tinjauan yuridis terhadap status badan hukum trisakti dalam … · 2015. 5. 27. · asas hukum...
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP STATUS BADAN HUKUM TRISAKTI DALAM PUTUSAN M.A NO.822 K/PDT/2010 ANTARA
UNIVERSITAS TRISAKTI MELAWAN YAYASAN TRISAKTI
A. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
1. Hukum Hukum tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, ini karena
manusia sebagai mahkluk sosial tidak akan lepas dari kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat adalah kelompok atau kumpulan manusia.
Dalam kehidupan bermasyarakat seorang manusia pasti akan berhubungan
dengan manusia yang lain, akan tetapi setiap manusia pasti mempunyai
kepentingan sendiri. Kepentingan itu sendiri adalah suatu tuntutan
perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi1.
Mengenai asas hukum atau prinsip hukum ada beberapa pendapat:
1. Bellefroid : Asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum2
2. Eikema Homes: Asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai
norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang
sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang
1 Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,2007, h.1
2 Notohamidjojo, Demi Keadilam dan Kemanusiaan BPK Gunung Mulia, 1975, h..49.
1
-
berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-
asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar
atu petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.3
3. The Liang Gie : Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan
dalam istilah umum tanpa meyarankan cara-cara khusus mengenai
pelaksanaanya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk
menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu4
4. P.Scolten : Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang
diisyaratkan oeh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan
sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan
umum yang itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum
atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan
yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang
terjelma dalam perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan
hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam
peraturan konkrit tersebut.5
Asas hukum mempunyai dua landasan pertama berakar dalam kenyataan
masyarakat dan kedua pada nilai nilai yang dipilih sebagai pedoman oleh
kehidupan bersama.
3 Ibid.
4 Gie The Liang , Teori-teori keadilan, Penerbit Super, 1997, h..9. 5 Mertokusumo,Op.Cit. h..34
2
-
Asas hukum dapat dibagi dua yaitu6 :
1. Asas hukum umum
Asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum
seperti asas restitution in integrum, asas lex posteriori derogate legi
priori, asas nebis in idem
2. Asas hukum khusus
Berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang
hukum perdata, hukum pidana dan sebagainya, yang sering
merupakan penjabaran dari asas hukum umum, seperti pacta sunt
servada, asas konsensualisme, asas praduga tak bersalah
Asas hukum merupakan unsur penting atau pokok dari suatu peraturan
hukum. Bahkan dapat dikatakan sebagai “jantung” peraturan hukum, sebab asas
hukum itu merupakan:7
1. Landasan lahirnya peraturan hukum. Artinya peraturan pada
akhirnya dapat dikembalikan pada asas hukum
2. Alasan atau tujuan umum dari lahirnya peraturan hukum.
Asas hukum tidak akan habis kekuatannya untuk melahirkan peraturan
baru. Asas hukum akan tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan
selanjutnya. Asas hukum itu bersifat umum, sedangkan peraturan-peraturan
hukum (yang berisi kaidah perilaku) bersifat khusus.
6 Mertokusumo, Penemuan Hukum, Edisi Kedua Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta,2007,
h..10
7 Soewandi, Pengantar Ilmu Hukum, UKSW,Salatiga,2004,h..21.
3
-
Hukum itu mengatur hubungan antara anggota-anggota masyarakat,
antara subyek hukum. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.8 Subyek hukum juga dapat
diartikan manusia yang berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang
berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat demikian itu oleh hukum diakui
sebagai pendukung hak dan kewajiban,9subyek hukum adalah :
1. Manusia
Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban unuk melakukan suatu perbuatan hukum, misalnya
membuat perjanjian, melakukan perkawinan, dan sebagainya.
Meskipun setiap orang adalah subyek hukum, akan tetapi tidak
setiap orang dinyatakan cakap berbuat hukum. Artinya tidak semua
orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-
haknya itu, tetapi harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Setiap
subyek hukum mempunyai kewenangan hukum, tetapi belum tentu
cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang
mempunyai tujuan yang dapat menyandang hak dan
kewajiban.Negara atau perseroan terbatas misalnya adalah organisasi
atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum.Hukum
menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi atau
kelompok manusia sebagai subyek hukum itu sangat diperlukan
karena bermanfaat bagi masyarakat.
8 Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007, h.72.
9 Ali, Badan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1991, h..11.
4
-
Subyek hukum memmiliki peranan penting dalam bidang hukum karena
subyek hukum mempunyai wewenang hukum. Selain manusia sebagai
pembawa hak dan kewajiban, di dalam hukum badan-badan atau perkumpulan
juga dalam hukum dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak
dan melakukan perbuatan hukum seperti manusia.
Pengertian badan hukum merupakan persoalan teori hukum dan
persoalan hukum positif yaitu:
1. Menurut teori hukum badan hukum adalah subyek hukum yaitu
segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuha masyarakat itu
oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Menurut hukum positif yaitu siapa saja yang oleh hukum positif
diakui sebagai badan hukum
Berikut adalah teori tentang badan hukum.
1. Teori Kenyataan Yuridis (E. M. Meijers)
Badan hukum merupakan sesuatu realitas, konkrit, riil, walaupun
tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis.
Menurut teori kenyataan yuridis badan hukum adalah wujud yang riil
sama riilnya dengan manusia. Badan hukum dipersamakan dengan
manusia adalah suatu realitas yuridis, yaitu suatu fakta yang
diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan hukum itu karena
ditentukan oleh hukum sedemikian itu.
2. Teori Kekayaan Bertujuan (A. Blinz)
Menurut teori ini manusia sajalah yang dapat menjadi subyek hukum.
Namun ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi
5
-
kekayaan tersebut terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada
yang mempunyai dan memiliki tujuan tertentu inilah yang dinamakan
badan hukum. Adapun hak-hak yang diberikan kepada subyek hukum pada
hakikatnya adalah hak-hak dengan tiada subyek hukum namun merupakan
kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh
tujuan itu10.
3. Teori Organ (Otto von Gierke).
Menurut teori ini badan hukum seperti manusia,menjadi penjelmaan yang
benar-benar dalam pergaulan hukum, badan hukum tersebut menjadi suatu
badan yang membentuk kehendaknya melalui perantaraan alat-alat atau
organ-organ badan tersebut misalnya anggota atau pengurus. Apa yang
alat-lat atau organ-organ putuskan adalah kehendak dari badan hukum.
Menurut teori organ ini badan hukum adalah sesuatu yang riil yang hidup
dan bekerja seperti manusia biasa. Jadi badan hukum tidak berbeda dari
manusia.
Pada dasarnya ada dua fungsi hukum yaitu sebagai alat kontrol sosial
dan sebagai alat rekayasa sosial. Sebagai alat kontrol sosial, hukum berfungsi
pasif yaitu mengamankan, memelihara, mempertahankan status-quo (yaitu apa
yang telah dicapai). Sedangkan sebagai suatu alat rekayasa sosial hukum
berfungsi aktif yaitu menggerakkan, menciptakan, membentuk perubahan atau
perilaku baru (yang sebelumnya tidak ada)11
Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok
hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
10 Chatamarrasdjid, Badan Hukum Yayasan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
11 Soewandi, Pengantar Ilmu Hukum, UKSW,Salatiga,2004, h..22
6
-
ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas
membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam masyarakat, membagi
wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara
kepastian hukum.12
Menurut L. J. van Apldoorn tujuan hukum adalah untuk mengatur
pergaulan hidup secara damai. Hukum hanya dapat mencapai tujuan apabila ia
menuju peraturan yang adil. Artinya hukum yang menyeimbangkan kepentingan
yang dilindungi tersebut pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin apa
yang menjadi bagianya keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang
memperoleh bagian yang sama13
Sumber hukum adalah tempat dimana kita menggali atau menemukan
hukumnya. Sumber hukum terbagi menjadi dua yaitu sumber hukum materiil
dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil adalah tempat darimana
materi hukum tersebut diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor
yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan sumber hukum formil
merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan
hukum. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formil ialah undang-undang,
perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan.14
2. Pendidikan Tinggi
12 Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007. h..77
13 Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradanya Paramita, Jakarta, 1990,h..10
14 Mertokusumo Sudikno,Op.Cit, h..83
7
-
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa,
karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan
kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia, hal
ini jelas tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945. Pentingnya
pendidikan membuat pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mengatur
pengelolaan, penyelengaraan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan Tinggi menurut Undang Undang Pendidikan Tinggi adalah
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program
profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
Pendidikan Tinggi diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi hal ini jelas
tercantum dalam Pasal 1 ayat (6) Undang Undang Pendidikan Tinggi. Dalam
Penyelengaraan Pendidikan Tinggi ada dua penyelenggara Pendidikan Tinggi
dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi sesuai dengan Pasal 1 ayat (7) dan
(8) yaitu:
1. Perguruan Tinggi Negeri, dimana penyelenggara atau pendirinya adalah
pemerintah
2. Perguruan Tinggi Swasta dimana penyelenggara atau pendirinya adalah
masyarakat.
Perguruan Tinggi sebagai penyelengara Pendidikan Tinggi mempunyai
fungsi dan peran, fungsi dan peran tersebut tercantum dalam Pasal 58 ayat (1)
Undang Undang Pendidikan Tinggi sebagai berikut:
8
-
1. Wadah pembelajaran Mahasiswa dan Masyarakat.
2. Wadah pendidikan calon pemimpin bangsa.
3. Pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
4. Pusat kajian kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan
menemukan kebenaran.
