tinjauan pustaka sulfamerazin

36
Teori Dasar Sulfanilamide adalah turunan dari p-aminobenzen sulfonilamid, suatu senyawa khas yang yang tersubtitusi pada N1 atau N4, yang digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif tertentu (Siswandono, 1995). Sulfanammida bekerja secara langsung sebagai antagoni, melalui mekanisme penghambatan bersaing, terhadap kedua jalur biosintesis asam dihidrofolat di atas dan secara tidak langsung mempengaruhi penggabungan asam glutamat dan asam dihidropteroat (siswandono, 1995). Sulfonamide dan trimetroprim cenderung diabsorpsi dengan cepat dan didistribusi dengan baik, dengan perkecualian sulfonamide yang absorpsinya buruk untuk digunakan pada colitis ulseratif , reduksi flora perut, sediaaan topical untuk luka bakar, sulfonamide dan trimetoprim cenderung cepat diabsorpsi dan didistribusi dengan baik. Seperti dicatat Weinstein, sulfonamide dapat ditemukan di urin “dalam 30 menit setelah dimasukkan secara oral” (Fatah, 1982) Berbagai masalah toksisitas yang serius dan hipersensivitas telah dilaporkan dengan sulfanilamide dan kombinasi sulonamid-tri-metoprim. Reaksi hipersensivitas meliputi demam obat, sindrom Steven-Johson, erupsi kulit, miokarditis alergik, fotosintisasi dan kondisi sejenis (Doerge, 1977). Penggunaan sulfonamide secara luas da tidak selektif sering menyebabkan terjadinya kekebalan pada bakteri. Kemungkinan penyebab terjadinya kekebalan adalah penigkatan produksi asam p-aminobenzoat oleh bakteri. Bila mikroorganisme sudah kebal terhadap satu sulfonamide pada umumnya

Upload: niken-retno

Post on 15-Sep-2015

468 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

sulfamerazin

TRANSCRIPT

Teori DasarSulfanilamide adalah turunan dari p-aminobenzen sulfonilamid, suatu senyawa khas yang yang tersubtitusi pada N1 atau N4, yang digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif tertentu (Siswandono, 1995). Sulfanammida bekerja secara langsung sebagai antagoni, melalui mekanisme penghambatan bersaing, terhadap kedua jalur biosintesis asam dihidrofolat di atas dan secara tidak langsung mempengaruhi penggabungan asam glutamat dan asam dihidropteroat (siswandono, 1995). Sulfonamide dan trimetroprim cenderung diabsorpsi dengan cepat dan didistribusi dengan baik, dengan perkecualian sulfonamide yang absorpsinya buruk untuk digunakan pada colitis ulseratif , reduksi flora perut, sediaaan topical untuk luka bakar, sulfonamide dan trimetoprim cenderung cepat diabsorpsi dan didistribusi dengan baik. Seperti dicatat Weinstein, sulfonamide dapat ditemukan di urin dalam 30 menit setelah dimasukkan secara oral (Fatah, 1982) Berbagai masalah toksisitas yang serius dan hipersensivitas telah dilaporkan dengan sulfanilamide dan kombinasi sulonamid-tri-metoprim. Reaksi hipersensivitas meliputi demam obat, sindrom Steven-Johson, erupsi kulit, miokarditis alergik, fotosintisasi dan kondisi sejenis (Doerge, 1977). Penggunaan sulfonamide secara luas da tidak selektif sering menyebabkan terjadinya kekebalan pada bakteri. Kemungkinan penyebab terjadinya kekebalan adalah penigkatan produksi asam p-aminobenzoat oleh bakteri. Bila mikroorganisme sudah kebal terhadap satu sulfonamide pada umumnya terhadap semua turunan sulfonamide juga kebal. Dosis awal sulfonamide pada umumnya lebih besar dibanding dosis pemeliharaan oleh karena secara normal tubuh mengandung asam p-aminobenzoat sedang sulfonamide dengan asam tersebut bersifat kompetitif (Siswandono, 1995). Sulfanilamide mempunyai pKa = 10,4, dalam urin yang mempunyai pH 6 terdapat dalam bentuk tak terionisasi. Bentuk ini sukar larut dalam air sehingga mudah membentuk Kristal di ginjal (Siswandono, 1995). Bahaya pembentukan Kristal dalam ginjal karena pemberian sulfonamide telah menurun besar sekali dengan pengguanaansulfonamid yang lebih larut seperti sulfaksazol. Bahaya ini masih dapat dihilangkan lebih lanjut dengan pemberian campuran sulfonamide. Jika beberapa sulfonamide diberikan bersama-sama, aksi antibakteri campuran itu merupakan penjumlahan aktivitas total kadar sulfonamide, tetapi kelarutannya bebas dari adanya senyawa yang sama (Fatah, 1982)Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibaktreri sulfonamida. Dalam kimia, gugus fungsi sulfonamida dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah gugu sulfonat yang berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang mengandung gugus tersebut.Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina. Dalam kedokteran, istilah sulfonamida kadang-kadang dijadikan sinonim untuk obat sulfa, yang merupakan turunan sulfanilamida.,Dalam kimia,gugus fungsi sulfonamida dituliskan -S(=O) 2-NH2 sebuah gugus sulfonat yang berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang mengandung gugus tersebut. Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina. Bersifat amfoter, karena itu sukar dipindahkan dengan cara pengocokan yang digunakan dalam analisa organik. Sulfonamida larut dalam air panas .Ketika diasamkan dengan asam cuka 3 % atau asam cuka 7% sulfanilamid akan mudah larut .

