tinjauan yuridis terhadap perjanjian bangun bagi …
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI
(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH
DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN
SELAYANG)
TESIS
OLEH
RACHEL SHEILA SITORUS
127011010/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
2
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI
(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH
DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN
SELAYANG)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RACHEL SHEILA SITORUS
127011010/Mkn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
3
Universitas Sumatera Utara
4
Telah diuji pada
Tanggal : 04 Mei 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1.Dr. Syahril Sofyan, SH,MKN
2.Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
3.Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum
4.Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum
Universitas Sumatera Utara
5
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RACHEL SHEILA SITORUS
Nim : 127011010
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN
BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN
RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN
DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan
sayasendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister
Kenotariatan FH-USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan
saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang Membuat Pernyataan
RACHEL SHEILA SITORUS
Nim:127011010
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Perjanjian Bangun Bagi yaitu hubungan hukum antara seseorang yang
berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan
mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah
dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu.
Perjanjian bangun bagi pada saat sekaran ini sangat banyak diminati dalam kehidupan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang perumahan. Pada saat
proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi muncul problematika diantara para pihak
sehingga dibutuhkan upaya perlindungan hukum yang bersifat mencegah dan
menyelesaikan problematika tersebut. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di
dalam penelitian ini adalah mengenai hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer
dalam akta perjanjian, problematika yang muncul pada saat proses pelaksanaan
perjanjian bangun bagi, upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif dengan
menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian Bangun Bagi pembangunan
rumah toko di kecamatan Medan Selayang yang dilakukan Nyonya X dan Tuan Y
merupakan perjanjian konsensuil dan bersifat timbal balik, dalam pelaksanaannya
tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan tuntutan ganti kerugian
dan pembatalan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam Akta
Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat dihadapan Notaris tersebut kurang bersifat netral
dan kurang mengandung unsur perlindungan hukum bagi pihak yang melakukan
perjanjian sehingga dapat menimbulkan problematika dikemudian hari. Problematika
dalam perjanjian bangun bagi timbul pada pemilik tanah, pembeli dan developer.
Adapun problematika yang muncul tersebut tersebut dikarenakan ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan isi perjanjian, yaitu terdiri dari : penyerahan (levering),
lokasi dan sejarah tanah, pengurusan sertifikat, Kapling Siap Bangun, Izin
Mendirikan Bangunan, dan Kredit Macet. Problematika yang muncul antara Nyonya
X dan Tuan Y adalah keterlambatan penyelesaian pembangunan, ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan perjanjian, penerbitan sertifikat yang terlalu lama, dan
Tuan Y telah menjual kepada pihak ketiga sebelum menyelesaikan bangunan milik
pihak pertama.
Kata Kunci : Perjanjian Bangun Bagi, Problematika, Upaya Perlindungan
Hukum.
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Construction sharing agreement is a legal agreement between a person who
was land rights and another party(second party) who is given the right to work on the
land, on condition that the profits are divided into two: for the land owner and the
developer. This kind of agreement is interested by many people in fulfilling their
needs in housing. In the process of its implementation, there will be many problems in
stakeholders so that legal protection is needed in order to forestall and handle the
problems. The problems of the research were as follows: how about the right and
obligation of land owner and developer in the contract, how about the problems
which arouse in the process of its implementation, and how about the settlement for
any problems in the construction sharing agreement.
The research used judicial normative method which was referred to legal
norms found in the prevailing legal provisions as the normative basis, using primary,
secondary, and tertiary legal materials.
The result of the research showed that construction sharing agreement of a
shop-house construction in Medan Selayang Subdistrict between Mrs.X and Mr.Y was
a consensus and reciprocal agreement. It was found that in its implementation it
caused the complaint about indemnity and the cancellation of the contract. The right
and obligation in the contract which had been mad before a Notary was not neutral
and lacked of the element of legal protection for the parties concerned so that it
would cause a problem later on. The problem could occur in the land owner, the
buyer, and the developer. The problems which arouse because there was the
discrepancy between the constructed building and the contract which included
levering, location and land history, certification, ready, construction couplings,
building permit, and nonperforming loan. The problem which aroused between Mrs.X
and Mr.Y was about the lateness of constructing the building, the discrepancy of the
constructed building and the contract, prolonged issuance of certificate, and Mr.Y
had sold it to the third party before finishing the first party’s building.
Keywords: Construction Sharing Agreement, Problem, Legal Protection.
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera
Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah penulis menyusun dan memilih judul:
“Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada
Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan Medan
Selayang)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam
penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari
semua pihak, agar dapat menjadi pedoman dimasa yang akan datang.
Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan
pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya
secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku
ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKN serta Ibu Dr.
T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum, masing-masing selaku anggota komisi
pembimbing yang banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama
dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, dan
Bapak Syafnil Gani, SH, M. Hum selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan
Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara Medan.
Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada
ayahanda M. Sitorus dengan Ibunda saya yang tercinta Gloria Simanjuntak, yang
telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan dan mendukung dengan
penuh kasih sayang kepada penulis selama ini. Tak lupa penulis ucapkan kepada
abang, kakak dan adik, Ralph Lukas Sudarto Sitorus, Erty Witalaya
Lumbantoruan, dan Riris Sophia Sitorus serta keponakan penulis Ranery Lamria
Benedicti Sitorus yang banyak memberikan dorongan kepada penulisan untuk
menyelesaikan tesis ini;
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada kekasih penulis Paulus
Herdianto Manurung yang telah memberikan semangat dan dukungan dukungan,
Universitas Sumatera Utara
v
serta rekan-rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan teman-
teman satu angkatan lainnya yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang terus memberikan motivasi, semangat, kerjasama dan diskusi, memberikan
pemikiran kritik dan saran sejak berada di Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah. Akhirnya
semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya
yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.
Medan, Mei 2015
RACHEL SHEILA SITORUS
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rachel Sheila Sitorus
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 29 Mei 1991
Alamat : Jl. Kertas No. 20 A, Ayahanda, Medan
Umur : 23 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
II.KELUARGA
Nama Bapak : Midian Sitorus
Nama Ibu : Gloria Simanjuntak
Nama Saudara/i : 1. dr.Ralph Lukas Sudarto Sitorus
2. Riris Sophia Sitorus
III. PENDIDIKAN
Taman Kanak-Kanak : Taman Kanak-Kanak Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 1995-1996
Sekolah Dasar : Sekolah Dasar Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 1996-2002
Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1
Tahun 2002-2005
Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Atas Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 2005-2008
Perguruan Tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Tahun 2008-2012
Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara Magister Kenotariatan
Tahun 2012-2014
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………….. i
ABSTRACT …………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. vi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN…………………………………… vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 3
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ..................................................... 3
1. Kerangka Teori ........................................................................ 3
2. Konsepsi .................................................................................. 5
G. Metode Penelitian ........................................................................ 6
1. Sifat dan Jenis Penelitian ......................................................... 6
2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 6
3. Sumber Data ............................................................................ 6
4. Analisis Data ........................................................................... 6
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIANBANGUN BAGI ANTARA NYONYA X DAN TUAN
Y DALAM AKTA PERJANJIAN NOMOR 4 TANGGAL 21
APRIL TAHUN 2009 OLEH NOTARIS Z
A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sahnya Perjanjian Bangun
Bagi ............................................................................................ 8
B. Prestasi dan Wanprestasi serta akibat hukumnya ....................... 13
Universitas Sumatera Utara
viii
C. Tugas dan Kewenangan Jabatan Notaris dalam pembuatan
akta perjanjian ........................................................................... 14
D. Hak dan Kewajiban para pihak dalam Perjanjian Bangun Bagi
antara Nyonya X dan Tuan Y dalam Akta Perjanjian Bangun
Bagi No. 4 tanggal 21 April 2009 oleh Notaris Y ...................... 14
BAB III PROBLEMATIKA YANG DAPAT TIMBUL DALAM
PELAKSANAAN PERJANJIAN BANGUN BAGI
A. Problematika yang timbul pada pihak pemilik tanah ................. 17
1. Kuasa Menjual…………………………………………….. 17
2. Levering (Penyerahan) .......................................................... 17
3. Lokasi dan Sejarah Tanah ..................................................... 20
B. Problematika yang timbul pada pihak pembeli rumah ............... 20
1. Kapling Siap Bangun ........................................................... 20
2. Membeli Rumah tanpa Izin Mendirikan Bangunan ............ 21
3. Sertifikat ............................................................................... 21
C. Problematika yang timbul pada pihak Developer ...................... 21
1. Kredit ................................................................................... 21
BAB IV UPAYA PENYELESAIAN DALAM MENGATASI MASALAH
YANG MUNCUL DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI
ANTARA NYONYA X DAN TUAN Y
A. Duduk perkara antara pihak pertama dan pihak kedua dalam
Putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn ....................................... 22
B. Pertimbangan Hukum oleh Hakim atas Putusan No.
51X/Pdt.G/2013/PN Mdn ............................................................ 23
C. Analisis penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y ..... 23
Universitas Sumatera Utara
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 25
B. Saran ......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR ISTILAH
Aan order :piutang atas pengganti
Aan toonder :piutang atas bawah
Akta van transport :surat-surat penyerahan
Buyer :pembeli
Branch of contract :perbuatan cidera/ingkar janji
Cassie :penyerahan surat piutang atas nama dilakukan
dengan cara membuat akta di bawah tangan
Cedent :penggantian kedudukan berpiutang dari
dari kreditur lama kepada kreditur baru
Cessionaries :kreditur baru dalam cessie
Cessus :kreditur dalam cessie
Condition :ketentuan
Consumen transaction :transaksi konsumen
Cost :ongkos atau biaya yang dikeluarkan
Credere :kredit
Damages :kelalaian
Deelbouwer :pemaruh
Deelbouw overeenkomst :perjanjian bagi hasil
Endosemen :pengalihan hak kepada orang lain atas surat
berharga yang dapat dialihkan dengan cara
membubuhkan nama dan tanda tangan
pengesahan di halaman belakang surat berharga
tersebut
Feitelijke levering :perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan
belaka
Force majeur :keadaan memaksa
Frame of thinking :kerangka pikir
Haftung :kewajiban yang lain
Interest :bunga atau keuntungan yang diharapkan
Inkracht van gewijsde :berkekuatan hukum tetap
Juridische levering :perbuatan hukum yang bertujuan memidahkan
hak milik kepada orang lain
Komersial :diperdagangkan
Kompensasi :hapusnya perikatan dikarenakan
perjumpaan utang
Konsensualisme :kekuatan yang mengikat dari suatu kontrak
yang lahir ketika telah adanya kata sepakat
Universitas Sumatera Utara
xi
Koper :pembeli
Legal rights :hak
Levering :penyerahan
Liability based on fault :prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
Library research :penelitian kepustakaan
Limitation of liability :prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Op naam :piutang atas nama
Operational definition :konsep diterjemahkan sebagai usaha membawa
sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang
konkrit
Pacta sun servanda :asas mengikat sebagai undang-undang
Performance :prestasi
Plot of land :sebidang tanah;persil;kapling;dengan ukuran
dengan ukuran tertentu yang telah dikonversi
oleh kantor Agraria
Presumption of liability :prinsip praduga untuk selalu bertanggung
jawab
Presumption of nonliability :prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung
jawab
Rechtgerechtigheid :keadilan
Rechthandeling :tindakan hukum
Rechtsutiliteit :kemanfaatan
Rechtszekerheid :kepastian hukum
Register eigendom :daftar hak milik
Sculd :kewajiban
Shelter :perumahan;hunian
Strict liability :prinsip tanggung jawab mutlak
Term :syarat
Variable :perubahan
Verbintenis :perikatan
Wanprestasie :ingkar janji
Yuridis normatif :penelitian hukum normatif
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR SINGKATAN
BPHTB :Bea Perolehan Hak Atas Tanah
BW :Burgerlijke Wetboek
DIR :dirjen(direktur jendral)
HGB :Hak Guna Bangunan
IMB :Izin Mendirikan Bangunan
KBBI :Kamus Besar Bahasa Indonesia
KEP :Keputusan
KPR :Kredit Perumahan Rakyat
KSB :Kapling Siap Bangun
KUHPerdata :Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
LISIBA :Lingkungan Siap Bangun
M.C.K :Mandi Cuci Kakus
Pdt :Perdata
Perda :Peraturan daerah
Perpres :Peraturan presiden
PN :Pengadilan Negeri
PP :Peraturan Pemerintah
Pph :Pajak penghasilan
SIMB :Surat Izin Mendirikan Bangunan
UU :Undang-Undang
UUD 1945 :Undang-Undang Dasar 1945
UUBG :Undang-Undang Bangunan Gedung
UUPA :Undang-Undang Pokok Agraria
UUPK :Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Perjanjian Bangun Bagi yaitu hubungan hukum antara seseorang yang
berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan
mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah
dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu.
Perjanjian bangun bagi pada saat sekaran ini sangat banyak diminati dalam kehidupan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang perumahan. Pada saat
proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi muncul problematika diantara para pihak
sehingga dibutuhkan upaya perlindungan hukum yang bersifat mencegah dan
menyelesaikan problematika tersebut. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di
dalam penelitian ini adalah mengenai hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer
dalam akta perjanjian, problematika yang muncul pada saat proses pelaksanaan
perjanjian bangun bagi, upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif dengan
menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian Bangun Bagi pembangunan
rumah toko di kecamatan Medan Selayang yang dilakukan Nyonya X dan Tuan Y
merupakan perjanjian konsensuil dan bersifat timbal balik, dalam pelaksanaannya
tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan tuntutan ganti kerugian
dan pembatalan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam Akta
Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat dihadapan Notaris tersebut kurang bersifat netral
dan kurang mengandung unsur perlindungan hukum bagi pihak yang melakukan
perjanjian sehingga dapat menimbulkan problematika dikemudian hari. Problematika
dalam perjanjian bangun bagi timbul pada pemilik tanah, pembeli dan developer.
Adapun problematika yang muncul tersebut tersebut dikarenakan ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan isi perjanjian, yaitu terdiri dari : penyerahan (levering),
lokasi dan sejarah tanah, pengurusan sertifikat, Kapling Siap Bangun, Izin
Mendirikan Bangunan, dan Kredit Macet. Problematika yang muncul antara Nyonya
X dan Tuan Y adalah keterlambatan penyelesaian pembangunan, ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan perjanjian, penerbitan sertifikat yang terlalu lama, dan
Tuan Y telah menjual kepada pihak ketiga sebelum menyelesaikan bangunan milik
pihak pertama.
Kata Kunci : Perjanjian Bangun Bagi, Problematika, Upaya Perlindungan
Hukum.
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Construction sharing agreement is a legal agreement between a person who
was land rights and another party(second party) who is given the right to work on the
land, on condition that the profits are divided into two: for the land owner and the
developer. This kind of agreement is interested by many people in fulfilling their
needs in housing. In the process of its implementation, there will be many problems in
stakeholders so that legal protection is needed in order to forestall and handle the
problems. The problems of the research were as follows: how about the right and
obligation of land owner and developer in the contract, how about the problems
which arouse in the process of its implementation, and how about the settlement for
any problems in the construction sharing agreement.
The research used judicial normative method which was referred to legal
norms found in the prevailing legal provisions as the normative basis, using primary,
secondary, and tertiary legal materials.
The result of the research showed that construction sharing agreement of a
shop-house construction in Medan Selayang Subdistrict between Mrs.X and Mr.Y was
a consensus and reciprocal agreement. It was found that in its implementation it
caused the complaint about indemnity and the cancellation of the contract. The right
and obligation in the contract which had been mad before a Notary was not neutral
and lacked of the element of legal protection for the parties concerned so that it
would cause a problem later on. The problem could occur in the land owner, the
buyer, and the developer. The problems which arouse because there was the
discrepancy between the constructed building and the contract which included
levering, location and land history, certification, ready, construction couplings,
building permit, and nonperforming loan. The problem which aroused between Mrs.X
and Mr.Y was about the lateness of constructing the building, the discrepancy of the
constructed building and the contract, prolonged issuance of certificate, and Mr.Y
had sold it to the third party before finishing the first party’s building.
Keywords: Construction Sharing Agreement, Problem, Legal Protection.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fasilitas hunian atau shelter merupakan kebutuhan yang sangat mendasar
bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi penduduk di seluruh Negara,
baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Perumahan merupakan indikator dari
kemampuan suatu Negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok
penduduknya.1 Perjanjian bagi hasil pada saat ini banyak sekali ditemui dalam
kehidupan masyarakat, dimana perjanjian bagi hasil dimanfaatkan untuk berbisnis
dalam bidang perumahan. Bisnis dalam bidang perumahan atau hunian sangat banyak
digeluti oleh masyarakat karena faktor kebutuhan manusia yang semakin meningkat
terhadap hunian.
Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan upaya untuk
memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu
lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja juga
meningkatkan kegiatan ekonomi dalam rangka pemerataan kesejahteraan rakyat.
1 Bambang Panudju, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hal. 16.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kebutuhan akan pembangunan perumahan dan permukiman ini setiap tahun terus
meningkat hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:2
1. Tingginya tingkat kelahiran anak.
2. Tidak terbendungnya arus urbanisasi ke daerah perkotaan.
3. Adanya minat untuk memiliki rumah yang berlebihan dan lain-lain sebagainya.
4. Terjadi alih fungsi dari penggunaan rumah itu sendiri. Contoh: rumah digunakan
untuk kantor, untuk sarang burung wallet, dan lain-lain.
Bisnis perumahan di perkotaan maupun di pinggiran merupakan salah satu
sektor yang sangat menjanjikan. Dengan berkembangnya bisnis perumahan maka
semakin banyak kebutuhan dan permintaan akan tanah, sehingga semakin tinggi
harganya. Tanah tidak bertambah, sedangkan kebutuhan meningkat terus seirama
dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam masyarakat.3 Hal ini merupakan
salah satu penyebab fungsi perumahan tidak hanya sekedar hunian tetapi juga dapat
digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan usaha dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu bentuk bisnis perumahan yang sangat banyak ditemui sekarang ini adalah
pembangunan dan pembagian rumah toko.
Bisnis perumahan yang dilakukan dengan cara pembangunan dan
pembagian rumah sangat banyak ditemui saat ini, tetapi masih banyak juga
masyarakat yang belum mengetahui tentang pembangunan dan pembagian rumah.
Konsep bisnis pembangunan dan pembagian rumah yang selanjutnya disebut juga
2 Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, (Medan: USU-Press, 2006), hal.
109-110. 3 John Salindeho, Manusia, Tanah, Hak, dan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
3
dengan istilah perjanjian bangun bagi, dalam bisnis perumahan perjanjian bangun
bagi dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
Djaren Saragih memberikan pengertian dan fungsi dari perjanjian bagi hasil atau
yang disebut juga dengan Deelbouw Overeenkomst yaitu hubungan hukum antara
seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini
diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari
pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah
tanah itu.4 Sedangkan fungsinya adalah untuk memelihara produktifitas dari tanah
tanpa dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedang bagi pemaruh (deelbouwer) fungsi
dari perjanjian adalah untuk produktifitas tenaganya tanpa harus memiliki tanah
tersebut.
Bushar Muhammad juga memberikan pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu
apabila pemilik tanah memberi ijin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya
dengan perjanjian, bahwa yang mendapat ijin itu harus memberikan sebagian (separo
kalau memperduai atau maro serta sepertiga kalau mertelu atau jejuron) hasil
tanahnya ke pada pemilik tanah.5 Tetapi hal tersebut merupakan perjanjian bagi hasil
yang terdapat dalam hukum adat dan hukum agraria. Djaren Saragih memberikan
fungsi dari perjanjian bangun bagi yaitu untuk memelihara produktifitas tanah tanpa
dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedangkan pihak lainnya mengerjakan tanah
tersebut tanpa harus memiliki tanah tersebut, hal inilah yang membuat keuntungan
4 Djaren Saragih, Hukum Adat Indonesia, (Bandung:Tersito, 1984), hal. 97. 5 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2000). hal.
117.
Universitas Sumatera Utara
4
bagi kedua belah pihak yang berjanji pemilik tanah tidak perlu mengurus tanahnya
dan pemaruh tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli tanah. Perjanjian bangun
bagi timbul dari adanya keinginan dua pihak atau lebih saling bekerja sama untuk
suatu kegiatan usaha yang kemudian hasil usahanya dibagi sesuai dengan
kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian.6 Menurut Hilman
Hadikusuma yang menjadi latar belakang terjadinya perjanjian bangun bagi tersebut
dikarenakan, yaitu:7
1. bagi pemilik :
a. tidak berkesempatan mengerjakan hartanya sendiri
b. keinginan mendapatkan hasil tanpa susah payah dengan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengerjakannya.
2. bagi penggarap:
a. tidak atau belum mempunyai pekerjaan tetap
b. kelebihan waktu kerja
c. keinginan mendapatkan hasil garapan
Pada dasarnya perjanjian bangun bagi saat ini memiliki latar belakang yang
sama dengan perjanjian bangun bagi dalam hukum adat sekalipun perjanjian bangun
bagi saat ini merupakan perjanjian bisnis biasa. Adapun latar belakang dibuat
perjanjian bangun bagi adalah karena pemilik tanah tidak efektif dalam mengelola
tanahnya, tidak ada waktu, kesulitan biaya pengurusan dan pembangunan, serta
apabila tanahnya dijual kepada pihak perorangan harganya relatif sangat tinggi
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan calon pembeli, disisi
lain developer membutuhkan tanah kosong sebagai tempat mendirikan bangunan
yang hendak dijual atau dibisniskannya. Hal inilah yang menjadi dasar dikatakannya
6 Andi Hamzah, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) hal.27. 7 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, (Bandung: Alumni, 1991), hal 37.
Universitas Sumatera Utara
5
perjanjian bangun bagi membangun hubungan yang saling menguntungkan antara
pemilik tanah dan developer. Pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi adalah
pemilik tanah dan developer, developer adalah seorang pemaruh(deelbouwer) atau
pihak yang mengelola tanah. Perjanjian bangun bagi dapat terjadi apabila pemilik
tanah dan developer sepakat untuk melakukan suatu perjanjian, adapun perjanjian
tersebut berisi bahwa pemilik tanah memberikan ijin kepada developer untuk
mengelola tanahnya dengan cara membangun beberapa unit rumah toko dan rumah
toko tersebut merupakan objek perjanjian yang akan dibagi oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan.
Konsep bisnis seperti perjanjian bangun bagi memberikan manfaat dan
keuntungan bagi kedua belah pihak, dikarenakan developer membangun perumahan
di atas tanah pemilik tanah yang dijadikan menjadi beberapa bahagian, maka
masyarakat lebih tertarik untuk membelinya karena pada awalnya tanah tersebut
terlalu besar dan mahal, sedangkan jika developer membangun perumahan di atas
tanah tersebut, tanah yang awalnya merupakan satu kesatuan akan dibagi menjadi
beberapa rumah, sehingga akan lebih terjangkau bagi calon pembeli, serta harga dan
nominal uang yang diterima oleh pemilik tanah, tetap sama dengan jika menjualnya
kepada peorangan. Keuntungan yang dapat diambil oleh developer dalam perjanjian
bangun bagi adalah selisih harga penjualan dengan harga yang telah dikeluarkan
developer untuk biaya pembangunan atas tanah tersebut, tanpa harus memperoleh
status kepemilikan tanah.
Universitas Sumatera Utara
6
Perjanjian bangun bagi belum diatur secara khusus dalam undang-undang
tetapi KUHPerdata dapat digunakan sebagai landasan hukum ataupun pedoman
dalam pembuatan perjanjian bangun bagi. Konsep perjanjian yang terdapat dalam
KUHPerdata adalah konsep perjanjian yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata
mengenai perikatan. Pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata terdapat asas kebebasan
berkontrak dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menganut asas kebebasan
berkontrak, yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan
perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban
umum. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.8
Perjanjian bangun bagi dapat dilakukan karena memiliki kesesuaian dengan
perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata dimana para pihak memiliki kebebasan
mengatur isi perjanjian sesuai dengan kesepakatan dengan objek harta kekayaan.