5. Pusat pengembangan peradaban bangsa.
Fungsi dan peran Perguruan Tinggi ini dilaksanakan melalui kegiatan
Tridharma yang ditetapkan dalam statutaPerguruan Tinggi.
Statuta Perguruan Tinggi memiliki peranan penting dalam pengelolaan
Perguruan Tinggi karena statuta adalah dasar dalam penyelenggaraan Tridharma
perguruan tinggi yang berlaku untuk semua Perguruan Tinggi baik Perguruan
Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta. Statuta adalah pedoman dasar
penyelenggaraan kegiatan yang dipakai sebagai acuan untuk merencanakan,
mengembangkan program dan penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai
dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan, yang berisi dasar yang
dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik
dan prosedur operasional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pengaturan mengenai statuta bagi Perguruan Tinggi ini diatur dalam Pasal 66
Undang Undang Pendidikan Tinggi. Isi dari Pasal tersebut mengatur bahwa:
1. Statuta Perguruan Tinggi Negeri ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
2. Statuta Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
9
-
3. Statuta Perguruan Tinggi Swasta ditetapkan dengan surat keputusan
badan penyelenggara.
Pendirian Perguruan Tinggi juga diatur dalam Undang Undang Pendidikan
Tinggi.Pendirian Pendidikan Tinggi tercantum dalam Pasal 60 Undang Undang
Pendidikan Tinggi. Pasal tersebut di atas menyebutkan bahwa dalam Pendirian
Pendidikan Tinggi ada beberapa aspek yang harus dipenuhi antara lain:
1. PTN didirikan oleh Pemerintah.
2. PTS didirikan oleh Masyarakat dengan membentuk badan
penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib
memperoleh izin Menteri.
3. Badan penyelenggara dapat berbentuk yayasan, perkumpulan, dan
bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Perguruan Tinggi yang didirikan harus memenuhi standar minimum
akreditasi.
5. Perguruan Tinggi wajib memiliki Statuta.
6. Perubahan atau pencabutan izin PTS dilakukan oleh menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan Perguruan Tinggi adalah salah satu aspek yang penting dalam
pembangunan Perguruaan Tinggi karena dengan adanya pengelolaan yang baik
akan membuat perguruan tinggi tersebut semakin maju dan berkembang. Dalam
Undang Undang Pendidikan Tinggi, pengelolaan pendidikan tinggi diberikan
kepada perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggara Tridharma. Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban
10
-
Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Sehingga ada kebebasan bagi perguruan tinggi
untuk mengatur sendiri penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 62 ayat (1) Undang Undang
Pendidikan Tinggi yang berbunyi:
"Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri
lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.”
Pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi tersebut harus sesuai
dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi.
Penyelengaraan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi meliputi
beberapa prinsip, hal ini tercantum dalam Pasal 63 Undang Undang Pendidikan
Tinggi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1. Prinsip akuntabilitas
Kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua
kegiatan yang dijalankan Perguruan Tinggi kepada semua pemangku
kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akuntabilitas antara lain dapat diukur dari rasio antara Mahasiswa dan
Dosen, kecukupan sarana dan prasarana, penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu, dan kompetensi lulusan.
2. Prinsip transparansi
Keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara
tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Prinsip nirlaba
11
-
Kegiatan yang tujuannya tidak untuk mencari laba, sehingga seluruh sisa
hasil usaha dari kegiatan harus ditanamkan kembali ke Perguruan Tinggi
untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
4. Prinsip penjaminan mutu
Kegiatan untuk memberikan layanan Pendidikan Tinggi yang memenuhi
atau melampaui standar nasional pendidikan tinggi serta peningkatan
mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan.
5. Prinsip efektivitas dan efisiensi.
Kegiatan untuk memanfaatkan sumber daya dalam penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi agar tepat sasaran dan tidak terjadi pemborosan.
Otonomi dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi yang diberikan oleh Undang
Undang Pendidikan Tinggi ini meliputi dua bidang yaitu bidang akademik dan
bidang non-akademik. Dalam bidang akademik otonomi meliputi penetapan
norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan Tridharma. Sedangkan
dalam bidang non-akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan
operasional serta pelaksanaan:
1. Organisasi
2. Keuangan
3. Kemahasiswaan
4. Ketenagaan
5. Sarana prasarana.
Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi terbagi menjadi dua bagian
yaitu:
12
-
1. Penyelenggaraan otonomi terhadap Perguruan Tinggi Negeri
Pada Perguruan Tinggi Negeri menurut Pasal 65 ayat (1)
Penyelenggaraan otonomi diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi
kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan membentuk PTN badan
hukum.
2. Penyelenggaraan otonomi terhadap Perguruan Tinggi Swasta.
Perguruan Tinggi Swasta menurut Pasal 67 Undang Undang Pendidikan
Tinggi, penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi pada PTS diatur oleh
badan penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Tujuan pemberian otonomi adalah untuk memberikan kemandirian bagi
penyelenggara pendidikan tinggi, sehingga mutu dari pendidikan tinggi dapat
berkembang dan tata kelola dari penyelenggaraan pendidikan tinggi tersebut
dapat lebih baik karena dikelola secara langsung oleh pihak yang mengetahui
secara langsung penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi tersebut.
3. Yayasan
Yayasan dimasa lalu dikenal sebagai stichting (Stichting berasal dari kata
Stichen yang berarti membangun atau mendirikan dalam bahasa Belanda),para
sarjana hukum belanda berpendapat bahwa, sticthting adalah suatu badan
hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan atau persero, oleh
karena apa yang hal stichting dianggap badan hukum adalah sejumlah kekayaan
13
-
berupa uang dan lain-lain benda kekayaan.15Yayasan (sticthing) adalah harta
yang mempunyai tujuan yang tertentu, tetapi dengan tiada empunya.16 Yayasan
kemudian diatur dalam NBW Buku III Titel 5 Pasal 258 s.d 305 dan Pasal 285
ayat (1) yang berbunyi, yayasan adalah badan hukum yang lahir karena suatu
perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota dan bertujuan untuk
melaksanakan tujuan yang tertera dalam statuta yayasan dengan dana yang
disediakan untuk itu17.
Yayasan sebelum ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan mengacu pada hukum
kebiasaan yang lahir di masyarakat seturut dengan kebutuhannya, dan
yurisprudensi, seperti halnya yurisprudensi Hooggerechthof tahun 1884 dan
Putusan Mahkamah AgungNo.:124 K/Sip/1973.18
Yayasan seperti yang telah dikemukakan di atas, sebelum ada Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, bersandar pada :
1. Kebiasaan yang lahir di masyarakat.
Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang
tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan
hidup tertentu. Perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan
15 Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, h..86
16Apeldoorn, Op.Cit, h..197
17 Ali,Op.Cit h..87
18 Prananingrum, Op.Cit, h..9
14
-
normatif, mempunyai kekuatan mengikat. Karena diulang oleh orang
banyak maka menimbulkan kesadaran, bahwa hal itu patut
dilakukan.19
2. Yurisprudensi
Yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan
hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh
suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh Negara serta
bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan
putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.20
3. Doktrin
Pendapat para ahli hukum
Dasar hukum yayasan adalah Undang-undang No. 16 tahun 2001 yang
telah dirubah dengan Undang-undang No. 28 tahun 2004 tentang yayasan
dan PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang
Yayasan. Yayasan menurut Undang-undang No 28 tahun 2004 tentang
Yayasan Pasal 1 ayat ( 1 ) adalah :
“Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak memiliki anggota.”
Yayasan adalah lembaga yang bersifat nirlaba.Nir laba berasal dari 2
kata yaitu nir-yang artinya tidak dan laba yang artinya mendapatkan laba
19Mertokusumo, Op.Cit, 2007, h..83
20Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang undanganya di Indonesia sejak 1942,, Liberty, Yogyakarta, 1982, h..179
15
-
dengan demikian arti nirlaba adalah tidak mendapatkan laba.21 Yayasan
mempunyai organ untuk melaksanakan kegiatannya, untuk dapat mencapai
tujuannya yang terdiri dari pembina, pengawas dan pengurus. Setiap organ
dalam yayasan mempunyai tugas dan tanggung jawab masing–masing untuk
mencapai tujuan yayasan sesuai dengan anggaran dasar dari yayasan. Setiap
organ dari yayasan ini mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda
dalam pengelolaan yayasan.
1. Pembina
Pembina adalah organ yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang.22 Hal
ini juga diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang tentang Yayasan.
Pembina adalah pendiri yayasan ataupun mereka yang diputuskan oleh
rapat anggota pembina. Pasal 28 ayat (2) menyebutkan tentang
kewenangan yang dimiliki oleh pengurus yaitu :
1. Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar
2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan
anggota Pengawas
3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran
Dasar Yayasan
4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan
Yayasan
21 Ibid
22 Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
16
-
5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau
pembubaran Yayasan.
Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan
kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi
perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan
datang. Dalam hal ini pembina dapat meminta pertanggung jawaban dari
pengurus dan pengawas bila ada hal yang melenceng dari tujuan dan
kepentingan yayasan
2. Pengurus
Pengurus organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan,
yang diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat
pembina.Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan
untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan
baik di dalam maupun di luar pengadilan23 Pengurus adalah organ
yayasan yang memegang peranan paling penting dalam yayasan.
