tinjauan pustaka

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. REFRAKSI Refraksi adalah suatu fenomena fisika berupa penyerapan sinar yang melalui edia transparan yang berbeda. Sebagai suatu contoh proses refraksi saat sebuah pensil diletakkan di dalam gelas yang berisi air, makan akan tampak gambaran pensil di udara tidak lurus dengan yang tampak di air (Peary, 2005) Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setleha melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut dengan mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2004). Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang sumbu bola mata dengan anomali/kelainan refraksi (Vhaugan, 2009). Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat (Ilyas, 2004). II. 1. 1. EMETROPIA

Upload: azizah-boenjamin

Post on 08-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II. 1. REFRAKSIRefraksi adalah suatu fenomena fisika berupa penyerapan sinar yang melalui edia transparan yang berbeda. Sebagai suatu contoh proses refraksi saat sebuah pensil diletakkan di dalam gelas yang berisi air, makan akan tampak gambaran pensil di udara tidak lurus dengan yang tampak di air (Peary, 2005)Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setleha melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut dengan mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2004).Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang sumbu bola mata dengan anomali/kelainan refraksi (Vhaugan, 2009).Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat (Ilyas, 2004). II. 1. 1. EMETROPIAPada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak diokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata ametropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan bahan kaca keruh makan sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6 (Ilyas, 2004).Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata sesorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau daya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sina normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut dengan ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan ini pada mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia (Ilyas, 2004).

II. 1. 2. AKOMODASIPada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat (Ilyas, 2004).Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti : Teori akomodasi Hemholtz, dimana zonula Zinii kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil Teori akomodasi Thsernig, dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinii sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung (Ilyas, 2004).

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik (Ilyas, 2004).Anak-anaka dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai + 12.00 sampai + 18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkan otot sfingter pupil (Ilyas, 2004).Dengam bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia (Ilyas, 2004).

II. 1. 3. AMETROPIAKeseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saaat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat (Ilyas, 2004).Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dpat berupa miopia, hipermetropia, atau astigamatisma. Kelainan sistem refraksi (pembiasan cahay) pada mata, menyebabkan sinar-sinar sejajar yang masuk ke dalam mata tidak difokuskan pada retina saat mata tersebut dalam keadaan istirahat (Ilyas, 2004). II. 2. ASTIGMATISMAII.2. 1. PENGERTIAN ASTIGMATISMAAstigamatisma merupakan kelainan refraksi dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus pula.Astigmatisma merupakan kelainan refraksi dimana pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama. Dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada lebih dari satu titik sehingga menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multipel (Vaughan, 2009).Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. Pada mata dengan astigmatisma lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari meridian yang tegak lurus padanya (Ilyas, 2009).Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depang dan terdiri atas 5 lapis, yaitu : Epitel Memberan Bowman Stroma Membran Descement Endotel Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf kelima saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (Ilyas, 2009).

II.2. 2. PEMBAGIAN ASTIGMATISMA

Pembagian astigmatisme menurut Ilyas (2009) : Astigmatisme lazim (Astigmatisma with the rule), yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan astigmatisma lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 190 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi. Astigmatisme tidak lazim (Astigmatisma againts the rule), suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisma dimana koreksu dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungankornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal.

II.2. 3. BENTUK ASTIGMATISMABentuk astigmatisme menurut Ilyas (2009) dibagi menjadi 2, yaitu :1. Astigmatisme RegularAstigmatisme dikategorikan regular jika meridian-meridian utamanya (meridian dimana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus

2. Astigmatisme IregularPada bentuk ini didapatkan titik fokusnya tidak beraturan/tidak saling tegak lurus. Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti sikatrik kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa seperti katarak imatur. Kelainan refrakasi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder (Vaughan, 2009).