Perikatan muncul dari perjanjian, perjanjian berasal dari persetujuan, adapun yang
dimaksudkan dengan perikatan tersebut adalah suatu hubungan hukum (mengenai
kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk
menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini
diwajibkan memenuhi tuntutan itu. KUHPerdata dalam buku ketiga juga mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak
8 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001) hal 83
Universitas Sumatera Utara
7
perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda.9 Hubungan
hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya.
Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.10
Hubungan hukum yang dimaksud adalah ketika para pihak membuat perjanjian
dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hak dan
kewajiban yang timbul diantara kedua belah pihak bersifat timbal balik dimana hak
pemilik tanah merupakan kewajiban developer begitu juga sebaliknya.
Akta perjanjian bangun bagi yang berisi hak dan kewajiban para pihak
merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat autentik. Notaris
merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dengan
kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan.11
Dalam ketentuan tersebut terlihat bahwa Notaris selain
berwenang dalam pembuatan akta autentik dan juga berwenang atau dapat bertindak
sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta. Oleh karena itu Notaris memiliki campur tangan dalam memberi masukan
kepada para pihak untuk menetukan hak dan kewajiban para pihak dalam akta,
disamping dari para pihak bebas menentukan hak dan kewajibannya.
Perjanjian bangun bagi seperti perjanjian lainnya memiliki kendala dalam
proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut akan menimbulkan problematika
diantara para pihak, dimana problematika tersebut dapat muncul dari pemilik tanah,
9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1982), hal. 123. 10 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal7. 11 Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hal.59.
Universitas Sumatera Utara
8
developer atau pengembang maupun dari calon pembeli. Dalam bisnis perumahan
kebanyakan problematika tersebut muncul dari pihak pengembang atau developer,
kerap sekali ditemui developer yang beritikad tidak baik, hal ini disebabkan karena
lebih besarnya pengelolaan developer di atas tanah tersebut saat proses pembangunan
sedang berlangsung, sehingga developer lebih leluasa melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan perjanjian. Ketika pembuatan perjanjian bangun bagi sebelumnya para
pihak yaitu developer dan pemilik tanah harus membuat kesepakatan terlebih dahulu,
kesepakatan tersebut yang menjadi aturan pelaksanaan perjanjian antara kedua belah
pihak. Dalam hal ini perjanjian bangun bagi diambil dari Perjanjian Bangun Bagi
yang dibuat Notaris Z Nomor 4 tanggal 21 April 2009 oleh Nyonya X dan Tuan Y.
Perjanjian bangun bagi yang dibuat Nyonya X dan Tuan Y dilatarbelakangi
oleh Nyonya X tidak memiliki waktu mengurusi tanahnya, tidak memiliki biaya yang
cukup untuk membangun, serta Nyonya X sedang membutuhkan dana sehingga ingin
memanfaatkan tanah tersebut. Proses penawaran kepada calon pembeli tidak
memperoleh hasil yang diharapkan dikarenakan calon pembeli merasa tanah tersebut
terlalu besar dan mahal untuk kebutuhannya.12
Setelah itu, Nyonya X bertemu dengan
Tuan Y yang menawarkan jasanya untuk melakukan pembangunan rumah toko di
atas tanah Nyonya X dengan kesepakatan bahwa kedua belah pihak membuat suatu
perjanjian dihadapan Notaris yang isinya Nyonya X memberikan ijin kepada Tuan Y
12 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21-23 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
9
untuk melakukan pembangunan beberapa unit rumah dan tanah tersebut tetap atas
nama Nyonya X.
Problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi
adalah hasil pembangunan yang dilakukan oleh developer, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan sebelumnya. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan
mengenai Akta Perjajian Bangun Bagi yang dibuat oleh Nyonya X selaku pihak
pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua Tuan Y sebagai pihak
kedua yang merupakan developer perorangan. Isi dari perjanjian tersebut dibuat
sesuai dengan keinginan dan kesepakatan para pihak, tetapi sekalipun perjanjian
tersebut dibuat sesuai dengan kesepakatan para pihak masih besar kemungkinan
muncul problematika saat pelaksanaan perjanjian tersebut berlangsung. Problematika
yang muncul tersebut dapat dikatakan wujud wanprestasi dalam perjanjian antara
Nyonya X dan Tuan Y.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak kedua tersebut dikarenakan tidak
menyelesaikan pembangunan tepat pada waktunya sehingga pihak pertama merasa
sangat dirugikan akan hal tersebut. Dimana selain pihak kedua melakukan
keterlambatan, pihak kedua juga melakukan pembangunan tidak sesuai dengan peta
perencanaan yang terdapat dalam akta, penerbitan sertipikat yang cukup lama, tidak
melakukan serah terima fisik dan yuridis kepada pihak pertama, selain itu pihak
kedua juga telah menjual bagiannya kepada pihak lain sebelum menyelesaikan
bangunan milik pihak pertama. Oleh karena hal tersebut pihak pertama mengajukan
Universitas Sumatera Utara
10
gugatannya kepada Pengadilan Negri Medan untuk menuntut ganti kerugian dan
pembatalan atas perjanjian tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh pihak pertama tersebut mendapatkan putusan
No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dimana hakim memutuskan untuk menghukum tergugat
wanprestasi, akta tersebut dibatalkan, dan atas kerugian yang dialami oleh pihak
pertama, pihak kedua wajib memberikan ganti kerugian. Pada dasarnya untuk
menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari kebijakan notaris yang membuat
perjanjian juga dibutuhkan untuk mewujudkan proses pelaksanaan perjanjian bangun
bagi tercapai dengan baik. Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para
pihak yang hendak membuat perjanjian bangun bagi sesuai dengan fungsi, jabatan,
dan kewenangan notaris yang terdapat dalam undang-undang, dimana perlindungan
hukum tersebut berupa upaya pencegahan. Notaris harus memiliki kebijaksanaan
tertentu yang sifatnya mencegah terjadinya sengketa antara kedua belah pihak, dan
penyelesaiannya jika terjadi sengketa. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
sengketa diantara para pihak, dibutuhkan klausula-klausula dalam perjanjian yang
unsurnya bersifat melindungi hak dan kewajiban para pihak dan notaris tidak hanya
sekedar membuat isi perjanjian. Pekerjaan Notaris tampak berkaitan langsung dalam
hal proses pembuatan dan pelaksanaan akta perjanjian bangun bagi, hal inilah yang
menyebabkan tugas dan kewenangan notaris juga perlu diteliti.
Putusan pengadilan tersebut memberikan perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pihak yang dirugikan. Dalam hal kasus yang terjadi diantara Nyonya X
Universitas Sumatera Utara
11
dan Tuan Y bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh hakim melalui
putusannya adalah mengabulkan gugatan ganti kerugian dan pembatalan akta
perjanjian tersebut yang dikarenakan adanya wanprestasi. Berdasarkan uraian-uraian
diatas, pada saat ini perjanjian bangun bagi dalam bidang perumahan sangat banyak
digunakan di masyarakat, dalam proses pelaksanaannya juga berkaitan langsung
dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian, selain itu
juga perlu diketahui bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum yang berasal
dari Notaris maupun putusan hakim melalui putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai klausula-
klausula yang terdapat dalam akta perjanjian serta perlindungan hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian yaitu pemilik tanah,calon pembeli atau konsumen,
dan developer yang akan dituangkan ke dalam penulisan dalam bentuk karya ilmiah
berupa Tesis dengan Judul Penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun
Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang).
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan yang diteliti dan
dibahas secara lebih mendalam pada penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu pemilik
tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta Perjanjian
Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z ?
2. Problematika apa yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi ?
Universitas Sumatera Utara
12
3. Bagaimanakah upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu
pemilik tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta
Perjanjian Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z.
2. Untuk mengetahui problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perjanjian pada khususnya,
terutama mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam akta
perjanjian bangun bagi yang tercantum dalam klausula-klausula akta perjanjian
bangun bagi, problematika yang timbul dalam perjanjian bangun bagi atau
Universitas Sumatera Utara
13
problematika dalam bisnis perumahan, dan upaya yang dapat dilakukan mencegah
dan mengatasi problematika tersebut.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat
khususnya yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi yaitu Notaris yang membuat
perjanjian untuk meningkatkan unsur perlindungan hukum, pemilik tanah,
developer, dan konsumen, agar lebih mengetahui hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati, selain itu juga agar
para pihak dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna menghindari dan
mengatasi problematika yang timbul tersebut.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran sementara pemeriksaan yang telah penulisan
lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang
diketahui ditemukan adanya salah satu penelitian mengenai Perjanjian Bangun Bagi,
yaitu dengan judul Peranan Notaris Dalam Penyelesaian Sengketa Akibat Tuntutan
Pembatalan Akta Perjanjian Bangun Bagi (Suatu Penelitian Pada Praktek Notaris Di
Kota Banda Aceh) oleh Madda Elyana/087011079/Mkn, yang pembahasan (1)
Pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota Banda Aceh. (2) Peranan notaris
dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi
di kota Banda Aceh. (3) Bentuk penyelesaian sengketa yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota
Universitas Sumatera Utara
14
Banda Aceh. Apabila dilihat dari permasalahan yang dibahas tentunya sangat
berbeda. Oleh karena itu, penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian
Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang), belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penelitian
ini adalah asli adanya dan secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung
jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama
dengan judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis.13
Kerangka teori juga merupakan landasan dari teori atau dukungan
teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang
dianalisis. Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14
Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau
kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit
mencakup hal-hal sebagai berikut:15
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
13 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) hal 80. 14 W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996).hal. 2. 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press 1981), hal 113.
Universitas Sumatera Utara
15
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada presiksi fakta mendatang, oleh karena telah
diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut
akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Pada ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, maka kelangsungan
perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada unsur-unsur, sebagai berikut:16
a. Teori,
b. Metodologi
c. Aktivitas penelitian
d. Imajinasi sosial.
Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4 ciri
yaitu:17
a) Teori-teori hukum
b) Asas-asas hukum
c) Doktrin hukum
d) Ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
16 Ibid.,hal. 6. 17 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, September 2009).
Universitas Sumatera Utara
16
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.18
Teori merupakan
keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk
menjelaskan tentang adanya sesuatu.19
Sedangkan menurut Bintaro Tjokromidjojo
dan Mustafa Adidoyo, teori diartikan sebagai “ungkapan mengenai hubungan kasual
yang logis diantara perubahan (variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat
digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.20
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.21
Sehingga
penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan
mempunyai tanggungjawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat
melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan
masyarakat hidup masyarakat.22
Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M, Winfield
18 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penyunting, M. Hisyam, (Jakarta:UI-
Press, 1996), hal 203. 19 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 2. 20 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, (Jakarta:CV. Haji Masagung, 1998) hal. 13. 21 W. Friedman, Op. Cit. hal. 2. 22 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan, 1999) hal. 237.
Universitas Sumatera Utara
17
dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-
hak (legal rights).
Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam
manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik
jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan
yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.23
Menurut teori konvensional,
tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan
(rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechts zekerheid).24
Menurut Satjipto Rahardjo,
“Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan
kekuasaan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi
tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan
hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.25
Teori yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Teori perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menganalisis
pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut terhadap akta perjanjian bangun bagi
23 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993) hal. 79. 24 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:PT.
Gunung Agung Tbk, 2002) hal. 85. 25 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, 2000), hal.
53.
Universitas Sumatera Utara
18
yang telah dibuat kedua belah pihak dihadapan Notaris. Perlindungan Hukum
menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:26
1. Perlindungan Hukum Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya.
2. Perlindungan Hukum Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian
sengketa.
Perlindungan hukum secara preventif itu diberikan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran
serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban, sedangkan perlindungan hukum represif adalah perlindungan ahir berupa
sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Alasan teori perlindungan
hukum digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi terkhususnya
pihak pemilik tanah dan konsumen calon pembeli, dimana pihak tersebutlah yang
sering mengalami kerugian yang diakibatkan oleh problematika yang muncul pada
saat proses pelaksanaan berlangsung.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
26 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hal.2.
Universitas Sumatera Utara
19
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan
dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak
disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu yang menjadi alasan-alasan melekatnya hak itu pada seseorang.27
Oleh karena itu, hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian harus
dilindungi oleh hukum dimana undang-undang yang berlaku telah mengatur dan
membatasi hak dan kewajiban para pihak sekalipun pada dasarnya para pihak bebas
membuat isi dari perjanjian tersebut. KUHPerdata sebagai landasan hukum dalam
pembuatan perjanjian harus memberikan batasan sebagai dasar perlindungan bagi
para pihak yang membuat perjanjian.
M. Yahya Harahap menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan dalam
masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. “Ketidakpastian hukum akan
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat
akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri”.28
Teori kepastian
hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat
umum membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan, dan
kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan
hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
27 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-V, 2000) hal. 53. 28 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 76.
Universitas Sumatera Utara
20
dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.29
Dalam perjanjian bangun bagi,
pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian atau meminta
putusan hakim atas pembatalan perjanjian yang dibuatnya. Dengan adanya putusan
Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor : 514/Pdt. G/2013/PN-
Medan, yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan bentuk kepastian hukum
bagi pihak yang dirugikan.
Selain dari teori perlindungan hukum, dalam membuat perjanjian bangun
bagi sangat perlu diperhatikan asas-asas yang mendasari perjanjian. Menurut Paul
Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di
belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-
undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenan dengan ketentuan-ketentuan dan
keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang sebagai penjabarannya.30
Pada
umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang konkrit, misalnya asas
konsensualitas yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu “sepakat mereka
yang mengikatkan diri”. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum
dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.31
a. Asas kebebasan berkontrak
29 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranda Media Group,
2008), hal. 158. 30 J.J.H. Bruggink (alih bahasa Arief Sidharta), Op. Cit. hal.119. 31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 1999), hal 34-35.
Universitas Sumatera Utara
21
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya
paham individualisme. Paham individualism secara embrional lahir pada zaman
Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat
pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot,
Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau.32
Asas kebebasan berkontrak terdapat
dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian
dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam
perjanjian yang disepakati.
b. Asas mengikat sebagai undang-undang (pacta sun servanda)
Bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap
perjanjian harus ditaati dan ditepati.33
Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian-
perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak
atau karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dan
perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu hal yang penting yang patut
diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan
tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.34
c. Asas konsensualitas
32 Salim H,S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Sinar
Grafika,2003), hal. 9. 33 C. S. T. Kansil, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1983) hal. 48. 34 I. G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta:Kesaint Blanc,2008) hal.135.
Universitas Sumatera Utara
22
Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah kontrak
sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata
sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain kontrak sudah
sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak
diperlukan formalitas tertentu.35
Kekuatan mengikat dari suatu kontrak lahir ketika
telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas konsensualitas, dimana para
pihak yang berjanji telah sepakat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian
hukum disaat itu juga telah lahir perjanjian tersebut dan telah dimulailah hak dan
kewajiban para pihak.
d. Asas itikad baik
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata. Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara
eksplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menemui
kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik
merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada
dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip
Rhidwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk
35 Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri
Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.
Dr. B. Arief Sidharta. (Bandung:Aditama,2008) hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
23
mendefinisikan itikad baik.36
Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis,
haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak
atau negoisas, karena itikad baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi
syarat sahnya perjanjian atau setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan
timbulnya kerugian terhadap permberlakuan asas itikad baik ini, Suharnoko
menyebutkan bahwa secara implisit UUPK sudah mengakui bahwa itikad baik
sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra
kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut
diingkari.37
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.38
Suatu konsep bukan merupakan gejala yang
akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu
sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian
mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.39
Untuk menjawab
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka harus didefinisikan beberapa
36 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta:FH-UI,2003), hal
129-130. 37 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta:Prenada Media, 2004),
hal. 8-9. 38
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:Institut Bankir Indonesia (IBI),
1993), hal. 10. 39 Soerjono Soekanto., Op.Cit, hal. 124
Universitas Sumatera Utara
24
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan judul dari penelitian tesis ini, dirumuskan serangkaian kerangka
konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut:
a. Perjanjian Bangun Bagi adalah terjadinya proses kerjasama antara pemilik tanah
dengan pelaksana pembangunan , yang bersifat saling menguntungkan bagi kedua
belah pihak dan hasilnya akan dibagi sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa
beralihnya kepemilikan tanah tersebut dari pemilik tanah.
b. Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli, sewa
menyewa, tukar menukar.40
c. Developer atau Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan
yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam
jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan
lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan
dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.
d. Wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati atau tidak
melakukan kewajibannya dalam perjanjian atau tidak dilaksanakannya prestasi
40 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Cet. 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992),
hal 97.
Universitas Sumatera Utara
25
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.41
e. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau yang ditetapkan oleh undang-undang.42
f. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis sebagai gambaran dari
fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.
g. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang ini.43
41 C.S.T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet. 1 (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2001) hal 195. 42 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. 43 Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
26
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian
deskriptif analitis. Dengan demikian, sifat penelitian dikategorikan penelitian
dekriptif dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian bersifat deskriptif analisis
adalah untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa
perundang-undangan yang berlaku berdasarkan teori hukum yang bersifat umum.44
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma
hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pijakan normatif. Namun dalam melakukan penelitian ini juga tidak terlepas dari
adanya dukungan penelitian lapangan mengenai berlakunya berbagai ketentuan
hukum positif tentang Perjanjian Bangun Bagi dan Perlindungan Hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian, serta peranan Notaris dalam Perjanjian Bagun bagi.
Setiap data yang diperoleh baik primer maupun sekunder langsung diolah dan
dianalisa dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara penelitian kepustakaan (library research), atau yang biasa dikenal
44 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
1997)hal.
Universitas Sumatera Utara
27
dengan sebutan studi kepustakaan,45
untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan
dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
dan karya ilmiah lainnya.
3. Sumber Data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu segala bentuk peraturan dan produk perundang-
undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum ini
terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut secara hierarki yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD1945), Undang-
Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda).46
Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris (UUJN), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-
Undang Bangunan Gedung (UUBG).
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau
hasil kajian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi ( Studi
45 Soerjono Soekanto, Op.cit., hal 53. 46 H. Zainuddin Ali, Op.cit, hal 48-49. Bandingkan dengan UU No 12 TAhun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Universitas Sumatera Utara
28
Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan
Medan Selayang) , seperti buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
karya tulis ilmiah.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa
maupun kamus hukum.
4. Analisis Data
Analisis bahan-bahan hukum yang disebutkan di atas, secara sederhana
dapat diuraikan dalam beberapa tahapan, sebagaimana diterangkan berikut:
a. Tahapan pengumpulan data, misalnya ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel atau jurnal
atau karya tulis dalam bentuk lainnya akan dikumpulkan sedemikian rupa sebagai
bahan refrensi;
b. Tahapan pemilihan data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah
dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang
sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lenih
lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini.
c. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana
seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan
seksama dengan melakukan interpretasi atau penafsiran yang diperlukan, sejauh
mungkin diupayakan untuk berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum
yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama dari pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
29
Setelah pengumpulan data dilakukan dengan cara sekunder, selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari
suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir
pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.47
47 Bambang Sunggono, Op.cit., hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BANGUN
BAGI ANTARA NYONYA X DAN TUAN Y DALAM AKTA PERJANJIAN
NOMOR 4 TANGGAL 21 APRIL TAHUN 2009
A. Pengertian perjanjian dan syarat sahnya perjanjian bangun bagi antara
Nyonya X dan Tuan Y
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal, dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan.48
Hubungan antara hukum perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Status perjanjian dinamakan persetujuan, karena
dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan
(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak lebih sempit
karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.49
J. Satrio
mendefinisikan perjanjian sebagai berikut:
Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau yang dianggap
dikehendaki) oleh para pihak, sedang dalam arti sempit perjanjian disini
hanya ditujukan pada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja seperti yang termaksud dalam Buku III KUHPerdata.50
48Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987) hal. 1. 49Ibid, hal.79 50 J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1992) hal. 23.
30
Universitas Sumatera Utara
31
Ahmadi Miru juga mengatakan bahwa :
Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang
bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja
dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya perikatan
yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua
yaitu, perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.51
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perjanjian, berikut dikemukakan
pendapat para sarjana. Dalam mendefinisikan perjanjian, para Sarjana Hukum belum
mempunyai pendapat yang sama. Perbedaan dalam memberikan definisi perjanjian
disebabkan karena penerjemahan kata Verbintenis dan Overeenkomst. Sebagian
sarjana menerjemahkan perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk kata
overeenkomst.52
Sedangkan Utrecht menterjemahkan “perhutangan untuk verbintenis
dan perjanjian overeenkomst.”53
Berdasarkan pada pasal 1313 KUHPerdata : “ Suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
1 (satu) orang lain atau lebih.54
”Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak. Berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.55
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya kesepakatan antara
kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan
kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. Pernyataan kedua belah
51 Ibid. hal. 2. 52 Ahmad Ichsan, Hukum Perdata I B, (Jakarta:Pembimbing Masa, 1999)hal 14. 53 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Bulan, 1995) hal 320. 54 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata 55Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
(Yogyakarta : Liberty, 1984) hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
32
pihak bertemu dan sepakat penting untuk menunjukkan telah lahirnya suatu
perjanjian.56
Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya sejalan
dengan sifat dari Buku III KUH Perdata yang bersifat terbuka, perikatan yang lahir
dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia
sehari-hari dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum, serta
dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh
para legislator.57
Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata mengisyaratkan
bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah hak dan kewajiban atau prestasi
dari setiap masing-masing pihak, bahwasanya pihak-pihak yang berjanji memiliki hak
dan kewajiban akibat dari perjanjian yang mereka buat. Rumusan tersebut
memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua
pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi (debitur) dan
pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Subekti
mengemukakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain atau lebih, dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal”.58
Suatu hal yang dimaksud adalah hak dan kewajiban dari
para pihak yang membuat akta perjanjian. Hak dan kewajiban yang dimaksud
56R. Subekti, Op. Cit, hal. 138 57Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan FidusiaI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), hal. 13. 58 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa, 1994) hal.14.
Universitas Sumatera Utara
33
tersebut merupakan objek perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi
kedua belah pihak untuk mewujudkan perjanjian tersebut.
Salim HS mengatakan bahwa pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya
dapat digolongkan dalam 2(dua) macam , yaitu :59
1. Kontrak Nominaat, merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam,
pinjam pakai, persekutuan perdata, hibah, penanggungan utang, perjanjian untung-
untungan dan perdamaian.
2. Kontrak Innominat, merupakan atau perjanjian di luar KUHPerdata yang tumbuh
dan berkembang dalam praktik atau akibat adanya asas kebebasan berkontrak
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) seperti kontrak product sharing,
kontrak karya, kontrak konstruksi, sewa beli, leasing dan sebagainya.
Hukum perikatan mempunyai sistem terbuka seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, sedangkan hukum benda mempunyai sistim yang tertutup. Sistem
terbuka adalah orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian,
perjanjian apapun dan bagaimanapun isinya yang mereka kehendaki, baik yang diatur
dalam undang-undang maupun tidak diatur dalam undang-undang.60
Perjanjian
bangun bagi dapat digolongkan kepada kontrak Innominat, dimana perjanjian bangun
bagi tidak terdapat dalam KUHPerdata, tetapi bukan berarti para pihak tidak dapat
menggunakan perjanjian bangun bagi sebagai konsep dalam melakukan bisnisnya.
