tm bo ii isi
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Regenerasi tulang alveolar dibutuhkan pada perawatan gigi, selain itu juga
menjadi kunci pada perawatan periodontal. Rekayasa jaringan merupakan salah satu
teknik yang menjanjikan pada regenerasi tulang dan mempunyai tiga elemen yaitu
seed cells, carriers, dan sitokin. Penelitian sekarang terfokus pada pemilihan seed
cells yang tepat dan carriers untuk mencapai hasil perawatan yang lebih baik.
Berbagai seed cells seperti jaringan periodontal ligamen, sel periosteal, sel tulang
alveolar, dan stem sel sumsum tulang dipilih untuk rekayasa jaringan periodontal,
namun efektivitas masih kontroversial. Oleh karena itu, pada penelitian dicari
kombinasi dari sel diferensiasi osteogenik dan rangka biodegradable yang tepat untuk
secara efektif merangsang regenerasi tulang dan menghasilkan perbaikan yang sangat
berarti dan urgen (Zhang et al, 2010).
Stem sel sumsum tulang (BMSCs) digunakan secara luas dalam penelitian
seed cells, karena stem sel dapat diperoleh dengan mudah dan kemudian
berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel mesenkimal termasuk osteoblas dan
kondrosit. Biasanya, BMSCs yang dikultur dalam kondisi osteo induktif in vitro
untuk diferensiasi osteogenik. Selama osteo induksi, kemampuan osteogenetik dari
BMSCs bertambah kuat, tetapi kemampuan mereka berdiferensiasi menjadi beberapa
sel bersifat lemah. BMSCs yang dikembangkan secara progresif kehilangan
kemampuan mereka untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi beberapa jenis
sel mesenkimal setelah ekspansi in vitro (Zhang et al, 2010).
Hanya stem sel asli atau sel-sel ganas yang mampu memperbaharui diri
karena adanya ekspresi yang tinggi dari enzim telomerase. BMSCs tidak
mengekspresikan telomerase ketika mereka mengalami tahapan sel selanjutnya
dalam kultur, sehingga ditemukan telomer yang kurang dan mengakibatkan penuaan
sel. Hal ini menunjukkan bahwa BMSCs pada kultur kehilangan kemampuan
proliferasi secara progresif. Sementara itu perpanjangan ekspansi ex vivo juga
1
mempengaruhi potensi diferensial dari BMSCs termasuk preosteoinduksi.
Selanjutnya, ekspresi gen menunjukkan kecenderungan BMSCs untuk berdiferensiasi
spontan menjadi garis keturunan osteogenik selama ekspansi in vitro expansion. Pada
penelitian Anita Muraglia et al, ditemukan gambaran kehilangan multi-potensi di
tingkat klonal, dengan mempertahankan potensi osteogenik lebih lama. Pada studi
BMSCs manusia, kapasitas untuk pembentukan tulang dari BMSCs yang segar
meningkat sekitar 36 kali sehubungan dengan diperluasnya BMSCs (Zhang et al,
2010).
Pada makalah ini, BMSCs tanpa in vitro pra osteo induksi ditransplantasikan
ke tulang alveolar yang mengalami kerusakan untuk diamati proliferasi dan
diferensiasinya. Efikasi perbaikan tulang in vivo juga diperkirakan. Fibrin, produk
final pembekuan darah, merupakan salah satu elemen yang paling penting, tidak
hanya dalam proses pembekuan, tetapi juga dalam penyembuhan luka. Sebagai
matriks ekstraseluler alami, fibrin glue (FG) dapat memfasilitasi proliferasi BMSCs.
Selain itu, manipulasi FG cocok untuk aplikasi scaffold. Diyakini bahwa kombinasi
dari BMSCs dan FG akan menyebabkan regenerasi tulang yang menjanjikan pada
lingkungan mikro lokal dalam memperbaiki kerusakan tulang alveolar (Zhang et al,
2010).
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan bahwa regenerasi tulang yang
lebih baik dapat menggunakan BMSCs tanpa pre osteo induksi yang dikombinasikan
dengan scaffold yang tepat.
