tinjauan pustaka proker

Upload: thomas-saputro

Post on 08-Oct-2015

101 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berisi tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

BAB I

PAGE 12

BAB I. BANGSA-BANGSA TERNAK

A. Pendahuluan Sapi adalah ternak ruminansia besar yang dikembangkan di Indonesia, sehingga pengenalan terhadap sifat karakteristik bangsa penting untuk mengetahui apakah ternak tersebut secara genetik masih murni atau sudah merupakan hasil persilangan. Permasalahannya adalah kemurnian seekor ternak terkait dengan potensi genetik, terutama ditinjau dari pertumbuhan, produksi daging, reproduksi dan kemampuannya sebagai ternak kerja. Produksi ternak potong pada perlakuan budidaya yang sama akan berpenampilan kinerja yang berbeda apabila faktor bangsa dan kemurniannya berbeda.

Bangsa adalah sekelompok ternak pada suatu daerah dimana persyaratan disetujui oleh peternak-peternak, syarat tersebut muncul diantara ternak, merupakan kreasi suatu kemungkinan dapat bermanfaat bagi peternak dan tidak dapat dijamin bahwa dalam suatu bangsa tidak terjadi penyimpangan dari definisi yang sudah ada.Pada saat sekarang mulai bermunculan ternak tertentu atas dasar pemuliaan ternak dengan tujuan satu atau beberapa sifat yang menguntungkan dalam perdagangan ternak. Ternak ini yang dikelompokkan dalam bangsa-bangsa ternak eksotik ataupun ternak akan muncul satu sifat yang digunakan apabila mendapat perlakuan tertentu. Sebagai contoh, banyak ternak sapi potong dari bangsa Eropa yang termasuk bos taurus (Abarden Angus) dikawinkan dengan bos indikus (Brahman) untuk mendapatkan ternak penghasil daging yang dipelihara didaerah tropis (Brangus) (Kays, 1961).

Banyak perkumpulan peternak sapi yang mempunyai program pencatatan dan penampilan. Dimana perkumpulan itu dengan biaya yang telah ditentukan oleh pengolah data tanggal beranak dan melahirkan tanpa kesukaran berat lahir.

Dari hasil penyelidikan domestikasi hewan-hewan piaraan sudah dimulai sejak masa jaman perunggu (neoliticum), kira-kira 3000-6000 tahun sebelum masehi. Setelah dipelajari dalam Zoologi maupun ilmu bangsa-bangsa hewan (kecuali unggas) maka didapat sistematika sebagai berikut:

1. Phyllum: Vertebrata

2. Clasis

: Mamalia3. Sub clasis: Placentalia4. Ordo

: Ungulata

5. Sub ordo:

a. Perissodactyla (berkuku tunggal)

b. Artiodactyla (berkuku jamak)

6. Familia: Bovidae(Israil, 1986).Bangsa-bangsa sapi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu sapi Lokal, sapi Zebu, dan sapi Eropa. Bangsa sapi berkembang sesuai dengan perkembangan pemasukan ternak dan hasil persilangan yang dilakukan, tetapi pada dasarnya perkembangan masih tergantung dari ketiga bangsa sapi tersebut diatas dan dari sekian banyak jenis ternak sapi serta perkembangan dapat dipisahkan sesuai dengan asal-usul yang dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan:

1. Bangsa pribumi (native rases) adalah sapi yang digolongkan atau dianggap berasal dari daerah itu sendiri karena sudah terlalu lama berada dan banyak di daerah tertentu. Misal; Banteng, Sapi Bali, Sapi Aceh, Sapi Minahasa, Sapi Grati.

2. Bangsa sapi yang berasal dari persilangan antara sapi Import dan sapi lokal untuk perbaikan potensi ternak.

3. Bangsa sapi import.

4. Bangsa sapi persilangan dari ternak yang berasal dari yang ada di Indonesia sendiri.

(Toelihere, 1985).

B. Tinjauan PustakaDefinisi klasik bangsa pada umumnya merupakan ternak pada suatu daerah, negara atau benua tertentu. Bangsa ternak adalah didapat dari seleksi dan perkembangbiakan, mempunyai anak menyerupai atau mirip dengan salah satu tetua dan diikuti sifat yang sama pada anaknya. Bangsa adalah sekelompok ternak pada suatu daerah dimana persyaratan disetujui oleh peternak-peternak, syarat tersebut muncul diantara ternak, merupakan kreasi suatu kemungkinan dapat bermanfaat bagi peternak dan tidak dapat dijamin bahwa dalam satu bangsa tidak terjadi penyimpangan dari definisi yang sudah ada (Triakoso, 2001).

Sapi limousin merupakan sapi asal perancis yang berkembang di daerah Ozark. Telah berada pada waktu yang lama lebih dari 100 tahun. Sapi ini terkenal karena ternak tersebut subur, pada punggung terdapat warna perak emas. Terdapat kulit punggung terlihat terang atau kekuning kuningan dibawah perut atau sekitar moncong. Besar tubuh lebih kecil dibandingkan sapi charoalais, tetapi rata rata lebih berat dan relatif mempunyai tulang lebih ringan, sehingga produksi karkas lebih baik untuk ternak potong.

Kegunaan sapi pada umumnya dipergunakan untuk memperbaiki ternak dalam berat tubuh. Telah berhasil untuk dikembangkan dalam bangsa murni. Betina perah dan potong dipergunakan sebagai dasar betina dalam perkawinan silang perbaikan ternak. Pada pelaksanaan perbaikan ternak, betina yang digunakan harus permanen (Frandson, 1992).

Sapi brahman mempunyai punuk yang besar diatas bahu depan dan mempunyai kulit yang longgar serta lebih pada bagian leher dan gelambir serta berlipat lipat. Telinga besar mengantung. Mempunyai suara yang besar. Warna bulu putih sedang pada yang yang jantan terdapat warna lebih gelap pada punuk, leher, kepala dan kandang kala pada pantat serta paha belakang. Terdapat yang berwarna putih abu abu dan merah. Bentuk tubuh tegap dan gagah, kurang padat serta kurang mulus dibandingkan dengan bangsa lain. Sapi ini tahan pada daerah tropis dan tahan terhadap klimat panas, serta tahan terhadap nyamuk dan kutu. Tahan pada padang rumput dengan rumput yang kurus. Dengan demikian disilangkan dengan bangsa lain sehingga didapatlan bangsa baru mempunyai tubuh besar serta tahan terhadap caplak dan kutu. Hasil persilangan mendapatkan pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas karkas cukup tinggi. Seperti Angus tahan terhadap kanker mata dan mata merah (Murtidjo, 1990).

Karakteristik tipe sapi potong antara lain adalah bentuk tubuh padat, dalam, lebar; dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging; garis tubuh lurus dan rata; kepala pendek dan lebar pada frontalisnya; leher tebal dan bahu berisi; punggung dan pinggang lebar; kemudi lebar; dada lebar dan dalam. Jaringan lemak dibawah kulit harus tebal : ini dapat diketahui dengan meraba dan melipat kulit kanan kiri pangkal ekor, melipat paha dekat tuber coccigae. Anggota tubuh pendek sehingga badan tampak rendah. Dilihat dari samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam (bentuk peti). Pertumbuhan tulang, daging dan lemak badan tampak baik (Basuki, 1998).

Persilangan sapi peranakan Ongole dan Brahman mempunyai punuk yang besar diatas bahu depan dan mempunyai kulit yang longgar serta berlebih pada bagian leher dan gelambir serta berlipat-lipat, telinga besar dan menggantung, mempunyai suara yang besar, warna bulu putih serta pada yang jantan terdapat warna lebih gelap pada punuk, leher, kepala dan kadang kala pada pantat serta paha belakang, terdapat yang berwarna putih, abu-abu dan merah, bentuk tubuh yang tegap dan gagah, kurang padat serta kurang mulus dibanding dengan bangsa lain. Sapi ini tahan pada daerah tropis serta tahan terhadap klimat panas, serta tahan terhadap caplak, nyamuk dan kutu. Tahan pada padang rumput dengan rumput yang kurus. Mempunyai kualitas karkas cukup baik (Hardjosubroto, 1990).C. Metodologi1. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja pada Bangsa-bangsa ini dilaksanakan pada Sabtu tanggal 8 November 2008 di Pasar Bekonang, karanganyar.2. Alat dan Bahan

a. Kamera

b. Sapi (2 yang berbeda jenis)

3. Tata Laksana Praktikum

a. Menentukan ternak yang akan diamati 2 (dua) bangsa yang berbeda.

b. Menentukan sifat khusus ternak yang diamati.

c. Mengambil gambar dari ternak yang diamati tersebut.

d. Melihat ciri ciri ternak.

e. Mencatat hasil pengamatan hewan ternak.

D. Hasil dan Pembahasan1. Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Karakteristik Sapi Cross Brahman Karakteristik Keterangan

Garis punggung

MelengkungTelinga

Panjang

Tanduk

Besar dan pendek

Gelambir

Lebar

Kepala

Abu - abu

Profil

Tenang

Moncong

Hitam

Ekor

Berambut Hitam

Warna kulit

Putih

Umur

3 Th

Sumber : Laporan sementaraTabel 1.2 Karakteristik Sapi Cross Limousin Karakteristik Keterangan

Garis punggung

Datar

Telinga

Pendek dan kecil

Tanduk

Pendek dan besar

Gelambir

Kecil

Kepala

Coklat

Profil

Tenang

Moncong

Putih

Ekor

CoklatWarna kulit

CoklatUmur

2 Th

Sumber : Laporan sementara

Gambar 1.1 Sapi Cross Brahman.