Pengurus juga dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana
kegiatan yayasan. Pengaturan tentang pengurus ada pada Pasal (31)
sampai Pasal (39) UU tentang Yayasan
3. Pengawas
Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan
serta memberi nasehat pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
Pengawas mengawasi serta memberi nasihat kepada Pengurus.Pengawas
23 Prananingrum, op cit.,hal 14
17
-
tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Dalam UU
Yayasan No.28 Tahun 2004 Organ Pengawas diatur dalam Pasal 40 sampai
Pasal 47.
Ilmu hukum telah mengenal adanya teori Kekayaan Bertujuan yang
dikemukakan oleh A. Blinz dan diikuti oleh Van der Heijden dan teori
Organ yang dikemukakan oleh Otto von Gierke (1841-1921). Teori
Kekayaan Bertujuan bertitik tolak dari pemikiran bahwa manusia sajalah
yang dapat menjadi subyek hukum, maka badan hukum bukanlah subyek
hukum. Adapun hak-hak yang diberikan kepada subyek hukum pada
hakikatnya adalah hak-hak dengan tiada subyek hukum namun merupakan
kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh
tujuan itu24. Teori Kekayaan Bertujuan dan teori Organ inilah yang
mendasari keberadaan yayasan sebagai subyek hukum
Definisi yayasan dalam Pasal (1) Undang undang No. 28 tahun 2004
tentang Yayasan ini dapat dilihat bahwa yayasan adalah:
1. Badan hukum.
Pasal 11 ayat (1) menujukan bahwa status yayasan sebagai badan
hukum diperoleh setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh
menteri. Sebagai badan hukum maka yayasan dapat melakukan memiliki
tanggung jawab hukum sebagaimana subyek hukum yang lain, dan dalam
melakukan tanggung jawab hukum tersebut yayasan akan diwakili oleh
pengurus yayasan.
24 Chatamarrasdjid, Badan Hukum Yayasan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
18
-
2. Mempunyai kekayaan yang dipisahkan.
Bab V Undang undang tentang Yayasan menujukan bahwa ada
kekayaan yang dipisahkan. Splitsing (pemisahan) adalah pembagian
atau pembelahan yang berarti terlepas satu dengan yang lain,
sehingga tidak tepat jika dikatakan bahwa bagian yang satu masih
merupakan bagian dari yang lain. Kekayaan yang terpisah artinya
terlepas dari yang memegangnya (onpersoonlijk atau subjecttloos).25
3. Mempunyai tujuan di bidang sosial, agama dan kemanusiaan.
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 Undang undang tentang Yayasan
menunjukan bahwa Yayasan dalam melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuannya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban
umum,kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Tidak memiliki anggota.
Yayasan, menurut Rido Ali dapat dipahami sebagai badan hukum yang
mempunyai unsur-unsur :
1. Mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan
pemisahan kekayaan yang dapat berupa uang dan barang
2. Menpunyai tujuan sendiri yaitu tujuan yang bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan.
25 Ibid
19
-
3. Mempunyai alat perlengkapan yaitu meliputi pengurus, pembina dan
pengawas.26
Pendirian yayasan didalam hukum perdata diisyaratkan dalam (2) aspek
yaitu 27:
1. Aspek materiil :
a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan
b. Suatu tujuan yang jelas
c. Ada organisasi
2. Aspek formil
Pendirian yayasan dalam wujud akta otentik.
Yayasan yang didirikan menurut hukum diakui mempunyai hak dan
kewajiban, sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum dengan subyek
hukum yang lain.28
4. Putusan Hakim Putusan hakim merupakan salah satu penemuan hukum yang sering dan
harus dilakukan oleh hakim dalam membuat suatu putusan. Putusan hakim
memaparkan fakta-fakta yang menimbulkan perkara dan melalui pertimbangan
26 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Penerbit Alumni, 1981, h..118
27 Panggabean, Kasus Aset Yayasan dan Penyelesaian Sengketa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002(selanjutnya disingkat Panggaben I), h..7.
28 Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, h..90
20
-
hukum, hakim menerapkan pilihan hukumnya dan mencantumkan kaidah
hukum yang diramu melalui proses interprestasi yang dianggap paling tepat
untuk pemutusan sengketa tersebut.29
Ada beberapa definisi putusan hakim dari para ahli dan rancangan
perundang-undangan yaitu 30:
1. Rubini dan Chaidir Ali merumuskan bahwa keputusan hakim itu
merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan
hakim itu disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir
mengenai hukum dari hakim serta memuat akibat-akibatnya
2. Ridwan Syahrani batasan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim
yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk
menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata
3. Sudikno Mertokusumo memberi batasan putusan hakim adalah : suatu
pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu,
diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan
suatu perkara atau sengketa antara para pihak
4. Bab I Pasal 1 ayat (5) Rancangan UndangUndang Hukum Acara Perdata
Tahun 2007. Putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum serta bertujuan
untuk menyelesaikan dan atau mengakhiri gugatan.
29 Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan Putusan Hukum Perikatan,
Alumni, Bandung 2008(selanjutnya disingkat Panggaben II), h..65.
30 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, h..148
21
-
5. Lilik Mulyadi. Putusan hakim adalah putusan yang yang diucapkan oleh
hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang
terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara
perdata pada umumnya dibuat dalam betuk tertulis dengan tujuan
menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara.
Dalam praktek kenegaraan dan praktek peradilan dikenal adanya 2 asas
pemberlakuan putusan yaitu31:
1. Asas precedent
Asas precedent dianut oleh Negara Anglo Saxon yang artinya bahwa
para hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari putusan-putusan
terdahulu dari hakim yang lebih tinggi atau sederajat tingkatanya
2. Asas bebas
Asas ini bermakna bahwa seorang hakim tidak terikat oleh putusan
hakim lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Perkataan
tidak terikat disini diartikan bahwa seorang hakim, dalam memutuskan
suatu perkara, boleh mengikuti putusan hakim terdahulu, baik yang
sederajat atau yang lebih tinggi, boleh juga tidak mengikuti. Asas bebas
ini dianut oleh negara-negara eropa kontinental atau civil law
sistem seperti Belanda, Perancis dan Indonesia
Pendapat Roscoe Pound menguraikan tentang empat aspek dalam putusan
hakim yaitu:
31 Panggabean II, Op.Cit, h.110
22
-
1. Bahwa putusan itu merupakan gambaran proses rekayasa sosial, sebagai
bagian dari seluruh proses kontrol sosial
2. Bahwa putusan itu merupakan bagian dari tatanan hukum yang berguna
bagi pribadi perorangan
3. Bahwa putusan itu mengganbarkan keseimbangan antara ketentuan daris
sebab yang nyata dan penguraian suatu preseden
4. Bahwa putusan itu menggambarkan kesadaran akan peran yang ideal
tentang tatanan sosial dan hukum
Upaya hukum terhadap putusan hakim
1. Banding
Peradilan tingkat banding dilakukan oleh peradilan tinggi yang
merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan pengadilan
negeri. Pengadilan tinggi dalam tingkat banding ini memeriksa kembali
perkara perdata secara menyeluruh, baik fakta maupun penerapan
hukumnya. Peradilan tingkat banding lazim disebut dengan istilah
“peradilan tingkat kedua” atau ”Judex Facti”.
Pembanding melalui kuasa hukumnya akan mengajukan alasan-
alasan banding dalam memori bandingnya, alasan tersebut dapat
digolongkan dalam dua alasan yaitu:
1. Alasan-alasan bersifat formal yang meliputi
a. Surat kuasa khusus untuk banding tidak memenuhi syarat
sebagaimana ditentukan undang-undang
23
-
Dalam perkara perdata apabila para pihak mempergunakan
seorang kuasa pihk pemberi kuasa harus menunjuk secara
tegas pihak penerima kuasa baik secara lisan maupun tertulis
di persidangan. Apabila hal ini diabaikan, merupakan salah
satu alasan untuk mengajukan permohonan banding.
b. Ketidakwenangan pengadilan (kompetensi) mengadili
perkara perdata tersebut
Ketidakwenangan pengadilan baik kompetensi absolute
maupun kompetensi relative lazim dijadikan alasan-alasan
mengemukakan memori banding
c. Bahwa surat gugatan penggugat adalah “obscuur libel”
Apabila suatu putusan pengadilan negeri mengabulkan
gugatan, padahal gugatan tersebut petitumnya tidak jelas dan
kabur serta positanya tidak tegas dan sempurna bahkan
bertentangan dengan petitum, putusan tersebut dapat
dimohonkan banding
d. Bahwa putusan pengadilan negeri mengabulkan gugatan
dimana subyek tergugat tidak lengkap digugat
Hal ini dapat dikategorikan pada alasan bersifat formal
dimana subyek tergugat seharusnya digugat tetapi tidak
digugat dan putusan pengadilan negeri malah mengabulkan
gugatan
2. Alasan-alasan bersifat material
24
-
a. Bahwa putusan pengadilan negeri harus dibatalkan karena
berdasarkan pertimbangan yang kurang lengkap
(onvoldoende gemotiveerd)
Pada hakikatnya setiap putusan pengadilan negeri haruslah
memuat alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Eksistensi alasan-alasan sebagai dasar putusan adalah penting
karena putusan yang kurang lengkap dipertimbangkan
(onvoeldoende gemotiveerd) merupakan alasan banding dan
kasasi serta putusan dapat dibatalkan
b. Putusan pengadilan negeri salah menerapkan hukum
pembuktian atau hukum acara pada umumnya
Penerapan hukum pembuktian merupakan salah satu aspek
penting dalam putusan hakim. Apabila hakim salah
menerapkan hukum pembuktian, secara tidak langsung
putusan ini dapat diklasifikasikan salah pula dalam
menerapkan hukum acara dan putusan tersebut akan
dibatalkan oleh pengadilan tinggi
c. Pengadilan negeri telah memutus melebihi dari tuntutan atau
memutus terhadap hal yang tidak dituntut
Secara teori putusan mahkama agung Republik Indonesia
pada asasnya hakim wajib mengadili semua bagian dari
tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang
tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
25
-
Putusan peradilan pada tingkat banding pada hakikatnya dapat
berupa:
1. Menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima
Putusan pengadilan tinggi yang menyatakan permohonan
banding tidak dapat diterima disebabkan putusan pengadilan
negeri melanggar hal-hal bersifat formal.