1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah agar kombinasi dari BMSCs dan FG akan
lebih sering diaplikasikan oleh dokter gigi dalam perawatan kerusakan tulang alveolar
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah bagian tulang yang menonjol dan menebal yang berisi
soket gigi (alveoli gigi) yang berfungsi untuk menyangga gigi. Tulang alveolar
berisi tulang kompak yang berhubungan dengan ligamen periodontal. Pada gambaran
radiografi terdapat gambaran lamina dura yang merupakan bagian dari tulang alveolar
yang berada di sebelah ligament periodontal. Lamina dura tampak radiopak pada
gambaran radiografik dan penting ketika mempelajari radiografi lesi patologis
(Nanci, 2013).
2.1.1 Struktur Tulang Alveolar
Tulang alveolar dibagi menjadi alveolar bone proper dan supporting alveolar
bone. Secara mikroskopis, alveolar bone proper dan supporting alveolar bone
memiliki komponen yang sam yaitu serat, sel, zat antarsel, saraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Alveolar bone proper adalah bagian yang melapisi soket gigi atau
alveolus. Meskipun alveolar bone proper terdiri dari tulang kompak tetapi disebut
cribriform plate karena mengandung banyak lubang di mana kanal Volkmann
melewati tulang alveolar ke ligament periodontal. Alveolar bone proper disebut juga
bundle bone karena merupakan tempat masuknya serat Sharpey yang merupakan
bagian dari serat ligament periodontal. Seperti serat sharpey pada sementum seluler,
serat sharpey pada tulang umumnya termineralisasi hanya sebagian pada daerah
perifer (Nanci, 2013).
Puncak alveolar adalah pinggiran pada daerah servikal dari alveolar bone
proper. Dalam keadaan yang sehat, puncak alveolar sedikit kearah apikal ke
cementoenamel junction (CEJ) sekitar 1,5 sampai 2 mm. Puncak alveolar antara gigi-
gigi sebelahnya sepanjang rahang pada keadaan sehat sama tingginya (Balogh &
Fehrenbach, 2011).
Supporting alveolar bone terdiri dari tulang kortikal dan tulang trabekular.
Tulang kortikal atau kortikal plates, terdiri dari tulang kompak pada permukaan fasial
3
dan lingual dari tulang alveolar. Kortikal plates tebalnya sekitar 1,5 sampai 3 mm
pada gigi posterior, namun ketebalan sangat bervariasi pada gigi anterior. Tulang
trabecular terdiri dari tulang cancellous yang terletak antara alveolar bone proper dan
tulang kortikal plates. Tulang alveolar yang berada di antara dua gigi bersebelahan
adalah septum interdental (atau tulang interdental) (Balogh & Fehrenbach, 2011).
Gambar 1. Gambaran alveolar bone proper dan supporting alveolar bone.
2.1.2 Sel Tulang
Tulang adalah jaringan yang sangat dinamis yang terdiri dari matriks
ekstraselular termineralisasi yang tertanam dengan sel-sel tulang, vesels darah, dan
saraf. Tulang mengandung tiga jenis sel tulang spesifik utama yaitu osteosit,
osteoblast, dan osteoklas (Barbara et al, 2013).
Osteosit adalah sel matang yang terdapat pada lakuna, sel-sel osteosit saling
berhubungan melalui proses seluler yang panjang. Osteosit berfungsi untuk merespon
stres mekanik di tulang dan mengirimkan sinyal untuk remodeling tulang. Sel-sel
yang menanggapi respon tersebut adalah osteoblas yang merupakan sel-sel khusus
yang mengeluarkan matriks ekstraselular kaya kolagen dalam tulang yang
memungkinkan terjadinya mineralisasi. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan
dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk
menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut
4
osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid
dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast
tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem
saluran mikroskopik di tulang. Sedangkan osteoklas adalah sel-sel seperti makrofag
yang menurunkan struktur tulang melalui kombinasi dari pengasaman lokal
(menghilangkan mineral) dan sekresi protease (merusak matrix). Osteoklas biasanya
diikuti oleh osteoblas. Pada orang sehat, tulang mengalami remodeling secara konstan
(Barbara et al, 2013).
2.1.3 Regenerasi Tulang
Tulang terbentuk melalui sebuah proses perkembangan dan selama
penyembuhan luka, baik oleh osifikasi endokondral atau osifikasi intramembran.
