the effect of parenteral(iron dextran) and...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN BESI SECARA PARENTERAL (BESI DEXTRAN) DAN ORAL (KOMPLEKS POLIMALTOSA HIDROKSIDASI
BESI (III)) TERHADAP RESPON ERITROPOIESIS PADA PASIEN PASCA SALIN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
THE EFFECT OF PARENTERAL(IRON DEXTRAN) AND ORAL (COMPLEX IRON POLYMALTOSE HYDROXIDE (III))
ADMINISTRATION ON ERYTHROPOIESIS RESPONSE IN POSTPARTUM WITH IRON DEFICIENCY ANEMIA
Wahyuni Saddang1, IMS Murah Manoe2, Isharyah Sunarno3, Burhanuddin Bahar4, Fachruddin Benyamin5
1,2,3Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar,
4Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar, 5Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi: Wahyuni Saddang Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP: 08124262208 Email: [email protected]
Abstrak
Anemia pada kehamilan 75% di antaranya disebabkan oleh defisiensi besi, anemia ini sangat erat kaitannya dengan anemia prenatal, 20% dari perempuan dengan kadar hemoglobin normal saat prenatal mengalami anemia pasca salin akibat perdarahan saat persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian besi secara parenteral (besi dextran) dengan besi oral (kompleks polimaltosa hidroksidasi besi (III)) terhadap respon eritropoises pada pasien pasca salin dengan anemia defisiensi besi. Penelitian ini dilaksanakan mulai 1 Februari 2012 sampai 31 Juli 2012 terhadap wanita anemia defisiensi besi pasca salin di beberapa rumah sakit pendidikan di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis. Jumlah sampel penelitian 70 orang dengan rincian 30 orang mendapatkan besi dextran parenteral dan 30 orang mendapatkan besi oral kompleks polimaltosa hidroksidasi besi (III), 10 orang sampel kontrol dan tidak mendapat terapi besi. Analisa data menggunakan uji T berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan Hb dan retikulosit yang bermakna pada pemberian besi secara parenteral (besi dextran). (p ≤0.05). Diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan hemoglobin dan retikulosit setelah terapi besi parenteral (besi dextran) lebih tinggi dibandingkan terapi besi oral (kompleks polimaltosa hidroksidasi besi (III).
Kata kunci: Anemia defisiensi besi, pasca salin, respon eritropoises
Abstract
Anemia in pregnancy 75% of which are caused by an iron deficiency, anemia is closely associated with prenatal anemia, 20% of women with normal hemoglobin levels at prenatal have anemia due to bleeding after childbirth. This study aims to determine the effect of parenteral iron (iron dextran) with oral iron (hidroksidasi polimaltosa complex iron (III) eritropoises responses in patients with post partum with iron deficiency anemia. The study was conducted from February 1, 2012 until July 31, 2012 to women with iron deficiency anemia in some teaching hospitals in the Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, University of Hasanuddin Makassar. This research is a clinical trial. Total sample study of 60 people with 30 people get the details of parenteral iron dextran and 30 people get polimaltosa hidroksidasi oral iron complexes of iron (III), 10 people as control samples and did not receive iron therapy. Data analysis using paired T test. The results showed an increase in hemoglobin and reticulocytes are more meaningful in the administration of parenteral iron (iron dextran). (p ≤0.05). The conclusions are that the increase in hemoglobin and reticulocytes after parenteral iron therapy (iron dextran) higher than oral iron therapy (hidroksidasi polimaltosa complex of iron (III).
