tinjauan pustaka bedah plastik
DESCRIPTION
TipusTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
SEORANG PEREMPUAN 20 TAHUN DENGAN POST STSG AI
RAW SURFACE REGIO GLUTEAL ET PEMUR DEXTRA ET SINISTRA
Oleh :
Siska Dewi Agustina G99141013
Avamira Rosita Pranoto G99141015
Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdri. Y
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Krajan, Ngawi, Jawa Timur
No. RM : 01003390
Masuk RS : 13 Oktober 2014
Pemeriksaan : 29 Desember 2014
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Nyeri di paha kanan dan kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien rawat bersama dari bagian bedah plastik dan paru-paru
RSUD Dr. Moewardi. Saat ini pasien mengeluhkan sakit di kedua pahanya,
terutama pada bagian bekas operasi yang sudah dirasakannya sejak +/- 1 minggu
yang lalu. Nyeri semakin meningkat dengan sentuhan serta sedikit gerakan. Pasien
juga mengeluhkan adanya demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
• R. Sebelumnya : Pasien sebelumnya datang ke IGD RSUD Dr.
Moewardi sebagai pasien rujukan dari RS Slamet Riyadi dengan diagnosis post
op fraktur pelvis dan vulnus laceratum luas. Saat di IGD pasien mengeluhkan
panas tinggi yang dirasakan sejak operasi akibat kecelakaan yang dialaminya +/-
1 bulan SMRS.
R. Penyakit jantung : disangkal
R. Penyakit ginjal : disangkal
R. DM : disnagkal
R. Hipertensi : disangkal
R. Asam urat : disangkal
R. Asma : disangkal
R. Alergi makanan/obat : disangkal
R. Jatuh/trauma : (+) pada 7 September 2014, pasien mengalami
kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor.
R. Mondok : (+) akibat kecelakaan yang dialaminya, pasien
dirawat di RS Kustati selama 1 bulan dan dilakukan ORIF serta skin graft.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Keluhan serupa : disangkal
R. Penyakit jantung : disangkal
R. Penyakit ginjal : disangkal
R. DM : disnagkal
R. Hipertensi : disangkal
R. Asam urat : disangkal
R. Asma : disangkal
R. Alergi makanan/obat : disangkal
R. Mondok : disangkal
5. Anamnesa Sistemik
Kepala : pusing (-)
Mata : pandangan kabur (-/-), pucat (-/-), pandangan dobel (-/-)
Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga :pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan(-/-), berdenging(-/-)
Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-),
bibir pecah- pecah (-)
Tenggorokan : sakit telan (-)
Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak(-), keringat dingin (-),
lemas (-)
Gastrointestinal : mual (-) muntah (-),perut terasa panas (-) kembung (-), sebah (-),
muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB lendir darah (-),
BAB sulit (-)
Genitourinaria : BAK warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)
Muskuloskeletal: nyeri otot (+), nyeri sendi (+)
Ekstremitas : Atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),
luka (-/-), terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), keterbatasan
gerak (-/-)
Bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (+/+) terasa
dingin (-/-), benjolan (-/-), keterbasan gerak (+/+), nyeri
(+/+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Secondary Survey
1. Keadaan Umum
- Keadaan umum : baik, tampak menahan sakit
- Derajat kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6
- Derajat gizi : gizi kesan cukup
2. Tanda vital
- Tekanan darah : 120/75 mmHg
- Nadi : 96x/menit
- RR : 16x/menit
- Suhu : 37,3 °C
- VAS : 4
3. Kulit
Kulit kecoklatan, kelainan pada kulit (-), hiperpigmentasi (-)
4. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
5. Wajah
Odema (-)
6. Mata
Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
7. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi(-/-)
8. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)
9. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
10. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
11. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar,
kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak meningkat
12. Toraks
