal dari bahasa
latin trader yang mengandung beberapa pengertian, dan yang agak
mengena antara lain: menyampaikan; mengantarkan; mewariskan dan
menyalurkan. Dari kata dasar ini dalam kata “tradisi” terlihat adanya
proses yang berulang tentang sesuatu yang disampaikan, diwariskan dan
seterusnya dari masa lalu dan masih berlaku hingga masa sekarang.
Tetapi harus diakui pula bahwa tidak selamanya sebuah tradisi dapat
bertahan. Oleh karenanya dapat dimaklumi adanya pandangan skeptik
yang meyakini tradisi ada .8
Beberapa fungsi dari tradisi berikut ini
a. Penyedia fragmen warisan historis
Sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita
pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti gagasan dan material yang bisa
dipergunakan orang dalam tindakan saat ini dan untuk membangun masa
depan dengan dasar pengalaman masa lalu
7 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: kamus pusat bahasa, 2008) h.
1543 8 Djoko Widagdho, dkk. Ilmu Budaya Dasar, (Cet. 2, Jakarta : Bumi Aksara,
1991) h. 31,33
10
b. Memberikan legitimasi pandangan hidup
Sebagai pemberi legitimasi pada pandangan hidup,
keyakinan, pranata dan aturan yang telah ada.semuanya ini
membutuhkan pembenaran,agar bisa mengikat anggotanya.
c. Menyediakan simbol identitas kolektif
Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,
memperkuat loyalitas primodial kepada bangsa, komunitas dan kelompok.
d. Sebagai tempat pelarian.
Untuk membantu sebagai tempat pelarian dari keluhan,
ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan modern. tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber
pengganti kebanggaan jika masyarakat berada dalam kritis.9
2. Tradisi Menurut Islam
Dalam Islam tradisi dikenal dengan al- ‘urf
Al- ‘Urf secara etimologi berasal dari kata ‘arafa’, yu’rifu (
يعرف –)عرف sering diartikan dengan al- ma’ruf ( )المعروف dengan arti
“sesuatu yang dikenal. Atau berarti yang baik.kalau dikatakan فلن اولى
maksudnya ,(si fulan lebih baik dari yang lain dari segi ‘urf- nya) فلناعرفا
bahwa seseorang lebih dikenal dibandingkan dengan orang lain.
9Portal Media Pengetahuan Online. Diakses
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/pengertian-tradisi-tujuan-fungsi-macam-macam-contoh-penyebab-perubahan.html pada 17 Februari 2020 pukul 08.50 Wita.
11
pengertian dikenal ini lebih dekat kepada pengertian, diakui oleh orang
lain.10
Adapun dari segi terminologi pakar Ushul fikih Kata al-
‘urf mengandung makna sesuatu yang telah menjadi kebiasaan
kebanyakan manusia serta merupakan perbuatan yang telah umum dan
dikenal diantara mereka atau dapat pula didefinisikan sebagai sebuah
lafadz yang telah dikenal diantara manusia yang jika dimutlakan akan
mengarah pada makna khusus dimana tidak ada makna lain yang
terbetikdalam diri ketika mendengarkannya selain makna khusus tersebut,
selama tidak bertentangan dengan Al- Quran dan sunnah.
Dikatakan pula bahwa al ‘urf adalah sesuatu yang telah
tetap (konstan) dalam jiwa diakui dan diterima oleh akal, dan dia
merupakan hujjah serta mudah dipahami.11
3. Macam-macam al- ‘Urf
Para Ulama Ushul fiqh membagi al- ‘Urf kepada tiga
macam:
a. Dari segi objeknya :
1) Al-‘Urf al-Qauli (kebiasaan yang menyangkut ungkapan).
Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal
atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu,
10 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin. Kamus Ilmu Ushul Fikih (Jakarta :
Amzah, 2009) h.333 11 Ali bin Muhammad bin Ali Al Jurjani, At Ta’rifaat (beirut, Darul kitab Al Arabi,
cet.1, 1405) h. 193.
12
sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan
terlintas dalam pikiran masyarakat.
2) Al-‘urf al-‘amali ( kebiasaan yang berbentuk perbuatan).
Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan
perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang
dimaksud
“perbuatan biasa” adalah kebiasaan masyarakat dalam
masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan
kepentingan orang lain.
b. Dari segi cakupannya:
1) Al-‘urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat umum).
Adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di
seluruh masyarakat dan diseluruh daerah.
2) Al-‘urf al-khash (kebiasaan yang bersifat khusus).
Adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan masyrakat
tertentu.
c. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’ :
1) Al-‘urf al-Shahih ( kebiasaan yang dianggap sah)
Adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat
yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadits)
tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula
membawa mudarat kepada mereka.
2) Al-‘urf al-fasid ( kebiasaan yang dianggap rusak).
13
Adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil
syara’ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’.12
4. Kedudukan al- ‘Urf sebagai Sumber Hukum
Para ulama sepakat menolak ‘urf fasid untuk dijadikan
landasan hukum. Menurut hasil penelitian Al- Tayyib Khudari Al- Sayyid,
guru besar ushul fiqh di Universitas al- Azhar mesir dalam karyanya al-
ijtihad fi ma la nassa fih, bahwa mazhab yang dikenal banyak
menggunakan ‘urf sebagai landasan hukum adalah kalangan hanafiyyah
dan kalangan malikiyyah, dan selanjutnya oleh kalangan Hanabilah dan
kalangan Syafi’iyah. Menurutnya, pada prinsipnya mazhab- mazhab
besar fikih tersebut sepakat menerimanya sebagai landasan
pembentukan hukum, meskipun dalam jumlah dan rinciannya terdapat
perbedaan diantara mazhab- mazhab tersebut, sehingga al- ‘Urf
dimasukkan ke dalam kelompok dalil- dalil yang diperselisihkan
dikalangan Ulama.
Al-‘Urf mereka terima sebagai landasan hukum dengan
beberapa alasan, antara lain:
a. Ayat 199 Surah al-A’raf:
خذ العفو وأمر بالعرف واعرض عن الجاهلين 13
Terjemahan :
12 Zaidan Abdul Karim, Al- Wajiz Fi Ushul Fiqh (Beirut, Muassasah Ar-Risalah,
1987) h. 252 13 Surah al -A’raf: 199
14
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang-orang
mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah daripada orang-
orang yang bodoh”.
Kata al- ‘Urfi dalam ayat tersebut, dimana Dalam kehidupan
sosial dalam masyarakat manusia yang tidak mempunyai
undang-undang (hukum-hukum), maka al- ‘Urf adalah
(kebiasaan) yang menjadi Undang-undang yang mengatur
mereka. Jadi sejak zaman dahulu al- ‘Urf mempunyai fungsi
sebagai hukum dalam kehidupan manusia umat manusia
disuruh mengerjakannya, oleh para ulama ushul fiqh dipahami
sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan
masyarakat. Berdasarkan itu, maka ayat tersebut dipahami
sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah
dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu
masyarakat.
b. Pada dasarnya, syariat Islam dari masa awal banyak
menampung dan mengakui adat atau tradisi yang baik dalam
masyarakat selama tradisi itu tidak bertentangan dengan Al-
Quran dan Sunnah Rasulullah. Kedatangan Islam bukan
menghapuskan sama sekali tradisi yang telah menyatu dengan
masyarakat. Tetapi secara selektif ada yang diakui dan
dilestarikan serta ada pula yang dihapuskan. Misal adat
kebiasaan yang diakui, kerja sama dagang dengan cara berbagi
15
untung (al- mudarabah). Praktik seperti ini sudah berkembang
dikalangan bangsa arab sebelum Islam, dan kemudian diakui
oleh Islam sehingga menjadi hukum Islam. Berdasarkan
kenyataan ini, para ulama menyimpulkan bahwa adat istiadat
atau tradisi yang baik secara sah dapat dijadikan landasan
hukum, bilamana memenuhi persyaratan.14
5. Syarat-syarat Pemakaian Al- ‘Urf sebagai Sumber Hukum
Syarat-syarat ‘urf yang bisa diterima oleh hukum Islam :
a. al- ‘Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakannya
berlaku
b. al- ‘Urf yang dijadikan sumber hukum bagi sesuatu tindakan
harus terdapat pada waktu diadaknnya tindakan tersebut.
Bagi al- ‘urf yang timbul dari sesuatu perbuatan tidak bisa
dipegangi, dan hal ini adalah untuk menjaga kestabilan
ketentuan sesuatu hukum. Misalnya, kalau kata-kata “Sabilillah”
dalam pembagia harta zakat menurut al- ‘urf pada suatu ketika
diartikan semua keperluan jihad untuk agama, atau semua jalan
kebaikan dengan mutlak, menurut perbedaan pendapat para
ulama dalam hal ini, atau kata-kata “Ibnus-Sabil” diartikan
kepada orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan.