Dengan adanya kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 (1)
KUHPerdata maka perjanjian bangun bagi dapat dilakukan dengan berpedoman pada
KUHPerdata. Selanjutnya dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1314
59 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafika,2004), hal. 15. 60 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung : Mandar Maju, 1994) hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
34
KUH Perdata bila dikembangkan lebih jauh dengan menyatakan, bahwa atas prestasi
yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang
berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukan “kontra prestasi” dari lawan
pihaknya tersebut atau dengan istilah “dengan atau tanpa beban.”61
Kedua rumusan di
atas memberikan banyak arti bagi ilmu hukum, yang menggambarkan secara jelas
bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang timbal balik
(dengan kedua belah pihak yang berprestasi).62
Oleh karena itu perjanjian bangun
bagi merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik dikarenakan para pihak saling
menuntut balasan atas hak dan kewajiban yang dilakukannya, dalam KUHPerdata hal
ini yang disebut dengan kontra prestasi. Dalam hal kasus perjanjian bangun bagi
antara Nyonya X dan Tuan Y bahwa seluruh hak Nyonya X merupakan kewajiban
Tuan Y, begitu juga sebaliknya terhadap kewajiban. Salah satu contoh sifat timbal
balik dalam akta perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y dapat
dibuktikan dengan melihat uraian hak pihak pertama meminta penyelesaian
pembangunan miliknya selama 12(dua belas) bulan, maka menjadi kewajiban pihak
kedua menyelesaikannya harus dalam tempo waktu 12 (dua belas) bulan begitu juga
dengan klausula lainnya. Maka dalam hal perjanjian bangun bagi, para pihak saling
menuntut balasan atas hak dan kewajiban masing-masing.
Selain daripada unsur kesepakatan, persetujuan yang melahirkan perjanjian
atau perikatan, dalam membuat perjanjian KUHPerdata memberikan syarat tertentu
61 Ibid.,hal. 14 62Ibid.
Universitas Sumatera Utara
35
agar perjanjian tersebut sah berlakunya. Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang
memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang, sehingga ia diakui oleh
hukum. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya perjanjian adalah :
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
Maksudnya adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju dan seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian
yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga dikehendaki pihak
yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.63
b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Menurut Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1330 KUH Perdata seseorang dikatakan
cakap melakukan perbuatan hukum, apabila oleh undang-undang dinyatakan tak
cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah :
1) Orang-orang yang belum dewasa;
2) Mereka yang dibawah pengampuan;
3) Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan undang-undang.
Dalam praktek dewasa ini, isteri yang tunduk kepada KUH Perdata dianggap
cakap.64
4) Semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
c. Suatu Hal Tertentu
d. Suatu Sebab Yang Halal
63 Subekti, Op. Cit. hal. 19. 64 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (sebuah pengantar), (Yogyakarta : PT.
Liberty,1996) hal 70.
Universitas Sumatera Utara
36
Syarat suatu sebab yang halal ini mempunyai dua fungsi yaitu : perjanjian harus
mempunyai sebab, tanpa syarat ini perjanjian batal, sebabnya harus halal, kalau
tidak halal perjanjian batal.65
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak harus memperhatikan keempat
syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Selain daripada keempat syarat di
atas, dalam penerapannya suatu perjanjian harus memperhatikan asas-asas yang
terdapat dalam perjanjian. Dari berbagai asas hukum perjanjian, akan dikemukakan
beberapa asas penting yang berkaitan erat dengan pokok bahasan. Beberapa asas yang
dimaksud antara lain :66
a. Asas Kebebasan Berkontrak
b. Asas Konsensualisme
Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat
perjanjian itu tanpa dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat
formal.67
c. Asas Pacta Sun Servanda/ Kekuatan Mengikat Perjanjian
d. Asas Berlakunya suatu Perjanjian
Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang membuatnya tak ada
pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah diatur dalam Undang-undang,
misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.68
Dalam KUH Perdata asas tersebut
terdapat dalam Pasal 1315 yang berbunyi “Pada umumnya tak seorang dapat
mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian dari
pada untuk dirinya sendiri.”
Keempat syarat sahnya perjanjian yang telah diuraikan di atas harus terdapat
dalam Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian yang selanjutnya
dapat disebut sebagai Akta Perjanjian Bangun Bagi yang tertanggal Nomor 4 tanggal
65 Purwahid Patrik, Op. Cit. hal. 63 66 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), buku kesatu,
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal 30. 67 A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985) hal. 20. 68 Ibid, hal 19
Universitas Sumatera Utara
37
21 April 2009 oleh Notaris Z di Medan. Dimana Akta Perjanjian tersebut harus
memenuhi unsur subjektif yang terdapat dalam point (a) dan (b) yaitu sepakat mereka
yang mengikat dirinya dan kecakapan untuk membuat perjanjian. Sedangkan 2(dua)
syarat terahir yaitu (c) dan (d) syarat objektif yang terdiri dari suatu hal tertentu dan
suatu sebab yang halal.
Nyonya X memiliki sebidang tanah kosong seluas lebih kurang 1083 meter
bujur sangkar yang telah lama tidak dimanfaatkan, tanah tersebut berada di
kecamatan medan selayang, karena kesulitan pengurusan dan kekurangan biaya
Nyonya X berniat untuk menjual tanahnya. Ketika dalam proses melakukan
penawaran kepada pembeli, Nyonya X mengalami kendala dikarenakan harga
tanahnya relatif tinggi. Kemudian melihat penawaran tersebut, Tuan Y yang merup
akan developer perseorangan hendak menjumpai Nyonya X untuk melakukan suatu
kerjasama. Tuan Y menawarkan kepada Nyonya X untuk melakukan perjanjian
bangun bagi. Nyonya X dan Tuan Y sepakat untuk melakukan perjanjian tersebut
dihadapan Notaris. Maka perlulah diketahui tentang keabsahan perjanjian yang dibuat
oleh Notaris Z dan para pihak Nyonya X dan Tuan Y.
Perjanjian Bangun Bagi Pembangunan rumah toko dalam pelaksanaannya
melibatkan dua pihak, yaitu pemilik tanah dan pelaksana pembangunan atau
developer. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi,
yaitu :
1. Pemilik tanah, yaitu pihak yang menyerahkan atau menyediakan tanahnya kepada
pihak pelaksana pembangunan yaitu developer untuk dapat dibangun sejumlah
Universitas Sumatera Utara
38
unit bangunan rumah toko di atas tanah pemilik tanah. Pemilik tanah memperoleh
hasil berupa sejumlah unit rumah toko sesuai dengan yang diperjanjikan.
2. Pihak pelaksana pembangunan atau developer, yaitu pihak yang menyediakan
dirinya untuk melaksanakan kegiatan pembangunan toko di atas tanah milik orang
lain dengan menerima sejumlah bagian unit bangunan toko tersebut.
Dalam hal ini, pemilik tanah yaitu Nyonya X dimana dalam perjanjian bangun bagi
yang selanjutnya disebut sebagai pihak pertama, dan pelaksana pembangunan atau
developer adalah Tuan Y yang selanjutnya disebut sebagai pihak kedua.69
Pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat untuk melakukan perjanjian
bangun bagi, dimana pihak kedua akan mendirikan bangunan rumah sebanyak
5(lima) unit rumah toko di atas tanah milik pihak pertama, dan hasil pembangunan
tersebut 2(dua) unit rumah toko merupakan bahagian pihak pertama dan 3 (tiga) unit
sisanya merupakan bahagian milik pihak kedua. Pihak kedua yaitu Tuan Y dalam
perjanjian merupakan developer perseorangan, menurut BAB I Ketentuan Umum
Pasal 1 angka 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman yang selanjutnya disebut sebagai UUPP yaitu bahwa setiap orang
adalah orang perseorangan atau badan hukum, badan hukum adalah badan hukum
yang didirikan oleh warga Negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, oleh karena itu Tuan Y
69 Bandingkan dengan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan
Bagian Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 bagian komparisi akta.
Universitas Sumatera Utara
39
dapat menjadi subjek dalam perjanjian bangun bagi, karena Tuan Y adalah developer
perseorangan yang memenuhi unsur dalam undang-undang.70
Dua syarat (a) dan (b) merupakan syarat-syarat subjektif dan (c) dan (d)
merupakan syarat objektif. Akta Perjanjian yang telah kedua belah pihak buat
dihadapan Notaris Z menuliskan dalam aktanya yaitu :71
1. Sehubungan dengan keterangan-keterangan tersebut diatas, “maka para penghadap
menerangkan telah saling setuju dan mufakat membuat suatu perjanjian dengan
akta ini, dengan memakai syarat-syarat dan ketentuan.
2. Bahwa penghadap pihak kedua menyanggupi atas biayanya sendiri untuk
membangun 5(lima) pintu rumah di atas tanah milik pihak pertama tersebut.
3. Bahwa para penghadap bermaksud hendak menuangkan maksud dan kehendak
mereka ke dalam akta ini.
Akta perjanjian bangun bagi tersebut telah mengandung unsur kesepakatan
dari kedua belah pihak, dengan kata lain bahwa perjanjian tersebut memenuhi syarat
perjanjian dalam KUHPerdata, tetapi dalam hal ini kepercayaan sangat dibutuhkan
sebelum mencapai kesepakatan. Notaris harus benar-benar memastikan kedua belah
pihak untuk saling percaya satu sama lain dengan cara Notaris harus melakukan
pertemuan dengan kedua belah pihak secara bersamaan. Tujuannya adalah selain dari
Notaris mengenal secara langsung para pihak, para pihak juga harus saling mengenal
satu sama lain, dimana mengenal yang dimaksud adalah percaya bahwa dapat
menyanggupi pemenuhan perjanjian tersebut sebagai contoh adalah kesanggupan
70 Bandingkan dengan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 25 dan 26 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. 71 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4 Tanggal
21 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
40
dana, kecakapan membuat perjanjian dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
perjanjian tersebut.
Syarat selanjutnya merupakan ”cakap dalam membuat perjanjian” terhadap
para pihak yang membuatnya. Dalam komparisi akta telah tercantum identitas
masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Pihak Pertama , lahir di Medan pada
tanggal 17 Pebruari 1955, ibu rumah tangga, warga negara Indonesia, bertempat
tinggal di Medan, pemegang kartu tanda penduduk nomor : 02.xxxx.xxxxxx.xxxx dan
ketika membuat perjanjian ini dikatakan dalam akta tersebut bahwa pihak pertama
telah mendapatkan persetujuan dari suaminya. Pihak Kedua lahir di Medan pada
tanggal 5 Agustus 1965, wiraswasta, warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di
Medan, pemegang kartu tanda penduduk nomor : 02.xxxx.xxxxxx.xxxx.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk dapat membuat perjanjian harus
cakap bertindak dalam hukum, untuk dapat dikatakan cakap bertindak dalam hukum
para pihak harus dewasa menurut KUHPerdata yaitu berumur 21 tahun atau yang
sudah menikah yang tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata, tidak dibawah
pengampuan atau curatele. Akta Perjanjian Bangun Bagi tersebut dibuat pada tahun
2009, pada saat Akta Perjanjian tersebut dibuat pihak pertama telah berumur 54 tahun
dan juga mendapat persetujuan dari suaminya, memiliki kartu tanda kependudukan.
Pihak Kedua pada saat perjanjian tersebut dibuat telah berusia 44 tahun. Dalam Akta
Perjanjian Bangun Bagi tersebut tertulis bahwa ”para penghadap telah dikenal oleh
saya, Notaris”, berdasarkan pernyataan tersebut dapat membuktikan bahwa dengan
Notaris mengenali kedua belah pihak, para pihak tersebut telah memenuhi syarat
Universitas Sumatera Utara
41
untuk dapat melakukan atau membuat perjanjian tersebut. Dengan kata lain syarat (b)
yang tercantum dalam KUHPerdata telah dipenuhi oleh kedua belah pihak. Para
pihak yang berjanji telah memenuhi syarat subyektif yaitu syarat (a) dan (b).72
Syarat (c) dan (d) yaitu syarat objektif dimana objek yang tercantum dalam
perjanjian harus ada dan halal, halal yang dimaksud adalah tidak menentang pasal
1337 yaitu suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau
apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Adapun objek
perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama dan kedua yang dituliskan dalam akta
perjanjian tersebut adalah :73
1. Sebidang tanah yang langsung dikuasai oleh Negara seluas lebih kurang 1.083 M2
berada dipropinsi Sumatera Utara, Kota Medan, Kecamatan Medan Selayang.
2. Tanah tersebut merupakan milik dan kepunyaan pihak pertama yang dapat
dibuktikan dengan Akta yang telah dibuat sebelumnya.
3. Bahwa diatas tanah tersebut akan dibangun bangunan-bangunan yang menurut
sifat dan ketentuan Undang-undang termasuk menjadi bilangannya satu dan lain
tidak ada yang dikecualikan.
4. Pihak kedua menyanggupi atas biayanya sendiri untuk membangun 5(lima) pintu
rumah diatas tanah milik pihak pertama.
Keterangan di atas yang dikutip dari isi akta tersebut menjelaskan bahwa
objek yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak bersifat halal dan tidak mengandung
unsur melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Objek dari perjanjian tersebut
adalah tanah milik pihak pertama dan bangunan yang akan dibangun oleh pihak
72 Bandingkan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian
Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 bagian komparisi akta dengan dengan pasal 330 KUHPerdata yang
berbunyi : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan
tidak lebih dahulu telah kawin…” 73 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4 Tanggal
21 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
42
kedua dengan biayanya. Objek yang halal tersebut ditandai dengan unsur-unsur yang
terdapat dalam klausula perjanjian tersebut tentang hal-hal apa saja yang dilakukan
para pihak. 74
Dimana tanah, bangunan, serta konsep perjanjian bangun bagi bukan
lah sesuatu hal yang dilarang oleh undang-undang dang melanggar kesusilaan serta
kepentingan umum.
B. Prestasi, Wanprestasi dan Akibat Hukumnya
Obyek dari perikatan adalah prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu
prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Prestasi dalam bahasa Inggris disebut
juga dengan istilah “Performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah
mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition”
sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.75
Dalam suatu perjanjian
paling sedikit terdapat suatu hak dan kewajiban atas suatu prestasi yang terlibat
adalah dua orang atau lebih yang pada ahirnya menjadi dua pihak yaitu kreditur dan
debitur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur.
Oleh karena itu, debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang.
Istilah asing dari kewajiban disebut schuld dan disamping schuld debitur
juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu haftung. Maksudnya ialah, debitur
74 Bandingkan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian
Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 dengan dengan pasal 1337 KUHPerdata yang berisi :”Suatu sebab
adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik
atau ketertiban umum.” 75 Munir Fuady, Hukum Perdata I (Asas-Asas Hukum Perikatan), (Semarang : Fakultas
Hukum Undip, 1986) hal 3.
Universitas Sumatera Utara
43
berkewajiban memberikan harta kekayaan untuk diambil kreditur sebanyak utang
debitur, guna pelunasan hutang, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban
membayar utang.76
Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berupa :
a. memberi sesuatu
b. berbuat sesuatu
c. tidak berbuat sesuatu
Prestasi tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Harus mungkin
b. Harus halal
c. Harus dapat ditentukan
d. Harus dapat dinilai dengan uang
Apabila salah satu pihak, atau kedua belah pihak dalam perjanjian tidak
melakukan apa yang diperjanjikan, sehubungan dengan asas bahwa perjanjian itu
mengikat, maka pihak tersebut dikatakan ingkar janji atau wanprestasi. Wanprestasi
berasal dari kata “wanprestasie” (bahasa Belanda), yang artinya tidak memenuhi
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena
perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.77
Seseorang
dikatakan telah melakukan wanprestasi menurut Subekti, yaitu apabila:78
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
76 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit. 77 Subekti, Op. Cit, hal. 45. 78 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
44
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan, Setiawan bahwa : “jika debitur tidak
melaksanakan kewajibannya bukan karena keadaan memaksa, maka debitur dianggap
melakukan ingkar janji”. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan
alasannya yaitu:
a) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian;
b) Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur, debitur
tidak bersalah.
Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain:79
(1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi
kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian,
atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam
perikatan yang timbul karena undang-undang.
(2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur
melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang
ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan undang-
undang.
(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur
memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
tidak dipenuhi.
Subekti menambah satu lagi bentuk wanprestasi yaitu: melakukan sesuatu
menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehubungan dengan ingkar janji
/wanprestasi tersebut, timbul persoalan jika debitur yang tidak memenuhi prestasi
tepat pada waktunya harus dianggap terlambat atau tidak mampu memenuhi prestasi
79 Setiawan R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Bina Cipta) hal 18.
Universitas Sumatera Utara
45
sama sekali, sedangkan jika prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya,
maka digolongkan ke dalam terlambat memenuhi prestasi secara tidak baik, ia
dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat diperbaiki, dan
jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama sekali.80
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi salah satunya yaitu:
a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur
(Pasal 1243 KUHPerdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan
hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat
hakim (Pasal 1266KUHPerdata).
c. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat
(2) KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan
sesuatu.
d. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1)
HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam
perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian
disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267KUH Perdata). Ini berlaku
untuk semua perikatan.
Dari akibat hukum tersebut di atas, kreditur dapat memilih diantara beberapa
kemungkinan tuntutan terhadap debitur yaitu: dapat menuntut pemenuhan perikatan
atau pemenuhan perikatan disertai dengan ganti kerugian, atau menuntut ganti
kerugian saja atau menuntut pembatalan perjanjian lewat hakim atau menuntut
pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian.81
Sehubungan dengan hal
tersebut , ganti kerugian yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi berupa:
80 Ibid. 81 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan,(Bandung:Citra Aditya Bakti) hal 24.
Universitas Sumatera Utara
46
a. Biaya, yaitu kerugian berupa biaya-biaya konkret yang telah dikeluarkan;
b. Rugi, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya;
c. Bunga, yaitu keuntungan yang akan diperolehnya seandainya pihak debitur lalai.
C. Tugas dan Kewenangan Jabatan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya, sekilas pengertian Notaris yang tercantum
dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang
selanjutnya disebut dengan UUJN. Menurut Pasal 15 ayat 1 UUJN, Notaris
berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.82
Tugas utama Notaris adalah membuat dokumen-dokumen hukum yang
dikenal dengan akta autentik, dan menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP, akta autentik sebagai produk
82 Bandingkan dengan Pasal 1 UUJN Notaris mempunyai tugas untuk membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik.
Universitas Sumatera Utara
47
Notaris dikategorikan sebagai alat bukti surat.83
Dalam hal ini akta autentik yang
dibuat Notaris merupakan alat bukti yang sah ataupun dalam proses penyidikan
fungsinya untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Notaris jika terjadi suatu
sengketa. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota
masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian
terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan
tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan
kedudukan akta-akta autentik khususnya akta-akta Notaris.84
Notaris merupakan suatu jabatan sebagai pejabat umum yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan dengan kewenangan untuk membuat segala perjanjian
dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.85
Hal ini sesuai dengan
yang tercantum dalam pasal 15 UUJN, yaitu:
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
2. Notaris berwenang pula
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus.
83 Bandingkan pasal 1 angka 1 dan 7 UUJN dengan pasal 184 KUHAPidana yang berbunyi
:”alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,dan keterangan terdakwa. 84 Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung:Sinar Baru, 1995) , hal 45. 85 Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal 59.
Universitas Sumatera Utara
48
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan
d. Melakukan pengesahaan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan
g. Membuat akta risalah lelang.
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik,
selain itu tugas sehari-hari notaris dapat melakukan hal-hal:86
1. Bertindak sebagai penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum
perdata khususnya bertaliandengan akta yang akan, sedang dan telah dibuat
dihadapannya.
2. Mendaftarkan akta-akta surat-surat di bawah tangan.
3. Melegalisir tanda tangan.
4. Membuat dan mengesahkan salinan turunan berbagai dokumen.
5. Mengusahakan disahkannya badan-badan seperti Perseroan Terbatas dan
perkumpulan, agar memperoleh persetujuan pengesahan sebagai badan hukum dari
Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
6. Membuat keterangan Hak Waris (di bawah tangan).
7. Pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti
urusan bea materai dan sebagainya.
Pada pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN dikatakan bahwa Notaris juga
berwenang dalam hal memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, dari uraian tersebut dapat diketahui bahwasanya Notaris tidak hanya
berkewenangan membuat akta tetapi juga memberikan nasehat atau advis hukum
yang berkenaan dengan akta yang dibuatnya dan juga berwenang atau dapat bertindak
sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta. Dalam hal ini Notaris dapat bertindak dalam upaya mencegah dan menghindari
munculnya problematika dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi. notaris dapat
86 Sri Kastini, Peraturan Jabatan Notaris, (Medan:USU-Press,1997), hal 38.
Universitas Sumatera Utara
49
melakukan upaya mencegah terjadinya sengketa antara dua belah pihak dikarenakan
pada saat proses pembuatan akta perjanjian bangun bagi Notaris memiliki
kewenangan penuh untuk memberikan penyuluhan, penjelasan akan tindakan hukum
dan akibat hukum atas perjanjian yang akan dibuat kedua belah pihak.
Selain itu, notaris juga mempunyai wewenang yang meliputi 4 hal, yaitu:87
a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat
b. Notaris harus berwenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Pada dasarnya berdasarkan uraian di atas bahwa Notaris sebagai pejabat umum
menjalankan tugas dari pemerintah, dan pembuat undang-undang mengharuskan
Notaris untuk memberikan bantuannya dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu
yang dianggap penting sehingga memberikan kepastian hukum.
Notaris selaku pejabat pembuat akta autentik dalam tugasnya melekat pula
kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 16 ayat (1)
UUJN, dinyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :
a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
protokol Notaris
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta
d. Mengeluarkan Grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta
akta
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali
ada alasan untuk menolaknya
87 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta:Erlangga, 1992), hal.49.
Universitas Sumatera Utara
50
f. Merahasiakan sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menetukan lain
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1(satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50(lima puluh) Akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf I atau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5(lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya
k. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat oada setiap akhir
bulan
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan jabatan dan yempat kedudukan
yang bersangkutan
m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua)
orang saksi, atau 4(empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di
bawah tangan dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap,saksi, dan Notaris
n. Menerima magang calon Notaris
Selain daripada ketentuan dalam pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN khusus mengatur
tentang Akta Minuta, maka Akta Minuta dapat dibatalkan , karena notaris membuat
akta originali. Adapun akta originali tersebut yang terdapat dalam pasal 16 ayat (3)
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun
b. Akta penawaran pembayaran tunai
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga
d. Akta kuasa
e. Akta keterangan kepemilikan
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
51
Berkaitan dengan pasal 16 UUJN di atas, maka notaris dalam menjalankan profesinya
selain memiliki tugas dan wewenang dalam menjalankan jabatannya, notaris juga
memiliki larangan-larangan yang harus dihindari, yaitu yang terdapat dalam pasal 17
UUJN dinyatakan bahwa Notaris dilarang:
a. Menjalankan jabatan di luar jabatannya
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7(tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah
c. Merangkap sebagai pegawai negeri
d. Merangkap sebagai pejabat Negara
e. Merangkap sebagai advokat
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara,
badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang
Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris
h. Menjadi Notaris pengganti atau
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan
atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
Notaris.
Menurut Ismael Saleh yang dikutip Liliana dalam pelaksanaan tugasnya
notaris perlu memperhatikan apa yang disebut perilaku profesi yang memiliki unsur-
unsur sebagai berikut:88
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
2. Harus jujur terhadap client maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3. Sadar akan batas kewenangannya
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.
Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya notaris harus dapat bersikap netral dan tidak
memihak dan berperan dalam keadaan damai. Dengan demikian, notaris merupakan
88 Liliana Tedjasaputro, Etika Profesi Hukum, (Semarang:Aneka Ilmu, 1991), hal 86.
Universitas Sumatera Utara
52
suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas
serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas
notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum
antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.89
Sikap netral tersebut sangat diperlukan pada saat para pihak yang membuat
perjanjian hadir dihadapan Notaris. Dengan adanya sikap netral maka akan
mempengaruhi isi perjanjian tersebut dan proses pelaksanaannya, dimana jika Notaris
lebih mementingkan kepentingan salah satu pihak demi keuntungan yang akan
diperoleh maka akibatnya akan merugikan pihak lainnya.
D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi Antara
Pemilik Tanah Nyonya X sebagai Pihak Pertama dan Tuan Y sebagai Pihak
Kedua
Menurut KUHPerdata suatu perjanjian merupakan perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Berdasarkan pengertian tersebut suatu perjanjian baru dapat dibuat apabila terdapat
dua orang atau lebih yang sepakat untuk saling mengikatkan diri untuk melaksanakan
suatu prestasi yang merupakan tujuan dari pada perjanjianyang mereka buat tersebut.