Gambar 1.2 Sapi Cross Limousin2. Pembahasan

Pada sapi yang telah mengalami persilangan akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada induknya karena salah satu tujuan persilangan adalah mencari keunggulan dari seekor ternak. Agar persilangan yang dilakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki maka kita harus teliti dalam pemilihan bibit dari pejantan yang unggul. Perkembangan dengan cara persilangan mempunyai maksud untuk mendapatkan bangsa sapi dengan kemampuan mengkonsumsi hijauan dengan kualitas rendah, tahan terhadap insekta serta panas dengan kualitas ternak sapi yang kompak dan halus. Sifat dan bentuk tubuh dari induk akan menurun pada anaknya. Kita dapat mengetahui ternak tersebut termasuk dalam bangsa mana dari ciri-ciri yang dapat kita lihat dari luar karena setiap bangsa ternak mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Apabila kita akan melakukan persilangan kita juga harus melihat ciri-ciri dari luar dengan memilih bentuk tubuh pejantan yang lebih bagus daripada betinanya.

Ternak yang diharapkan oleh peternak adalah yang mempunyai bentuk tubuh dan bobot yang baik, dan mempunyai kondisi tubuh yang baik: tidak mudah terserang penyakit, mudah menyesuaikan pakan dan kondisi tempat atau lingkungan. Penambahan berat badan tergantung dari nafsu makan atau konsumsi pakan dan daya cernanya. Banyaknya pakan suatu ternak dapat didukung dari besar atau kecilnya kepala atau moncongnya, apabila kepalanya besar maka dalam pengambilan pakan akan lebih banyak. Kita dapat mengetahui umur ternak dengan melihat jumlah gigi tetap yang sudah tumbuh.

Ciri-ciri sapi Cross Brahman Garis punggung melengkung, telinga panjang, tanduk besar dan pendek, gelambir lebar, kepala abu abu, profil tenang, moncong hitam, ekor berambut, hitam, warna kulit putih. Sapi brahman mempunyai punuk yang besar diatas bahu depan dan mempunyai kulit yang longgar serta lebih pada bagian leher dan gelambir serta berlipat lipat. Telinga besar mengantung. Mempunyai suara yang besar. Warna bulu putih sedang pada yang yang jantan terdapat warna lebih gelap pada punuk, leher, kepala dan kandang kala pada pantat serta paha belakang. Terdapat yang berwarna putih abu abu dan merah. Bentuk tubuh tegap dan gagah, kurang padat serta kurang mulus dibandingkan dengan bangsa lain. Sapi ini tahan pada daerah tropis.Ciri ciri sapi Cross Limousin garis punggung datar, telinga pendek dan kecil, tanduk pendek dan besar, gelambir kecil, kepala coklat, profil tenang, moncong putih, ekor coklat, warna kulit coklat.

Kekurangan dan kelebihan sapi Cross Brahman dan sapi Cross Limousin. Kelebihan sapi Cross Brahman antara lain : Sapi ini tahan pada daerah tropis dan tahan terhadap klimat panas, serta tahan terhadap nyamuk dan kutu. Tahan pada padang rumput dengan rumput yang kurus. Dengan demikian disilangkan dengan bangsa lain sehingga didapatkan bangsa baru mempunyai tubuh besar serta tahan terhadap caplak dan kutu. Hasil persilangan mendapatkan pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas karkas cukup tinggi. Seperti Angus tahan terhadap kanker mata dan mata merah. Kelebihan sapi Cross Limousin antara lain Besar tubuh lebih kecil dibandingkan sapi charoalais, tetapi rata rata lebih berat dan relatif mempunyai tulang lebih ringan, sehingga produksi karkas lebih baik untuk ternak potong. Kelemahan sapi Cross brahman : kualitas karkas sedang dan Kelemahan sapi Cross Limousin : bentuk tubuh tegap tetapi kurang padat serta kurang mulus dibandingkan bangsa lain.Dari kedua bangsa sapi yang telah kita amati dan dilihat dari karakteristiknya lebih baik sapi Cross Brahman daripada sapi Cross Limousin karena dalam persilangan sapi tersebut masih banyak hal-hal yang kurang dikehendaki. Karkas antara kedua sapi tersebut juga masih baik sapi Cross Braman mempunyai kualitas karkas yang lebih baik dibandingkan cross limousin.

E. Kesimpulan dan Saran1. Kesimpulan

Dari Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja pada Bangsa-bangsa ternak ini dapat diambil kesimpulan:

a. Ciri-ciri sapi Cross Brahman Garis punggung melengkung, telinga panjang, tanduk besar dan pendek, gelambir lebar, kepala abu abu, profil tenang, moncong hitam, ekor berambut, hitam, warna kulit putih. Sapi brahman mempunyai punuk yang besar diatas bahu depan dan mempunyai kulit yang longgar serta lebih pada bagian leher dan gelambir serta berlipat lipat. Telinga besar mengantung. Mempunyai suara yang besar. Warna bulu putih sedang pada yang yang jantan terdapat warna lebih gelap pada punuk, leher, kepala dan kandang kala pada pantat serta paha belakang. Terdapat yang berwarna putih abu abu dan merah. Bentuk tubuh tegap dan gagah, kurang padat serta kurang mulus dibandingkan dengan bangsa lain. Sapi ini tahan pada daerah.

b. Ciri ciri sapi Cross Limousin garis punggung datar, telinga pendek dan kecil, tanduk pendek dan besar, gelambir kecil, kepala coklat, profil tenang, moncong putih, ekor coklat, warna kulit coklat.

c. Kelebihan sapi Cross Brahman dan sapi Cross Limousin. Kelebihan sapi Cross Brahman antara lain : Sapi ini tahan pada daerah tropis dan tahan terhadap klimat panas, serta tahan terhadap nyamuk dan kutu.

Tahan pada padang rumput dengan rumput yang kurus.

Dengan demikian disilangkan dengan bangsa lain sehingga didapatkan bangsa baru mempunyai tubuh besar serta tahan terhadap caplak dan kutu. Hasil persilangan mendapatkan pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas karkas cukup tinggi. Seperti Angus tahan terhadap kanker mata dan mata merah.

Kelebihan sapi Cross Limousin antara lain :

Besar tubuh lebih kecil dibandingkan sapi charoalais, tetapi rata rata lebih berat dan relatif mempunyai tulang lebih ringan.

Produksi karkas lebih baik untuk ternak potong.

d. Kelemahan sapi Cross brahman : kualitas karkas sedang dan Kelemahan sapi Cross Limousin : bentuk tubuh tegap tetapi kurang padat serta kurang mulus dibandingkan bangsa lain.e. Dari kedua bangsa sapi yang telah kita amati dan dilihat dari karakteristiknya lebih baik sapi Cross Brahman daripada sapi Cross Limousin karena dalam persilangan sapi tersebut masih banyak hal-hal yang kurang dikehendaki. Karkas antara kedua sapi tersebut juga masih baik sapi Cross Braman mempunyai kualitas karkas yang lebih baik dibandingkan cross limousin.

2. Saran

Apabila dalam Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja dalam mengamati bangsa-bangsa ternak sebaiknya diberi pengarahan agar dalam penentuan bisa lebih tepat dan benar, sebelum observasi langsung sebaiknya pembekalan dasar materi diberikan lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, P dan Nono, N., 1998. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Frandson, F. D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4 Gajahmada . University Press. Yogyakarta.Hardjosubroto, 1990. Pemuliaan Ternak. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Israil, I., 1986. Ilmu Tilik Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. . Malang.Kays, J. M., 1961. Basic Animal Husbandry. Englewood Cliffs. Printic Hall Inc. New Jersey.Murtidjo, B. A., 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.

Triakoso, B., 2001. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.Toelihere, Mozes R., 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Universitas Indonesia. .. Jakarata.

BAB II

PENGENDALIAN TERNAKA. PENDAHULUAN

Pengendalian ternak hendaklah dilaksanakan menurut rencana yang teliti, untuk itu hendakllah diperhitungkan benar-benar hal-hal berikut ini :

Pembibitan, misalnya adalah perbedaan jantan dan betina, rencana pembibitan dan tujuantujuannya secara genetika. Hal-hal kelahiran, seperti misalnya adalah tempat melahirkan, pengawasan dan pengelolaan, prosentase anak yang ingin dicapai. Masa penyapihan dan hal-hal yang bersangkutan dengannya. Mengebiri dan pemberian cap. Pengendalian penyakit. Pemasaran, yaitu umur ternak yang akan dijual, cara-cara memilih untuk dikeluarkan, baik karena tidak baik untuk dijadikaan bibit lagi, ataupun karena sudah jarang waktunya untuk dijual sebagai hewan potongan, tempat pemasarannya, pengangkutan kepasar dan cara-cara pemasarannya. Pembelian, dengan memperhitungkan umur bibit yang harus diganti, jumlah bibit baru yang diperlukan, bangsa bibit yang diperlukan guna peningkatan mutu, sumber bibit jantan maupun betina.

Pengembalaan dan penanganan ternak hendaknya dapat diatur dengan daya guna tinggi.