2. Menguatkan putusan pengadilan negeri
Putusan pengadilan tinggi menguatkan putusan pengadilan
negeri bila pengadilan tinggi menilai putusan pengadilan negeri
benar dan tepat, baik mengenai hukum acara maupun material
yang telah diputus oleh pengadilan negeri
3. Membatalkan putusan pengadilan negeri
Putusan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan
negeri apabila hakim banding menilai putusan pengadilan negeri
tersebut tidak benar ditinjau dari penerapan hukum acara dan
hukum material serta tidak sesuai dengan rasa keadilan
4. Memperbaiki putusan pengadilan negeri
Pengadilan tinggi memandang putusan pengadilan negeri
tersebut kurang tepat menurut rasa keadilan sehingga perlu
diperbaiki
2. Kasasi
Upaya hukum pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pada tingkat kasasi bukan berarti pemeriksaan pada tingkat ketiga,
26
-
karena pada tingkat kasasi ini tidak dilakukan pemeriksaan kembali
perkara tersebut, tetapi hanya diperiksa masalah hukum atau penerapan
hukumnya.
Alasan yang dapat diajukan untuk melakukan kasasi adalah:
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
Konkretnya Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan
tinggi) telah mengadili perkara perdata tersebut seolah
berwenang padahal sebenarnya Judex Facti tidak berwenang atau
bukan kewenangannya
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
Salah menerapkan hukum dapat diartikan salah menerapkan
ketentuan hukum formal atau hukum acara ataupun hukum
materialnya. Kesalahan tersebut dapat dilihat pada penerapan
hukum yang berlaku. Sedangkan melanggar hukum dapat
diartikan penerapan hukum itu sendiri tidak dapat, salah, dan
tidak sesuai serta bertentangan dengan ketentuan undang-undang
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan
Dalam doktrin hukum acara perdata kelalaian memenuhi syarat
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian dengan batalnya putusan. Aspek ini lazim
disebut dengan istilah melalaikan persyaratan formal
27
-
Putusan pada tingkat kasasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Permohonan kasasi tidak dapat diterima
Jika permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formal untuk
mengajukan kasasi, seperti melampaui tenggang waktu
melakukan kasasi, surat kuasa khusus kasasi tidak memenuhi
syarat, belum dipenuhinya upaya hukum lain (verzet atau
banding), terlambat mengajukan memori kasasi, dan sebagainya,
hal demikian dapat diklasifikasikan bahwa permohonan kasasi
dinyatakan tidak dapat diterima
2. Permohonan kasasi ditolak
Permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung bisa
disebabkan karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan
hukum. Dapat pula permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah
Agung karena pemohon kasasi dalam mengajukan memori kasasi
tidak relevan dengan pokok perkara.
3. Permohonan kasasi dikabulkan
Permohonan kasasi dikabulkan berarti alasan atau keberatan
yang diajukan oleh pemohon kasasi dalam memori kasasi oleh
Mahkamah Agung disetujui.Judex Facti dianggap telah salah
atau tidak benar dan tepat dalam penerapan hukum atau karena
alasan hukum lain.
28
-
3. Peninjauan Kembali
Upaya hukum peninjauan kembali merupakan suatu upaya hukum
agar putusan pengadilan negeri, putusan pengadilan tinggi ataupun
putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi
mentah kembali.
Alasan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah
berkuatan hukum tetap adalah:
1. Apabila putusan didasarkan pada suatu:
a. Kebohongan
b. Tipu muslihat pihak lain yang diketahui setelah perkara
diputus
c. Bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
dapat diketemukan (novum)
3. Apabila telah dikabulkan mengenai:
a. Suatu hal tidak dituntut
b. Lebih daripada yang dituntut
4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
5. Putusan bertentangan antara satu dengan yang lainnya
Dalam hal ini terdapat:
a. Pihak-pihak yang sama
29
-
b. Mengenai soal yang sama
c. Atas dasar yang sama
d. Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
6. Apabila dari suatu putusan terdapat
a. Suatu kekhilafan hakim
b. Suatu kekeliruan yang nyata
Putusan terhadap peninjauan kembali dalam perkara perdata dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga golongan yaitu:
1. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan kembali tidak
dapat diterima.
Permohonan peninjauan kembali tidak memenuhi syarat formal
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang misalnya
permohonan peninjauan kembali tanpa surat kuasa, peninjauan
kembali dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum
berkekuatan hukum tetap.
2. Putusan yang menyatakan bahwa peninjauan kembali ditolak
Peninjauan kembali ditolak apabila Mahkamah Agung
berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali yang
diajukan oleh pemohon tidak beralasan. Ini dapat disebabkan
permohonan peninjauan kembali tidak didukung oleh fakta yang
menjadi alasan dan dasar peninjauan kembali atau Judex Facti
yang dimohonkan peninjauan kembali tidak melanggar alasan-
alasan peninjauan kembali
30
-
3. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan
kembali dikabulkan apabila Mahkamah Agung membenarkan
alasan-alasan permohonan peninjauan kembali.
Tugas hakim adalah memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara.
Dalam memilih putusan yang akan dijatuhkan bukan hanya prosedur tertentu
menurut undang-undang yang harus dipenuhi, tetapi yang penting adalah setelah
putusan itu dijatuhkan, yaitu dapat tidaknya putusan yang akan dijatuhkan itu
diterima, baik menurut persyaratan keadilan maupun persyaratan konsistensi
sistem.Selain itu putusan hakim tersebut harus dapat diterima dimasyarakat.
Hakim dalam mengadili harus mengadili berdasar hukum, yaitu hukum yang
mengandung kepastian hukum32.
Setiap keputusan hakim seharusnya mengandung tiga unsur pertimbangan
hukum secara proposional yaitu33:
1. Unsur kepastian hukum (rechtssicherkeit) yang memberi jaminan bahwa
hukum itu dijalankan sehingga yang berhak menurut hukum dapat
memperoleh haknya dan bahwa putusan seperti itu juga dapat diterapkan
untuk jenis perkara yang sama
2. Unsur kemanfaatan (zweckmassigkeit), bahwa isi putusan itu tidak hanya
bermanfaat bagi pihak berperkara tetapi juga bagi masyarakat luas.
Masyarakat berkepentingan atas putusan hakim itu karena masyarakat
menginginkan adanya keseimbangan tatanan dalam masyarakat.
32 Panggabean II,Op.Cit, h..79.
33 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h..91.
31
-
Unsur keadilan (gerechtigkeit), yang memberi keadilan bagi pihak yang
bersangkutan, kalaupun pihak lawan menilainya tidak adil masyarakat harus
dapat menerimanya secara adil. Asas hukum yang berbunyi lex dura sed temen
scripta, mengartikan hukum itu sangat kejam tetapi begitulah bunyinya. Dalam
hal terjadi konflik antar keadilan dan kepastian hukum serta kemanfaatan, unsur
keadilanlah yang seharusnya didahulukan.
Secara khusus ada tiga tahapan untuk mengambil keputusan yaitu34:
1. Cara berpikir hakim dalam mengambil keputusan:
a. Bahwa hukum sebagai ilmu mempengaruhi preferensi yang sangat
kuat terhadap pemikiran rasional logis (sistem pemikiran rasional),
tetapi dalam hambatan-hambatan tipis yang dihadapi hakim, hakim
akan dipengaruhi pemikiran yang lebih intuitif berdasarkan
pengalaman (sistem pemikiran eksperimental)
b. Sering terjadi hakim menerapkan pemikiran yang bergantung pada
pengalaman masa lalu yang mengakibatkan penekanan pada
heuristic kognitif yaitu suatu penilaian yang berat sebelah.
c. Dalam pengambilan keputusan sering terjadi proses kognitif (metal
proses) yaitu sikap menghadapi pengaruh faktor-faktor tertentu,
antara lain:
1. Faktor fisik, berupa keadaan kesehatan, kondisi kerja, dan lain-
lain.
34 Panggabean II,Op.Cit, h..80
32
-
2. Faktor sosial, berupa hubungan kerja antar pribadi dan harapan
orang lain, dan lain-lain
3. Faktor mental, berupa dampak emosi dan stress.
2. Tahapan pengambilan keputusan
a. Kerangka putusan, pengertian tentang konteks putusan dan
menentukan masalah yang harus ditangani
b. Mengumpulkan informasi berkualitas tinggi dan kecerdasan,
mengambil keputusan
c. Mengambil konklusi dengan secara instimatil mengintegrasikan
informasi yang dikumpulkan untuk mengambil pilihan putusan yang
terakhir
d. Belajar dari umpan balik, dengan mengumpulkan informasi tentang
hasil dari proses putusan dan tentang proses putusan itu sendiri
dengan maksud untuk mengurangi konflik dari waktu yang akan
datang
3. Sumber pertimbangan putusan secara universal terdiri dari tiga bidang
kontekstual yaitu:
a. Bukti, suatu dasar fakta hukum yang dapat disebut sebagai aspek
materil perkara
b. Peraturan, suatu dasar yuridis yang dapat disebut sebagai aspek
formal perkara
c. Prinsip-prinsip terdiri dari asas-asas hukum dan kebiasaan dalam
peradilan
33
-
5. Eksaminasi Eksaminasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan
hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah
diterapkan dengan benar, dan dinilai adil oleh masyarakat.35
Obyek dieksminasi adalah proses peradilan dan produk peradilan.