Hal ini juga yang terkandung dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat
Nyonya X dan Tuan Y dihadapan Notaris Z yang dijadikan objek penelitian.
89 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafika,2006) hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
53
Hak dan kewajiban para pihak yang berjanji telah dituliskan dalam akta
perjanjian tersebut. Adapun hak pihak pertama yaitu Nyonya X sebagai pemilik tanah
di dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi, yaitu :90
1. Setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 2(dua) pintu
dari padanya (dua bangunan dari 5 bangunan) yaitu nomor:1 dan 2, pada gambar
denah lokasi yang diarsir dengan garis biru. (sesuai dengan isi pasal 3 point 1)
2. Uang senilai Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) yang diserahkan pihak
kedua secara tunai dengan maksud sebagai tambahan dari bagian pihak pertama,
dan diserahkan pada saat akta ditandatangani.(pasal 3 point 2)
3. Bangunan milik pihak pertama harus selesai dalam tempo waktu 12 (dua belas)
bulan. ( pasal 6)
4. Bangunan milik pihak pertama harus dibangun sesuai dengan kesepakatan para
pihak (pasal 5), yaitu :
a. Lantai I bangunan berukuran kurang lebih 3, 80 M X 16M (tiga koma delapan
puluh meter kali enam belas meter), lantai II dan lantai III bangunan berukuran
kurang lebih 3,80 X 17 M (tiga koma delapan puluh meter kali tujuh belas
meter), lantai ahir (atap) berukuran kurang lebih 1M X 5M (satu kali 5 meter)
dalam keadaan kosong, pintu depan lantai satu terbuat dari plat besi, pintu
belakang lantai satu dan pintu penutup yang ada di lantai ahir terbuat dari kayu
sejenis;
b. Bangunan dilengkapi dengan istalasi listrik 2.200 watt dan instalasi air leiding,
lengkap meteran;
c. Setiap lantai bangunan rumah dicor beton;
d. Jalan untuk parkir dipasang conblock.
e. Jika terjadi keterlambatan penyelesaian pembangunan berhak atas ganti
kerugian yang ditanggung pihak kedua.
f. Jika masa denda habis, maka pembangunan tetap berjalan sampai selesai
dengan pemindahan kewajiban dari pihak kedua kepada pihak ketiga, dimana
pihak ketiga ditunjuk oleh pihak kedua, serta biaya pembangunan ditanggung
pihak kedua.
Kewajiban Nyonya X sebagai pemilik tanah yaitu dalam hal ini pihak pertama adalah
sebagai berikut :
a. Memberi izin, hak dan kuasa kepada pihak kedua untuk mendirikan 5 (lima)
pintu bangunan rumah permanen bertingkat tiga berukuran kurang lebih
90 Lihat lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4
Tanggal 21 April 2009 pasal 1 sanpai dengan pasal 11.
Universitas Sumatera Utara
54
3,80M X 16M (tiga koma delapan puluh meter kali enam belas meter). (Pasal
1 poit 1)
b. Menyerahkan 3(tiga) pintu bangunan rumah kepada pihak kedua dengan
membuat atau menanda tangani segala akte-akte/surat-surat yang
berhubungan dengan penyerahan atau penjualannya.
c. Pajak-pajak yang timbul akibat penyerahan bangunan-bangunan tersebut
seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB)
adalah menjadi tanggungan masing-masing pihak sesuai jumlah yang
dikenakan atas masing-masing bangunan miliknya. (pasal 3 point 4)
d. Menjamin kepada pihak kedua untuk mempergunakan tanahnya untuk
dibangun tanpa ada gangguan hukum dari siapapun juga dan bebas dari segala
beban sitaan maupun agunan serta sengketa.(pasal 4)
e. Pihak pertama berkewajiban memberikan “kuasa-menjual” kepada pihak
pertama guna melaksanakan pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan
pemilikan bangunan-bangunan yang menjadi bagian pihak kedua, yaitu untuk
menjual atau menyerahkan kepada siapa saja yang ditunjuk oleh pihak kedua.
Dengan kata lain pihak pertama telah memberi kuasa kepada pihak kedua,
untuk mewakili pihak pertama melakukan segala tindakan yang perlu dan
berguna bagi penyerahan bangunan-bangunan yang menjadi bagian pihak
kedua.(pasal 7 point 1)
Adapun hak Tuan Y sebagai developer yaitu pihak kedua dalam Akta Perjanjian
Bangun Bagi tersebut, yaitu :
a. Setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 3(tiga)
pintu dari padanya yaitu nomor : 1, 2, dan 3 pada gambar denah lokasi diarsir
dengan garis merah dengan sendirinya hak pihak kedua.
b. Harga penjualan 3 (tiga) rumah yang merupakan bagian pihak kedua
ditentukan sendiri oleh pihak kedua.
c. Rumah yang menjadi bagian pihak kedua dibangun sesuai dengan keinginan
pihak kedua sendiri.
d. Selama proses pembangunan tidak mendapat gangguan hukum, sitaan dari
pihak manapun.
e. Menerima “kuasa-menjual” dari pihak pertama guna melaksanakan
pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan kepemilikan bangunan-
bangunan yang menjadi bagian pihak kedua, yaitu menjual atau menyerahkan
kepada siapa saja yang ditunjuk oleh pihak kedua.
Kewajiban Tuan Y developer dalam hal ini sebagai pihak kedua, yaitu :
a. Membangun 5(lima) pintu bangunan rumah permanen bertingkat tiga
berukuran kurang lebih 3,80M X 16M (tiga koma delapan puluh meter kali
enam belas meter) di atas tanah milik pihak pertama.
Universitas Sumatera Utara
55
b. Membangun 5 (lima) pintu rumah tersebut sesuai dengan Gambar Situasi
Denah Tanah Sementara dan Spesifikasi Gambar.
c. Memenuhi segala peraturan dari Yang Berwenang tentang pendirian
bangunan-bangunan baik di bidang tehnik termasuk keselamatan kerja
maupun administrasi (izin-izin).
d. Menanggung dan membayar biaya pembangunan rumah-rumah tersebut, IMB
(Izin Mendirikan Bangunan) dari Yang Berwenang, bahan-bahan, biaya
pemecahan Pajak Bumi Bangunan dan biaya lain sehubungan dengan
pendirian bangunan.(pasal 2 point 1)
e. Mengurus dan memohon dengan atas nama pihak pertama dengan biaya pihak
kedua, yaitu Permohonan Hak Milik atas sebahagian tanah tersebut di atas
(bagian depan) ukuran 20M X 26M(dua puluh meter kali dua puluh enam
meter) ke kantor Pertanahan Kota Medan, disertai dengan pajak-pajak yang
timbul dan pemecahan sertipikatnya menjadi berapa bagian untuk pihak
pertama ataupun pihak kedua. (pasal 2 point 1 dan 2)
f. Pajak-pajak yang timbul akibat penyerahan bangunan-bangunan tersebut
seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB)
adalah menjadi tanggungan masing-masing pihak sesuai jumlah yang
dikenakan atas masing-masing bangunan miliknya. (pasal 3 point 4)
g. Lantai I bangunan berukuran kurang lebih 3, 80 M X 16M (tiga koma delapan
puluh meter kali enam belas meter), lantai II dan lantai III bangunan
berukuran kurang lebih 3,80 X 17 M (tiga koma delapan puluh meter kali
tujuh belas meter), lantai ahir (atap) berukuran kurang lebih 1M X 5M (satu
kali 5 meter) dalam keadaan kosong, pintu depan lantai satu terbuat dari plat
besi, pintu belakang lantai satu dan pintu penutup yang ada di lantai ahir
terbuat dari kayu sejenis;
h. Bangunan dilengkapi dengan istalasi listrik 2.200 watt dan instalasi air
leiding, lengkap meteran;
i. Setiap lantai bangunan rumah dicor beton;
j. Jalan untuk parker dipasang cinblock.
k. Penyelesaian pembangunan harus sudah selesai selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 12(dua belas bulan) terhitung sejak Surat Izin Mendirikan
Bangunan keluar dari instansi yang berwenang.(pasal 6)
l. Mempertanggung jawabkan segala akibat jika pihak kedua menjual rumah-
rumah tersebut sebelum rumah-rumah milik pihak pertama selesai.
m. Jika penyelesaian pembangunan tidak selesai tepat pada waktunya maka pihak
kedua wajib membayar berupa denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)
setiap satu hari keterlambatan, yang dibayar seketika dan sekaligus pada saat
terahir denda. Denda hanya berlaku 2 (dua) bulan.
n. Jika masa denda selesai tetapi bangunan belum selesai, maka pihak kedua
wajib menunjuk pihak ketiga untuk melanjutkan pembangunan sampai selesai
dengan biaya dari pihak kedua.
Universitas Sumatera Utara
56
o. Biaya pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat kedua belah pihak
ditanggung oleh pihak kedua.
Dari uraian di atas secara singkat dijelaskan hak dan kewajiban antara Nyonya X dan
Tuan Y, isi akta perjanjian tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Nyonya X dan Tuan
Y berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam KUHPerdata bahwa perjanjian
tersebut merupakan kesepakatan dan undang-undang bagi para pihak. Kebebasan
berkontrak tersebut yaitu atas keseluruhan isi klausula perjanjian, mengenai objek,
penyerahan, waktu penyelesaian, ganti rugi dan lain sebagainya ditentukan sendiri
oleh para pihak. Berdasarkan hak dan kewajiban para pihak perlu diperhatikan
peranan Notaris dalam membuat perjanjian tersebut, apakah notaris tersebut telah
memberikan penyuluhan hukum dan advis yang tepat. Dimana para pihak atau client
dari seorang Notaris tidak memiliki pengetahuan di bidang hukum, hal inilah yang
menyebabkan dibutuhkannya unsur perlindungan hukum bagi para pihak yang
membuat perjanjian melalui jasa Notaris. Notaris harus bersikap netral terhadap para
pihak.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III
PROBLEMATIKA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PELAKSANAAN
PERJANJIAN BANGUN BAGI
A. Problematika yang timbul pada pihak pemilik tanah
1. Kuasa Menjual
Kuasa atau lastgeving merupakan suatu persetujuan (overenkomst) dimana
ada suatu pihak memberi kuasa atau kekuasaan (macht) kepada orang lain
(lasthebber) untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum atas nama pemberi
kuasa (lastgever). Pada pasal 1792 KUHPerdata memberikan batasan pemberian
kuasa adalah suatu persetjuan, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan
kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelesaikan suatu
urusan. Pengertian dari suatu persetujuan apabila didasarkan pada pasal 1313
KUHPerdata merupakan suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya kepada satu orang lain atau lebih, dan Pasal 1338 ayat (1),
menjamin kebebasan kepada pihak-pihak untuk menentukan isi daripada persetujuan
itu.
Kemudian makna kata-kata “untuk atas namanya”, berarti bahwa yang diberi
kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan
akibat dari perserujuan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa
57
Universitas Sumatera Utara
58
dalam batas-batas kuasa yang diberikan.91
Dalam pasal 1795 KUHPerdata, dapat
ditemukan 2(dua) jenis surat kuasa:92
a. Surat kuasa umum yaitu kuasa yang diberikan secara umum adalah meliputi
perbuatan-perbuatan pengurusan yang meliputi segala kepentingan pemberi kuasa,
kecuali perbuatan pemilikan.
b. Surat kuasa khusus yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih;
karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas
perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa, misal:untuk
mengalihkan hak barang bergerak/tidak bergerak, meletakkan hipotik, melakukan
suatu perdamaian, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh
seorang pemilik.93
Di samping itu juga terdapat berbagai pasal dalam KUHPerdata yang
berkaitan dengan kuasa, baik berupa kuasa umum maupun kuasa khusus, misalnya
pasal 334 KUHPerdata tentang kuasa untuk mewakili seseorang yang masih di bawah
umur oleh salah seorang anggota keluarganya, pasal 1683 KUHPerdata tentang kuasa
untuk menyatakan menerima suatu hibah, dengan persyaratan harus dengan akta
autentik, pasal 1925 KUHPerdata tentang kuasa untuk memberika pengakuan di
muka pengadilan dan pasal 1934 KUHPerdata tentang kuasa untuk melakukan
sumpah, demikian juga kuasa dalam melaksanakan perkawinan.
Bentuk pemberian kuasa dalam pasal 1793 KUHPerdata, ditentukan sebagai
berikut:94
a. Akta autentik
b. Akta di bawah tangan
c. Surat biasa
d. Secara lisan
91 Djaja S. Meliala, Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(Bandung: Tarsito, 1982) hal. 3. 92 Bandingkan dengan pasal 1795KUHPerdata 93 Djaja. S. Meliala. Op. Cit, hal. 4. 94 Guse Prayudi, Seluk Beluk Perjanjian, (Yogyakarta:Pustaka Pena, 2007), hal. 52.
Universitas Sumatera Utara
59
e. Diam-diam
Dalam hal tertentu, pihak-pihak dalam “pemberian kuasa”, terikat pada
syarat-syarat formil, dalam hal :95
1. Surat Kuasa yang harus autentik
a. Kuasa perkawinan (Pasal 79 KUHPerdata)
Tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Perkawinan yaitu UU No. 1 Tahun
1974, tidak diatur secara tegas karena dalam prakteknya masih sering dijumpai
surat kuasa tersebut dibuat secara notariil.
b. Kuasa menghibahkan (Pasal 1682 KUHPerdata)
Sepanjang mengenal tanah, dengan berlakunya UUPA memang sudah dicabut,
tetapi dalam hal-hal lain belum dicabut.
c. Kuasa melakukan Hypotek (Pasal 1171 KUHPerdata)
2. Surat kuasa yang ditandatangani dengan cap jempol, tanda tangan tersebut harus
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, karena cap jempol tanpa legalisir dari
pejabat yang berwenang, bukan merupakan tanda tangan. Yang berhak member
legalisir adalah : camat, bupati, walikota, dan Notaris.
3. Pemberi kuasa di luar negeri, harus dilegalisir oleh kedutaan besar kita di luar
negeri. Jika di negeri tersebut tidak ada perwakilan/kedutaan besar kita, maka
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang di sana, kemudian ke departemen
kehakiman dank e departemen luar negeri Negara yang bersangkutan. (Putusan
Mahkamah Agung tanggal 14 April 1973 No. 208k/Sip/1973)
4. Kuasa dengan lisan, diam-diam, dan melalui surat biasa, harus dinyatakan dengan
tegas di muka pengadilan, jika diberikan kepada seseorang pengacara untuk
sesuatu keperluan di muka persidangan.
Berakhirnya pemberian kuasa menurut Guse Prayudi apabila, yaitu :96
a. Atas kehendak pemberi kuasa
b. Atas permintaan penerima kuasa
c. Persoalan yang dikuasakan telah dapat diselesaikan
d. Salah satu pihak meninggal dunia
e. Salah satu pihak di bawah pengampuan (curatele)
f. Salah satu pihak dalam keadaan pailit
g. Karena perkawinan perempuan yang member/menerima kuasa
h. Atas keputusan pengadilan
95 Djaja. S. Meliala. Op. Cit. hal. 5-6. 96 Guse Prayudi, Op. Cit. hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
60
Pemberian kuasa dalam perjanjian bangun bagi dilakukan pemilik tanah
kepada developer, dimana kuasa tersebut bertindak sesuai dengan hal yang
diperjanjikan sesuai kesepakatan para pihak, pemberian kuasa yang dilaksanakan
Nyonya X kepada Tuan Y melalui Akta Kuasa Menjual dalam bentuk akta yang
dibuat di hadapan Notaris. Pasal 1792 KUHPerdata terkait pemberian kuasa, yang
menentukan sebagai “suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan
orang lain sebagai penerima kuasa guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk
dapat “atas nama” “si pemberi kuasa”. Dengan demikian, berdasarkan pada pasal
1792 KUHPerdata sifat dari pemberian kuasa adalah “mewakilkan” atau
“perwakilan”. Mewakilkan masksudnya pemberi kuasa mewakilkan kepada si
penerima kuasa untuk mengurus dan melaksanakan kepentingan si pemberi kuasa,
adapun arti kata atas nama yang dimaksud dalam pasal ini adalah si penerima kuasa
berbuat atau bertindak mewakili si pemberi kuasa.97
Oleh karena itu sebenarnya
kedudukan Tuan Y atau developer sebagai perwakilan dari nyonya X terhadap segala
pengurusan surat-surat dihadapan pihak yang berwenang.
Kuasa menjual sekurang-kurangnya diberikan dalam bentuk akta kuasa yang
dilegalisasi di hadapan notaris. Tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas.
Kuasa menjual ini sering dimanfaatkan oleh developer dimana dengan adanya kuasa
menjual developer dapat menjual tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah. Dalam
perjanjian bangun bagi, status kepemilikian tanah pada saat proses pelaksanaan tidak
berpindah ke tangan developer, sehingga sifat “mewakilkan” dan “perwakilan” dari
97 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal, 306.
Universitas Sumatera Utara
61
kuasa menjual dimanfaatkan agar dapat memindah tangankan rumah toko tersebut
dari developer kepada pembeli melalui surat-surat atas nama pemilik tanah.
Developer yang beritikad tidak baik memanfaatkan kuasa menjual untuk
keuntungannya, sebagai contoh dimana developer berjanji kepada pemilik tanah
bahwa akan membangun ruko di atas tanah pemilik tanah sebanyak 5(lima) unit,
developer berjanji akan memberikan bagian pemilik tanah sebanyak 2(dua) unit dan
sisanya 3(tiga) unit merupakan milik developer, tanah tersebut masih atas nama
pemilik tanah, maka dibuatlah kuasa menjual agar dikemudian hari developer dapat
menjual yang bagiannya tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah.
Pada proses pelaksanaannya, banyak developer yang tidak melakukan sesuai
yang terdapat dalam perjanjian, dimana dalam perjanjian developer tidak dapat
menjual bagiannya jika tidak menyelesaikan terlebih dahulu ruko milik pemilik tanah,
Tetapi developer menyalah gunakan kuasa menjual tersebut agar bagiannya cepat
laku dan developer mendapat keuntungan. Problematika yang muncul dimana
developer menjual bagiannya terlebih dahulu berdasarkan kuasa menjual sebelum
menyelesaikan bangunan milik pemilik tanah, setelah bagian miliknya habis,
developer pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pembangunan. Maka hal ini
menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik tanah, dimana developer dapat
meninggalkan pembangunan ruko milik pihak pertama sekalipun belum selesai.
Hal tersebut juga terjadi diantara Nyonya X dan Tuan Y, dimana dalam
perjanjiannya tertera dalam pasal 7 bahwa para pihak membuat Akta Kuasa Menjual
dimana Nyonya X memberikan kuasa kepada Tuan Y, dan dalam perjanjian itu
Universitas Sumatera Utara
62
dijelaskan bahwa kuasa menjual tersebut dibuat setelah akta perjanjian yang
bernomor berturut-turut setelah akta perjanjian, dalam pasal 7 tersebut dijelaskan
tentang kuasa tersebut serta menyebutkan “apabila ternyata pihak kedua telah
menjual rumah-rumah tersebut sebelum rumah-rumah yang disediakan bagi pihak
pertama selesai, maka hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kedua
sendiri.”98
Pada pelaksanaannya Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan milik
pihak pertama, tetapi menjual bangunan miliknya kepada pihak ketiga atau pembeli,
artinya Tuan Y melanggar pasal 7 dalam perjanjian, Tuan Y tanpa diketahui Nyonya
X telah menjual bagiannya kepada pihak lain, maka dapat dikatakan Tuan Y
memegang akta kuasa menjual tersebut dan menyalahgunakannya. Jika dilihat dari
kasus tersebut, mengapa Tuan Y dapat menjual bagiannya sebelum menyelesaikan
bangunan pihak pertama dapat dipastikan karena Tuan Y memegang Kuasa Menjual
tersebut, jika kuasa menjual tersebut tidak berada di tangannya transaksi tidak dapat
dilakukan dengan pembeli, karena terjadinya Jual-Beli hanya dapat berlangsung dari
Tuan Y kepada pihak lain hanya dimungkinkan atas dasar kuasa menjual. Kuasa
menjual dapat dipegang oleh developer, tidak ada larangan akan hal tersebut dan para
pihak yang membuat perjanjian pada saat itu tidak ada meminta kepada Notaris untuk
memegang Kuasa Menjual tersebut sampai bangunan Nyonya X selesai, alasan para
pihak pada saat itu karena Tuan Y mengeluarkan uang tunai yang diserahkan kepada
98 Bandingkan dengan pasal 7 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan
Penentuan Bagian dan angka 8 tentang duduk perkara Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn, hal.
3-4.
Universitas Sumatera Utara
63
Nyonya X sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam perjanjian bahwa
biaya pembangunan rumah toko Nyonya X seluruhnya ditanggung oleh Tuan Y, serta
segala biaya pengurusan surat-surat yang berkaitan juga ditanggung oleh Tuan Y
sehingga Nyonya X setuju kuasa menjual tersebut dipegang oleh Tuan Y.99
Pada dasarnya tidak ada larangan yang menyatakan kuasa menjual tersebut
dipegang oleh developer, tetapi oleh karena kuasa menjual tersebut dapat
dimanfaatkan dengan itikad tidak baik, sebaiknya Notaris ataupun para pihak
menentukan pengaturan sendiri tentang hal tersebut dengan tujuan menghindari
sengketa. Oleh karena itu, Nyonya X mengajukan gugatannya yang tertanggal 16
September 2013 ke Pengadilan Negeri Medan. Dalam tentang duduk perkara nomor 9
dan 10 dijelaskan bahwa Nyonya X menuntut batal demi hukum jika ruko tersebut
telah pindah tangan kepada pihak lain.100
Berdasarkan uraian di atas, problematika
kuasa menjual tersebut juga berkaitan erat dengan problematika yang muncul lainnya
dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi dimana dengan tidak selesainya
pembangunan yang diadakan oleh developer, maka developer pasti tidak melakukan
penyerahan kepada pemilik tanah, dan developer meninggalkan begitu saja
pembangunan tersebut.101
99 Hasil Wawancara dengan Notaris Z , Notaris di Medan, pada tanggal 12 September 2014. 100 Bandingkan dengan tentang duduk perkara nomor 9 dan 10 Lampiran Putusan Nomor
51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn. 101
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
64
2. Levering (Penyerahan)
Levering merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik karena
adanya pemindahan hak milik dan seseorang yang berhak memindahkannya kepada
orang lain yang berhak memperoleh hak milik. Cara memperoleh hak milik dengan
levering merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat
sekarang.
Yang dimaksud hak milik dalam KUHPerdata pasal 570 adalah:
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau
Peraturan yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu
dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dengan
pembayaran ganti rugi.”
Karena “di dalam hak milik juga ada fungsi sosial yang bermanfaat bagi
orang lain.”102
Perkataan levering mempunyai dua arti yaitu :
1. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (fetelijke levering)
2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain
(juridische levering).103
Sedangkan levering menurut KUHPerdata pasal 1475 “penyerahan adalah
suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan
pembeli.” Melihat pengertian-pengertian levering di atas dapat diambil kesimpulan
102 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,
(Sinar Grafika:1993) hal. 36. 103 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Alumni,2004)
hal. 132
Universitas Sumatera Utara
65
bahwa levering merupakan perbuatan hukum yang dilakukan untuk memindahkan
hak kepemilikan atas barang dari penjual ke pembeli.
a. Macam-macam Levering
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa levering merupakan
perbuatan hukum (yuridis) yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu
barang yang diperjualbelikan dari penjual ke pembeli. Kewajiban menyerahkan hak
milik bagi penjual meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk
mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Hukum dalam arti luas
adalah “rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota
masyarakat.”104
Sedangkan yang dimaksud barang atau benda adalah “segala sesuatu
yang dapat dikuasai dengan hak milik, tanpa mempedulikan jenis atau wujudnya.”105
Secara umum dalam hukum perdata benda dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu barang bergerak dan tidak bergerak, maka menurut pembagian benda,
levering juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu levering benda bergerak dan
levering benda tak bergerak. Sebagaimana Pasal 504 KUHPerdata yang berbunyi
“tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tak bergerak satu sama lain menurut
ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian berikut.”