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
13. Abdomen
Inspeksi : Perut distended (-), jejas (-)
Palpasi : Supel, defans muscular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
14. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Ikterik
15. Genital
BAK warna kuning jernih melalui DC, nyeri saat BAK (-)
16. Status Lokalis
Regio Cruris (D/S)
Look : terpasang splintage di regio femur hingga cruris dextra et sinistra
Feel : Nyeri tekan (+), NVD (-)
Movement: terbatas nyeri
D. ASSESMENT I
Post STSG ai Raw Surface regio gluteus et femur dextra et sinistra
E. PLANNING I
- Cek darah lengkap
- Infus RL : Aminofluid = 2:1
- Injeksi Meropenem 1 gram/12 jam
- Injeksi Ranitidin 1 amp /12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
- Injeksi Metamizol 1 amp/8 jam
- PCT 500 mg prn
- Pro medikasi dan evaluasi graft
- -
- -
- -
- -
- -
- -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEGLOVING
Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan variasi
kedalaman jaringan yang disebabkan trauma ditandai dengan rusaknya struktur yang
menghubungkan kulit dengan jaringan dibawahnya ,kadang masih ada kulit yang
melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan dibawahnya. Degloving
dapat juga berhubungan dengan permukaan pada jaringan lunak, tulang, persarafan
ataupun vaskuler. Jika trauma menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit,
maka dapat terjadi nekrosis. Trauma degloving ini seringkali membutuhkan
debridement untuk menghilangkan jaringan yang nekrosis. Trauma degloving dalam
jumlah besar disertai dengan jaringan yang lebih profunda menyebabkan jaringan
terkelupas atau berupa sayatan. (1)
Degloving paling sering terjadi pada daerah lengan maupun tungkai. Hal ini
biasanya disebabkan oleh trauma mekanis, biasanya oleh karena trauma pada
kendaraan bermotor, trauma akibat kipas angin. Namun juga bisa akibat trauma
tumpul. (3)
Anatomi
Kulit merupakan bagian yang sering mengalami degloving , karena merupakan
bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dengan
lingkungan hidup manusia. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif ,
bervariasi pada keadaan iklim , umur , seks, ras dan juga bergantung pada lokasi
tubuh. Luas kulit orang dewasa 1.5-2m2 , dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Tebalnya antara 1.5-5 mm , bergantung pada letak kulit , umur , jenis kelamin , suhu
dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di kelopak mata , penis , labium minor ,dan
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit yang tebal terdapat di telapak tangan dan
kaki , punggung, bahu, bokong.(2)
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu (2)
1. Lapisan epidermis .
Lapisan epidermis merupakan epitel berlapis gepeng yang sel – selnya menjadi
pipih bila matang dan naik ke permukaan, yang terdiri dari stratum korneum,
stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale dengan melanosit, juga
tidak terdapat pembuluh darah. Pada telapak tangan dan kaki, epidermis
sangat tebal untuk menahan robekan dan kerusakan yang terjadi pada daerah
ini. Pada bagian tubuh yang lainnya, misalnya pada bagian medial lengan
atas dan kelopak mata, kulit sangat tipis.
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis ini lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas jaringan
ikat padat yang banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfatik dan
saraf. Dermis terdiri dari stratum papilare dan stratum retikulare. Tebalnya
dermis berbeda – beda pada berbagai bagian tubuh dan cenderung menjadi
lebih tipis pada permukaan anterior dibanding dengan permukaan posterior.
Dermis pada perempuan lebih tipis dibandingkan pada laki – laki.
3. Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar yang
berisi sel – sel lemak. Berfungsi sebagai pengatur suhu dan pelindung bagi lapisan
kulit yang lebih superficial terhadap tonjolan –tonjolan tulang.
Di dalam dermis, sebagian besar berkas serabut – serabut kolagen berjalan sejajar.
