tesis alih fungsi tanah pertanian kaitannya dengan

83
TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN GORONTALO THE FUNCTIONAL SHIFT OF AGRICULTURAL LAND RELATED TO FOOD DEFENSE IN GORONTALO REGENCY BAYU RAZAK BIYA P3600214015 MAGISTER KENOTARIATAN SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

TESIS

ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN GORONTALO

THE FUNCTIONAL SHIFT OF AGRICULTURAL LAND RELATED TO

FOOD DEFENSE IN GORONTALO REGENCY

BAYU RAZAK BIYA P3600214015

MAGISTER KENOTARIATAN SEKOLAH PASCASARJANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

Page 2: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

i

HALAMAN JUDUL

ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN

KAITANNYA DENGAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN GORONTALO

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Kenotariatan

Disusun dan Diajukan Oleh

BAYU RAZAK BIYA

P3600214015

MAGISTER KENOTARIATAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN
Page 4: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN
Page 5: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Rasa syukur yang dalam penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, Dzat yang Maha Kuasa, Pencipta ilmu dan Pengetahuan,

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Teriring shalawat dan salam

senantiasa penulis lantunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program

Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam melakukan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak

bantuan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk

itu penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan penghargaan

yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, beserta staf;

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, beserta Wakil Dekan I Prof. Dr.

Ahmadi Miru, S.H., M.H., Wakil Dekan II Dr. Syamsuddin Muchtar,

S.H., M.H., Wakil Dekan III Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H;

3. Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., Msi., selaku Ketua program Studi

Magister Kenotariatan, beserta staf;

4. Prof Dr. Aminuddin Salle, S.H., M.H., selaku Ketua Komisi Penasihat

dan Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H., selaku Anggota Komisi

Page 6: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

v

Penasihat, yang telah membimbing dan memberikan waktunya

kepada penulis;

5. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng,

S.H., M.H., Prof. Dr. A. Suriyaman Mustari Pide, S.H., M.Hum., selaku

Anggota Komisi Penguji, yang telah memberikan saran, masukan,

kritik dan waktunya kepada penulis;

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Kenotariatan yang telah

mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat

kepada penulis;

7. Abdurrahman Assel, SST selaku Kepala Seksi Integrasi Pengolahan

dan Diseminasi Statistik, Rahman Kue, Amd selaku Koordinator

Kecamatan di Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo yang telah

banyak memberikan data dalam melakukan penelitian;

8. Ir. Femmy Umar, Msc selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan

Kabupaten Gorontalo, Didik Adi Saputro, STP selaku Kasubag

Perencanaan di Dinas Pertanian dan Perkebunan yang telah banyak

membantu memberikan data dalam melakukan penelitian ini;

9. Ninda A. Putri, Selaku Kepala Seksi Pengaturan dan Penatagunaan

tanah di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gorontalo beserta

staf yang telah banyak memberikan data dalam melakukan penelitian;

10. Kepada para responden dan narasumber dari kalangan petani dan

masyarakat atas masukan dan data yang telah banyak membantu

penulis dalam penelitian ini;

Page 7: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

vi

11. Saudara-saudara penulis dan keluarga, terkhusus Ibunda dan

ayahanda tercinta Femmy Umar dan Deter Biya, yang selalu

memberikan semangat, mendoakan, memberikan bantuan moril dan

materil hingga selesainya penulisan ini;

12. Istri dan anak tercinta, Iin Fajrin Lamohamad dan Arsyila Asma’

Sabiqah yang selalu mendoakan, memberikan semangat dan motivasi

kepada penulis;

13. Teman-teman penulis Magister Kenotariatan UNHAS 2014, yang telah

memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tesis ini disusun dengan segala keterbatasan pada penulis, saran dan

kritik sangat membantu deni kesempurnaannya. Semoga kebaikan dari

semua yang telah membantu mendapat Rahmat dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Makassar, 25 Mei 2017

Penulis,

Bayu Razak Biya

Page 8: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN
Page 9: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN
Page 10: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN .. ................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN. .................................................................. iii

KATA PENGANTAR. ............................................................................ iv

ABSTRAK. ............................................................................................ vii

ABSTRACT ........................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

DAFTAR TABEL. .................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR. .............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 12

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 12

D. Manfaat Penulisan .............................................................. 12

E. Originalitas Penelitian. ........................................................ 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 16

A. Landasan Teori ................................................................. 16

B. Tinjauan Tentang Tanah dan Tanah Pertanian. ................. 36

Page 11: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

x

1. Pengertian Tanah. ........................................................ 36

2. Pengertian Tanah Pertanian. ........................................ 39

3. Tanah Mempunyai Fungsi Sosial .................................. 44

C. Tinjauan Tentang Alih Fungsi ............................................. 46

1. Pengertian Alih Fungsi .................................................. 46

2. Alih Fungsi Tanah Pertanian. ........................................ . 48

3. Peraturan Yang Melatarbelakangi Pelaksanaan Alih

Fungsi Tanah Pertanian. ............................................... 52

4. Permasalahan Terkait Perubahan Penggunaan Tanah

Pertanian Menjadi Non Pertanian...................................... 57

D. Tinjauan Tentang Ketahanan Pangan. .............................. 62

1. Definisi Ketahanan Pangan. .................................... 62

2. Sistem Ketahanan Pangan.. .................................... 64

3. Rawan Pangan. ....................................................... 66

E. Kerangka Pikir ................................................................... 71

F. Definisi Operasional .......................................................... 72

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 73

A. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................... 73

B. Lokasi Penelitian .............................................................. 73

C. Populasi dan Sampel ......................................................... 74

D. Sumber dan Jenis Data ...................................................... 75

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 76

F. Analisis Data .................................................................... 78

Page 12: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ................................................... 79

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ................................ 79

B. Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Tanah Pertanian yang

Produktif. ........................................................................... 90

C. Implementasi Pemerintah Dalam Mencegah Alih Fungsi

Tanah Pertanian di Kabupaten Gorontalo ......................... 129

BAB V KESIMPULAN DANSARAN. ..................................................... 145

A. Kesimpulan. ...................................................................... 145

B. Saran. ............................................................................... 146

DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................. 148

Page 13: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti diketahui, tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia

karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan

manusia. Tanah merupakan tempat permukiman, tempat melakukan

kegiatan manusia, bahkan sesudah mati pun masih memerlukan tanah.1

Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya: UUPA) memberi

wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan merencanakan

penggunaan, peruntukan dan pemeliharaan urusan pertanahan.

Wewenang inilah yang dimaksud dengan hak menguasai negara.

Berdasarkan wewenang tersebut, pemerintah wajib membuat suatu

rencana umum mengenai peruntukan dan penggunaan bumi, air, dan

ruang udara serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya

sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Dalam pengertian

tersebut, dimungkinkan adanya alih fungsi penggunaan tanah termasuk

perubahan penggunaan tanah pertanian untuk kepentingan non

pertanian.2

Istilah “menguasai” bukan berarti memiliki, namun mempunyai arti

sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia, dimana Negara

diberikan wewenang untuk mengatur segala sesuatu yang berkenaan

dengan tanah. Pemerintah sebagai wakil negara dapat mengatur

peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan

ruang angkasa termasuk di dalamnya juga mengenai tanah.3

1 A. Chulaemi, 1992, “Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu dalam Rangka Pembangunan, Majalah Masalah Hukum No. 1, Fakultas Hukum UNDIP. 2 Maria S.W. Sumardjono, 1993, “Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian di Provinsi DIY tahun 1983-1987”, Mimbar Hukum, No. 17/IV/1994, hal. 3. 3 Sudargo Gautama & Soetijarto, “Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria” Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.

Page 14: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

2

Dalam perkembangannya, kebutuhan akan tanah dari hari ke hari

dirasakan semakin meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang

makin bertambah dan kualitas kehidupan yang semakin baik sejalan

dengan keberhasilan pembangunan, sedangkan pembangunan itu sendiri

memerlukan tanah sebagai dasarnya.4

Kebijaksanaan penggunaan tanah di Indonesia bersumber dari

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang intinya yakni negara

menguasai dan memelihara tanah untuk dipergunakan sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat Indonesia melalui: 1) pengaturan hubungan

hukum orang dengan tanah, 2) mengatur perbuatan hukum orang

terhadap tanah, 3) perencanaan persediaan peruntukkan dan penggunaan

tanah untuk kepentingan umum.5

Di dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang

Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan disebutkan bahwa Pemerintah

Kabupaten/Kota memiliki kewenangan di bidang pertanahan, antara lain

perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Dalam

pengertian ini pun dimungkinkan adanya perubahan penggunaan tanah

(Pasal 2 ayat (2)).

Di dalam ketetapan MPR/RI/1998 tentang Garis-Garis Besar

Haluan Negara (GBHN), menyatakan: “Penguasaan dan penataan

penggunaan tanah oleh Negara diarahkan pemanfaatannya untuk

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penguasaan

4 Yanis Rinaldi, 1997, “Masalah Pertanahan dalam Pembangunan”, Kanun, No. 16 Th VII

April, hal 113. 5 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar

Maju, 1998), hal. 66.

Page 15: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

3

atas tanah oleh Negara sesuai dengan tujuan pemanfaatannya, perlu

memperhatikan kepentingan masyarakat luas dan tidak menimbulkan

sengketa tanah. Penataan penggunaan tanah dilaksanakan berdasarkan

rencana tata ruang wilayah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat

dengan memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas

tanah, batas maksimal kepemilikan tanah khususnya tanah pertanian

termasuk berbagai upaya lain untuk mencegah pemusatan penguasaan

tanah dan penelantaran tanah.

Persoalan agraria ini pada intinya menyangkut kekuasaan atas

seluruh elemen yang terkandung di dalam kehidupan agraris oleh masing-

masing pihak yang terdapat di dalamnya. Pada tataran ini dapat dikatakan

bahwa masalah agraria adalah produk dari relasi dan intrerelasi antara

masyarakat, negara, dan lingkungan dengan menempatkan tanah dan

kekuasaan sebagai inti persoalan.6

Tanah bukan sekedar aset, tetapi juga merupakan basis bagi

teraihnya kuasa-kuasa ekonomi, sosial dan politik. Maka ketimpangan

dalam hal akses terhadap tanah ini akan sangat menentukan corak

masyarakat dan dinamika antar lapisan di dalam masyarakat tersebut.7

Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya

negara ini diuntungkan karena dikaruniai kondisi alam yang mendukung,

B

Gunawan Wiradi, Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir, Diterbitkan bersama oleh: Konsorsium Pembaruan Agraria (Jaksel), Sajogyo Institute (Bogor), AKATIGA (Bandung). Edisi Baru, 2009. 7 Gunawan Wiradi, Op.Cit., hal.56

Page 16: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

4

hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, serta

beriklim tropis dimana sinar matahari terjadi sepanjang tahun sehingga

bisa menanam sepanjang tahun. Realita sumberdaya alam seperti ini

sewajarnya mampu membangkitkan Indonesia menjadi negara yang

makmur, tercukupi kebutuhan pangan seluruh warganya. Meskipun belum

terpenuhi, pertanian menjadi salah satu sektor riil yang memiliki peran

sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.

