tetapan laju rx

11
I. JUDUL PERCOBAAN Penetuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi II. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah : A. Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida adalah reaksi orde dua. B. Menetapkan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida dengan cara titrasi. III. LANDASAN TEORI Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu, dalam hukum laju. Contohnya reaksi dengan hukum laju dalam persamaan v=k[A][B] merupakan orde pertama dalam A dan B. Orde keseluruhan reaksi merupakan penjumlahan orde semua komponennya. Jadi, secara keseluruhan hukum laju dengan persamaan v=k[A][B] adalah orde kedua (Atkins, 1996:335). Reaksi tidak harus mempunyai orde bilangan bulat. Demikian halnya dengan banyak reaksi fase-fase. Contohnya, jika reaksi mempunyai hukum laju : V=k[A] 1/2 [B] Maka reaksi ini adalah orde setengah dalam A, orde pertama dalam B, dan secara keseluruhan mempunyai orde tiga setengah. Jika hukum laju tidak berbentuk [A] x [B] y [C] z . Maka reaksi itu tidak

Upload: evi-juliati-gani

Post on 02-Aug-2015

57 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tetapan Laju Rx

I.               JUDUL PERCOBAAN

Penetuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi

II.            TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah :

A.              Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida adalah reaksi orde

dua.

B.              Menetapkan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida dengan cara

titrasi.

III.          LANDASAN TEORI

Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu,

dalam hukum laju. Contohnya reaksi dengan hukum laju dalam persamaan v=k[A][B]

merupakan orde pertama dalam A dan B. Orde keseluruhan reaksi merupakan penjumlahan orde

semua komponennya. Jadi, secara keseluruhan hukum laju dengan persamaan v=k[A][B] adalah

orde kedua (Atkins, 1996:335).

Reaksi tidak harus mempunyai orde bilangan bulat. Demikian halnya dengan banyak reaksi

fase-fase. Contohnya, jika reaksi mempunyai hukum laju :

V=k[A]1/2[B]

Maka reaksi ini adalah orde setengah dalam A, orde pertama dalam B, dan secara keseluruhan

mempunyai orde tiga setengah. Jika hukum laju tidak berbentuk [A]x[B]y[C]z. Maka reaksi itu

tidak mempunyai orde. Hukum laju ditentukan secara eksperimen untuk reaksi fase gas.

H2 + Br2 2HBr adalah:

walaupun reaksi ini mempunyai orde pertama dalam H2, tetapi ordenya terhadap Br2, HBr dan

keseluruhan, tidak tertentu (kecuali pada kondisi yang disederhanakan, seperti jika [Br2] >

K’[HBr] (Atkins, 1996:335).

Tetapan k yang muncul disebut juga sebagai tetapan laju atau koefisien laju. Untuk reaksi

yang dipercaya elementer, k biasanya disebut tetapan laju. Dan untuk reaksi yang terjadi dengan

lebih dari satu tahap, k disebut koefisien laju (Mulyani, 2004:160).

Page 2: Tetapan Laju Rx

Satuan tetapan atau koefisien laju bergantung pada orde reaksi. Untuk reaksi orde I, v=

k[A], satuan v adalah mol dm-3 s-1 dan [A] adalah mol dm-3, sehingga satuan dari k untuk reaksi

orde satu adalah s-1 (Mulyani, 2004:160).

Untuk reaksi orde dua :

V= k[A]2

V= k[A][B]

Satuan k adalah dm3mol-1s-1 (Mulyani, 2004:160).

Menurut Bird (1987). Penentuan orde reaksi secara percobaan:

1.             Metode Integrasi

Salah satu cara untuk menetukan orde reaksi adalah dengan jalan mencocokkan persamaan

laju reaksi dengan data hasil percobaan. Masalah utama dalam metode ini adalah adanya reaksi

samping dan reaksi kebalikan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Tetapi cara ini

merupakan cara penentuan orde reaksi yang paling tetap.

2.             Metode laju reaksi Awal (Initial Rates Method)

Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat ditiadakan. Dalam

metode ini, prosedur yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi awal dengan konsentrasi awal

reaktan yang berbeda-beda.

3.             Metode waktu paruh

Secara umum, untuk reaksi yang berorde n, waktu paruh sebanding dengan 1/con-1, dimana

co adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data hasil percobaan dimasukkan ke dalam persamaan

di atas, kemudian dibuat kurva yang berbentuk garis lurus dengan cara yang sama seperti pada

metode integrasi. Seperti halnya pada metode integrasi,adanya reaksi samping mempengaruhi

ketepatan metode ini.

Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas

dilepaskan dalam suatu reaksi. Kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume gas yang

dilepaskan permenit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung. Defenisi laju ini dapat

diukur dengan satuan cm3s-1. Bagaimanapun, untuk lebih formal dan matematis dalam

menentukan laju suatu reaksi. Laju biasanya diukur dengan melihat beberapa cepat konsentrasi

suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu. Misalkan salah satu mereka merupakan zat yang

bisa diukur konsentrasinya, misalnya atau dalam bentuk gas (Clark, 2010).

Page 3: Tetapan Laju Rx

Ketetapan laju. Hal yang cukup mengejutkan ketetepan laju, sebenarnya tidak benar-

benarkonstan. Konstanta ini berubah, sebagai contoh, jika kita mengubah temperatur dari reaksi,

menambah atau merubah katalis. Tetapan laju akan konstan untuk reaksi yang diberikan hanya

apabila kita mengganti konsentrasi dari reaksi tersebut (Sahir.ohlpy.com).

IV.         ALAT DAN BAHAN

A.     Alat

1.      Buret 50 ml

2.      Termometr 110o

3.      Labu erlenmeyer bertutup asa 8 buah

4.      Gelas ukur

5.      Gelas kimia

6.      Pipet volume

7.      Ball pipet

8.      Batang pengaduk

9.      Corong biasa

10.  Stopwatch

11.  Pipet tetes

12.  Statif dan klem

B.     Bahan

1.      Etilasetat ( CH3COOC2H5 ) 0,02 M

2.      Natrium Hidroksida (NaOH) 0,02 M

3.      Asam Klorida (HCl) 0,02 M

4.      Indikator pp

5.      Aquades

V.            PROSEDUR KERJA

1.             Menstandarisasi larutan NaOH 0,02 M dengan larutan standar primer H2C2O4 dengan cara

melarutkan 0,252 M dengan larutan standar primer H2C2O4.2H2O dalam 100 ml air pada labu

takar, setelah itu menitrasi larutan.

Page 4: Tetapan Laju Rx

2.             Memasukkan masing-masing 40 ml larutan NaOH dan CH3COOC2H5. Masing-masing ke

dalam erlenmeyer bertutup. Menyamakan suhu kedua larutan tadi sambil memipet 20 ml larutan

HCl 0,02 M.

3.             Mencampurkan larutan etilasetat dengan larutan NaOH secara cepat dan mengocok campuran

tersebut lalu menjalankan stopwatch.

4.             Setelah empat menit reaksi berlangsung, memipet 10 ml campuran reaksi dan memasukkan ke

dalam salah satu labu yang berisi 20 ml HCl.

5.             Menambahkan 3 tetes indikator pp lalu mengaduknya dengan baik dan segera menitrasi

kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH.

6.             Mengulangi percobaan yang sama setelah menit ke-9,16,26,41, dan 66 setelah reaksi dimulai.

VI.         HASIL PENGAMATAN

1.             Standarisasi NaOH

Titrasi V. NaOH (ml)

I

II

III

35,4

35,8

35,2

2.             Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi

Volume NaOH = 40 ml

Volume etiasetat = 40 ml

Volume HCl = 20 ml

Suhu konstan = 290C

40 ml larutan NaOH ( bening) + 40 ml etilasetat (bening) à campuran bening

Didiamkan Campuran bening + 20 ml HCl (bening) à larutan bening

Dititrasi Larutan merah muda.

Menit ke- V. campuran (ml) V HCl (ml) V. NaOH (ml)

4

9

10

10

20

20

20,4

21

Page 5: Tetapan Laju Rx

16

26

41

66

10

10

10

10

20

20

20

20

21

21,5

22,3

23,2

VII.       ANALISIS DATA

1.             Standarisasi NaOH

Dik : V1 NaOH = 35,4 ml

V2 NaOH = 35,8 ml

V3 NaOH = 35,2 ml

Massa CH3COOC2H5.2H2O = 0,252 g

V. H2C2O4 = 0,020 L è 20 ml

Dit : [NaOH] = ....?