Sapi dan kerbau dapat dikuasai dengan menggunakan tambang. Suatu cara menjatuhkan hewan dengan mudah adalah dengan tambang panjang. Kepala hewan diikat dengan tonggak pagar yang kuat. Tambang harus cukup panjang sehingga hewan enak jika jatuh di tanah. Satu ujung tambang diikatkan dikepala atau tanduk. Tambang kemudian dililitkan melingkari tubuh dua kali, sekali dibelakang tubuh dan sekali didepan sendi lutut. Tambang ditarik kuat-kuat mantap kebelakang dan hewan akan jatuh pelan-pelan. Hewan akan tetap tenang di tanah selama tambang tarik tegang dengan ditarik hewan akan dibuat tidak bergerak dengan mengikat kaki depan dan belakang, kemudian mengikatkan pada kepala Halter (John, 1988).

B. TINJAUAN PUSTAKAMenangani domba adalah salah satu bagian yang penting bagi seorang peternak. Cara yang harus kita tempuh untuk menangkap domba adalah dengan mengurung sekelompok domba disalah satu sudut pagar atau kandang. Setelah domba mengumpul kemudian maju perlahan-lahan dengan penuh pertibangan mendekati kelompok tersebut lalu tangkap kulit yang longgar diantara perut dan paha domba (Sumoprastowo, 1993).

Tiga cara merebahkan sapi dengan mengikat tali yang diikatkan atau dililitkan pada leher, kemudian pengikatan dan pelilitan tali dengan menyilang pada dada sapi, dan kemudian pengikatan tanduk. Pada prinsipnya ketiga itu sama saja. Perbedaannya hanya pada pengikatan awal

(Santoso, 2001).

Handling atau pengendalian adalah usaha-usaha penanganan ternak semudah mungkin. Untuk memperlancar segala aktivitas yang akan dilakukan pada ternak serta untuk dapat mengetahui segala macam ancaman yang dilakukan oleh ternak tersebut (Dwiyanto, 1999).

Ethologi adalah ilmu yang mempelajari tingkag laku hewan (animal behavior) dilingkungan alami dan dilingkungan lainnya dimana hewan tersebut bisa hidup. Hewan merupakan makhluk hidup yang selalu berinteraksi secara dinamis dengan lingkungannya. Interaksi tersebut ditunjukkan tingkah laku yang terlihat dan saling berkaitan secara individual maaupun kolektif ( http:// www. pikiran rakyat.com).

Pada pengoperasian penrkandangan, fasilitas sosial pada ternak sangat perlu. Sapi- sapi perah yang dominan haruslah disendirikan dan jika memungkinkan dijadikan satu. Tentu saja pada awalnya sapi-sapi tersebut akan saling berkelahi sampai tingkat sosial baru diciptakan. Peringkat baru yang telah terbentuk akan memberi keuntungan pada kelompok ternak tersebut, sebab energi tidak hilang oleh berlanjutnya tingkah laku yang agresif dan sapi-sapi yang dominan. Meski dominasi pada mulanya bisa tercapai dengan tingkah laku agresif, beberapa individu ternak yang terlalu besar dan atau memperlihatkan kepercayaan yang lebih besar mungkin akan mendapatkan status dominan tanpa harus memperlihatkan tingkah laku agresif. Sebagai akibat pemindahan sapi-sapi yang dominan, maka sapi-sapi yang lain akan menjadi tenang dengan hierarki yang baru, tetapi dalam keterbatasan dominansi mereka. Tingkah laku patuh memiliki nilai bagi ternka yang lemah dan lebih muda. Hal ini memberikan kesempatan pada meraka untuk tetap tinggal dalam kelompok dan berbagi sumber pakan dan air. Ternak-ternak subordinat mempertlihatkan tingkah laku penurut. Interaksi diantara sapi-sapi ini dan fasilitas sosial yang disediakan, akan menciptakan efek kesabaran dalam kelompok, pengambilan pakan (feed intake) yang meningkat serta efisiensi pakan (feed eficienci). Disamping itu, produksi juga meningkat (Akoso, 1996).

C. METODOLOGI

1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja acara Pengendalian Ternak ini dilaksanakan pada Rabu, tanggal 28 November 2007 pukul 08.30 WIB, bertempat di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Jatikuwung, Karanganyar.

2. Alat dan Bahan

a. Tali tambang

b. Ternak sapi

3. Tata Laksana

a. Merebahkan ternak.

b. Mengendalikan hewan ternak dengan mengunakan tali tambang.

D. HASIL DAN PEMBAHASANProses perebahan sapi berhasil dilakukan oleh 3 orang praktikan dilakukan pada 2 ekor sapi kemudian diberikan tanda pada telinganya dengan sistem ear tag. Temperamen yang baik sangat perlu dimikliki oleh peternak pemelihara. Para pemulibiakan ternak harus menaruh perhatian khusus terhadap hal ini. Dalam suatu padang penggembala, ternak yang bertemperamen sangat baik sangat dibutuhkan agar seluruh pekerjaan rutin, misaalnya memindahkan ternak (menggembalakan) dari suatu petak gembala (paddock) ke petak lainnya, pelaksanaan pengamanan ternak (vaksinasi, dreching), pelaksanaan penimbangan dan pekerjaan lain yang dibutuhkan dapat terlaksana dengan baik. Sapi-sapi yang bertemperamen tinggi akan membahayakan diri mereka sendiri, yaitu ketika melompat pagar, berkelahi dengan sesamanya, juga sangat berbahaya bagi peternak yang bertemperamen tinggi, tidak akan didapatkan ketenangan, produksinya akan menurun.Dalam proses perebahan sapi dilakukan dengan cara pertama-tama kita mengeluarkan dulu sapi dari kandangnya secara hati-hati kemudian ditempatkan ditempatkan yang datar agar sapi tidak terjatuh. Setelah dapat tempat sapi diikat dari punggung bagian depan, perut dan punggung bagian belakang kemudian sapi ditarik dari belakang dan sapi akan terjatuh karena telah merebah. Dalam praktikum ini perlu dilakukan secara hati-hati karena apabila ada kesalahan sekecil mungkin dapat menyebabkan kemarahan pada sapi dan berbahaya bagi praktikan.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :

a. Pengendalian ternak sangat perlu, karena dapat menghindarkan diri dari ancaman ternak yang mungkin sewaktu-waktu marah.

b. Untuk merebahkan sapi dapat dilakukan dengan mengikat tubuh sapi dengan tali sebanyak 3 lilitan pada bagian leher, punggung dan perut dan kemudian ditarik.

2. Saran

Apa saja yang harus dikerjakan pada pembuatan laporan pada bab ini kurang jelas. Praktikan diusahakan untuk mencoba merebahkan ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.Dwiyanto, M. 1999. Penangkaran Domba dan Kambing. Penebar Swadaya. Yogyakarta.Santoso, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak. Swadaya. Jakarta.Sumoprastowo, R. M . 1993. Beternak Domba pedaging dan Wool. Bharata. Jakarta.www. pikiran rakyat.com

BAB III

MENGETAHUI UKURAN TUBUH

( VITAL STATISTIK )A. Pendahuluan

Berdasarkan ukurannya ternak dibagi menjadi dua, yaitu ternak besar dan ternak kecil. Ternak besar terdiri dari sapi dan kerbau. Sedangkan ternak kecil terdiri dari domba, kambing dan babi. Tanpa diukur, kedua macam ternak ini dapat terlihat perbedaannya. Ternak sapi dan kerbau memiliki bentuk atau postur tubuh yang lebih besar dari pada ternak domba, kambing atau babi.

Ukuran tubuh merupakan bagian yang sangat penting. Karena dengan mengetahui ukuran tubuh, kita dapat mengetahui apakah ternak-ternak tersebut mempunyai ukuran ternak yang proporsional atau tidak. Ukuran tubuh ternak yang proporsional tergatung dari jenis ternak itu dan tujuan dari menternakan itu sendiri. Misalnya, apabila ternak kecil seperti kambing atau domba. Ternak kambing atau domba yang proporsional adalah yang ukuran dan bentuk tubuhnya sesuai dengan bobot badannya.

Ukuran tubuh ternak yang paling penting adalah bagian panjang badan, tinggi gumba, tinggi kemudi, lingkar dada, lebar dada, lebar kemudi dan dalam dada. Ukuran-ukuran tubuh tersebut bisa juga mengetahui bobot badan ternak. Untuk mengetahui bobot badan ternak tanpa harus menimbang ternak maka harus mengetahui ukuran-ukuran tubuh ternak tersebut. Kemudian setelah mengetahui ukurannya baru menghitung bobot ternak secara sistematis. Akan tetapi pengukuran-pengukuran tersebut tidak akan sepenuhnya tepat dalam menduga bobot suatu ternak. Karena pendugaan bobot tersebut akan dapat tepat apabila ternak dalam suatu keadaan tertentu dan kondisi tertentu pula.

B. Tinjauan Pustaka

Pengukuran ukuran tubuh ternak dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan seringkali dipakai sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit. Ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya panjang badan dan lingkar dada. Lingkar dada diukur dengan pita meter melingkar dada sapi tepat dibelakang siku. Panjang badan diuykur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (homerus) sampai benjolan tulang lapis (Fuber Ischii). Tinggi pundak diukur lurus dengan tongkat ukur dari titik tertinggi pundak sampai tanah (Santoso, 2001).