Insisi bedah pada kulit yang dilakukan disepanjang atau antara berkas – berkas ini
menimbulkan kerusakan minimal pada kolagen sehingga luka yang sembuh dengan
sedikit jaringan parut. Sebaliknya, insisi yang dibuat memotong berkas – berkas
kolagen akan merusaknya dan menyebabkan pembentukan kolagen baru yang
berlebihan sehingga terbentuk jaringan parut yang luas dan jelek. Arah berkas – berkas
kolagen ini dikenal sebagai garis insisi ( garis Langer ), dan garis – garis ini cenderung
berjalan longitudinal pada extremitas dan melingkar pada leher dan batang badan. (3)
Struktur lain yang ada pada kulit yaitu kuku , folikel rambut , kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. (1)
Etiologi (1,2,3)
Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain karena
kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan akibat dari
olah raga seperti roller blade, sepeda gunung, acrobat dan skate board. Trauma
degloving ini mengakibatkan penurunan supplai darah ke kulit, yang pada akhirnya
dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving yang luas dan berat biasanya diakibatkan
oleh ikat pinggang dan ketika tungkai masuk ke roda kendaraan. Adapun penyebab
lainnya bisa berupa kecelakaan pada escalator atau biasa juga disebabkan oleh
trauma tumpul.
Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua, misalnya
benturan terhadap meja. Selain pada extremitas, degloving juga biasa terjadi pada
mucosa mandibula, yang diakibatkan oleh high jump pada acrobat biking atau
kecelekaan lalu lintas.
Klasifikasi (3,4)
Trauma degloving dibagi 2 yaitu :
1. Trauma degloving dengan luka tertutup. (3,7)
Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena terjadi pada pasien
dengan multiple trauma, dimana jaringan subkutan terlepas dari jaringan
dibawahnya. Klinis awalnya dari jenis ini seringkali tampak normal pada
permukaan kulit, dapat disertai dengan echimosis. Dan jika tidak dikoreksi, akan
menyebabkan peningkatan dari morbiditas yaitu jaringan yang terkena akan
mengalami necrosis. Untuk itu dilakukan drainase dengan membuat insisi kecil
yang bertujuan untuk kompresi, karena terdapat ruangan yang terisi oleh hematome
dan cairan. Luka degloving yang tertutup terjadi jika ada kekuatan shear dengan
energi yang cukup dalam waktu yang singkat sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi
didalamnya kadang dapat terjadi pemisahan antara jaringan dengan pembuluh
darah, hal ini menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang terpisah menjadi
nekrosis karena tidak mendapat aliran darah. Komplikasi dari traksi dapat
mengakibatkan trauma degloving luka tertutup pada kulit sehingga dapat
menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini mungkin disebabkan oleh usia lanjut
dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma degloving tertutup jaringan subkutan
terlepas dari jaringan dibawahnya, sedang bagian luar atau permukaan kulit tanpa
luka atau ada luka dengan ukuran yang kecil.
2. Trauma degloving dengan luka terbuka.
Trauma degloving ini terjadi akibat trauma pada tubuh yang menyebabkan jaringan
terpisah. Gambarannya berupa terangkatnya kulit dari jaringan dibawahnya disertai
dengan luka yang terbuka. Ini merupakan trauma degloving dengan luka terbuka. (3)
Gambaran klinis
Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan dibawahnya, dapat juga
masih terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi pada trauma degloving
terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan gambaran permukaan kulit
yang normal atau dapat disertai dengan echimosis, ini terjadi pada trauma degloving
tertutup.(4)
Penanganan
Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan
penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol
perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar luka,
debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut nekrosis. Trauma
degloving seharusnya di lakukan pencucian atau debridemen dari benda asing dan
jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan dari luka. Bila lukanya kotor maka
dilakukan perawatan secara terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder,
lukanya bersih dilakukan penutupan luka primer.(8)
Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak
terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan
dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan. Pada
degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome atau insisi kecil
selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk mengeluarkan
darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -800 ml ( rata-rata 120
ml ).(6)
Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana terdapat
avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu debridement dari
benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi dilakukan rawat
terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder. Kulit dari degloving luka
yang terbuka dapat dikembalikan pada tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap
hari ,keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan
debridemen dan luka ditutup secara split thickness skin graft.
Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration
Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft Epidermal.
Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split Thickness Skin
Graft (STSG) , Pedical Flap atau Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT
merupakan terapi terbaik untuk trauma degloving dan juga dapat dipertimbangkan
sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan sekunder yang bisa menyebabkan
avulsi. (5)
Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa
mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga minggu
setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi disertai dengan
terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft. Biasanya pada
degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko kontaminasi bakteri
yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang avaskuler . Ketiga hal tersebut
mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang telah dilakukan skin graft. Oleh karena
itu dengan VAC diharapkan drainase lebih terkontrol, kontaminasi bakteri menurun
serta terjadi stimulasi jaringan granulasi pada dasar luka. (5)
Prognosis (4)
Bagian yang hilang pada degloving tidak dapat tumbuh kembali .Jika
terjadi kehilangan jaringan yang minimal, biasanya akan mengering dan sembuh
sendiri.
B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan
respons vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di daerah luka. Setiap
proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan
berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan derajat luka.
Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau fase
yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya luka hingga sekitar hari kelima. Dalam
fase inflamasi terjadi respons vaskular dan seluler yang terjadi akibat luka atau
cedera pada jaringan yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan
membersihkan daerah luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri.
Pada awal fase inflamasi, terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostasis),
dimana dalam proses ini terjadi:
Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
Agregasi (perlengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala-jala fibrin
Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah
Proses tersebut berlangsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah) setempat yang menyebabkan edema (pembengkakan). Selain
itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka.
Sehingga pada fase ini dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi atau peradangan
seperti kemerahan, teraba hangat, edema, dan nyeri.
Aktivitas seluler yang terjadi berupa pergerakan sel leukosit (sel darah putih)
ke lokasi luka dan penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh
leukosit.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, yang berlangsung sejak akhir
fase inflamasi sampai sekitar akhir minggu ketiga. Pada fase ini, sel fibroblas
berproliferasi (memperbanyak diri). Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida,
asam amino dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen yang akan
mempertautkan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebut
growth factor.
Pada fase ini terjadi proses:
Angiogenesis, yaitu proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan
nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis distimulasi oleh suatu growth
factor yaitu TNF-alpha2 (Tumor Necrosis Factor-alpha2).
Granulasi, yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler
pada dasar luka dengan permukaan yang berbenjol halus (jaringan granulasi).
Kontraksi
Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang disebabkan
oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka. Proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF-beta (Transforming Growth Factor-beta).
Re-epitelisasi
Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka mengisi permukaan
luka. EGF (Epidermal Growth Factor) berperan utama dalam proses ini.
3. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-
bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan
baru menjadi jaringan yang lebih kuat dan berkualitas. Pembentukan kolagen
yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi
menjadi kolagen yang lebih matang.
Pada fase ini terjadi penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan
penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih. Selama
proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan berubah menjadi
jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga terjadi pengerutan
maksimal pada luka.
Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah. Kolagen
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi kolagen yang berkurang akan menurunkan
kekuatan jaringan parut dan luka tidak akan menutup dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Chin-Ta Lin, Shyi-Gen Chen, Niann-Tzyy Dai, Tim-Mo Chen, Shun-Cheng Chang.
2013. Free Sensate Anteromedial Thigh Fasciocutaneous Flap for Reconstruction of
Complete Circumferential Degloving Injury of the Digits: Case Report and Literature
Review. J Med Sci ;33(1):057-060
Chen, SL. Chou, GH. Chen, TM. Wang, HJ. 2001. Salvage of completely degloved
finger with a posterior interosseous free flap. British Journal of Plastic Surgery .The
British Association of Plastic Surgeons.
E Segev, S Wientroub. Y Kollender, I Meller. A Amir, E Gur. 2007. A combined use of a
free vascularised flap and an external fixator for reconstruction of lower extremity defects
in children. Journal of Orthopaedic Surgery ;15(2):207-10
Garg R, Fung BK, Ip WY (2007). A free thenar flap – A case report. J Orthop Surg, 2: 4.