Rencana pembangunan yang sedang ramai disusun oleh

pemerintah seringnya hanya menatap ke atas untuk menuju perindustrian

dengan laba besar, tetapi tidak menatap ke bawah lagi untuk melihat

kondisi masyarakat yang ada. Industrialisasi menjadi sistem yang

sekarang sedang ramai dibangun di negara-negara berkembang,

termasuk di Indonesia sebagai dasar peningkatan pembangunan dan

perekonomian negara. Tapi pembangunan yang hanya mengedepankan

perindustrian belum tentu sesuai dengan kondisi sosial di masyarakat.

Para pengusaha yang berdatangan dengan menawarkan investasi dan

keuntungan besar justru bisa membawa masyarakat pada krisis besar.

Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian bertani

dan banyak lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian, tetapi saat ini

Indonesia masih kekurangan. Salah satu penyebabnya adalah lahan

pertanian yang beralih fungsi dari pertanian ke non pertanian.

Pengembangan wilayah Provinsi Gorontalo sebagaimana mengacu

pada Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata

Page 17: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

5

Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) terbagi dalam kawasan lindung dan

kawasan budidaya. Kawasan budidaya memiliki sumberdaya alam yang

cukup potensial untuk dikembangkan, terutama pertanian, perikanan,

kehutanan, perkebunan, pertambangan dan pariwisata. Potensi pertanian

dan perikanan merupakan sektor yang menjadi prioritas pengembangan

yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apalagi

sebagian besar mata pencaharian penduduk bertumpu pada sektor

pertanian dan perikanan.

Terkait dengan lahan pertanian, lahan pertanian yang ada sebagian

besar diusahakan oleh masyarakat untuk menanam sejumlah komoditi

utama seperti padi dan jagung.

Dari luas wilayah Provinsi Gorontalo 12.215,44 Km2, dimana untuk

potensi lahan sawah yang ditanami padi seluas ± 29.720 ha yang terdiri

dari sawah irigasi ± 23.432 ha dan sawah non irigasi seluas 6.288 ha.

Juga terdapat potensi luasan lahan kering seluas 337.639 ha yang terdiri

dari ladang/huma 71.316 ha, tegal/kebun 157.685,

pekarangan/bangunan/halaman sekitarnya 36.978 ha, lahan kering yang

sementara tidak diusahakan 51.682 ha, dan lainnya seluas 19.978 ha.

Disamping itu pada lahan perkebunan kelapa dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan komoditi tanaman pangan seperti jagung, kacang-

kacangan dan umbi-umbian.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, Provinsi

Gorontalo memiliki sumber daya lahan yakni potensi luas areal sawah

Page 18: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

6

sekitar 31.502 ha. Kabupaten Gorontalo merupakan wilayah yang terluas

areal penggunaannya yaitu 13.114 Ha (42%), kemudian Kabupaten

Gorontalo Utara 5.627 Ha (18%), Kabupaten Pohuwato 5.251 Ha (17%),

Kabupaten Boalemo 4.574 Ha (15%), Kabupaten Bone Bolango 2.020 Ha

(6%) dan Kota Gorontalo 916 Ha (3%).

Berdasarkan data analisa spasial Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Gorontalo tentang Perkembangan Penggunaan Tanah tahun

2009 sampai dengan tahun 2014 di Kabupaten Gorontalo, menunjukkan

bahwa penggunaan tanah untuk budidaya pertanian, telah mengalami

perubahan luas khususnya budidaya pertanian seperti, tanah perkebunan

yang sudah mengalami luas perubahan sekitar 353,05 ha dari luasnya

yang sebesar 14.200,02 ha pada tahun 2009, kemudian sawah 1x

padi/tahun dengan luas perubahan 4,37 ha dari luasnya sebesar 16,09 ha

pada tahun 2009, serta sawah 2x padi/tahun sebesar 2.542,63 ha dari

luasnya yang sebesar 25.199,84 pada tahun 2009. Dari data tersebut

dapat dilihat bahwa praktek alih fungsi tanah terjadi dari beberapa tahun

terakhir di Kabupaten Gorontalo, dan tanah pertanian yang paling banyak

mengalami alih fungsi terdiri dari tanah perkebunanan dan sawah.

Semakin berkembangnya alih fungsi tanah pertanian ke non

pertanian telah memberikan dampak bagi para petani atau para pemilik

lahan, dimana lahan pertanian mereka semakin berkurang dan diprediksi

lahan pertanian ini khususnya tanah pertanian sawah akan habis dimakan

Page 19: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

7

oleh pembangunan, baik yang dicanangkan oleh Pemerintah, pihak

swasta maupun oleh pemilik lahan itu sendiri.

Berdasarkan penelitian awal, alih fungsi telah memberikan dampak

berupa berkurangnya lahan pertanian yang membuat turunnya produksi

pangan, khususnya untuk kesejahteraan para petani dan warga

sekitarnya. Dimana telah membuat mereka harus mencari cara untuk

mendapatkan lahan pertanian (lahan basah) di daerah lain. Namun hal itu

sulit direalisasikan, mengingat akses ke daerah lain terhitung jauh, yang

otomatis memerlukan biaya tambahan dan memakan proses yang cukup

lama untuk bisa diproduksi dan dikonsumsi. Berbeda halnya jika lahan

sawah tersebut berada di desa mereka sendiri, yang aksesnya mudah dan

cepat untuk diproduksi. Dampak berikut yang bisa ditimbulkan adalah,

sarana prasarana pertanian yang telah dibangun oleh Pemerintah seperti

misalnya jenis-jenis irigasi menjadi tidak terpakai, serta banyak buruh tani

kehilangan pekerjaan.

Jika dikaitkan dengan ketahanan pangan, maka sudah seharusnya

alih fungsi tanah pertanian ini diredam untuk lahan pertainan pangan yang

berkelanjutan, karena akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional

sesuai dengan amanat dari Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009

tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Seperti

yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1), bahwa Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk

dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan

Page 20: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

8

pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan

nasional.

Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan, menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk

dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pasal ini

mensyaratkan agar ketersediaan pangan tercukupi sampai dengan

perseorangan. Disinilah tugas Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah,

untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat.

Alih fungsi tanah pertanian begitu erat kaitannya dengan

persoalan pangan. Karena salah satu dampak yang bisa ditimbulkan dari

alih fungsi tanah pertanian adalah, terancamnya produksi pangan yang

dapat menimbulkan kegagalan produksi pangan. Hal ini sesuai dengan

yang tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun

2012 tentang Pangan.

Dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, disebutkan bahwa

lahan pertanian pangan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan dapat berupa:

Page 21: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

9

a. lahan beririgasi;

b. lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak);

dan/atau

c. lahan tidak beririgasi.

Selanjutnya dalam Pasal 6 disebutkan, perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan dilakukan terhadap lahan pertanian

pangan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang berada

di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan.

Berdasarkan observasi peneliti, di Kabupaten Gorontalo yang

merupakan basis sektor pertanian, belum ditemukan Peraturan lanjutan

terkait dengan perlindungan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan,

yang mana dalam peraturan tersebut memuat kawasan-kawasan yang

masuk dalam kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 7, lahan pertanian

pangan berkelanjutan pada kawasan pertanian pangan berkelanjutan atau

di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan berada pada kawasan

perdesaan dan/atau pada kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota.

Jadi berdasarkan Pasal 7 di atas, Kecamatan Telaga, Telaga biru, Tibawa

dan Limboto, masuk dalam kategori peruntukan pertanian lahan basah

dan kawasan peruntukan pertanian lahan kering yang merupakan

kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan, sesuai yang tercantum

pada Pasal 30 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2013 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gorontalo. Dimana lahan

Page 22: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

10

pertanian lahan basah dan lahan kering merupakan cikal bakal lahirnya

lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan melalui hasil

analisis Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), menunjukkan

bahwa ada sembilan (9) kecamatan dalam kondisi rawan pangan. Kondisi

rawan pangan terutama disebabkan oleh aspek ketersediaan pangan

utama produksi lebih kecil dari kebutuhan konsumsi dan dari aspek akses

pangan. Berdasarkan indikator yang digunakan pada aspek ketersediaan

adalah rasio ketersediaan dari empat jenis pangan sumber karbohidrat,

yaitu padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Apabila rasio ketersediaan

dibawh 0,9 dinyatakan rawan pangan (merah). Hasil analisis menunjukkan

bahwa empat (4) kecamatan dalam kondisi rawan yaitu Batudaa dengan

rasio ketersediaan 0,64, Batudaa pantai 0,46, Biluhu 0,52 dan Tilango

0,14, sedangkan dua (2) kecamatan sudah dalam kondisi waspada, yaitu

kecamatan Telaga dengan rasio ketersediaan 11,11 dan Telaga jaya

dengan rasio ketersediaan 0,97. Pada aspek akses pangan menggunakan

indikator keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Total keluarga

prasejahtera dan sejahtera I diatas 40% menunjukkan kondisi rawan

(merah). Hasil analisis menunjukkan bahwa sembilan (9) kecamatan

dalam kondisi waspada yang terdiri dari kecamatan Limboto barat dengan

presentase kepala keluarga kelompok I dan II mencapai 32 KK, Telaga

biru 27 KK, Batudaa 23 KK, Batudaa pantai 38 KK, Tibawa 34 KK,

Boliyohuto 30 KK, Tolangohula 33 KK, Tilango 23 KK dan Tabongo 33 KK.

Page 23: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

11

Serta pada aspek ini telah ada enam (6) kecamatan dalam kondisi rawan,

yang terdiri dari kecamatan Bongomeme dengan 352 KK, Pulubala 42 KK,

Mootilango 48 KK, Biluhu 41 KK, Asparaga 44 KK dan Bilato 44 KK.