Dalam proses osifikasi endokondral, sel-sel progenitor mesenchymal pertama-tama
membentuk tulang rawan. Kondrosit kemudian mengalami hipertrofi dan mineralisasi
matriks ekstraseluler. Pembuluh darah kemudian meninvasi daerah tersebut dengan
membawa sel-sel yang berfungsi untuk memecah matriks. Sel osteoprogenitor
kemudian membentuk tulang. Tulang panjang terbentuk melalui proses tersebut
selama perkembangan normal. Pembentukan tulang intramembran adalah proses di
mana sel-sel osteoprogenitor membentuk tulang secara langsung. Tulang tengkorak
dibentuk oleh proses ini selama perkembangan. Penyembuhan luka pada tulang dapat
melalui proses osifikasi endokondral atau osifikasi intramembran, tergantung pada
faktor-faktor lingkungan setempat yang meliputi berapa banyak bagian ujung tulang
yang dapat bergerak relatif satu sama lain, dengan gerakan mendukung proses
endokondral (Barbara et al, 2013).
5
Gambar 2. Gambar proses osifikasi intramembran. Pusat osifikasi terdapat
pada membrane jaringan ikat fibrous. Matrix tulang (osteoid) disekresikan
diantara membrane fibrous. Kemudian terjadi bentukan anyaman tulang dan
periosteum. Terakhir, terbentuk formasi tulang kompak dan sumsum merah
(Cummings, 2004).
Gambar 3. Gambar proses osifikasi endokondral. Stem sel berdiferensiasi
menjadi kondroblas, kemudian matriks tulang rawan hialin menggantikan
jaringan ikat fibrosa. Osteoklas dan pembuluh darah menembus tulang rawan
sementara stem sel lainnya mengikuti dan berdiferensiasi menjadi osteoblas dan
matriks tulang mulai menggantikan tulang rawan (Cummings, 2004).
6
2.2 Stem Sel
Ketika sel-sel dikeluarkan dari tubuh dan dipelihara dalam kultur, pada
umumnya mereka mempertahankan karakter asli mereka. Keratinosit terus
berperilaku seperti keratinosit, kondrosit sebagai kondrosit, sel-sel hati sebagai sel-sel
hati, dan sebagainya. Setiap jenis sel yang terspesialisasi memiliki memori sejarah
perkembangan dan tampaknya tetap seperti itu, meskipun beberapa transformasi yang
terbatas dapat terjadi. Stem sel dalam kultur, seperti dalam jaringan, dapat terus
membagi atau mungkin berdiferensiasi menjadi satu atau lebih jenis sel, namun jenis
sel yang dapat dihasilkan terbatas. Setiap jenis stem sel berfungsi untuk pembaharuan
satu jenis sel tertentu dari jaringan. Untuk beberapa jaringan, seperti otak, regenerasi
tidak mungkin terjadi dalam kehidupan dewasa karena tidak ada stem sel tersisa.
Namun ada sedikit harapan dengan mengganti sel-sel saraf yang hilang dalam otak
mamalia melalui genesis yang baru, atau regenerasi setiap jenis sel lain yang
progenitor normalnya tidak lagi ada (Bruce et al, 2002).
Dalam tubuh orang dewasa normal, kelas stem sel yang berbeda bertanggung
jawab atas perbaharuan jaringan dengan jenis yang berbeda pula. Beberapa jaringan,
tidak mampu diperbaiki oleh genesis sel baru karena tidak ada stem sel yang
kompeten. Penemuan terbaru membuka kemungkinan baru untuk memanipulasi
perilaku stem sel buatan sehingga dapat memperbaiki jaringan yang sebelumnya
tampak tidak bisa diperbaiki. Stem sel epidermis yang diambil dari kulit yang rusak
dari pasien dengan luka bakar parah dapat dengan cepat tumbuh dalam jumlah
banyak dalam kultur dan dicangkokkan kembali untuk merekonstruksi epidermis
untuk menutupi luka bakar. Stem sel saraf bertahan dalam beberapa daerah pada otak
mamalia dewasa, dan ketika dicangkokkan ke otak yang sedang berkembang atau
otak yang rusak dapat menghasilkan neuron baru dan glia yang sesuai ke lokasi
pencangkokan (Bruce et al, 2002).