Key words : iron deficiency anemia, post partum, the response eritropoises
PENDAHULUAN
Anemia merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan yang paling umum yang
dihadapi perempuan di seluruh dunia. Anemia diderita oleh kurang lebih 20% dari seluruh
populasi dunia dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Dari seluruh
anemia yang didiagnosa dalam kehamilan, 75% di antaranya disebabkan oleh defisiensi
besi. Anemia ini lebih sering ditemukan pada perempuan-perempuan dari keluarga miskin
dan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makanan. Sebagai contoh, Ren dan kolega (2007)
menemukan bahwa 22% dari 88.149 perempuan China mengalami anemia pada trimester
pertama. Bonar dkk (2001) melaporkan penelitian kohort terhadap 59.248 kehamilan dan
menemukan prevalensi anemia pasca salin sebanyak 27%. Sekalipun anemia ini sangat erat
kaitannya dengan anemia prenatal, 20% dari perempuan dengan kadar hemoglobin normal
saat prenatal mengalami anemia pasca salin akibat perdarahan saat persalinan
(Cunningham, 2010).
Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam
timbulnya anemia, maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi di negara-
negara yang sedang berkembang, dibandingkan dengan negara-negara yang sudah maju
(Wiknjosastro, 2006)
Pada individu normal produksi dan destruksi sel darah merah seimbang untuk
mempertahankan kadar nilai Hb tetap berada pada nilai normal (12-15 g/dl). Pada keadaan
dimana destruksi lebih meningkat dibanding produksi mengakibatkan Hb mulai turun. Hal
ini merupakan suatu proses yang lama khususnya pada keadaan kronik dimana memerlukan
waktu beberapa bulan mengakibatkan konsentrasi Hb menurun hingga ke level yang
menggambarkan penurunan aktifitas eritropoises. Hal ini memperlihatkan bahwa anemia
merupakan suatu proses dinamik yang terganggu, dan terapinya ditujukan untuk
memperbaiki proses penyeimbangan produksi dan penghancuran. (Ivor, 2005)
Defisiensi besi biasanya asimptomatik. Ketika cadangan besi pada sistem
retikuloendotelial terkuras, produksi hemoglobin berhenti dan gejala-gejala anemia menjadi
jelas terlihat. Defisiensi besi juga merupakan risiko terhadap sistem imun dan
meningkatkan terjadinya risiko infeksi. Anemia pada pasca salin dapat mengakibatkan
pengaruh buruk terhadap jiwa ibu, kesadaran, serta mengganggu hubungan interaksi ibu
dan bayi. (Irawan, 2008; Tam, 2002; Sudoyo, 2007)
Transfusi darah telah dipergunakan dalam penanganan anemia defisiensi besi pasca
salin, namun terdapat banyak risiko pada penanganan dengan terapi ini.Termasuk reaksi
sekunder untuk terkontaminasi (terbanyak pada sel lekosit dan sel darah merah), infeksi
(khususnya virus hepatitis, HIV dan cytomegalovirus), reaksi alergi, kelebihan cairan,
edema paru dan emboli. Reaksi imunologik bisa ringan termasuk demam, menggigil,
urtikaria dapat pula berat termasuk reaksi hemolitik akut (turunnya sel darah merah dengan
cepat) yang berasal dari pemberian darah yang tidak sesuai. Infeksi Hepatitis C
diperkirakan terjadi ± 0,1 % pada semua pasien yang menerima transfusi darah. Biaya pada
transfusi darah termasuk biaya skrining untuk infeksi, penyimpanan dan administrasi
produk-produk darah secara steril, semua ini dapat meningkatkan beban finansial, terutama
pada negara miskin dan berkembang. Berdasarkan faktor risiko transfusi darah dan kendala
finansial ,perhatian pada saat ini tertuju langsung pada bentuk penanganan anemia antara
lain suplementasi besi dan terapi eritropoiten yang diberikan baik secara oral dan parenteral
(intravena, intramuskuler atau injeksi subkutaneus). (Dodd, 2007)
Tubuh manusia sehat mengandung ±3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk
ikatan kompleks dengan protein. Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung
di duodenum; makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Zat besi lebih mudah
diabsorbsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport
aktif. Ion fero yang sudah diabsorbsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa.
Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah
menjadi ferritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Bila Fe diberikan IV, cepat sekali
diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dalam hati,
sedangkan setelah pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sum-sum tulang
dan absorbsinya dipengaruhi oleh suasana asam lambung. Adanya perbedaan dalam cara
asupan, penyimpanan dan eritropoeisis dari zat besi maka peneliti tertarik melakukan
penelitian ini. (S.Wardhini, 1998; Mason, 2006)
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian besi secara
parenteral (besi dextran) dengan besi oral (kompleks polimaltosa hidroksidasi besi (III)
terhadap respon eritropoises pada pasien pasca salin dengan anemia defisiensi besi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Syekh Yusuf Gowa & RSKD Fatimah dan RS
Jejaring serta Laboratorium Prodia. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari hingga Juli
2012. Jenis penelitian ini adalah uji klinis untuk mengetahui pengaruh pemberian besi
secara parenteral (Besi dextran) dengan besi oral (kompleks polimaltosa hidroksidasi besi
(III)) terhadap respon eritropoiesis pada pasien pasca salin dengan anemia defisiensi besi
dengan menggunakan double blind random. Sampel pada penelitian ini adalah perempuan
pasca salin dalam sepuluh hari pertama yang menderita anemia defisiensi besi. Pemilihan
sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu semua perempuan pasca salin dengan
anemia defisiensi besi yang memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi hingga jumlah sampel
terpenuhi. Informed consent dari penderita untuk dijadikan sampel penelitan), serta
persetujuan dari Komite Etik Penelitian Biomedis pada manusia Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin dilakukan dalam penelitian. Dilakukan anamnesis untuk
melengkapi pencatatan identitas serta hasil pemeriksaan sesuai dengan formulir penelitian
yang telah disiapkan sebelumnya pada pasien dengan anemia defisiensi besi pasca salin.
Pengambilan sampel darah pada pasien anemia defisiensi besi pasca salin pada hari I pasca
salin sebelum penanganan dengan pemberian sediaan kompleks polimaltosa hidroksidasi
besi (III) per oral atau pun parenteral (Besi dextran). Pengambilan sampel darah dilakukan
lagi pada hari ke-3 dan ke-7 setelah pemberian preparat besi oral kompleks polimaltosa
hidroksidasi besi (III) atau parenteral (Besi dextran). Hasil darah dimasukkan ke dalam
tabung darah, kemudian dikirim ke laboratorium Prodia untuk dilakukan pemeriksaan
hemoglobin, serum ferritin, serta retikulosit. Data yang terkumpul dikelompokkan
berdasarkan tujuan dan jenis data, kemudian dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan perangkat komputer. Dilakukan analisa univariat dan bivariat pada batas
kemaknaan α=5% (p=0,05), bermakna bila p <0,05. Kadar retikulosit, sebelum penanganan
dan sesudah penanganan dengan pemberian sedian kompleks polimaltosa hidroksidasi besi
(III) dan besi dextran kemudian diperiksa retikulosit diuji perubahannya dengan Uji tbefore
after, dan Annova. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan yang
sesuai.
HASIL PENELITIAN
Jumlah Sampel
Selama jangka waktu penelitian mulai 1 Februari 2012 sampai 31 Juli 2012 telah
dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian besi (injeksi dan oral) terhadap 70
sampel pasca salin dengan anemia defisiensi besi yang berusia <45 tahun yang memenuhi
kriteria penelitian, terdiri dari 30 sampel yang mendapat besi parenteral dan 30 sampel
yang mendapatkan besi oral dan 10 sampel kontrol.
Karateristik Sampel
Pada penelitian ini karateristik berdasarkan pendidikan sampel yang terbanyak yaitu
SMA (43,3%), berdasarkan paritas ditemukan multipara yang terbanyak (75%), serta umur
20–35 tahun (56,6%). Karakteristik sampel secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1.
Dari Tabel 1 terlihat tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA 35 orang (50%), ini
memperlihatkan bahwa sampel penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan yang lumayan
baik.