Jadi dari total delapan belas (18) Kecamatan yang ada,

berdasarkan indeks komposit atau gabungan dari aspek ketersediaan dan

aspek akses pangan, maka situasi pangan dan gizi Kabupaten Gorontalo

pada tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa sembilan (9) kecamatan dalam

kondisi rawan dan sembilan (9) kecamatan dalam kondisi aman.

Kecamatan yang masuk dalam kondisi rawan terdiri dari, kecamatan

Batudaa, Batudaa pantai, Tibawa, Boliyohuto, Tolangohula, Tabongo,

Biluhu, Asparaga dan Bilato, sedangkan yang dalam kondisi aman yaitu

terdiri dari kecamatan Limboto barat, Telaga, Telaga Biru, Limboto,

Bongomeme, Pulubala, Mootilango, Tilango dan Telaga Jaya.

Dari data tersebut, kecamatan Limboto memang masuk dalam

kategori aman, namun kecamatan-kecamatan yang ada disekitar Limboto

atau yang berbatasan dengan Limboto, seperti Telaga, Telaga biru dan

Limboto barat sudah masuk dalam kategori waspada. Hal ini yang

dikhawatirkan bahwa kedepannya Limboto akan ikut menjadi daerah

waspada bahkan rawan pangan.

Sesuai dengan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan

Daeah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, telah

diatur bahwa Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Pulubala dan Limboto,

masuk dalam kawasan peruntukkan pertanian lahan basah, yang sesuai

Page 24: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

12

instruksi dari Bupati bahwa di lahan basah (sawah) tidak boleh ada

pembangunan. Namun pada kenyataannya, berdasarkan observasi awal,

alih fungsi sudah terjadi dari beberapa tahun yang lalu, yang cukup

banyak dilakukan di lahan basah. Dikhawatirkan, kedepannya akan makin

banyak daerah yang akan masuk kategori daerah rawan pangan.

Untuk dapat dicapai kondisi ketahanan pangan yang stabil

diperlukan adanya jaminan ketersediaan tanah pertanian dan regulasi

yang representatif dari Pemerintah. Oleh karena itu perlu kiranya

dilakukan penelitian tentang alih fungsi tanah pertanian yang berkaitan

dengan ketahanan pangan di Limboto Kabupaten Gorontalo.

B. Rumusan Masalah

1. Sejauh mana kebijakan Pemerintah Daerah terkait dengan tanah

pertanian yang produktif di Kabupaten Gorontalo?

2. Bagaimana implementasi dari Pemerintah daerah dalam mencegah

alih fungsi tanah pertanian di Kabupaten Gorontalo?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan Pemerintah Daerah

terkait dengan tanah pertanian yang produktif di Kabupaten

Gorontalo.

2. Untuk mengetahui implementasi dari Pemerintah Kabupaten

Gorontalo dalam mencegah alih fungsi tanah pertanian.

D. Manfaat Penulisan

1. Hasil dari penulisan ini dapat dijadikan bahan penelitian dan

pembelajaran sebagai bahan referensi pada perpustakaan dan

Page 25: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

13

bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan

terkhusus bagi hukum agraria.

2. Hasil penulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi masyarakat dan

Pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam menjaga

keberlangsungan tanah pertanian demi terpenuhinya pangan bagi

kebutuhan hidup, yang harus disesuaikan dengan tata guna tanah

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gorontalo.

E. Originalitas Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang

terkait dengan “Alih Fungsi Tanah Pertanian Kaitannya Dengan

Ketahanan Pangan Di Limboto Kabupaten Gorontalo”, tidak ditemukan

Tesis maupun Karya tulis lainnya dengan judul yang sama, namun dapat

dibandingkan dengan tiga (3) penelitian yang menyangkut permasalahan

alih fungsi tanah pertanian, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Anitasari pada tahun 2008 dari

Program Kenotariatan Universitas Diponegoro, dengan judul

“Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Untuk Pembangunan

Perumahan Di Kota Semarang” dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian untuk

pembangunan perumahan Grand Tembalang Regency oleh PT.

Tembalang Bale Agung di Kota Semarang?

b. Apakah kebijakan alih fungsi tanah pertanian untuk

pembangunan perumahan tersebut telah sesuai dengan

Page 26: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

14

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang?

Hal yang berbeda dari tesis ini dengan rencana penulisan tesis

saya yaitu: Tesis ini lebih menekankan pada bagaimana pelaksanaan alih

fungsi tanah pertanian unntuk pembangunan perumahan oleh PT.

Tembalang Bale Agung dan persoalan kebijakan alih fungsi tanah

pertanian tersebut apakah sudah sesuai dengan RTRW diwilayahnya atau

tidak. Jadi inti perbedaan dengan rencana penulisan tesis saya adalah

tesis ini lebih spesifik membahas alih fungsi tanah pertanian untuk

pembangunan perumahan oleh suatu perusahaan, yang mana dalam

rencana penulisan saya, alih fungsi tanah pertanian yang terjadi tidak

hanya menekankan pada pembangunan perumahan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Deliana Yusuf pada tahun 2013 dari

Program studi Sosiologi Universitas Negeri Gorontalo, dengan judul

“Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian (Suatu Penelitian di Kelurahan

Oluhuta Kecamatan Kabila)”.

Hal yang berbeda dari tesis ini dengan rencana penulisan tesis

saya yaitu; Tesis ini bermaksud mendapatkan informasi yang akurat

tentang proses alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal, keadaan petani

sebelum dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal dan

dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal. Inti perbedaan dengan

rencana penulisan tesis saya yaitu Skripsi ini menitikberatkan dampak alih

fungsi lahan pertanian menjadi kanal, sedangkan pada rencana penulisan

tesis saya, alih fungsi tanah pertanian yang terjadi tidak ada yang berubah

Page 27: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

15

menjadi kanal.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Christian Hadinata dan Sugiyantoro

pada tahun 2013 dari Program Studi Magister Perencanaan Wilayah

dan Kota Institut Teknologi Bandung, dengan judul ”Kebijakan

Perlindungan Lahan Pertanian dan Alih Fungsi Lahan Pertanian di

Kabupaten Bandung”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu banyaknya

alih fungsi yang terjadi dari kurun waktu 2004-2011 sebesar 1.898,34

Ha. Dengan belum ditetapkannya perlindungan lahan pertanian

berkelanjutan, maka alih fungsi lahan pertanian masih berlangsung.

Menurut hasil analisis, kecenderungan alih fungsi terjadi di lahan

produktif yang didukung jaringan irigasi dan terjadi pada jarak yang

relatif dekat dengan pusat pemerintahan. Letak perbedaan dengan

rencana penulisan tesis saya yaitu pada tesis saya membahas isu

terkait ketahanan pangan akibat adanya alih fungsi tanah pertanian.

Page 28: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Menurut Esping Andersen, negara kesejahteraan dibangun atas

dasar nilai-nilai sosial, seperti kewarganegaraan sosial, demokrasi penuh,

sistem hubungan industrial modern, serta hak atas pendidikan dan

perluasan pendidikan massal yang modern. Produksi dan penyediaan

kesejahtereaan warga negara tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada

pasar.

Dalam salah satu studinya, Andersen mengungkapkan bahwa

welfare state merupakan institusi negara dimana kekuasaan yang

dimilikinya (dalam hal kebijakan ekonomi dan politik) ditujukan untuk:

Memastikan setiap warga negara beserta keluarganya memperoleh

pendapatan minimum sesuai dengan standar kelayakan.

Memberikan layanan sosial bagi setiap permasalahan yang dialami

warga negara (baik dikarenakan sakit, tua, atau menganggur), serta

kondisi lain semisal krisis ekonomi.

Memastikan setiap warga negara mendapatkan hak-haknya tanpa

memandang perbedaan status, kelas ekonomi, dan perbedaan

lain.8

8 Andersen J.G, Welfare States and Welfare State Theory, Centre for Comparative

Welfare Studies, Working Paper, 2012.

Page 29: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

17

Briggs (2000:18), mengemukakan bahwa “A state in which

organized power is deliberately used (through politics and administration)

in an effort to modify the play of market forces in at least three directions:

1. By guaranteeing individuals and families a minimum income

irrespective of the market value of their work of their property.

2. By narrowing the extent of insecurity by enabling individuals and

families to meet certain social contingencies (for example: sickness,

old age, and unemployment) which lead otherwise to individual and

family crises.

3. By ensuring that all citizens without distinction of status or class are

offered the best standards available in relation to a certain agreed

range of social services.

Tujuan ketiga melampaui cakupan dari negara pelayanan sosial

karena memfokuskan dan memasukkan gagasan pelayanan sosial yang

‘optimum’ yang dapat diterima masyarakat (dari minimum menjadi

optimum).

Untuk dapat memperjelas apakah suatu negara dapat tergolong

sebagai Welfare State atau bukan, dapat diamati melalui beberapa

karakter umum tertentu. Pertama, lebih dari setengah pengeluaran negara

tersebut ditujukan untuk kebijakan sosial atau tanggung jawab untuk

penyediaan kesejahteraan yang komprehensif dan universal bagi

warganya. Kedua, ada komitmen jangka panjang yang dibuat dimana

memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin

Page 30: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

18

kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam

modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. Ketiga,

negara menjadi negara yang tanpa kehilangan posisi pemegang tanggung

jawab utamanya, mampu mengkombinasikan tenaga dari berbagai pihak

(organisasi sosial, pihak independen, voluntary, dll) untuk menyediakan

perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat.9

Negara yang dapat disebut Welfare state menurut Bismarck

dicirikan dengan adanya asosiasi penyedia perlindungan sosial yang

saling membantu, jumlah Asuransi sosial, yang meliputi biaya kesehatan

dan beberapa perawatan sosial, juga adanya prinsip Subsidiaritas.

Menurut Asa Briggs, karakteristik utama welfare State adalah adanya

jaminan standar minimum termasuk perihal pendapatan minimum, juga

adanya perlindungan sosial dalam hal ketidakamanan, penyedia layanan

dengan level kualitas yang tinggi. Perlindungan sosial di Perancis

didasarkan pada prinsip solidaritas: komitmen dinyatakan dalam artikel

pertama French Code of Social Security. Sedangkan Welfare State model

Titmuss dari Swedia menghadirkan model Institusional Redistributif yang

menggabungkan prinsip penyediaan sosial yang komprehensif dengan

egalitarianism, mengedepankan kesetaraan yang berbeda dengan sistem

Perancis dan Jerman yang menawarkan perlindungan diferensial sesuai

posisi seseorang dalam pasar tenaga kerja, serta memanfaatkan

organisasi independen seperti OECD.