Stem sel embrionik dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel apapun dalam
tubuh, dan mereka dapat diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel
dalam kultur. Sel induk dari beberapa jaringan dewasa, seperti sumsum tulang, ketika
7
ditempatkan di lingkungan yang sesuai, mampu menghasilkan diferensiasi dengan
rentang yang lebih luas (Bruce et al, 2002).
2.3 Stem sel sumsum tulang
Stroma Sumsum tulang mengandung stem sel mesenkimal (MSCs), juga
dikenal sebagai sel stroma sumsum. Sel ini merupakan stem sel multipoten yang
dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. MSCs dapat berdiferensiasi secara in
vitro ataupun in vivo menjadi osteoblas, kondrosit, miosit, adiposit dan pulau beta-
pancreatic islets cells.
2.3.1 Morfologi stem sel mesenkimal
Morfologi stem sel mesenkimal adalah sel dengan badan kecil dengan
beberapa sel processes yang panjang dan tipis. Badan sel berisi inti yang besar dan
bulat dengan nukleolus yang prominen, dan dikelilingi oleh partikel kromatin halus
yang tersebar, sehingga memberikan penampilan inti yang jelas. Sisa dari badan sel
mengandung sejumlah kecil golgi aparatus, retikulum endoplasma kasar,
mitokondria, dan poliribosom. Sel-sel yang panjang dan tipis, secara luas tersebar dan
matriks ekstraselular yang berdekatan didapati beberapa fibril retikuler yang
merupakan fibril kolagen (Brighton & Hunt, 1991).
Gambar 4. Stem sel mesenkimal dari sumsum tulang manusia (Barry &
Murphy, 2004).
8
2.3.2 Peran stem sel mesenkimal dalam regenerasi tulang
Ketika integritas tulang rusak (misalnya setelah fraktur), dalam keadaan
normal MSCs memainkan peran penting dalam penyembuhan. MSCs adalah sel
multipoten yang berasal dari dari mesodermal yang mampu berdiferensiasi menjadi
osteoblas, kondrosit, adiposit, tenosit dan mioblas. Sel-sel ini diidentifikasi sebagai
sel stroma sumsum (pendukung sel-sel sumsum tulang), karena mereka relatif banyak
terdapat di sumsum tulang. Selain sumsum tulang, dapat ditemukan dalam endosteum
tulang trabekular, dan periosteum. MSCs ditemukan dalam jumlah kecil dalam darah
perifer dan jaringan lainnya (Porada et al. 2006).
MSCs sumsum tulang dan endosteum berasal dari periosteum. Selama
perkembangan janin tulang rawan yang terkalsifikasi dari tulang endokhondral secara
bertahap mengalami rekonstruksi dan vaskularisasi, MSCs ditransfer dari periosteum
ke rongga sumsum dimana MSCs lebih lanjut berdiferensiasi menjadi osteoblas
menggantikan tulang rawan, fibroblas dan adiposit yang membentuk jaringan
pendukung dari sumsum tulang dalam formasi . Secara bersamaan, sebagian dari
MSCs di sumsum tulang tetap tidak berubah dan membentuk sumber stem sel yang
tidak berdiferensiasi. Regenerasi tulang merupakan analog dengan perkembangan
embrio dari kerangka. Faktor selular, humoral dan mekanik terlibat dalam
pembentukan tulang baru di mana MSCs memainkan peran penting. Pada garis
fraktur di tulang rusak, disertai juga dengan perdarahan. Sitokin dilepaskan dari
matriks tulang yang rusak dan dari trombosit yang berdegranulasi, kemudian
membentuk campuran protein biologis aktif yang beberapa di antaranya
mempengaruhi kemotaktik MSCs. MSCs dari periosteum dan sumsum tulang
ditransfer ke lokasi kerusakan tulang. MSCs kemudian mereka terus memperbanyak
diri dan berdiferensiasi menjadi osteoblastik, chondroblastik dan fibroblastik yang
bertanggung jawab untuk produksi materi tulang dan tulang rawan yang membentuk
kalus di daerah yang fraktur (Oe et al, 2007).