Gitto, Lorenzo. Maiese, Aniello. Bolino, Giorgio. 2013. A traffic accident resulting in a
degloving injury of the passenger: Case report and biomechanical theory. Rom J Leg
Med [21] 165-168.
Gummalla KM, George M, Dutta R (2014). Morel-lavallee lesion: Case report of a rare
extensive degloving soft tissue injury. Ulus Travma Acil Cerr Derg, 20(1): 63-65.
Gurunluoglu, Raffi. 2007. Case report: Experiences with waterjet hydrosurgery system in
wound debridement. World Journal of Emergency Surgery 2: 10.
I. C. Josty, R. Ramaswamy and J. H. E. Laing. 2001. Vacuum-assisted closure: an
alternative strategy in the management of degloving injuries of the foot. British Journal of
Plastic Surgery.
Karmiris, NA. Vourtsis, SA. Assimomitis, CM. Spyriounis, PK. 2008. The role of
microsurgical free flaps in distal tibia, ankle and foot reconstruction. A 6 year experience.
EEXOT Volume 59, (4):223-229.
Kenneth A. Kudsk. George F. Sheldon, Robert L, Walton. 1981. Degloving Injuries of
the Extremities and Torso. The Journal Of Trauma.
Krishnamoorthy R, Karthikeyan G (2011). Degloving injuries of the hand. Indian J Plast
Surg, 44(2): 227-236.
Latifi R, El-Hennawy H, Al-Thany H (2014). Face avulsion and degloving World J Plast
Surg, 3(1): 64-67.
Lim H, Han DH, Park MC (2014). A simple strategy in avulsion flap injury: Prediction of
flap viability using wood’s lamp illumination and resurfacing with a full-thickness skin
graft. Arch Plast Surg, 41(2): 126-132.
Nair AV, Nazar PK, Moorthy S (2014). The therapeutic challenges of degloving soft-
tissue injuries. J Emerg Trauma Shock, 7(3): 228-232.
Ozgur Pilanci, et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries
with full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr Derg,
Vol. 19, No. 6
Panse N, Sahasrabudhe P, Joshi N (2014). A closed degloving injury that requires real
attention. Indian J Radiol Imaging, 24(3): 288-290.
Pilancı, Özgür. Et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries with
full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr Derg Vol. 19,
No. 6.
Piotr Wojcicki, et al. 2011. Severe lower extremities degloving injuries – medical
problems and treatment results. PRZEGLĄD CHIRURGICZNY, 83, 5, 276–282
Prasetyono, Theddeus O.H. 2009. General concept of wound healing, revisited. Med J
Indonesia Vol.18, No. 3.
Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong W, ed.
Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997: 72-3.
Van der Kolk, BM. Pickkers, P. 2007. Treatment of necrotizing soft tissue infections.
Netherlands Journal of Critical Care.
Wasitaatmadja. SM. Anatomi Kulit . Ilmu Penyakit kulit dan kelamin , edisi ketiga ,
FKUI ,Jakarta , 2001, hal 3-8.
Yamada, N. Ui, K. Uchinuma, E. 2001. The use of a thin abdominal flap in degloving
finger injuries. British Journal of Plastic Surgery volume 54 pp: 434-438.
Shih-Chieh Yang. 2003. Retrograde Tibial Nail for Femoral Shaft Fracture with
Severe Degloving Injury. Department of Trauma and Emergency Surgery Chang Gung
Mrmorial Hospital
WI Falsham, et al. 2012. Traumatic Hemipelvectomy with Free Gluteus Maximus
Fillet Flap Covers: A Case Report. Msalaysian Orthopedic Journal Vol 6 No 3
Wong LK, Nesbit RD, Turner LA, Sargent LA (2006). Management of a circumferential
lower extremity degloving injury with the use of vacuum-assisted closure. South Med J,
99(6): 628-630.