1.2 Reaksi DiazotasiDiazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam diazonium. Metode ini hampir digunakan terhadap sulfanilamida dan senyawa lain yang mempunyai gugus amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer. Larutan diazo A terdiri dari asam sulfanilat 1g yang dilarutkan dalam 60ml HCl 4N dan ditambah aquadest sebanyak 100ml. Sedangkan larutan diazo B berisi NaNO2 0,7g dalam 100ml aquadest.

BAB IIIMETODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat : Tabung reaksi Rak tabung Pipet tetes Kertas saring Corong Gelas kimia Sentrifuga 3.1.2 Bahan : Sampel (sulfanilamide ) Larutan diazo

3.2 Prosedur KerjaSampel + aquadest

Dekantasi

Filtrat

+ larutan Diazo

Residu

Sentrifuga

BAB IVHASIL PENGAMATAN

Table hasil pengamatan

No

PenentuanProsedur Hasil

1.Uji pendahuluan

Bentuk dan warna

berupa bubuk tabur, berwarna putih

Uji kelarutan

sangat mudah larut dalam air mendidih ,sukar larut dalam etanol dan NaOH ,sangat sukar larut dalam kloroform

2.Uji penegasan Sampel + larutan diazo Ada endapan jingga merah

BAB VPEMBAHASAN

Sulfanilamida adalah bubuk tabur, berwarna putih, TL + 163 0 C ,sangat mudah larut dalam air mendidih ,sukar larut dalam etanol sangat sukar larut dalam kloroform .Pada sampel yang telah dilarutkan dalam NaOH tidak terjadi reaksi apapun dan sampel tidak dapat larut. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan pada sampel baik terjadi perubahan warna maupun terjadi endapan di dasar larutan. Sulfanilamida adalah antibakteri sulfonamida. Secara kimiawi, molekul ini adalah molekul yang mengandung gugus fungsional sulfonamide yang melekat pada anilin.