Karateristik berdasarkan paritas terlihat primipara pada sampel penelitian ini 18
orang (25,71%) sedangkan paritas multipara merupakan paritas terbanyak pada penelitian
ini yaitu sebanyak 52 orang (74,28%). Sedangkan karakteristik berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) terlihat bahwa sampel dengan IMT normal sebanyak 58 orang (82,9%) dan
sampel dengan IMT obesitas sebanyak 12 orang (17,14%). Berdasarkan tes chi-square,
terlihat tidak ada pengaruh yang bermakna secara statistik semua karateristik terhadap
sampel penelitian hal ini terlihat dengan p>0,05.
Pada Tabel 2 dari analisa statistik di dapatkan nilai hemoglobin yang meningkat
setelah pemberian terapi besi oral pada hari ke tiga dan hari ke tujuh setelah
terapi,peningkatan secara statistik bermakna pada taraf 5% (p<0,05). Peningkatan nilai
hemoglobin dalam darah pada sampel kontrol terlihat tidak stabil, pada hari ketiga justru
mengalami penurunan (9,08) dibandingkan sebelum terapi, dan baru pada hari ketujuh
terjadi peningkatan drastis (9,34). Hal ini menunjukkan bahwa tanpa dilakukan pemberian
terapi besi baik oral maupun injeksi, peningkatan hemoglobin darah juga dapat terjadi tetapi
tidak signifikan.
Dari analisa statistik didapatkan nilai retikulosit yang juga meningkat setelah
pemberian terapi besi oral pada hari ke tiga setelah terapi, namun secara statistik
peningkatan tersebut tidak bermakna pada taraf 5% (p˃0,05).Akan tetapi terlihat
peningkatan nilai retikulosit pada hari ke tujuh setelah terapi dan peningkatan ini secara
statistik bermakna pada taraf 5% (p<0,05). Pada sampel kontrol nilai retikulosit terjadi
penurunan yang terlihat stabil, pada hari ketiga mengalami penurunan hingga 0,98 % dan
pada hari ketujuh terjadi penurunan hingga 0,97 %.
Pada Tabel 3 pemberian besi parenteral berdasarkan analisa statistik di dapatkan
nilai hemoglobin sudah terlihat meningkat pada hari ke tiga setelah terapi begitu pula pada
pemberian terapi besi injeksi setelah hari ke tujuh terapi dimana peningkatan nilai
hemoglobin ini meningkat secara bermakna pada taraf 5% (p<0,05). Sedangkan nilai
hemoglobin pada kontrol terlihat juga meningkat meski secara statistik tidak bermakna
dibandingkan pemberian terapi secara parenteral pada taraf 5 %(p<0,05). Peningkatan
hemoglobin dalam darah sampel kontrol juga terlihat tidak stabil, pada hari ketiga justru
mengalami penurunan (9,08) dibandingkan sebelum terapi, dan baru pada hari ketujuh
mengalami peningkatan drastis (9,34). Hal ini menunjukkkan bahwa tanpa pemebrian besi
parenteral peningkatan hemoglobin darah juga dapat terjadi akan tetapi tidak signifikan.
Dari analisa statistik di dapatkan nilai retikulosit yang meningkat setelah pemberian
terapi besi injeksi pada hari ke tiga setelah terapi begitu pula terlihat peningkatan nilai
retikulosit pada hari ke tujuh setelah terapi dan peningkatan ini mengalami peningkatan
secara bermakna (p<0,05). Sedangkan nilai retikulosit pada kontrol justru mengalami
penurunan baik pada hari ketiga dan hari ketujuh penelitian dilakukan, dan secara statistik
tidak bermakna dibandingkan pemberian terapi besi parenteral pada taraf 5 % (p<0,05).