Misalnya Penetapan Pengadilan, Putusan Pengadilan, dsb. Kriteria obyek
eksaminasi adalah sebagai berikut36 :
1. putusan pengadilan yang menjadi perhatian luas masyarakat karena
dianggap jauh dari rasa keadilan
2. putusan pengadilan yang mengundang perdebatan di kalangan
hukum.
3. putusan pengadilan yang penting dijadikan pegangan
35Susanti Adi Nugroho.dkk,Buku Kumpulan Tulisan Eksaminasi,Indonesian Corruption Watch
Jakarta, 2003 h..1
36Chandera. Dkk, Modul Mata Kuliah Eksaminasi, Unversitas Katolik Adma Jaya ,Yogyakarta,2004, hal.13
34
-
B. GAMBARAN KASUS
1.
Thoby Mutis mengganti statuta 2001 menjadi statuta 2001R yang memangkas kewenangan yayasan dan mengganti menjadi Badan Hukum Pendidikan.
Menjadikan Usakti sebagai Badan Hukum Pendidikan dengan Akta Notaris Edi Priyono, SH. No. 27 tertanggal 29 Agustus 2002.
Sengketa di PN Jaktim, Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim,16 Desember 2008.Yayasan Trisakti harus menyerahkan pengelolaan pada Universitas Trisakti.
Pemecatan Thoby oleh Yayasan Trisakti yang berlaku mulai 5 September 2002 melalui SK No 310/YAYASAN TRISAKTI/SK/2002.
Banding, PT DKI Jakarta,Putusan No. 263/PDT/2009/PT.DKI, 30 September 2009. Mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Trisakti, memangkas kewenangan rektor untuk mengelola Universitas dan menyerahkannya pada Yayasan.
Kasasi, Putusan MA No.822K/Pdt/2010.28 September 2010.Menolak Kasasi dari Universitas Trisakti.
Sengketa Universitas Trisakti37 melawan Yayasan Trisakti ini muncul pada
saat Thoby Mutis selaku rektor dari Universitas Trisakti mengganti statuta
Universitas Trisakti dari statuta 2001 yang telah disepakati serta ditandatangani
Peninjauan Kembali, Putusan MA No. 406/PK/Pdt/2011, 10 Nopember 2011. Menolak Peninjauan Kembali Universitas Trisakti’
37 http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/sengketa-yayasan-trisakti-dengan-thoby-mutis
365321.html. diunduh 16 juni 2012, pukul 17.34
35
http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/sengketa-yayasan-trisakti-dengan-thoby-mutis%20365321.htmlhttp://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/sengketa-yayasan-trisakti-dengan-thoby-mutis%20365321.html
-
bersama antara yayasan dan rektor, menjadi statuta 2001R pada tanggal 6 april
2002.
Statuta 2001R tersebut dibuat oleh rektor yang sekaligus ketua senat tanpa
melibatkan yayasan apalagi persetujuan yayasan. Dalam statuta tersebut, Thoby
Mutis memangkas kewenangan Yayasan Trisakti dalam mengelola Universitas
Trisakti.
Selain itu untuk menguatkan bahwa Universitas Trisakti adalah universitas
yang terlepas dari Yayasan Trisakti maka Thoby membuat Unversitas Trisakti
menjadi Badan Hukum Pendidikan dengan Akta Notaris Edi Priyono, SH. No. 27
tertanggal 29 Agustus 2002.
Tindakan Thoby mengganti statuta 2001 dengan statuta 2001R adalah
karena menurut Thoby Universitas Trisakti sebenarnya adalah milik Negara.
Argumen Thoby tersebut bertitik tolak dari sejarah Universitas Trisakti bahwa :
1. Yayasan Badan Permusyawaratan Kewarganegaan Indonesia (Baperki)
yang pertama kali mendirikan Universitas Baperki (1958-1962),
kemudian berganti nama menjadi Universtas Res Publica (1962-1965).
2. Keputusan Menteri Nomor 01/dar/tahun 1965 tanggal 11 Oktober 1965
tentang penutupan sementara perguruan tinggi (swasta) yang langsung
atau tidak langsung membantu gerakan petualangan atau kontra
revolusioner G30S PKI. Keputusan itu menyatakan, ada 24 perguruan
tinggi swasta, termasuk Universitas Res Publica Jakarta, ditutup untuk
sementara waktu.
36
-
3. Kemudian, Menteri PTIP berdasarkan surat Keputusan Menteri Nomor
09/dar/tahun 1965, 18 Oktober 1965 jo nomor 12/dar/tahun 1965
membentuk tim persiapan pembukaan kembali Universitas Res Publica
yang diperbaiki oleh Keputusan Menteri Nomor 012/dar/Tahun 1965
Tanggal 13 November 1965.
4. Pemeritah kemudian mengambil alih Universitas Res Publica dan
mengganti namanya menjadi Universitas Trisakti. Dalam Keputusan
Menteri Nomor 13/dar/tahun 1965, tanggal 15 November 1965, Menteri
PTIP mengganti nama Universitas Res Publica menjadi Universitas
Trisakti dan pembentukan presidium sementara yang membawahi
Univeritas Trisakti. Kemudian, pada 19 November 1965 Universitas Res
Publica dibuka kembali dan bernaung dengan nama Universitas Trisakti.
Kemudian Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Syarif
Thayeb membentuk Yayasan Trisakti pada 27 Januari 1966
5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef Nomor
0281/U/1979, tanggal 31 Desember 1979. Bahwa pengelolaan dan
pembinaan berikut seluruh aset Universitas Trisakti, berdasarkan surat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 31 Desember 1979 ini,
diserahkan kepada Yayasan Trisakti.
Berdasarkan sejarah berdirinya Universitas Trisakti di atas maka Thoby
berpendapat bahwa Universitas Trisakti seharusnya adalah milik Negara.
Penyerahan pembinaan dan pengelolaan Universitas Trisakti pada Yayasan
Trisakti yang tertulis dalam Kepmendikbud No. 0281/U/1979, yaitu Penyerahan
37
-
Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti Kepada Yayasan Trisakti,
menjadi masalah bagi Thoby. Thoby menilai Universitas dan Yayasan tak punya
pertalian apapun menyangkut aset dan pengelolaan karena Universitas Trisakti
muncul terlebih dahulu daripada yayasan.
Sikap dari Thoby mengganti statuta 2001 dengan 2001R yang menghapus
keberadaan Yayasan Trisakti dan menggantinya dengan Badan Hukum
Pendidikan tersebut mendapat respon dari pihak Yayasan Trisakti dengan
melakukan pemecatan terhadap Thoby Mutis dengan surat melalui surat
keputusan nomor 310K/YAYASAN TRISAKTI/SK/IX202 yang berlaku efektif
tanggal 5 november 2002.
Tindakan Thoby mengganti statuta menurut Yayasan Trisakti adalah
penyalahgunaan wewenang karena Thoby mengeluarkan statuta 2001R tanpa
melibatkan yayasan dan persetujuan yayasan. Tindakan yang dilakukan Thoby
tersebut menurut yayasan bertentangan dengan Pasal 100 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan :
Susunan organisasi, rincian tugas, fungsi, dan tata kerja perguruan tinggi yangdiselenggarakan oleh masyarakat diatur dalam statuta perguruan tinggi bersangkutan yangditetapkan oleh badan penyelenggara perguruan tinggi atas usul senat perguruan tinggiyang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam BAB VIII.”
Dalam hal pengelolaan dan aset Universitas Trisakti, Yayasan merasa
bahwa mereka berhak atas aset dan pengelolaan Universitas Trisakti berdasarkan
surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dikeluarkan Daoed Joesoef,
Nomor 0281/U/1979 pada31 Desember 1979. Karena berdasarkan surat tersebut
38
-
Daoed Joesoef menyerahkan pembinaan dan pengelolaan Universitas berikut
seluruh aset kepada Yayasan
Selain itu tindakan Thoby menurut yayasan juga telah melanggar PP No. 17
tahun 2010 jo PP 66 tahun 2010, sebagai pengganti PP No. 60 tahun 1999 dalam
Pasal 58 G PP. No. 66 tahun 2010:
1. Organ dan pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh badan
hukum nir laba yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2. Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam Pasal 49
ayat (2): Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
evaluasi yang transparan, akses berkeadilan.
