toksin tumbuhan
DESCRIPTION
toksin pada tumbuhantoksin tumbuhanTRANSCRIPT
BIOLOGI TUNGAU MERAH Euritetranychus sp. (ACARI:TETRANICHYDAE) PADA TANAMAN JARAK PAGAR
(Jatropha curcas L.)
ADI NUGROHO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG 2008
BIOLOGI TUNGAU MERAH Euritetranychus sp. (ACARI:TETRANICHYDAE) PADA TANAMAN JARAK PAGAR
(Jatropha curcas L.)
Oleh
Adi Nugroho 0210460001-46
SKRIPSI
Disampaikan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG 2008
Judul Skripsi :Biologi Tungau Merah Euritetranychus sp. (Acari:Tetranichydae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Nama : Adi Nugroho
NIM : 0210460001-46
Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui oleh
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS Ir. Ludji Pantja Astuti, MS NIP . 131 125 349 NIP . 131 573 966
Mengetahui,
Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS NIP .130 936 22
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Prof. Dr.Ir. Tutung Hadiastono, MS. Dr.Ir. Toto Himawan, SU. 130 704 148 131 282 898 Penguji III Penguji IV Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS. Ir.Ludji Pantja Astuti, MS. 131 125 349 131 573 966 Tanggal Lulus :……………………….
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing.
Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi manapun dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam daftar pustaka.
Malang, Oktober 2008
Adi Nugroho
Lembar Persembahan Karya ini penulis persembahkan untuk :
Ayah & Ibu Tercinta Kakak Tersayang
RINGKASAN Adi Nugroho (0210460001-46) Biologi Tungau Merah Eurytetranichus sp. (Acari: Tetranichidae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Dibawah bimbingan Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS
Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai sumber bahan bakar, khususnya jarak pagar (Jatropha curcas L.). Selama ini tanaman jarak hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman jarak pagar adalah hama tungau. Ada beberapa tungau fitofag menyerang jarak pagar yaitu Euritetranychus sp., Tetranychus sp. (Tetranychidae) Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonemidae), dan tungau karat Eriophyid (Eryophyidae). Penelitian tentang biologi tungau Euritetranychus sp. masih jarang diteliti dan penggunaan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) sebagai pestisida nabati dalam mematikan tungau Euritetranychus sp. belum dikembangkan secara luas. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui biologi tungau Euritetranychus sp. dan mengetahui pengaruh daya racun dari EBJP terhadap biologi imago tungau Euritetranychus sp.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, mulai bulan Juli 2006 sampai Februari 2007. Tungau Euritetranychus sp. diperoleh dari kebun tanaman jarak di BALITTAS Karang Ploso. Percobaan dilakukan dalam cawan Petri yang di dalamnya di tempatkan busa yang direndam air. Di atas busa kemudian diletakkan kapas. Selanjutnya sepotong daun jarak diletakkan di atas kapas. Percobaan diawali dengan mempersiapkan 50 telur tungau yang diletakkan pada hari yang sama. Jika yang menetas lebih dari 20 telur, maka yang diamati biologinya sebanyak 20 larva dan larva diamati setiap 3 jam sampai menjadi imago. LC50 EBJP pada imago tungau Euritetranychus sp. ditentukan dengan analisis probit, menggunakan 6 konsentrasi EBJP yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l. Setiap konsentrasi diulang tiga kali. Studi perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP menggunakan metode celup daun, yaitu daun jarak pagar seluas 16 cm2 yang dicelupkan dalam larutan EBJP selama 5 menit, kemudian dikeringanginkan selama 3 menit. Daun yang telah dikeringanginkan diletakkan di atas kapas pada arena penelitian. Sebanyak 40 imago tungau Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan daun jarak pagar itu. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. dipindah ke arena penelitian dan diberi pakan daun jarak pagar yang tidak dicelup EBJP. Penghitungan jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih hidup dilakukan sehari setelah perlakuan. Dari imago yang masih hidup tersebut diamati lama hidup, perilaku dan keperidian betina Euritetranychus sp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stadia Euritetranychus sp. adalah telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan imago. Telur tungau Euritetranychus sp. menetas 24 jam setelah telur diletakkan. Rerata stadia larva yaitu 57.40 jam, stadia nimfa 112.86 jam dan siklus hidup tungau 9.09 hari. Telur yang dihasilkan betina setiap hari adalah 1-4 butir. Rerata jumlah telur Euritetranychus sp. yang dihasilkan seekor betina adalah 17,55 butir. Lama hidup jantan lebih lama daripada betina. LC50 EBJP pada imago tungau adalah 1,10 ml/l. Akibat perlakuan EBJP tungau betina lebih cepat mati daripada jantan dan jumlah telur yang dihasilkan betina menurun. Dari 25 telur yang diletakkan oleh tungau betina yang diperlakukan EBJP yang menetas hanya 11 butir dan larva yang muncul hanya dapat bertahan hidup antara 24-48 jam.
SUMMARY
Adi Nugroho (0210460001-46) Biology of Red Mite Eurytetranichus sp (Acari: Tetranichidae) on Purging Nut Tree (Jatropha curcas L.). Supervised by Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS
The castor potency as source of fuel, especially purging nut tree. During the time, castor is only planted as fence. The one of problem in planting the purging nut is mite fitofag. There are some pests of mites that attack the castor. They are Tetranychus sp., Euritetranychus sp. (Tetranychidae), Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonomidae), and rust mite Eriophyid (Euryphyidae). The research about Euritetranychus sp. not yet examined for nowadays and purging nut extract (PNE) as a botanical pesticide has not been developed too. The purposes of this research were to know the biology of Euritetranychus sp. and the ability of PNE toxicity to this mite biology.
The research was held in Pest Laboratory, Plant Protection Department Agriculture Faculty, Brawijaya University, Malang, from July 2006 to February 2007. Euritetranychus sp. was obtained from the castor BALITTAS Karang Ploso. The experiment used a Petridish and placed sponge that was soaked by water inside of it, then put down a piece of cotton. This research used 50 eggs mites that laid in same day. If there were more than 20 hatching eggs, the biology observation used only 20 larvae. The larvae was observed every 3 hours until adult. LC50 PNE Euritetranychus sp. analyzed by probit analysis. The research used 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l of PNE concentration for the adult mite with 3 repeated. The study of Euritetranychus sp. growth after PNE treatment used leaf dipping method. That leaf for width 18 cm2 dipping in PNE during 5 minutes and dried for 3 minutes. Then the leaf put on a piece of cotton in arena. 40 adults Euritetranychus sp. put on leaf. After 3 hours Euritetranychus sp. moved to arena with leaf castor without PNE. Calculating of Euritetranychus sp. that lives after treatment was done one day after. From that live mite observed their life cycle, behaviour and fecundity.