Kemudian pengertian yang dibiasakan tersebut berubah,
sehingga Sabilillah diartikan anak pungut yang tidak mempunyai
14 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005)
16
keluarga, maka nash-nash hukum tersebut tetap diartikan
kepada pengertian al- ‘urf pertama, yaitu yang berlaku pada
waktu keluarnya nash tersebut, karena pengertian tersebut
itulah yang dikehendaki oleh Syara’, sedang pengertian-
pengertian yang timbul sesudah keluarnya nash tidak menjadi
pertimbangan.
c. Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan Al- ‘urf.
Penetapan hukum berdasarkan Al- ‘urf dalam hal ini
termasuk dalam penetapan berdasarkan kesimpulan (menurut
yang tersirat).Akan tetapi apabila penetapan tersebut
berlawanan dengan penegasan, maka hapuslah penetapan
tersebut.15
B. Angngiori
1. Pengertian
Angngiori adalah suatu tradisi turun temurun yang terdapat
dalam masyarakat. Angngiori merupakan bahasa Makassar yang berarti
hadiah, kado, oleh- oleh.16. Angngiori di kenal oleh masyarakat makassar
dengan istilah “rera”” atau dalam Bahasa Indonesia adalah bantuan yang
akan dibalas. Dilakukan pada acara pernikahan atau khitanan dimana
setiap orang membawa uang dan barang-barang tertentu dengan maksud
15 Al- Khadimi Nuruddin Mukhtar, Ta’lim Ilmu Ushul, (Riyadh, Maktabah Al-
Abikan, Cet.2, 2005) h. 261 16 Abueraerah Arief. Kamus Makassar-Indonesia, (Ujung pandang : Yayasan
YAPIK DDI, 1995) h. 203
17
mengharapkan balasan dari apa yang diberikannya. Angngiori ini
bertujuan saling membantu dalam melengkapi kebutuhan dalam suatu
acara.
Sebagaimana hadits Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam:
)حق ل:رسول الله صلى الله عليه وسلم قا أن هريرة رضي الله عنه عن أبي
إذا لقيه فسلم عليه، وإذا )قيل: ما هنيا رسول الله؟ قال: (المسلم على المسلم ست
وإذا اسنصحك فانصح له، وإذا عطس فحمد الله فسمه، وإذا دعاك فأجبه،
٧١مرض فعده، وإذا مات فابعه(
Artinya:
“Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam berkata: “hak seorang muslim terhadap
sesama muslim itu ada enam.” Dikatakan : apa itu ya Rasulullah? Ia
berkata: “jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia
mengundangmu maka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat
kepadamu maka berilah ia nasihat, jika ia bersin dan mengucapkan
Alhamdulillah maka doakanlah ia dengan yarhamkallah, jika ia sakit maka
jenguklah ia, dan jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.”HR.
MUSLIM 2162
2. Jenis-jenis Angngiori
a. Angngiori dengan undangan
Angngiori dengan undangan yaitu hampir sama yang
dilakukan pada umumnya memberikan sebuah undangan yang berisi uang
17 Muslim bin Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An Naisaburi, shohih muslim,
bab hak seorang muslim terhadap sesama muslim, juz 4,( beirut, Daar ihyaa at-turats al-arabiy) h. 1705
18
disimpan pada tempat tertentu biasanya juga langsung diberikan pada
tuan rumah, ditulis nama si pemberi undangan.
b. Angngiori dengan barang
Angngiori dengan barang adalah Angngiori yang dicatat
secara langsung dengan nama, alamat, dan jumlah uang serta barang-
barang yang dibawa oleh undangan.
c. Angngiori dengan diumumkan
Angngiori ini mempunyai istilah “akkio-kio” atau “adde’de’
kappara” atau dalam bahasa Indonesia memanggil-manggil. Maksud dari
memanggil-manggil disini yaitu menyebut nama, alamat, dan jumlah uang
atau barang orang yang angngiori Dengan menggunakan pengeras suara
yang dilakukan oleh Tokoh Agama atau Imam Desa dan Kepala Desa
dengan mencatat dan menghitung keseluruhan pangngioriang. Yang
disaksikan berbagai pihak, biasanya angngiori dengan akkio-kio hanya
dilakukan oleh keluarga terdekat dan para tetangga. Tradisi ini juga
biasanya memacu angngiori dengan jumlah ratusan hingga jutaan
rupiah.18
18 Nurcayanti, Skripsi : Aspek Mudharat Tradisi Anynyori Dalam Perspektif
Hukum Islam Terhadap Hukum Adat, ( Makassar: Universitas Islam Negeri, 2017) h.13-14
19
3. Pandangan Syariat Tentang Angngiori
Angngiori merupakan bahasa Makassar yang berarti hadiah, kado, oleh-
oleh. Dalam bahasa Indonesia berarti pemberian, dalil yang menyebutkan
tentang pemberian terdapat dalam al- Quran dan sunnah: Allah SWT
berfirman:19
به عليم ) ا حبون وما نفقوا من شيء فإن الل (29لن نالوا البر حى نفقوا مم
Terjemahan:
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan,
tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui"
Dari hadits, Rasulullah Saw bersabda :
قال: كان رسول أن عمر رضي الله عالى عنه رضي الله عنهما عمرابن عن
إليه مني، من هو أفقر ليعطيني العطاء، فأقول: أعطه صلى الله عليه وسلم الله
، إذا جاءك من هذا المال شيء وأنت غير مشرف ولا سائل، فخذهخذه، :فقال
عبد قال سالم ابن كله، وإن شئت صدق به، وما لا، فل بعه نفسكففإن شئت
لا يسأل أحدا شيئا، ولا يرد شيئا أعطيه. مفق عليه : فمن أجل ذلك كان عمرالله
Artinya :
“Dari ibnu Umar, ia mengataka bahwa Umar RA berkata, Rasulullah SAW
pernah memberikanku sesuatu, lalu aku berkata berkata kepada beliau,
“Berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan”, Beliau berkata:
“apabila ada orang yang memberikanmu harta sementara kamu tidak
mempunyai ambisi untuk itu dan tidak meminta-minta, maka ambillah.
19 Surah Ali Imran : 92
20
Jika kamu ingin maka makanlah, tetapi jika kamu ingin maka
sedekahkanlah. Tetapi jika tidak seperti itu (kamu mempunyai ambisi dan
meminta-minta) maka janganlah kamu menurutkan hawa nafsumu. Salim
bin Abdullah berkata, “oleh karena itulah ibnu Umar tidak pernah meminta
sesuatu kepada seseorang dan tidak pernah menolak apa yang diberikan
kepadanya”.(Shohih Bukhari)20
20 Shahih Bukhari, kitab az-zakat (bab man a’tahu Allah syai’an min ghairi
mas’alatin wala isyrof -1473, 7163, 7164-)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah merupakan rangkaian langkah yang
dilakukan secara terencana dan sistematis berdasarkan pedoman, untuk
mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tertentu. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan
langkah-langkah yang serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar
penelitian yang dilakukan mempunyai bobot yang cukup memadai dan
memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.21
A. Lokasi dan Jenis Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini terletak di Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju
Kabupaten Gowa, sasaran penelitian adalah masyarakat yang sedang
melakukan tradisi Angngiori. Peneliti memilih lokasi penelitian ini
berhubung lokasinya mudah diakses, serta bahasa yang digunakan juga
bahasa khas daerah Makassar.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat
kualitatif atau gambaran terhadap suatu masalah.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menitikberatkan pada
keutuhan (entity) sebuah fenomena dalam rangka mengkaji dari sikap
21 Saifullah, buku pedoman metodologi penelitian (malang, Fakultas Syariah UIN,
2006), h.21
22
atau tindakan individu di tengah lingkungan sosialnya dengan segala
subjektifitas pemaknaannya.22
Bodgan dan taylor mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata yang tertulis dari orang-orang prilaku yang diamati.23
Oleh sebab itu, data yang muncul dalam penelitian ini berwujud
kata-kata bukan angka-angka. Data ini dikumpulkan dan diperoleh
langsung dari sumbernya, dicatat dan diolah sendiri, yang semua ini
diperoleh dari lapangan penelitian yang berupa hasil wawancara dari
pihak berkompeten.
B. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian. Instrument yang digunakan adalah
istrumen utama yaitu manusia dan istrumen penunjang yaitu observasi
dan wawancara
1. Instrumen utama dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri, dalam
penelitian kualitatif peneliti merupakan pelaksana, perencana,
pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan juga merupakan
pelapor hasil penelitian.