Pengelolaan aset dari sengketa Yayasan Trisakti melawan Universitas
Trisakti bukan satu-satunya masalah yang terjadi antara kedua pihak tersebut,
permasalahan antara kedua pihak ini juga menyangkut:
1. Hak atas merek dan logo Trisakti
2. Surat Kepmendikbud No. 0281/U/1979 tentang penyerahan pengelolaan
Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti
3. Penandatanganan ijazah yang dilakukan oleh Thoby Mutis selaku rektor
Universitas Trisakti padahal Thoby telah dipecat sebagai rektor oleh
Yayasan Trisakti
39
-
4. Kepengurusan Yayasan Trisakti yang didasarkan pada Akta No. 22
tertanggal 7 September tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Sutjipto, SH
5. Akta Pendirian Universitas Trisakti sebagai Badan Hukum Pendidikan,
yaitu Akta No.27 tanggal 29 Agustus 2002
C. PUTUSAN
Sengketa Pengelolaan dan aset Universitas Trisakti antara pihak Thoby
Mutis melawan Yayasan Trisakti sampai pada pengadilan.Kasus ini pertama
kali disidangkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dalam persidangan
tersebut kedudukan Universitas Trisakti yang diwakili oleh Prof. DR. Thoby
Mutis; Prof. DR. H.A. Prayitno, dr., Sp.KJ; Advendi Simangunsong, SH., MM.,
masing-masing selaku Ketua Senat Universitas Trisakti dan Ketua Forum
Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti adalah sebagai Penggugat dan
Yayasan Trisakti sebagai tergugat. Dalam sengketa terhadap pengelolaan dan
aset Universitas Trisakti tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Timur
mengeluarkan Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember
2008. Dalam Putusan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengalahkan
Yayasan Trisakti dan memberikan hak pengelolaan Universitas Trisakti serta
aset-aset Universitas Trisakti kepada Universitas Trisakti.
Pihak Yayasan Trisakti kemudian mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi ini pihak Yayasan Trisakti
berkedukan sebagai Pembanding dan pihak Universitas Trisakti berkedudukan
40
-
sebagai Terbanding.Pengadilan Tinggi akhirnya mengeluarkan Putusan No.
263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009.Putusan dari Pengadilan
Tinggi ini membatalkan Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16
Desember 2008.
Setelah ada putusan dari Pengadilan Tinggi, pihak Universitas Trisakti
kemudian mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.Pada tingkat kasasi ini,
Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No.822/K/Pdt/2010.Dalam putusan
tersebut Mahkamah Agung menolak Kasasi yang diajukan oleh Universitas
Trisakti yang diwakili oleh Thoby Mutis. Menurut Mahkamah Agung alasan-
alasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak
salah menerapkan hukum yang telah mempertimbangkan bahwa kedudukan
Penggugat tidak berkualitas sebagai ius standi in judicio, sebagaimana diatur
dalam Pasal 56 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No.
60 dan 61 Tahun 1999, Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No.
C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002, putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 410 K/Pdt/2004 tertanggal 25 April 2005.Kemudian, bahwa
berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, bahwa ternyata putusan Judex Facti
dalam perkara tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang,
maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu Universitas
Trisakti tersebut harus ditolak oleh Mahkamah Agung
Universitas Trisakti kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kepada
Mahkamah Agung.Pada tingkat Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
mengeluarkan putusan No.406/PK/Pdt/2011.Dalam putusan tersebut Mahkamah
41
-
Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti.
Penolakan terhadap Peninjauan Kembali itu adalah karena menurut Mahkamah
Agung alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kambali tersebut tidak dapat dibenarkan karena :
1. Bahwa Judex Juris tidak melakukan kekhilafan atau kekeliruan nyata
memutus perkara a quo.
2. Bahwa pertimbangan Judex Facti atau Pengadilan tinggi sudah tepat
dan benar
gustus 2002
versitas
Trisakti tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak.
3. Bahwa tentang status Badan Hukum Universitas Trisakti atau
Penggugat telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu
putusan No.411/Pdt.G/ 2002/PN.Jak.Bar jo 410 K/Pdt/2004 yang
menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian
Universitas Trisakti sebagai Badan Hukum Pendidikan, yaitu Akta
No.27 tanggal 29 A
4. Bahwa karenanya alasan-alasan tersebut tidak termasuk dalam salah
satu alasan permohonan peninjauan kembali sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 67 a sampai dengan f Undang-Undang No. 14
Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No.3
Tahun 2009.
5. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka
permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Uni
42
-
Tab Negeri dan Hel 1. Pertimbangan Hakim Pengadilan akim Pengadilan Tinggi
Putusan No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim Putusan No.263/Pdt/2009/PT.DKI
1. Bahwa Perubahan Akta No. 152, tertanggal 31 Januari1991 dan pengangkatan kepengurusan baru Tergugat (Yayasan Trisakti)
1. Bahwa dalam pengadilan tingkat pertama tidak mempertimbangkan Penggunaan PP No. 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi Dan PP No. 61
ntang Penetapan perguruan Tinggi Negeri sebagaimana terdapat dalam Akta
4
telah diputuskan sebagai
rakibat
pat Yayasan Trisakti No. 22 tangga
2005 berjumlah 34 orang; bukan seperti yang mereka nyatakan dihadapan notaris, “…Bahwa dalam Rapat
sebagai
nding uan dalam Peraturan
n
guruan tinggi yang
idak sah dan tidak berkekuatan hukum
sta
n 1999 maka
at oleh hukum belum diakui sebagai endukung hak dan kewajiban, sehingga bukanlah
badan hukum
No. 22, tertanggal 7 September 2005 adalah perbuatan melawan hukum,
2. Bahwa Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Trisakti
sebagaimana tertuang dalam Akte Notaris Sutjipto, SHNo. 152 tanggal 31 Januari 1991 menjadi Akte NotariSutjipto, SH No. 22 tanggal 7 September 2005, yang dilakukan dengan tujuan untuk penyesuaian dengan Pasal 71 ayat (3) Undang-undang No. 28 Tahun 200tentang Perubahan Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan — dilakukan ketika Akte No. 152 tanggal 31 Januari 1991 oleh Pengadilan Negeri JakarBarat dalam perkara perdata No.391/Pdt.G/2004/PNBar tertanggal 17 Mei 2005
s
ta .Jak.
Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999
3. Bahwa dari ketentuan kedua peraturan pemerintah
tersebut perguruan tinggi yang berbentuk badahukum adalah perguruan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau yang disebut perguruan tinggi negeri, sedangkan Universitas trisakti adalah
erguruan tinggi swasta atau per
akta yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum/batal demi hukum;
3. Bahwa Dewan Pengurus Yayasan yang telah berakhir
masa jabatannya pada tanggal 27 Januari 2005 telah tidak berwenang lagi (onbevoegd) untuk mengadakan rapat setelah tanggal 27 Januari 2005, sehingga termasuk tetapi tidak terbatas rapat yang diadakan pada tanggal 7-9-2005 yang berita acara rapat tersebut tercantum di dalam Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti tanggal 7-9-2005 Nomor 22 tersebut, adalah tidak sah yang bekeputusan yang diambil oleh rapat tersebut menjadi batal
4. Bahwa Rapat Dewan Pengurus Yayasan Trisakti
dihadapan Notaris Sutjipto, SH, yang dituangkan dalaBerita Acara Ra
m l 7-9-
akta pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum Pendidikan
5. Bahwa karena penggugat adalah universitas swa
dan bukanlah badan hukum maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 danPeratu n Pemerintah No. 61 Tahu2005 telah memberikan keterangan “palsu”, dengan
alasan-alasan: 4.1. Dewan Pengurus Yayasan Trisakti Periode 2000-
TeBadan Hukum untuk menentukan status Penggugat(Universitas Trisakti) sebagai Badan Hukum
2. Bahwa gugatan Penggugat (Universitas Trisakti) diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tanggal 16 Juni 2008, pada waktu itu Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan belum ada, oleh karena itu Majelis Hakim Tingkat Baakan m mpertimbangkan ketente
pdiselenggarakan oleh masyarakat sehingga tidak dapat berbentuk badan hukum
4. Bahwa disimpulkan Penggugat bukanlah badan hukum hal tersebut sesuai dengan putusan dalam perkara Nomor: 410 K/Pdt/2004 Jo No.411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar antara Thoby Mutis dan kawan-kawan lawan Yayasan Trisakti cs yangmeny akan tat
ratergugat adalah Pembina, penyelenggara dan pengelola universitas trisakti.