1) Levering benda bergerak
Benda bergerak dalam KUHPerdata dibagi menjadi 2(dua) macam, yaitu
benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Adapun benda
104 Wirjono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Sumur,1995), hal.29. 105 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan dan Kebendaan Pada
Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2005) hal. 31.
Universitas Sumatera Utara
66
bergerak mempunyai sifat atau cirri-ciri dapat dipindahkan. Pasal 509 KUHPerdata
berbunyi “kebendaan bergerak karena sifatnya adalah kebendaan yang dapat
berpindah atau dipindahkan.”
a) Benda bergerak berwujud
Benda bergerak berwujud, levering dilakukan dengan cara penyerahan
bendanya kepada orang yang berhak menerima, yang disebut “penyerahan nyata”
(ferlejke levering) atau dengan menyerahkan kunci dimana benda ini disimpan. Hal
ini berdasarkan Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan
kebendaan bergerak yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan
kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan menyerahkan kunci dari
bangunan dalam mana kebendaan itu berada.”
b) Levering benda bergerak tidak berwujud
Benda bergerak tidak berwujud dalam KUHPerdata adalah berupa hak-hak
piutang. Sedangkan piutang itu sendiri dibedakan menjadi tiga macam yaitu piutang
atas bawah (aan toonder), piutang atas nama (op naam) dan piutang atas pengganti
(aan order).
(1) Levering surat piutang atas bawa (aan toonder)
Pasal 613 KUHPerdata ayat (3) berbunyi, “Penyerahan tiap-tiap piutang
karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap
piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan
indosemen.” Yang dimaksud dengan levering piutang atas bawa adalah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
67
dengan penyerahan surat itu sendiri yang tentunya sudah disepakati oleh pihak-pihak
tertentu. Misalnya :”saham-saham dalam perseroan terbatas(PT).”106
(2) Levering piutang atas pengganti (aan onder)
Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata yang telah diuraikan sebelumnya
menjelaskan bahwa penyerahan dilakukan dengan menyerahkan surat disertai
endosemen, yakni “dengan menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada
siapa surat piutang itu dialihkan. Misalnya cek-cek atau wesel.”107
(3) Levering surat piutang atas nama (op naam)
Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata berbunyi “Penyerahan akan piutang-piutang
atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat
sebuah akta autentik atau dibawa tangan, dengan nama hak-hak atas kebendaan itu
dilimpahkan kepada orang lain.” Levering surat piutang atas nama dilakukan dengan
cara membuat akta autentik atau di bawah tangan (cassie). Cassie adalah :
“Penggantian kedudukan berpiutang dari kreditur lama yang dinamakan
cedent kepada kreditur baru yang dinamakan cessionaries. Sedangkan
debitur dinamakan cessus. Agar peralihan piutang ini berlaku terhadap
kreditur, akta cessie itu harus diberitahukan kepadanya secara resmi. Hak
piutang dianggap sudah beralih dari kreditur lama (cedent) kepada kreditur
baru (cessionaries) pada saat akta cessie dibuat, tidak pada waktu cassie
Diberitahukan cessus.”108
2) Levering benda tidak bergerak
Pasal 506, 507, 508 KUHPerdata benda tidak bergerak dapat disimpulkan
menjadi 3 jenis, yaitu :
106 A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata I, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996) hal. 240. 107 Ridwan Syahrani, Op. Cit, hal 134. 108 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
68
1. Benda yang menurut sifatnya tak bergerak yang dibagi lagi menjadi 3 jenis:
a. Tanah
b. Segala sesuatu yang menyatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta
bercabang, seperti tumbuh-tunbuhan.
c. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah itu
karena tertanam dan terpaku, misalnya : pipa-pipa pabrik yang tertanam di
tanah.
2. Benda yang menurut tujuan pemakaiannya pabrik bersatu dengan benda tidak
bergerak, seperti :
a. Pada pabrik yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan pabrik misalnya:mesin.
b. Pada suatu perkebunan yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai merabah
tanah.
c. Pada rumah kediaman : segala kaca, tulisan, dan lain-lain.
d. Barang-barang reruntuhan daru sesuatu bangunan yang digunakan lagi untuk
mendirikan bangunan.
3. Benda yang menurut undang-undang sebagai benda tidak bergerak seperti “hak-
hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak bergerak.”109
Penyerahan barang tidak bergerak terdapat dua bentuk penyerahan yaitu
“penyerahan senyatanya dan penyerahan secara yuridis.”110
Yang dimaksud
penyerahan secara yuridis adalah membuat suatu surat penyerahan (akta van
transport)yang harus terdaftar dalam daftar hak milik (regiser eigendom) yang
disebut “balik nama”.111
Artinya dalam hal ini pihak-pihak yang terkait membuat
akte. Biasanya dalam jual beli akta dibuat sementara terlebih dahulu karena sesudah
itu ada akta lain. Hak ini dilakukan karena saat pembuatan persetujuan jual beli dan
penyerahan barang membutuhkan waktu. Setelah adanya kesepakatan pembuatan
perjanjian untuk memenuhi perikatan pada tanggal tertentu maka penjual dan pembeli
membutuhkan pada harganya yang disebut “akta transport” yaitu “akta dimana pihak-
109 Ibid, hal. 109. 110 A. Vollmar, Op.Cit. hal 288. 111 Suhardana, Hukum Perdata I, (Jakarta : Prenhallindo, 2001), hal.187.
Universitas Sumatera Utara
69
pihak menuliskan kehendaknya penjual menerangkan menyerahkan barang dan
pembeli menerangkan menerima barang.”112
Penyerahan barang tidak bergerak di atas didasarkan atas pasal
616KUHPerdata yang dihubungkan dengan pasal 620 KUHPerdata yang berbunyi
“Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan
pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam
pasal 620 ayat (1) dan (2).”
Pasal 620 KUHPerdata ayat (1) menyebutkan bahwa :
“Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasalyang
lalu, pengum,uman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan
sebuah salinan autentik yang lengkap dari akta autentik atas keputusan yang
bersangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam
lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan berada,
dan dengan membukukannya dalam register.”
Pasal 620 KUHPerdata ayat (2) berbunyi:
“Bersama-sama dengan pemindahan tersebut pihak yang berkepentingan
harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan
autentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta/kutipan itu, agar
penyimpanan mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan
nomor dari register yang bersangkutan.”
Dalam halnya penyerahan atau Levering dalam perjanjian bangun bagi yang
diadakan oleh Nyonya X dan Tuan Y menjadi suatu problematika yang muncul
diantara para pihak, hal tersebut terdapat dalam putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN
yang ditegaskan oleh saksi dimana 2 (dua) rumah toko yang semestinya menjadi
112 A. Vollmar, Op. Cit. hal. 241.
Universitas Sumatera Utara
70
milik pihak pertama belum diserahkan oleh pihak kedua, “…. sekarang ada bangunan
rumah toko 5 (lima) unit akan belum selesai, terbengkalai bangunan sejak tahun
2009, bangunan itu dibagi 3 rumah untuk pihak kedua dan 2 rumah toko untuk pihak
pertama dan sampai saat ini belum diserahkan.113
Dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi tersebut belum terjadi penyerahan yang semestinya dilakukan agar
perjanjian tersebut selesai. Pada dasarnya, penyerahan dari pihak kedua kepada pihak
pertama bukan lagi penyerahan seperti yang diuraikan di atas yaitu balik nama tetapi
berupa sertifikat yang telah didaftarkan, karena 5 (dua) ruko tersebut merupakan atas
nama pihak pertama, hanya saja pihak pertama menginginkan adanya serah terima
bangunan,penyerahan kunci bangunan dari pihak kedua yang tujuannya menjelaskan
bahwa bangunan tersebut sudah selesai sesuai dengan kesepakatan semula atau
tidak.114
Permasalahan yang terjadi dalam perjanjian bangun bagi tersebut dimana
pihak developer tidak melaksanakan penyerahan (levering), dimana fungsinya adalah
sebagai pemindahan hak milik. Dalam halnya perjanjian bangun bagi, pihak pemilik
tanah memberikan ijin kepada developer untuk melakukan pembangunan di atas
tanahnya, selain melakukan pembangunan, perjanjian tersebut telah mengatur
developer untuk menanggung biaya permohonan hak kepada Badan Pertanahan
Nasional melalui jasa Notaris. Setelah pembangunan selesai dilaksanakan, developer
113 Lihat Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn. hal.8. 114 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21 -23 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
71
wajib menyerahkan bangunan dan sertifikat tanah beserta kunci bangunan kepada
pemilik tanah sebagai tanda bangunan dan tanah tersebut milik pemilik tanah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa developer harus
melakukan penyerahan yang sifatnya penyerahan fisik atau penyerahan secara nyata
dan penyerahan yuridis, penyerahan fisik atau nyata antara lain: kunci bangunan dan
bangunannya sesuai dengan permintaan pemilik tanah dalam perjajian, sedangkan
secara yuridis adalah antara lain : sertifikat, tanda bukti surat yang ditandatangani
para pihak sebagai tanda telah dilaksanakannya penyerahan (levering) atas bangunan
tersebut. Penyerahan (levering) tetap harus dilakukan karena kunci bangunan dan
sertifikat milik pihak pertama masih berada di tangan pihak kedua sekalipun pada
dasarnya bangunan dan tanah tersebut dengan sendirinya sudah menjadi milik pihak
pertama dengan adanya akta perjanjian dan dikarenakan pihak pertama sebelumnya
dalam perjanjian telah meminta untuk penyerahan secara langsung dari pihak kedua.
Penyerahan (levering) harus dimasukkan dalam salah satu klausula dalam
akta perjanjian bangun bagi, tujuannya adalah sebagai bukti bahwa perjanjian yang
diadakan para pihak tersebut telah selesai dilaksanakan dan para pihak telah
melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang terdapat dalam akta perjanjian.
sekalipun penyerahan (levering) juga memiliki sifat otomatis yang artinya setelah
pelaksanaan perjanjian dengan sendirinya objek tersebut telah pindah kekuasaan.
Klausula tentang penyerahan (levering) tersebut juga harus dijelaskan dalam akta
perjanjian secara rinci tentang bagaimana cara penyerahannya, kapan penyerahan
berlangsung, jika dalam akta perjanjian tidak diatur secara rinci, maka dapat
Universitas Sumatera Utara
72
dimungkinkan developer dapat meninggalkan begitu saja bagian pemilik tanah tanpa
adanya penyerahan secara nyata kepada pemilik tanah. Dalam hal ini Notaris
berperan penting untuk menganjurkan kepada para pihak untuk mengatur secara rinci
penyerahan tersebut dalam akta perjanjian, tetapi tetaplah bergantung pada
kesepakatan para pihak.
3. Letak tanah dalam peta perencanaan dan sejarah tanah
Letak, batas dan sejarah tanah dapat juga menjadi salah satu masalah,
karena hal ini dapat menjadi celah bagi pengembang, dimana letak yang dijelaskan
oleh pengembang sebelumnya ternyata berbeda dengan yang tertulis di sertipikat atau
dalam akta perjanjian. Para pihak haruslah berhati-hati dan melihat langsung batas-
batasnya, karena hal ini dikemudian hari akan mempengaruhi proses pemberian
kredit dari bank, dan jika dijual kembali harganya di bawah dari harga semestinya,
karena pengaturan susunan perumahan berkaitan dengan akses jalan dan nilai
komersil dari perumahan tersebut. Oleh karena itu ketika membuat perjanjian bangun
bagi, para pihak harus memeriksa kembali tanah tersebut, batas-batas pembagian
untuk masing-masing pihak yang harus disesuaikan dengan peta atau denah.
Problematika yang terjadi pada pihak pertama dimana pihak pertama
mengajukan tuntutan yang isinya dalam tentang duduk perkara putusan Nomor
51X/Pdt/.G/2013/PN Mdn yaitu “…..secara fakta ekonomi tanah penggugat (pihak
pertama) yang tersisa di bagian belakang tidak menjadi berharga atau tidak ada
Universitas Sumatera Utara
73
nilainya karena bahagian belakang telah tertutup dengan bangunan tergugat (pihak
kedua) hanya tersisa 2(dua) meter untuk menuju tanah belakang.”115
Sejarah tanah juga akan mempengaruhi perjanjian bangun bagi dikarenakan
dapat saja tanah tersebut dimungkinkan masih dalam sengketa, warisan, dimana
kemungkinan ahli waris dari pemilik tanah tersebut tidak semua menyetujui tanah itu
akan dijual, masalah lainnya adalah tanah tersebut masih dijadikan jaminan. Untuk
mengetahui hal tersebut perlu dilakukan pengecekan terhadap sertifikat tanah tersebut
melalui Badan Pertanahan Nasional. Dalam pasal 4 akta tersebut berisikan bahwa
pihak pertama menjamin kepada pihak kedua bahwa pihak kedua dapat
mempergunakan tanah tersebut untuk melakukan pelaksanaan pembangunan tanpa
gangguan hukum dari siapapun juga dan bebas dari segala beban sitaan maupun
agunan serta sengketa. Artinya pihak pertama dan kedua telah bersama-sama
mengetahui akan sejarah tanah tersebut sebelum membuat perjanjian tetapi akan lebih
baik jika para pihak yang berjanji beserta notaris melakukan penelusuran langsung
terhadap tanah tersebut agar menghindari masalah-masalah yang kemungkinan
muncul dikemudian hari. Pasal 4 tersebut juga berisikan maksud pihak pertama
menjamin tanah tersebut bebas dari sengketa berupa apapun kepada pihak kedua.116
Dalam tentang duduk perkara dan keterangan saksi dalam putusan No.
115 Bandingkan dengan Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn tentang duduk
perkara nomor 4 hal.2. 116 Lihat Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4
Tanggal 21 April 2009 pasal 4.
Universitas Sumatera Utara
74
51X/Pdt.G/2013/PN Mdn juga telah dibuktikan sejarah tanah tersebut sebelum pihak
pertama melakukan perjanjian dengan pihak kedua, tidak dalam sengketa.
B. Problematika yang timbul pada pembeli rumah
1. Kapling Siap Bangun
Pengertian Kapling Siap Bangun dapat dilihat dari Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1974, untuk maksud dan tujuan
maka developer menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Mempersiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan dalam arti
luas dan prasarana lingkungan.
2. Mengusahakan pembiayaan dan diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
3. Menyiapkan dan melaksanakan /mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek
prasarana lingkungan yang mencakup penguasaan dan pematangan tanah,
pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan
lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan itu.
4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasainya, dengan kewenangan untuk:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya.
c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut berikut rumah dan
bangunannya dan atau memindahkan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan
(dalam bentuk Kapling berikut prasarana yang diperlukan) kepada pihak ketiga.
Lampiran keputusan Mentri Pekerjaan Umum nomor 01/XPTS/1989 juga
memberikan pengertian Kapling Siap Bangun adalah : lahan matang yang terencana
dalam suatu lingkungan perumahan dengan prasarana lingkungan berupa jalan
setapak berkonstruksi sederhana dengan daerah manfaat jalan 2,8 meter serta
dilengkapi dengan utilitas umum dan fasilitas social berupa jaringan listrik, air bersih,
MCK (mandi,cuci,kakus) untuk umum, tempat bermain dan warung.
Universitas Sumatera Utara
75
Pembangunan Kapling Siap Bangun, oleh Mentri Pekerjaan Umum Nomor
01/XPTS/1989 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Kapling Siap Bangun (KSB).
Dalam surat keputusan tersebut antara lain ditetapkan:
1. Persyaratan pembangunan Kapling Siap Bangun adalah:
a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan kapling siap bangun
beserta lingkungannya harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya.
b. Pelaksanaan pembangunan lingkungan Kapling Siap Bangun baru dapat
dimulai sesudah ada ijin dari instansi yang berwenang.
c. Persyaratan-persyaratan administratif yang menyangkut pengadaan tanah,
perencanaan proyek serta legalitas dan bonafiditas perusahaan pembangunan
Kapling Siap Bangun (developer) harus mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Lingkungan Kapling Siap Bangun
Pembangunan Kapling Siap Bangun sebaiknya dilakukan pada sekitar lokasi
pembangunan lingkungan perumahan sederhana dengan fasilitas Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) dengan jarak maksimum radius 1(satu) kilo meter, sehingga secara
menyeluruh membentuk satuan lingkungan perumahan yang terdiri dari kapling
tanah matang, rumah sederhana, rumah inti dan Kapling Siap Bangun. Hal ini
dimaksudkan agar lingkungan Kapling Siap Bangun dapat memanfaatkan
prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan sederhana
tersebut. Dalam menentukan Kapling Siap Bangun harus sudah mendapat ijin dari
Pemerintah Daerah dan telah dilakukan penyelidikan awal dalam hal kondisi
tanah, topografi, dan lingkungan sekitarnya.
3. Kriteria Pemilihan
Dalam membangun Kapling Siap Bangun harus tersedia lahan yang cukup. Luas
tanah untuk lokasi pembangunan Kapling Siap Bangun minimal dapat
diperuntukkan untuk membangun 50(lima puluh) unit rumah yang dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan.
4. Prasarana Lingkungan Kapling Siap Bangun
Untuk pembangunan lingkungan Kapling Siap Bangun harus disediakan prasarana
lingkungan berupa jalan setapak dan saluran lingkungan yang berstandar sebagai
berikut :
a. Jalan setapak
Lebar badan jalan setapak maksimum 2 meter, lebar perkerasan 1,20 meter
dengan konstruksi dengan rabat beton 1pc: 3 pasir, 5 koral, tebal 7cm atau
bahan lain yang setara. Dikiri kanan perkerasan di buat bahu jalan masing-
masing dengan lebar 0,40 meter untuk penempatan tiang-tiang listrik dan pipa-
pipa saluran lingkungan.
b. Saluran
Universitas Sumatera Utara
76
Saluran untuk pembuangan air hujan/limbah harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga lingkungan Kapling ada terbebas dari genangan air.
5. Utilitas Umum dan fasilitas sosial
a. Jaringan air bersih dan jaringan listrik
b. M. C. K. (Mandi Cuci Kakus) dan tempat bermain
c. Warung
Istilah Kavling Siap Bangun tidak ditemukan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang penyediaan tanah untuk perumahan. Istilah Kavling
Siap Bangun merujuk kepada sebidang tanah yang siap digunakan untuk
permukiman. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Permukiman yang selanjutnya disebut sebagai UUPP menyebutkan
bahwa: “Kavling Siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah
yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.
Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) dalam pasal 1 angka 16 juga disebutkan
yaitu sebidang tanah yang merupakan sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,
sarana dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan
dengan batas-batas kapling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap
bangun sesuai dengan rinci tata ruang. Oleh karena itu, apa yang dimaksud dengan
Kavling Tanah Matang tidak terlepas dari harus adanya lingkungan siap bangun,
dimana dapat dikatakan tanah tersebut merupakan Kavling Tanah Matang apabila
tanah tersebut telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan
selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Universitas Sumatera Utara
77
2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dimuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Pasal 1angka 17 disebutkan :
“Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah
sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana
rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.”
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, istilah kapling diartikan sebagai :
“Bagian tanah yang dipetak-petakkan dengan ukuran tertentu (biasanya dipersiapkan
untuk bangunan; kapling siap bangun; petak-petakan tanah yang dipersiapkan untuk
didirikan bangunan.”117
Menurut Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition
memberikan pengertian mengenai kapling dan kapling tanah matang. Pengertian
Kapling dan Kapling Tanah Matang sebagaimana disebutkan dalam Kamus Hukum
Dictionary of Law Complete Edition bahwa :
Kaveling adalah kapling; persil; sebidang tanah dengan ukuran tertentu yang
telah dikonversikan oleh kantor Agraria (H.Perdata) plot of land(ing).
Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai
dengan persyaratan pebakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan
tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
untuk membangun bangunan (H. Perdata).118
Tanah kapling atau tanah matang atau dapat juga disebut tanah siap bangun
dimana pemilik tanah atau pengembang telah menata sedemikian rupa tanah yang
akan dijual sehingga tampak menarik dengan berbagai fasilitas yang dijanjikan.
Keuntungan yang diperoleh oleh pemilik tanah ataupun pengembang dan pelaku
117 R. Sutoyo Bakir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), (Tangerang:
Karisma Publishing Group, 2009), hal. 257. 118 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition,
(Surabaya:Reality Publisher, 2009), hal. 326.
Universitas Sumatera Utara
78
pengkaplingan pada kenyataannya lebih banyak diandalkan pada kenaikan harga
lahan. Lahan yang relatif murah dibeli oleh pemilik modal dapat langsung melonjak
dan melambung tinggi setelah diadakan sedikit perombakan dan dilakukan
pengkaplingan. Maka dapat dikatakan bahwa bisnis pengkaplingan tanah ini adalah
bisnis yang menguntungkan dan menggiurkan.
Bisnis pengkaplingan ini merupakan bisnis yang menguntungkan dan
menggiurkan, terutama bagi pengembang atau developer, oleh karena itu, keuntungan
yang menggiurkan tersebut dapat dimanfaatkan pihak developer dengan tidak
beritikad baik, sehingga sering masalah-masalah hukum muncul dalam bisnis
pengkaplingan tersebut. Masalah-masalah tersebut muncul karena dalam kapling siap
bangun kondisi konsumen berada di posisi sangat lemah, lemahnya konsumen
tersebut dikarenakan tanah sudah dibayar lunas oleh konsumen, akat jual beli belum
dapat diterbitkan sebelum konsumen membangun dan menyelesaikan rumahnya di
atas tanah yang dia beli dan melaporkannya ke pihak pengembang, biasanya
keharusan membangun dibatasi untuk paling lama 2 tahun sejak perjanjian disepakati.
Perlakuan pengembang atau developer seperti ini jelas melanggar pasal
yang terdapat dalam UUPP yang menyebutkan bahwa badan usaha bidang
pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun, dilarang
menjual kapling tanah matang tanpa rumah. Pada pasal 134 UUPP menjelaskan
bahwa setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak
membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan prasarana,
sarana, dan utilitas yang diperjanjikan. Dalam pasal 137 dikatakan bahwa setiap
Universitas Sumatera Utara
79
orang dilarang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum
menyelesaikan status hak atas tanahnya. Pasal 145 ayat 2 juga mengatakan bahwa
orang perseorangan dilarang membangun Lisiba. Pasal 146 juga menegaskan bahwa
badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa
rumah.
Larangan diatas memiliki ketentuan pidana sendiri yaitu untuk pasal 134
dihukum dengan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-(lima miliar rupiah), untuk
pasal 137 juga diberi hukuman denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-(lima miliar
rupiah), untuk pasal 145 ayat 2 diberi hukuman denda Rp.500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah), untuk pasal 146 diberi hukuman denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).119
Banyak sekali pengembang yang secara terang-terangan mempromosikan hal
ini, yang jelas-jelas melanggar hukum. Masalah yang muncul lainnya adalah seperti
Hak Atas Tanah Kapling, sangat perlu diketahui hak apa yang melekat dalam
sertifikat tersebut sebelum melakukan proses peningkatan hak menjadi Sertifikat Hak
Milik. Karena dapat saja dalam sertifikatnya hak yang melekat adalah Hak Guna
Bangunan (HBG), ketika akan ditingkatkan menjadi Hak milik maka akan
mengeluarkan biaya, oleh karena itu konsumen harus mengetahui tentang
nominalnya,waktu, serta tanggung jawab untuk menaikkan hak tersebut. Selain
peningkatan hak perlu juga diketahui apakah kapling tersebut sudah dipecah atau
119 Bandingkan dengan pasal 134, 137, 145 ayat 2 dan 146 UUPP.
Universitas Sumatera Utara
80
masih menyatu dengan kapling lainnya, maka antara pihak harus saling terbuka
tentang pemecahannya.