Sebagai antibiotik sulfonamide, berfungsi secara kompetitif sebagai penghambat (misalnya, dengan bertindak sebagai substrat analog) reaksi enzimatik yang melibatkan para-aminobenzoic acid (PABA). PABA dibutuhkan dalam reaksi enzimatik yang menghasilkan asam folat yang bertindak sebagai koenzim dalam sintesis purin, pirimidin dan asam amino lainnya. Dalam metode pengujian sulfanilamide direaksikan dengan larutan diazo .Diazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam diazonium. Metode digunakan terhadap sulfanilamid karena mempunyai gugus amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer.Diazotasi digunakan untuk penetapan senyawa-senyawa dalam industri zat warna, senyawa farmasi dan dapat dipakai untuk penetapan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amina aromatis primer.

Reaksi yang terjadi :

Atau

Sampel dapat bereaksi dengan larutan diazo karena berupa amin aromatik sekuder dihidrolisis dengan asam (HCl) dan mempunyai gugus nitroaromatik . Sampel berupa amina primer bisa langsung masuk ke mekanisme reaksi diazotasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden Ralph.J. & fesssenden Joan S. 1986. Kimia organik edisi II. Erlangga. Jakarta.Fessenden Ralph.J. & fesssenden Joan S. 1986. Kimia organik edisi III. Erlangga. Jakarta.Surjadi,. 2007.Kimia Analisis Farmasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Diposkan 3rd September oleh Tiara Sani Safari 0 Tambahkan komentar

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Teori RingkasSulfonamida dan senyawa kuinolin merupakan kelompok obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih ( ISK ). Demi pengertian yang baik pertama-tama akan dibicarakan secara singkat beberapa aspek dari ISK, termaksud penangananya. Kemudian pada bagian berikutnya akan dibahas secara mendalam kedua kelompok tadi. Antibiotika ISK lainya penisilin atau sefalosforin dan amini glikosida. (Tjay, 2007).Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistematik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan sulfonamide kemudian terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan sediaan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningktakan kembali penggunaan sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu.Sulfonamida merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang sama yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah pelbagai macam substituen. Pada prinsipnya senyawa ini dapat digunakan terhadap berbagai infeksi.Sulfonamida bersifat amfoter artinya dapat membentuk garam dengan asam maupun dengan basa. Daya larutnya dalam air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik, walaupun larutan ini tidak stabil karena mudah terurai. (Tjay, 2007).Sulfadiazin adalah sulfonamida antibiotik . Ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan infeksi dengan menghentikan produksi asam folat di dalam sel bakteri, dan umumnya digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (ISK). Dalam kombinasi, sulfadiazin dan pirimetamin , dapat digunakan untuk mengobati toksoplasmosis , penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. (Anonim, 2012). Sulfanilamide adalah sulfonamida antibakteri . Secara kimia, itu adalah molekul yang mengandung sulfonamide kelompok fungsional melekat pada anilin . Sebagai antibiotik sulfonamide, itu berfungsi dengan kompetitif menghambat (yaitu, dengan bertindak sebagai substrat analog) enzimatik reaksi yang melibatkan para-aminobenzoic acid (PABA). PABA dibutuhkan dalam reaksi enzimatik yang menghasilkan asam folat yang bertindak sebagai koenzim dalam sintesis purin, pirimidin dan asam amino lainnya.Istilah "sulfanilamid" juga digunakan untuk menggambarkan keluarga molekul yang mengandung kelompok-kelompok fungsional. Contoh meliputi: a. Furosemide , sebuah loop diuretik b. Sulfadiazin , sebuah antibiotikc. Sulfamethoxazole , sebuah antibiotik (Anonim, 2012).