The results showed that stadia Euritetranychus sp. were egg, larvae, protonimpha, deutonimpha, and adult. The eggs hatched in 24 hours after laying eggs. The average of stadia larvae was 57.40 hour, nymph was 112.86 hours and life cycle was 9.09 days. Female laid 1-4 eggs every day. The average egg of female was 17.55 eggs. Longivity male is longer than female. LC50 PNE mite was 1.10 ml/l. The effect of PNE treatment was female dead more quick than male and descends female fecundity. From 25 eggs laid by female that treatmented by PNE, the eggs hatched only 11 and larvae only stayed for 24-48 hours.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima yang sebesar-besarnya, kepada Dr. Ir. Retno Dyah
Puspitarini, MS., dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS selaku dosen pembimbing. Kedua
orang tua atas cinta, dukungan dan doanya, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya skripsi penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
banyak pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
Malang, Oktober 2008
Adi Nugroho
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 13 September
1984 dari Bapak Sunardi dan Ibu Nuryati sebagai anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Rampal Celaket II di tahun
1996, kemudian melanjutkan di SMP Shalahuddin Malang dan lulus pada tahun
1999. Di tahun yang sama penulis melanjutkan SMU Shalahuddin Malang dan
lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang melalui jalur SPMB dan masuk di Jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................ i SUMMARY ............................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv DAFTAR ISI .............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2 Tujuan Penelitian, Hipotesis dan Manfaat ..................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4 Klasifikasi tungau Euritetranychus sp. .................................................... 4 Biologi tungau Euritetranychus sp ............................................................ 4 Arti ekonomis tungau merah dari family Tetranychidae .......................... 5 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) .................................................... 6 Klasifikasi tanaman jarak pagar...................................................................... 6 Ekologi dan penyebaran tanaman jarak pagar ................................................. 6 Deskripsi tanaman jarak pagar ....................................................................... 7 Potensi daya racun tanaman jarak pagar ......................................................... 8 Kandungan dan cara kerja(mode of action) racun biji jarak pagar ................... 10
III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 11
Tempat dan Waktu ......................................................................................... 11 Alat dan Bahan .............................................................................................. 11 Metode Penelitian ......................................................................................... 11 Pengujian Ekstrak Biji jarak pagar ................................................................. 13 Analisis data .................................................................................................. 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 15 1. Hasil .......................................................................................................... 15 Biologi tungau Euritetranychus sp .............................................................. 17 Morfologi tungau Euritetranychus sp.......................................................... 18 Pengaruh Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi
tungau merah Euritetranychus sp .......................................................... 19 2. Pembahasan ............................................................................................. 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26 LAMPIRAN ................................................................................................ 30
DAFTAR GAMBAR
Teks
Nomor Halaman
1. Arena penelitian ............................................................................... 12
Lampiran
Nomor Halaman
1. Stadia Euritetranychus sp.............................................................. 30
DAFTAR TABEL
Teks Nomor Halaman
1. Parameter Kehidupan Pradewasa Tungau Euritetranychus sp. Pada Jarak Pagar ..................................................................... 15
2. Berbagai Parameter Kehidupan Imago Tungau Euritetranychus sp. Pada Jarak Pagar ...................................................................... 16
3. Rerata dan Kisaran Lama Hidup Tungau Euritetranychus sp......... 16
4. Rerata Kematian Imago Tungau Euritetranychus Sp. Akibat Perlakuan EBJP Pada Uji Pendahuluan ................................... 19
5. Perbandingan Jumlah Imago Tungau Euritetranychus sp., Jenis Kelamin dan Jumlah Telur Setelah Perlakuan EBJP Tanpa Perlakuan EBJP ....................................................................... 20
6. Rerata Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. Akibat Perlakuan dan Tanpa Perlakuan EBJP ...................................................... 21
7. Rerata Jenis Kelamin Betina Euritetranychus sp. Pada Daun Jarak Pagar yang Diperlakukan dan Tidak Diperlakukan EBJP ............... 22
Lampiran
Nomor Halaman 1. Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. yang Diletakkan
Setiap Hari ............................................................................ 31
2. Perhitungan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) Terhadap Biologi Tungau Euritetranychus sp. ........................................................ 32
3. Hasil Analisis Statistik Uji t. Persentase Jumlah Telur Tungau
Euritetranychus sp. ..................................................................... 33
4. Hasil Analisis Statistik Uji t. Persentase Jenis kelamin Betina Euritetranychus sp. ..................................................................... 33
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi
sebagai sumber bahan bakar, khususnya jarak pagar (Jatropha curcas L.). Selama
ini tanaman jarak hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara
khusus. Secara agronomis, tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi kering maupun pada lahan dengan kesuburan rendah. Tanaman jarak yang
ditanam di berbagai wilayah umumnya sedikit atau hampir tidak ada serangan
hama dan penyakit penting, hal ini diduga karena penanamannya tidak banyak
(Hariyadi, 2006).
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman jarak pagar adalah hama
tungau. Ada 2 spesies hama tungau yang menyerang tanaman jarak pagar yaitu
Tetranychus sp.(Tetranychidae)(Alamsyah, 2006) dan tungau karat (Eryophyidae)
(Mahmud, 2006). Dari pengamatan di lapang, terdapat spesies tungau selain
Tetranychus sp., Polyphagotarsonemus sp.(Tarsonemidae) dan tungau karat yang
menyerang jarak pagar. Tungau itu kemudian diidentifikasi sebagai
Euritetranychus sp. dari Famili Tetranychidae (Puspitarini, 2006). Bagian
tanaman yang diserang tungau Euritetranychus sp. adalah daun. Tungau
Euritetranychus sp. menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari,
terutama pada daun yang biasanya banyak dijumpai di permukaan bawah daun.
Daun yang diserang tungau mengalami perubahan warna yaitu hijau kekuningan.
Tanaman jarak pagar mempunyai banyak manfaat terutama pada bagian biji,
daun, batang maupun buah. Biji jarak pagar selain digunakan sebagai bahan bakar
diesel, juga untuk menghasilkan pupuk, mengurangi encok, kelumpuhan dan
beberapa penyakit kulit (Alamsyah, 2006). Daun jarak bisa diekstraksi menjadi
bahan pakan ulat sutera dan obat-obatan herbal (Brodjonegoro, Rekksowardjojo,
Soerawidjaja, 2006). Batang jarak pagar yang mengeluarkan getah bening dapat
digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka yang sulit disembuhkan,
infeksi pada gusi, dan antipendarahan pada luka yang terpotong atau tergores
(Alamsyah, 2006). Selain itu, tanaman ini mudah didapat, mudah dibudidayakan,
tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Anonymous, 2006a). Dari beberapa
manfaat itulah berbagai penelitian mengenai tanaman jarak pagar dikembangkan,
termasuk penelitian tentang manfaat dan kandungan biji jarak pagar.
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan, karena dibuat dari bahan alami maka jenis pestisida ini bersifat mudah
terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi
manusia. Pestisida nabati bersifat ”hit and run”, yaitu apabila diaplikasikan akan
mematikan hama pada waktu itu setelah hamanya mati maka residunya akan cepat
menghilang ke alam (Kardinan, 2000).
Penelitian mengenai aplikasi bagian tanaman jarak pagar terhadap serangga
belum dikembangkan secara luas, padahal potensinya begitu besar untuk
mengendalikan serangga hama (Alamsyah, 2006). Biji jarak pagar mengandung
curcin dan minyak purgatif (37%) yang sangat beracun. Pengujian daya racun
(Ekstrak Biji Jarak Pagar) EBJP telah dilakukan pada larva Spodoptera litura F.
(Lepidoptera : Noctuidae) dengan konsentrasi 15,0 x 105 ppm dapat mematikan
50% larva serangga tersebut dan terjadi penyusutan tubuh setelah 24 jam
diperlakukan dengan EBJP (Masruroh, 2006). Cara kerja curcin menyerupai kerja
enzim proteolitik, yaitu mengacaukan sintesis protein dengan merusak membran
plasma terlebih dahulu dan merangsang akumulasi amonia (Kingsbury, 1964).
Penelitian tentang biologi tungau Euritetranychus sp. belum diteliti dan
EBJP sebagai pestisida nabati dalam mematikan tungau belum dikembangkan
secara luas. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui biologi tungau
dan mengetahui pengaruh daya racun dari EBJP terhadap biologi tungau
Euritetranychus sp.
Rumusan Masalah
Permasalahan dari penelitian ini adalah berapa lama tiap stadia tungau
Euritetranychus sp pada tanaman jarak pagar, bagaimana biologi tungau
Euritetranychus sp dari telur hingga imago, apakah EBJP mengakibatkan
kematian tungau Euritetranychus sp. dan pada tingkat konsentrasi berapa EBJP
efektif untuk mematikan tungau Euritetranychus sp.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui biologi tungau Euritetranychus sp. pada tanaman jarak
pagar
b. Mengetahui pengaruh aplikasi EBJP terhadap tungau Euritetranychus
sp.
Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah:
a. Biologi tungau Euritetranychus sp. hampir dengan spesies lainnya
yang termasuk pada famili Tetranychidae
b. Bahwa EBJP berpengaruh buruk terhadap biologi tungau
Euritetranychus sp.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi
mengenai beberapa aspek biologi tungau Euritetranychus sp. sebagai dasar guna
merumuskan teknologi pengendalian tungau dan dapat memberikan informasi
tentang daya racun EBJP pada tungau Euritetranychus sp. yang diharapkan
sebagai alternatif pengendalian tungau Euritetranychus sp. yang ramah
lingkungan serta dapat dijadikan dasar penelitian selanjutnya tentang EBJP .