2. Membeli Rumah Tanpa Izin Mendirikan Bangunan
Pihak Bank biasanya memberikan target tertentu kepada Developer yang
memegang izin untuk membangun, target tersebut berupa jumlah minimal pembeli
yang sudah berniat hendak akan membeli ditandai dengan pembayaran uang muka.
Bank tidak akan menyalurkan dananya ke pengembang bila target yang disyaratkan
tidak memenuhi. Posisi konsumen dalam hal ini sangat lemah dikarenakan uang
muka telah dibayar tetapi pengembang belum ada mengerjakan apapun. Dalam hal ini
perlindungan hukum bagi calon pembeli perumahan sangat diperlukan. Bukti Izin
Mendirikan Bangunan yang dimiliki oleh pengembang sangat perlu dituliskan dalam
Akta Perjanjian, bahwa atas pembangunan rumah yang dimiliki oleh pembeli tersebut
telah ada Izin Mendirikan Bangunanya.
Pengembang juga sebenarnya perlu mengumumkan bahwa telah menguasai
tanah baik secara fisik maupun yuridis, telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) sehingga memberikan kepastian hukum bagi konsumen atas berdirinya
bangunan tersebut sehingga dikemudian hari bangunan tersebut tidak digusur atau
dirubuhkan. Dalam kasus lainnya seputar tentang Izin Mendirikan Bangunan, bahwa
kebanyakan pengembang dalam satu bidang tanah hanya diberi ijin mendirikan
5(lima) unit bangunan, tetapi pengembang mendirikan 6(enam) unit bangunan di atas
tanah yang sama. Satu bangunan yang tanpa ijin bangunan tersebut juga tetap dijual
oleh pengembang pada pembeli.
Universitas Sumatera Utara
81
Resiko yang hendak terjadi adalah jika kemudian hari diketahui Izin
Mendirikan Bangunannya ternyata tidak ada, maka dapat saja dilakukan penggusuran
terhadap bangunan tersebut, dimana dapat saja bangunan tersebut sudah dibayar lunas
maupun dibayar dengan uang muka hal ini akan menimbulkan kerugian bagi pihak
konsumen atau pembeli, maka dalam akta perjanjiannya sangat perlu dicantumkan
tentang bukti Izin Mendirikan Bangunan. Developer kerap melakukan penawaran
kepada konsumen secara terang-terangan dengan keadaan dimana bangunan telah
berdiri tetapi Izin Mendirikan Bangunannya belum ada, dan hal ini sering ditemui
pada penawaran-penawaran yang dilakukan di televisi, pusat perbelanjaan atau
melalui brosur-brosur yang dibagikan. Dalam hal ini developer tersebut dapat
dikatakan memberikan informasi yang menyesatkan kepada konsumen.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(UUBG), rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah
tinggal sementara untuk hunian termasuk dalam kategori bangunan gedung. Setiap
bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung (pasal 7 ayat 1 UUBG). Persyaratan bangunan
gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan (pasal 7 ayat 2 UUBG). Pembangunan suatu
gedung (rumah) dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui
oleh pemerintah daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan (pasal 35 ayat 4
UUBG). Memiliki IMB merupakan kewajiban dari pemilik bangunan gedung (pasal
40 ayat 2 huruf b UUBG).
Universitas Sumatera Utara
82
Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam PP No. 36 Tahun 2005
Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(PP 36/2005). Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki
Izin Mendirikan Bangunan yang diberikoan oleh pemerintah daerah (Pemda) melalui
proses permohonan izin (Pasal 14 ayat 1 dan 2 PP 36/2005). Permohonan IMB harus
dilengkapi dengan pasal 15 ayat 1 PP 36/2005:
1. Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian
pemanfaatan tanah;
2. Data pemilik bangunan gedung;
3. Rencana teknis bangunan gedung; dan
4. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Pemilik bangunan gedung atau rumah jika tidak memiliki IMB dalam hal ini
dapat dikenai sanksi administratif dikenakan sanksi penghentian sementara sampai
dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung (pasal 115 ayat 1 PP
36/2005). Pemilik bangunan dijelaskan dalam pasal 115 ayat 2 PP 36 tahun 2005 jika
tidak memiliki IMB dalam hal mendirikan gedung maka akan dikenakan sanksi
perintah pembongkaran. Selain sanksi administratif dalam pasal 45 ayat 2 UUBG
juga dikatakan bahwa pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda
paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
Dalam halnya kasus yang terjadi pada Nyonya X, ketika pelaksanaan
berlangsung, Nyonya X mengaku bahwa berulang kali menghubungi Tuan Y hendak
menanyakan tentang pembangunan rumahnya tersebut kapan akan dimulai, tetapi
Tuan Y mengatakan mengalami kesulitan dalam hal memohon kepada pihak yang
Universitas Sumatera Utara
83
berwenang untuk menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan.120
Sementara itu Nyonya
X menanyakan kepada Notaris yang membuat perjanjian, menurut notaris tersebut
tentang tempo waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan pada dasarnya dapat
terbit dalam kurun waktu yang tidak lama atau bisa saja terbit 2(dua) sampai 3(tiga)
bulan. Oleh karena tidak adanya keterbukaan dari Tuan Y kepada Nyonya X tentang
proses pelaksanaan pembangunan tersebut yang menimbulkan keresahan bagi
Nyonya X akan terjadinya keterlambatan penyelesaian pembangunan dimana jika
sejak dari awal dibuatnya perjanjian belum terbit IMB, maka pembangunan tidak
dapat dilaksanakan, atau sebaliknya pihak kedua tetap membangun bangunan tersebut
tetapi tanpa IMB agar tidak mengalami keterlambatan pembangunan.
3. Sertifikat
Pasal 20 ayat 1 UUPA menjelaskan bahwa sertipikat hak milik merupakan
surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan,
mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat dan terpenuh.121
Dalam halnya perjanjian bangun bagi, permohonan sertipikat hak untuk tujuan
tertentu, yaitu sertipikat pemecahan hak, seperti yang tercantum dalam pasal 2 akta
perjanjian bangun bagi. Sertipikat pemecahan hak yaitu merupakan sertipikat hak
yang dipecah menjadi dua sertipikat atau lebih, yang dilaksanakan secara sempurna
(habis terpecah), dimohon oleh pemegangnya kepada kepala kantor pertanahan
120 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21 -23 September 2014. 121 Syarifuddin Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan
Di Kantor Pertanahan, (Jakarta: Grasindo, 2005), hal.22.
Universitas Sumatera Utara
84
setempat, melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah di kantor pertanahan
dengan pemenuhan persyaratan permohonan.122
Pemecahan sertipikat memiliki dasar hukum yang berkaitan dengan
persyaratan perolehan sertipikat hak atas tanah, melalui procedural perolehan
sertipikat pemecahan hak di kantor pertanahan, sebagai berikut:123
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002;
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997;
e. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1900 Tanggal 31 Juli
2003.
Pembeli banyak yang mampu melunasi pembelian rumahnya kepada
pengembang atau developer, tetapi sekalipun pembeli mampu melunasinya, untuk
mendapatkan sertifikat seketika saat melunasinya sangatlah sulit, padahal sertifikat
adalah bukti dokumen kepemilikan rumah. Dalam hal sertifikat, masalah yang sering
muncul yang dapat ditimbulkan para pihak adalah pembuatan sertifikat dari segi
notaris, dari segi pemerintahnya, serta pemecahan tanah tersebut. Hal-hal ini
membuat seringkali salah satu pihak yang diberi tanggung jawab tergiur melakukan
penipuan. Maka sangat perlu hal tersebut dituliskan secara rinci dalam Akta. Hal ini
terjadi diantara pihak developer dengan pembeli. Pembeli juga harus secara jelas
memeriksa mengenai pemecahan tanah tersebut dibagi beberapa bagian, status
tanahnya, hak apa yang dicantumkan, dan berapa bagian dari tanah tersebur yang
122 Ibid, hal 67. 123 Ibid, hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
85
secara jelas memiliki izinb mendirikan bangunan. Dalam hal problematika yang
mencakup tentang sertifikat, problematika tidak hanya muncul bagi pihak pembeli
tetapi juga pihak pemilik tanah dan saling berkaitan.
Proses tersebut terjadi sebelum diadakannya perjanjian, dimana sebelum
perjanjian dilangsungkan tanah tersebut masih status tanah yang langsung dikuasai
oleh Negara, kemudian dalam perjanjian developer dan pemilik tanah sepakat untuk
pengurusan sertifikat dan pemecahannya dilakukan oleh developer. Dalam
pelaksanaannya permohonan hak tersebut kepada Kantor Pertanahan berjalan dalam
tempo yang lama, sementara dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu
penyelesaian pembangunan, maka pihak pemilik tanah tidak dapat langsung
memegang sertifikat tanah dan bangunan tersebut124
, hal ini menjadi suatu tuntutan
yang dilakukan oleh Nyonya X kepada Tuan Y.
Masalah yang selanjutnya muncul antara pemilik tanah, pembeli dan
developer adalah hak apa yang didaftarkan developer dalam sertifikat tersebut, maka
dari itu pemilik tanah ataupun pembeli harus benar-benar memeriksa dan
mengetahuinya. Selanjutnya, mengenai pemecahan sertifikat pihak pemilik tanah
harus mengetahui tanah tersebut dipecah menjadi berapa bagian, jika dalam
perjanjian dan peta lokasi menjadi 5 (lima) bagian, maka developer harus memohon
pemecahan kepada Badan Pertanahan Nasional sebanyak 5(lima) bagian.
124 Lihat tentang duduk perkara angka 9 Lampiran Putusan nomor
51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn.
Universitas Sumatera Utara
86
C. Problematika yang timbul pada pihak Developer
1. Kredit
Pembelian rumah di Indonesia dapat dikatakan kebanyakan dilakukan
menggunakan fasilitas KPR, keterlibatan Bank dalam jual beli rumah sangatlah
tinggi, ketika terjadi masalah antara konsumen dan pengembang yang sulit
diselesaikan. Kredit ini dapat menimbulkan permasalahan tidak hanya bagi konsumen
ketika hendak membeli rumah dari pengembang, tetapi kredit juga mempengaruhi
pengembang dalam memenuhi perjanjiannya kepada pihak konsumen. Dari semua
permasalahan yang dapat muncul dalam Perjanjian Bangun Bagi, kebanyakan
masalah yang muncul berasal dari kredit macet.
a. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti
kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang
memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah
penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang
bersangkutan.125
Kepercayaan yang merupakan inti sari dari pada arti kredit menurut
R. Tjiptoadinugroho merupakan : “Suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang
merah yang melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun
125 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 236.
Universitas Sumatera Utara
87
bentuk, macam dan raganya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun
diberikannya.126
Menurut Pasal 1angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan,
merumuskan pengertian kredit adalah ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Menurut H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:127
1. Kredit sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak
menurut sesuatu dari orang lain.
2. Kredit sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain
dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang telah diserahkan itu.
Pengertian kredit juga dikemukakan oleh Muchdarsyah Sinungun yang
menyatakan bahwa “kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lainnya
dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan datang dan
disertai dengan suatu kontra prestasi berupa uang.128
Adapun definisi kredit dalam
arti hukum menurut Levy adalah sebagai berikut : “Menyerahkan secara sukarela
sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima
126 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, (Jakarta: Pradja Paramita, 1972)
hal.5. 127 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1991) hal. 21. 128 Muchdarsyah Sinungun, Dasar-Dasar dan Tehnik Management Kredit, (Jakarta: Bina
Aksara, 1933) hal. 10
Universitas Sumatera Utara
88
kredit berhak untuk menggunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan
kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu dibelakang hari.”129
Raymond P. Kent juga mengatakan bahwa kredit adalah “Hak untuk
menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu
diminta, atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang
sekarang.130
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Kasmir mengemukakan
unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, antara lain:131
a. Kepercayaan
Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada
nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan waktu yang telah
diperjanjikan.
b. Kesepakatan
Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara bank dengan nasabah. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu
perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya
masing-masing.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalikan kredit yang telah disepakati. Jangka waktu
tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
d. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak
tertagihnya atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin
besar resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank baik resiko yang disengaja
oleh nasabah yang lalai maupun resiko yang tidak sengaja.
e. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa dalam bentuk
bunga dan biaya administrasi kredit merupakan keuntungan bank.
129 Mariam DarusBadrulzaman, Op.Cit, hal 21. 130 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,
1990) hal. 11. 131 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2004) hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
89
b. Jenis-Jenis Kredit
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR tentang
pemberian usaha kecil tanggal 4 April 1997, Jenis-jenis kredit terdiri dari :
a. Kredit Investasi
Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek
(pabrik) baru. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau
membeli mesin-mesin.
b. Kredit Modal Kerja
Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh
kredit modal kerja dibelikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai
atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
Menurut Kasmir bahwa secara umum jenis-jenis kredit dapat ditinjau dari
berbagai sudut antara lain:132
a. Ditnjau dari sudut kegunaan
1) Kredit konsumtif yang diberikan kepada debitur untuk keperluan konsumsi
seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian
alat-alat rumah tangga, dan lain sebagainya.
2) Kredit Produktif, yang terdiri dari:
a) Kredit investasi; yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau
barang-barang tahan lama seperti tanah, mesin, dan sebagainya.
b) Kredit Modal Kerja ; digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalnya, seperti untuk membeli bahan baku, membayar gaji
pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi
perusahaan.
c) Kredit likuiditas; diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang
sedang kesulitan likuiditas. Misalnya kredit likuiditas dari Bank Indonesia yang
diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas dibawah bentuk uang.
b. Ditinjau dari sudut jaminan
1) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk
barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit
yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan debitur.
2) Kredit Tanpa Jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit tanpa
jaminan diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas
atau nama baik calon debitur.
3) Ditinjau dari sektor usaha
132 Ibid, hal 99-102.
Universitas Sumatera Utara
90
a) Kredit Pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan
atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek
atau jangka panjang.
b) Kredit Peternakan, dalam hal ini juga untuk jangka pendek misalnya
peternakan ayam dan jangka panjang kambing atau sapi.
c) Kredit Industri, yaitu kredit yntuk membiayai industry kecil, menengah atau
besar.
d) Kredit Pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam
jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, timah.
e) Kredit Pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan.
f) Kredit Profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada para professional, seperti
dosen, dokter atau pengacara.
g) Kredit Perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian rumah.
4) Ditinjau dari sudut jangka waktu
a) Kredit jangka pendek
Yaitu merupakan kredit yang berjangka waktu kurang dari 1 tahun atau
paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
Contohnya untuk peternakan ayam atau jika pertanian misalnya tanaman
padi atau palawija.
b) Kredit jangka menengah
Yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun dan
biasanya kredit ini digunakan melalui investasi. Sebagai contoh kredit untuk
pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing.
c) Kredit Jangka Panjang
Yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka
panjang pengembaliannya lebih dari 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit
ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit
atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
Dari uraian-uraian di atas telah dijelaskan jenis-jenis kredit dan yang sangat
Berkaitan dengan Perjanjian Bangun Bagi yaitu kredit perumahan dan kredit usaha
untuk memulai bisnis developer. Dalam Perjanjian Bangun Bagi yang menggunakan
kredit perumahan adalah pembeli dalam hal membeli rumahnya sampai lunas. Dan
pihak developer menggunakan fasilitas kredit untuk memulai bisnisnya. Masalah
kredit dalam bisnis perumahan sangat sering terjadi, salah satu contohnya jika
pembeli membuat kredit melalui bank untuk membeli rumah kepada developer,
Universitas Sumatera Utara
91
sering sekali pembayarannya mengalami keterlambatan, maka konsumen
menyalahkan bank tempatnya melakukan kredit, sehingga developer menjadikan
alasan keterlambatan pembayaran tersebut menyebabkan pembangunan rumah
tersebut terhambat. Selain itu dapat juga masalahnya datang dari pihak developer
dimana developer belum menerima dana dari bank, tetapi developer telah menerima
sejumlah transaksi dari pemebeli, tetapi sudah ada jangka waktu dan batas tertentu
perjanjian developer dan pembeli akan penyelesaian pembangunannya. Hal ini
berkaitan dengan kapling siap bangun, dan pembayaran atau jual beli, ataupun
perikatan jual beli dilakukan tetapi bangunan belum selesai. Hal-hal seperti inilah
yang mengundang terjadinya kredit macet dalam bisnis perumahan.
c. Kredit Macet
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/147/KEP/DIR tanggal 12 november 1998 memberikan penggolongan mengenai
kualitas kredit yang diberikan oleh bank, terdiri dari:
a. Kredit lancar
Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
1) Tidak terdapat angsuran pokok, tunggakan bunga, atau verukan karena
penarikan; atau
2) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tetapi tidak lebih dari
1(satu) bulan dan kredit belum jatuh tempo.
b. Kredit dalam perhatian khusus
Kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari (3bulan).
c. Kredit kurang lancar
Kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi criteria di bawah ini:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga melampaui 90 hari sampai
dengan 180 hari (6 bulan); dan/atau.
Universitas Sumatera Utara
92
2) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
d. Kredit diragukan
Kredit digolongkan diragukan apabila kredit yang bersangkutan tidak memenuhi
criteria lancar dan kurang lancar, yaitu memenuhi criteria:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 180 hari sampai
dengan 270 hari (9bulan); atau
2) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya
75% dari hutang peminjam, termasuk bunganya;atau
3) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-
kurangnya 100% dari hutang peminjam.
e. Kredit macet
Kredit digolongkan macet apabila:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270
hari (9 bulan lebih); atau
2) Memenuhi kriteria diragukan seperti tersebut di atas, tetapi dalam jangka waktu
21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha
penyelamatan kredit;atau
3) Kredit tersebut penyelesaiaannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri
atau Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang dan Lelang Negara atau diajukan
penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
Menurut Rene Setyawan, mengemukakan bahwa kredit macet dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal penyebab timbulnya kredit macet yaitu penyimpangan dalam prosedur
perkreditan, itikad kurang baik dari pemilik, pengurus, atau pegawai bank, lemahnya
sistem administrasi dari pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi kredit
macet, sedangkan faktor eksternal penyebab timbulnya kredit macet adalah kegagalan
usaha debitur, musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur, serta
menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.133
133 Rene Setiawan, Penghimpunan Dana, (Medan :Universitas Sumatera Utara 1994) hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
93
Lebih lanjut pengertian kredit macet dinyatakan oleh Gatot Supramono,
bahwa kredit macet adalah suatu keadaaan di mana seseorang nasabah tidak mampu
membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya, hal ini dapat berupa:134
a. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta bunganya;
b. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya;
c. Nasabah membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang
berasal dari nasabah, antara lain:
a. Nasabah Menyalahgunakan Kredit yang diperoleh
Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya
sehingga nasabah harus mempergunakan kredit sesuai dengan tujuannya.
Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya kredit untuk pengangkutan
dipergunakan untuk pertanian akan mengkibatkan usaha nasabah gagal.
b. Nasabah Kurang Mampu Mengelola Usaha
Hal ini dapat terjadi karena nasabah yang kurang menguasai bidang usaha, karena
nasabah mampu meyakinkan bank akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha
yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik.
c. Nasabah Beritikad Tidak Baik
Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit
tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat
dipertanggungjwabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit
walaupun dengan resiko apapun, biasanya sebelum kredit jatuh tempo nasabah
sudah melarikan diri untuk menghindari tanggung jawabnya.
Kasmir juga mengemukakan bahwa timbulnya kredit-kredit bermasalah
(macet) selain berasal dari nasabah dapat juga berasal dari bank, karena bank tidak
terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Bank dapat merupakan salah satu
134 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,
(Jakarta:Djambatan, 1996) hal.131.
Universitas Sumatera Utara
94
penyebab terjadinya kredit macet, hal tersebut karena dalam melakukan analisis,
pihak bank melakukan analisis kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi
tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit
dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.135
Dari uraian-uraian di atas maka dapat dilihat sangat besar pengaruh kredit
terhadap bisnis perumahan. Perputaran uang atau dana dalam bisnis perumahan
sangat berkaitan dengan kredit, dimana untuk awal pengembang membuka usaha
perumahan harus membutuhkan dana, sebelum dana dari bank cair dalam bentuk
kredit, pihak pengembang harus memiliki dana untuk memulai usahanya agar dapat
masuk dalam prosedur pemberian kredit oleh bank. Maka dapat saja pengembang
sebelum kredit dari bank cair meminjam terlebih dahulu kepada pihak lain. Bukan
hanya kepada pihak lain bahwa banyak juga pengembang yang langsung
mempromosikan rumah atau bangunan yang hendak dibangun dan dijualnya kepada
pembeli agar pembeli tertarik untuk mendahulukan melakukan pembelian atau
memberi uang muka, padahal bangunan belum ada.
Problematika dalam perjanjian bangun bagi atau bisnis perumahan lebih
banyak merugikan pihak pembeli, dalam halnya perjanjian bangun bagi pembeli
termasuk juga pemilik tanah. Pembeli dalam hal bisnis perumahan dalam posisi yang
lemah, maka menghindari terlalu banyaknya timbul kerugian bagi pihak pembeli,
maka sangat diperlukan penyelesaian masalah yang tepat jika pihak pengembang atau
developer tidak beritikad baik dalam melakukan bisnisnya kepada pembeli ataupun
135 Kasmir, Op. Cit, hal.115
Universitas Sumatera Utara
95
pemilik tanah sebelumnya. Dalam hal perjanjian bangun bagi atau dalam pembuatan
perjanjian sangat perlu dibuat sanksi kepada pihak-pihak yang tidak menepati isi
perjanjian yang dibuat para pihak, seperti ganti rugi, denda atau bahkan jika diketahui
sejak awal salah satu pihak tidak beritikad baik dapat akta perjanjian tersebut
dilakukan pembatalannya.
Universitas Sumatera Utara
96
BAB IV
UPAYA PENYELESAIAN DALAM MENGATASI MASALAH YANG
MUNCUL DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI ANTARA NYONYA X
DAN TUAN Y
A. Duduk perkara antara pihak pertama dan pihak kedua dalam putusan No.
51X/Pdt.G/2013/PN Mdn
Pada proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi, pihak kedua tidak
memenuhi tanggung jawabnya sebagaimana yang diperjanjiakan, sehingga pihak
pertama merasa dirugikan. Hal ini diakibatkan karena pelaksanaan pembangunan
mengalami keterlambatan penyelesaian pembangunan sejak perjanjian
dilangsungkan. Pihak kedua juga tidak ada membuat berita acara serah terima
bangunan dan pihak pertama merasa tidak senang dengan hal tersebut. Pihak kedua
telah berjanji tidak akan menjual bagiannya sebelum menyelesaikan bagian pihak
pertama, tetapi pihak pertama mendapati bahwa bagian pihak kedua telah berpindah
kepada pihak lain, yang diketahui saat pihak pertama hendak melihat bangunan
miliknya. Pihak pertama juga merasa dirugikan karena sampai saat ini belum
memegang sertifikat atas bangunan miliknya.136
Maka oleh karena alasan tersebut
pihak pertama mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 16
September 2013.
Gugatan tersebut berisi tentang duduk perkara, dimana tergugat I adalah
Tuan Y selaku pihak kedua dalam perjanjian, tergugat II yaitu Notaris Z atas dasar
136 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21 -23 September 2014.