Dengan menggunakan tinggi gumba sebagai kriteria, maka kambing dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa kambing besar dengan tinggi gumba lebih dari 65 cm, bangsa kambing kecil dengan tinggi 51 65 cm dan bangsa kambing kerdil dengan tinggi kurang dari 50 cm

( Williamson et al., 1993 ).

Untuk mengukur tinggi badan, yang dinilai adalah tinggi gumbanya. Di Amerika, nilai 25 diberikan terhadap sapi yang mempunyai tinggi gumba 55 inchi (= 139,7 cm), sedangkan yang mempunyai tinggi 59 inchi (149,9 cm), jadi diberikan nilai 45. Penilaian terhadap kedalaman dada, maka yang dilihat adalah daerah lekungan rusuk terakhir ditengah-tengah badan sapi. Kedalaman dada penting diketahui karena menggambarkan kemampuan sapi mengkonsumsi hijauan (Pane, 1994).Untuk memperoleh pandangan umum tentang seekor ternak yang di tilik maka ternak yang ditilik ditempatkan pada tempat yang terang dan terbuka tidak tergangu pandangan lain sebelum mengadakan pengamatan hendaknya tidak ikut dipertimbangkan keadaan padanya. Harus juga di perhatikan keadaan kulit dan bulu untuk mengetahui penyimpangan penyimpangan yang tidak dikehendaki tentu saja dengan memperhatikan ciri ciri khas bangsa hewan di dalam ilmu bangsa bangsa hewan. Ini penting untuk mengetahui presentase sifat turunan secara pheno tipe (Soenarjo, 1988).

Karakteristik tipe sapi potong antara lain adalah bentuk tubuh padat, dalam, lebar; dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging; garis tubuh lurus dan rata; kepala pendek dan lebar pada frontalisnya; leher tebal dan bahu berisi; punggung dan pinggang lebar; kemudi lebar; dada lebar dan dalam. Jaringan lemak dibawah kulit harus tebal : ini dapat diketahui dengan meraba dan melipat kulit kanan kiri pangkal ekor, melipat paha dekat tuber coccigae. Anggota tubuh pendek sehingga badan tampak rendah. Dilihat dari samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam (bentuk peti). Pertumbuhan tulang, daging dan lemak badan tampak baik (Basuki, 1998).

C. Metodologi 1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja acara Pengendalian Ternak ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 28 November 2007 pukul 08.30 WIB, bertempat di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jati Kuwung, Karanganyar.

2. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Pita meter

2. Penggaris

3. Jangka Sorong

b. Bahan

1. Sapi 3 ekor.

3. Tata Laksana Praktikum

c. Menempatkan Sapi sehingga terlihat tegak dan lurus.

d. Mengukur pada bagian panjang badan, tinggi gumba, tinggi kemudi, lingkar dada, lebar dada, lebar kemudi, dan dalam dada.

e. Mencatat hasil pengukuran-pengukuran tersebut.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 3.1 Ukuran Tubuh Sapi (cm)Ukuran tubuh

Sapi I

Sapi II

Sapi III

Panjang badan

102

98

80

Tinggi gumba

121

111

102

Tinggi kemudi

123

113

112

Lingkar dada

147

132

123

Lebar dada

22

24

25

Dalam dada

42

42

25

Perkiraan Berat I

203,3 kg157,5 kg111,7 kg

Perkiraan Berat II

285,6 kg237,2 kg210,3 kg

Sumber : Laporan sementara

Perhitugan perkiraan berat I:

EMBED Equation.3

Sapi I :

Sapi II:

Sapi III:

Perkiraan Berat badan II:

Sapi I :

Sapi II:

Sapi III:

2. Pembahasan

Menurut Joubert menyatakan bahwa korelasi hubungan yang dekat antara pertumbuhan dan perkembangan atau dengan kata lain adanya korelasi antara berat dengan ukuran-ukuran badan. Misalnya lingkar dada pada hewan yang sedang tumbuh. Dapat dikatakan bahwa setiap lingkar dada bertambah 1% beratnya bertambah 3%. Oleh karena itu hewan pada waktu tertentu ditimbang dengan maksud untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan dapat diamati pula apakah hewan tersebut dapat berkembang dan tumbuh sesuai dengan tipe yang dikehendaki (Soenarjo, 1988).

Dalam praktikum ini diperoleh Sapi I panjang badan 102 cm, tinggi gumba 121 cm, tinggi kemudi 123 cm, lingkar dada 147 cm, lebar dada 22, dalam dada 42 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 203,3 kg (dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 285,6 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada). Sapi II panjang badan 98 cm, tinggi gumba 111 cm, tinggi kemudi 113 cm, lingkar dada 132 cm, lebar dada 24 cm, dalam dada 42 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 157,5 kg (dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 237,2 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada). Sapi III panjang badan 80 cm, tinggi gumba 102 cm, tinggi kemudi 112 cm, lingkar dada 123 cm, lebar dada 25 cm, dalam dada 25 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 111,7 kg(dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 210,3 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada).

F. Kesimpulan dan Saran1. Kesimpulan

Dari Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja pada Acara Mengetahui Ukuran Tubuh (Vital Statistik) ini dapat diambil kesimpulan:

a. Adanya korelasi hubungan yang dekat antara pertumbuhan dan perkembangan atau dengan kata lain adanya korelasi antara berat dengan ukuran-ukuran badan.

b. Sapi I panjang badan 102 cm, tinggi gumba 121 cm, tinggi kemudi 123 cm, lingkar dada 147 cm, lebar dada 22, dalam dada 42 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 203,3 kg (dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 285,6 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada).

c. Sapi II panjang badan 98 cm, tinggi gumba 111 cm, tinggi kemudi 113 cm, lingkar dada 132 cm, lebar dada 24 cm, dalam dada 42 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 157,5 kg (dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 237,2 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada).

d. Sapi III panjang badan 80 cm, tinggi gumba 102 cm, tinggi kemudi 112 cm, lingkar dada 123 cm, lebar dada 25 cm, dalam dada 25 cm sehingga diperoleh perkiraan berat badan I 111,7 kg(dipengaruhi oleh panjang badan dan lingkar dada), perkiraan berat badan II 210,3 kg (dipengaruhi oleh lingkar dada).

2. Saran

Menambah peralatan yang digunakan untuk pengukuran. Mempelajari pengunaan alat untuk pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, P dan Nono, N., 1998. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Pane, I. 1993. Pemulian Ternak Sapi. Gramedia. JakartaSantoso, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.Soenarjo, Ch. 1988. Ilmu Tilik Ternak. CV Baru. Jakarta Williamson, G. W, J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.BAB IV

PENENTUAN UMUR DENGAN GIGI

A. PENDAHULUAN

Ternak terdiri dari peternakan yang sudah maju mempunyai pencatatan (recording) secara lengkap. Data kelahiran dapat dipergunakan sebagai patokan dalam mengusahakan ternak potong. Tetapi dalam peternakan masyarakat pada umumnya tidak mempunyai catatan, sehingga perlu alat untuk memperkirakan dalam menentukan umur ternak. Peternakan dapat mengetahui umur ternak dengan kartu identitas, lingkaran yang terjadi pada tanduk dan pergantian gigi.

Cara yang paling mudah untuk menentukan umur ternak adalah dengan melihat gigi. Ternak Rumansia tidak mempunyai gigi taring baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah dan mempunyai gigi seri (incisivus) hanya pada rahang bawah serta punya gigi gerahang baik pada rahang bawah maupun atas. Tipe gigi rumanisia adalah Dhipyodent yaitu selama hidupnya terdapat 2 kali pergantian gigi yaitu gigi susu dan gigi permanent. Jumlah gigi susu adalah 20 dan jumlah gigi permanent adalah 32.

Yang menjadi patokan dalam menentukan umur dengan gigi adalah perubahan yang terjadi pada gigi seri.Perubahan yang dimaksud adalah pergantian dari gigi susu menjadi gigi permanent.Gigi ternak ruminsia sama halnya seperti yang terjadi pada manusia dan hewan piaraan/ternak yang lain yaitu mengalami pertumbuhan , pergantian dan kemudian menjadi aus secara teratur dan pada waktu waktu yang tepat. Karena peristiwanya selalu terjadi pada waktu yang tepat, maka perkembangan bentuk gigi tersebut dipakai orang sebagai landasan untuk menentukan umur ternak.

B. TINJAUAN PUSTAKASalah satu cara yang sederhana dan umum serta paling efisien menentukan kisaran usia ternak ruminansia adalah dengan melihat gigi atau berpedoman dengan giginya ataupun yang menentukan usia domba adalah gigi serinya, terutama pergantian gigi serinya. Gigi seri pada domba berjumlah 8 buah dan semuanya berada pada rahang bawah (Murtidjo,1993).

Umur tumbuhnya gigi termasuk masa munculnya gigi pertama setiap pasang gigi sampai munculnya pasangan gigi berikutnya. Dari penelitian dan penyelidikan disimpulkan, bahwa seekor domba dengan 2 gigi lebar berumur 42 20 bulan dan domba berumur 3 3 tahun dapat mempunyai 4 atau 6 gigi (biasanya menunjukkan umur 21 32 bulan ) dan bahwa domba yang berumur 3 tahun diharapkan mempunyai gigi 8. Setelah umur 3 tahun gigi mulai aus

(Williamson et al., 1993).