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tungau Euritetranychus sp
Klasifikasi tungau merah Euritetranychus sp. menurut Krantz (1978)
adalah Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Sub-Kelas Acari,
Ordo Acariformes Sub-Ordo Prostigmata, Famili Tetranychidae, Genus
Euritetranychus, dan Spesies Euritetranychus sp.
Biologi Tungau Tetranychidae
Famili Tetranychidae adalah famili terbesar dalam keberadaan tungau di
dunia. Lebih dari 1200 spesies tergolong dalam tungau laba-laba dan hanya
diketahui 70 genera yang diketahui dan masih banyak lagi yang belum diketahui,
terutama di daerah Hemispere Utara. Tubuh tungau tetranychid lunak, berukuran
sekitar 400µm, berwarna hijau, kuning, orange, merah, dan biasanya ditemukan di
antara jaringan sutera halus yang terdapat pada permukaan bagian tumbuhan yang
diserang (Zhi, 2003).
Tungau tetranychid melewati lima stadia dalam hidupnya yaitu telur, larva,
protonimfa, deutonimfa, dan dewasa. Tungau tetranychid mengalami fase istirahat
atau tidak bergerak pada jarak antara tiap-tiap fase yang dilewatinya selama masa
ganti kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa biasanya sampai satu minggu
atau lebih tergantung kondisi dan lingkungan disekitar tanaman (Zhi, 2003).
Tubuh betina tetranychid lebih besar dibandingkan dengan tubuh jantan, betina
dihasilkan dari telur yang dibuahi sedangkan jantan dihasilkan dari telur yang
tidak dibuahi. Imago betina Panonychus citri (McGregor)(Acari: Tetranychidae)
yang kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan dan betina karena tidak semua
telur dapat dibuahi (Puspitarini, 2005).
Siklus hidup tungau tetranychid betina dewasa selanjutnya dibagi menjadi
3 periode yaitu praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Periode praoviposisi
sebelum endapan dari telur pertama biasanya pendek, tahan lama dalam beberapa
hari. Periode oviposisi seringkali berlangsung 10-40 hari, sebelum betina
tetranychid berproduksi sampai 10 telur perhari, dengan maksimum rata-rata
reproduksi terjadi dalam satu pasang perhari pada peletakan telur pertama.
Periode pascaoviposisi lebih lama dari periode praoviposisi, tetapi lebih pendek
dari periode oviposisi (Krantz, 1978).
Tungau P.citri menempati kedua permukaan daun jeruk tetapi populasi
P.citri lebih banyak terdapat pada permukaan atas daun daripada permukaan
bawah daun. Reproduksi tungau betina P.citri lebih baik pada daun muda daripada
di daun tua (Puspitarini, 2005). Banyak tungau tetranychid yang berada di
permukaan daun dan mencari makan dengan cara menyisipkan alat mulutnya di
sel parenkim tanaman inang, isi yang dapat membawa tubuh tungau tinggal di
dalam sel tersebut. Tipe serangan yang disebabkan tungau tetranychid adalah
adanya spot berwarna putih kekuningan di atas sisi daun sehingga menyebabkan
penipisan khlorofil dan serangannya tidak teratur. Serangan yang lebih hebat
menyebabkan daun mengalami kekeringan, daun berguguran, sampai kematian
pada tanaman (Zhi, 2003).
Arti Ekonomis tungau merah dari famili Tetranychidae
Tungau Euritetranychus sp. bisa disebut juga tungau merah atau tungau
laba-laba. Tungau Euritetranychus sp. disebut demikian karena dapat
menghasilkan jaring-jaring sutera di sekitar tanaman inangnya. Huffaker et al.
(1969) menyatakan bahwa sekitar 1200 spesies tungau laba-laba yang telah
diketahui dan masih banyak lagi yang belum diketahui.
Serangan tetranychid dapat menyebabkan penurunan hasil produksi. Hal
ini karena tungau merusak pelindung permukaan daun, stomata, jaringan palisade,
dan jaringan bunga karang. Tungau laba-laba dapat mengeluarkan toksin pada
waktu makan bersama ekskresi ludah. Toksin yang sudah masuk ke dalam proses
metabolisme tanaman yang berakibat pada pengurangan serat, buah dan biji serta
menyebabkan penguningan, daun berguguran, dapat menyebabkan tanaman layu
dan mati (Huffaker et al., 1969).
Tungau Tetranychus urticae Koch (Acari: Tetranychidae) dan T.
cinnabarinus (Boisd.) (Acari: Tetranychidae) menyerang ketela pohon. Tungau T.
urticae dan T. cinnabarinus menyerang tanaman dengan ciri bercak warna merah.
Jika serangan tungau T. urticae dan T. cinnabarinus berat maka ujung daun akan
melengkung dan meruncing. Daun menjadi kering, layu dan akhirnya tanaman
mati. Kerugian dari kerusakan ketele pohon mungkin sangat besar, khususnya di
Jawa Timur dan Jawa Tengah telah terjadi penggundulan area pertanaman
(Kalshoven, 1981).
Kerusakan akibat tungau dari famili Tetranychidae cukup besar, di
Amerika Serikat sekitar tahun 1951-1960 dilaporkan bahwa kerusakan yang
diakibatkan tungau merah pada tanaman perkebunan (strawberri sebesar 10 %,
kacang buncis 3 %, apel 7 %, jeruk 2,5 %, tanaman mint 7 % dan tanaman hips 6
%) lebih besar daripada serangan serangga lain semisal kumbang, ulat daun
ataupun serangga penghisap daun. Kehilangan karena tungau tetranychid dalam
10 tahun sebelumnya rupanya banyak berkurang sebesar 5 % dari penanaman di
dalam green house (Huffaker et al., 1969).
Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. )
Klasifikasi tanaman jarak pagar
Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah Kingdom Plantae, Filum
Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Malpighiales, Famili Euphorbiaceae,
Sub-famili Acalyphoideae, Genus Jatropha, dan Spesies Jatropha curcas L.
(Alamsyah, 2006).
Ekologi dan penyebaran tanaman jarak pagar
Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia,
yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat ini
masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar
pekarangan. Beberapa nama daerah (nama lokal) yang diberikan kepada tanaman
jarak pagar ini yaitu Sunda : jarak kosta, jarak budeg, Jawa : jarak gundul, jarak
pager, Madura : kalekhe paghar, Bali : jarak pager, Nusatenggara : lulu mau, paku
kase, jarak pageh, Alor : kuman nema, Sulawesi : jarak kosta, jarak wolanda,
bindalo, bintalo, tondo utomene, Maluku : ai huwa kamala, balacai, kadoto
(Hariyadi, 2005).
Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu termasuk famili dari
Euphobiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tapi dari berbagai
pustaka disebutkan juga jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko,
kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Jarak pagar dapat tumbuh di daerah
tropis dengan curah hujan antara 300-1000 m, dan pada ketinggian tempat antara
0-500 m di atas permukaan laut. Jarak pagar sering juga disebut physic nut atau
purging nut yang dapat tumbuh mencapai tinggi tanaman hingga 8 m dan
diameter batang 20 cm, dengan cabang tidak beraturan (Anonymous, 2006 b).
Tanaman jarak pagar mudah beradaptasi terhadap lingkungan
tumbuhnya, menghendaki lingkungan tumbuh yang optimal bagi
pertumbuhannya, yaitu pada ketinggian 0 – 2000 m di atas permukaan laut, suhu
berkisar antara 18◦–30◦C. Pada daerah dengan suhu rendah (<18◦C) jarak pagar
mengalami hambatan pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (>35◦C)
menyebabkan gugur daun dan bunga, buah kering sehingga produksi menurun.
Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase
baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5 (Hariyadi, 2005).
Deskripsi tanaman jarak pagar
Daun
Daun jarak pagar berwarna hijau kekuningan berukuran 6 x 15 cm dengan
tepi berlekuk. Daun jarak pagar mengandung flavanoid, apigenin, vitexin, dan
isovitexin. Daun jarak pagar juga mengandung dimer dari triterpene alkohol
(C63H117O9) dan dua flavanoid glikosida (Alamsyah, 2006). Daun bisa diekstraksi
menjadi bahan pakan ulat sutera dan obat-obatan herbal (Brodjonegoro,
Rekksowardjojo, Soerawidjaja., 2006).