Pada masa tulang cedera, MSCs dari sumsum tulang bergerak ke dalam
pembuluh darah perifer. Melalui pembuluh darah darah perifer MSCs dipindahkan ke
lokasi cedera tulang di mana mereka akan meningkatkan potensi penyembuhan MSCs
9
lokal. Protein tulang morfogenik (BMPs) memainkan peran penting selama
perkembangan prenatal dan regenerasi tulang. Osteogenesis merupakan hasil interaksi
berbagai jenis BMPs, misalnya BMP-2, -4, dan -7 bertanggung jawab terutama untuk
induksi osteogenesis, sedangkan BMP-12, -13, dan -14 dihubungkan dengan
pembentukan tulang rawan (Edgar et al. 2007).
Metode isolasi MSCs didasarkan pada kemampuan sel tersebut untuk
membagi dan melekat pada substrat atau permukaan wadah kultur. Selama kultur
yang diperoleh dari aspirasi sumsum tulang, MSCs dapat dipisahkan oleh perubahan
media kultur dari sel-sel yang tidak memiliki kemampuan adhesi dan bergerak bebas
dalam larutan kultur (misalnya garis stem sel haematopoietik, HSCs). Pada sebuah
hasil penelitian ditemukan bahwa selama kultur in vitro, transformasi MSCs dapat
diarahkan menjadi sel-sel yang mampu menghasilkan materi tulang dengan terkena
efek dari sejumlah zat, seperti transforming growth factor (TGF), vascular
endothelial growth factor (VEGF), insulin-like growth factor (IGF), dexamethasone
atau glycerol phosphate, vitamin D dan protein tulang morfogenik 2 (BMP-2) (Chra
et al, 2009).
Pada suatu studi ekperimental melaporkan bahwa MSCs mempunyai
kemampuan untuk mempertahankan kemungkinan pembelahan setelah
kriopreservasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa MSCs mempunyai reseptor
tertentu pada permukaan mereka yang sedikit dan memungkinkan mereka untuk
melarikan diri dari komponen sel-T. Penelitian lain bahkan menunjukkan sifat
imunosupresif dari MSCs setelah ditransplantasikan. Hal ini diasumsikan bahwa
karena sifat-sifat imunologi, MSCs alogenik dapat digunakan dalam transplantasi dan
sama efektifnya dengan MSCs autogenous (Chra et al, 2009).
2.4 Fibrin glue sebagai scaffold untuk regenerasi tulang
Scaffolds memberikan dukungan yang diperlukan bagi sel-sel untuk
mempertahankan fungsi yang berbeda dan menentukan bentuk akhir dari tulang baru.
Sebelum mempertimbangkan fitur yang potensial untuk bahan rekayasa jaringan,
perlu memahami dua konsep regenerasi tulang untuk konstruksi rekayasa jaringan
yaitu osteoinduksi dan osteokonduksi. Osteoinduksi didefinisikan sebagai
10
kemampuan untuk menyebabkan sel pleuripotent, dari lingkungan non-osseous, untuk
berdiferensiasi menjadi kondrosit dan osteoblas, yang memuncak pada pembentukan
tulang. Osteokonduksi mendukung kapiler dan sel ingrowth dari host ke dalam
struktur 3-dimensi untuk membentuk tulang. Material osteokonduktif melakukan
perbaikan di lokasi di mana penyembuhan yang normal biasanya akan terjadi bahkan
jika tidak diobati (Oskar, 2008).
Konsep osteokonduksi dan osteoinduksi menjadi pertimbangan dalam
mememilih kualitas yang diinginkan dari desain scaffold rekayasa jaringan tulang.
Pertama-tama, scaffold harus mampu mendorong pertumbuhan tulang ke dalam
secara maksimal melalui osteoinduksi dan osteokonduksi, dan tidak menyebabkan
pertumbuhan jaringan lunak pada interface tulang atau scaffold. Selain itu, syarat
scaffold adalah tidak menyebabkan efek merugikan pada jaringan sekitarnya,
sterilizable tanpa kehilangan sifat, dapat diserap oleh komponen biokompatibel, dapat
diserap dengan cara yang dapat diperkirakan dalam pertumbuhan tulang, menjadi
lunak dan mudah beradaptasi ke daerah defek pada tulang yang tidak teratur, dan
memiliki sifat mekanik dan fisik yang tepat, khususnya, pada tahap awal setelah
implantasi. Yang paling penting adalah mudah untuk diterapkan dan tersedia untuk
ahli bedah dalam waktu singkat (Oskar, 2008).