6. ahwa PenggugB
p
43
-
Lanj
u
ersitas
nteri Perguruan Tinggi
rimakan
dan029/U/1979
uat
pan Notaris Sutjipto, SH adalah Akta
t
ta maka
ajukan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri,
. ahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka eksepsi tergugat haruslah ditolak
eh karena Penggugat bukanlah subjek hukum sehingga tidak dapat menggugat dan digugat
utan Tabel 1
ini telah dihadiri/diwakili oleh 10 dari 11 anggota Dewan Pengurus;
4.2. Universitas Trisakti tidak didirikan oleh Yayasan
Trisakti pada tanggal 29 Nopember 1965 berdasarkanoleh Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan IlmPengetahuan No.013/dar Tahun 1965;24 UnivTrisakti diadakan/didirikan atas perintah Presiden Republik Indonesia Pertama Dr. Ir. Soekarno beradasarkan Keputusan Medan Ilmu Pengetahuan No. 014/dar- tahun 1965 tanggal 19 Nopember 1965
4.3. Universitas Trisakti tidak pernah diserahte
kepada Yayasan Trisakti berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/U/1979 tertanggal 31 Desember 1979 karena Keputusan Menteri Pendidikantanggal 31Desember 1979adalah Keputusan tentang Pendirian Universitas Jember
5. Bahwa Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang term
dalamAkta Notaris No. 22, tertanggal 7 September 2005 tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti, yang
ibuat oleh/dihadadyang tidak sah dan batal demi hukum atau setidaknya dinyatakan batal
6. Bahwa Akta Anggaran Dasar Yayasan Trisakti tersebutelah di putuskan sebagai akta yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum/batal demi hukum serkepengurusan Yayasan Trisakti adalah tidak sah asset-asset yang dikuasai oleh Tergugat (Yayasan Trisakti) harus dikembalikan kepada Penggugat
7. Bahwa materi eksepsi tergugat bukan materi eksepsi
yang sebenarnya, akan tetapi telah menyangkut pokok perkara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut dan bukan mengenai ketidakwenangan Hakimsehingga berdasarkan ketentuan Pasal 136 HIR serta sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I No. 361 K/Sip/1973 tertanggal 30 Desember 1975,maka tidak
oleh dibmelainkan diperiksa dan diputus bersama-sama pokok perkara B
7. Bahwa ol
8
44
-
Tabel 2. asi dan Hakim Pe Pertimbangan Hakim Kas ninjauan Kembali
Putusan Mahkamah Agung No.822/K/Pdt/2010
Putusan Mahkamah Agung No.406/PK/Pdt/2011
1. Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan,karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum yang telah mempertimbangkan bahwa keduduka
gat tidak berkun
te a
Penggu alitas sebagai ius standi in judicio, sebagaimana diatur dalam
Pasal 56 Undang-:
s p
1.1. Undang No. 20 Tahun 2003,
1.2. Peraturan Pemerintah No. 60 dan 61 Tahun 1999,
1.3. Surat Dirjen Administrasi HuUmum No. C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002,
kum ukum Akta Pendirian Universitas Trisak
sebagai Badan Hukum Pendidikan, yaitu Akta No.27 tanggal 29 Agustus 2002
Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, 1.4. putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 410 K/Pdt/2004 tertanggal 25 April 2005
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas,
ternyata putusan Judex Facti dalam perkara
ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan tersebut harus ditolak
tan ti
maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak
1. Bahwa alasan-alasan permohonan peninjauankembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
rsebut tid k dapat dibenarkan: 1.1. Bahwa Judex Juris tidak melakukan
kekhilafan atau kekeliruan nyata memutuerkara
1.2. Bahwa pertimbangan Judex Facti / Pengadilan tinggi sudah tepat dan benar
1.3. Bahwa tidak sah dan tidak berkekuah
2.
Tabel 3. Amar putusan
G/2008/ t/2009/PT.
/K/Pdt/2010
11
Putusan No.169/Pdt/
PN.Jkt.Tim
Putusan No.263/Pd
DKI
Putusan MahkamahAgung
No.822
Putusan MahkamahAgung
No.406/PK/Pdt/201. Menolak eksepsi
tergugat
2. Mengabulkangugatan Penggugat untuk sebagian
3. Menyatakan
ut
perbuatan Tergugat
ayasan Trisakti a
an
ing
3. enerima eksepsi tergugat (Yayasan Trisakti)
Menolak permohonan kasasi dari Universitas Trisakti
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Universitas Trisakti
merupakan perbuatan melawa Hukum
4. Menyatakan Rapat Dewan Pengurus
ns
Yyangdiselenggarakn pada tanggal 7
1. MembatalkP usan No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim
2. Menerima permohonan banding dari Pembandemula Tergugat
Konvensi/Penggugat Rekonvensi
M
45
-
Lanjutan Tabel 3.
0
m o.
alah akta yang
embina dan
Trisakti
Menolak gugatan Penggugat selebihnya
p Universitas Trisakti kepada Tergugat (Yayasan Trisakti)
September 20tidak sah
5. Menyatakan
Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang termuat dalaAkta Notaris N22 tertanggal 7 September 2005 tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti, yang dibuat oleh/dihadapan Notaris Sutjipto, SH.,
5 4
adtidak sah dan batal demi hukum
6. Menyatakan Penggugat adalah PPengelola dari Universitas
7.
. Menyerahkan pengelolaan terhada
D. ANALISIS TERHADAP STATUS BADAN HUKUM TRISAKTI DALAM
822/K/PDT/2010
1. Putusan
bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam
PUTUSAN NO.
Hukum ada untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok
manusia, agar dapat menciptakan ketertiban dalam masyarakat.Hukum
46
-
ma
rorangan didalam masyarakat, membagi wewenang
dan
aitu:
r
entu dari
syarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan
masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Sengketa Universitas Trisakti melawan Yayasan Trisakti mengenai
pengelolaan aset Universitas Trisakti adalah suatu masalah dimana ada
terjadi bentrokan kepentingan antara dua pihak yang merasa
mempunyai hak untuk mengelola aset Universitas Trisakti. Hukum
muncul disini sebagaimana tugas hukum yaitu membagi hak dan
kewajiban antar pe
mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara
kepastian hukum.
Putusan pengadilan Sengketa Universitas Trisakti melawan
Yayasan Trisakti y
1. Putusan No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desembe
2008
2. Putusan No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009
3. Putusan M.A No.822/K/Pdt/2010 tanggal 28 September 2010
4. Putusan M.A No.406/PK/Pdt/2011 tanggal 10 November 2011
Putusan hakim seperti yang telah ditulis sebelumya, dengan melihat
pendapat para ahli maka Penulis menyimpulkan bahwa putusan hakim
itu mempunyai tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara
atau sengketa, yang melibatkan para pihak yang bersengketa. Putusan
yang dikeluarkan hakim untuk menyelesaikan sengketa tersebut harus
memuat alasan dan dasar putusan, serta memuat Pasal tert
47
-
per
rsal pertimbangan hakim didasarkan pada:
kara
engandung tiga unsur yaitu unsur
kepastian hukum
ersitas Trisakti bukanlah badan hukum tetapi pelaksana
keg
ateri tersebut
aturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
tak tertulis yang dijadikan dasar oleh hakim untuk mengadili.
Pertimbangan hakim menjadi dasar bagi hakim untuk mengambil
keputusan. Secara unive
1. Bukti suatu dasar fakta hukum yang dapat disebut sebagai aspek
materil perkara
2. Peraturan suatu dasar yuridis yang dapat disebut sebagai aspek
formal per
3. Prinsip-prinsip terdiri dari asas-asas hukum dan kebiasaan
dalam peradilan
Putusan hakim juga seharusnya m
, unsur kemanfaatan, unsur keadilan.
a. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri memeriksa perkara secara menyeluruh, pada
putusan perngadilan ini pengadilan negeri menolak eksepsi dari
Yayasan Trisakti. Dimana dalam eksepsi Yayasan Trisakti menyatakan
bahwa Univ
iatan dari Yayasan Trisakti yang bertujuan dalam bidang
pendidikan.
Putusan pengadilan negeri yang kemudian menolak eksepsi
berdasarkan pertimbangan bahwa materi eksepsi bukan materi eksepsi
yang sebenarnya dan bukan mengenai ketidakwenangan hakim menurut
Penulis adalah suatu tindakan yang salah karena dalam m
48
-
me
embelanya, berwenang
gugat38.
angan untuk menjadi pendukung hak
ndirian Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti
tela
ang yang bersangkutan dan diserahkan kepada
bad
nguraikan tentang kedudukan subyek hukum dan subyek hukum
adalah salah satu syarat dalam tata cara proses peradilan.
Pada asasnya setiap pihak yang merasa mempunyai hak dan ingin
menuntutnya atau ingin mempertahankan atau m
untuk bertindak selaku pihak baik selaku penggugat maupun ter
Namun ada syarat yang harus dipenuhi yakni :
1. Mempunyai kewen
2. Mempunyai kemampuan untuk bertindak atau melakukan
perbuatan hukum
Mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan
mempunyai kemampuan untuk bertindak melakukan perbuatan hukum
adalah subyek hukum. Seperti yang telah diuraikan dalam putusan
bahwa akta pe
h ditolak. Ini menunjukan bahwa Universitas Trisakti bukanlah
badan hukum.
Teori kekayaan bertujuan menyatakan adapun hak-hak yang
diberikan kepada subyek hukum pada hakikatnya adalah hak-hak
dengan tiada subyek hukum namun merupakan kekayaan yang terikat
oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan itu.
Kekayaan tersebut berasal dari kekayaan seseorang yang dipisahkan
atau disendirikan dari or
an tersebut misalnya: Yayasan, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dan lain-lain.
38Soeroso, Tata Caradan Proses Persidangan,Sinar Grafika, Jakarta,2004 hal.11
49
-
Teori organ menyatakan bahwa badan hukum seperti manusia,
menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, badan
hukum tersebut menjadi suatu badan yang membentuk kehendaknya
mel
pendaftaran Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti
ma
kum adalah Yayasan Trisakti sedangkan Universitas Trisakti
buk
t dalam
pen
alui perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya
anggota atau pengurus.
Teori Kekayaan Bertujuan dan Teori Organ inilah yang mendasari
keberadaan Yayasan sebagai subyek hukum.
Teori kenyataan yuridis mengatakan badan hukum dipersamakan
dengan manusia adalah suatu realitas yuridis, yaitu suatu fakta yang
diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan hukum itu karena ditentukan
oleh hukum sedemikian itu. Melihat teori kenyataan yuridis dengan
penolakan
ka hukum menyatakan bahwa Universits Trisakti bukanlah badan
hukum.
