tetanus

Upload: adi-irawan

Post on 22-Jul-2015

74 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyakit tetanus ini tersebar di seluruh dunia. Angka kejadian tergantung jumlah tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran, adanya luka kulit / mukosa, dan daerah resiko tinggi dengan cakupan imusisasi DPT yang rendah. anak laki-laki lebih banyak yang terkena tetanus, karena aktifitas fisik yang lebih aktif dibanding anak perempuan. Reservoir utama kuman tetanus adalah dari tanah kotoran ternak atau kuda, dan sebagainya. Spora kuman tahan terhadap kekeringan yang bertebaran bercampur dengan debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol), alat suntik / operasi. Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusuk yang dalam, misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor. Karena terjatuh ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu / kotoran. Juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor atau tetutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai port dentre lainnya dapat juga luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah, gigi berlubang yang dikorek dengan benda yang kotor atau OMP yang dibersihkan dengan kain yang kotor. Penyebab tetanus dari Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (didalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

1.2. Tujuan Penulisan - Mahasiswa mengerti apa definisi dari tetanus - Mahasiswa mengerti apa tanda dan gejala yang ditimbulkan dari kuman tetanus - Mahasiswa mengerti etiologi tetanus - Mahasiswa tahu pemeriksaan penunjang untuk penyakit tetanus - Mahasiswa mengerti patofisiologi penyakit tetanus - Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pasien dengan penyakit tetanus - Mahasiswa dapat membuat askep pasien dengan penyakit tetanus

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi Tetanus adalah merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat dengan tanda utama kekuatan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran, yang disebabkan oleh racun tetanospasmin / eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka Port denter dari kuman tetanus adalah luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi / tidak bersih, otitis media, karies gigi, luka kronik, pemotongan atau pembubuhan tali pusat tudak steril.

2.2. Tanda dan Gejala Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi dapat juga sampai beberapa minggu pada infeksi yang ringan. Penyakit ini biasanya timbul mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan tanda dan gejalanya : Trismus, karena spasme otot-otot mastikatoris (otot pengunyah). Menjalar keseluruh tubuh Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erektor trungki) Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan) Kejang tonik, terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornu anterior Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi) Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan opistotonus, ektremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dengan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-

mula intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian serangan lebih sering disertai rasa nyeri Afiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Dapat juga terjadi fraktur kolumna vertebralis karena kontraksi otot yang sangat kuat (pada waktu sedang kejang) Panas biasanya tidak tinggi. Jika timbul demam tinggi yang biasanya terjadi pada stadium akhir merupakan prognosis yang buruk Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak. Kekakuan tetanus khas : fleksi kedua lengan, ekstensi kedua kaki, fleksi telapak kaki, tubuh kaku melengkung seperti busur Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan karena: Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan spontan Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi: apiksia, sianosis, retensi urin, fraktur vertebralis, pada saat kejang suhu dapat naik 2 - 4oC dari normal, diaphoresis, takikardi, dan sulit menelan

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium: 1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang 2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang 3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan

2.3. Etiologi - Penyebab Clostridium tetani - Bentuk batang : basil Gram-positif, spora pada ujung seperti pemukul genderang berukuran 2-5 x 0,4 0,5 - Obligat anaerob, bergerak dengan flagela - Menghasilakan eksotoksin yang kuat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit. - Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik

- Membentuk spora (terminal spore), tahan dalam suhu tinngi, kekeringan, desinfektan - Kuman hidup dalam tanah (daerah pertanian atau peternakan) dan usus binatang - Spora menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik atau biologik. Mampu bertahan bertahun-tahun dalam lingkungan anaerob. Bentuk vegetative menghasilkan eksotoksin.

2.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Tidak khas Likuor serebrospinal normal

- Mikrobiologi : biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk anaerob tapi mahal. Biakan yang positif tidak ada arti tanpa gejala klinis Peninggian tekanan cairan otak

Pemeriksaan Darah Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 144 meq/dl ) Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L Pemeriksaan Radiologi - Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi - EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

2.5. Patofisiologi Anak-anak

Luka

Belum imunisasi

Spora

Tubuh / lingkungan anaerob

Bentuk vegetatif

Berbiak cepat

Eksotoksin / toksin

Merambat ke tempat luka

Blokade pada simpul

Pada ganglion pra sumsum tulang belakang

Motor endplate

Menyalurkan implus

Aksis silinder saraf tepi

Tonus otot

Resiko aspirasi Sukar menelan

Kornu anterior sumsum belakang

Spasme otot

Otot faring

sekresi

Penumpukan Menyebar ke seluruh SSP Sekunder sputum pd

Otot mastikatoris tegang

depresi jalan nafas Kejang-kejang G3 jalan nafas G3 pertukaran gas Resiko injury

trakea Bersihan jln nafas tdk efektif

Sukar menelan dan buka mulut

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Defisit volume cairan

Sambungan.. Toksin

Pada otak

Pada saraf otonom atau simpatis

Menempel pada cerebral gangliosides Keringat Kekakuan atau kejang khas tetanus berlebihan Hipetermia Hipotensi