Peny :

= 35,5 ml

n H2C2O4 = = = 2.10-3 mol

M H2C2O4 = = = 0,02 M

[NaOH] = = = 0,01 M

2.             Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi

a.              Untuk V1 = 20,4 ml , t1 = 4 menit è240 s

X = = = 5,1 . 10-3 M

ln = k1 (a-b)t + ln

ln = k1 (0,02 M – 0,01 M) 240 s + ln

ln 3,04 = k1 x 2,4 M s + ln 2

1,11 = 2,45 M s k1 + 0,693

Page 6: Tetapan Laju Rx

k1 = 0,17 M-1s-1

b.             Untuk V1 = 21 ml , t1 = 9 menit è540 s

X = = = 5,25 . 10-3 M

ln = k1 (a-b)t + ln

ln = k2 (0,02 M – 0,01 M) 540 s + ln

ln 3,105 = k2 x 5,4 M s + ln 2

1,133 = 5,4 M s k2 + 0,693

k2 = 0,08 M-1s-1

c.              Untuk V1 = 21 ml , t1 = 16 menit è960 s

X = = = 5,25 . 10-3 M

ln = k3 (a-b)t + ln

ln = k3 (0,02 M – 0,01 M) 960 s + ln

ln 3,105 = k3 x 9,6 M s + ln 2

1,133 = 9,6 M s k3 + 0,693

k3 = 0,046 M-1s-1

d.             Untuk V1 = 21,5 ml , t1 = 26 menit è1560 s

X = = = 5,375. 10-3 M

ln = k4 (a-b)t + ln

ln = k4 (0,02 M – 0,01 M) 1560 s + ln

ln 3,16 = k4 x 15,6 M s + ln 2

1,15 = 15,6 M s k4 + 0,693

Page 7: Tetapan Laju Rx

k4 = 0,029 M-1s-1

e.              Untuk V1 = 22,3 ml , t1 = 41 menit è2460 s

X = = = 5,575 . 10-3 M

ln = k5 (a-b)t + ln

ln = k5 (0,02 M – 0,01 M) 2460 s + ln

ln 3,26 = k5 x 24,6 M s + ln 2

1,182 = 24,6 M s k5 + 0,693

k5 = 0,17 M-1s-1

f.               Untuk V1 = 23,2 ml , t1 = 66 menit è3960 s

X = = = 5,8 . 10-3 M

ln = k6 (a-b)t + ln

ln = k6 (0,02 M – 0,01 M) 3960 s + ln

ln 3,38 = k6 x 39,6 M s + ln 2

1,218 = 39,6 M s k6 + 0,693

k6 = 0,013 M-1s-1

VIII.    PEMBAHASAN

Orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam hukum laju. Reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan merupakan reaksi sederhana, namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde dua. Pada percobaan ini (penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi) digunakan larutan standar NaOH. Tujuan percobaan ini untuk menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde dua. Selain itu, percobaan ini juga untuk menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ioon hidroksida dengan cara titrasi.

Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan standarisasi larutan NaOH. Larutan NaOH harus di standarisasi terlebih dahulu karena larutan tersebut merupakan larutan standar sekunder yang tidak stabil dalam penyimpanannya. Dalam melakukan titrasi, digunakan larutan H2C2O4 yang merupakan larutan standar primer. Dari hasil percobaan diketahui bahwa konsentrasi larutan NaOH berubah-ubah. Konsentrasi awal NaOH yang digunakan adalah 0,02 M sedangkan setelah melakukan standarisasi, volumenya berubah menjadi 0,01 M.

Page 8: Tetapan Laju Rx

Selanjutnya, larutan etilasetat dan natrium hidroksida ditempatkan pada erlenmeyer bertutup agar kedua larutan tersebut tidak terkontaminasi dengan zat lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi kedua larutan. Selain itu juga untuk mencegah menguapnya larutan etil asetat yang sifatnya mudah menguap.

Kedua suhu disamakan suhunya karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah besar, begitu pun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya kemudian dicampurkan. Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan besar. Kemudian dilakukan pengocokan agar campuran homogen.

Reaksi yang terjadi adalah:CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)

Setelah empat menit berlangsung, memipet campuran dan memasukkan ke dalam larutan HCl lalu menambahkan indikator PP. penambahan HCl berfungsi untuk menetralkan campuran karena campuran bersifat basa akibat kelebihan NaOH (ion OH-). Penetralan dapat mencegah terjadinya reaksi lebih lanjut. Adapun persamaan reaksinya adalah:

NaOH (aq) + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O (l)

Penambahan indikator PP untuk mengatahui titik akhir titrasi yaitu titik dimana mol NaOH sama dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin lama pengocokan maka semakin banyak larutan NaOH yang digunakan. Artinya semakin banyak NaOH yang bereaksi dengan etil asetat.