Batang
Batang jarak pagar mengandung b-sitosterol dan b-D-glukosida,
marmesin, propacin, curculathrine A dan B, diterpenoid jatropol, jatropholone A
dan B, coumarin tomentin, dan coumarino jatrophin. Batang jarak pagar
mengeluarkan getah bening dan tidak menggumpal. Getah jarak pagar dapat
digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka yang sulit disembuhkan,
infeksi pada gusi, dan anti pendarahan pada luka yang terpotong atau tergores
(Alamsyah, 2006). Kulit batang bisa juga diekstraksi menjadi tanin atau sekadar
dijadikan bahan bakar lokal untuk kemudian menghasilkan pupuk (Brodjonegoro,
Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).
Buah dan biji
Buah jarak pagar berbentuk kapsul dan berukuran kecil dengan diameter
2,5 – 4 cm. Buah yang belum masak berwarna hijau, sedangkan jika sudah masak
buah berwarna hitam dengan ukuran 2 cm. Daging biji berwarna putih dan
mengandung minyak (Kingsbury, 1964).
Biji jarak pagar rata-rata berukuran 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gram, dan
terdiri atas 58,1 % biji inti berupa daging (kernel) dan 41,9 % kulit. Kulit hanya
mengandung 0,8 % ekstrak eter. Kadar minyak trigliserida dalam inti biji sama
dengan 55% atau 33% dari berat total biji. Asam lemak penyusun minyak jarak
pagar terdiri atas 22,7% asam jenuh dan 77,3% asam tak jenuh. Kadar asam lemak
minyak terdiri dari 17,0% asam palmiat, 5,6 % asam stearat, 37,1 % asam oleat,
dan 40,2 % asam linoleat (Stegar dan van Loon, 1941 dalam Brodjonegoro,
Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).
Sedangkan bungkil ekstraksi bisa menghasilkan pupuk dan sebagai bahan
dasar pembangkitan biogas yang produk akhirnya berupa biogas pengganti
minyak tanah, serta detoksifikasi yang hasil akhirnya berupa pakan ternak.
Sementara itu, kulit biji jarak pagar bisa menghasilkan bahan bakar lokal dan
pupuk (Brodjonegoro, Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).
Potensi daya racun tanaman jarak pagar
Insektisida nabati merupakan senyawa beracun yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang digunakan untuk mematikan serangga hama. Berdasarkan sejarah,
bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sudah digunakan untuk
mengendalikan serangga hama sebelum ditemukan pestisida sintesis. Bagian
tumbuhan (bunga, daun, akar, ataupun buah ) yang akan digunakan sebagai
insektisida, umumnya dihancurkan atau diekstraksi terlebih dahulu, kemudian
diaplikasikan (Sastroutomo, 1992).
Penelitian mengenai aplikasi tanaman jarak pagar terhadap serangga
belum dikembangkan secara luas, padahal potensinya begitu besar untuk
mengendalikan serangga hama. Tanaman jarak pagar dikenal sebagai pengganti
bahan bakar diesel, sebagai obat tradisional, pengendali erosi dan perbaikan tanah.
Penelitian tentang tanaman ini begitu luas mulai dari daun, buah (biji dan daging
buah), getah sampai cangkang biji (Alamsyah, 2006).
Biji tanaman jarak pagar menunjukkan aktifitas antimoluska melawan
inang cacing hati. Minyak jarak pagar dan minyak ekstraknya telah berhasil
digunakan untuk mematikan keong mas (Pomocea sp.) dan keong vektor dari
Schistosoma manusia. Ekstrak metana dari minyak kasar tersebut akan lebih aktif
dengan LD50 sebesar 0,004 % untuk Biomphalaria glabrata dan 0,00025 % untuk
Oncomelania hipensis. Penggunaan minyak jarak pagar untuk pengendalian hama
pengganggu kapas dianggap sebagai sebagai alternatif dari penggunaan bahan
kimia yang berbahaya (Alamsyah, 2006).
Biji jarak pagar berpengaruh juga pada organ intestinal atau organ bagian
dalam mamalia. Pada tahun 1854, di Birmingham, Inggris lebih dari 30 anak
keracunan biji jarak pagar. Secara umum, memakan 3-5 biji jarak pagar akan
menyebabkan kembung berat, iritasi usus halus, nyeri dada, muntah dan kadang-
kadang diare. Pada kasus yang berat, penderita keracunan dapat mengalami
dehidrasi klinis (Alamsyah, 2006). Perlu diketahui, biji jarak pada tanaman jarak
pagar mengandung 3H-12O tetradecanolphorbol-13-asetan yang berpengaruh
pada kulit manusia. Pada tikus (sebagai hewan mamalia), pemberian biji jarak
terjadi iritasi pada kulit dan dilaporkan terjadi tumor kulit sebesar 36 % dalam 30
minggu (Horiuchi et al., 1987). Stirpe et al., (1976) menyatakan pada konsentrasi
LD50 9,11 mg/tikus dapat menyebabkan kematian sekitar 48 jam setelah
pemberian biji jarak pagar.
Kandungan dan Cara kerja (Mode of Action) racun biji jarak pagar
Biji jarak pagar mengandung senyawa utama yang beracun yaitu curcin
dan minyak purgatif. Curcin yang biasa disebut phytotoksin atau toxalbumin,
ditemukan di dalam biji dan sebagian dalam buah dan sari buah. Curcin
mengandung molekul protein yang kompleks sehingga menjadi racun yang tinggi.
Phytotoksin mempunyai panas yang tidak stabil, dan dapat mengidentifikasi
reaksi kimia yang terjadi sebagai antibodi (Kingsbury, 1964). Molekul kimia yang
menyebabkan sebagai racun yang akut adalah Tetramethylpyrazine (TMPZ):CAS:
1124-11-4 MW:136, 22 Molekular formula: C8-14-12-N2. Cara kerja curcin pada
mamalia (tikus) mulai terlihat pada 12 jam setelah perlakuan, dengan gejala awal
berupa diare, muntah-muntah dan depresi. Pada 48 jam setelah perlakuan, curcin
dapat mengakibatkan kematian (Adam, 1974).
Biji jarak pagar juga mengandung minyak purgatif, kandungan minyak
purgatif terdapat pada bagian kulit biji adalah 25-30 %, sedangkan pada bagian
inti biji (kernel) kandungannya lebih tinggi yaitu 50-60 %. Oleh karena itu,
minyak purgatif sangat beracun dan dianjurkan tidak dikonsumsi. Minyak
purgatif, terkandung 40 % penghasil minyak tetapi kebanyakan pada jenis jarak
kepyar (Riccinus communis) (Jourbert et al., 1984).
Cara kerja curcin menyerupai kerja enzim proteolitik, yaitu mengacaukan
sintesa protein dengan merusak membran plasma terlebih dahulu kemudian
merangsang akumulasi amonia. Oleh karena itu apabila terjadi akumulasi suatu
senyawa atau hambatan maka sirkuit transmisi listrik akan terhambat (Kingsbury,
1964). Pengaruh langsung dengan adanya akumulasi ini terhadap mamalia adalah
adanya gangguan sistem syaraf pusat, sistem kardiovaskular, dandisertai dehidrasi
(Aplin, 1976).
Gejala awal pada larva S. Litura yang diberi Ekstrak Biji Jarak Pagar yaitu
gerak tubuh sangat aktif karena perilaku berhenti makan (stop feeding), muntah-
muntah atau cenderung mengeluarkan cairan tubuh melalui oral, gerak tubuh pasif
setelah beberapa saat kemudian (diam), dan akhirnya mengalami kematian
(Masruroh, 2006).
III. BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli 2006 sampai Februari 2007.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala (volume : 50
ml dan 250 ml), gelas ukur (volume : 10 ml dan 100 ml) sebagai alat pengukur
saat pengenceran, blender, toples plastik, kertas pembersih, kertas Whatmann,
evaporator, sentrifuse, corong, kain kassa, cawan Petri, spon, kapas, kuas halus,
mikroskop, kaca pembesar, plastik, mikrometer, mistar, dan kamera digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jarak yang bebas
dari serangan hama dan patogen, Imago tungau Euritetranychus sp., 100 g biji
jarak pagar, 500 ml ethil eter dan aquades steril.