Pada umur muda, gigi seri yang tumbuh disebut gigi susu. Gigi susu ini kecil dan agak tajam serta tumbuh agak renggang. Pada umur makin dewasa , gigi susu tanggal lalu diganti gigi tetap. Penggantian gigi tetap inilah yang akan menjadi patokan pendugaan umur ternak domba atau kambing. Pada ternak yang sudah tua, keausan gigi menjadi dasar pendugaan (Dwiyanto, 1999).

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang terutama adalah ras dan standar makanan dimana ternak dipelihara. Terdapat perbedaan yang nyata antara umur pada yang mana pertumbuhan gigi sapi jenis cepat dewasa yang berasal dari daerah iklim sedang dan jenis yang lambat dewasa dari daerah tropik. Juga terdapat perbedaan tetapi kurang nyata antara jenis sapi daerah tropik dan kelompok jenis sapi yang dipelihara pada jenis jumlah makanan yang berbeda. Sebagai tambahan terdapat variasi individu paling sedikit sebesar antara rata-rata kelompok yang tidak dapat diperhitugkan secara spesifik. Ketika memeriksa gigi spi mungkin terdapat beberapa kesuliatan dalam menentukan 4 pasang gigi depan yang sudah tua dan gigi permanen tetapi apabila terdpat 6 gigi geraham pada setiap sisi dari rahang ini menetapkan bahwa gigi depan tersebut adalah gigi permanent (Basuki, 1998).

Yang perlu diperhatikan dalam mengunakan penentuan umur pada ternak dengan gigi adalah mulai timbulnya gigi, pergeseran bidang asah gigi, pergantian gigi, tanggal atau lepasnya gigi. Dalam menentukan umur ternak denagn melihat pertumbuhan gigi dari jenis ternak apakah herbivora, carnivora, omnivora. Untuk ternak sapi termasuk hewan herbivora atau pemakan tumbuh-tumbuhan biasanya memiliki sifat karakteristik yairu gigi refatif bebentuk berbeda-beda denagn ukuran yang lebih besar karena tugasnya lebih berat dari pada carnivora. Pedoman untuk mencantumkan umur denagn melihat pertumbuhan gigi perlu diperhatikan perbedaan antara gigi temporer dan gigi permanent (Santoso, 2001).

C. METODOLOGI

1. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja acara Penentuan Umur Dengan Gigi ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 28 November 2007 pukul 08.30 WIB, bertempat di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jati Kuwung, Karanganyar.

2. Bahan dan Alat Praktikum

a. Bahan

Sapi (3) Ekor

b. Alat

Alat tulis

3. Tata Laksana Praktikum

a. Membuka mulut ternak sampai giginya terlihat.

b. Mengamati gigi dan menghitung jumlah gigi permanent.

c. Mencatat jumlah gigi permanent.

d. Memperkirakan umur ternak.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Keadaan Gigi dan Perkiraan Umur Ternak

Nomor

TernakKeadaan Gigi dan perkiraan umur

1/11/21/31/4Perkiraan umur

Sapi 1Belum gantiBelum gantiBelum gantiBelum ganti< 1 Th.

Sapi 2Belum gantiBelum gantiBelum gantiBelum ganti< 1 Th.

Sapi 3Belum gantiBelum gantiBelum gantiBelum ganti< 1 Th.

Sumber : Laporan sementara

2. Pembahasan

Gigi merupakan suatu alat yang penting dalam kehidupan ternak. Pada waktu lahir diperlukan gigi untuk menyusu induknya, setelah dewasa diperlukan untuk mengambil makanan dan mengunyah.

Pada praktikum ini digunakan Sapi PFH berjumlah 3 ekor. Sapi yang baru berumur kurang dari 1 th giginya belum ganti semua masih gigi susu yang berjumlah 20 buah (Murtidjo, 1993). Pada ternak Ruminisia seperti sapi, kerbau, kambing , domba, dll hanya mempunyai gigi seri pada rahang bawah dan berjumlah 8 buah. Pergantian gigi seri dari gigi susu menjadi gigi permanen yang menjadi patokan dalam menentukan umurnya . Adapun data perkiraan umurnya antara lain :

Gigi gerahang depan telah berganti = 3 6 bulan

Dua gigi depan telah berganti = 1 1,5 tahun

Empat gigi depan telah berganti = 1,5 - 2 tahun

Enam gigi depan telah berganti = 2 3 tahun

Delapan gigi depan telah berganti = 3 4 tahun

( Sumoprostowo, 1989).

Untuk mengetahui umur ternak dengan gigi, pertama kita harus membuka mulut Sapi. Hal ini sangat diperlukan keahlian dari praktikan untuk membuka rongga mulutnya karena sapi akan memberontak sebagai respon bahwa Sapi tidak nyaman dan merasa terancam dengan tindakan kita. Yang tidak kalah pentingnya yaitu membedakan gigi susu dengan gigi permanen . Gigi permanen mempunyai bentuk yanmg lebih besar daripada gigi susu.

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan , sapi 1 belum terdapat gigi tetap. Ini berarti sapi tersebut berumur < 1 tahun. Begitu pula untuk sapi 2 belum ada gigi susu yang berganti berarti umur sapi tersebut < 1 tahun dan juga untuk sapi 3 perkiraan umur < 1 tahun.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diambil dari praktikum acara penentuan umur dengan gigi adalah sebagai berikut :

a. Cara penentuan umur yang paling sederhana adalah dengan melihat pergantian gigi seri dari gigi susu menjadi gigi permanen.

b. Ukuran gigi permanen lebih besar daripada gigi susu.

c. Umur sapi 1 antara kurang dari 1 tahun, sapi 2 kurang dari 1 tahun, dan sapi 3 kurang dari 1 tahun.

d. Pada waktu lahir diperlukan gigi untuk menyusu induknya, setelah dewasa diperlukan untuk mengambil makanan dan mengunyah.

2. Saran

Saran untuk praktikum acara penentuan umur dengan gigi adalah Sapi yang diukur umurnya, diharapkan bervariasi sehingga tampak jelas perbedaan susunan gigi sapi satu dengan sapi lain.DAFTAR PUSTAKA

Basuki, P dan Nono, N., 1998. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Gajahmada University Press. Yogyakarta.Dwiyanto, M., 1999. Penanganan Domba dan Kambing . Penebar Swadaya. Jakarta.Murtidjo, B. A., 1993 . Memelihara Domba. Kanisius . Yogyakarta.Santoso, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.Sumoprastowo, R.M., 1989. Berternak Kambing yang Berhasil. Bharata Niaga Media. Jakarta.Williamson, G. W dan J. A. Payne., 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

BAB V. PAKAN TERNAK POTONG

A. PendahuluanPakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman yang berbentuk daun-daunan. Termasuk kelompok makanan hijauan ini adalah bangsa rumput (gramineae), leguminese dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru, dan sebagainya. Kelompok hijauan ini biasanya disebut pakan kasar. Hijauan sebagai bahan pakan ternak dapat diberikan dalam dua macam bentuk yakni hijauan segar dan hijauan kering (Parakkasi, 1986).

Hijauan pakan ternak adalah hijauan atau jenis tanaman yang diperlukan hewan untuk meningkatkan produktivitas ternak. Ada dua jenis hijauan pakan ternak yaitu leguminosa dan graminosa. Beberapa jenis rumput unggul yang dikenal luas oleh peternak yaitu rumput raja, rumput gajah dan setaria, sedangkan kacangkacangan yang berpotensi sebagai pakan ternak adalah gamal, lamtoro, kaliandra dan turi.

Ilmu pakan adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan pakan dan zat-zat pakan yang terkandung didalamnya terhadap kesehatan manusia dan hewan kemajuan yang pesat telah terjadi pada tahun-tahun terakhir ini dalam menentukan hubungan zat-zat pakan besarta jumlah dan mutunya bagi hewan. Pada dasarnya ilmu pakan mencoba menjawab berbagai pertanyaan mengenai zat-zat pakan.

Hijauan pakan ternak adalah bahan pakan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan (edible). Rumput, hijauan kering (hay), bekatul dan produksi lain adalah bahan pakan ternak, tetapi semua komponen dalam bahan pakan ternak tersebut dapat dicerna oleh hewan. Bahan pakan mengandung zat pakan, bahan pakan terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan kadangkadang juga bahan pakan yang berasal dari ternak atau hewan yang hidup di laut. Karena ternak pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber pakannya (Rismunandar, 1989).

Palabilitas adalah hasil keseluruhan faktorfaktor yang menentukan apakah dan sampai tingkat mana sesuatu pakan menarik bagi hewan, dengan demikian palabilitas dapat dianggap sebagai penghubung antara rumput dengan hewan yang merumput dan oleh berbagai ahli dianggap lebih penting dari nilai gizi. Karena bersifat relatif, palabilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya, hewan itu sendiri, fase pertumbuhan dan kondisi hijauan, kesempatan memilih makanan yang lain dan tata laksana serta pemupukan hijauan (Mcllroy, 1976).