B. Uraian Bahan1. Alkohol (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : AETHANOLUMNama Lain : Etanol, alkoholRumus molekul : C2H5OHBerat Molekul : 46,07Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan dalam eter p.Penyimpan :Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya.Kegunaan : Zat tambahan2. Aquadest (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : AQUA DESTILLATANama Lain : Air sulingRumus Kimia : H2OBerat Molekul : 18,02Pemerian :Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik3. Co-Nitrat (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : COBALT (II) NITRITNama lain : Kobalt (II) Nitrat Rumus kimia : Co (NO3)2.6H2OPemeriaan : Hablur, merah, meleleh basahKelarutan : Larut dalam air4. CuSO4 (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : CUPRI SULFATNama Lain : Tembaga (II) sulfatRumus Kimia : CuSO4Berat Molekul : 159,60Pemerian : Serbuk keabuanKelarutan : Larut perlahan-lahan dalam airPenyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan :Zat adatif5. HCl (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :ACIDUM HYDROCHLORIDUMNama Lain :Asam kloridaRumus Kimia : HClBerat Molekul :36,46Pemerian :Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang jika diencerkan 2 bagian volume air, asap akan hilang.Bobot Jenis : Lebih kurang 1,18Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat6. NH4OH (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :AMMONIANama Lain :AmoniaRumus Molekul :NH4OHBerat Molekul : 36,05Pemerian :Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuatKelarutan :Mudah larut dalam airPenyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan :Zat tambahan7. Pereaksi parry ( Tim Dosen, Hal. 35 )Larutan CoCl2 : 2 gramHCl : 1 mlAquadest : ad 100 mlAtauCo-nitrat : 2 gramHCl : 1 mlAquadest : ad 100 ml8. Sulfadiazin (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :SULFADIAZINUMNama Lain :SulfadiazinRumus Molekul : C10H10N4O2SBerat Molekul : 250, 27 Rumus bangun :

Pemerian :Serbuk putih kekunigan atau putih agak merah jambu, hampir tidak berbau, tidak berasaKelarutan :Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam aseton P, mudah larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksidaPenyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya matahari.Kegunaan : AntibakteriDosis Maksimum :Sekali 2 gram, sehari 8 gram9. Sulfanilamida (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : SULFANILAMIDUNama Lain : SulfanilamidaRumus Molekul : C6H8N2O2SBerat Molekul :172, 21 Rumus bangun :

Pemerian :Hablur serbuk halus atau putih, tidak berbau, rasa agak pahit kemudian manis.Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan sangat sukar larut dalam kloroform PPenyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya.Kegunaan :Antibakteri10. Vanillin (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : VANILLINUMNamaLain :Vanillin; 4-Hidroksi-3-metoksibenzaldehida (121-33-5)Rumus Molekul :C8H8O3Berat Molekul :152,5Pemerian :Hablur halus berbentuk jarum, putih hingga agak kuning, rasa dan bau khas, dipengaruhi cahaya, larutan bereaksi asam terhadap lakmus Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, Dallam eter dan dalam larutan alkali hidroksida tertentu, larut dalam gliserin dan dalam air panasPenyimpanan :Dalam wadah tertutup baik.

BAB IIIMETODE KERJA

A. Alat dan Bahan1. Alata. Batang pengadukb. Corongc. Gelas kimiad. Gelas ukure. Erlenmeyerf. Handscung. Labu ukur h. Lap kasar dan lap halusi. Lampu spiritusj. Maskerk. Rak tabungl. Sendok tandukm. Sendok porselinn. Timbangan o. Tabung reaksip. Pipet tetes

B. Bahana. Alkohol 70 %b. Aquadestc. HCl Pekatd. Co-Nitrate. CuSO4 1 %f. Pereaksi Parryg. Sampel D1h. Sampel D2i. Vanilin 1 %j. Tissue

C. Cara kerja 1. Uji OrganoleptisA. Disiapkan alat dan bahanB. Diamati bentuk, warna, bau, dan rasa.2. Uji Golongan / Uji Penegasana. Untuk CuSO4 1 %1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabungc) Reaksi kemudian dilarutkan dengan pereaksi CuSO4 1 % hingga menghasilkan warna putih susu lama kelamaan warna putih endapan putih kebiruan.2) Untuk Kode sampel D2a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi CuSO4 1 % hingga menghasilkan endapan hijau kebiruan.b. Untuk Vanillin 1 %1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi vanilin 1 % hingga menghasilkan endapan putih.2) Untuk kode sampel D2a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi vanillin 1 % hingga menghasilkan endapan putih kekuningan.c. Untuk NH4OH + Pereaksi Parry1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi NH4OH hingga menghasilkan warna putih susu lama kelamaan warna putih endapan. Kemudian ditambahkan Pereaksi Parry menghasilkan endapan merah.2) Untuk kode sampel D2a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi NH4OH hingga menghasilkan warna kuning. Kemudian ditambahkan Pereaksi Parry menghasilkan endapan hitam kemerahan.d. Untuk Alkohol 70 %1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan alkohol 70 % hingga menghasilkan warna bening.