Di antara ciri-ciri umum instrument utama dalam hal ini adalah
peneliti itu sendiri di antaranya:
22 Zuwardi Endswarsa, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2003), h.16 23 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum ( Jakarta:Rineka cipta 1988), h.20-
21
23
a. Responsif, manusia merespon terhadap lingkungan dan terhadap
pribadi pribadi yang menciptakan lingkungan.
b. Dapat menyesuaikan diri, manusia dapat menyesuaikan diri pada
keadaan dan situasi pengumpulan data.
c. Menekankan keutuhan, manusia memanfaatkan imajinasi dan
kreativitasnya dalam memandang dunia ini sebagai suatu
keutuhan, jadi sebagai konteks yang berkesinambungan dimana
mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai
sesuatu yang real, benar, dan mempunyai arti.
d. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, manusia sudah
mempunyai pengetahuan yang cukup sebagai bekal dalam
mengadakan penelitian.
e. Memproses data secepatnya, manusia dapat memproses data
secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya kembali,
mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan
hipotesis kerja ketika di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja
itu pada respondennya.
f. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan
mengikhtisarkan, manusia memiliki kemampuan untuk
menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau
responden.
g. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak
lazim dan disinkratik, manusia memiliki kemampuan untuk
24
menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak
direncanakan semula, yang tidak diduga sebelumnya, atau yang
tidak lazim terjadi.24 Kemudian dalam instrumen penunjang
wawancara dan observsi dalam menggunakan kedua instrument
tersebut, Suharmisi Arikunto mengemukakan pemilihan metode
yang akan digunakan peneliti ditentukan oleh tujuan penelitian,
sampel penelitian, lokasi, pelaksana, biaya dan waktu, dan data
yang ingin diperoleh.25 Setelah ditentukan metode yang
digunakan, maka peneliti menyusun instrument pengumpul data
yang diperlukan untuk me ngumpulkan data yang diperlukan.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti mengunakan beberapa
metode di antaranya yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian, dalam arti bahwa data
tersebut dihimpun melalui pengamatan dengan panca indra.26
Observasi merupakan pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku objek yang dilihat dan hal-hal yang diperlukan
dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan dengan
24 Wawan Saputra, Pesan Dakwah Dalam Tradisi Mappadendang Di Desa Kebo
Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng (Makassar:Skripsi (UIN), 2016), h.36-37 25 Arikunto, ProsedurPenelitianSuatu PendekatanPraktek, (Jakarta: Rineka
Cipta,1996), h.154-155 26 Burhan Bungin, Metode Penelitian Social, format-format Kuantitatif dan
Kualitatif ( Surabya: PT Airlangga,2001), h.209
25
menggunakan teknik pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian.
2. Wawancara dan Interview
Wawancara dan Interview dalah proses menerima
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara infroman dengan pewancara.27 Teknik ini dilakukan
untuk memperoleh data primer tentang tradisi Angngiori.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
majalah, buku, notulen rapat, agenda dan sebagainya sehingga data yang
diperoleh diharapkan dapat mendukung penelitian yang dilakukan.
D. Metode Pengelolaan Data dan Analisis Data
Metode analisis data adalah salah satu langkah yang
ditempuh oleh peneliti untuk menganalisis hasil temuan data yang telah
dikumpulkan melalui metode pengumpulan data yang telah diterapkan.
Dalam menganalisis data. Peneliti akan memilih data mana yang penting
dan yang akan dipelajari kemudian membuat kesimpulan sehingga
memudahkan dalam memahami objek yang dikaji. Dalam pengolahan
data digunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Metode Induktif yaitu bertitik tolak pada unsur-unsur yang bersifat
khusus kemudian mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
27 M. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003), h.193-194
26
b. Metode Deduktif yaitu menganalisis data dari masalah yang
bersifat umum kemudian yang bersifat khusus.
27
BAB IV
TRADISI ANGNGIORI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM STUDI
KASUS DI DESA TANAKARAENG KECAMATAN MANUJU
KABUPATEN GOWA
A. Gambaran umum lokasi penelitian dan pemahaman masyarakat
tentang tradisi Angngiori.
1. Lokasi dan penduduknya 28
Kecamatan manuju terdapat beberapa Desa diantaranya
desa pattallikang, tamalatea, manuju, bilalang, moncongloe, tassese dan
tanakaraeng. Desa tanakaraeng dengan luas 9 km2, jumlah dusun
sebanyak 3 (tiga) yaitu: dusun mannyampa, bilampang dan tanakaraeng,
jumlah penduduk Desa tanakaraeng sebanyak 2.261 jiwa yang
diantaranya 1.126 jiwa laki-laki dan perempuan sebanyak 1135. Dan
penganut agama Islam 100%.
Tabel 1. Profil desa
Provinsi Sulawesi selatan
Kecamatan Manuju
Desa/kelurahan Tanakaraeng
Alamat kantor desa Jl. Poros Bili-Bili – Sapaya
Nama kepala desa
Nomor telepon
28 Data profil desa Tanakaraeng Tahun 2016
28
Tabel 2. Batas wilayah
Utara Moncongloe
Selatan Desa Barugaya Kabupaten Takalar
Barat Desa Towata Kabupaten Takalar
Timur Desa Pattallikang
Tabel 3.Kondisi Geografis
Ketinggian Tanah
Curah hujan Sedang
Topografi Wilayah Dataran Tinggi
Tabel 4. Jarak Desa
Jarak dari Desa Ke Jarak Waktu Tempuh
Kantor Kecamatan 5 Km 20 menit
Kantor Kabupaten/kota 25 Km 50 menit
Ibu kota Provinsi 38 Km 1 jam 11 menit
Ibu kota Negara 1.635 Km 2 hari (laut)
Sumber: data profil desa tanakaraeng tahun 2016
2. Keadaan sosial ekonominya29
Keadaan sosial ekonomi di desa tanakaraeng dipengaruhi
juga oleh kondisi tanah dan curah hujan, sebagaimana desa desa lain di
Indonesia yang memiliki dua musim, penggunaan tanah di desa
tanakaraeng sebagian besar diperuntukkan untuk tanah pertanian sawah
dan ladang sisanya adalah bangunan dan fasilitas fasilitas lainnya.
29Hasil wawancara dengan Staff kantor desa Tanakaraeng , oleh Penulis , pada
tanggal 29 Juli 2020.
29
Mata pencaharian penduduk desa tanakaraeng terbagi
beberapa bidang dan lapangan kerja antara lain: petani, pedagang, sopir,
buruh, karyawan swasta, Guru/PNS, TNI/POLRI, dan nelayan.
3. Pemahaman Masyarakat Terhadap Tradisi Angngiori Di Desa
Tanakaraeng.
Bagi masyarakat desa tanakaraeng menghadiri undangan
pernikahan merupakan suatu keharusan, dan untuk pihak keluarga serta
tetangga terdekat undangan tidak mesti dengan lisan secara langsung,
saat seseorang melakukan acara secara otomatis keluarga,tetangga
terdekat ataupun teman karib, akan datang membawa pemberian dalam
bentuk barang.
Tradisi Angngiori berbeda-beda setiap desa maupun dari
suku di makassar, Tradisi Angngiori di Desa Tanakaraeng adalah saling
membantu sebab banyaknya biaya yang digunakan, seperti perlengkapan
pesta apalagi pesta pihak laki-laki, walaupun kesiapan-kesiapan
menghadapi orang yang pernah Angngiori harus membalas apa yang
diberikan.atau bisa dikatakan bantuan yang diterima akan dibalas saat
orang yang memberi melakukan hajatan.ini juga dilakukan oleh anggota
keluarga inti/terdekat, atau orang lain yang sudah saling mengenal dengan
baik.
Perbedaan tingkat sosial masyarakat juga sangat
mempengaruhi seseorang Angngiori dengan jumlah yang banyak, hal ini
30
dilihat dari kemampuan seorang untuk mengembalikannya.masyarakat
desa tanakaraeng juga tidak asal memberi sesuai keinginan akan tetapi
mempertimbangkan apakah sipenerima sanggup mengembalikannya di
kemudian hari.30
Namun ini bukanlah hutang piutang, hanya sekedar saling
membantu dan mendukung meskipun pada dasarnya setiap perbuatan
ada untung rugi, baik dan buruknya.masyarakat desa tanakaraeng
menyadari hal tersebut dan menganggap bahwa tradisi ini sudah menjadi
bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat, mereka beranggapan
tradisi ini dapat mempererat ikatan silaturahmi dan meninggalkannya
merupakan suatu hal sulit karena sudah menjadi ikatan dalam
bermasyarakat, sejak kecil orang tua sudah mulai mendaftarkan anak-
anaknya, dengan kata lain mereka melaksanakan tradisi Angngiori ini atas
nama anak mereka sehingga setelah menikah anak tersebut memiliki
kewajiban untuk membayarnya jika orang tua sudah tidak mampu.
Masyarakat desa tanakaraeng menyadari bahwa Angngiori
bukanlah hutang piutang sebab rukun hutang adalah adanya ijab kabul
atau kesepakatan pihak yang terkait. mereka menganggap ini adalah
rera’ atau dalam bahasa indonesia pemberian yang diharapkan
pengembaliannya. 31bisa juga dianggap sebagai tabungan dan ada juga
yang beranggapan ini seperti arisan, bukan hutang akan tetapi mereka
30Hasil wawancara dengan Masyarakat Manynyampa’ desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 28 Juli 2020 31Hasil wawancara dengan Faridah Parawansyah, Sekertaris desa Tanakaraeng,
oleh Penulis , pada tanggal 28 Juli 2020
31
sudah sadar dengan sendirinya bahwa mereka memiliki kewajiban untuk
membalasnya.