Teori badan hukum diatas menunjukan bahwa yang merupakan
badan hu
anlah badan hukum, melainkan pelaksana kegiatan dari Yayasan
Trisakti
Status Universitas Trisakti bukanlah badan hukum menjadikan
Universitas Trisakti tidak dapat menggugat dan diguga
gadilan. Karena itu tindakan hakim yang menolak eksepsi dari
pihak tergugat (Yayasan Trisakti) menurut Penulis tidak tepat.
50
-
Selain sebagai syarat untuk beracara di pengadilan status badan
hukum juga berpengaruh pada pengelolaan Universitas Trisakti, karena
dalam pengelolaan pendidikan tinggi, bila dilihat dari Undang Undang
No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pengelolaan terhadap
pen
ti sebagai Perguruan Tinggi Swasta pengelolaan
terh
versitas Trisakti sebagai perguruan tinggi swasta dapat dilihat
pada saat ditolaknya pendaftaran Universitas Trisakti sebagai perguruan
tinggi negeri oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
didikan tinggi terbagi dua yaitu pada Perguruan Tinggi Swasta yang
harus melalui badan penyelenggara dan Perguruan Tinggi Negeri yang
dapat dikelola langsung oleh perguruan tinggi tersebut.
Putusan hakim yang menyatakan bahwa pengelolaan terhadap
Universitas Trisakti diserahkan kepada pihak Universitas Trisakti
(Thoby Mutis) menurut Penulis merupakan tindakan yang salah karena
bila melihat pada Pasal 67 Undang Undang Pendidikan Tinggi yang
menyatakan bahwa pengelolaan otonomi pada perguruan tinggi swasta
diselenggarakan oleh badan penyelenggara, maka dengan status
Universitas Trisak
adap Universitas Trisakti tidak dapat dikelola langsung oleh
Universitas melainkan harus melalui badan penyelenggara yaitu
Yayasan Trisakti.
Uni
1967.
51
-
b. Banding
Peradilan tingkat banding dilakukan oleh peradilan tinggi yang
merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan pengadilan
ne
. Pihak
Yay
pen
badan hukum sehingga Universitas
geri. Pengadilan tinggi dalam tingkat banding ini memeriksa kembali
perkara perdata secara menyeluruh, baik fakta maupun penerapan
hukumnya
Putusan hakim No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September
2009, merupakan hasil banding yang diajukan oleh pihak Yayasan
Trisakti kepada Pengadilan Tinggi terhadap Putusan
No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember 2008
asan Trisakti merasa tidak puas dengan putusan hakim yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memenangkan
pihak Universitas Trisakti dan kemudian mengajukan banding.
Permintaan Banding tersebut kemudian dimenangkan oleh pihak
Yayasan Trisakti. Sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan Tinggi
tersebut Universitas Trisakti kemudian mengajukan kasasi dan
injauan kembali kepada M.A namun MA merasa bahwa putusan
Pengadilan Tinggi sudah tepat sehingga kasasi dan peninjauan kembali
yang diajukan oleh Universitas Trisakti ditolak oleh Mahkamah Agung.
Pertimbangan hakim pengadilan tinggi menyatakan bahwa pihak
Universitas Trisakti bukanlah
Trisakti tidak dapat berperkara dipengadilan. Pertimbangan dari hakim
52
-
Pengadilan Tinggi dalam Putusan No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal
30 September 2009, antara lain:
1. Bahwa dalam pengadilan tingkat pertama tidak
mempertimbangkan Penggunaan PP No. 60 Tahun 1999
tu itu Undang-Undang tentang Badan Hukum
garakan oleh pemerintah atau yang
Tentang Pendidikan Tinggi Dan PP No. 61 Tentang Penetapan
perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum untuk
menentukan status Penggugat (Universitas Trisakti) sebagai
Badan Hukum.
2. Bahwa gugatan Penggugat (Universitas Trisakti) diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tanggal 16 Juni
2008, pada wak
Pendidikan belum ada, oleh karena itu Majelis Hakim Tingkat
Banding akan mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.
61 Tahun 1999.
3. Bahwa dari ketentuan kedua peraturan pemerintah tersebut
perguruan tinggi yang berbentuk badan hukum adalah
perguruan yang diseleng
disebut perguruan tinggi negeri, sedangkan Universitas trisakti
adalah perguruan tinggi swasta atau perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat sehingga tidak dapat
berbentuk badan hukum.
53
-
4. Bahwa disimpulkan Penggugat bukanlah badan hukum hal
tersebut sesuai dengan putusan dalam perkara Nomor: 410
K/Pdt/2004 Jo No.411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar antara Thoby
Mutis dan kawan-kawan lawan Yayasan Trisakti cs yang
menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum akta
pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum Pendidikan.
5. Bahwa karena penggugat adalah universitas swasta dan
emudian mengadili
sendiri yang m
bukanlah badan hukum maka berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.
61 Tahun 1999 maka tergugat adalah Pembina, penyelenggara
dan pengelola universitas trisakti.
6. Bahwa Penggugat oleh hukum belum diakui sebagai pendukung
hak dan kewajiban, sehingga bukanlah badan hukum.
7. Bahwa oleh karena Penggugat bukanlah subjek hukum sehingga
tidak dapat menggugat dan digugat
Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi di atas, maka
Pengadilan Tinggi dalam putusan bandingnya kemudian membatalkan
putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan k
enyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah badan
hukum sehingga pengelolaan aset Universitas Trisakti yang sebelumnya
telah dimenangkan oleh Universitas Trisakti melalui Pengadilan Negeri
Jakarta Timur diserahkan kepada Yayasan Trisakti.
54
-
Inti dari pertimbangan hakim seperti yang telah Penulis paparkan di
atas, bila dikaitkan dengan pengelolaan aset Universitas Trisakti yang
menjadi sengketa m
amah Agung,
sem
kim dalam putusan itu berdasarkan subyek hukum.
Pengertian subyek hukum
at dilihat bahwa badan hukum
itu ada karena ditentukan oleh hukum sedemikian rupa, bila dikaitkan
enurut Penulis adalah masalah status badan hukum
Universitas Trisakti. Karena bila Universitas Trisakti diakui sebagai
subyek hukum maka Universitas Trisakti dapat berperkara dipengadilan
dan dengan adanya status badan hukum maka Universitas Trisakti dapat
mengelola sendiri aset yang dimiliki oleh Universitas Trisakti.
Putusan hakim tingkat banding di Pengadilan Tinggi, tingkat kasasi
Mahkamah Agung, dan tingkat Peninjauan Kembali Mahk
uanya menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah subyek
hukum. Putusan hakim yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti
bukanlah subyek hukum muncul karena pertimbangan hakim yang
menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukan badan hukum sehingga
Universitas Trisakti tidak dapat berperkara di pengadilan.
Pertimbangan ha
itu sendiri adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Subyek hukum antara lain
adalah manusia dan badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau
kelompok manusia yang mempunyai tujuan yang dapat menyandang
hak dan kewajiban.
Menurut teori badan hukun yaitu dap
55
-
den
as Trisakti tidak dapat menjadi badan hukum dan tidak bias
angku hak dan kewajiban.
cio dengan
tanggal 28 Oktober 2002, yang isinya tentang penolakan anggaran
dasar pendirian Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti
2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 410 K/Pdt/2004
April 2005 pada amar no.4, yang Menyatakan tidak
sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas
Trisakti Badan Hukum Pendidikan No.27, tanggal 29 Agustus
2002 yang dibuat di hadapan Edy Priyono, SH., Notaris di
Pada 4 poin di atas dapat dilihat bahwa Universitas Trisakti belum
menjadi badan hukum karena:
1. Penolakan terhadap anggaran dasar pendirian BHP Universitas
sah dan tidak
berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti Badan
gan kasus sengketa trisakti ini maka bila oleh putusan pengadilan
dinyatakan bahwa Universitas Trisakti bukan badan hukum, maka
Universit
menjadi pem
Pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa
kedudukan Universitas Trisakti sebagai ius standi in judi
melihat:
1. Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No. C.H.T.01.10-18,
tertanggal 25
Jakarta
3. Pasal 56 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
4. Peraturan Pemerintah No. 60 dan 61 Tahun 1999
Trisakti
2. Adanya yurisprudensi yang menyatakan tidak
56
-
Hukum Pendidikan No.27, tanggal 29 Agustus 2002 yang
dibuat di hadapan Edy Priyono, SH., Notaris di Jakarta
3. Undang-undang dan peraturan yang menyebutkan bahwa
Universitas Swasta tidak dapat berbadan hukum
hakim Pengadilan Tinggi tersebut membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Tim
benar karena pertim
pertimbangan hakim
1.
a tentang penolakan anggaran dasar
kan Universitas Trisakti.Dengan
a berada
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah No. 61 Tahun 1999.
Putusan
ur.Keputusan tersebut menurut Penulis telah
bangan hakim tersebut telah memenuhi asas universal
yaitu:
Bukti
Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No.C.H.T.01.10-18, tanggal
28 Oktober 2002, yang isiny
pendirian Badan Hukum Pendidi
adanya bukti bahwa Universitas Trisakti bukan Badan Hukum
Pendidikan maka Universitas Trisakti dalam pengelolaanny
di bawah Yayasan Trisakti.
2. Dasar hukum pertimbangan hakim
a. Yurisprudensi berupa putusan dalam perkara Nomor: 410
K/Pdt/2004 Jo Nomor 411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar
b.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa pertimbangan hakim
yang menyatakan belum berbadan hukum telah benar. Hal itu berakibat
bahwa pihak Universitas Trisakti tidak dapat berperkara dipengadilan
57
-
Tindakan pengadil