2) Untuk kode sampel D2 a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan alkohol 70 % hingga menghasilkan warna bening.

BAB IVHASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan1. Uji OrganoleptisNoKode SampelWarnaBentukBauRasa

1.D1PutihSerbuk halusTidak berbauTidak berasa

2.D2PutihSerbuk halusTidak berbauTidak berasa

2. Uji Golongan / Uji PenegasanNoSampelPereaksiHasil (menurut hasil praktikum)Hasil (Menurut Literatur)Keterangan

1.D1

CuSO41 %

Vanillin 1 %

NH4OH + Parry

Endapan warna putih susu, lama-kelamaan berwarna putih kebiruan.

Endapan warna putih

Endapan putih, lama-kelamaan endapan merahUngu

Coklat

Hijau kotor - ungu

-

-

-

2.D2CuSO41 %

Vanillin 1 %

NH4OH + Parry

Alkohol 70 %

Endapan hijau kebiruan

Endapan putih kekuninganKuning kemudian Hitam kemerahanPutihputih

bening

Hijau kotor-ungu

Putih-

+

+

+

B. Pembahasan Dalam kimia, rumus fungsi sulfonamide s C=72-NH2, sebuah gugus sulfonat yang berkaitan dengan amina. Senyawa sulfanimoda adalah senyawa mengandung gugus tersebut. Beberapa sulfanomida dimungkinkan diturunkan juga dari asam sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina. Dalam kedokteran, istilah Sulfanomida kadang kadang dijadiakan siinonim untuk obat sulfa,yang merupakan turunan sulfanilamid. Pada percobaan golongan sulfonamida digunakan sampel yaitu Sampel D1 dan sampel D2 dimana masing masing sampel terlebih dahulu dilakukan : 1. Uji organoleptis yaitu diamati bau, bentuk, warna, dan rasa.2. Uji Golongan / Uji penegasanPada uji organoleptis sampel D1 berwarna putih, bentuk sebuk halus dan tidak berbau, sedangkan pada sampel D2 berwarna putih, bentuk serbuk halus dan tidak berbau.Pada uji golongan / uji penegasan, untuk Sampel D1, pada tabung pertama ditambahkan CuSO4 1 % menghasilkan warna putih lama kelamaan endapan putih kebiruan. Pada tabung kedua ditambahkan pereaksi Vanillin 1 % menghasilkan endapan putih. Pada tabung ketiga ditambahkan NH4OH menghasilkan warna putih. Kemudian ditambahkan pereaksi Parry menghasilkan endapan merah.Untuk sampel D2, pada tabung pertama ditambahkan CuSO4 1 % menghasilkan endapan hijau kebiruan. Pada tabung kedua ditambahkan pereaksi Vanillin 1 % menghasilkan endapan putih kekuningan. Pada tabung ketiga ditambahkan NH4OH menghasilkan warna putih. Kemudian ditambahkan pereaksi Parry menghasilkan endapan hitam kemerahan.Dari percobaan ini diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan literature, dimana Sulfadiazin jika ditambahkan CuSO4 menghasilkan warna ungu, jika direaksikan dengan Vanilin menghasilkan warna coklat, dan jika direaksikan dengan NH4OH + Parry menghasilkan Hijau kotor ungu. Sedangkan pada Sulfanilamid jika direaksikan dengan CuSO4 menghasilkan warna putih, jika direaksikan dengan Vanilin menghasilkan warna bening, dan jika direaksikan dengan NH4OH + Parry menghasilkan warna Hijau kotor ungu.Adapun ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dengan literatur, disebabkan oleh : Alat yang digunakan kurang sterilSampel yang digunakan kurang baikKurangnya ketelitian dalam melakukan percobaan