Salah satu materi potensial yang dapat digunakan sebagai scaffold untuk
rekayasa jaringan pada jaringan tulang adalah fibrin glue. Fibrin glue adalah matriks
fisiologis yang relevan dengan komponen utamanya adalah fibrin. Fibrin memiliki
peran mendasar dalam proses pembekuan darah dan penyembuhan luka. Fibrin glue
merupakan gabungan dari fibrinogen dan trombin adalah kendaraan biologis yang
berpotensi untuk transplantasi sel karena telah terbukti biokompatibilitas,
biodegradabilitas dan mempunyai kapasitas mengikat sel. Fibrin-stabilizing faktor
XIII terkandung dalam fibrin glue mendukung migrasi sel mesenkimal yang tak
terdiferensiasi pada struktur cross-linked dari lem, dan meningkatkan proliferasi sel-
sel ini. Tingkat resorpsi fibrin glue dapat dikontrol dengan memvariasikan
konsentrasi apoptin fibrinolitik inhibitor. Apoptin fibrinolitik inhibitor menyebabkan
11
sel-sel tetap pada tempatnya, meningkatkan kelangsungan hidup sel, dan
meningkatkan sifat mekanik implant (Oskar, 2008).
Matriks ekstraselular fibrin tetap pada tempatnya sementara sel-sel
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi jaringan baru, sebelum scaffold sudah
benar-benar diserap. Yang paling penting, fibrin glue mendorong terjadinya
angiogenesis melalui rangsangan kemotaktik dan mitogenik yang mendorong migrasi
sel, proliferasi dan sintesis matriks. Fibrin glue dapat digunakan sebagai media stem
sel mesenkimal untuk memfasilitasi regenerasi tulang normal. Sebuah penelitian
menunjukkan kegunaan fibrin glue autologous sebagai media stem sel mesenkimal
untuk regenerasi defek pada tulang kranial pada kelinci. Studi menunjukkan bahwa
fibrin glue autologous lebih baik sebagai fasilitas regenerasi tulang daripada bifasik
kalsium fosfat makroporus untuk stem sel mesenkimal (Oskar, 2008).
12
BAB 3 PEMBAHASAN
Penyembuhan defek tulang yang lebih baik dan secara signifikan terjadi lebih
banyak pembentukan tulang baru diamati pada pemberian BMSCs dan fibrin glue.
Pemberian BMSCs dan fibrin glue untuk regenerasi tulang alveolar adalah cara yang
menjanjikan untuk memperbaiki defek tulang alveolar (Liang et al, 2012).
Penggunaan BMSCs sebagai seed cells untuk rekayasa tulang sangat populer
saat ini karena potensi diferensiasi multi lineage dan kemampuan berproliferasi yang
relatif kuat secara in vitro. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa BMSCs dapat
berdiferensiasi menjadi osteoblas atau sel yang memiliki karakteristik serupa secara
in vitro. Ketika BMSCs disajikan sebagai seed cells, penyembuhan defek tulang dapat
ditingkatkan. Namun, arah BMSCs untuk berdiferensiasi ke sel osteogenik secara in
vivo masih menjadi kendala. Pada suatu penelitian, hasil penelitian tidak stabil.
Dalam beberapa penelitian sebelumnya, pada BMSCs dilakukan pra kultur di media
osteogenik untuk mendapatkan fitur osteoblas sebelum transplantasi. Sayangnya,
untuk mendapatkan fitur osteoblas memerlukan potensi diferensiasi dan proliferasi
BMSCs dalam batas tertentu. Pada sebuah penelitian, pre kultur BMSCs pada media
osteogenik digunakan untuk memperbaiki defek tulang alveolar terdapat gambaran
“band”, yang terdiri dari sel-sel spindle-like, yang jelas antara tulang baru dan tulang
alveolar utama. Namun, mekanisme pembentukan dan peran “band” masih belum
jelas (Zhou et al, 2007).
