tni bosan menjadi "macan ompong"

3

Click here to load reader

Upload: satrio-arismunandar

Post on 30-Nov-2014

915 views

Category:

News & Politics


3 download

DESCRIPTION

Tentara tanpa senjata, itu omong kosong. Setelah sekian lama merasa terhina sebagai “macan ompong” di tengah superioritas kekuatan militer negara-negara tetangga, Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara perlahan kini tampil semakin percaya diri. Hal ini terkait dengan mulai mengalirnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru melengkapi jajaran TNI.

TRANSCRIPT

Page 1: TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"

1

TNI Bosan Menjadi “Macan Ompong”

Oleh Satrio Arismunandar

Tentara tanpa senjata, itu omong kosong. Setelah sekian lama merasa terhina

sebagai “macan ompong” di tengah superioritas kekuatan militer negara-negara tetangga,

Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara perlahan kini tampil semakin percaya diri. Hal

ini terkait dengan mulai mengalirnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru

melengkapi jajaran TNI. Ini adalah bagian dari tekad pemerintah Susilo Bambang

Yudhoyono (SBY) untuk mentransformasi TNI, agar menjadi kekuatan andal, tangguh,

profesional, dan sanggup menghadapi berbagai ancaman, tantangan, dan gangguan dari

lingkungan strategisnya.

Penambahan kekuatan persenjataan TNI meliputi matra darat, laut, dan udara.

Untuk TNI Angkatan Darat, mulai Oktober 2013 akan mulai berdatangan 104 tank

tempur utama Leopard 2A4 eks-Jerman, yang rencananya sebagian akan ditempatkan di

dekat perbatasan RI dengan Malaysia di Kalimantan Timur.

Selama ini TNI tidak memiliki tank tempur utama tetapi hanya tank ringan sekelas

AMX-13 (tank usang buatan Perancis) dan Scorpion (buatan Inggris), sedangkan

Singapura dan Malaysia sudah lama mengoperasikan tank tempur utama. Sejumlah

helikopter tempur dan satuan rudal antitank rencananya juga akan ditempatkan di

perbatasan, untuk meredam potensi “kenakalan” warga Malaysia, yang dilaporkan suka

menggeser patok-patok perbatasan.

Sementara itu, industri persenjataan Angkatan Darat, PT. Pindad, semakin eksis.

Pindad banyak memperoleh pesanan untuk membuat kendaraan lapis baja atau panser

hasil karya anak negeri, Anoa. Lapis bajanya dibuat oleh PT. Krakatau Steel dengan

standar NATO. Selain sekitar 150 panser Anoa untuk TNI-AD, Anoa ini sudah dipesan

oleh Brunei dan Timor Leste, dan diminati oleh negara seperti Malaysia, Irak, Oman,

Nepal, dan Banglades.

Membuat Kapal Selam Sendiri

TNI Angkatan Laut akan segera kedatangan tiga fregat ringan kelas Nahkoda

Ragam dari Inggris, yang dilengkapi rudal pertahanan udara VL Mica buatan Prancis.

Korps Marinir juga sudah dilengkapi dengan 17 tank amfibi BMP-3F dari Rusia, dan 37

tank lagi akan menyusul datang tahun ini.

Dalam industri pertahanan, tak sabar dengan proses kerjasama dengan Belanda

yang bertele-tele, PT. PAL mulai mengembangkan fregat siluman kelas La Fayette,

bekerjasama dengan Perancis dan Singapura. Fregat La Fayette bisa diinstal rudal

canggih pertahanan udara Aster 15 serta Crotale CN2 CIWS. Kapal ini juga mampu

mengangkut helikopter hingga 10 ton, yang membawa senjata anti kapal selam.

TNI-AL pada tahun 1960-an di zaman Bung Karno dulu pernah punya 12 kapal

selam kelas Whiskey dari Rusia, yang membuat TNI-AL sebagai angkatan laut terkuat di

Page 2: TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"

2

Asia Tenggara dan disegani di kawasan Asia. Sejak 1970-an, armada kapal selam eks

Rusia itu sudah pensiun, dan kini TNI-AL mengandalkan pada dua kapal selam U-209

buatan Jerman.

Bekerjasama dengan Korea Selatan, PT. PAL sedang merintis pembuatan kapal

selam sendiri dan sedang menyiapkan galangan di Surabaya untuk program tersebut. Ada

tiga kapal selam yang akan diproduksi: dua dibuat di Korea sebagai sarana belajar dan

satu di PT. PAL. Kapal-kapal selam baru ini akan ditempatkan di pangkalan Teluk Palu,

Sulawesi Tengah, yang strategis karena bisa mengawasi daerah perbatasan yang

disengketakan dengan Malaysia, yakni perairan Ambalat.