Metode Penelitian
Perbanyakan Tungau
Tungau diperoleh dari kebun tanaman jarak di Balai Penelitian Tembakau
dan Tanaman Serat (BALITTAS) Karang Ploso. Untuk keperluan perbanyakan
massal, tungau dipindah ke tanaman jarak yang berumur 1-2 bulan dengan
menggunakan kuas halus. Sebelum dipindah ke tanaman jarak tersebut, setiap
daun pada tanaman jarak dibersihkan dari serangga atau tungau yang menempel
dengan kain basah. Tungau hasil perbanyakan kemudian digunakan untuk
keperluan penelitian.
Arena Penelitian
Percobaan dilakukan dalam cawan Petri yang di dalamnya di tempatkan
busa yang direndam air. Di atas busa kemudian diletakkan kapas. Kapas
diusahakan selalu terendam air agar tungau tidak dapat keluar dari arena
percobaan. Selanjutnya sepotong daun jarak berbentuk persegi panjang (p : 2 cm
dan l : 3 cm) diletakkan di atas kapas.
Gambar 1. Arena Penelitian
Studi Biologi Tungau Euritetranychus sp.
Percobaan diawali dengan mempersiapkan 50 telur tungau Euritetranychus
sp. yang diletakkan pada hari yang sama. Telur diamati setiap hari sampai
menetas. Jika yang menetas lebih dari 20 telur, maka yang diamati adalah 20 telur.
Telur diamati setiap tiga jam sampai terbentuk imago.
Keperidian tungau betina diamati dengan menempatkan seekor tungau
betina pada sepotong daun jarak pagar di arena percobaan. Hal yang sama
dilakukan terhadap 19 betina lain yang muncul pada hari yang sama. Banyaknya
telur yang diletakkan setiap hari dihitung dan dicatat. Setelah dihitung kemudian
telur disingkirkan dengan menggunakan jarum bertangkai. Pengamatan ini
dilakukan sampai tungau betina mati dan saat kematian tungau betina dicatat.
Daun jarak diganti ketika daun tidak segar lagi.
Pembuatan Ekstrak Biji Jarak Pagar
Pembuatan ekstrak biji jarak pagar dilakukan dengan Metode Wang Shu-
tong, Xiao-yan, Liu Jun-ling, dan Ke-qiang (2001), yaitu biji jarak pagar yang
didapat dari lapang dibersihkan dari kotoran. Biji jarak pagar dikupas dari
kulitnya dan dihancurkan sampai halus berbentuk seperti serbuk. Kemudian
diambil 100 g serbuk dan ditambahkan pelarut ethil eter 99,9 % sebanyak 500 ml,
yang dilanjutkan dengan pengocokan selama 24 jam pada suhu 30oC. Ekstrak
disaring dan disentrifus pada 4500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapat
di evaporasi di bawah suhu 50oC. Selanjutnya dari larutan yang didapat, diambil
20 g dan ditambahkan dengan 10 ml ethil eter 50 %. Larutan dengan konsentrasi
50% digunakan sebagai larutan induk.
Pengujian Ekstrak Biji Jarak Pagar
Penentuan LC50
LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan oleh pestisida untuk mematikan
50% dari serangga yang diujikan (Busvine, 1971). Penentuan LC50 dilakukan
untuk mengetahui kisaran konsentrasi EBJP yang mampu mematikan imago
tungau Euritetranychus sp. Pada penelitian ini digunakan 6 konsentrasi EBJP
yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l. Setiap perlakuan
diulang tiga kali menggunakan 40 ekor imago tungau Euritetranychus sp. Pakan
tungau Euritetranychus sp adalah daun jarak pagar seluas 16 cm2 yang dicelupkan
dalam larutan EBJP selama 5 menit (Leaf Dipping Method), kemudian
dikeringanginkan selama 3 menit (Busvine, 1971). Daun yang telah
dikeringanginkan diletakkan di atas kapas pada arena penelitian. Sebanyak 40
imago tungau Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan daun jarak pagar
itu. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. dipindah ke arena penelitian
dan diberi pakan daun jarak pagar yang tidak dicelup EBJP .
Setelah dilakukan uji pendahuluan, maka dilakukan penghitungan dengan
Probit Analisis Hsin Chi. Berdasarkan hasil analisis probit (Tabel Lampiran 2)
LC50 dari pengujian EBJP pada imago Euritetranychus sp. adalah 1,10 ml/l.
Studi Perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP
Nilai LC50 sebesar 1.10 ml/l kemudian digunakan untuk mengetahui
pengaruh EBJP terhadap perkembangan imago Euritetranychus sp. yaitu perilaku
tungau Euritetranychus sp., lama hidup, dan keperidian betina Euritetranychus sp.
Daun jarak pagar sebagai pakan imago Euritetranychus sp. seluas 16 cm2
dicelupkan EBJP dengan konsentrasi 1.10 ml/l selama 5 menit, kemudian
diletakkan di arena penelitian. Potongan daun jarak pagar di keringanginkan
selama 3 menit. Setelah itu potongan daun jarak pagar diletakkan di arena
penelitian. Sebanyak 40 imago Euritetranychus sp. tidak dibedakan jenis kelamin
disiapkan sebelum diletakkan di atas potongan daun jarak pagar. Imago
Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan jarak pagar pada masing-masing
arena penelitian. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. yang masih
hidup dipindah ke arena penelitian lainnya dengan daun jarak pagar yang tidak
dicelup EBJP . Penghitungan jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih hidup
dilakukan sehari setelah perlakuan. Jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih
hidup dibedakan jantan dan betina. Pengamatan meliputi lama hidup, perilaku
setelah perlakuan EBJP dan keperidian betina Euritetranychus sp. Pengamatan
dibandingkan dengan tungau Euritetranychus sp. pada penelitian biologi yang
telah dilakukan sebelumnya.
Analisis Data
Prosentase tungau Euritetranychus sp. akibat aplikasi EBJP dianalisis
dengan analisis probit. Apabila terdapat kematian pada kontrol tidak lebih dari 5
%, maka proporsi kematian dikoreksi menggunakan rumus Abbot (1925 dalam
Finney, 1971) yaitu:
%100- xx
yxP =
yang P adalah proporsi kematian terkoreksi (%), x adalah proporsi yang hidup
dalam kontrol (%), y adalah proporsi yang hidup dalam perlakuan (%).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Biologi tungau Euritetranychus sp.
Stadia Euritetranychus sp. adalah telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan
imago.
Parameter kehidupan pradewasa tungau Euritetranychus sp. pada jarak
pagar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kehidupan Pradewasa Tungau Euritetranychus sp. pada Jarak Pagar
Parameter
Rerata (jam)
Lama stadia
Telur 24.00
Larva 57.40
Protokrisalis 26.25
Protonimfa 21.75
Deutokrisalis 18.94
Deutonimfa 26.12
Teliokrisalis 19.80
Perkembangan
Pradewasa 194.26
Pada Tabel 1 terlihat telur tungau Euritetranychus sp. menetas 24 jam
setelah telur diletakkan. Rerata stadia larva Euritetranychus sp. yaitu lebih lama
dibandingkan stadia telur. Rerata nimfa Euritetranychus sp. adalah protokrisalis,
protonimfa, deutokrisalis, deutonimfa, dan teliokrisalis yaitu 112,86 jam. Siklus
hidup tungau Euritetranychus sp. sedikit lebih lama sehari bila dibandingkan
pradewasa tungau.
Oviposisi pada tungau Euritetranychus sp. didahului oleh masa pra-oviposisi
sekitar 24 jam. Berikut ini disajikan parameter kehidupan imago tungau
Euritetranychus sp. pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai Parameter Kehidupan Imago Tungau Euritetranychus sp. pada Jarak Pagar
Parameter
Rerata
Lama masa praoviposisi (hari) 1.10
Lama masa pascaoviposisi (hari) 0.80
Lama masa oviposisi (hari) 14.65
Lama hidup imago betina (hari) 16.55
Keperidian (butir/betina) 17.55
Nisbah kelamin (jantan : betina) 1 : 3.2
Masa praoviposisi tungau betina Euritetranychus sp. sedikit lebih lama
dibandingkan masa pascaoviposisi. Telur yang dihasilkan betina Euritetranychus
sp. yaitu 1-4 telur setiap hari. Rerata jumlah telur Euritetranychus sp. yang
dihasilkan seekor betina Euritetranychus sp. adalah 17,55 butir.