Dari bermacam macam anggapan tersebut tidak lepas dari
dampak baik dan buruknya seperti: adanya persaingan saat pelaksanaan,
dan pengembalian yang harus dipenuhi saat pemberi melakukan hajatan,
dan jika sipenerima tidak memiliki uang untuk mengembalikan mereka
tidak segan untuk meminjam. masyarakat desa tanakaraeng sendiri
terbagi 2 dalam menyikapi tradisi ini ada yang setuju, bahkan
menganggap tradisi ini harus tetap dilestarikan32 dan ada yang berharap
agar tradisi ini ditiadakan mengingat adanya sisi negatif yang ditimbulkan.
B. Pelaksanaan dan pengaruh tradisi Angngiori dalam kehidupan
masyarakat.
1. Pelaksanaan tradisi Angngiori
Berdasarkan wawancara dengan narasumber dilapangan
didapatkan jawaban seputar pelaksanaan tradisi Angngiori, masalah yang
ditimbulkan serta pengaruhnya di masyarakat. Tradisi Angngiori dikenal
sebagai bentuk tolong menolong, atau saling si pappaccei dalam
masyarakat makassar, dikarenakan saat melakukan hajatan apakah
berupa pernikahan atau sunatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
sehingga mereka mengambil inisiatif saling membantu dengan harapan
ketika melakukan hajatan, keluarga yang dibantu juga mengambil andil
32Hasil wawancara dengan H. Sampara S.IP, Kepala desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 23 Juli 2020.
32
saat mereka membutuhkan. Ini sudah ada sejak zaman nenek moyang
mereka meski untuk sebagian golongan masyarakat yang tinggal di desa
tanakaraeng mengatakan tradisi tersebut tidak dilakukan oleh orang tua
mereka karena faktor ekonomi yang tidak mampu.33
Pada mulanya tradisi ini terbentuk dengan sendirinya dilatar
belakangi keinginan saling membantu sesama kerabat. Nenek moyang
mereka melakukan tradisi Angngiori ini memberikan pemberian kepada
keluarga terdekat berupa: sawah dan ternak, namun seiring waktu
pemberian ini mengikuti perkembangan zaman yang mana uang
merupakan hal yang paling penting di masyarakat, akan tetapi sebagian
masyarakat yang masih memiliki ternak juga masih meneruskan tradisi ini,
khusus di desa tanakaraeng sendiri saat ini untuk pemberian berupa
sawah sudah jarang ditemui atau sdh tidak ada .34
Penentuan nominal dari Angngiori itu sendiri biasanya
dikondisikan dengan keluarga yang akan diberikan bantuan, dan tidak
jarang ditemui juga keluarga yang saling bernegosiasi tentang jumlah
yang akan diterima, hal ini dilakukan agar dikemudian hari tidak
menimbulkan masalah, peneliti menemukan semua dusun di desa
tanakaraeng melakukan hal tersebut, sebelum melakukan tradisi ini
mereka saling menyepakati nominal yang akan di berikan, apalagi jika
33Hasil wawancara dengan Dg.Kenna, Masyarakat desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 27 Juli 2020 34Hasil wawancara dengan H. Sampara S.IP, Kepala desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 23 Juli 2020.
33
keluarga yang diberi termasuk ekonomi rendah, biasanya pihak yang akan
memberi juga menyesuaikan.35
Meskipun tidak ada pembinaan/anjuran dari pemerintah
setempat tentang tradisi ini, akan tetapi tradisi Angngiori masih tetap eksis
bertahan ditengah generasi milenial sekarang, ini disebabkan karena
masyarakat turun temurun tidak meninggalkan tradisi ini disebabkan oleh
beberapa faktor termasuk diantaranya banyaknya masyarakat yang
mendukung kegiatan ini.
Masyarakat mayoritas setuju dengan tradisi ini karena
beberapa faktor:
1. Mempererat silaturahmi, mereka beranggapan saat
melaksanakan tradisi Angngiori ini, keluarga berbondong
bondong datang dan bersuka cita menantikan acara
tersebut.36
2. Saling tolong menolong, keluarga yang kurang mampu
saat melakukan hajatan merasa terbantu untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Hasil dari Pangngioriang tersebut setelah hajatan bisa
dijadikan modal usaha, atau membuat rumah dan
keperluan penting yang lainnya.
35Hasil wawancara dengan Abdul Shamad, Imam desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 29 Juli 2020 36Hasil wawancara dengan Masyarakat dusun Bilampang desa Tanakaraeng,
oleh Penulis , pada tanggal 29 Juli 2020
34
Angngiori itu sendiri dalam anggapan masyarakat desa
tanakaraeng merupakan tabungan, pemberian, semacam arisan. Mereka
secara otomatis melaksanakan tradisi ini. selain dari faktor yang
disebutkan diatas, sebagian kecil dari masyarakat desa tanakaraeng
merasa bahwa ini adalah kewajiban meski pada dasarnya mereka tidak
ingin melaksanakannya tapi mereka tidak bisa mengelak, begitu orang tua
mereka menyebutkan nama mereka sebelumnya pada hajatan keluarga
sudah tentu mereka suatu saat akan melaksanakannya juga37. Dalam
artian mereka merasa rugi jika tidak melakukan tradisi ini , uang atau
pemberian mereka kepada keluarga yang lain tidak akan kembali saat
mereka meninggalkan tradisi ini.
Karena pentingnya tradisi Angngiori ini, baik kalangan atas,
kalangan menengah, maupun kalangan bawah melaksanakan kegiatan
ini. Dan oleh karena pemberian ini mereka anggap sebagai tabungan
(ammoli’) maka dilakukan pencatatan nama, alamat, jumlah nominal, dan
barang barang yang dibawa (bintingang). Ini juga dijadikan patokan saat
mengembalikan bisa sesuai yang diterima atau dilebihkan, asal tidak
dibawah/kurang dari yang diterima,38 karena biasanya menimbulkan rasa
kecewa antara keluarga. Karena pada dasarnya Angngiori seperti ini
hanya dilakukan kerabat terdekat atau teman terdekat.
37Hasil wawancara dengan Irfan, Staff kantor desa Tanakaraeng, oleh Penulis,
pada tanggal 28 Juli 2020. 38Hasil wawancara dengan Masyarakat dusun Manynyampa desa Tanakaraeng,
oleh Penulis, pada tanggal 29 Juli 2020
35
Namun didusun bilampang ditemukan juga masyarakat
pendatang yang mengatakan bahwa mereka tidak melakukan hal tersebut.
Akan tetapi mereka biasanya tetap berbaur saat pelaksanaan acara.
Tradisi Angngiori pada masyarakat desa tanakaraeng walaupun tidak
diatur dalam hukum islam namun tradisi ini dilakukan demi kelengkapan
acara.
Angngiori di Desa tanakaraeng kecamatan manuju
kabupaten gowa saat pelaksanaannya dihadiri oleh imam desa, dan para
pemangku jabatan desa, seperti kepala desa, kepala dusun dan tetua
kampung, mereka merasa bangga atau terhormat saat perangkat desa
dan orang orang penting hadir pada acara tersebut meski bukanlah
merupakan syarat terlaksananya tradisi tersebut.
Angngiori di desa tanakaraeng kecamatan manuju kabupaten gowa
terbagi dalam tiga cara yaitu:
1. Angngiori dengan undangan
Angngiori dengan undangan adalah memberikan secara langsung kepada
pemiliki pesta ataupun disimpan pada tempat tertentu, hal ini biasanya
dilakukan oleh kerabat jauh, dan undangan umum yang biasa dilakukan
oleh masyarakat di Sulawesi selatan.
2. Angngiori dengan Barang.
Angngiori dengan Barang dicatat secara langsung kepada seseorang
yang diberikan kepercayaan pada pihak pemilik pesta, biasanya keluarga
36
inti, warga yang memilih cara ini biasanya dilakukan oleh para kerabat
dekat dan para tentangga Accata’ dengan barang (bintingan).
3. Angngiori dengan (a’kio-kio/a’de’de kappara’).39
Angngiori dengan cara diumumkan adalah Angngiori yang biasanya
dilakukan oleh kerabat dekat, cara inilah yang biasa memacu warga untuk
Angngiori dengan jumlah banyak, dicatat oleh imam desa setelah acara
khatam Alquran dimalam sebelum acara akad nikah40 atau sunatan.