9 Diskusi perkuliahan MBP Eropa, 2011

Page 31: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

19

Setelah melihat opini para ahli, dan juga beberapa karakteristik

yang dikemukakan dari beberapa negara yang berbeda, dapat kita lihat

bahwa pengadopsian welfare state tidak selalu sama, namun setiap

negara berhak memiliki kebijakan khas dalam aplikasi konsep welfare

state ini. Hantaris dalam tulisannya “Welfare Policy” mengelompokkan

konsep Welfare State menjadi empat,10 yaitu: Pertama, The Continental

State, yang bercirikan dengan adanya kebijakan negara untuk membayar

sejumlah layanan sosial bagi warga negaranya. Contoh negara yang

menerapkan bentuk ini adalah Belgia, Perancis, Jerman, Luksemburg, dan

Belanda; kedua, adalah tipe The Skandinavian Welfare, yang dicirikan

dengan adanya penerapan model Swedia yang berkomitmen menjamin

hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan, dan negara juga

bertanggungjawab membiayai dan mengatur layanan sosial yang ada,

contohnya adalah negara Swedia, Denmark dan Finlandia; ketiga, The

Anglo-Saxon Welfare, yang menekankan adanya perlindungan pada

setiap pekerjaan warga negaranya, seperti di Inggris dan Irlandia; terakhir,

adalah tipe Mediterranean Welfare, yang menekankan polarisasi layanan

sosial kepada berbagai pihak yang akibatnya menurunkan otoritas

pemerintah, misalkan di Itali, Spanyol, dan Yunani.

Tiga kunci utama dalam memahami negara kesejahteraan:11

1. Intervensi yang dilakukan oleh negara (dalam hal ini pemerintah)

dalam menjamin kesejahteraan warganya;

10

Hantaris, Linda. 2007. “Welfare Policy”, dalam Hay, Colin dan Menond, Anand. 11

Heru Susetyo, Materi Negara Kesejahteraan dalam Slide, Perundang-Undangan Sosial FHUI

Page 32: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

20

2. Kesejahteraan harus dikembangkan berdasarkan ‘kebutuhan dasar’

masyarakat.

3. Kesejahteraan adalah hak dari setiap warga negara.

Pencetus teori welfare state, Prof. Mr. R. Kranenburg, menyatakan

bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak

adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan

seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat.

Maka akan sangat ceroboh jika pembangnan ekonomi dinafikan,

kemudian pertumbuhan ekonomi hanya dipandang dan dikonsentrasikan

pada angka persentase belaka. Kesejahteraan rakyat adalah indikator

yang sesungguhnya.

Teori Welfare State ini memiliki keterkaitan dengan aliran utilitarian

yang menitikberatkan pada kemanfaatan. Jika mesin diukur dari

manfaatnya (utlity), maka institusi sosial, termasuk institusi hukum pun

harus diukur dari manfaatnya. Karena itu, unsur manfaat sebagai kriteria

bagi manusia dalam mematuhi hukum.12 Teori manfaat yang paling

terkenal dikemukakan dari Jeremy Bentham dalam karyanya yang

berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation”.13

Asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana

tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu

atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu

12

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hal. 92. 13

Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakart dan Fredom Institusi, 2006), hal. 13.

Page 33: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

21

sendiri. Sehingga tujuan hukum untuk mencapai kesejahteraan akan

tercapai.14

Teori utilitiarisme berpandangan bahwa kualitas etis suatu

perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan kesejahteraan bersama.

Perbuatan yang baik diukur dari hasil yang bermanfaat, jika hasilnya tidak

bermanfaat, maka tidak pantas disebut baik.15 Pengambilan keputusan

berdasarkan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak

pihak sebagai hasil akhirnya yang dikenal dengan istilah the greatest good

for the greatest number. Semakin bermanfaat akan semakin banyak orang

dan perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan adalah

manfaat terbesar sehingga sering disebut dengan aliran

konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.16

Teori utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi

perbuatan dalam menilai baik atau buruk. Baik buruknya kualitas moral

suatu perbuatan bergantung pada konsekuensi atau akibat yang

dibawakan oleh mereka sebagai untuk mempertanyakannya hanya

berurusan dengan kata-kata ketimbang maknanya, dengan dorongan

sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang.

Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian

daripada manfaatnya, maka perbuatan itu dinilai buruk. Konsekuensi

perbuatan di sini menentukan seluruh kualitas moral.17

14

Ibid, hal. 14. 15

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisus, 2000), hal. 67. 16

Erni R. Ernawan, Business Ethics: Etika Bisnis, (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), hal. 93. 17

K. Bertens, Loc. cit.

Page 34: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

22

Prinsip utilitarian menganggap suatu tindakan menjadi benar jika

jumlah total manfaat yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar

dari jumlah manfaat total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang

dilakukan. Penelantaran para penyandang cacat, eksploitasi kaum

minoritas yang rentan, ketidakotentikan, dan hilangnya otonomi adalah

bahaya-bahaya yang ditentang utilitarianisme ini.18

Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai

dengan pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan

analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) yang banyak dipakai dalam

konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme seperti

menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis.19

Ukuran utilitarisme menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan

oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari

tindakan, selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan

keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil. Teori utilitarisme

tentang hukum moral berbanding terbalik atau suatu bentuk penolakan

keras terhadap tindakan aji mumpung (moral hazard) dari pengemban

amanah.

Jeremy Bentham sangat percaya bahwa hukum harus dibuat

secara utiltarianisme, melihat gunanya dengan patokan-patokan yang

didasarkan pada kegunaan, kesenangan dan kepuasan manusia. Dalam

hukum tidak ada masalah kebaikan atau keburukan, atau hukum yang

18

Ian Saphiro, Op.cit., hal. 24. Lihat juga: W. Stark, (ed), Jeremy Bentham’s Economic Writings, (London: George Allen & Unwin, 1954), hal. 113. 19

K. Bertens, Op. cit, hal. 66-67.

Page 35: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

23

tertinggi atau yang tertinggi dalam ukuran nilai. Bentham berpandangan

bahwa tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan

kebahagiaan kepada individu-individu. Bentham mengusulkan suatu

klasifikasi kejahatan yang didasarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan

yang terakhir ini diukur berdasarkan kesusahan atau pederitaan yang

diakibatkannya terhadap para korban dan masyarakat. Suatu pelanggaran

yang merugikan orang lain, menurut Bentham sebaiknya tidak dianggap

sebagai tindakan kriminal. Pemindahan, menurut Bentham, hanya bisa

diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan lebih

besar.

Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai

berikut :

1. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan

kebahagiaan kepada individu-individu baru orang banyak. Prinsip

utiliti Bentham berbunyi ”the greatest heppines of the greatest

number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-

banyaknya orang.

2. Prinsip itu harus diterapkan secara Kualitatif, karena kualitas

kesenangan selalu sama.

3. Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat, maka

perundang-undangan harus mencapai empat tujuan:

a) To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup).

Page 36: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

24

b) To Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan

berlimpah).

c) To provide security (untuk memberikan perlindungan).

d) To attain equity (untuk mencapai persamaan)..

2. Teori Kewenangan

Menurut Philipus Hadjon20, wewenang (bevoegdheid)

dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam

konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.

F.P.C.L.Tonner dalam Ridwan HR21 berpendapat

“Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als het vermogen

om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen

burgers onderling en tussen overhead en te scheppen" (kewenangan

pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk

melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan

hubungan hukum antara pemerintahan dengan waga negara).

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah

wewenang digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan

dengan istilah “bevoegheid" dalam istilah hukum Belanda. Menurut

Phillipus M. Hadjon, jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah

kewenangan dengan istilah “bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak

pada karakter hukumnya. Istilah “bevoegheid’ digunakan dalam konsep

hukum publik maupun dalam hukum privat. Dalam konsep hukum kita

20

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, Nomor 5 dan 6 Tahun XII, 1997, hal. 1 21

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hal. 100

Page 37: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

25

istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep

hukum publik.22

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wenang yang diartikan

sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu.23 Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan

formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh

undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan

yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu

bidang pemerintahan.24

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan

dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan peraturan atau

mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang

diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu

atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi

(UUD). Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan

wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak

terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi,

yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam

pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain

untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).

22

Philipus M. Hadjon, Op. Cit, hal. 20. 23

Tim Bahasa Pustaka, 1996, hal. 1128. 24

Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara. Jakarta:Ghalia Indonesia, hal 78.

Page 38: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

26

Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa

hukum tidak sama dengan kekuasaan (match). Kekuasaan hanya

menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Di dalam hukum,

wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichen). Di

dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian

kekuasaan untuk mengatur sendiri, sedangkan kewajiban secara

horisontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan

sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan

pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara

keseluruhan.25

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan

delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi

tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas,

kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi

hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan

mengenai kemungkinan delegasi tersebut.26

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada

(konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang

sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan

didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa

sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi)

pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenagan

25

Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah. Hal1-2. 26

Philipus M. Hadjon, Op. Cit, hal. 5

Page 39: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

27

organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan

oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa

kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang

benar.27

Mengenai sifat kewenangan pemerintahan yaitu yang bersifat

terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dalam

kewenangan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-

keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikkingan) oleh

organ pemerintahan, sehingga dikenal ada keputusan yang bersifat terikat

dan bebas.

Philipus mandiri Hadjon mengutip pendapat N. M. Spelt dan Ten

Berge, membagi kewenangan bebas dalam dua kategori yaitu kebebasan

kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian

(beoordelingsverijheid) yang selanjutnya disimpulkan bahwa ada dua jenis

kekuasaan bebas yaitu: pertama, kewenangan untuk memutuskan

mandiri; kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar

(verge norm).28

3. Teori Penegakan Hukum

Pakar Hukum yang sangat terkenal dengan teori Penegakan hukum

adalah Freidmann. Menurut Freidmann, berhasil atau tidaknya Penegakan

27

F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2006), hal 219. 28

Philipus M. Hadjon, Op. Cit, hal. 112

Page 40: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

28

hukum bergantung pada: (1) Substansi Hukum, (2) Struktur

Hukum/Pranata Hukum dan (3) Budaya Hukum.