Penurunan nilai retikulosit dalam darah pada sampel juga terlihat stabil, pada hari ketiga
mengalami penurunan hingga 0,98 dan pada hari ke tujuh juga terjadi penurunan hingga
0,97.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) diperoleh beda dua nilai tengah antara
oral dan injeksi adalah 0,19 lebih kecil dibandingkan BNT0,05 = 0,401, maka dapat
dikatakan bahwa perlakuan dengan terapi besi injeksi lebih bermakna dibandingkan oral
pada taraf 5% (p<0,05) baik terhadap peningkatan hemoglobin dan retikulosit darah.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan karateristik sampel penelitian di dapatkan pendidikan
sampel penelitian yang terbanyak adalah SMA (50%), berdasarkan paritas ditemukan
multipara yang terbanyak (74,28%), serta karateristik umur terbanyak yaitu 20-35 tahun
(61,42%) . Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan sampel penelitian cukup baik yang
sangat berpengaruh pada penelitian ini karena mempengaruhi kepatuhan sampel dalam
meminum preparat besi oral dan kesadaran pasien untuk mau menerima pengobatan secara
intravena selama mengikuti penelitian. Berdasarkan paritas multipara merupakan paritas
yang terbanyak. Pada multipara angka kejadian anemia lebih banyak yang disebabkan oleh
karena jarak kehamilan yang terlalu dekat sehingga waktu untuk mengembalikan status besi
ke kadar normal berkurang.
Pada karateristik IMT didapatkan rata-rata sampel memiliki berat badan yang
normal yaitu 58 (82,85%) dan obesitas sebanyak 12 (17,14%) dan tidak bermakna secara
statistik mempengaruhi perubahan hemoglobin dan retikulosit (p>0,05). Hal ini serupa
dengan penelitian lain yang menyimpulkan IMT tidak berpengaruh terhadap anemia
defisiensi besi, hal ini disebabkan oleh keseimbangan besi dipengaruhi oleh perbedaan
antara asupan besi dan hasil luaran besi.
Pada analisa statistik terhadap hemoglobin didapatkan nilai hemoglobin yang
meningkat setelah pemberian terapi besi oral pada hari ke tiga setelah terapi demikian pula
terlihat peningkatan nilai hemoglobin pada hari ke tujuh setelah terapi, peningkatan ini
mengalami peningkatan secara bermakna (p<0,05), didapatkan Hb awal 8,68 (SD 0,90)
pada hari ketiga meningkat 9,2 (SD 1,38) dan hari ketujuh meningkat 11,03 (SD 1,33).
Sedangkan pada analisa statistik terhadap retikulosit di dapatkan nilai retikulosit yang
meningkat setelah pemberian terapi besi oral pada hari ke tiga setelah terapi namun tidak
bermakna secara statistik (p 0,19). Retikulosit awal 1,17 (SD 0,46) pada hari ketiga
retikulosit 1,33 (SD 0,35) namun terlihat peningkatan nilai retikulosit pada hari ke tujuh
setelah terapi dengan nilai retikulosit 1,54 (SD 0,30) dan peningkatan ini mengalami
peningkatan secara bermakna (p<0,05). Hal ini di sebabkan oleh preparat oral kompleks
polimatosa tidak berinterferensi dengan makanan, obat atau chelating agents, sehingga
bioavalibilitasnya tetap terjaga. Kelebihan lainnya preparat ini tidak melepaskan radikal
bebas/elektron, dan tidak menyebabkan pewarnaan pada gigi. Ini memperlihatkan
pemberian besi oral baik untuk sebagai deposit cadangan besi.
Pada pemberian besi parenteral dari analisa statistik dengan menggunakan uji T
berpasangan didapatkan nilai hemoglobin sudah terlihat meningkat setelah pemberian
terapi besi oral pada hari ke tiga setelah terapi begitu pula pada pemberian terapi besi
parenteral setelah hari ke tujuh terapi dimana peningkatan nilai hemoglobin ini meningkat
secara bermakna (p<0,05) terlihat Hb awal 8,4 (SD 0,81) meningkat pada hari ketiga 11,5
(SD 1,1) dan hari ketujuh 13,15 (SD 0,99). Sedangkan pada analisa statistik nilai retikulosit
yang meningkat setelah pemberian terapi besi parenteral pada hari ke tiga setelah terapi
begitu pula terlihat peningkatan nilai retikulosit pada hari ke tujuh setelah terapi dan
peningkatan ini mengalami peningkatan secara bermakna (p<0,05). Nilai retikulosit awal
0,68 (SD 0,41) meningkat pada hari ketiga 1,24 (SD 0,31) dan hari ketujuh 1,82 (SD 0,35).