96
Universitas Sumatera Utara
97
pembatalan akta yang dibuat dihadapannya, serta tergugat III adalah Kepala Kantor
Badan Pertanahan Medan. Adapun isi duduk perkarnyadalah sebagai berikut:137
a. Penggugat telah membeli satu bidang tanah seluas lebih kurang 1083 Meter bujur
sangkar di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Kota Medan,
tanah tersebut dibeli dengan Akte Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Tanah.
b. Bahwa tanah tersebut batas-batasnya telah diketahui dan terhadap pembelian tanah
tersebut tida ada permasalahan.
c. Bahwa setelah satu tahun, tepatnya 21 April 2009 penggugat membuat perjanjian
dengan tergugat yaitu Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penetuan Bagian
yaitu Akta No. 4 dimana berdasarkan hak dan kuasa diserahkan kepada tergugat
untuk dilakukan pembangunan 5 (lima) pintu bangunan.
d. Bahwa 5(lima) pintu bangunan tersebut dalam peta diberi nomor 1,2,3,4,5 dan
diperjanjian tersebut nomor 1 dan nomor 2 merupakan milik penggugat dan nomor
3,4,5 milik tergugat yang mana penggugat diwajibkan menyerahkannya setelah
selesai pembangunan kepada tergugat atau pihak yang ditunjuk tergugat.
e. Dalam perjanjian nomor 4 tersbut tergugat harus menyerahkan Rp. 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah) kepada penggugat dan hal tersebut telah dilaksanakan
secara baik.
f. Tergugat telah berjanji menyelesaikan pembangunan dalam tempo waktu 12(dua
belas) bulan sejak surat IMB nya terbit lalu jika mengalami keterlambatan harus
membayar ganti kerugian setiap hari keterlambatan sebanyak Rp. 100.000.000
(seratus ribu rupiah).
g. Pihak kedua yang dinyatakan sebagai tergugat tidak menyelesaikan ke 5(lima)
rumah toko tersebut, sementara alas hak terhadap objek terperkara yaitu surat
keterangan tanah yang diterbitkan Bupati kepala daerah kabupaten Deli Serdang
telah diberikan penggugat kepada tergugat untuk mengurus dan merealisasikan
pembuatan sertipikat, namun hingga kini juga tidak selesai dan penggugat sangat
khawatir atas kuasa yang diberikan akan disalah gunakan oleh tergugat untuk
mmemindahkannya atau telah menjual bagiannya sementara pembangunan dan
surat-surat atau sertipikat belum selesai untuk itu secara hukum tergugat telah
melakukan wanprestasi.
h. Penggugat merasa sangat dirugikan disamping itu apabila tergugat telah
mengalihkan bangunan tersebut kepada pihak lain adalah batal demi hukum karena
wanprestasi dan kerugian pihak ketiga atau orang lain atas peralihan yang
dilakukan tergugat adalah tanggung jawab tergugat sendiri dan tidak ada hubungan
hukum atau sangkut paut dengan penggugat. Dan pada kenyataannya 3 (tiga)
bangunan ruko tersebut yang merupakan bahagian tergugat atau pihak kedua, telah
beralih kepada pihak ketiga dan telah dibalik namakan atas nama pihak ketiga.
137 LIhat Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn hal 1-6.
Universitas Sumatera Utara
98
i. Penggugat merasa sangat dirugikan karena jika pembangunan rumah toko tersebut
tepat pada waktunya maka 2(dua) rumah toko bagian milik penggugat dapat dijual
seketika oleh penggugat dan uangnya dapat dipergunakan untuk bisnis penggugat
dimana harga satu unit ruko pada saat itu adalah seharga Rp. 800.000.000,-
(delapan ratus juta rupiah) maka 2(dua) bangunan ruko adalah sebesar
Rp.1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) maka bila penggugat
dagangkan uang tersebut akan mendapat keuntungan yang diharapkan 3%
perbulan atau Rp. 50.000.000,- per bulannya maka setahun atau 12
bulan=Rp.600.000.000,-(enam ratus juta rupiah) maka selama 4 tahun=Rp.
2.400.000.000,-(dua milyar empat ratus juta rupiah).
j. Tergugat telah melakukan wanprestasi selama 4(empat) tahun.
k. Penggugat sangat khawatir akan perbuatan tergugat tentang alas hak milik
Penggugat yang diterlantarkan tergugat akibat perbuatan wanprestasinya, dan turut
tergugat I yaitu Notaris Z menyatakan bahwa sertipikat yang dimohonkan tersebut
belum selesai masih pada turut tergugat II,maka penggugat memohonkan kepada
hakim untuk membatalkan perjanjijan beserta surat kuasanya serta tidak
melanjutkan penerbitan sertipikat tersebut, dan tidak diperkenankan menggunakan
surat kuasa untuk mengalihkannya atau menandatanganinya kepada pihak lain.
l. Tergugat tidak melakukan serah terima bangunan 2(dua) ruko yang merupakan
milik penggugat (pihak pertama).
B. Pertimbangan Hukum oleh Hakim atas Putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN
Mdn
Pihak pertama mengajukan gugatannya dan telah mendapat Putusan dari
Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor: 51X/Pdt.G/2013/PN-Mdn,
yang telah berkekuatan hukum tetap. Adapun pertimbangan hakim atas perkara
tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :138
a. Pasal 1 mnyebutkan bahwa penggugat member izin dan hak kepada tergugat
mendirikan 5 (lima) pintu bangunnan ruko tersebut.
b. Para pihak saling mengikatkan diri dalam perjanjian
c. Pasal 2 tentang biaya pembangunan rumah
d. Pasal 3 menjelaskan pembagian rumah tersebut
e. Pasal 6 tentang jangka pembangunan dalam tempo waktu 12(duabelas) bulan
f. Pasal 11 tentang pilihan kediaman hukum
138 Bandingkan dengan Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn, hal 8-15.
Universitas Sumatera Utara
99
g. Keterlambatan selama 4 tahun secara hukum melakukan ingkar janji
h. Pasal 1267 KUHPerdata untuk melalukan pembatalan
i. Akibat dari wanpretasi penggugat mengalami kerugian sehingga tergugat harus
membayar sanksi denda berupa ganti kerugian sesuai dengan yang diperjanjiakan.
j. Menimbang tuntutan ganti kerugian sebesar Rp. 2.406.000.000,-
k. Mengembalikan surat-surat dan tidak melanjutkan permohonan hak kepada pihak
yang berwenang.
l. Kepada turut tergugat I dan Turut tergugat II yaitu Notaris Z dan Badan
Pertanahan Nasional untuk tidak menerbitkan sertifikat atau akta atas tanah dan
bangunan.
Berdasarkan pertimbangan hakim di atas, maka hakim memberikan Putusan
Nomor 51X/Pdt.G/PN.Mdn. Adapun isi putusan tersebut adalah:139
a. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
b. Menyatakan tergugat telah melakukan WANPRESTASI;
c. Membatalkan Akta No. 4 tanggal 21 April 2009 tentang Perjanjian Pembangunan
rumah dan penentuan bagian serta Akte no 5 tentang kuasa yang dibuat dihadapan
Turut Tergugat I ( Notaris);
d. Menghukum tergugat untuk mengganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp.
2.406.000.000,- (dua milyar empat ratus enam juta rupiah) dan sebagai konpensasi
ganti rugi yang harus dibayar tergugat adalah memberikan 5(lima) unit rumah
tersebut kepada penggugat(pihak pertama) sebagai pemiliknya;
e. Menghukum turut tergugat I dan II untuk tidak meneruskan, tidak menerbitkan
sertifikat atau akta tanah dan bangunan yang 5(lima) unit dimaksud;
f. Menghukum tergugat, turut tergugat I dan II untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 1.726.000,- (satu juta tujuh ratus dua puluh
enam ribu rupiah);
g. Menolak gugatan selebihnya.
Wanprestasi atau perbuatan cidera /ingkar janji berasal dari BahasaBelanda
yang artinya “prestasi” yang buruk dari seorang debitur (atau orang yang berhutang)
dalam melaksanakan suatu perjanjian. Prestasi itu sendiri adalah segala sesuatu yang
menjadi hak kreditur dan merupakan kewajiban bagi debitur. Menurut Pasal 1234
KUHPerdata, prestasi dapat berupa:
139 Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/PN.Mdn, hal 15.
Universitas Sumatera Utara
100
1. Memberi sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu;
Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau
dilakukan dengan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama
sekali.140
Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian/kealpaan) seorang debitur dapat
berupa :141
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa tergugat melakukan tindakan
wanprestasi dimana bahwa tergugat mengalami keterlambatan penyelesaian
pembangunan selama 4(empat) tahun. Wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat
memenuhi segala unsur wanprestasi yang dikemukakan R. Subekti di atas
sebelumnya, adapun pembagian wanprestasi yang dilakukan tergugat adalah :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Dalam perjanjian bangun bagi yang dibuat antara penggugat dan tergugat bahwa
tergugat sebelumnya telah menyanggupi untuk memenuhi segala isi perjanjian
tetapi terbukti bahwa tergugat tidak memenuhi isi perjanjian tersebut.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Tergugat juga terbukti bahwa melaksanakan pembangunan tetapi tidak
sebagaimana mestinya, ditandai dengan penjelasan tentang duduk perkara dalam
140 Yahya Harahap, Op. Cit, hal.60. 141 Subekti, Op. Cit, hal. 45
Universitas Sumatera Utara
101
angka 4(empat) bahwa masih masih ada sisa jalan dan hal ini tidak sesuai dengan
kesepakatan semula
c. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat
Tergugat mengalami keterlambatan selama 4 (empat) tahun
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dalam putusan hakim semestinya juga menghukum tergugat atas tindakan
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya karena
tergugat telah menjual terlebih dahulu bahagian miliknya sebelum menyelesaikan
pembangunan bangunan milik pihak pertama, hak ini terdapat dalam pasal 7 akta
perjanjian bangun bagi.
Tergugat juga berdasarkan uraian tentang wanprestasi di atas, tidak melakukan apa
yang dijanjikannya, dimana tergugat berjanji menyelesaikan pembangunan tersebut
dalam tempo waktu 12 bulan, tergugat juga membangun bangunan tersebut tidak
sesuai dengan peta denah yang menyebabkan kerugian pihak pertama dimana
bangunan pihak kedua menutupi bagian milik pihak pertama, jelaslah terbukti dari
keterangan yang diberikan oleh penggugat dan para saksi bahwa tergugat memang
melakukan wanprestasi. Selain daripada itu pihak kedua juga telah menjual yang
merupakan bagiannya, padahal ketika perjanjian tersebut dibuat pihak pertama
membuat janji akan menyelesaikan bagian milik pihak pertama terlebih dahulu. Dasar
pertimbangan hakim melalui bukti-bukti yang sah dalam hal ini para saksi dari pihak
penggugat memberikan kesaksiannya. Dalam hal ini hakim juga membatalkan akta
yang dibuat oleh Notaris Z dan menghukum Badan Pertanahan Nasional untuk tidak
menerbitkan lagi sertifikat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
102
C. Analisis penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y
Perlindungan hukum menurut Hadjon yang telah dijelaskan sebelumnya
meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, meliputi :
1. Perlindungan hukum secara Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan
untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya. Adapun tujuan dari perlindungan
hukum secara preventif sifatnya adalah mencegah terjadinya sengketa.
2. Perlindungan hukum secara Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian
sengketa.
Perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun
bagi pada dasarnya dapat dihindari dengan cara melakukan pencegahan melalui
perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak, ganti kerugian, dan pembatalan
perjanjian.
1. Upaya perlindungan hukum oleh Notaris pembuat akta perjanjian
Dalam hal mencegah terjadinya sengketa dibutuhkan kebijakan Notaris
yang membuat perjanjian, dimana pada saat perjanjian hendak berlangsung,
sebaiknya Notaris terlebih dahulu menjelaskan kepada para pihak hak dan kewajiban
masing-masing, serta konsekuensi atau akibat dari perjanjian tersebut sebelum
mencatatkannya dalam akta autentik. Notaris juga perlu untuk menanyakan kepada
para pihak tentang kepercayaan pihak yang satu dan yang lainnya untuk memenuhi
perjanjian yang hendak dilangsungkan. Setelah didapatkan kesepakatan antara para
pihak maka perjanjian tersebut baru dapat dibuat. Perlindungan hukum bagi para
Universitas Sumatera Utara
103
pihak dapat dilakukan melalui isi klausula yang terdapat dalam perjanjian, dimana
kedua belah pihak dikemudian hari memiliki kemungkinan tidak memenuhi
perjanjian. Dalam memberikan penyuluhan dan advis hukum merupakan suatu
kewajiban dari Notaris saat membuat perjanjian, dimana notaris harus bijaksana
dalam mengatur keamanan dari melakukan perjanjian bangun bagi.
Adapun hal-hal tertentu yang dapat dilakukan Notaris untuk mencegah
terjadinya sengketa dalam klausula perjanjian perlu dilakukan yaitu :
a. Pada saat pembuatan perjanjian, sebaiknya Notaris memberikan masukan dan
saran kepada para pihak agar mengetahui akibat hukum dari Akta Kuasa Menjual
yang terdapat dalam pasal 7, dimana sekalipun Akta Kuasa hanya bersifat
perwakilan, tetapi yang memegang akta kuasa tersebut dapat menyalah
gunakannya. Jika dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut dicantumkan
klausula yang menyatakan bahwa developer tidak boleh menjual bangunan
tersebut sebelum bagian pihak pertama selesai, maka Notaris untuk menghindari
sengketa dikemudian hari sebaiknya memiliki kebijaksanaan untuk menahan Akta
Kuasa Menjual tersebut sampai bangunan pihak pertama atau pemilik tanah
selesai.
b. Dalam halnya penyerahan (levering) notaris wajib mencantumkan dalam aktanya
secara rinci tata cara penyerahannya. Cara penyerahan dalam perjanjian bangun
bagi sebaiknya secara fisik (nyata) maupun yuridis, yang terdiri dari penyerahan
bangunan, kunci bangunan dan sertifikat antara developer dan pemilik tanah.
Penyerahan sertifikat dapat dilakukan dengan adanya surat order (pasal 613 ayat 3
KUHPerdata), dilakukan dengan penyerahan kertas, dapat dituliskan “untuk saya
kepada …..atau order..” serta tanggal dan tanda tangan dari yang menyerahkan
yaitu dalam hal ini adalah Notaris, karena sertifikat di tangan Notaris. Selain itu
dapat juga dengan surat toonder (pasal 613 ayat 3) . hal ini disebut juga dengan
order en toonder papier. Selanjutnya, dalam hal sertifikat bangunan yang
merupakan milik developer dapat diambil sekaligus dengan kuasa menjual setelah
selesai bangunan milik pihak pertama dengan cara hal yang sama sedangkan
penyerahan fisik atau nyata dari pihak developer kepada pembeli dilaksanakan
tersendiri sesuai dengan kesepakatan developer dengan pembeli dihadapan Notaris
yang dipilih oleh developer ataupun pembeli. Surat penyerahan ini berfungsi
menjadi bukti Notaris dihadapan penyidik jika dikemudian hari terjadi sengketa.
Dengan adanya surat ini maka terdapat bukti waktu Notaris menyerahkan sertifikat
kepada para pihak, dimana waktu penyerahan akan membuktikan apakah Notaris
terlibat di dalam sengketa tersebut atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
104
c. Jika problematika yang timbul di antara para pihak tersebut berasal dari tenggang
waktu pendaftaran tanah, IMB, dan lain sebagainya dimana hal tersebut berkaitan
dengan pihak yang berwenang, maka Notaris memberikan klausula dalam aktanya
untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, dimana para pihak dapat
memperbaharui perjanjian tersebut tanpa mengalami keterlambatan pemenuhan
perjanjian.
Pada dasarnya, jika dilihat dari permasalahan yang muncul antara pihak
pertama dan kedua merupakan masalah wanprestasi yaitu keterlambatan waktu
penyelesaian pembangunan. Untuk menghindari hal tersebut, notaris dan para pihak
yang berjanji dapat membuat suatu klausula dalam akta perjanjian tersebut. Dalam
akta perjanjian tersebut pasal 3, 5, 6 dan pasal 8 dapat dilakukan perubahan yang
sifatnya lebih memberikan perlindungan bagi pihak pertama.
Pasal 3 akta tersebut terdapat kekurangan karena tidak terdapat unsur
penyerahan objek perjanjian atau disebut juga dengan levering, dalam hal ini serah
terima bangunan yang semestinya dilakukan dengan penyerahan fisik (nyata) atau
yuridis. Pasal tersebut, isinya yaitu :
“setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun maka 2(dua)
pintu dari padanya yaitu nomor:1 dan 2, pada gambar denah lokasi yang
diarsir dengan garis biru, dijahitkan dalam minut akte ini berikut tanah
tapak dan pekarangannya dengan sendirinya menjadi hak dan kepunyaan
pihak pertama (nyonya X).”
Isi pasal tersebut tidak ada mengatur secara jelas penyerahan milik pihak pertama,
seharusnya pasal tersebut berisi :
Universitas Sumatera Utara
105
“setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 2(dua)
pintu daripadanya yaitu nomor :1 dan 2, pada gambar denah lokasi yang
diarsir dengan garis biru dijahitkan dalam minut akta ini berikut tanah
tapak dan pekarangannya dengan sendirinya menjadi hak dan kepunyaan
pihak pertama, dan pihak kedua diwajibkan menyerahkan 2 (dua) rumah
permanent berikut dengan membuat atau menanda tangani surat-surat yang
berhubungan dengan penyerahan bangunan tersebut.”
Dengan adanya penambahan kalimat “…..pihak kedua diwajibkan menyerahkan 2
(dua) rumah permanent berikut dengan membuat atau menanda tangani surat-surat
yang berhubungan dengan penyerahan bangunan tersebut”, maka setelah bangunan
tersebut selesai, pihak pertama dan pihak kedua melakukan pertemuan dimana pihak
kedua membuat berita acara serah terima bangunan yang akan ditandatangani oleh
pihak kedua sebagai tanda bahwa bangunan milik pihak pertama tersebut telah sesuai
dibangun sesuai dengan kesepakatan yang terdapat dalam perjanjian. Atau
selanjutnya dalam akta tersebut dapat dituliskan cara dan prosedur bagi developer
dapat menjual bagiannya, dimana dalam pasal tersebut dapat dikatakan sertifikat yang
telah selesai pengurusannya dipegang oleh Notaris setelah adanya pembeli maka
secara bersamaan sertifikat dan serah terima kunci sapat dilakukan. Sertifikat ditahan
di Notaris sampai bangunan pihak pertama selesai.
Pada pasal 5 Akta Perjanjian Bangun Bagi tersebut dituliskan juga secara
terperinci tetapi kurang memberikan perlindungan hukum terhadap pihak pertama
Universitas Sumatera Utara
106
Izin Mendirikan Bangunan diberikan pada seluruh bangunan yang direncanakan oleh
pengembang atau developer, yaitu 5 (lima) pintu bangunan ruko., dapat dibuktikan
dari isi pasal 5 tersebut, yaitu ”Rumah-rumah permanen yang akan dibangun tersebut,
baik yang menjadi bahagian (milik) pihak pertama maupun yang menjadi (milik)
pihak kedua (lebih jelas diuraikan dalam situasi gambar denah tanah sementara yang
dibuat dibawah tangan bermaterai cukup) harus dibangun sesuai dengan gambar
rencana yang dikeluarkan oleh Pihak Yang Berwenang dan yang telah disetujui oleh
kedua belah pihak. Dalam pasal 3 dan 5 semestinya dalam akta juga dituliskan
perhitungan ruko tersebut dihitung dari arah utara atau barat dan sebagainya, atau
perhitungan lainnya yang dapat memberikan penjelasan secara tepat akan letak
bangunan, dimana menghindari adanya kesalahan-kesalahan pembangunan yang
menimbulkan kerugian.
Pasal 6 menuliskan perihal Izin Mendirikan Bangunan, bahwa bangunan-
bangunan rumah tersebut terutama bangunan yang menjadi bahagian pihak pertama
harus sudah selesai dibangun oleh pihak kedua selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 12 (duabelas) bulan, terhitung sejak Surat Izin Mendirikan Bangunan keluar
dari instansi yang berwenang. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pembangunan hanya
akan dimulai ketika Izin Mendirikan Bagunannya telah resmi dahulu dikeluarkan dari
pihak yang berwenang, tetapi pasal 6 tersebut kurang menjamin kepastian hukum
bagi pemilik tanah dikarenakan hanya menentukan waktu 12 (dua belas bulan) tetapi
tidak menentukan batas waktu penerbitan IMB nya. Hal ini merupakan problematika
yang muncul diantara pihak pertama dan pihak kedua yang memicu terjadinya
Universitas Sumatera Utara
107
wanprestasi. Pihak pertama merasa sangat dirugikan atas dasar keterlambatan waktu
penyelesaian pembangunan oleh pihak kedua yang disebabkan pihak kedua menunda-
nunda permohonan IMB tersebut.142
Untuk mengatasi hal tersebut akan lebih baik
jika dalam akta perjanjian tersebut ditentukan waktu permohonan penerbitan IMB
yang isinya sebagai berikut :
Bangunan-bangunan rumah tersebut terutama bangunan yang menjadi
bahagian pihak pertama harus sudah selesai dibangun oleh pihak kedua
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, terhitung sejak
Surat Izin Mendirikan Bangunan keluar dari instansi yang berwenang, dan
jika dalam tempo waktu 8(delapan) bulan sejak akta ini ditandatangani oleh
para pihak Surat Izin Mendirikan Bangunan belum diterbitkan dari instansi
yang berwenang, maka selanjutnya akan ditetapkan kembali oleh kedua
belah pihak secara musyawarah dan mufakat dengan mengutamakan itikad
baik.
Tujuan dari memberikan tenggang waktu penerbitan IMB dari pihak instansi yang
berwenang tersebut adalah agar pihak kedua atau developer tidak menunda-nunda
proses pembangunan tersebut dengan alasan pihak yang berwenang belum
mengeluarkan izin, dimana developer sering memanfaatkan waktu tersebut untuk
melakukan penawaran kepada calon pembeli atas perumahan yang akan dibangunnya,
dan jika developer merasa perumahan yang akan dibangunnya tidak memiliki daya
142Bandingkan dengan tentang duduk perkara nomor 5 dan 6 Lampiran Putusan Nomor
51X/Pdt.G/PN.Mdn. hal.3
Universitas Sumatera Utara
108
tarik dapat saja ia meninggalkan atau tidak melaksanakan pembangunan itu sama
sekali. Maka dengan adanya tenggang waktu yang diberikan, setelah berjalannya
waktu 8(delapan) bulan, para pihak akan melakukan revisi terhadap perjanjian yang
dibuat sebelumnya. Para pihak diberi kemungkinan untuk melakukan pembatalan
atau memperbaharui perjanjian tersebut, sehingga dapat menghindari terjadinya hal
yang tidak diinginkan bagi para pihak seperti wanprestasi yang dapat menyebabkan
kerugian bagi para pihak dikemudian hari. Revisi terhadap perjanjian tersebut
berlandaskan pasal 1338 KUHPerdata yang isinya adalah “…perjanjian-perjanjian
tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.143
Artinya jika dalam tempo waktu 8 (delapan) bulan IMB tersebut belum terbit, para
pihak dapat memperbaharui perjanjiannya.
Pasal 8 mencantumkan perihal tentang ganti kerugian atas keterlambatan,
tetapi Pasal ini hanya menguraikan hak dan kewajiban para pihak dan tidak secara
tegas melindungi kepentingan pihak pertama. Tenggang waktu ganti rugi yang
diberikan hanyalah 2(dua) bulan dan sanksi yang diberikan hanyalah menunjuk pihak
ketiga untuk melanjutkan pembangunan. Akan lebih baik jika isi pasal tersebut
menambahkan unsur yang berkaitan dengan sertipikat, agar pihak kedua tidak
memanfaatkan dengan menjual terlebih dahulu bangunannya tanpa menyelesaikan
bangunan milik pihak pertama, adapun isi pasal tersebut lebih baik diuraikan sebagai
berikut :
143 Bandingkan dengan pasal 1338 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
109
Pihak kedua wajib menyelesaikan bangunan milik pihak pertama tepat pada
waktunya, apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan
rumah tersebut tepat pada waktunya, maka untuk setiap hari keterlambatan
pihak kedua harus membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak
pertama berupa uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) denda mana
hanya berlaku untuk 3(tiga) bulan dan setelah lewat masa denda pihak kedua
belum juga menyelesaikan bangunan milik pihak pertama, maka Akta
Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian ini berikut Akta
Kuasa Menjual dengan nomor berturut-turut setelah akta ini, tertanggal yang
sama dengan akta ini, yang dibuat dihadapan saya, Notaris pembuat minuta
akta ini, batal dengan sendirinya dan asli sertifikat berikut tanah dan
bangunan yang dibangun dan yang atau akan dibangun di atas tanah tersebut
kembali menjadi pihak pertama.