1) Subtansi Hukum; adalah keseluruhan asas-hukum, norma hukum

dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,

termasuk putusan pengadilan.

2) Struktur Hukum; adalah keseluruhan institusi penegakan hukum,

beserta aparatnya. Jadi mencakupi: kepolisian dengan para

polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, kantor-kantor

pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan

para hakimnya.

3) Budaya Hukum; adalah kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara

berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun

dari warga masyarakat. Substansi dan Aparatur saja tidak cukup

untuk berjalannya sistem hukum. Oleh karenanya, Lawrence M

Friedmann menekankan kepada pentingnya Budaya Hukum (Legal

Culture).

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-

ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi

kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses

perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Page 41: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

29

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide

dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak

hal.29

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-

kaidah atau pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap

tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam

praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu,

memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in

concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil

dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum

formal.30

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya

merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan,

kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum

merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi

kenyataan. Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau

kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum

29

Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 32

30 Ibid, hal. 33

Page 42: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

30

bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal

secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun

demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang

bertanggung jawab.

Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:31

1. Ditinjau dari sudut subyeknya

Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan semua

subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang

menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum

yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya diartikan sebagai

upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan

memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana

seharusnya.

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dalam arti luas, penegakan hukum yang mencakup pada nilai-nilai

keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-

nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit,

penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang

formal dan tertulis.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-

31

Ibid hlm 34

Page 43: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

31

ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi

kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses

perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide

dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak

hal.32

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi

3 bagian yaitu:33

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif

(subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini

tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi

secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup

aturan-aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan,

penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin

terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-

batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat

penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup

32

Ibid hal. 37 33

Ibid hal. 39

Page 44: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

32

yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana

yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam

penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan

hukum secara maksimal.

3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini

dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasan-

keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi,

dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan

keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut

dengan actual enforcement.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan

hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana

(criminal law application) yang melibatkan berbagai sub sistem struktural

berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan.

Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal

ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative

system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang

menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi

pidana.

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif

(administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai

Page 45: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

33

aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan

diatas.

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system),

dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula

diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam

lapisan masyarakat.

Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut

Soerjono Soekanto adalah:34

1. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

ditentukan secara normatif.

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya

berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang

kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada

hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law

enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan

hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah

dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2. Faktor Penegakan Hukum

34

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2004, Cetakan Kelima. Jakarta:Raja Grafindo Persada, hal. 42

Page 46: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

34

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak

hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi

kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu

kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau

kepribadian penegak hukum.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak

dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah

pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung

pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi

mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah

pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus

yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut

karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum

siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi

begitu luas dan banyak.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

Page 47: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

35

yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono

Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan

masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana

seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka

berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah

suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan

mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

B. TINJAUAN TENTANG TANAH DAN TANAH PERTANIAN

1. Pengertian Tanah

Tanah merupakan suatu tempat dimana manusia hidup, dan

ditanah itulah manusia menggunakannya sebagai tempat untuk

mempertahankan dan mengembangkan hidupnya.

Tanah merupakan tempat berbagai macam kegiatan, memetik hasil

dari tanaman yang di tanam dan juga mengambil kekayaan yang

dikandung dalam tanah. Tanah merupakan permukaan bumi atau lapisan

bumi yang di atas sekali. Istilah tanah memiliki berbagai definisi, antara

lain sebagai berikut:35

a. Keadaan bumi di suatu tempat;

b. Permukaan bumi yang diberi batas;

35

http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-tanah.html

Page 48: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

36

c. Daratan;

d. Permukaan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang

diperintah suatu Negara atau menjadi daerah bagi suatu bangsa;

e. Bahan-bahan dari bumi.

Menurut Kamus Umum tanah adalah lapisan permukaan bumi yang

gembur. Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia tanah adalah

campuran bagian-bagian dengan material serta bahan organik yang

merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi

dan pelapukan karena proses waktu.36

Pengertian tanah dapat dilihat juga dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, yang dimaksud dengan tanah adalah:

1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas;

2. Keadaan bumi di suatu tempat;

3. Permukaan bumi yang diberi batas;

4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas,

napas dan sebagainya)

Manusia hidup dalam masyarakat dan dalam masyarakat tersebut

dilakukan berbagai macam usaha dan kegiatan yang pada dasarnya tidak

terlepas dari masalah pertanahan. Tanah mempunyai ciri khusus yang

bersegi dua, yakni sebagai benda dan sebagai sumber daya alam.

Disebut sebagai sumber daya alam karena tidak dapat diciptakan oleh

manusia. Kemudian disebut benda bila telah diusahakan oleh manusia,

36

http:leonheart94.blogspot.com/2011/05/pengertian-tanah.html

Page 49: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

37

misalnya menjadi tanah pertanian. Ciri lain dari tanah adalah sifatnya yang

tetap dan jumlahnya yang terbatas.37

Istilah tanah memiliki arti yang sangat luas dan menimbulkan

beberapa pendapat, untuk itu diperlukan batasan-batasannya. Dalam

hukum agraria istilah tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu

pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok

Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA. Menurut Pasal 4 ayat (1),

batasan mengenai tanah adalah sebagai berikut:38

“Atas dasar menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-

macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat

diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan

hukum”.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) di atas, maka yang dimaksud dengan

tanah adalah permukaan bumi. Kemudian Pasal 1 ayat (4) UUPA

menyebutkan:

“Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula

tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.”

Pengertian bumi meliputi permukaan bumi yang disebut tanah,

tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Dengan

37 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, hal. 220 38

Rahayu Fery Anitasari, Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Pertanian Untuk Pembangunan Perumahan Di Kota Semarang, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal. 11

Page 50: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

38

demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di daratan

dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.39

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimaksud bidang tanah

adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang berbatas.

2. Pengertian Tanah Pertanian

Dalam Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Daerah dengan Menteri Agraria 5 Januari 1961 No. Sekra 9/1/12 tentang

Pengertian Tanah Pertanian, diberikan penjelasan sebagai berikut:40

“Yang dimaksud dengan tanah pertanian ialah juga semua tanah

perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan

ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata

pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah

semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan

perusahaan. Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat tinggal

seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa

luas bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan

tanah pertanian”.

Tanah pertanian biasanya digunakan untuk usaha bidang pertanian

dalam arti mencakup persawahan, hutan, perikanan, perkebunan, tegalan,

39

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2008, hal. 6 40 Ibid, hal. 372

Page 51: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

39

padang, penggembalaan dan semua jenis penggunaan lain yang lazim

dikatakan sebagai usaha pertanian.

Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan

dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan

air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang darimana

diperoleh status lahan tersebut. Lahan tersebut termasuk lahan yang

terdaftar di Pajak Bumi Bangunan, Iuran Pembangunan Daerah, lahan

bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan

bekas tanaman tahunan yang telah dijadikan sawah, baik yang ditanami

padi maupun palawija. Lahan sawah terdiri dari:

a) Lahan sawah irigasi; adalah lahan sawah yang sumber air

utamanya berasal dari air irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri: teknis,

setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa, termasuk juga

sawah sistem surjan yaitu sawah yang sumber air utamanya

berasal dari air irigasi atau air reklamasi rawa pasang surut (bukan

lebak) dengan sistem tanam pada tabukan dan gundulan.

b) Lahan sawah tadah hujan; adalah lahan sawah yang sumber air

utamanya berasal dari curah hujan.

c) Lahan sawah rawa pasang surut; adalah lahan sawah yang

pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh

pasang surutnya air laut, termasuk juga disini polder yaitu lahan

sawah yang terdapat di delta sungai.

Page 52: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

40

d) Lahan sawah rawa lebak; adalah lahan sawah yang mempunyai

genangan hampir sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan

dengan ketinggian genangan minimal 50 cm.

Lahan pertanian bukan sawah adalah semua lahan pertanian selain

sawah, yang terdiri dari:

a) Tegal/kebun; adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang

ditanami tanaman semusim atau tahunan dan terpisah dengan

halaman sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-

pindah.

b) Ladang; adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya

ditanami tanaman musiman dan penggunaannya hanya semusim

atau dua musim, kemudian akan ditinggalkan bila sudah tidak subur

lagi (berpindah-pindah). Kemungkinan lahan ini beberapa tahun

kemudian akan dikerjakan kembali jika sudah subur.

c) Perkebunan; adalah lahan yang ditanami tanaman

perkebunan/industri seperti: karet, kelapa, kopi, teh dan

sebagainya, baik yang diusahakan oleh rakyat/rumah tangga

ataupun perusahaan perkebunan yang berada dalam wilayah

kecamatan.

d) Lahan yang ditanami pohon/hutan rakyat; lahan ini meliputi lahan

yang ditumbuhi kayu-kayuan/hutan rakyat termasuk bambu,sengon

dan angsana, baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja

ditanami misalnya semak-semak dan pohon-pohon yang hasil

Page 53: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

41

utamanya kayu. Kemungkinan lahan ini juga ditanami tanaman

bahan makanan seperti padi atau palawija, tetapi tanaman

utamanya adalah bambu/kayu-kayuan.

e) Padang rumput; adalah lahan yang khusus digunakan untuk

penggembalaan ternak. Lahan yang sementara tidak diusahakan

(dibiarkan kosong lebih dari satu tahun dan kurang dari dua tahun)

tidak dianggap sebagai lahan penggembalaan/padang rumput

meskipun ada hewan yang digembalakan disana.

f) Lahan yang sementara tidak diusahakan; adalah lahan pertanian

bukan sawah yang tidak ditanami apapun lebih dari satu tahun

tetapi < 2 tahun. Lahan sawah yang tidak ditanami apapun > 2

tahun digolongkan menjadi lahan pertanian bukan sawah yang

sementara tidak diusahakan.

g) Lahan bukan sawah lainnya; adalah lahan bukan sawah selain

tegal/kebun dan lahan yang sementara tidak diusahakan. Misalnya

lahan sekitar rumah (pekarangan) yang diusahakan untuk

pertanian.

Lahan bukan pertanian terdiri dari: rumah, bangunan dan halaman

sekitarnya, hutan negara, rawa-rawa (yang tidak ditanami), lahan bukan

pertanian lainnya (jalan, sungai, danau, lahan tandus dan lain-lain),

termasuk lahan pertanian bukan sawah yang tidak ditanami apapun

selama lebih dari 2 tahun.