39Hasil wawancara dengan H. Sampara S.IP, Kepala desa Tanakaraeng, oleh
Penulis, pada tanggal 23 Juli 2020. 40Hasil wawancara dengan Abdul Shamad, Imam desa Tanakaraeng, oleh
Penulis , pada tanggal 29 Juli 2020
37
2. pengaruh tradisi Angngiori dalam kehidupan masyarakat
Dalam pelaksanaannya tradisi Angngiori di desa
tanakaraeng tetap saja tidak lepas dari pro dan kontra penduduk
setempat terutama generasi muda yang sudah semakin faham ilmu
agama dan berpendidikan. Mereka menyadari dampak baik dan buruknya
namun karena tradisi ini telah mendarah daging sehingga membuat
mereka tidak serta merta dengan mudah bisa meninggalkan tradisi ini.
Adapun dampak pada masyarakat sebagai berikut:
a. Dampak positif
1. Hasil dari Angngiori tersebut dapat dijadikan modal usaha,
bagi warga desa tanakaraeng saat merasa telah banyak
Angngiori kepada kerabat, mereka cenderung ingin
melakukan hajatan, meski berupa khitanan. Tujuannya agar
uang yang sudah diberi akan kembali sehingga dapat
38
dipergunakan sesuai kebutuhannya, akan tetapi untuk pesta
pernikahan biasanya tidak sesuai mengingat pada pesta
pernikahan biaya yang dikeluarkan cukup besar.
2. Membantu meringankan biaya biaya pesta, ini sangat
menguntungkan apalagi pada acara pernikahan pihak laki
laki disebabkan adanya uang panaik yang menjadi
kewajiban, tradisi Angngiori ini sangat sangat membantu
untuk memenuhi biaya konsumsi dan lain lain.
b. Dampak negatif.
1. Merasa terbebani, ini sangat dirasakan masyarakat ketika
sudah tiba masanya pemberi melakukan hajatan, dan terjadi
berturut turut bahkan bersamaan, tidak jarang dari mereka
yang meminjam untuk memenuhi pangngioriang tersebut.
2. Adanya keterikatan, keterikatan yang dimaksud adalah
merasa memiliki kewajiban,dan merasa malu saat tidak bisa
memberi. Secara otomatis mereka juga terikat dengan tradisi
karena saat melakukan hajatan mereka juga akan
melakukannya.
3. Tidak adanya rasa ikhlas dan menimbulkan sifat riya,
meskipun pada dasarnya lebih banyak masyarakat yang
mengatakan tradisi ini baik dalam masyarakat, akan tetapi
tidak dapat dipungkiri bahwa rasa kecewa selalu ada, dan
terkadang menjadi bahan omongan umum, jika orang yang
39
berkewajiban memiliki udzur untuk memenuhi kewajibannya.
Serta saat pelaksanaannya yang diumumkan membuat
keluarga berlomba lomba saling memperlihatkan nominal
yang lebih banyak.
pandangan masyarakat terhadap adanya tradisi Angngiori:
a. Setuju: Masyarakat yang lebih setuju terhadap tradisi
Angngiori mengatakan tradisi ini merupakan dari nenek
moyang dan beranggapan jika tidak ada tradisi Angngiori
seseorang tidak akan dapat hasil Pangngioriang dengan
puluhan juta sampai ratusan juta rupiah. Masyarakat
cenderung lebih banyak merasa memberikan pengaruh baik
dalam kehidupannya karena dengan Angngiorilah dapat
membantu kekurangan biaya dalam pesta, dikarena
perlengkapannya seperti, tenda, undangan, sampai dengan
hiburan bagi masyarakat, dapat dibayar selepas
mengadakan pesta, maka dalam Angngiori perperan penting
untuk membayar biaya-biaya tersebut disamping juga dapat
mempererat tali silahturahim dengan kerabat jauh41.
b. Tidak setuju: sebagaian Masyarakat mengatakan, tidak setuju
adanya tradisi ini dikarenakan Angngiori memberikan pengaruh
yang memberatkan ataupun menjadi bahan omongan
41Hasil wawancara dengan Masyarakat dusun Bilampang desa Tanakaraeng,
oleh Penulis , pada tanggal 29 Juli 2020
40
disebabkan tidak adanya pengembalian ataupun tidak sesuai
dengan harapan. Adapula yang merasa tradisi tersebut
menyusahkan disebabkan seringnya mendapatkan undangan
yang berangsur-angsur atau secara bersamaan.42
C. Angngiori Hutang, ataukah Hadiah?
Dalam pelaksanaannya Angngiori memberikan dua
pandangan apakah ini adalah sebuah hutang, ataukah hadiah?
Jika kita melihat kembali pelaksanaan tradisi Angngiori ini, masyarakat
umum kebanyakan menganggapnya seperti hutang karena dilakukan
pencatatan dan saling memahami bahwa bantuan ini akan dikembalikan,
akan tetapi meski demikian Angngiori pada dasarnya adalah hadiah atau
bantuan kepada kerabat. karena meskipun saling mengerti maksud
masing masing pihak tapi tidak ada kewajiban dalam hal ini untuk
membalas. pada pelaksanaannya mereka hanya merasa malu jika tidak
bisa membalas pemberian saudaranya. sehingga berusaha semampunya
untuk membalas pemberian tersebut, baik setara dengan yg diberikan
sebelumnya dan kebanyakan mereka melebihkan sebagai rasa
terimakasih.
Ini juga dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
dalam sirah, bahwa setiap menerima hadiah Rasulullah pasti membalas
hadiah itu, agar tak ada seorangpun yang memiliki semacam hutang budi
42Hasil wawancara dengan Masyarakat dusun Tanakaraeng , oleh Penulis, pada
tanggal 28 Juli 2020.
41
yang harus dibayar oleh beliau dan tidak ada seorang pun yang merasa
lebih memberi nikmat kepada beliau43
D. Tradisi Angngiori dalam perspektif hukum islam
Jika ditinjau dari hukum islam, menghadiri undangan
pernikahan merupakan suatu kewajiban baik memiliki uang maupun tidak
ada uang, hal tersebut adalah dasarnya undangan, jumhur ulama
berpendapat bahwa memenuhi undangan untuk resepsi pernikahan itu
hukumnya wajib –kecuali ada udzur- dalilnya:
Hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
اذا دعي أحدكم الى الوليمة فليأ ها
Artinya:
“Apabila salah seorang diantara kalian diundang untuk menghadiri
resepsi pernikahan, maka penuhilah,”44
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa tradisi
Angngiori dalam pandangan masyarakat desa tanakaraeng merupakan
pemberian berupa uang, barang atau ternak saat melakukan hajatan baik
pernikahan atau khitanan, yang diharapkan pengembaliannya saat
pemberi melakukan acara, Atau dengan kata lain tabungan. Sementara
43 Syaikh Muhammad Abdullah Ath-Thawil, 2 al- Hadiyya tubain alHalal wal Haram, terj Wafi Marzuki Ammar, Kapan Hadia h = S u a p ?. (Surabaya: Pustaka Yassir, 2009) h. 36
44As- Sayyid Salim Abu Malik Kamal, Shahih Fikhi Sunnah, (Jakarta, Darus Sunnah Cet.3, 2018) h. 190.
42
pengertian yang sebenarnya dalam kamus bahasa Makassar Angngiori
yaitu hadiah/oleh oleh,45 dalam islam pemberian ada beberapa macam
termasuk didalamnya hadiah. Syariat islam sangat menganjurkan saling
memberi memberi hadiah.
1. Pengertian hadiah.
Hadiah menurut arti leksikal adalah : pemberian, ganjaran
sebagai pengharapan.46 Sedangkan Secara terminologi, hadiah
seringkali diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada orang lain
karena penghormatan atau pemuliaan.47Sementara al- Jurjani
mengatakan bahwa hadiah adalah sesuatu yang didapatkan tanpa ada
syarat mengembalikan.48
Maksud yang kedua adalah memberikan hadiah dengan
dasar kasih sayang dan untuk memberikan penghormatan kepadanya
serta menumbukan kecintaan. Dan jika tidak demikian maka namanya
hibah‛.49 Dalam al-Qur’an, lafal hadiyyah digunakan 2 kali, yaitu yang
pertama pada surah An-Naml /27:35 terkait dengan keinginan Ratu Balqis
untuk mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman as.:
45 Abueraerah Arief. Kamus Makassar-Indonesia, (Ujung pandang : Yayasan
YAPIK DDI, 1995) h. 203 46 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Gitamedia Press, 2006)
h. 160 47Abd al-Rauf al-Manawi, Faid al- Qadir Syarh al- Jami‘ al- Sagir , Juz. V (Cet. I;
Mesir: al Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1356 H.), h. 740 48 Ali ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Jurjani, al- Ta‘ rifat (Cet.I; Beirut: Dar al-Kitab al-
‘Arabi, 1405 H.) h. 319. 49 Syaikh Muhammad Abdullah Ath-Thawil, al- Hadiyya tubain al- Halal w al
Haram, terj Wafi Marzuki Ammar, Kapan Hadia h = S u a p ? , (Surabaya: Pustaka Yassir, 2009), h. 17
43
بم يرجع ٱلمرسلون ٥٣٣0وإن ي مرسلة إليهم بهدية فناظرة
Terjemahan:
“Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh utusan-utusan itu".