Dengan adanya tenggang waktu yang lebih lama, maka biaya ganti kerugian akan
lebih besar, selain itu dengan adanya klausula yang menyebutkan bahwa dapat
batal dengan sendirinya akan membuat pihak kedua untuk lebih berhati-hati
dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan waktu yang diperjanjikan.
Selain dari pada penyuluhan hukum dan advis notaris sebagai upaya pencegahan,
ganti kerugian dapat menjadi upaya pencegahan dan perlindungan hukum bagi
pihak yang dirugikan.
Universitas Sumatera Utara
110
2. Upaya perlindungan hukum melalui ganti rugi dan pembatalan perjanjian
a. Ganti Rugi
Perlindungan hukum selain mencegah dan menyelesaikan sengketa dapat
dilakukan dengan cara memberikan sanksi bagi para pihak yang melanggar perjanjian
tersebut. Adapun bentuk perlindungan hukum tersebut berupa ganti kerugian.
Dengan adanya klausula yang mencantumkan ganti kerugian maka dapat mencegah
dan menyelesaikan sengketa untuk memenuhi kerugian salah satu pihak, dimana para
pihak akan merasa takut untuk mengingkari janjinya karena akan mengeluarkan biaya
yang lebih banyak disamping mengeluarkan biaya pembangunan. Ganti kerugian
tersebut sifatnya juga dibatasi, agar ganti kerugian tersebut tidak dimanfaatkan salah
satu pihak dan KUHPerdata telah mengatur pembatasan tersebut. Apabila debitur
melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk :144
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi;
3. Pembatalan perjanjian timbal balik;
4. Pembatalan dengan ganti rugi
Hukuman bagi debitur yang lalai (wanprestasi) adalah:145
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan
ganti rugi
b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
144 Ibid, hal. 14. 145 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
111
c. Peralihan resiko
d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan depan hakim.
Menurut Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa akibat hukum bagi
debitur yang wanprestasi, dapat digolongkan menjadi 5(lima), yaitu:146
1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diberikan oleh kreditur;
2. Dalam perjanjian timbal balik/bilateral wanprestasi dari ssatu pihak, memberikan
hak pada pihak lainnya untuk membatalkan dan memutuskan perjanjian melalui
hakim;
3. Resiko beralih pada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi, ketentuan ini hanya
berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu;
4. Membayar perkara apabila diperkarakan di muka hakim, debitur yang telah
terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara;
5. Memenuhi perjanjian disertai pembayaran ganti kerugian.
Dalam pasal 1239 KUHPerdata memberikan pengaturan sebagai berikut
“tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si
berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam
kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.” Dalam pasal 1338
KUHPerdata bahwa para pihak dalam suatu perjanjian diberikan suatu kebebasan
berkontrak, dimana para pihak bebasmenentukan isi-isi dalam perjanjian ataupun
klausul-klausul perjanjian tersebut, begitu juga halnya denda, ganti rugi, dan
bunganya. Sekalipun demikian, perjanjian tersebut harus tetap dibuat dan
dilaksanakan dengan itikad baik serta mengindahkan kepatutan, kebiasaan dan
Undang-Undang seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 dan 1339
KUHPerdata.
146 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 89.
Universitas Sumatera Utara
112
Ganti rugi karena wanprestasi diatur dimulai dari Pasal 1243 KUHPerdata
yang menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu
perikatan atau perjanjian yang telah dibuat, barulah mulai diwajibkan. Ganti rugi
karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur
yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan
debitur147
dalam hal ini anatara developer dan pemilik tanah serta calon pembeli.
Dengan melihat uraian di atas, pasal dalam KUHPerdata yang mengatur tentang ganti
rugi, denda serta bunga tersebut dapat dijadikan suatu bentuk upaya mencegah
terjadinya masalah dalam proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi. Dengan
dicantumkannya biaya ganti kerugian, denda, dan bunganya dalam kalusula akta
perjanjian tersebut, pihak-pihak yang berjanji akan lebih enggan untuk tidak menepati
janjinya sesuai dengan tujuan awal. Pasal 8 akta tersebut menuliskan:
“Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan rumah tersebut
tepat pada waktunya, maka untuk setiap hari keterlambatan pihak kedua harus
membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak pertama berupa uang
sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yang harus dibayar dengan seketika
dan sekaligus pada saat hari terahir denda, denda mana hanya berlaku untuk
2(dua) bulan dan setelah lewat masa denda pihak pertama dapat menunjuk
pihak ketiga untuk menyelesaikan bangunan yang menjadi milik pihak pertama
dengan tanggungan dan biaya yang wajib ditanggung oleh pihak kedua.”
147 Salim HS, Op. Cit , hal.100.
Universitas Sumatera Utara
113
Dari uraian klausula di atas, bahwa sanksi bagi pihak kedua jika tidak
memenuhi janjinya adalah membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau
dengan singkat dinamakan ganti rugi dan selanjutnya peralihan resiko. Kedua hal ini
yang terdapat dalam klausula di atas sesuai dengan yang diuraikan oleh Subekti.
Menurut pasal 1243 KUHPerdata, “penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dalam tenggang waktu
yang telah dilampaukannya.” Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal
perhitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut:148
1. Jika dalam perjanjian ini tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti
kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap
melalaikannya.
2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran
ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah
ditentukan tersebut.
Sesuai dengan uraian di atas tentang titik awal perhitungan ganti kerugian,
dalam akta perjanjian tersebut tercantum dalam pasal 6 bahwa pembangunan
perumahan tersebut diminta oleh pemilik tanah selesai dalam tempo 12 bulan sejak
Surat Izin Mendirikan Bangunannya telah resmi dikeluarkan dari pihak yang
berwenang. Maka dikaitkan dengan isi pasal 8 akta tersebut bahwa ganti kerugian
akan dimulai terhitung sejak 1 hari setelah berjalan 12(delapan belas bulan), ditandai
dengan kalimat “Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan
148 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (penjelasan makna Pasal 1233 sampai
1456BW), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hal 13.
Universitas Sumatera Utara
114
rumah tersebut tepat pada waktunya….”. Tepat pada waktunya yang dimaksud adalah
12(dua belas) bulan.
Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah
dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.
Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :
1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya
materai, biaya iklan.
2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat
kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita,
misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan penyerahan, ambruknya
sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga,
lenyapnya barang karena terbakar.
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur
kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada.
Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur
(unsur 2).149
Klausula yang tertulis dalam akta tersebut mencantumkan ganti kerugian
atau denda dalam bentuk uang dengan menyebutkan “…..maka untuk setiap hari
keterlambatan pihak kedua harus membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak
pertama berupa uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) yang ….”. Putusan
hakim menyatakan bahwa tergugat atau Tuan Y harus membayar senilai Rp.
2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupiah) dimana antara lain terdiri
dari 2 (dua) ruko milik penggugat pada saat itu senilai Rp. 800.000.000,- (delapan
ratus juta) setiap 1 (satu) ruko sehingga harganya menjadi 1.600.000.000,-(satu miliar
149 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
115
enam ratus juta rupiah), lalu jika diperdagangkan dapat keuntungan 3% sehingga jika
dinominalkan selama 4 (empat) tahun totalnya adalah Rp. 2.400.000.000,- (dua miliar
empat ratus juta rupiah) dan ditambah denda Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah)
menjadi Rp. 2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupuah). Dasar
pertimbangan tersebut berasal dari 2 (dua) ruko seharga 1.600.000.000 (satu miliar
enam ratus juta) merupakan kerugian penggugat, 3% (tiga persen) merupakan bunga
dan Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) merupakan denda. Oleh karena itu, dasar
pertimbangan hakim memberi putusan tersebut berdasarkan kerugian penggugat oleh
sesuatu yaitu ruko, bunga , dan denda berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata.
Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar
sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan
yaitu: dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur
atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai
bentuk perlindungan terhadap tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248
KUHPerdata.
Pasal 1247 KUHPerdata :
“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata
telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan,
kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu
daya yang dilakukan olehnya.”
Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat
dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyatanya telah dapat diperhitungkan pada
Universitas Sumatera Utara
116
saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.150
Pasal 1248 KUHPerdata berisikan
“Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang,
penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh
si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.” Pasal ini sebenarnya
memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun melakukan tipu daya
terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian
langsu ng sebagai akibat wanprestasinya debitur.151
Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan
kerugian :
a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.
b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).152
Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai
dari ia minta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang
menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.” Maksud pasal ini adalah bahwa setiap
tagihan yang berupa uang, yang pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak
debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bungan
moratorium (bunga menurut undang-undang).153
Sekalipun pihak kedua mendapat
150 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 16. 151 Ibid. 152 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41. 153 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 18.
Universitas Sumatera Utara
117
hukuman berupa ganti rugi, denda, maupun bunga, tetapi KUHPerdata membatasi
juga hukuman tersebut dengan uraian-uraian di atas.
b. Pembatalan perjanjian melalui putusan hakim
Selain upaya ganti rugi, upaya pembatalan perjanjian melalui putusan hakim
juga merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian masalah. Pasal 1266
KUHPerdata menjelaskan bahwa “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya.” Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan bahwa “pihak yang
terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan
persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
Pengertian pembatalan mengandung dua macam kemungkinan alasan yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur. Pada dasarnya jika dilihat dari kesimpulan pasal di atas,
pembatalan dapat dilakukan jika mengandung unsur dimana perjanjian yang dibuat
sifatnya timbal balik, adanya wanprestasi dan dengan atas dasar putusan hakim.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian pembatalan yaitu
“suatu proses, cara, perbuatan membatalkan, atau suatu peernyataan batal”. Suatu
akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dapat
dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditandatangani.154
154 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2001) hal.48.
Universitas Sumatera Utara
118
Akta Notaris dapat dibatalkan dimana menjadi sebuah sanksi terhadap suatu
perbuatan hukum yang mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan) berupa
pembatalan perbuatan hukum atas keinginan pihak tertentu dan akibat dari
pembatalan itu yaitu perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum sejak
terjadinya pembatalan, dan pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut
tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat
dibatalkan atau disahkan.155
Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap
notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta
tersebut dapat dibatalkan. Akta yang dapat dibatalkan dapat disebabkan karena tidak
terpenuhinya unsur subjektif dalam perjanjian. Unsure subjektif dalam perjanjian ini
meliputi kecakapan dan kesepakatan. Kesepakatan antara para pihak, yaitu
persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan dan
lainnya. Di dalam akta notaris harus adanya kesepakatan para pihak yang akan
membuat perjanjian di dalam akta notaris tersebut. Kesepakatan mereka yang
mengikat diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat
tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam
(dengan suatu sikap/isyarat) dengan tanpa adanya unsur paksaan, kekeliruan dan
unsur penipuan antara para pihak.156
155 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal.173. 156 Lupita Maxellia, Tinjauan Yuridis Tentang Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris
Dalam Perpektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Notaris, (Surakarta:FH-
Universitas Sebelas Maret), hal.14-15.
Universitas Sumatera Utara
119
Akta Notaris dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri sekalipun tidak ada
kesalahan formil, tetapi para pihak yang namanya tercantum dalam akta
menginginkan akta tersebut tidak mengikat dan tidak berlaku lagi. Akta Notaris
merupakan keinginan para pihak yang datang menghadap Notaris, tanpa adanya
keinginan seperti itu, akta Notaris tidak akan pernah dibuat, kewajiban Notaris
membingkainya sesuai aturan hukum yang berlaku, sehingga akta tersebut
dikualifikasikan sebagai akta autentik. 157
Dalam putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN
Mdn angka (2), hakim mengabulkan permohonan pembatalan Akta Perjanjian
diakrenakan adanya cacat yuridis, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jika
pembatalan dapat dilakukan sekalipun tidak ada kesalahan dalam unsur subjektif,
tetap karena adanya cacat yuridis, dimana dalam kasus Nyonya X dan Tuan Y bahwa
adanya perbuatan penyelahgunaan yang dilakukan developer yaitu penyalahgunaan
Akta Kuasa Menjual, atas dasar itikad tidak baik yang dilakukan developer hakim
memberikan putusan pembatalan tersebut. Bangunan rumah toko yang merupakan
bahagian milik pihak kedua, telah berpindah kepada pembeli, tanpa diketahui oleh
pihak pertama, dengan adanya pembatalan perjanjian, maka setelah putusan
berlangsung, akan dilaksanakan eksekusi yaitu bentuk kepastian hukum atas
bangunan ruko tersebut. Dimana akibat dari pembatalan perjanjian adalah semuanya
kembali seperti pada saat perjanjian berlangsung.
157 Ibid.hal 18.
Universitas Sumatera Utara
120
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perjanjian Bangun Bagi merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik. Sampai
saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur dan memberi
pengertian tentang perjanjian bangun bagi secara rinci. Dalam pelaksanaannya di
lapangan pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi yang digunakan pelaku bisnis
sebagai konsep dalam bisnis perumahan dengan memakai dan menggunakan asas-
asas perjanjian pada umumnya yang terdapat dalam KUHPerdata. Hak dan
kewajiban developer dan konsumen secara umum diatur dalam undang-undang.
Akta perjanjian bangun bagi berisi tentang hak dan kewajiban pemilik tanah dan
developer yang dibuat dihadapan Notaris sesuai dengan kehendak para pihak. Akta
Perjanjian Bangun Bagi merupakan kewajiban dan kewenangan Notaris
membuatnya. Isi dalam akta perjanjian para pihak dibuat bebas oleh para pihak
yaitu Nyonya X dan Tuan Y dan isi perjanjian tersebut mencerminkan sifat
perjanjian timbal balik. Dalam perjanjian bangun bagi kewajiban developer lebih
banyak daripada kewajiban pemilik tanah dalam proses pelaksanaan perjanjian
bangun bagi yang menyebabkan developer melakukan suatu perbuatan yang
menimbulkan sengketa.
2. Problematika yang timbul dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu pada pemilik
tanah, pembeli, dan developer. Problematika dalam perjanjian bangun bagi
cenderung dilakukan oleh developer dikarenakan pengerjaan bangunan dibawah
Universitas Sumatera Utara
121
kendali developer. Problematika yang muncul adalah developer memnfaatkan
Kapling Siap Bangun untuk keuntungannya, menjual rumah tetapi IMB(Izin
Mendirikan Bangunan) belum ada, sertifikat yang tidak dapat langsung dipegang
oleh konsumen, kredit macet, dan serah terima bangunan atau objek (levering),
permohonan sertifikat, dan ketidaksesuaian pembangunan dengan perjanjian
semula. Problematika tersebut dampaknya merugikan pembeli dan pemilik tanah,
cenderung muncul dari pihak developer perumahan yang sifatnya disengaja
ataupun tidak disengaja.
3. Dalam perjanjian bangun bagi oleh Nyonya X dan Tuan Y yang menjadi masalah
adalah Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan tepat waktu atau dapat disebut
wanprestasi, pengurusan surat-surat izin dan sertifikat yang sangat lama
diterbitkan, tidak ada serah terima bangunan dari Tuan Y kepada Nyonya X, dan
bangunan milik pihak kedua menutupi bangunan milik pihak pertama. Oleh karena
kertelambatan yang cukup lama tersebut Nyonya X menuntut ganti kerugian dan
pembatalan perjanjian dikarenakan bangunan yang merupakan milik pihak kedua
telah pindah tangan kepada pihak ketiga yaitu pembeli. Perlindungan Hukum bagi
para pihak dapat dilakukan dengan upaya pencegahan ataupun penyelesaian
sengketa. Upaya untuk mencegah sengketa dapat dilakukan dengan membuat
klausula tertentu yang disetujui para pihak berupa melakukan musyawarah bagi
para pihak untuk melakukan kesepakatan kembali, Notaris menahan akta kuasa
menjual sampai bangunan milik pihak pertama selesai dibangun, dan mengatur isi
perjanjian agar bersifat memberikan perlindungan bagi pihak yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
122
perjanjian bangun bagi. Upaya yang sifatnya mencegah dan menyelesaikan
sengketa adalah upaya ganti rugi untuk mengganti kerugian yang dialami pihak
pertama. Selain dari ganti kerugian upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan
pembatalan atas perjanjian tersebut oleh keputusan hakim, dikarenakan bangunan
rumah tersebut telah berpindah kepada pihak ketiga. Bentuk kepastian hukum
berupa putusan hakim No. 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dan eksekusi terhadap
putusan tersebut.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan Tesis ini
adalah sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan belum adanya pengaturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur tentang Perjanjian Bangun Bagi maka sangat diperlukan adanya
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya. Dengan adanya
peraturan yang mengatur secara khusus maka dalam penerapannya perjanjian
bangun bagi tersebut lebih terlaksana dengan baik, serta ketika terjadi sengketa,
kepastian hukum dapat terwujud lebih baik. Dalam membuat perjanjian bangun
bagi diharapkan kepada Notaris untuk tidak memihak untuk meraih keuntungan
tetapi harus bersifat netral dan memberikan advis yang dibutuhkan para pihak agar
tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari. Para pihak juga harus sama-sama
tahu dan mengerti terhadap hak dan kewajibannya yang tertulis dalam Undang-
Undang serta akibat hukum perjanjian yang dibuatnya.
Universitas Sumatera Utara
123
2. Hendaknya sebagai pemilik tanah, developer, atau calon pembeli untuk lebih
berhati-hati dalam berencana melakukan bisnis perumahan, ataupun sebagai pihak
pembeli. Pembeli harus memeriksa secara tepat kebenaran akan seluruh surat-
surat, lokasi, dan fasilitas-fasilitas yang dipromosikan oleh pihak pengembang saat
terjadinya penawaran. Bagi pemilik tanah atau pihak pertama harus sepakat
dengan developer untuk melakukan serah terima bangunan ketika bangunan milik
pertama telah selesai.
3. Sebaiknya Notaris dalam membuat perjanjian bangun bagi dalam aktanya
mencantumkan batas waktu dalam pengurusan seperti surat-surat yang berkaitan
dengan bangunan dan tanah, seperti IMB dan sertifikat, agar dapat dilakukan revisi
kembali terhadap perjanjian tersebut diman hal tersebut bertujuan untuk
menghindari keterlambatan penyelesaian pembangunan. Dalam halnya Akta Kuasa
Menjual sebaiknya Notaris tidak memberikannya pada saat bersamaan dengan
Akta Perjanjian Bangun Bagi ditandatangani, tetapi diberikan kepada pihak kedua
pada saat bangunan milik pihak pertama selesai tujuannya agar pihak kedua atau
developer tidak menyalahgunakannya untuk keuntungannya. Upaya yang dapat
dilakukan selanjutnyan adalah ganti kerugian dan pembatalan agar kerugian yang
diderita pihak pertama dapat tertutuipi, tetapi dalam halnya ganti kerugian harus
dilakukan pembatasan, karena dapat saja ganti kerugian tersebut dimanfaatkan
oleh pihak yang menuntut ganti rugi. Kepada Notaris yang membuat perjanjian
bangun bagi harus berhati-hati dalam membuat akta perjanjian bagi para pihak
Universitas Sumatera Utara
124
dan menjelaskan kepada para pihak akan akibat dari perjanjian tersebut seperti
ganti kerugian dan pembatalan perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
125
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Muhammad, Asal Usul dan Sejarah Notaris, Bandung: Sinar Baru, 1995.
Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008.
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosioligis),
Jakarta: PT. Agung Tbk, 2002.
Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001.
________, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
Bakir, R. Sutoyo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), Tangerang:
Karisma Publishing Group, 2009.
Bruggink, J.J.H, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Chandra, Syarifuddin, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan
Permohonan Di Kantor Pertanahan, Jakarta: Grasindo, 2005
Friedmann, W, Teori Dan Filsafat Umum, Jakarta:Raja Grafindo, 1996.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
_________, Hukum Perdata I (Azas-Azas Hukum Perikatan), Semarang: Fakultas
Hukum Universitas Dipenegoro, 1986.
Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri
Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum
Memperingati 70 tahun Prof.Dr. Arief Shidarta. Bandung: Aditama, 2008.
H.S, Salim, Hukum Kontrak Dan Teori Dan teknik Penyusunan kontrak, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003
_________, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2004.
Universitas Sumatera Utara
126
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: Alumni 1991.
Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,
Yogyakarta: Liberty, 1984.
Hadjon, Phillipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1987.
Hamzah, Andi, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.
Ichsan, Ahmad, Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa, 1999.
J.J.J. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1,
Jakarta : FE-UI, 1996.
Kansil, C.S.T, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1983.
_____, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet.I, Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan, 2001.
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004.
Kastini, Sri, Peraturan Jabatan Notaris, Medan: USU-Press, 1997.
Khairandy, Ridwan, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: FH-UI, 2003
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.
Lubis, Suhrawadi K, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Marwan, M dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition,
Surabaya: Reality Publisher, 2009.
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Pranada Media
Group, 2008.
Universitas Sumatera Utara
127
Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233
sampai 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
____, Ahmadi, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Meliala, A.Q Iram Syamsudin, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 1985.
Meliala, Djaja S, Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Bandung:Tarsito, 1982
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum sebuah pengantar, Yogyakarta: PT.
Liberty, 1996.
___________, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1999.
Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
________, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1992.
Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000.
Mukti, Affan, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Medan: USU-Press, 2006.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaja, Seri Hukum Harta Kekayaan Dan Kebendaan
Pada Umumnya , Jakarta: Kencana, 2005.
Panudju, Bambang, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, Bandung: Alumni, 2009.
Prayudi, Guse, Seluk Beluk Perjanjian, Yogyakarta: Pustaka Pena, 2007.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Sumur, 1995.
__________, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Bandung:
Sumur, 1995.
Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994.
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta, 1987.
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung: Intermasa, 1982.
Universitas Sumatera Utara
128
________, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987.
________, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa: 1994
________, Hukum Pembuktian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2001
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet.ke-v, 2000
Ramulyo, Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,
Jakarta: Sinar Grafika, 1993.
Rasjidi, Lili dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993.
Remy, Sutan dan Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan yang
Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia
(Institut Bank Indonesia), Jakarta, 1993.
Salindeho, John, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Saragih, Djaren, Hukum Adat Indonesia, Bandung:Tersito, 1984.
Satrio, J, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1992.
Setiawan, Rene, Penghimpun Dana, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1994.
Sinungun, Muchdarsyah, Dasar-Dasar Dan Tehnik Management Kredit, Jakarta:
Bina Aksara, 1933.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI- Press, 1981.
Suhamoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta: Prenada Media,
2004.
Suhardana, Hukum Perdata I, Jakarta: Prenhallindo, 2001.
Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994
Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006.
Universitas Sumatera Utara
129
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
1997.
Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta:
Djambatan, 1996.
Suryasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1999.
Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1990.
Syahrani, Ridwan, Seluk Beluk Dan Asas- Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,
2004.
Tedjasaputro, Liliana, Etika Profesi Hukum, Semarang: Aneka Ilmu, 1991.
Tjiptoadinugroho, R, Perbankan Masalah Perkreditan, Jakarta: Pradja Paramita,
1972.
Tjokromidjojo, Bintoro dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1998.
Tobing, G.H.S Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1992.
Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Bulan 1995.
Vollmar. A, Pengantar Studi Hukum Perdata I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusial, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000.
Widjaya, I. G. Ray, Merancang Suatu Kontrak , Jakarta: Kesaint Blanc, 2008.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
Universitas Sumatera Utara
130
Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
Undang-Undang tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun
2011
Undang-Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002
Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
D. Lampiran
Akta Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian
Putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn
Universitas Sumatera Utara
130
Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
Undang-Undang tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun
2011
Undang-Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002
Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
D. Lampiran
Akta Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian
Putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn
Universitas Sumatera Utara
131
Universitas Sumatera Utara
132
Universitas Sumatera Utara
133
Universitas Sumatera Utara
134
Universitas Sumatera Utara
135
Universitas Sumatera Utara
136
Universitas Sumatera Utara
137
Universitas Sumatera Utara
138
Universitas Sumatera Utara
139
Universitas Sumatera Utara
140
Universitas Sumatera Utara