B. Tinjauan Pustaka Pada umumnya jumlah hijauan yang diberikan pada ternak tersebut 10% dari berat hidup, sedangkan pakan penguat 1% saja. Sapi potong memerlukan hijauan hampir 80% dari seluruh pakan yang diperlukan. Tetapi perlu diingat bahwa hewan ruminansia yang diberikan pakan hijauan berasal dari jenis Leguminose, tidak boleh diberikan dalam jumlah besar, lebih-lebih apabila leguminose ini masih muda karena apabila diberikan dalam jumlah besar hewan yang bersangkutan mudah menderita Bloat (Basuki, 1983).

Kebutuhan hijauan pada setiap jenis hewan berbeda-beda. Hewan-hewan ternak seperti sapi, kerbau, domba dan kambing memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak daripada hewan-hewan seperti babi dan bangsa unggas. Perbedaan ini terutama terletak pada sistem alat pencernaan yang berlainan, sistem alat monogastrik dan ruminansia. Sistem alat pencernaan ruminansia dibagi menjadi 4 bagian yang terdiri dari Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum. Hewan ternak ruminansia mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar serta mampu mencerna bahan pakan yang terkandung Serat Kasar tinggi. Hewan ruminansia pakan pokoknya adalah hijauan, sedang kebutuhan pakan penguat sekedar pakan tambahan saja (Rismunandar,1989).

Bahan pakan harus menyediakan zat-zat pakan yang dapat digunakan untuk membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh dan menciptakan hasil-hasil produksinya seperti susu, daging, telur, wol dan sebagainya. Bahan pakan harus pula memberikan energi untuk keperluan proses-proses tersebut. Setelah disapih sebagian besar daripada hewan ternak kita memperoleh pakannya dari tumbuh-tumbuhan. Meskipun ada beberapa spesies hewan yang pakannya terdiri dari daging akan tetapi tumbuh-tumbuhan merupakan sumber esensial dari semua kehidupan hewan, karena tumbuh-tumbuhan mampu menggunakan energi matahari untuk membangun zat-zat yang nantinya berguna bagi si hewan. Tumbuh-tumbuhan menggunakan karbon dioksida, air, nitrat-nitrat, garam-garam mineral lainnya untuk membentuk karbohydrat, lemak-lemak dan protein-protein. Jadi tumbuhan menyimpan energi dan hewan menggunakannya (Budiman dan Sjamsimar, 1994).

Meskipun air tidak dapat digolongkan sebagai zat anorganik tapi air merupakan salah satu zat kimiawi anorganik terpenting dalam tubuh hewan. Air adalah esensial untuk fungsi tubuh yang normal. Air merupakan zat dasar dari darah dan merupakan cairan intercelluler dan intracelluler yang berfungsi sebagai alat pengangkut zat-zat pakan, metabolit dan zat-zat sisa dari dan keseluruh sel tubuh. Karena panas jenisnya yang tinggi dan sifat penguapannya maka air merupakan alat pengatur yang penting dari suhu beda. Air menolong pula menjaga homeostatis dengan cara ikut mengambil bagian dalam reaksi-reaksi dan perubahan-perubahan faali yang mengatur pH, tekanan osmotis, konsentrasi elektrolit dan fungsi-fungsi lainnya yang diperlukan untuk kehidupan (Djanah, 1985).

Perkembangan usaha peternakan, khususnya ternak ruminansia cukup pesat seiring dengan meningkatnya permintaan bahan pangan berkualitas tinggi diantaranya adalah daging sapi maupun susu. Jenis ternak penghasil daging dan susu adalah sapi (potong dan perah), kerbau, kambing dan domba. Produktivitas ternak ruminansia seperti sapi (potong dan perah), kerbau, kambing dan domba, salah satunya ditentukan oleh faktor pakan (ransum)-nya. Pakan utama ternak ruminansia pada dasarnya adalah hijauan. Agar ternak ruminansia dapat menghasilkan produksi yang tinggi diperlukan pakan hijauan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Dan untuk menyediakan hijauan pakan ternak diperlukan pengetahuan tentang jenisjenis tanaman pakan ternak serta caracara pengelolaannya (Parakkasi, 1986).

C. Metodologi1. Tempat dan Waktu PraktikumPraktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja mengenai Pakan Ternak Potong dilaksanakan pada hari Senin-Minggu tanggal 26 November 2 Desember 2007 di Kandang Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondang Rejo, Kabupaten Karanganyar.

2. Bahan dan Alat

a. Bahan

1. Sapi dua (3) ekor

2. Jerami/ Hijauan

3. Konsentrat

4. Air

b. Alat

1. Timbangan

2. Ember

3. Tata Laksana Praktikum

Tata laksana dari praktikum Ilmu Produksi ternak Potong dan Kerja pada Pakan Ternak Potong ini adalah:

a. Pemberian pakan pada sapi dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore

b. Konsentrat diberikan pada awal pemberian pakan

c. Jerami diberikan setelah konsentrat habis dan dalam selang 1 jam

d. Pemberian air minum setelah konsentrat habis dan apabila air minum habis dapat ditambah lagi.D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Konsumsi Pakan Hijauan Ternak

Pemberian

Sisa

Konsumsi

Sapi 1

32,70

0,40

32,30 Sapi 2

27,72

0,10

27,62 Sapi 3

21,54

0,10

21,44 Sumber : Laporan sementara

Tabel 5.2 Konsumsi Pakan Konsentrat Ternak

Pemberian

Sisa

Konsumsi

Sapi 1

17,75

-

17,75 Sapi 2

15,07

-

15,07 Sapi 3

11,79

-

11,79Sumber : Laporan SementaraTabel 5.3 Pertambahan Berat Badan (PBB) (kg)

Ternak

Bobot Awal

Bobot Akhir

PBB

Sapi 1

212 kg

213 kg

1 kg

Sapi 2

180 kg

186 kg

6 kg

Sapi 3

140 kg

144 kg

4 kg

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 5.4 Konversi Pakan (1 minggu)

Ternak

Konsumsi

PBB

Konversi

Pakan

Sapi 1 50,05 1 50,05 Sapi 2 42,69 6 7,12 Sapi 3 33,32 4 8,31 Sumber : Laporan sementara

2. PembahasanDalam pemberian pakan perbandingan jerami dengan konsentrat adalah 60:40. Antara ternak yang satu dengan yang lain kebutuhan pakannya berbeda tergantung berat badan, kesehatan, kondisi pakan, suhu kandang, nafsu makan, dan daya cerna ternak tersebut. Pada kondisi pakan yang baik ternak dapat menghabiskan pakannya tetapi apabila pakan dalam keadaan kurang baik atau basah ternak tidak akan menghabiskan pakannya. Konsentrat yang diberikan selalu habis karena ternak lebih suka pada konsentrat, bagi ternak konsentrat digunakan sebagai suplemen yang dapat mempercepat pertumbuhan. Tempat minum seharusnya dalam kondisi selalu isi, karena air dapat membantu dalam proses pencernaannya.

Pakan jerami sebaiknya diberikan dalam kondisi kering karena ternak lebih suka jerami yang kering. Apabila dalam pemberian hijauan sebaiknya jangan yang terlalu muda atau basah dan sesuai dengan proporsi karena apabila berlebihan dapat menyebabkan ternak sakit. Apabila nafsu minum ternak tidak banyak sebaiknya dalam air dicampur garam agar nafsu minumnya bertambah karena terdapat rasa yang dapat menambah nafsu minum dari yodium dan dalam pemberian konsentrat dan jerami diberi selang waktu yang cukup agar konsentrat yang telah dikonsumsi dapat tercerna dengan baik. Dalam pemberian pakan pada ternak diberikan dua kali sehari yaitu pagi hari dan sore hari (masing-masing setengah jumlah kebutuhan). Perbandingannya 50%:50%. Dasar perhitungan pemberian pakan adalah bobot badan ternak, sehingga sebelum pemberian pakan ternak ditimbang kemudian perhitungan kebutuhan pakan. Selang waktu pemberian konsentrat dengan hijauan adalah 1-2 jam.

Cara menghitung konsumsi pakan adalah hijauan yang dihabiskan yaitu menghitung jumlah hijauan yang dihabiskan dengan sisa hijauan yang tidak di makan per hari. Konsentrat yang dihabiskan yaitu menghitung jumlah pakan konsentrat yang diberikan dengan sisa pakan konsentrat yang tidak dimakan per hari. Kebutuhan air yaitu jumlah air yang disediakan dikurangi air yang sisa.

E. Kesimpulan dan Saran

1. KesimpulanDalam Praktikum Ilmu Produksi ternak Potong dan Kerja pada Pakan Ternak Potong dapat disimpulkan:

a. Pemberian pakan diambil 3% dari berat badan ternak

b. Konsumsi pakan ternak tergantung berat badan, kesehatan, kondisi pakan, suhu kandang, nafsu makan, dan daya cerna ternak tersebut

c. Konsentrat bagi ternak berguna sebagai suplemen yang dapat mempercepat pertumbuhan

d. Konsumsi pakan sapi 1 adalah 50,05 kg dan PBB 1 kg sedangkan pada sapi 2 konsumsi pakan 42,69 kg dan PBB 6 kg, sapi 3 konsumsi pakan 33,32 kg dan PBB 4 kg selama 1 minggu.

e. Konversi pakan pada sapi 1 adalah 50,05 dan pada sapi 2 adalah 7,12 dan pada sapi 3 adalah 8,312. SaranSebaiknya pakan yang akan diberikan pada ternak dalam kondisi yang bagus dan kering agar ternak dalam pengambilan pakan jadi lebih banyak dan tidak terdapat sisa pakan yang banyak.DAFTAR PUSTAKA

Basuki, P., 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong Kerja dan Perah. Kanisius kiiiiiiiiiiiii Yogyakarta.