Pada sampel kontrol terlihat penurunan kadar hemoglobin setelah hari ke-3 dan kemudian
mengalami peningkatan sedikit setelah hari ke-7 yang terlihat bermakna secara statistik p<
0,05. Sedangkan pada kadar retikulosit terjadi penurunan baik pada hari ketiga maupun hari
ketujuh dengan p < 0,05. Hal ini memperlihatkan pemberian terapi besi injeksi dan oral
memberikan pengaruh peningkatan hemoglobin dan retikulosit bukan karena adanya efek
dari hemokensentrasi yang biasa terjadi pada wanita pasca salin.
Pada sampel besi injeksi peningkatan Hb dan retikulosit sudah terlihat pada hari ke
tiga ini disebabkan oleh karena besi parenteral khususnya besi dextran cara kerjanya
dengan meningkatkan respon sel secara signifikan terhadap reseptor eritropoiten (rHuEPO).
Eritrpoiten ini akan merangsang proliferasi dan hyperplasia sel induk eritroid, apabila
eritropoiten ini tidak ada maka sel indukeritroid akan mengalami apoptosis.Setiap langkah
pematangan pada eritropoises akan diikuti dengan perubahan berupa peningkatan jumlah
hemoglobin. Besi digunakan untuk mensintesis hemoglobin oleh sel induk eritroid di
sumsum tulang pada proses eritropises 3-4 hari setelah besi terpakai untuk membuat
hemoglobin. (Ketut, 2010)
Pada penelitian ini membandingan besi oral polimaltosa (IPC) dan besi dextran
injeksi pada beberapa penelitian sebelumnya mengenai besi sangat jarang membandingkan
preparat ini pada sampel pasca salin dengan anemia defisiensi besi, namun ada beberapa
penelitian yang membandingkan besi oral (SF) dengan besi injeksi sukrosa dan transfusi
darah. Tujuan terapi besi parenteral tidak hanya untuk menghindari reaksi alergi pada
wanita pasca salin, tetapi juga untuk dapat menawarkan mereka suplementasi zat besi yang
efektif selama periode lebih pendek dan untuk mengurangi morbiditas ibu dan infeksi. Ini
merupakan terapi terbaru yang menjadi pilihan antara transfusi dan besi oral dan
memberikan kontribusi untuk kesejahteraan ibu.
Pada penelitian ini di dapatkan kadar hemoglobin dan retikulosit meningkat pada
kedua sedian namun peningkatan lebih bermakna secara statistik pada sedian besi dextran
injeksi dibandingkan besi oral polimaltosa, dimana didapatkan peningkatan hemoglobin
dan retikulosit terlihat meningkat sejak hari ketiga pasca terapi sehingga dapat
mengembalikan simpanan besi secara cepat dan menunjukkan respon eritropoises yang
lebih baik di bandingkan besi oral polimaltosa. Efek samping yang timbul pada penelitian
ini sangat minimal pada sedian injeksi terdapat satu orang mengalami ruam kemerehan
dikulit tangan sedangkan besi oral polimaltosa tidak ditemukan efek samping. Sehingga
pemberian besi dextran injeksi diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan terapi pada
pasien anemia defisiensi besi pasca salin. Dan mengurangi kebutuhan akan transfusi darah
pada penanganan anemia defisiensi besi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Peningkatan Hemoglobin dan retikulosit setelah terapi besi parenteral (besi dextran)
lebih tinggi dibandingkan terapi besi oral (kompleks polimaltosa hidroksidasi besi (III).