Jumlah tungau betina Euritetranychus sp. tiga kali lipat lebih banyak
daripada tungau jantan.
Lama hidup tungau Euritetranychus sp. relatif singkat. Lama hidup tungau
Euritetranychus sp. disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata dan Kisaran Lama Hidup Tungau Euritetranychus sp.
Tungau Euritetranychus sp.
x ± SE
Kisaran (hari)
Jantan 20.5 ± 0.5 18-22
Betina 16.6 ± 0.6 8-24
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lama hidup tungau betina
Euritetranychus sp. lebih lama dibandingkan dengan tungau jantan.
Morfologi tungau Euritetranychus sp.
Telur Euritetranychus sp. berbentuk bulat. Telur diletakkan secara
berkelompok dan sebagian besar diletakkan diantara tulang daun. Telur-telur
Euritetranychus sp. tersebut juga dilapisi oleh jaring-jaring halus. Telur tungau
Euritetranychus sp. transparan. Telur Euritetranychus sp. yang semula transparan,
selanjutnya berubah menjadi lebih kusam jika telur akan menetas. Telur
Euritetranychus sp. menetas maksimal 3 hari, jika melebihi waktu tersebut telur
akan mengkerut dan tidak menetas. Telur Euritetrayichus sp. tidak akan menetas
bila diamati setiap 3 jam sekali. Hal ini karena adanya cahaya lampu yang terus-
menerus di laboratorium. Faktor cahaya lampu merupakan faktor penting dalam
pengamatan telur tungau Euritetranychus sp. di laboratorium.
Larva Euritetranychus sp. berwarna bening atau tidak berwarna. Pada sisi
lateral tubuh larva Euritetranychus sp. terdapat bercak berwarna hitam. Gerakan
larva Euritetranychus sp. lamban. Larva Euritetranychus sp. mempunyai tiga
pasang tungkai. Terdiri dari dua pasang tungkai pada anterior dan satu pasang
tungkai pada posterior. Seta pada larva Euritetranychus sp. belum tampak jelas.
Larva Euritetranychus sp. mengalami stadia istirahat pertama yang disebut
protokrisalis. Ciri dari stadia ini yaitu dua pasang tungkai merapat dan diarahkan
ke anterior, sedangkan satu pasang tungkai diarahkan ke arah posterior merapat
tubuh. Tubuh tungau Euritetranychus sp. pada saat stadia ini terdapat bercak di
sisi kiri dan sisi kanan tubuh tungau. Tubuh tungau Euritetranychus sp. tetap
bening walau agak kusam. Pada stadia protokrisalis kebanyakan tungau
Euritetranychus sp. berada di ujung tulang daun dan tertutup jaring-jaring sutera.
Protonimfa Euritetranychus sp. muncul setelah stadia istirahat pertama.
Tubuh protonimfa Euritetranychus sp. berwarna kehitam-hitaman. Protonimfa
Euritetranychus sp. mempunyai tambahan satu pasang tungkai di bagian posterior.
Tubuh tungau Euritetranychus sp. lebih besar dari larva Euritetranychus sp.,
dengan bercak yang kelihatan menyeluruh di sisi tubuh tungau Euritetranychus
sp. Seta mulai tampak pada bagian idiosoma.
Protonimfa Euritetranychus sp. mengalami stadia istirahat kedua atau
deutokrisalis. Tubuh tungau Euritetranychus sp. berwarna kehitam-hitaman
mengkilat. Dua pasang tungkai tungau Euritetranychus sp. mengarah ke anterior
dan sejajar tubuh, sedangkan dua pasang tungkai belakang juga merapat dan
diarahkan ke posterior dan sejajar tubuh. Jaring-jaring sutera mulai tampak jelas
mengelilingi tubuhnya.
Setelah mengalami stadia istirahat kedua, stadia Euritetranychus sp.
berikutnya adalah detonimfa. Setelah muncul dari pergantian kulit deutonimfa
tidak bergerak. Deutonimfa Euritetranychus sp. mempunyai ukuran yang lebih
besar daripada protonimfa. Tubuh deutonimfa Euritetranychus sp. kusam dan
ditumbuhi sedikit seta. Pada sisi lateral deutonimfa Euritetranychus sp. terdapat
bercak yang tidak menyeluruh. Tungkai bagian anterior dan posterior lebih
panjang dari tungkai protonimfa Euritetranychus sp. Pada stadia deutonimfa
Euritetranychus sp. jaring-jaring sutera sudah tidak dijumpai lagi. Deutonimfa
Euritetranychus sp. baru bergerak 30 menit setelah muncul dari pergantian kulit.
Tubuh jantan Euritetranychus sp. lebih ramping daripada betina.
Stadia Euritetranychus sp. berikutnya setelah deutonimfa adalah stadia
istirahat ketiga atau teliokrisalis. Tubuh tungau Euritetranychus sp. berwarna
kehitam-hitaman mengkilat. Dua pasang tungkai depan merapat mengarah ke
anterior dan sejajar tubuh, sedangkan dua pasang tungkai belakang juga merapat
dan diarahkan ke posterior. Jaring-jaring sutera yang berada pada stadia ini tidak
sepadat stadia istirahat lainnya. Pada tubuh Euritetranychus sp. terlihat
pembungkus berwarna bening.
Imago betina Euritetranychus sp. praoviposisi dan imago betina oviposisi
dapat dibedakan dari warna tubuhnya. Tubuh imago betina Euritetranychus sp.
praoviposisi berwarna merah kusam. Setelah telur pertama diletakkan tungau
betina Euritetranychus sp., warna tubuh tungau betina Euritetranychus sp.
menjadi merah cerah. Sepasang tungkai depan berukuran lebih panjang
dibandingkan tiga pasang tungkai lainnya. Pada masa ini biasanya tungau betina
Euritetranychus sp. berada di bawah tulang daun dengan membentuk jaring-
jaring sutera di sekitar tubuhnya.
Tubuh imago jantan Euritetranychus sp. lebih ramping daripada betina
Euritetranychus sp. Seta tidak sejelas imago betina Euritetranychus sp. Bagian
posterior idiosoma ramping. Tungkai-tungkainya tampak lebih panjang dari
tubuhnya.
Pengaruh Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi tungau merah Euritetranychus sp.
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan sebagai dasar untuk mendapatkan nilai LC50
EBJP yang diujikan pada imago tungau Euritetranychus sp. dengan menggunakan
6 konsentrasi EBJP yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l.
Dari hasil uji ini diketahui bahwa hubungan antara tingkatan konsentrasi EBJP
berbanding lurus dengan jumlah kematian tungau Euritetranychus sp. seperti
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata Kematian Imago Tungau Euritetranychus sp. akibat Perlakuan
EBJP Pada Uji Pendahuluan
Konsentrasi EBJP (ml/l)
Kematian (%)
0 0
0,25 18,88
0,5 23,33
1 40,00
1,5 70,00
2 76,67
Peningkatan konsentrasi EBJP dari 0,25 ml/l menjadi 2 ml/l atau 8 kali
mengakibatkan peningkatan kematian tungau Euritetranychus sp. menjadi 4,2
kali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi yang
digunakan, maka semakin besar pula kematian imago Euritetranychus sp.
Berdasarkan hasil analisis probit (Tabel lampiran 2) LC50 dari pengujian EBJP
pada imago tungau Euritetranychus sp. adalah 1,10 ml/l dengan persamaan garis
regresi yaitu y=3,52 + 4,66x. LC50 EBJP 1,10 ml/l berarti bahwa pada konsentrasi
1,10 ml/l EBJP dapat mematikan 50 % jumlah tungau yang diujikan.
Perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP
Pengujian pengaruh EBJP terhadap lama hidup imago dan keperidian
Euritetranychus sp. dilakukan terhadap 120 imago dengan menggunakan
konsentrasi EBJP 1,10 ml/l. Setelah 3 jam, dari 120 imago yang diperlakukan
dengan EBJP terdapat 59 ekor imago yang masih hidup. Hari berikutnya, jumlah
imago berkurang 9 ekor dan menjadi 50 ekor. Dari jumlah imago tersebut diamati
jumlah imago tungau Euritetranychus sp. yang masih hidup, jenis kelamin, dan
jumlah telur yang diletakkan. Pengamatan dilakukan sampai semua tungau yang
diperlakukan EBJP mati. Perbandingan jumlah tungau Euritetranychus sp. akibat
perlakuan EBJP dan tanpa perlakuan EBJP disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Imago Tungau Euritetranychus sp., Jenis Kelamin dan Jumlah Telur Setelah Perlakuan EBJP dan Tanpa Perlakuan EBJP
Hari ke... setelah perlakuan
Jumlah imago Jenis kelamin Jumlah telur
Tanpa EBJP
EBJP
EBJP Tanpa EBJP
EBJP Tanpa EBJP
♂ ♀ ♀
1 50 50
50 30
50 17
50 5
50 1
50 0
30 20 20
20
20
20
20
20
15 36
2 20 10 7 32
3 11 6 3 31
4 4 1 0 29
5 1 0 0 13
6 0 0 0 20
Dari Tabel 5 terlihat bahwa EBJP berpengaruh buruk pada kehidupan
tungau, hal ini terlihat pada imago yang hanya dapat bertahan hidup pada hari ke-
5, sedangkan jumlah imago tanpa perlakuan EBJP sampai hari ke-6 adalah tetap.
Pengaruh EBJP juga tampak pada tungau betina yang lebih cepat mati daripada
tungau jantan. Kemampuan betina Euritetranychus sp. untuk meletakkan telur
dipengaruhi EBJP yaitu bahwa betina hanya dapat meletakkan sampai hari ke-3,
sedangkan imago tanpa perlakuan EBJP dapat bertelur sampai hari ke-6.
Dari analisis uji t (Tabel Lampiran 3) perlakuan EBJP berpengaruh terhadap
jumlah telur yang diletakkan oleh tungau Euritetranychus sp. Pengaruh EBJP
terhadap rerata jumlah telur yang dihasilkan tungau Euritetranychus sp. disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. Akibat Perlakuan EBJP dan Tanpa Perlakuan EBJP
Rerata jumlah telur Euritetranychus sp.
tanpa EBJP
Rerata jumlah telur Euritetranychus sp.
dengan EBJP
t
db
P
26.83a
4.17b
-9.32
5
0.0001
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang bersesuaian menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji t 5%
Dari Tabel 6 terlihat bahwa rerata jumlah telur Euritetranychus sp. tanpa
perlakuan EBJP lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan EBJP . Jumlah telur
Euritetranychus sp. tanpa perlakuan EBJP enam kali lipat lebih tinggi bila
dibandingkan yang diperlakukan EBJP .
EBJP tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan betina,
tetapi juga terhadap fertilitas telur. Dari 25 telur yang diletakkan tungau betina
yang diperlakukan EBJP yang menetas hanya 11 butir dan larva yang muncul
hanya dapat bertahan hidup antara 24-48 jam, sedangkan lama stadia larva tanpa
perlakuan EBJP adalah 57.40 jam (Tabel 1).
Dari analisis uji t (Tabel Lampiran 3) perlakuan EBJP berpengaruh nyata
terhadap jumlah imago betina Euritetranychus sp. Dari 20 imago betina (Tabel 5)
yang diperlakukan EBJP terjadi penurunan jumlah imago sampai hari ke-4. Pada
hari ke-5 imago Euritetranychus sp. tidak ada yang hidup. Sedangkan jumlah
imago tanpa perlakuan EBJP sampai hari ke-6 adalah tetap. Rerata jumlah imago
betina Euritetranychus sp. yang diperlakukan dan tidak diperlakukan EBJP
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata Imago Betina Euritetranychus sp. Pada Daun Jarak Pagar yang Diperlakukan dan Tidak Diperlakukan EBJP
Rerata jumlah imago betina Euritetranychus
sp. tanpa EBJP
Rerata jumlah imago betina Euritetranychus
sp. dengan EBJP
t
db
P
20a
6.17b
-4.31
5
0.003
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang bersesuaian menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji t 5%
Dari Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan EBJP berpengaruh nyata terhadap
jumlah imago betina Euritetranychus sp. yang mati. Jumlah imago betina yang
betina Euritetranychus sp. pada perlakuan EBJP tiga kali lipat lebih banyak
dibandingkan tanpa perlakuan EBJP .
EBJP tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah imago betina, tetapi juga
terhadap posisi kematian tungau. Posisi tubuh imago tungau Euritetranychus sp.
yang mati akibat perlakuan EBJP adalah miring sedangkan posisi imago tungau
yang mati tanpa perlakuan adalah sama dengan posisi tungau ketika masih hidup.
Tubuh tungau yang mati akibat perlakuan EBJP mengeriput, serta di sekitar tubuh
tungau berair. Tubuh tungau akibat perlakuan EBJP tidak berada pada tulang daun
melainkan di tengah daun tetapi sebagian besar tungau berada di kapas, sedangkan
tungau Euritetranychus sp yang tidak diperlakuan EBJP kebanyakan mati di daun.
2. Pembahasan
Tungau Euritetranychus sp. membutuhkan waktu 33 hari (sekitar 4-5
minggu) untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Secara umum siklus hidup tungau
tetranychid membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 40 hari, seperti yang
dilaporkan Zhi (2003).
Stadia tungau Euritetranychus sp. sama dengan tungau dari tetranychid
lainnya. Secara umum tungau tetranychid memulai stadia dari telur, larva,
protonimfa, deutonimfa dan imago. Tungau Euritetranychus sp. mengalami 3
stadia istirahat di tiap-tiap stadia setelah stadia larva dan sebelum imago. Ciri dari
stadia ini sama dengan tetranychid P. citri yang diteliti Puspitarini (2005). Hal ini
menunjukkan bahwa stadia tungau yang berasal dari famili yang sama cenderung
sama pula stadia perkembangannya.
Posisi tubuh tungau yang mati dan morfologi tungau Euritetranychus sp.
setelah perlakuan EBJP berbeda dengan tanpa perlakuan EBJP . Perbedaan ini
diduga karena racun EBJP telah masuk ke tubuh tungau yang diperlakukan
dengan EBJP sehingga mengganggu kerja sistem syaraf maupun metabolisme
tubuh yang tampak dari posisi tubuh yang mati akibat perlakuan EBJP berbeda
dengan tanpa perlakuan EBJP . Tungau yang mati akibat perlakuan EBJP terlihat
basah, mengeriput dan lunak. Masruroh (2006) menyatakan bahwa imago
Spodoptera litura F.(Lepidoptera:Noctuidae)akibat perlakuan EBJP menunjukkan
gejala tubuh yang basah, lunak dan tubuh menyusut dari ukuran normal.
Produktivitas telur yang dihasilkan imago betina Euritetranychus sp.
setelah perlakuan EBJP menurun. Pada Tabel 6 rerata telur imago betina
Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP lebih rendah daripada rerata telur
betina tanpa perlakuan EBJP . Hal ini menunjukkan bahwa EBJP berpengaruh
buruk terhadap keperidian tungau betina Euritetranychus sp.
Penetasan telur Euritetranychus sp. terganggu akibat perlakuan EBJP . Dari
jumlah yang menetas, larva hanya bertahan lebih singkat bila dibandingkan tanpa
perlakuan EBJP . Hal tersebut, diduga karena salah satu kandungan dari racun
EBJP yaitu curcin telah masuk ke dalam tubuh tungau sehingga pengaruh EBJP
mengganggu aktivitas makan, stadia pergantian kulit dan kematian. Joubert et
al.,(1984) menyatakan bahwa curcin mengandung protein yang sangat beracun
dan menghambat sintesis protein dari sel yang diserang, sehingga mengacaukan
proses metabolisme maupun fisiologis didalamnya, termasuk pergantian kulit.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Tungau Euritetranychus sp. mempunyai beberapa stadia yaitu telur, larva,
nimfa, protonimfa, deutonimfa, dan dewasa. Tungau Euritetranychus sp.
membutuhkan 33 hari untuk satu kali siklus hidup. Imago betina tungau
Euritetranychus sp. dapat bertelur antara 8 sampai 29 telur.
2. Pada LC50 1,10 ml/l, racun Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) berpengaruh
buruk terhadap keperidian tungau betina, mempengaruhi morfologis, dan
kelangsungan hidup tungau Euritetranychus sp.