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :1. Pada uji golongan / uji penegasan, untuk sampel D1a. Sampel D1 + CuSO4 1 % endapan putih kehijauan (tidak sesuai dengan literatur).b. Sampel D1 + Vanillin 1 % endapan putih (tidak sesuai dengan literatur). c. Sampel D1 + NH4OH + Parry Putih + endapan merah (tidak sesuai dengan literatur) 2. Pada uji golongan / uji penegasan, untuk sampel D2a. Sampel D1 + CuSO4 1 % endapan hijau kebiruan (sesuai dengan literatur).b. Sampel D1 + Vanillin 1 % endapan putih kekuningan (tidak sesuai dengan literatur). c. Sampel D1 + NH4OH + Parry endapan kuning + hitam kemerahan (sesuai dengan literatur)

B. Saran Kami sebagai praktikan mengharapkan arahan dan bimbingan baik dalam praktikum maupun dalam pembuatan laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Sulfadiazin. (online) (http://www.wikipedia.org/wiki), Diakses tanggal 21/12/12 jam 20.10 WITA

Anonim, 2012. Sulfanilamide. (online) (http://www.wikipedia.org/wiki), Diakses tanggal 21/12/12 jam 20.15 WITA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta.

Dirjen POM. 1985. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.

Tjay T. H. & Rahardja S, 2008. Obat-obat Penting. Penerbit PT. Elex Media Computindo kelompok kompas-Gramedia : Jakarta

Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia. PT Bumi Aksara: JakartaBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin C2.1.1 Definisi Vitamin CVitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Sweetman, 2005). Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali (Akhilender, 2003).DAFTAR PUSTAKA

Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka UtamaBadan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 39 h.Cahyono, Bambang. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan. Yogyakarta: Lily Publisher.Canene-Adams K., Clinton, S.K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4). Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539-540,549-552. Guyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, MedanJung, H.C. and Wells, W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry & Biophysic Article. 355:9-14.Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo PersadaPauling, L. 1971. General Chemistry edisi4. Gaya Baru, Jakarta.Sandra Goodman., (1991). Vitamin C : The Master Nutrient. Dalam : Muhilal dan Komari., (1995). Ester-C. Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Halaman 96-97Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM PressSatuhu, S.,. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar SwadayaSherwood, L . 2001. Biochemistry for Dental Students. CBS Publishers and Distributor, New Delhi.Spiege l-Roy P and Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 pSunita Sudarmadji, A. M. dan Lana Sularto, 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan keuangan Tahunan, Jurnal PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), Volume 2, Universitas Gunadarma, JakartaTonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G Mulokozi (1995), carotenoid content of thermally processed tomato based food product, J. Agric, Food Chem., (43):579-586. Tri Dewanti Ir.W., M.Kes, dkk. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat Dan Cabe. Malang: Universitas Brawijaya.