Budiman, H dan Sjamsimar, D., 1994. Hijauan Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Djanah, D., 1985. Makanan Ternak Herbivora. Yasaguna. Surabaya.Mcilroy, R. J., 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta.Parakkasi, A., 1986. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Monogastrik. Universitas Indonesia. Jakarta.Rismunandar, 1989. Mendayagunakan Tumbuhan Rumput. Sinar Baru . Bandung.

BAB VI . PROSES PENCERNAAN PAKAN

A. PENDAHULUAN

Dalam pemberian pakan dikandang yang perlu diperhatikan yaiu mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan ransum yang diberikan ternak pada berbagai tingkat kelas dan jeadaan sapi yang bersangkutan. Untuk itu telah dibuat feeding standar. Akan tetapi, dalam pemberiannya ada yang dilakukan dengan cara adlibitum, yaitu diberikan dalam jumlah yang selalu tersedia. Ada juga yang diberikan dalam bentuk restricted (dibatasi).

Cara pemberian adlibitum seringkali tidak efisien karena menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang dapat membahayakan ternak apabila termakan. Hal yang harus diingat adalah ternak sapi adalah ternak yang selektif, yaitu sering memilih bahan pakan yang paling disukai. Dengan demikian, sapi hanya memilih daun-daun yang muda atau segar dan lunak. Oleh karena itu, yang terbaik adalah membatasi pemberian pakan dengan catatan baik kuantitas maupun kulitasnya benar-benar mencukupi kebutuhan sapi.

Proses pencernaan pakan hijauan maupun konsentrat dipengaruhi oleh kandungan nutrien serta daya cerna pakan tersebut. Adapun yang dimaksud daya cerna adalah bagian zat makanan dari pakan yang tidak diekskresikan dalam bentuk feses. Proses pencernaan pakan pada ternak terkait dengan beberapa proses antara lain proses memakan konsentrat, proses memakan hijauan, jumlah air yang diminum, jumlah mengunyah setiap bolus, jumlah bolus yang dikunyah setiap satuan waktu, jumlah feses yang dikeluarkan serta jumlah urine yang dikeluarkan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan kondisi fisiologis dan system pencernaan makanannya, sapi digolongkan sebagai ruminansia, karena pencernaan makanannya di dalam rumen. Pencernaan makanan pada ruminansia bersifat khas. Hal ini disebabkan terdapat tiga proses yang jarang dijumpai pada hewan lain, yakni pencernaan mekanis di dalam mulut dengan bantuan saliva (air ludah), pencernaan fermentative di dalam rumen dengan bantuan mikroba rumen, dan pencernaan enzimatis pascarumen. Pencernaan di dalam rumen pada sapi memiliki kelebihan dan kekurangan (Zainal ,2002)

Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pakan biji-bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk menignkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenhi kebutuhan normal untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996).

Pencernaan merupakan serangkaian proses yang terjadi didalam saluran pencernaan, yaitu memecah bahan pakan menjadi bagian bagian atau partikel partikel yang lebih kecil dari senyawa komplek menjadi senyaea sederhana, sehingga larut dan dapat di absorbsi lewat dinding saluran pencernaan untuk masuk kedalam peredaran darah atau getah bening yang selanjutnya diedarkan keseluruh tubuh yang membutuhkan atau disimpan dalam tubuh ( Reksohadiprojo, 1995 ).

Sistem pencernaan berfungsi untuk memasukan, memotong, menggiling, dan mencerna makanan, serta menyerap zat zat makanan dan mengelyarkan sisa sisa pencernaan. Zat zat makanan sebagai unsur unsur hara yag terdapat didalam makanan akan diubah menjadi senyawa senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat diserap dan digunkan sebagai energi membangun senyawa senyawa lain untuk kepentingan metabolisme

( Ashry, 2006 ).

Kebanyakan makanan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis secara garis besarnya, hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relative banyak pada bahan keringnya. Sebagai suatu kelompok, hijauan dapat dibagi lagi menajadi hijauan kering dan hijauan segar. Sumber terbanyak dari hijauan adalah rumput rumputan (Angggorodi, 1979).

Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Makanan sangat essensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Dalam batas normal, makanan bagi ternak potong berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melakukan perah dalam proses metabolisme

(Karto Atmodjo,2001).C. METODOLOGI

1. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum acara untuk Proses Pencernaan Pakan ini dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari Selasa tanggal 27 November 2007.

2. Bahan dan Alat Praktikum

a. Bahan

1. Sapi 2 ekor

b. Alat

1. Ember

2. Stopwatch

3. Tata Laksana Praktikum

a. Mengamati proses pencernaan sapi.

b. Menghitung jumlah kunyahan tiap bolus yang dihasilkan.

c. Menghitung banyaknya konsentrat, hijaun dan air yang dihabiskan dalam satu hari.

d. Mengumpulkan dan menimbang feses sapi dalam satu hari.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Tabel 6.1 Konsumsi Pakan dan Air Minum

Ternakkonsumsi Pakan

Komsumsi Air/L/hr

Jeramikonsentrat

Sapi Peranakan Simmental7,194,8820

Sapi Peranakan Angus 6,494,8820

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 6.2. Hasil Ekskresi Pencernaan

Ternak Jumlah feses/kg/hr Jumlah urine/L/hr

Sapi Peranakan Simmental 34 1,9

Sapi Peranakan Angus 21 2,6

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 6.3 Pengamatan Proses Pencernaan

Ternak Jumlah Bolus Jumlah Kunyahan

Sapi Peranakan Simmental35715.160

Sapi Peranakan Angus 38611.550

Sumber : Laporan SementaraTabel 6.4 Koefisien Daya Cerna

TernakJumlah

Koefisien Daya Cerna

%

Pakan (kg)Feses Kering(kg)

Sapi Peranakan Simmental12,0712,002 0,56

Sapi Peranakan Angus 11,376,999338,52

Sumber : Laporan Sementara2. Pembahasan

Pakan yang diberikan pada ruminansia agar dapat menjalankan proses dalam tubuh adalah hijauan yang didukung dengan konsentrat sebagai suplemennya. Pakan yang berbeda akan mengalami proses pencernaan yang berbeda. Pakan hijauan akan mengalami proses yang panjang meliputi memakan hijauan ( mastikasi ), penelanan (glutinasi), pengunyahan kembali (remastikasi) serta penelanan kembali (deglutinasi). Sehingga pada ternak yang dikandangkan, peternak yang akan memberikan hijauan harus memotong hijaun tersebut agar mudah dalam proses pencernaan. Hijauan yang diberikan pada ruminansia berdasarkan serat kasar yang dikonsumsi. Sedangkan pada non ruminansia pakan yang diberikann berdasarkan pada protein yang tersedia.

Pada praktikum ini, yang dijadikan objek pengamatan adalah sapi peranakan Simmental dan peranakan angus. Praktikum ini melakukan pengamatan terhadap pencernaan, yaitu dengan memberikan pakan yang ditentukan, penhitungan remastikasi serta bolus yang dihasilkan, pengukuran urine dan feses. Pengamatan dilakukan mulai pukul 07.00 07.00 WIB. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa jumlah bolus yang dihasilkan adalah rata-rata 24 buah setiap jamnya dengan jumlah kunyahan yang berbeda-beda. Data mengenai jumlah kunyahan bolus dalam pengamatan ini terdapat pada lampiran laporan ini. Adapun jumlah kunyahan bolus normal adalah 40 50 kali, dengan demikian jumlah bolus dari hasil praktikum ini kurang dari normal. Hal ini disebabkan karena daya cerna pakan yang diberikan terlalu rendah sehingga saat proses remastikasi bolus lebih lama.

Pada setiap sapi yang dilakukan pengamatan diberi air sebesar 20 liter pada pagi hari dan sore hari. Akan tetapi, pada sore hari air yang diberikan tidak dikonsumsi hal ini mungkin disebabkan karena padasaat itu hujan deras sehingga suhu menjadi dingin dan berpengaruh terhadap nafsu minum. Sedangkan urine yang dihasilkan adalah 1,9 liter pada sapi peranakan Simmental dan 2,6 liter pada sapi peranakan angus.

Pakan untuk ternak potong pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu hijauan dan konsentrat. Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan hidup agar tetap optimal maka biasanya ternak potong diberi pakan berapa ransum. Dalam menyusun ransum harus diusahakan agar kandungan zat-zat makanan di dalam ransum sesuai dengan zat-zat mkanan yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, untuk pertumbuhan dan untuk reproduksi. Oleh karenanya, diperlukan kombinasi beberapa jenis bahan pakan untuk disusun menjadi suatu ransom yang seimbang.