Saran
Saran untuk penelitian ini adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh jenis pelarut
terhadap toksisitas EBJP
2. Perlu dilakukan pembanding dengan pestisida dengan EBJP untuk
mengetahui keefektifan pestisida di dalam pengendalian tungau
Euritetranychus sp. di lapang serta pengaruhnya terhadap lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S.E.I. 1974. Toxic Effects of Jatropha curcas in mice. Toxicology, 2(1):
67-76. Diunduh di http://www.inchem.org
Alamsyah, A.N.2006. Biodisel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang ramah lingkungan. Agromedia Pustaka. Jakarta. hal 24-48
Anonymous, 2006a. Membuat Minyak Bio-Disel Dari Jarak Pagar. Diunduh di http://www.batan.go.id/mediakita/current/mediakita.
Anonymous, 2006b. Wikipedia: Jarak Pohon. Diunduh di http://id.wikipedia.org
Aplin, T.E.H. 1976. Poisonous garden plants and other plants harmful to man in Australia. Western Australia Department of Agriculture. Bulletin 3964. Diunduh di http://www.intox.org
Brodjonegoro,T.P .,RekksowardjojoI.K.,SoerawidjajaT.H..2006. Jarak Pagar, Sang Primadona . Diunduh di http:// www.pikiran-rakyat.com
Busvine, RJ. 1971. A Critical Review of The Techniques for Testing Insecticidies. 2nd ED. Commonwealth Bureaux. England. pp: 72-84
Finney, D.J. 1971. Probit Analysis. Cambridge University Press. Cambridge London. pp 156-572
Hariyadi, 2005. Budidaya Tanaman Jarak (Jatropha curcas ) sebagai Sumber Bahan Alternatif Biofuel. Diunduh di http:// www.ristek.go.id
Huffaker C.B, Vrie M van de, McMurthy.1969. The ecology of Tetranychid mites and their natural control. Ann Rev Entomol 14:125-174
Horiuchi T, H.Fujiki, M.Hirota, M.Suttajit, M.Suganuma, A.Yosshioka, V .Wongchai, E.Hekker, T.Sugimura. 1987. Presence of tumors promoters in the seed oil of Jatropha curcas L. from Thailand. Japanese Journal of Cancer Research, 78(3):223-236. Diunduh di http://www.inchem.org
Joubert, P ..J. , Brown,J.J.M. , Hay dan P .D.B.Sebata.1984. Acute poisoning with Jatropha curcas (Purging nut tree) in children. South African. Medical Journal, 65 :729-730. Diunduh di http://www.inchem.org
Kalshoven, L.G.E. 1981. The pest of crops in Indonesia. Revised and translated by F.A.van der Laan. PT Ikhtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. pp: 28-39
Kardinan,A. 2000. Pestisida Nabati : Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Depok. Jakarta. 80 hal
Kingsbury, J.M. 1964 Poisonus plants of the United States and Canada. Diunduh di http://www.inchem.org
Krantz, G.W. 1978. A Manual of Acarology. 2nd Edition. Oregon State University Bookstores, Corvallis.
Mahmud, Z.2006. Bubur California Untuk Pengendalian Tungau Pada Tanaman jarak pagar. Diunduh di http:// www.batan.go.id/mediakita/current/ mediakita.
Masruroh, K. 2006. Uji Daya Racun Ekstrak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada ulat grayak Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Puspitarini, R.D. 2005. Biologi dan Ekologi Tungau Merah Jeruk Panonychus citri (McGregor)(Acari:Tetranychidae). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Puspitarini, R.D. 2006. Identifikasi Tungau Pada Tanaman Jarak Pagar. Kerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Serat. (Tidak dipublikasikan)
Sastroutomo, SS. 1992. Pestisida: Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal:27-44
Shu-tong,W.W.Xiao-Yan, Sun Ling dan C, Ke-Qiang. 2001. Screening of Chiness
Herbs for the Fungi Toxicity AgainST Phytopthora infestans.In Journal ofAgriculture. University of Herbei. China. April 2001, 86 ; 155-156
Stirpe,F.A, B.Pession, E.Lorenzi, P .Strocchi, L.Montanaro, dan S.Sterpi. 1976. Studies on the proteins from the Seeds of Crotontiglium and of Jatropha curcas. Toxic Properties and Inhibition of Protein Synthesis in vitro. Biochemistry Journal 156(1):1-6. Diunduh di http://www.inchem.org
Zhi, Q.Z. 2003. Mites of Greenhouse : Identification, biology, and control. CABI Publishing, British Library, London, UK. pp: 47-56
A B C
D E F
G H I J K Gambar lampiran 1. Stadia Euritetranychus sp. (a: telur, b:larva, c:protokrisalis,
d:protonimfa, e:deutokrisalis, f:deutonimfa, g:teliokrisalis, h:imago jantan, i:imago betina, j:tungau yang mati secara normal, k:tungau yang mati setelah perlakuan EBJP)
Tabel Lampiran 1. Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. yang diletakkan setiap hari Umur imago betina Euritetranychus sp. (hari) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jumlah
1 3 0 1 1 0 1 4 1 2 2 2 1 1 1 3 0 1 x 24 2 4 2 1 1 1 2 1 0 1 0 1 0 3 2 1 2 2 2 1 0 1 1 x 29 3 3 0 2 2 0 1 1 0 1 1 0 1 1 3 2 1 0 1 0 0 1 0 x 21 4 4 3 4 3 2 2 0 1 0 1 0 1 x 21 5 2 0 1 1 2 2 0 0 1 2 0 1 3 x 15 6 0 1 2 2 1 0 1 0 1 0 1 2 1 3 1 2 0 0 2 2 1 0 1 x 24 7 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 3 3 2 1 0 0 2 1 0 1 x 20 8 1 0 2 2 0 0 0 0 2 0 1 2 3 2 4 1 0 1 0 0 x 21 9 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 3 1 1 2 1 0 0 1 0 2 0 1 0 21
10 2 2 1 1 2 2 1 0 1 1 0 0 0 1 x 14 11 2 2 4 2 0 1 0 1 0 x 12 12 4 1 2 2 1 2 0 0 x 12 13 1 5 4 2 0 1 1 1 0 1 0 x 16 14 1 1 1 1 0 0 0 2 0 1 0 1 x 8 15 1 3 2 2 1 1 0 1 1 1 0 1 5 2 0 0 1 0 0 x 22 16 1 2 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 4 1 0 3 0 1 0 1 x 19 17 1 4 0 1 0 0 1 0 2 0 2 1 1 x 13 18 0 3 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 x 10 19 3 1 1 2 0 1 0 0 0 2 0 1 4 0 0 x 15 20 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 14
Jumlah 36 32 31 29 13 20 14 10 15 14 11 17 32 20 16 11 4 7 6 4 5 2 2 0 351 Keterangan : x: mati
Tabel Lampiran 2. Perhitungan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi tungau Euritetranychus sp.
Konsentrasi (ml/L) Log konsentrasi Jumlah tungau % Kematian Probit Probit Harapan Nilai batas pada selang kepercayaan 95 %
Bawah Atas 0 0 120 0 0 0 0 0
0,25 0,097 120 18,33 4,096 4,998 3,552 4,385 0,5 0,176 120 23,33 4,271 5,277 4,026 4,649 1 0,301 120 40 4,746 5,717 4,691 5,147
1,5 0,397 120 70 5,524 6,057 5,086 5,655 2 0,477 120 76,67 6 6,336 5,358 6,121
Persamaan garis regresi : y = 3,512 + 4,66x Derajad bebas : 3 Nilai Chi square : 0,416 LC50 = 1,10
Tabel lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Uji t Persentase Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp.
EBJP Kontrol
Mean 4.167 26.833 Variance 35.767 74.167 Observations 6 6 Pearson Correlation 0.722 Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat -9.322 P(T<=t) one-tail 0.0001 t Critical one-tail 2.015 P(T<=t) two-tail 0.00023 t Critical two-tail 2.57 Tabel lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Uji t Persentase Jenis kelamin Betina
Euritetranychus sp.
EBJP Kontrol Mean 6.167 20 Variance 61.767 0 Observations 6 6 Pearson Correlation #N/A Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat -4.311 P(T<=t) one-tail 0.003 t Critical one-tail 2.015 P(T<=t) two-tail 0.0076 t Critical two-tail 2.57