Page 54: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

42

Lahan untuk rumah, bangunan dan halaman sekitarnya merupakan

lahan yang dipakai untuk rumah/bangunan termasuk halaman sekitar

rumah (pekarangan) yang tidak diusahakan untuk pertanian. Bila lahan

sekitar rumah tersebut tidak jelas batas-batasnya dengan tegal/kebun

maka dimasukkan ke dalam lahan tegal/kebun. Lahan bukan pertanian

lainnya adalah lahan lainnya yang belum termasuk pada perincian di atas,

misalnya: jalan, saluran, lapangan olahraga, lahan yang tidak dapat

ditanami seperti lahan tandus, berpasir, terjal, termasuk lahan pertanian

bukan sawah yang tidak diusahakan > 2 tahun.

Beberapa pengertian tanah pertanian, antara lain menurut:

a. Effendi Perangin;41

Tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang

selain tanah untuk perumahan dan untuk perusahaan.

b. Hasan Warga kusumah;42

Tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak

untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah

belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata

pencaharian bagi yang berhak.

c. Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal

25 Maret 1985 tentang Pencegahan Perubahan Tanah

Pertanian ke Non Pertanian yang Tidak Tekendalikan;

41

Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1986, hal, 125 42

Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, Gramedia, Jakarta, 1992, hal. 155

Page 55: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

43

Tanah pertanian adalah tanah yang digunakan untuk usaha

pertanian dalam arti mencakup persawahan, perkebunan hutan,

perikanan, tegalan, padang penggembalaan dan semua

pengguanaan lainnya yang layak dikatakan sebagai usaha

pertanian.

Pengertian tanah pertanian di atas, dapat dijadikan sebagai tolok

ukur suatu tanah yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai tanah

pertanian atau tanah non pertanian yang masing-masing kategori tanah

tersebut memiliki peruntukan yang berbeda-beda.

3. Tanah Mempunyai Fungsi Sosial

Kecenderungan untuk memandang tanah lebih pada nilai

ekonomisnya semata, yakni tanah sebagai barang dagangan yang

tentunya lebih mudah dikuasai oleh mereka yang mempunyai kelebihan

modal dan mengakibatkan ketimpangan distribusi penguasaan tanah

karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa UUPA. Tanah itu

merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 UUPA). Dengan

demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian.

Sebagai titipan Tuhan, perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian

rupa sehingga dirasakan adil bagi semua pihak.43

Tanah merupakan unsur penting dalam setiap kegiatan

pembangunan. Semua kebutuhan manusia juga dapat terpenuhi dengan

43 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi Edisi Revisi, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), hal. 42

Page 56: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

44

adanya tanah, dengan kata lain bahwa tanah merupakan faktor pokok

dalam kelangsungan hidup manusia.

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan

bahwa: “Bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Pasal 33 Ayat (3) merupakan landasan adanya hubungan hukum

antara tanah dan subyek tanah, dimana Negara bertindak sebagai subyek

yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala kepentingan atas

tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat.

Lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan (2) UUPA yang

menyatakan bahwa:

“Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang

Dasar dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, Air

dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.

Hak menguasai dari Negara memberikan wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

Page 57: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

45

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.

Ditegaskan pula di dalam Pasal 6 UUPA mengenai fungsi sosial

dari tanah, yaitu:

“Semua hak atas tanah mempunyai fungsi tanah”.

Tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada

seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan

dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya.

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya

dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan

dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi

masyarakat dan Negara. Namun demikian tidak berarti kepentingan

perseorangan dikalahkan dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan

masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling seimbang,

hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok yaitu kemakmuran,

keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.

C. TINJAUAN TENTANG ALIH FUNGSI TANAH

1. Pengertian Alih Fungsi

Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan

tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah

muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk.

Page 58: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

46

Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan

pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah

secara terus-menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat

berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain

untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga

terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang

jumlahnya jauh lebih besar. 44

Lestari (2009)45 mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya

disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau

seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan)

menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap

lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat

diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh

faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi

kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya

tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat

dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah

dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah

pertanian menjadi tanah non pertanian.

44 Adi Sasono dan Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 13 45

Lestari, T., Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi taraf Hidup Petani. Makalah kolokium dept sains komunikasi dan pengembangan masyarakat tgl 21 April 2009. ipb

Page 59: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

47

Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi

tanah non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan

permohonannya melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi

dalam dua jalur yaitu dapat melalui ijin lokasi atau ijin perubahan

penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.

Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada

luasnya tanah yang dimohon, apabila luas tanah pertanian yang

dimohonkan perubahan penggunaannya ke tanah non pertanian kurang

dari 10.000 m3 maka ijin yang diperlukan adalah ijin perubahan

penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sedangkan apabila lebih

dari 10.000 m3 maka ijin yang diperlukan adalah ijin lokasi.

2. Alih Fungsi Tanah Pertanian

Isu dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian tidak

sekedar wacana apakah negara ingin mempertahankan tanah pertanian

atau tidak, akan tetapi lebih kepada menentukan dan

mengimplementasikan program-program yang efekif dalam

mempertahankan tanah pertanian.46 Beberapa negara lain telah lama

memulai kebijakan-kebijakan untuk mempertahankan bidang-bidang tanah

pertanian mereka.

Sejak tahun 1970, negara-negara bagian di Amerika serikat telah

menerapkan beberapa program untuk melindungi bidang-bidang tanah

pertanian mereka. Program-program tersebut antara lain:

46

Anonim, 1980, “Agriculture Land Preservation: Washington’s Approach”, Gonzaga Law Review, Vol.15:765.

Page 60: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

48

1) Zoning Tanah Pertanian

Ditujukan untuk mencegah meluasnya alih fungsi tanah pertanian

menjadi non pertanian. Sebagaimana yang tertulis dalam artikel alih

fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di Gonzaga Law

Review: “agriculture zoning seeks to restrict the landowner’s ability

to use his land for other than agriculture purpose by providing an

incentive to farm the land”47. Lebih lanjut dikatakan bahwa: “zoning,

as a regulatory tool, is not without utility in a comprehensive policy

of preservation on agriculture land With reforms, careful drafting,

and a system of check and balances, zoning can help protect rural

land, particularv in the short term if innovatively used in conjunction

with other available technique”48. Secara garis besar, zoning dinilai

cukup efektif mencegah alih fungsi tanah pertanian menjadi

nonpertanian untuk jangka pendek walaupun di satu sisi zoning

juga harus dikonibinasikan dengan program yang lain.

2) Program Pajak Insentif (tax incentive plan)

Sebagai bentuk implementasi fungsi mengatur (regstlerend), tujuan

diberlakukannya tax incentive plan adalah memberikan keringanan

pembayaran pajak dengan cara perhitungan pajak tertentu atas

tanah pertanian yang dengan program ini petani akan terdorong

atau termotivasi untuk tetap mempertahankan bidang tanah

sebagai bentuk implementasi fungsi mengatur (regulerend), tujuan

47 Ibid. hal. 774. 48 Ibid. hal. 780.

Page 61: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

49

diberlakukannya tax incentive plan adalah memberikan keringanan

pembayaran pajak dengan cara perhitungan pajak tertentu atas

tanah pertanian yang dengan program ini petani akan terdorong

atau termotivasi untuk tetap mempertahankan bidang tanah

pertanian mereka.

Sihaloho (2004)49 membagi konversi tanah kedalam tujuh pola atau

tipologi, antara lain:

a. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor

utama yaitu tanah yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan

ekonomi pelaku konversi.

b. Konversi sistematik berpola ‘enclave’, dikarenakan tanah kurang

produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk

meninngkatkan nilai tambah.

c. Konversi tanah sebagai respon atas pertumbuhan penduduk

(population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut

konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk, tanah terkonversi untuk memenuhi

kebutuhan tempat tinggal.

d. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem

diver land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni

keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.

49

Sihaloho Martua, Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. (Tesis) Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2004

Page 62: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

50

e. Konversi tanpa beban, dipengaruhi dua faktor keinginan untuk

mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin

keluar dari kampung.

f. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan

ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan

tujuan meningkatkan hasil pertanian.

g. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukkan untuk

perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem

waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

Alih fungsi tanah pertanian itu sendiri tidak harus dilakukan dengan

menjualnya kepada pihak lain lebih dulu, tetapi juga dapat dilakukan oleh

pemilik tanah pertanian itu sendiri. Misalnya di Jawa Barat, sawah dengan

sistem irigasi tehnis dikeringkan lebih dulu agar terkesan tidak produktif

untuk pertanian (seperti tegalan), baru kemudian difungsikan untuk tanah

non pertanian50.

Dalam konteks otonomi daerah dimana kewenangan pertanahan

termasuk tentang penatagunaan tanah juga menjadi kewenangan masing-

masing daerah yang seharusnya kebijakan mengenai penatagunaan

tanah akan benar-benar dapat meliputi kepentingan daerah secara tepat

dan menjadi lebih terkontrol, ternyata banyak pula yang kemudian

50

Modus operandi ini disimpulkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, di kawasan Pantai Utara Jawa. Lihat, Entang Sastraatmadja, Disebutkan pula bahwa cara ini adalah untuk menyiasati peraturan yang ada yang melarang pengalihfungsian tanah pertanian produktif menjadi tanah non pertanian.

Page 63: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

51

menambah jumlah konversi tanah pertanian. Apalagi jika pemerintah

daerah lebih berorientasi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan

pada usaha-usaha non pertanian51.

Sehingga komitmen pemerintah dan pemerintah daerah memang

sangat penting dalam hal ini. Bukan hanya membuat peraturan yang

melarang pengalihfungsian tanah pertanian menjadi non pertanian, tetapi

kebijakan antisipatif yang berpihak pada pertanian, dan segala kebijakan

yang terkait dengan pertanian, harus mendapat perhatian utama. Contoh,

subsidi atau minimal perbaikan manajemen dan distribusi pupuk dan

sarana pertanian lainnya, pengendalian harga dan stok beras nasional,

pembangunan infrastruktur pertanian yang tepat, dan kebijakan lainnya.

Akan halnya dengan tanah pertanian abadi yang direncanakan oleh

Pemerintah, haruslah dengan perencanaan dan pengelolaan yang tepat.