Mustafa al-Maragi menjelaskan bahwa tujuan Ratu Balqis
mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman untuk mengetahui apakah dia
termasuk nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu Wata’ala atau dia
hanyalah seorang raja. Jika Nabi Sulaiman menerima hadiah tersebut
berarti dia bukanlah nabi akan tetapi seorang raja yang senang terhadap
harta benda. Namun jika Nabi Sulaiman seorang nabi maka dia akan
menolak hadiah itu karena keinginannya hanyalah bagaimana mengajak
orang lain masuk ke dalam agamanya dan dia tidak memiliki keinginan
duniawi.51
Lafal hadiyyah yang kedua pada surah yang sama ayat 36
terkait dengan tanggapan Nabi Sulaiman as. terhadap hadiah Ratu
Balqis:
ا ءاىكم بل أنم ب م خير م ن قال أمدونن بمال فما ءاىنۦ ٱلل ا جاء سليم كم فلم هدي
٥٣فرحون
Terjemahan:
50Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.379 51Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al - Maragi, Juz. XIX (Cet. I; Mesir: Mustafa al-
Babi al-Hilbi wa Auladuh, 1365 H./1946 M.), h. 138.
44
“Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata:
"Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang
diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
٣9”ahmu.tetapi kamu merasa bangga dengan hadi kepadamu Dari kedua ayat tersebut, dapat diungkapkan bahwa
sebenarnya hadiah adalah pemberian dalam bentuk materi kepada orang
lain dengan tujuan penghormatan atau pemulyaan kepadanya. Hal
tersebut ditegaskan al-Bagawi bahwa hadiah adalah pemberian karena
dorongan al - multafah /perlakuan yang baik atau rayuan.53
Menurut al-Razi lafal al - hadyu merupakan bentukan dari
lafal hadiyyah. Al Hadyu seringkali diartikan dengan hewan ternak yang
disembelih sebagai kurban atau sanksi. Menurutnya, al- hadyu adalah
bentuk am‘u/flural dari bentuk tunggal hadiyyah. Dengan demikian,
menurutnya al - hadyu adalah hewan yang dihadiahkan di Baitullah karena
mendekatkan diri kepada Allah swt. begitu juga hadiah. Lebih lanjut, al-
Razi mengatakan hadiah merupakan bentuk pemberian manusia kepada
sesama dengan tujuan mendekatkan diri, baik sebagai penghormatan
maupun sebagai rayuan.54
Sedangkan dalam hadits,
لم ى الل عليه وس عن أبي هريرة رضي الل عنه عن الن بي صل
قال: هادوا حابوا. رواه البخاري
52 Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.380 53 Abu Muhammad al-Husain ibn Mas‘ud al-Bagawi, Ma‘ alim al- Tanzil, Juz. VI
(Cet. IV; t.t.: Dar Tayyibah li al-Nasyr, 1417 H./1997 M.), h. 160 54Muhammad Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al- Gaib , Juz. V (Cet. I; Beirut: Dar
al-Fikr, 1401 H./1981 M.), h. 160.
45
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Dari Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam beliau bersabda,”Hendaklah kalian saling memberi hadiah, agar
kalian saling mencintai” (HR. Al- Bukhari)55
Dengan demikian, baik dalam al-Qur’an maupun dalam hadis
Nabi, lafal hadiyyah hanya digunakan pada makna pemberian dalam
bentuk materi. Sedangkan penggunaannya dalam makna pemberian non
materi tidak ditemukan.
Di samping itu, hadiah memiliki fungsi penting dalam
menjalin hubungan komunikasi dengan sesama, baik secara individu
maupun secara kelompok atau lembaga. Oleh karena itu, Nabi pernah
memerintahkan untuk saling memberi hadiah karena dapat
menghilangkan rasa marah, dengki, dendam dan penyakit hati lainnya.
عليه و صلى الل عنه قال: قال رسول الل سلم: عن أنس رضي الل
هادوا،فاءن الهدية سل السخيمة.رواه البار
Artinya:
Dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda, “Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena
hadiah itu akan menghilangkan kedengkian”. (HR.Al- Bazzar)56
55 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subulussalam-Syarah Bulughul
Maram (Cet.4. Jakarta : Darus sunnah, 2019) h. 194
56 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subulussalam-Syarah Bulughul
Maram (Cet.4. Jakarta : Darus sunnah, 2019) h. 194
46
Dalam sebuah peristiwa, Nabi saw. pernah diberi hadiah
oleh al-Sa‘ab ibn Jusamah al-Laisi lalu Nabi menolaknya. Penolakan
tersebut membuat al-Sa‘ab tidak senang kemudian Nabi menjelaskan
alasan penolakannya yaitu karena Nabi sedang melaksanakan ihram
dengan mengatakan (Kami bukan menolak pemberianmu akan tetapi kami
sedang ihram).57
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Nabi saw.
menganjurkan bahkan memerintahkan untuk memberikan hadiah karena
sangat berguna dalam membangun komunikasi dan persaudaraan, dan
Nabi saw. tidak pernah menolak hadiah dari siapapun kecuali karena
alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan itu seperti yang dialami Nabi
Sulaiman yang menganggap pemberian itu mangandung maksud lain.
2. Terminologi yang Semakna dengan Hadiah
Hadiah adalah merupakan suatu pemberian dari seseorang
kepada orang lain, dalam al-Qur’an juga terdapat kata yang berarti
pemberian yaitu: hibah, shadaqah, dan infaq.
1.Hibah
Hibah merupakan bahasa Arab yang telah disadur ke dalam
bahasa Indonesia. Hibah dalam Kamus Bahasa Indonesia
57Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Ju’fiy al-
Bukhariy (Selanjutnya ditulis al-Bukhariy), al- Jami’ al- Sahih- Sahih Imam al- Bukhariy ,cet 1 ( t.tp : Dar Tauq an Najah, 1422 H), Juz. II, h. 917.
47
diartikan sebagai pemberian dengan sukarela dengan
mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.58
Sedangkan dalam bahasa Arab, hibah artinya adalah
pemberian yang sepi dari imbalan dan tujuan.59
Hibah adalah pemberian yang diberikan kepada seseorang
tanpa mengharapkan imbalan ataupun tujuan tertentu.
sedangkan Al- Waahib atau pemberi hibah memberikan
sesuatu tanpa tujuan dan kepentingan tertentu. Oleh karena
itu, Allah swt. menggunakan lafal tersebut sebagai salah
satu nama-Nya yaitu al- Wahhab (Zat yang Maha Pemberi).
Al- Jurjani mengatakan bahwa hibah secara etimologi
adalah at- tabarru‘/sedekah atau derma, sedangkan secara
terminologi adalah memilikkan suatu materi tanpa ada unsur
imbalan.60
Dalam al-Qur’an, lafal hibah digunakan sebanyak 25 kali
dalam berbagai derivasinya. Dalam bentuk fi‘l al- madi
sebanyak 12 kali, fi‘l al- mudari’ sebanyak 3 kali dan fi‘l al -
58Departemen Pendidikan RI, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 520 59Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur al-Afrīqī, Lisān al - ‘ Arab , Juz. I (Cet. I;
Beirut: Dār Sādir, t. th.), h. 803. 60Ali ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Jurjani, al- Ta‘rifat (Cet. I; Beirut: Dar al-Kitab al-
‘Arabi, 1405 H.), h. 319.
48
amr sebanyak 7 kali. Sedangkan dalam bentuk isim berulang
3 kali sebagai salah satu al- asma’ al- husna.61
Terdapat dalam surat Ibrahim ayat 39, yang berbunyi:
ٱلذي وهب لي على ق إن رب ي ٱلحمد لل عيل وإسح ٱلكبر إسم
٥2لسميع ٱلدعاء
Terjemahan:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan
kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya
Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan)
doa.62
terdapat dalam surat ali-Imran ayat 8, yang berbunyi:
ربنا لا غ قلوبنا بعد إذ هدينا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت
٨ٱلوهاب
Terjemahan:
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".63
Berdasarkan pengertian dari para pakar fikih , akad hibah
semata-mata bersifat penyerahan harta kepada orang lain
61Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al- Mu‘jam al- Mufahras li Alfaz al- Qur’an al-
Karim (alQahirah: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H.) h. 768 62Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.260 63Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.50
49
secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Penyerahan itu dilakukan pemilik selama dia masih hidup.
Dengan demikian, akad hibah tidak terkait dengan syarat
apapun .