Kemungkinan asal sel osteoblas selama regenerasi tulang adalah sel-sel
osteoblas progenitor di ligamen periodontal yang dapat berdiferensiasi menjadi
matriks pembentuk osteoblasts yang terkalsifikasi. Hal ini didukung oleh sebuah
penelitian, bahwa stem cells multipoten ada di ligament periodontal gigi permanen
manusia. Sehingga masuk akal bila BMSCs yang ditransplantasikan ke defek tulang
alveolar merupakan sumber utama dari tulang baru yang terbentuk. Karena sumsum
tulang memiliki diferensiasi intrinsik osteogenik yang dibuktikan dengan ekspresi
gen, osteoblas atau sel osteosit yang diamati di daerah tulang baru diduga berasal dari
BMSCs (Bartold et al, 2004).
13
BMSCs yang segar dan tanpa induksi osteogenik memberikan potensi
diferensiasi multi lineage lebih, dan dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel selain
osteoblas atau sel osteogenic-like dalam lingkungan mikro in vivo. BMSCs mampu
mengorganisir progenitor hematopoietik penerima setelah transplantasi. Ada tiga
jenis transplantasi: non-bone forming, bone forming tanpa hematopoiesis, dan bone
forming dengan hematopoiesis. Hematopoiesis tanpa bone forming pada proses
transplantasi belum pernah diamati. Dua teori mungkin menjelaskan fenomena ini.
Hipotesis yang pertama adalah kehadiran hematopoiesis mereflekan kapasitas
multipoten dari BMSCs. Penjelasan kedua adalah hematopoiesis hanya terjadi ketika
ada jumlah tulang yang signifikan telah terbentuk dibentuk dan hanya jika tulang baru
ini cukup besar untuk membungkus ruang hematopoietik. Wilayah hematopoiesis
biasanya diselubungi oleh tulang baru. Ditemukan pembuluh darah baru di band yang
terdiri dari sel-sel fibroblast, mungkin menandakan bahwa angiogenesis di band
memberikan elemen penting untuk band dan bahkan tulang baru (Wang et al, 2010).
Transplantasi tidak hanya diberikan sel progenitor yang memadai untuk
memperbaiki cacat tetapi juga memberikan lingkungan yang relatif baik. Fibrin glue
juga memainkan peran penting dalam prosedur perbaikan ini. Fibrin glue adalah
produk akhir dari pembekuan darah normal yang merupakan unsur penting tidak
hanya dalam proses pembekuan, tetapi juga dalam penyembuhan luka. Fibrin glue
digunakan sebagai bahan suturing pada awalanya di eksperimen perbaikan saraf
perifer. Baru-baru ini penggunaannya telah diterapkan di banyak bidang, seperti
sebagai pembawa sel untuk regenerasi tulang dan perbaikan tulang rawan. Fibrin glue
tersedia secara komersial sekarang dan digunakan sebagai perekat biologis dalam
operasi bedah. Fibrin glue bersifat histokompatibel in vivo dan bisa meningkatkan
pembentukan matriks ekstraselular dan pembuluh darah baru (Bensaid et al, 2003).
Fibrin glue adalah material biodegradable dan umumnya terdegradasi dua
minggu setelah transplantasi. Sebelum benar-benar diserap, fibrin glue berfungsi agar
seed cells tetap di tempatnya sementara seed cells BMSCs proliferasi dan
berdiferensiasi ke dalam jaringan baru. Hal ini menguntungkan kelangsungan hidup
sel dan meningkatkan sifat mekanik implan. Tingkat penyerapan fibrin glue dapat
14
dikendalikan dengan memvariasikan konsentrasi fibrinolytic inhibitor apoptin.
Dilaporkan bahwa fibrin glue dapat digunakan untuk menunjang stem sel mesenkimal
untuk memfasilitasi regenerasi tulang dalam perawatan tumor tulang. Fibrin glue
memfasilitasi regenerasi tulang lebih baik daripada makroporus bifasik kalsium fosfat
dengan adanya stem sel mesenkimal. Fibrin glue yang menyediakan BMSCs
lingkungan yang ideal untuk berproliferasi tanpa deformasi struktur sel dan
memperpanjang waktu kelangsungan hidup BMSCs (Oda et al, 2010).