Hipertensi

Aritmia Heart block/takikardi

2.6. Penatalaksanaan - Umum : kebutuhan cairan, nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang, perawatan luka dan meminimalkan port dentre - Khusus : antibiotik dan serum (ATS) - Pencegahan : perawatan luka, ATS profilaksis, imusasi aktif, dan kebersihan waktu persalinan.

penatalaksanaan tetanus bertujuan : a. Eliminasi kuman 1. debridement untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi. 2. antibiotika penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul. b. Netralisasi toksin toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan. Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI c. perawatan suportif, perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional : 1. nutrisi dan cairan - pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya. - beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral - bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan. 2. menjaga agar nafas tetap efisien - pembersihan jalan nafas dari lender - pemberian zat asam tambahan - bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat) 3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang - antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis. - pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.

Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya. - Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara total dan dibantu denga pernafasan makenik (ventilator)- Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U

- Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma -Antibiotik: Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : 1. Semua pakaian ketat dibuka 2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung 3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen 4.Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Data Subyektif 1. Identitas Pasien Nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi Identitas orang tua: Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat Identitas sudara kandung 2. Keluhan utama kejang 3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah disertai demam ? Lama serangan Pola serangan Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik? Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ? Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ? Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. Frekuensi serangan Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, luka kotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin. 5. Riwayat kesehatan keluarga. Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik. 6. Riwayat sosial Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekerjaannya 7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana? Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi : - Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat - Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ? - Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

Pola Eliminasi : BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan

Pola tidur/istirahat Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

Data Obyektif 1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36) Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi. 2. Pemeriksaan Fisik Kepala Rambut Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. Muka/ Wajah. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ? Mata Saat serangan kejang, terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ? Telinga Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri didaerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

Hidung Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya? Mulut Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ? Tenggorokan Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ? Leher Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugularis? Thorax Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostae ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ? Jantung Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ? Kulit Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ? Ekstremitas Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ? Genetalia Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

3. Pemeriksaan Penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi : 1. Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 144 meq/dl ) 2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

D. Terapi yang Akan Dilakukan Diagnosa 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas atas. 2. Defisit velume cairan b/d intake cairan tidak adekuat. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut. 4. Resiko aspirasi b/d meningkatnya sekresi. 5. Risiko terjadinya cedera fisik b/d serangan kejang berulang.

Intervensi DX 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas atas. Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi. Intervensi setiap 2 4 jam Rasional

Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret, jadi dapat kita lakukan bersihan jalan nafas. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan dan pasti bila ada penumpukan secret osbtruksi

Gunakan sudip lidah saat kejang

Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan

Miringkan ke samping untuk drainage

Memudahkan dan meningkatkan aliran secret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas

Observasi oksigen sesuai program

Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia

Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp Mengurangi rangsangan kejang (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp) Pertahankan kepatenan jalan nafas dan Memaksimalkan bersihkan mulut fungsi pernafasan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia

DX 2: Defisit velume cairan b/d intake cairan tidak adekuat. Tujuan: Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan Kriteria hasil: -Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik Intervensi Kaji intake dan out put setiap 24 jam Rasional Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler kebutuhan cairan tubuh

mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam

Berikan dan pertahankan intake oral dan Mempertahankan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien Monitor berat jenis urine dan Penurunan

keluaran

urine

pekat

dan

pengeluarannya

peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/

peningkatan kebutuhan cairan Pertahankan kepatenan NGT Mempertahankan kebutuhan tubuh DX 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut. Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi Kriteria hasil: - Berat badan sesuai usia - makanan 90 % dapat dikonsumsi - Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan vitamin seimbang). intake nutrisi untuk

Intervensi

Rasional

Pasang dan pertahankan NGT untuk Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan intake makanan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh

Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati Bising usus membantu dalam menentukan respon karena sentuhan dapat merangsang untuk makan atau mengetahui kemungkinan kejang komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan Suplay protein Timbang berat badan sesuai protokol Kalori dan protein yang adekuat

mempertahankan metabolisme tubuh Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan

mengubah pemberian nutrisi DX 4: Resiko aspirasi b/d meningkatknya sekresi. Tujuan : Tidak terjadi aspirasi Kriteria hasil : - Jalan nafas bersih dan tidak ada sekret - Pernafasan terartur