2. Shadaqah
Sedekah merupakan bahasa Indonesia yang disadur dari
bahasa Arab. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, sedekah
adalah:
a. Pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak
menerimanya di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai
dengan kemampuan pemberi; derma.
b. Selamatan; kenduri.
c. Makanan (bunga-bungan dan sebagainya) yang disajikan
kepada orang halus, roh penunggu dan sebagainya.64
Dalam bahasa Arab, sedekah dikenal dengan nama صدقح
yang terambil dari akar kata ق-د-ص . Makna dasar dari
kata tersebut adalah kuat atau tegar pada sesuatu.65
yang seringkali diartikan dengan kejujuran merupakanاىصدق
64 Departemen Pendidikan RI, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h.1279 . 65Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‘jam Maqayis al- Lugah , Juz.
V (Beirut: Dar al-Fikr, 1423 H./2002 M.), h339
50
manipestasi dari makna kuat atau tegar, yaitu kekuatan atau
ketegaran yang ada dalam diri seseorang, bahkan semua
kata yang berasal dari akar kata ق-د-ص menunjukkan arti
tegar atau kuat. Oleh karena itu, اىصدقح adalah kekuatan
yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat baik dalam
segala hal, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain,
berupa harta atau hanya berupa tenaga atau yang lain.
Dikutip dalam kitab at-Ta‘arif karya al-Manawi bahwa
sedekah adalah perbuatan yang menampakkan kebenaran
iman seseorang terhadap hal gaib, termasuk masalah rezki.
Ibn Kamal mengatakan bahwa sedekah adalah pemberian
yang bertujuan untuk mencari ganjaran dari Allah swt.
sedangkan al-Ragib al-Asfahani berkata bahwa sedekah
adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang karena tujuan
mendekatkan diri kepada Allah swt.66
Namun dalam istilah ulama fikih, definisi sedekah
adalah pemberian seorang muslim kepada orang lain secara
spontan dan sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah
tertentu.67 Shadaqah adalah pemberian yang diberikan
kepada seseorang karena mengharapkan keridhoaan dan
66Abd al- Rauf al-Manawi, Faid al- Qadir Syarh al- Jami‘ al- Sagir , Juz. V (Cet. I;
Mesir, al Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1356 H.), h. 452 67Azyumardi Azra, dkk.Ensiklopedi Islam , Juz. III (Jakarta, Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005), h. 187.
51
pahala dari Allah Swt. Seperti halnya zakat ataupun infaq.
Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa seseorang
yang bersedekah ia memberikan sesuatu hanya karena
mengharapkan pahala dan keridhaan Allah semata tanpa
unsur keduniawian yang dia harapkan dari pemberian
tersebut.
Dalam al-Qur’an, sedekah digunakan pada makna
pemberian dalam bentuk materi saja, baik pemberian
tersebut berstatus wajib yang lebih dikenal dengan zakat,
seperti dalam QS. al - Taubah /9: 103
يهم بها وصل عليهم إن رهم وك لهم صدقة طه خذ من أمو
سميع عليم ٧0٥صلوك سكن لهم وٱلل
Terjemahan:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui."68
Yang menjelaskan tentang perintah mengambil zakat
maupun berstatus sunnah/anjuran, seperti dalam QS. al -
Mujadalah /58: 12 tentang sedekah yang diberikan kepada
68Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.203
52
Nabi saw. jika bertamu ke rumahnya dan QS. al - Baqarah
/2: 271 tentang anjuran menyamarkan sedekah.
3.Infaq
Pengertian Infaq yaitu memberikan harta atau semacamnya
untuk memperoleh kebaikan.69
infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang
ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan
kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun
misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau
orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan
demikian pengertian infaq adalah pengeluaran suka rela
yang di lakukan seseorang. Allah memberi kebebasan
kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa
jumlah yang sebaiknya diserahkan. setiap kali ia
memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendaki
Infaq ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Infaq wajib
diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain. Infaq
sunnah diantara nya, infaq kepada fakir miskin sesama
muslim, infaq bencana alam, infaq kemanusiaan, dan lain
lain. Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda
dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
69Ibrahim Mustofa, Ahmad Hasan Az Ziyan, Hamid AbdulQadir, Muhammad Ali
Annajjar, mu”jam Al wasit, juz 1 (Istanbul Turki, Maktabah Al Islamiyyah) h.942
53
عليه و سلم عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله
إلا ملكان ينلان فيقول ما من يوم يصبح العباد فيه قال: )
أحدهما اللهم أعط منفقا خلفا ويقول الخر اللهم أعط ممسكا لفا(
Artinya:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu sesungguhnya nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiada pagi hari
melainkan ada dua malaikat yang turun kemudian salah
satunya berucap (berdo’a): “Ya Allah berilah orang yang
berinfaq pengganti, sedangkan yang lain berdo’a: “Ya Allah
timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfaq)
kehancuran”70HR Bukhari 1374
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kata
“Infaq” digunakan tidak hanya menyangkut sesuatu yang
wajib, tetapi mencakup segala macam pengeluaran /
nafkah. Bahkan, kata itu digunakan untuk pengeluaran
yang tidak ikhlas sekalipun. Firman Allah dalam QS al-
Baqarah (2) : 265
وثبي غاء مرضات الل ا من أنفسهم ومثل الذين ينفقون أموالهم اب
م يصبها كمثل جنة بربوة أصابها وابل فآت أكلها ضعفين فإن ل بما عملون بصير )9٣٣(71 وابل فطل والل
Terjemahan:
70 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al Bukhari Al Ja’fi, Shohih Al bukhari , Bab
Qaulillahu Ta’ala fa amman ‘ata, Juz 2, (Beirut, Daar Ibnu Katsir, cet 3, 1987) h. 522 71Lihat Kementrian Agama RI, Al-Bayan, (Nur Ilmu : Surabaya,2017) h.
54
“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya
untuk mencari rida Allah dan untuk memperteguh jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat
tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah
maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
3. Tujuan Hadiah
Berdasarkan uraian yang tertera dalam latar belakang,
praktek pemberian hadiah pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang
dianjurkan oleh agama islam (sunnah), karena dengan praktek pemberian
hadiah dapat menumbuhkan rasa kasih sayang sesama manusia, hal itu
berdasar pada hadis Nabi saw, beliau bersabda:
قال مسلم عبدالل الخراسانيعن عطاء بن أبى و قال رسول الل
عليه وسلم صأفحوا يذهب الغل و هادوا حابوا وذهب الس حاء.صلى الل
Artinya:
Dari ‘Atha’ ibn Abi Muslim ‘Abdullah al-Khurasai berkata, Rasulullah saw.
bersabda ‚Saling berjabat tanganlah kalian karena berjabat tangan
menghilangkan kemarahan dan saling memberi hadialah kalian kalian
akan saling mencintai dan menghilangkan permusuhan atau
percekcokan‛. 72
72Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Ju’fiy al-
Bukhariy (Selanjutnya ditulis al-Bukhariy, al- Jami’ al- Sahih Imam al- Buk hariy, cet 1 ( ttp : Dar Tauq alNajah, 1422 H), Juz. II, h. 917.
55
Hadits di atas sangat jelas dalam menjelaskan posisi dan
tujuan hadiah, yaitu hadiah dapat menumbuhkan rasa saling mencintai
dan menghilangkan permusuhan atau percekcokan sesama manusia, hal
itu dapat terlihat jelas dalam realitas sosial di masyarakat, dimana ketika
terdapat dua orang yang selalu saling memberikan hadiah satu sama lain,
maka kedua orang tersebut akan terjalin keakraban yang lebih di
bandingkan seseorang yang tidak selalu berbagi..
Saling memberi hadiah adalah cara yang lazim dalam
mengeratkan interaksi maupun berbagi ikatan antar manusia. Rasa cinta
seorang suami kepada isterinya, orang tua kepada anaknya, maupun
sebaliknya di antaranya diungkapkan dengan memberi hadiah. Eratnya
persahabatan dan persaudaraan juga diekspresikan dengan memberi
hadiah, akan tetapi hadiah juga dapat menimbulkan perselisihan karena
banyak orang yang menyusahkan orang lain dengan hadiah. Dengan
demikian hadiah seolah menampilkan dua wajah yang berlawanan, baik
dan buruk. Meskipun nash sudah menyebutkan hadiah adalah baik.
56
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan dari hasil penelitian
yang penulis lakukan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini
penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Angngiori di Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa
terbagi dalam tiga cara yaitu: dengan undangan (memberikan amplop),
dengan barang, dengan cara diumumkan. Pandangan masyarakat yang
lebih banyak setuju terhadap tradisi Angngiori mengatakan bahwa
Angngiori ini merupakan tradisi dari nenek moyang dan Masyarakat
cenderung lebih banyak mendapat pengaruh baik dalam kehidupannya,
karena dengan Angngiorilah mereka dapat saling membantu kekurangan
biaya dalam pesta dan dapat mempererat tali silaturahim dengan kerabat
jauh. Adapula pandangan masyarakat yang tidak setuju dengan tradisi
Angngiori mengatakan: Merasa terbebani, Adanya keterikatan, Tidak
adanya rasa ikhlas (saling pamer).