15
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penggunaan BMSCs sebagai seed cells untuk rekayasa tulang mempunyai
potensi diferensiasi multi lineage dan kemampuan berproliferasi yang relatif kuat
secara in vitro. BMSCs dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas atau sel yang
memiliki karakteristik serupa secara in vitro. Ketika BMSCs disajikan sebagai seed
cells, penyembuhan defek tulang meningkat. Sedangkan pengunaan fibrin glue
berfungsi agar seed cells tetap di tempatnya sementara seed cells BMSCs proliferasi
dan berdiferensiasi ke dalam jaringan baru. Hal ini meningkatkan sifat mekanik
implan. Secara keseluruhan, sumber dan lingkungan sekitarnya dari transplantasi
komposit menentukan pembentukan tulang alveolar.
4.2 Saran
Sehubungan dengan banyaknya manfaat dan kegunaan dari stem sel,
pentingnya bank jaringan untuk menyediakan MSCs kultur untuk tujuan klinis,
dimana hal ini belum belum sepenuhnya dipahami oleh tenaga kesehatan di Rumah
Sakit dan masyarakat pada umumnya. Di Indonesia sendiri sudah dilakukan
penelitian mengenai manfaat dari stem sel sumsum tulang namun masih dibutuhkan
fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai, tenaga ahli, dan donor.
16
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Young, Geraldine O'Dowd, Phillip Woodford. (2013). Wheater's
Functional Histology. 6th ed. Elsevier.
Barry, F. P., and J. M. Murphy. (2004). Mesenchymal stem cells: clinical applications and biological characterization. Int J Biochem Cell Biol. 36(4):568-84.
Bartold PM ,Seo BM, Miura M, Gronthos S, Batouli S, Brahim J, et al.
(2004). Investigation of multipotent postnatal stem cells from human periodontal
ligament. Lancet. 364:149-155.
Bensaid W, Triffitt JT, Blanchat C, Oudina K, Sedel L, Petite H. (2003). A
biodegradable fibrin scaffold for mesenchymal stem cell transplantation.
Biomaterials. 24:2497–502.
Brighton CT, Hunt RM. (1991). Early histological and ultrastructural changes
in medullary fracture callus. The Journal of Bone and Joint Surgery. 73 (6): 832–47.
Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts,
and Peter Walter. (2002). Molecular Biology of the Cell. 4th ed. New York: Garland
Science.
Crha, Michal et al. (2009). Mesenchymal Stem Cells in Bone Tissue
Regenerationand Application to Bone Healing. ACTA VET. BRNO. 78: 635-642.
Edgar CM, Chakravarthy V, Barnes G, Kakar S, Gerstenfeld LC, Einhorn TA.
(2007). Autogenous regulation of a network of bone morphogenetic proteins (BMPs)
mediates the osteogenic differentiation in murine marrow stromal cells. 40: 1389-
1398.
17
Oda S, Morita S, Tanoue Y, Eto M, Matsuda T, Tominaga R. (2010).
Experimental use of an elastomeric surgical sealant for arterial hemostasis and its
long-term tissue response. Interact Cardiovasc Thorac Surg. 10:258–61.
Oe K, Miwa M, Sakai Y, Lee SY, Kuroda R, Kurosaka M. (2007). An in vitro
study demonstrating that haematomas found at the site of human fractures contain
progenitor cells with multilineage capacity. J Bone Joint Surg. 89: 133-138.
Oskar K Lee. (2008). Fibrin Glue as a Vehicle for Mesenchymal Stem Cell
Delivery in Bone Regeneration. J Chin Med Assoc. 71 (2), 60.
Porada CD, Zanjani ED, Almeida-Porad G. (2006). Adult mesenchymal stem
cells: a pluripotent population with multiple applications. Curr Stem Cell Res Ther. 1:
365-369.
Ten Cate's Oral Histology, Nanci, Elsevier. (2013). Illustrated Dental
Embryology, Histology, and Anatomy, Bath-Balogh and Fehrenbach. Elsevier. p17
Wang L, Fan H, Zhang ZY, Lou AJ, Pei GX, Jiang S, et al. (2010).
Osteogenesis and angiogenesis of tissue-engineered bone constructed by
prevascularized beta-tricalcium phosphate scaffold and mesenchymal stem cells.
Biomaterials. 31:9452–61.
Zhou Y, Chen F, Ho ST, Woodruff MA, Lim TM, Hutmacher DW. (2007).
Combined marrow stromal cell-sheet techniques and high-strength biodegradable
composite scaffolds for engineered functional bone grafts. Biomaterials. 28:814–824.
18