Untuk mengetahui kebutuhan pakan berdasar kebutuhan nutriennya maka diperlukan pakan yang berlimpah sehingga dapat diukur seberapa besar pemanfaatan dari pakan yang dikonsumsi untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh berdasar beberapa parameter. Parameter tersebut antara lain konsumsi pakan, konsumsi nutrien, konversi pakan dan efisiensi pakan. Konsumsi pakan meliputi banyaknya hijauan yang dihabiskan, konsentrat yang dihabiskan serta kebutuhan air minumnya. Pakan yang berbeda akan mengalami proses pencernaan yang berbeda pula. Proses pencernaan pakan dimulai sejak pakan masuk hingga berakhir sebagai feses.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah

a. Pakan hijauan akan mengalami proses yang panjang meliputi memakan hijauan ( mastikasi ), penelanan (glutinasi), pengunyahan kembali (remastikasi) serta penelanan kembali (deglutinasi).

b. Pakan yang diberikan pada setiap sapi adalah 8,99 kg jerami sedang sapi peranakan Simmental yang dikonsumsi 7,19 kg. Peranakan Angus 6,49 kg dan 4,88 kg konsentrat.

c. Feses yang dikeluarkan adalah 34 kg untuk sapi simental dan 21 kg untuk sapi angus.

d. Bolus yang dihasilkan domba pada praktikum ini adalah rata-rata 24 butir setiap jamnya dengan jumlah kunyahan yang berbeda-beda..

e. Jumlah air yang dikonsumsi adalah 20 liter.

f. Besar urine yang dihasilkan yaitu 1,9 liter untuk sapi peranakan Simmental dan 2,6 literuntuk sapi peranakan angus.

2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah :

a. Sebaiknya dalam kandang diberikan lampu penerangan yang cukup sehingga lebih mudah dalam pengamatan.

b. Sebaiknya praktikum tidak dilakukan pada musim hujan, karena akan mempengaruhi nafsu makan dan minum.

c. Sebaiknya untuk meningkatkan keakuratan data pengukuran urine disediakan alat khusus yang mampu mendukungnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.

Kartaatmaja,S.2001. Teknologi Usaha Penggemukan Sapi Potong. Departemen Pertanian. Jawa Tengah

Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta

Zainal Abidin. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.BAB VII

PEMBERIAN IDENTITAS TERNAKA. PENDAHULUAN

Pemberian identitas pada ternak berarti pemberian tanda pada ternak agar ternak dengan mudah dapat dikenali. Pemberian tanda atau identitas pada ternak biasanya terdapat bagian ternak yang mudah dilihat, diingat, dikenali dan tidak mudah hilang. Bagaian-bagian yang mudah terlihat biasanya pada bagian telinga ternak itu sendiri.

Dalam pemberian identitas bagi ternak tidaklah mudah, karena setiap ternak akan diberi identitas yang berupa symbol-simbol, angka-angka atau kode-kode. Dan agar kita tahu bangsa atau silsilah ternak tersebut maka kita harus tahu arti dari setiap kode yang diberikan pada ternak tersebut. Pemberian tanda atau identitas ternak juga harus sesuai dengan bangsa, jenis, silsilah ternak itu sendiri. Jangan sampai pemberian tanda tersebut berbeda, karena dapat menyulitkan pada penentuan induk atau anakannya.

Peternakan besar atau peternakan modern biasanya sering melakukan pemberian identitas, karena peternakan tersebut biasanya mempunyai ternak dalam jumlah yang besar. Karena besarnya jumlah ternak tersebut, maka agar dapat mengetahui identitas dari setiap ekor ternak maka setiap ternak diberikan tanda yang tidak sama.

Dalam praktikum ini praktikan diharuskan untuk mampu memberikan identitas pada ternak dan mencatat jenis-jenis dan silsilah ternak tersebut. Pemberian identitas ini bertujuan agar mudah dalam mengenali ternak tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Ternak dapat diberi tanda secara permanent atau sementara. Pemberian tanda sementara diperlukan untuk memantau massa birahi, pembasmian bibit penyakit, dan untuk culling. Hal ini dapat dilakukan berbagai cara. Umumnya

digunakan tinta yang larut dalam air atau minyak yang bisa dioleskan pada bulu ternak untuk jangka pendek. Cara pemberian tanda permanen yang paling umum adalah dengan memberinya cap, tato, melubangi atau pemberian label (Williamson et al., 1993).

Ragam nomor pada telinga sangat banyak, cara memasang adalah sebagai berikut:

a. Pilih bagian yang jelas dan tidak terdapat pembuluh darahnya, dan olesi dengan alkohol.

b. Pasang nomor telinga dengan alat penusuk.

c. Bekas tusukan diolesi dengan yodium.

Menurut perjanjian/kebiasaan, pemasangan nomor pada hewan jantan didaun telinga sebelah kanan. Sedangkan pada hewan betina didaun telinga sebelah kiri. Nomor telinga dipasang setelah anak lahir (Sumoprastowo, 1999).

Eartag plastik dipergunakan untuk ternak individual atau kelompok. Tulisan/kode yang tertulis padsa ear tag hendaknya dapat dibaca dengan jarak yang tidak terlalu jauh ( 3-5 m ). Disamping eartag yang hanya berisi tanda poengenal, terdapat pula eartag yang mengandung bahan kimia tertentu sehingga serangga atau lalat tidak suka mendekatinya. Demikian pula terdapat beberapa jenis ukuran dan warna sehingga dapat digunakan sesuai kebutuhan

(Pane, 1993).Bila jumlah ternak yang dipelihara cukup banyak, sebaiknya diberi tanda pengenal agar mudah mengenalnya. Bentuk tanda pengenal yang kebanyakan dipakai adalah kalung leher yang dilengkapi dengan peneng, kleningan ( bel ), anting-anting telinga dari alumunium yang ada nomornya, dan telinga diberi lubang-lubang secara khusus ( Djanah, 1984 ).

Ternak- ternak yang dipelihara dalam kandang harus dipotong tanduknya. Tidak ada mafaatnya memotong tanduk- tanduk sapi yang dipelihara dapadang penggembalaan karena tanduk- tanduk dari sapi dimana terlalu besar (Budiman dan Sjamsimar, 1994).C. METODOLOGI

1. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Ternak Kerja acara Pemberian Identitas Ternak ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, di desa Jati Kuwung, Karanganyar. Pada hari Rabu, tanggal 28 November 2007 pukul 08.30 WIB.

2. Bahan dan Alata. Bahan1. Sapi

b. Alat

1. Ear tager

2. Alkohol 70%

3. Antibiotik (penstrep)

4. Ear tag

3. Tata Laksana

a. Menentukan ternak yang akan diberi tanda.

b. Memegang erat-erat ternak yang akan diberi tanda.

c. Membersihkan telinga ternak.

d. Memilih bagian telinga yang tidak terdapat pembuluh darahnya.

e. Mengolesi telinga ternak yang akan diberi tanda dengan alkohol 70 %. f. Memberi tanda ternak dengan alat kerat pada telinganya.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 7.1 Pemberian Identitas Ternak.

Jenis ternakTernakTelinga yang diberi identitas

KananKiriNomor

Sapi Peranakan SimmentalKanan-06

Sumber : Laporan Sementara

2.Pembahasan

Pemberian tanda pada umumnya diusahakan pada bagian tubuh yang mudah dilihat dan tidak mudah hilang. Letak identitas biasanya tergantung pada cara yang digunakan. Pada praktikum ini ternak yang digunakan adalah domba ekor gemuk betina. Sedangkan system yang digunakan adalah system anting (ear tag) yaitu pemberian identitas pada ternak dengan pemberian nomor pada telinga dengan menggantungkannya.

Sistem ear tag adalah system melubangi telinga ternak dengan alat pelubang telinga dan lubang tersebut nantinya digunakan sebagai tempat penggantung identitas ternak tersebut. Identitas tersebut dimasukkan dengan anting karet atau plastic yang kuat. Pada karet atau plastic tersebut diberi identitas berupa nomor atau tulisan sesuai dengan ternaknya. Huruf atau nomor yang diberikan hendaknya merupakan nomor ternak itu sendiri dan asal-usul ternak tersebut.

Pemasangan ear tag untuk ternak betina pada telinga kiri daun telinga terkebih dahulu diolesi dengan alkohol untuk membersihkan kotoran pada telinga sehingga pembuluh darah terlihat jelas. Pada waktu pemasangan jangan menusuk pembuluh darah karena dapat menyebabkan pendarahan. Setelah selesai pemasngan anting, ternak disuntik dengan antibiotic untuk menghindari infeksi. Anting karet yang digunakan bertuliskan 06. Artinya adalah 06 mewakili angkatan 2006.

E. Kesimpulan dan saran1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :

a. Pemberian ear tag di tempat yang mudat terlihat dan tidak mudah hilang.

b. Pemerian ear tag bertujuan agar ternak mudah dikenali dan tahu identitas ternak .

2. Saran

Pemasangan ear tag diusahakan di telinga agak tengah agar telinga tidak sobek karena tarikan dari hewan ternak.Hendaknya assisten dosen mengawasi dan memberi arahan, bukanya yang melakukan ear tag. Ear tag dilakukan oleh praktikan..

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, H dan Sjamsimar, D., 1994. Hijauan Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Djanah, D. 1984. Beternak Kambing . Yasaguna. Surabaya. Pane, I. 1993. Pemulian Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta.Sumoprastowo, R. M. 1999. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Bhatara Niaga Media. Jakarta.

Williamson, G. W dan J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.

LAMPIRAN

PAGE

_1259059580.unknown

_1259059681.unknown

_1259060044.unknown

_1259060138.unknown

_1259060558.unknown

_1259060094.unknown

_1259060012.unknown

_1259059667.unknown

_1259058972.unknown

_1259059491.unknown

_1228189328.unknown

_1228672300.unknown

_1228160501.unknown