Jika dikelola oleh Negara (pemerintah), swasta atau pun diredistribusikan

kepada rakyat, maka pengawasan terhadap pemanfaatan tanah pertanian

tersebut harus benar-benar dilakukan secara jelas dan tegas. Sehingga

tidak dimungkinkan perubahan fungsi menjadi tanah non pertanian.

3. Peraturan Yang Melatarbelakangi Pelaksanaan Alih Fungsi

Tanah Pertanian Menjadi Non pertanian

Pasal 14 ayat (1) UUPA menyebutkan, Pemerintah harus membuat

perencanaan umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan

51

Pertanian Indonesia Diambang Krisis, Op. Cit.

Page 64: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

52

bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya untuk keperluan :

1. Negara;

2. Peribadatan dan keperluan suci lainnya sesuai dasar Ketuhanan

Yang Maha Esa;

3. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain

kesejahteraan;

4. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, perikanan

serta sejalan dengan itu;

5. Keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan

pertambangan.

Wewenang pemerintah untuk membuat suatu rencana umum

mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang

angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk keperluan-

keperluan yang bersifat:52

a. Politis adalah untuk keperluan bangunan-bangunan Pemerintah

termasuk bangunan pertahanan.

b. Ekonomis antara lain untuk keperluan perkembangan produksi

pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industri,

pertambangan, transmigrasi dan lain-lain.

52

Juniarso Ridwan, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2008, hal. 20

Page 65: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

53

c. Sosial meiputi keperluan untuk beribadah, makam, pusat-pusat

pemukiman, keperluan sosial, kesehatan, pendidikan, rekreasi,

hiburan dan lain-lain.

Berdasarkan rencana umum itu, Pemerintah daerah wajib mengatur

juga persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang

angkasa, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.53

Negara Indonesia terdiri dari wilayah nasional sebagai suatu

kesatuan wilayah propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota yang masing-

masing merupakan sub-sistem ruang menurut batasan administrasi.

Kegiatan pembangunan meliputi pembangunan sektor perumahan,

industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain tersebut tentu saja

memerlukan tanah dan ruang sebagai tempat untuk menampung kegiatan

yang dimaksud. Penggunaan tanah oleh setiap aktivitas pembangunan

sedikitnya akan mengubah lingkungan awal menjadi lingkungan baru,

yang jika tidak dilakukan dengan cermat dan bijaksana akan

mengakibatkan kemerosotan kualitas lingkungan, merusak atau bahkan

memusnahkan.54

Mengingat hal tersebut, pembangunan diharuskan memiliki suatu

perencanaan atau konsep tata ruang dimana konsep tersebut sebagai

arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan sehingga

masalah-masalah yang akan timbul akibat pembangunan dapat

diminimalisir. Selain keterbatasan tanah, permasalahan tata ruang juga

53

Muchsin, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang, Sinar Grafika, Jakrta, 2008, hal. 45 54 Ibid, hal. 53

Page 66: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

54

semakin rumit. Pengelolaan tata ruang menjadi bertambah penting

manakala tekanan terhadap penggunaan ruang semakin besar karena

kondisi perekonommian yang berkembang dan pertumbuhan penduduk.

Permasalahan tersebut menjadi permasalahan hukum yang mendasar

karena dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menghendaki untuk

menggunakan dan memanfaatkan bumi, air dan kekayaan alam yang

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.55

Maksud diadakannya perencanaan tata ruang adalah untuk

menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan sehingga dalam

memanfaatkan tanah dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien

dan serasi. Sedangkan tujuan diadakannya suatu perencanaan tata ruang

adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi serta hubungan fungsional

yang serasi dan seimbang sehingga tercapai pembangunan yang optimal

bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan kualitas lingkungan hidup

secara berkelanjutan.56

Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan

suatu sistem yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai suatu penataan

ruang yang serasi diperlukan peraturan perundang-undangan yang serasi

pula antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih

rendah sehingga terjadi suatu koordinasi.57 Kekayaan alam yang ada

memiliki nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya harus diatur dan

55

Ibid, hal. 21 56 Ibid, hal. 28 57 Ibid, hal. 26

Page 67: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

55

dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi sehingga tidak

akan ada perusakan terhadap lingkungan hidup.58

Dikarenakan tanah mempunyai fungsi sosial dan pemanfaatannya

harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, untuk itu perlu terus

dikembangkan rencana tata ruang dan tata guna tanah sehingga

pemanfaatan tanah dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan

dengan tetap memelihara kelestarian alam dan lingkungan serta

mencegah penggunaan tanah yang merugikan kepentingan masyarakat

dan kepentingan pembangunan.59

Beberapa upaya regulasi yang telah dilakukan oleh pemerintah

dalam rangka pengendalian alih fungsi tanah dari pertanian ke non

pertanian antara lain diterbitkannya (berdasarkan tahun terbit):

(1) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi

Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang

Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum;

(2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian

Tanah untuk Keperluan Perusahaan;

(3) Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan

Industri;

58 Ibid, hal. 28 59 Ibid, hal. 53

Page 68: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

56

(4) Peraturan Kepala BPN Nomor 18 Tahun 1989 Kawasan

Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Perusahaan

Kawasan Industri;

(5) Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan

Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri;

(6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman;

(7) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

(8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun

1994 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

(9) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional;

(10) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun

1999 tentang Izin Lokasi dan sebagainya, yang kesemuanya baik

tersurat maupun tersirat dimaksudkan untuk mengendalikan

perubahan peruntukan penggunaan tanah-tanah pertanian untuk

penggunaan lain.60

4. Permasalahan-Permasalahan yang Terkait dengan Perubahan

Penggunaan Tanah Pertanian Menjadi Non Pertanian

Otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32

60 Sutaryono, Dualisme Pengendalian Alih Fungsi Tanah Dan Perkembangan Wilayah,

pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 7 Maret 2007

Page 69: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

57

tahun 2004 menimbulkan dampak negatif dan positif. Salah satu dampak

positifnya yaitu dapat mendorong upaya pemberdayaan masyarakat

dalam pembangunan serta memperkuat kedudukan dan kemampuan

daerah. Manfaat lain adalah daerah diberikan wewenang untuk menyusun

rencana tata ruang daerahnya sendiri, sesuai dengan kemampuan dan

karakteristik masing-masing daerah. Namun masih dijumpai masalah-

masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah

misalnya timbulnya penafsiran yang keliru di tingkat lokal dimana

sebagian daerah mengartikan otonomi sebagai automoney. Hal ini

mengakibatkan kebijaksanaan Pemerintah Daerah ke arah peningkatan

Pendapatan Ash Daerah (PAD) melalui eksploitasi sumber daya daerah

secara tidak bijaksana. Bentuk pemahaman seperti ini menimbulkan

berbagai implikasi, diantaranya berdampak pada pemanfaatan tanah.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) yang menyebabkan alokasi ruang menjadi dilematis demi

meningkatkan PAD melalui pemanfaatan aktivitas ekonomi diluar sektor

pertanian. Alih fungsi lahan yang cenderung diiringi dengan perubahan-

perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lain akan

mempercepat penurunan mutu lingkungan hidup serta menghambat

keberlanjutan pembangunan berbasis pertanian. Implikasi lebih lanjut

adalah beberapa daerah yang sebelumnya merupakan wilayah berbasis

pertanian, namun demi memaksimumkan PAD, cenderung terjadi

perubahan arah kebijakan pembangunan, dengan harapan dapat

Page 70: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

58

memberikan kontribusi besar dalam pemasukan PAD.61

Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

diatur bahwa pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan. Asas ekonomi dan tugas pembantuan maksudnya

bahwa pelaksanaan urusan pemerintah daerah dapat diselenggarakan

secara langsung oleh pemerintah daerah itu sendiri dan dapat pula

penguasaan oleh pemerintah Provinsi ke pemerintah Kabupaten/Kota dan

desa atau penguasaan dari Kabupaten/Kota ke desa.

Dalam Pasal 3 ayat (5) Angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 25

tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

sebagai daerah otonom, disebutkan tentang kewenangan daerah otonom

dalam bidang penataan ruang, yaitu penetapan tata ruang provinsi

berdasarkan kesepakatan antar Provinsi dan Kabupaten/Kota serta

pengawasan atas pelaksanaan tata ruang.

Lebih lanjut, dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 32

tahun 2004 disebutkan beberapa kewenangan daerah otonom yang

antara lain meliputi:

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3) Pengendalian lingkungan hidup; dan

4) Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten.

61 Benny Rahman, “Studi Mengenai Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Pertanian”, http://www.psedepta.go.id

Page 71: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

59

Terkait dengan kewenangan daerah, pemerintah melalui Keputusan

Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan menyebutkan beberapa kewenangan pemerintah dibidang

pertanahan yang dilaksanakan oleh daerah, di antaranya:

1) Pemberian izin lokasi; dan

2) Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan

pembangunan.

Izin lokasi adalah izin yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh

tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku

juga sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut

guna keperluan usaha penanaman modal. Izin lokasi bertujuan untuk

mengarahkan dan mengendalikan perusahaan-perusahaan dalam

memperoleh tanah/lokasi penanaman modal. Disamping itu dalam

pemberian izin lokasi diperhatikan juga kepentingan masyarakat banyak

dan pemanfaatan serta penggunaannya harus sesuai dengan rencana

tata ruang yang berlaku serta kemampuan fisik tanah yang

bersangkutan.62 Akan tetapi, kenyataan yang berkembang banyak izin

lokasi yang dimohonkan atas tanah pertanian/sawah yang beririgasi

teknis, yang mana hal ini melanggar ketentuan Pasal 1 Keppres Nomor 33

tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Pembangunan Kawasan

Industri. Dalam Pasal 1 dan 2 Keppres ini disebutkan bahwa pemberian

izin lokasi bagi perusahaan tidak boleh mengurangi areal tanah pertanian

62

Sarjita, 2004, Pemberian Izin Lokasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diBidang Pertanahan, STPN, hal. 12

Page 72: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

60

dan tidak dapat dilakukan di kawasan pertanian. Pada dasarnya, tanah

yang dapat ditunjuk dengan izin lokasi adalah tanah yang menurut

rencana tata ruang yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang

sesuai dengan rencana penanaman modal.