Pengertian Vitamin Vitamin atau vitamine mula-mula di utarakan oleh sang ahli kimia pola, dia yang bernama Funk, yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam amina itu adalah suatu amina yang sangat vital. Dan dari kata tersebut lahirlah istilah vitamine atau vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu kelompok senyawa organic yang tidak termasuk dalam golongan protein, karbohidrat, maupun lemak dan terdapat dalam jumlah kecil dalam bahan makanan tapi sangat penting bagi beberapa fungsi tubuh untuk menjaga kelangsungan kehidupan serta pertumbuhan (Revan, 2011).Vitamin adalah bahan esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin dapat berpengaruh bagi kesehatan, karena itu diperlukan asupan harian dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan. Jumlah kecukupan asupan vitamin per hari untuk perawatan kesehatan tersebut ditetapkan sebagai RDA (Recommended Daily Allowance). Beberapa vitamin tertentu bila diberikan dalam dosis tinggi mempunyai efek, antioksidan yang membantu sistem imunitas tubuh dalam menetralkan benda asing yang berasal dari radikal bebas dan kuman penyakit. Dan beberapa vitamin lain mempunyai efek penyembuhan, sebagai kebalikan dari defisiensi yang terjadi akibat kekurangan vitamin tersebut (Kim, 2002).Dalam penentuan ada tidaknya vitamin alat yang dapat digunakan untuk mengukur kandungan asam amino yaitu dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Alat HPLC dapat digunakan juga untuk analisis asam lemak sebagai komponen penyusun lemak dan vitamin. Mengingat metode analisis sangat bervariasi baik bahan yang digunakan maupun tingkat ketelitiannya, maka pemilihan dan penetapan metode analisis merupakan suatu keharusan (hernawati, 2013).Secara umum, antihistamin diserap dengan baik pemberian oral berikut sebagai formulasi padat dan cair, dan mencapai konsentrasi plasma maksimum antara 1-4 jam setelah pemberian dosis pada pasien anak dan dewasa. Plasma paruh tergantung pada metabolisme obat dan proses pembersihan dalam tubuh, dan meskipun proses tersebut adalah sama pada anak-anak dan pada orang dewasa, mereka relatif dipercepat pada anak-anak dalam kasus antihistamin tertentu. Akibatnya, dosis yang ideal dalam kasus tersebut adalah sekali setiap 12 jam bukan sekali setiap 24 jam (misalnya, dalam kasus levocetirizine pada anak-anak TK). Semua antihistamin generasi pertama, serta obat-obatan yang generasi kedua, dimetabolisme di hati oleh sistem enzim sitokrom P450. Hanya cetirizine, fexofenadine levocetirizine dan sebagian besar dihilangkan tanpa transformasi metabolik (dalam urin dalam dua kasus pertama, dan dalam empedu dalam kasus fexofenadine) (Cuvillo, 2007).Manfaat positif dari antihistamin diresepkan untuk rhinitis alergi meliputi peningkatan kaliber saluran napas, pernapasan meningkat, dan gejala berkurang secara signifikan. Studi lain menunjukkan bahwa obat yang diresepkan untuk mengobati rhinitis alergi dapat mengurangi gejala asma. Sementara obat ini tampaknya mengurangi gejala dan meningkatkan kesehatan pasien, pertimbangan harus diberikan untuk total biaya, diperkirakan sebesar $ 8400000000 per tahun. Untuk beberapa pasien, bagaimanapun, penggunaan obat alergi mungkin tidak efektif atau hanya menawarkan solusi jangka pendek untuk masalah yang sedang berlangsung. Sebagai contoh, para penulis dalam sebuah studi menegaskan bahwa meskipun obat-obat ini dapat mengurangi gejala, diagnosis yang akurat menunjukkan manajemen yang lebih tepat klinis, perubahan obat lebih jarang, dan meningkatkan kualitas hidup (Szeinbach, 2004).DAFTAR PUSTAKACuvillo, A Del, J Sastre, J Montoro, I Juregui, M Ferrer, I Dvila, J Bartra, J Mullol, dan A Valero, 2007, Use of antihistamines in pediatrics, Journal Investigation Allergol Clin Immunol, Vol. 17, No. 2, Spanyol.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. (Hal. 1 dan 10)

Jamil, Muhammad, Ibrahim Labeda, dan Burhanuddin Bahar, 2009, Antibiotic Sensitivity Of Peritoneum Microbial Cultured From Peritonitis Patients At An Emergency Unit, The Indonesian Journal of Medical Science, Vol. 1, No. 5, Makassar.

Refdanita, Maksum R., Nurgani A., dan Endang P., 2004, Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002, Makara Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Jakarta.