II.2. 4. PATOFISIOLOGI ASTIGMATISMAPada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigamtisme, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di beakang retina.Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5, yaitu :1. Astigmatismus Myopicus SimplexAstigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0.00 Cyl Y atau Sph X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

2. Astigmatismus Hypermetropicus SimplexAstigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0.00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

3. Astigmtismus Myopicus CompositusAstigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph X Cyl Y.

4. Astigmatismus Hypermetropicus CompositusAstigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

5. Astigmatismus MixtusAstigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl Y, atau Sph X Cyl +Y, dimana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama-sama + atau -.

Mata dengan astigmatisma dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, atau terlalu lebar dan kabur (Ilyas dkk., 2003).

II.2. 5. PENYEBAB ASTIGMATISMAPenyebab tersering dari astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Pada sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa. Pada umumnya astigamtisma bersifat menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan bentuk anatomi kornea yang menyebabkan gangguan penglihatan dapat memburuk seiiring bertambahnya waktu. Namun astigmatisme juga dapat disebabkan karena trauma pada mata sebelumnya yang menimbulkanjaringan parut pada kornea, dapat juga jaringan parut bekas operasi pada mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan oleh keratokonus (Vaughan, 2009).Astigmatisma juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya (Guyton dkk., 197). Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada isis datangnya cahaya, merupakan contoh dari lensa astigmatismatisma. Derajat kelengkungan bidang yang melalui sumbu panjang telung tidak sama dengan derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu pendek. Karena lengkung lensa astigmatis pada suatu bidang lebih kecil daripada lengkung pada bidang yang lain, cahaya yang mengenai bagian perifer lensa pada suatu sisi tidak dibelokkan sama kuatnya dengan cahaya yang mengenai bagian perifer pada bidang yang lain (Ilyas, 2003). Astigaatisme pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat (James dkk., 2003).Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi kelainan astigamtisme karena pada akomodasi, lengkung lensa mata tidak berubah sama kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan koreksi derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat bersamaan tanpa dibantu kacamata (Ilyas, 2003).

II.2. 6. TANDA DAN GEJALA ASTIGMATISMAPada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah, mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat, garis lurus tampak bengkok, tulisan menjadi berbayang.

II.2. 7. PEMERIKSAAN ASTIGMATISMAa. Refrakasi SubjektifAlat : Kartu Snellen Bingkai percobaan Sebuah set lensa coba Kipas astigmat

Prosedur :Astigmat bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging techinque of refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik sebagai berikut, yaitu :1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter2. Pada mata dipasang bingkai percobaan3. Satu mata ditutup4. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dengan lensa (+) atu (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S +3.00) untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus6. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S (+3.00) diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan garis mana yang terjelas dan terkabur9. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis yang terjelas sebelumnyaa) Bila sudah dapat melihat garis-garis kipas astigmat dengan jelas, lakukan tes dengan kartu Snellenb) Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu mengurangi lensa (+) atau menambah lensa (-)c) Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6 (Ilyas, 2003)

Sedangkan nilainya : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder (-) yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas (Ilyas, 2003).

b. Refraksi ObjektifKarena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui. Cara objektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktomteri (Ilyas dkk., 2003).

II.2. 8. PENATALAKSANAAN ASTIGMATISMA KacamataAstigmatisma regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Astigmatisme iregular, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi bile berat bisa dilakukan transplantasi kornea (Ilyas dkk., 2003).

Terapi operatifLASIK adalah suatu tindakan operasi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamat atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontakb. Kelainan refraksi Miopia -1.00 sampai dengan -13.00 dioptri Hipermetropia +1.00 sampai dengan +4.00 dioptri Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri

c. Usia minimal 18 tahund. Tidak sedang hami atau menyusui e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimunf. Mempunyai ukuran kacamata/lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulang. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma, dan ambliopiah. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain :a. Usia < 18 tahun/usia di bawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabilb. Sedang hamil atau menyusuic. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipisd. Riwayat penyakit glaukomae. Penderita diabetes melitusf. Mata keringg. Penyakit autoimunn, kolagenh. Pasien monokulari. Kelainan retina atau katarak

II. 3. MIOPIAII. 4. HIPERMETROPIA