Meningkatnya intensitas pembangunan diantaranya pertumbuhan

dan perkembangan sarana dan prasarana daerah terutama semenjak

adanya otonomi daerah, ternyata dihadapkan pada persoalan-persoalan,

seperti yang berkaitan dengan pemanfaatan tanah:63

a. Terbatasnya tanah yang tersedia dengan berbagai fungsi

peruntukan,

b. pemanfaatan dan pengelolaan tanah serta pola tata ruang yang

belum sepenuhnya dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh,

c. penggunaan tanah seringkali terjadi penyimpangan dari

peruntukkannya.

d. persaingan mendapatkan lokasi tanah yang telah didukung atau

berdekatan dengan berbagai fasilitas perkotaan akibat

pertumbuhan dan perkembangan kota,

e. masih rendanhnya kesadaran hukum masyarakat terhadap

kepatutan atas kewajiban sebagai warga negara.

Masalah alih fungsi tanah pertanian erat kaitannya dengan isu

ketahanan pangan. Dalam Program Pembangunan Nasional lima tahunan

(Propenas) 2000-2004, dalam hal pembangunan bidang ekonomi disebut

63 Ibid, hal. 34

Page 73: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

61

sebagai berikut: ”mengembangkan sistem ketahanan pangan yang

berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan

budidaya dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam

jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau

dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani/nelayan serta

peningkatan produksi yang diatur dengan Undang-undang”.

Esensi dari pernyataan tersebut adalah mengembangkan dan

menetapkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada potensi

produksi dan keragaman sumber daya wilayah, serta menjamin

ketersediaannya pangan untuk seluruh penduduk dalam jumlah yang

cukup, mutu gizi dan kemampuan pangan yang layak serta harga yang

terjangkau.64

D. KETAHANAN PANGAN

1. Defenisi Ketahanan Pangan

Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain :

1. Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup,

baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan

ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai

pemenuhan kondisi kondisi: (1) Terpenuhinya pangan dengan

64

Achmad Suryana, 2004, Kapita Selekta Ketahanan Pangan, Fakultas Ekonomi UGM, hal. 96

Page 74: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

62

kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan

pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari

tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat

bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya

pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman

untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi

yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung

tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah

air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan

bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang

terjangkau.

2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah

tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu

untuk keperluan hidup sehat.

3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan

persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya

setempat.

4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua

orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan

Page 75: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

63

yang sehat dan aktif.

5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap

orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah

pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif

dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni:

ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak

atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).

6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping

Systems, 2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua

orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki

akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk

pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan

pangan (foodpreferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional tahun 1996

mendefenisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam

sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup

sehat. Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan

suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan

dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang

didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman

sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan

pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap

Page 76: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

64

impor.

2. Sistem Ketahanan Pangan

Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu:

Kecukupan (sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan

waktu (time) (Baliwaty, 2004).65 Dengan adanya aspek tersebut maka

ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan

rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas

pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan

(food accessibility) dan pemanfaatan pangan.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu

sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu

subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan

kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut

masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian

rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman,

terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga

harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar

proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas

harga pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses

masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus pangan tingkat wilayah,

belum menjamin kecukupan pangan bagi individu/masyarakatnya,

65

Baliwaty, Y.F, Pengantar Pangan dn Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya, 2004, hal. 89

Page 77: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

65

Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar

mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat

mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat

kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi

yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia yang

sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (Thaha, dkk,

2000).66

Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan

pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan

pangan (Suryana, 2004).67

3. Rawan pangan

Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk

memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan

berakvitas dengan baik. Rawan pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu: (a)

rawan pangan kronis, yaitu ketidak cukupan pangan secara menetap

akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang

dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui produksi sendiri.

Kondisi ini berakar pada kemiskinan dan (b) rawan pangan transien/

transistori, yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan

rumah tangga secara kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana

alam, kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang

66

Thaha, Abdul Razak, Veni Hadju, Satoso, Hardiansyah, Pangan dan Gizi di Era Desentralisasi: Masalah dan Strategi Pemecahannya. DPP Pergizi Pangan Indonesia bekerjasama dengan Pusat Pangan, Gizi dan Kesehatan UNHAS, 2002. 67

Suryana Achmad, Kapita Selekta Ketahanan Pangan, Fakultas Ekonomi UGM, 2004.

Page 78: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

66

bersifat mendadak, sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga pangan,

produksi, atau pendapatan (Baliwati, 2004).68

Menurut Food An Agriculture Organization Of The United Nations

(FAO) dan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, maka

kondisi rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga

masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak

memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses

secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup kehidupan yang

normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupaun kuantitasnya.

Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan

gangguan kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam

keadaan yang paling fatal dan menyebabkan kematian. Kejadian krisis

pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala-gejala kekurangan

pangan dan gizi serta masalahnya dapat secara dini diidentifikasi dan

kemudian dilakukan tindakan secara tepat dan cepat sesuai dengan

kondisi yang ada.69

68

Baliwaty, Y.F, Op.Cit 69

Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Utara, 2005

Page 79: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

67

F. KERANGKA PIKIR

Kerangka pikir merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai

skema pemikiran atau dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat indikator

yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam kerangka pemikiran ini penulis

menjelaskan apa yang menjadi masalah pokok penelitian. Penjelasan

yang disusun akan menggabungkan antara teori dengan masalah yang

diangkat dalam penelitian ini. Permasalahan dalam penelitian ini adalah

mengenai “Alih Fungsi Tanah Pertanian Kaitannya dengan Ketahanan

Pangan di Kabupaten Gorontalo”.

Pada penelitian ini, rumusan masalah penulis adalah sejauh mana

kebijakan Pemerintah terkait dengan lahan pertanian yang produktif

dengan indikatornya yang terdiri dari, Rencana Tata Ruang Wilayah,

Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Peraturan Daerah Kabupaten

Gorontalo tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selanjutnya

rumusan masalah kedua yang diteliti oleh penulis adalah implementasi

dari Pemerintah dalam mencegah alih fungsi tanah pertanian, yang

indikatornya terdiri dari Sosialisasi, Pendataan dan Izin.

Pada rumusan masalah pertama, yaitu kebijakan Pemerintah terkait

dengan lahan pertanian yang produktif, dapat ditelaah dari Rencana Tata

Ruang Wilayah karena dalam Rencana Tata Ruang Wilayah terdapat

peraturan zonasi yang pada zonasi pola ruang terdapat kawasan

peruntukan pertanian yang menjadi acuan untuk melihat apakah kebijakan

Page 80: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

68

Pemerintah Kabupaten Gorontalo terkait dengan lahan pertanian yang

produktif telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Gorontalo. Indikator yang kedua adalah Undang-undang Nomor 41 tahun

2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yaitu

untuk melihat dan sebagai pedoman apakah kebijakan Pemerintah telah

pro dengan aturan ini, untuk melindungi lahan pertanian yang produktif

yang kedepannya merupakan cikal bakal untuk dijadikan lahan pertanian

pangan berkelanjutan. Indikator ketiga adalah Peraturan Kabupaten

Gorontalo tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sebagai

payung hukum di Daerah, untuk melaksanakan perlindungan pada lahan

pertanian pangan berkelanjutan sesuai amanat dari Undang-undang

Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan.

Rumusan masalah kedua yaitu implementasi dari Pemerintah

Kabupatean Gorontalo dalam mencegah alih fungsi tanah pertanian, yang

indikatornya yaitu terdiri dari sosialisasi, pendataan dan izin. Sosialisasi

ini menjadi indikator dari rumusan masalah kedua, karena salah satu

implementasi dari Pemerintah Kabupaten dalam mencegah alih fungsi

tanah pertanian dapat dilakukan dengan cara sosialisasi kepada para

petani atau para pemilik lahan dan kepada masyarakat luas. Jadi

keberhasilan dari sosialisasi ini dapat diukur dari banyaknya masyarakat

dan para petani yang paham dan sepakat tentang perlindungan lahan

pertanian, khususnya lahan pertanian yang produktif.

Page 81: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

69

Indikator kedua yaitu pendataan tentang lahan-lahan yang

termasuk dalam kategori lahan pertanian yang produktif dan yang masuk

dalam kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pendataan ini

mengacu pada zonasi-zonasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Gorontalo. Indikator ketiga yaitu terkait dengan izin yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo apakah seseorang

atau badan hukum dapat mendirikan suatu bangunan atau izin yang tekait

dengan perubahan penggunaan tanah. Jadi Pemerintah Daerah

Kabupaten Gorontalo harus memperketat izin khususnya izin yang terkait

dengan perubahan penggunaan tanah dari tanah pertanian yang produktif

menjadi tanah nonpertanian. Izin dalam hal ini bisa berupa izin

pengeringan, izin perubahan penggunaan tanah, izin peruntukan

penggunaan lahan dan izin lokasi, serta izin mendirikan bangunan.

Page 82: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

70

ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN

KAITANNYA DENGAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN GORONTALO

Sejauhmana kebijakan

Pemerintah terkait dengan

lahan pertanian yang produktif

- RTRW - UU No. 41 tahun 2009

tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

- PERDA tentang Lahan pertanian pangan berkelanjutan

Implementasi dari

Pemerintah dalam mencegah

alih fungsi tanah pertanian

- Sosialisasi

- Pendataan tanah

pertanian berkelanjutan

- Perizinan

PERLINDUNGAN TANAH-TANAH PERTANIAN YANG SESUAI DENGAN

RTRW DEMI KEBERLANGSUNGAN PANGAN DAERAH

Page 83: TESIS ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN

71

G. DEFINISI OPERASIONAL

a) Alih fungsi tanah pertanian yang dimaksud disini adalah alih fungsi

tanah pertanian menjadi tanah non pertanian, seperti yang awalnya

lahan sawah beralih menjadi perumahan, tempat usaha dan lain

sebagainya.

b) Lahan yang produktif adalah lahan yang subur yang bisa ditanamai

seehingga bisa dijadikan lahan sawah atau ladang.

c) Kebijakan Pemerintah yang dimaksud adalah terkait dengan lahan

pertanian yang produktif, yaitu sampai dimana aturan Pemerintah

Daerah Kabupaten Gorontalo yang khusus menetapkan lahan-

lahan yang produktif yang akan menjadi lahan-lahan pertanian

pangan berkelanjutan.

d) Implementasi dari Pemerintah yang dimaksud adalah implementasi

Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dalam mencegah alih

fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian dengan cara

melakukan sosialisasi terkait dengan lahan yang produktif dan

lahan pertanian pangan berkelanjutan, pendataan tentang lahan

pertanian pangan berkelanjutan yang mengacu kepada zonasi,

serta memperketat mekanisme perizinan.