Pemberian besi parenteral merupakan sedian yang lebih baik dibandingkan oral untuk
terapi pasien anemia defisiensi besi pasca salin. Beberapa sedian besi parenteral dapat
dievaluasi sebagai penelitian lanjut untuk melihat sedian yang paling kuat yang
memberikan pengaruh terhadap respon eritropoises.
DAFTAR PUSTAKA
Bodnar, LM. (2001). High prevalence of postpartum anemia among low-income women in the United States.Am J Obstet Gynecol;p. 185,438-43.
Cunningham FG, editor. (2010). Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: The McGraw-Hill Companies
Dodd J. (2004). Treatment for women with postpartum iron deficiency anemia. Cochrane Database of Systematic Reviews 4:CD004222.
Irawan C. (2008). Anemia pada kehamilan: Kajian pada anemia defisiensi In: laksmi PW, Alwi I, Setiati S, Mansjoer A, editors. Penyakit - penyakit pada kehamilan : Peran seorang internis. Pertama ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia;p. 193 - 200.
Ketut S. (2010). Aplikasi Klinis Retikulosit. Divisi hematologi onkologi medik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah.Vol 11;p. 199 -201
Mason A, Rivers A. (2006). Maternal Anemia : A preventable Killer: USAID. A2Zmicronutrient.
Sudoyo AW. (2007). Anemia defisiensi besi dan peranan suplementasi besi. In: Gustaviani R, Mansjoer A, Rinaldi I, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam Pertama ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;p. 1 - 4.
S.Wardhini, Dewoto HR. (1998) Antianemia defisiensi. In: G.Ganiswarna S, Setiabudy R, D.Suyatna F, editors. Farmakologi dan Terapi. 4 ed. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;p. 738 - 42.
Tam KF, Lao TT. (2002). Iron suplementation in pregnancy.The Hongkong College of Obstetricians and Gynaecologists ; p. 24 - 25.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB. (2006). Anemia dalam kehamilan. In: Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kebidanan. Ketiga ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo ; p. 448 - 51.
Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian Karateristik Jumlah % P
Umur (tahun) < 20 th 20 – 35 th > 35 th Pendidikan SD SMP SMA PT Paritas Primipara Multipara IMT Normal Obesitas
2 43 25
8 17 35 10
18 52
58 12
2,8
61,42 0,85 35,71
11,42
24,28 0,19 50
14,28
25,71 74,28 0,85
82,85 0,76
17,14
Tabel 2. Pengaruh pemberian besi oral terhadap Hemoglobin& Retikulosit
Oral Kontrol Oral Kontrol Hb
Mean(SD) P
Hb Mean(SD)
p
Corected Retikulosit Mean(SD)
p
Corected Retikulosit Mean(SD)
P
Sebelum terapi
8,68(0,90)
0,014 0.000
9,15(0,92)
1,17(0,46)
0,19
1,79(0,244)
Hari ke-3 setelah terapi
9,25(1,38)
9,08 (2,48)
0,000
1,33(0,35)
0,98(0,15)
0,94
Hari ke-7 setelah terapi
11,03(1,33)
9,34(2,59)
0,001
1,54(0,30)
0,000
0,97(0,42)
0,000
Keterangan: Uji Sampel T, (2012)
Tabel 3. Pengaruh pemberian besi parenteral terhadap Hemoglobin & Retikulosit
Injeksi Kontrol Injeksi Kontrol
Hb Mean(SD) P Hb
Mean(SD) P Corected Retikulosit Mean(SD)
p Corected Retikulosit Mean(SD)
P
Sebelum terapi
8,4(0,81)
0,000 0,000
9,15(0,92)
0,68(0,41)
0,000
1,79(0,244)
Hari ke-3 setelah terapi
11,5(1,15)
9,08(2,48)
0,000
1,24(0,31)
0,98(0,15)
0,94
Hari ke-7 setelah terapi
13,5(0,99)
9,34(2,59)
0,001
1,82(0,35)
0,000
0,97(0,42)
0,000
Keterangan: Uji Sampel T, (2012)