Pandangan hukum Islam tentang Tradisi Angngiori (studi kasus di
Desa Tanakaraeng Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa). Tradisi
Angngiori bukanlah ajaran dalam Islam sehingga apabila masyarakat
melakukan tradisi Angngiori benar-benar ikhlas tanpa mengharapkan
balasan maka tradisi Angngiori hukumnya Sunnah.
57
B. Implikasi Penelitian
Implikasi dari penelitian ini pentingnya mengetahui arti tolong
menolong antara anggota masyarakat bukan hanya sekedar mengikuti
adat yang berlaku dalam suatu daerah melainkan belajar akan pentingnya
memberi dengan keikhlasan tanpa mengharapkan balasan. Adapun
saran-saran tersebut diantaranya:
1. Tradisi Angngiori tetap ada, terhadap pelaksanaan pencatatan
nama masih berlaku tanpa harus adanya pencatatan nominal
sebagai upaya menghindari pemahaman dan masalah yang akan
terjadi dalam masyarakat, dengan demikian adat tersebut berubah
menjadi gudang untuk beramal.
2. Penelitian ini juga merekomendasikan kepada pemerintah, baik itu
imam dusun, kepala dusun, imam desa sampai dengan kepala
desa agar dilakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat
tentang hakikat dan makna Angngiori.
58
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2017. Al-Bayan. Surabaya : Nur Ilmu.
Abd al-Baqi, Muhammad Fuad, 1364 H. al- Mu‘jam al- Mufahras li Alfaz al-
Qur’an al- Karim. alQahirah: Dar al-Kutub al-Misriyyah.
Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj, shohih
muslim, bab hak seorang muslim terhadap sesama muslim. Beirut:
Daar ihyaa at-turats al-arabiy
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, 1423 H/2002 M .Mu‘jam
Maqayis al - Lugah, Juz. V. Beirut: Dar al-Fikr
Abu Hilal, al-‘Askari, 1412 H, al- Furuq al- Lugawiyah. Cet. I. Qum al-
Muqaddasah: Muassasah al-Nasyr al-Islami.
Abu Malik Kamal, As- Sayyid Salim, 2018. Shahih Fikhi Sunnah, cet. 3.
Jakarta: Darus Sunnah.
Al-Afrīqī, Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur Lisān al - ‘ Arab , Juz. I, Cet.
I. Beirut: Dār Sādir.
Al-Bukhariy, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah
al-Ju’fiy, 1422 H al- Jami’ al- Sahih- Sahih Imam al- Bukhariy ,cet
1. Dar Tauq an Najah.
Al-Bagawi , Abu Muhammad al-Husain ibn Mas‘ud, 1417 H./1997 M. Ma‘
alim al- Tanzil, Juz. VI. Cet. IV. Dar Tayyibah li al-Nasyr.
Al- Khadimi Nuruddin Mukhtar, 2005, Ta’lim Ilmu Ushul, Maktabah Al-
Abikan : Riyadh
Al-Manawi , Abd al-Rauf, 1356 H. Faid al- Qadir Syarh al- Jami‘ al- Sagir ,
Juz. V. Cet. I. Mesir: al Maktabah al-Tijariyah al-Kubra.
59
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, 1365 H./1946 M.Tafsir al – Maragi. Juz.
XIX.Cet. I. Mesir: Mustafa al-Babi al-Hilbi wa Auladuh.
Al-Jurjani, Ali ibn Muhammad ibn ‘Ali, 1405 H, al- Ta‘rifat. Cet. I. Beirut:
Dar al-Kitab al-‘Arabi.
Al-Razi, Muhammad Fakhr al-Din, 1401 H./1981 M. Mafatih al- Gaib, Juz.
V. Cet. I. Beirut: Dar al-Fikr.
Arief, Abueraerah. 1995 Kamus Makassar-Indonesia, Ujung pandang :
Yayasan YAPIK DDI
Arikunto, 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta
Ashofa, Burhan.1988. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka cipta
1988).
Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir. 2019. Subulussalam-Syarah
Bulughul Maram. Cet.4. Jakarta : Darus sunnah.
Ath-Thawil, Syaikh Muhammad Abdullah, 2009. al- Hadiyya tubain al-
Halal wal Haram, terj Wafi Marzuki Ammar, Kapan Hadia h = S u
a p ?. Surabaya: Pustaka Yassir
Azyumardi Azra, dkk. 2005. Ensiklopedi Islam. Juz. III. Jakarta: Ichtiar
Baru van Hoeve.
Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Social, format-format Kuantitatif
dan Kualitatif. Surabaya: PT Airlangga.
Data profil desa Tanakaraeng Tahun 2016
Dusun Bilampang, Masyarakat desa Tanakaraeng, Wawacara oleh
Penulis , Tanakaraeng II 29 Juli 2020
Dusun Manynyampa, Masyarakat desa Tanakaraeng, wawancara oleh
Penulis, Tanakaraeng II 29 Juli 2020
Dusun Tanakaraeng, Masyarakat, Wawacara oleh Penulis , Tanakaraeng
II 28 Juli 2020.
60
Departemen Pendidikan RI, 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Effendi Satria, 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hanafi,Djohan. Melayu-Jawa Citra Budaya dan Sejarah Palembang. 1995.
Jakarta : PT Raja Grafindo.
Irfan, Staff kantor desa Tanakaraeng, Wawancara oleh Penulis,
Tanakaraeng II 28 Juli 2020.
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. 2009. Kamus Ilmu Ushul Fikih.
Jakarta : Amzah
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: kamus pusat bahasa.
Mustofa Ibrahim, Ahmad Hasan Az Ziyan, Hamid Abdul Qadir, Muhammad Ali Annajjar. Mu”jam Al wasit. Istanbul Turki: Maktabah Al Islamiyyah
Nasir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Nurcayanti. 2017. Aspek Mudharat Tradisi Anynyori Dalam Perspektif
Hukum Islam Terhadap Hukum Adat. Makassar: Universitas Islam
Negeri.
Parawansyah, Faridah, Sekertaris desa Tanakaraeng, Wawacara oleh
Penulis , Tanakaraeng II 28 Juli 2020
Quraish, Shihab, dkk., 2007. Ensiklopedia al - Qur’an : Kajian Kosa kata,
Juz. II. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati
Saifullah. 2006. Buku Pedoman Metodologi Penelitian. Malang : Fakultas
Syariah
Said, Nurman. 2011. Membumikan Islam di Tanah Bugis, Cet.1. Makassar
: Alauddin press.
Sampara, H. S.IP, Kepala desa Tanakaraeng, Wawacara oleh Penulis
Tanakaraeng II 23 Juli 2020
61
Salamah Abi Islam Mustafa Bin Muhammad,2007, Ta’sis Fi Ushul Fiqh
‘Ala Daw’i Kitab Wassunnah, Maktabah Al- Islamiyah
Linnasyr Wattauzi’ :Kairo
Saputra, Wawan. 2016. Pesan Dakwah Dalam Tradisi Mappadendang Di
Desa Kebo Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng.
Makassar:Skripsi (UIN).
Shamad, Abdul, Imam desa Tanakaraeng, Wawacara oleh Penulis ,
Tanakaraeng II 29 Juli 2020
Staff kantor desa Tanakaraeng , Wawacara oleh Penulis , tanakaraeng 29
Juli 2020.
Tim Prima Pena, 2006. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Gitamedia
Press.
Widagdho, Djoko dkk. 1991. Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara,
Jakarta1991.
Zaidan Abdul Karim, 1987, Al- Wajiz Fi Ushul Fiqh, Muassasah Ar-Risalah
: Beirut.
Portal Media Pengetahuan
Online.https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/pengertian
-tradisi-tujuan-fungsi-macam-macam-contoh-penyebab-
perubahan.html. (Diakses 17 Februari 2020).
62
Lampiran.
1. Peta Desa Tanakaraeng.
63
2. Wawancara penulis dengan Kepala Desa Tanakaraeng.
3. Wawancara Penulis Dengan Imam Desa Tanakaraeng.
RIWAYAT HIDUP
Asmirawati dilahirkan di Bontomanai, Sulawesi Selatan, pada
tanggal 11 Februari 1983 dari seorang Ayah Attas Tiwi dan Ibu Minah
Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara.
Adapun jenjang yang ditempuh oleh penulis : Tamat SDN 246
Rantebelu, Kab. Luwu tahun 1994. Tamat MTs Keppe, Kab. Luwu tahun 1997.
Tamat SMK Gunung Sari Makassar 2001. Tamat D2 I’dad Lughowiy Ma’had All
Birr Makassar 2016.
Kemudian penulis melanjutkan studi pendidikan pada Fakultas
Agama Islam Muhammadiyah Makassar, Prodi Ahwal Syakhshiyah (Hukum
Keluarga) dan lulus pada tahun 2020.
Selama mengikuti perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan
organisasi HMJ ahwal syakhshiyah periode 2018-2019.