Di matra udara, TNI Angkatan Udara segera melengkapi satu skadron pesawat

tempur Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK2, yang disegani negara-negara Barat dan lebih

unggul dari pesawat F/A-18 Super Hornet andalan Australia. Selama ini Malaysia-lah

yang telah mengoperasikan pesawat tempur tersebut. TNI-AU juga akan dilengkapi

dengan hibah 24 pesawat tempur F-16C Fighting Falcon block 25 dari Amerika, serta satu

skadron pesawat anti-gerilya Super Tucano buatan Embraer, Brasil.

Saat ini, PT. Dirgantara Indonesia di Bandung juga bekerjasama dengan Korea

Selatan untuk membuat pesawat tempur KF-X/IF-X, yang sekelas tapi lebih canggih dari

F-16. Pesawat KF-X/IF-X ini adalah pesawat generasi 4.5 yang kemampuannya sedikit di

bawah pesawat tempur tercanggih AS, F-35 Lightning II. Masih ada ganjalan dalam

proses alih teknologi pembuatan pesawat ini, namun diharapkan itu bisa teratasi.

Yang lebih strategis, tanpa banyak gembar-gembor Indonesia telah melangkah untuk

menyongsong industri rudal dalam negeri. Indonesia bekerjasama dengan China membuat

rudal anti-kapal C-705. Dengan persyaratan cukup berat, Indonesia memperoleh

kesepakatan transfer teknologi rudal ini.

TNI-AL akan menggunakan rudal C-705 pada kapal cepat rudal (KCR) buatan dalam

negeri. Direncanakan, 16 kapal perang KCR-40 buatan pabrik kapal di Batam, PT Palindo

Marine, bakal dilengkapi dengan rudal itu yang diperkirakan tiba pada 2014. Sesuai UU

Nomor 16 Tahun 2012, pemerintah mengupayakan transfer teknologi dalam setiap skema

pembelian alutsista. Dengan skema ini, diharapkan tiga pabrik dalam negeri: PT. Pindad,

Lapan, dan PT. Dirgantara Indonesia, bakal mampu membuat rudal sendiri.

Mengejar Kekuatan Pokok Minimum

Perkembangan alutsista dan teknologi militer TNI yang semakin kuat seharusnya

wajar, karena selama ini memang jumlah dan kualitas alutsista TNI jauh di bawah

kapasitas yang seharusnya. Dengan kata lain, alutsista TNI selama ini tidak proporsional

dengan potensi gangguan dan ancaman, serta luas wilayah pertahanan yang menjadi

tanggung jawabnya.

Dengan jajaran alutsista yang akan berdatangan pun sebetulnya TNI belum

mencapai 100 persen kekuatan pokok minimum (MEF, minimum essential force) yang

dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pertahanan-keamanan secara efektif. Paling-paling

baru tercapai 30-40 persen. Pertumbuhan kekuatan militer Indonesia juga seiring dengan

pertumbuhan ekonomi dan skala ekonominya, yang menurut sejumlah prediksi akan

masuk ke urutan 10 besar ekonomi dunia pada 2020.

Di sisi lain, sebagai komponen utama pertahanan dan keamanan negara, TNI masih

harus menghadapi tantangan yang tidak ringan dan semakin kompleks. Dengan melihat

Page 3: TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"

3

semakin agresifnya China dalam sengketa wilayah dengan sejumlah anggota ASEAN di

Kepulauan Spratley, Laut Cina Selatan, jelas ada potensi konflik nyata di kawasan Asia

Timur dan Asia Tenggara.

Kekuatan-kekuatan besar lain seperti Jepang dan Amerika juga tidak akan berdiam

diri, melihat makin membesarnya pengaruh China di kawasan ini. Rusia dan India juga

punya kepentingan yang harus diperhitungkan. Maka potensi konflik yang disebabkan

oleh benturan kepentingan atau rivalitas antara kekuatan-kekuatan besar itu selalu

menjadi pertimbangan Indonesia dalam memperkuat TNI. Selain itu, faktor geo-politik,

geo-ekonomi, dan arsitektur kawasan juga terus berubah dan berkembang, yang akan

berpengaruh pada ketahanan nasional.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono sudah menyatakan, Indonesia

mendukung code of conduct bagi penyelesaian konflik secara damai melalui perundingan.

Maka, kepentingan TNI adalah menjaga agar --seandainya pecah konflik terbuka--

imbasnya tidak sampai ke wilayah Indonesia. Maka TNI perlu memperkuat sistem

pertahanan di utara, untuk menjaga agar konfliknya jangan sampai berpengaruh ke

wilayah RI. Selain itu, di Laut Natuna juga terdapat banyak eksplorasi minyak milik RI,

yang harus dilindungi TNI. Selamat berjuang buat TNI!

Jakarta, Juli 2013

*Artikel ini ditulis untuk dan sudah dimuat di Majalah Aktual.

Biodata Penulis: * Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI

(1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera

Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah

D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV

(Februari 2002-Juli 2012), dan Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013).

Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi

Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:

E-mail: [email protected]; [email protected]

Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com

Mobile: 081286299061