Intervensi

Rasional

Kaji status pernafasan setiap 2-4 Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak jam Lakukan pengisapan simetris sering terjadi karena adanya sekret lendir Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi

dengan hati-hati Gunakan sudip lidah saat kejang Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan Miringkan ke samping untuk Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan drainage Pemberian program Pertahankan kepatenan jalan Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia DX 5: Risiko terjadinya cedera fisik b/d serangan kejang berulang. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan Kriteria hasil : - Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang - Klien tidur dengan tempat tidur pengaman - Tidak terjadi serangan kejang ulang. - Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit - Kesadaran composmentis sedativa mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas sesuai Mengurangi rangsangan kejang

nafas dan bersihkan mulut

Intervensi Identifikasi pencetus dan hindari

Rasional faktor Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus dan menghindari

kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang Tempatkan klien pada tempat tidur Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi

yang memakai pengaman di ruang stimulus atau rangsangan yang dapat menimbulkan yang tenang dan nyaman kejang

Sediakan disamping tempat tidur Lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang Lindungi klien pada saat kejang dengan : - longgarkan pakaian - posisi miring ke satu sisi - jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya - kencangkan pengaman tempat tidur - lakukan suction bila banyak secret Catat penyebab mulainya kejang, Dokumentasi proses berapa lama, adanya sianosis berikutnya. dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya timbul. Sesudah kejang observasi TTV Tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan yang untuk pedoman dalam penaganan Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.

setiap 15-30 menit dan obseervasi penyakitnya dan gambaran status umum klien. keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang Observasi efek samping dan Efek samping dan efektifnya obat diperlukan

keefektifan obat Lakukan pemeriksaan

motitoring untuk tindakan lanjut. neurologis Kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.

setelah kejang kerja sama dengan tim : - pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi

- pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital) - pemberian oksigen tambahan - pemberian cairan parenteral - pembuatan CT scan

Implementasi Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 ). DX 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas atas. 1. Mengkaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 4 jam 2. Melakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret 3. Menggunakan sudip lidah saat kejang 4. Memiringkan ke samping untuk drainage 5. Mengobservasi oksigen sesuai program 6. Memberikan sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp) 7. Memberikan pertahanan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut DX 2: Defisit velume cairan b/d intake cairan tidak adekuat. 1. Mengkaji intake dan out put setiap 24 jam 2. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam 3. Memberikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien 4. Memonitor berat jenis urine dan pengeluarannya 5. Mempertahankan kepatenan NGT

DX 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut. 1. Memasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan 2. Mengkaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang 3. Memberikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein 4. Menimbang berat badan sesuai protokol DX 4: Resiko aspirasi b/d meningkatknya sekresi. 1. Mengkaji status pernafasan setiap 2-4 jam 2. Melakukan pengisapan lendir dengan hati-hati 3. Menggunakan sudip lidah saat kejang 4. Memiringkan ke samping untuk drainage 5. Memberikan sedativa sesuai program 6. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut DX 5: Risiko terjadinya cedera fisik b/d serangan kejang berulang. 1. Mengidentifikasi dan hindari faktor pencetus 2. Menempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman 3. Menyediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang 4. Melindungi klien pada saat kejang dengan : - Melonggarkan pakaian - Memposisikan miring ke satu sisi - Menjauhkan klien dari alat yang dapat melukainya - Mengencangkan pengaman tempat tidur - Melakukan suction bila banyak secret 5. Mencatat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul

6. Sesudah kejang mengobservasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang 7. Mengobservasi efek samping dan keefektifan obat 8. Melakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang 9. kerja sama dengan tim : - memberikan obat antikonvulsan dosis tinggi - memeberikan antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital) - memberikan oksigen tambahan - memberikan cairan parenteral - membuatkan CT scan

Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang menyerang otot yang menyebar ke susunan sistem saraf pusat. Yang menyebabkan spasme otot dan ketegangan. Tetanus menyerang anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi DPT. Penyakit ini biasanya terjadi setelah tubuh mengalami luka yang kotor atau tertusuk dan menimbulkan luka yang dalam. Masa inkubasi penyakit ini 5-14 hari. Biasanya penyakit ini timbul mendadak dengan gejala kekakuan otot terutama menyerang pada rahang dan leher. Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium: 1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang 2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang 3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan

4.2. Saran Seharusnya setiap anak mendapatkan imunisasi lengkap agar terhindar dari penyakitpenyakit yang berbahaya dan mematikan. DPT diberikan untuk mencegas tetanus pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta. Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. http://www.skripsi-kti.co.cc/2010/07/askep-anak-dengan-tetanus.html http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html http://www.noertika.com/keperawatan/asuhan-keperawatan-2/askep-tetanus http://askep-askeb-kita.blogspot.com/