tesis

Upload: karkunrizal

Post on 06-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TESIS K3 PENERAPAN SOP

TRANSCRIPT

85

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSemenjak revolusi industri di Inggris pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, industri mulai berkembang ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara kemudian keseluruh dunia. Dampak dari revolusi industri adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan industri yang sebelumnya para pekerja lebih banyak bekerja di sektor nonindustri (Akimoto,T. 1991).Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam sektor industri tentu saja membawa dampak terhadap keadaan sosial masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari adanya perkembangan industri berupa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang ditimbulkan adalah penurunan kondisi kesehatan dan keselamatan para pekerja dikarenakan keadaan pekerja di lapangan atau di dunia industri belum dilindungi sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya dunia industri terhadap keselamatan jiwa baik secara langsung maupun dalam jangka waktu yang lama diperlukan suatu sistem penanggulangan bahaya yang disebut dengan kesehatan dan keselamatan kerja, dan salah satu indikator penting pelaksanaannya adalah penerapan alat pelindung kerja (Akimoto, 1991).Standar operasional prosedur alat pelindung kerja bertujuan untuk melindungi para pekerja dari kemungkinan risiko bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Tentu saja alat pelindung kerja harus mempunyai standarisasi danspesifikasi sesuai dengan fungsinya untuk menanggulangi jenis bahaya tertentu. Untuk itu dalam tesis ini akan dibahas macam-macam alat pelindung diri, perancangan, pembuatan, sertifikasi dan penerapannya dalam industri atau dunia kerja. Menurut data dari ILO setiap tahun didunia ini terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2,2 juta serta finansial sebesar 1,25 triliun USD.Di Indonesia dalam periode 2009, terdapat 22.338 kasus dari total 96.314 kasus di tahun 2009, untuk kecelakaan kerja pada usia 26 -30 Tahun. Persisnya sebanyak 65.568 kasus dari 96.314 kasus selama tahun 2009 terjadi di lingkungan kerja / lokasi kerja atau sebesar 68,07% kecelakaan kerja akibat dari kondisi berbahaya dan pengamanan yang tidak sempurna terjadi sebanyak 57.626 kasus kecelakaan atau sebesar 58,15% dari total kasus, selain itu sebanyak 31.776 kasus kecelakaan kerja atau sebesar 32,06% dari total kasus disebabkan akibat tindakan berbahaya tenaga kerja dalam posisi tidak aman, sedangkan pada tahun 2010 tercatat 98.711 kasus, dari angka tersebut 2.191 tenaga kerja meninggal dunia dan menimbulkan cacat permanen sejumlah 6.667 orang (http://bataviase.co.id) sedangkan di daerah Kalimantan Selatan data kecelakaan kerja pada tahun 2010 sebanyak 38 orang dan 37 diantaranya meninggal dunia, pada tahun 2011 kasus kecelakaan kerja 326 dan jumlah yang meninggal 29 orang, dan pada tahun 2012 kasus kecelakaan kerja 277 dan 24 diantaranya meninggal dunia (Antara kalsel .com/berita/9913).Program Occupational safety health and Enviroment (OSHE) adalah bertujuan melindungi karyawan, pimpinan dan masyarakat akibat dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK), menjaga agar alat dan bahan yang digunakan dalam proses kegiatan kerja, karena penyebab kecelakaan kerja yang paling dominan yaitu adalah dikarenakan oleh faktor manusia, kurangnya pengetahuan, kurangnya kesadaran karyawan untuk melaksanakan peraturan K3, salah satu diantaranya kepatuhan dalam penerapan SOP, ataupun kurangnya kesadaran jajaran direksi/unsur pimpinan dalam mengawas pelaksanaan K3, serta masih adanya anggapan oleh sebagian direksi yang berpendapat atau menganggap upaya K3, sebagai sesuatu pemborosan pengeluaran di perusahaan, begitu juga dengan sikap karyawan yang menganggap sepele terhadap standar operasional prosedur (SOP) dalam melaksanakan pekerjaannya salah satu diantaranya adalah kepatuhan penerapan SOP, pada waktu melaksanakan pekerjaannya (Akimoto.T, 1991).Industri karet di Banjarmasin adalah industri yang menampung hasil bumi rakyat berupa karet, yang kemudian dijadikan crumb rubber untuk bahan baku ban pekerja di Perusahan PT. Sampit International Banjarmasin yang pekerjaannnya sangatlah rentan dengan bahaya, contoh pekerja yang bekerja di bagian penerimaan bahan baku karet (BOKAR) sangatlah berisiko untuk terpajan terhadap berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif atau derajat kesehatan mereka, hal tersebut apabila tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan dampak yang negatif terhadap keselamatan kerja yang pada akhirnya akan dapat menimbulkan dampak pada pelayanan kesehatan.Kita seringkali mendengar istilah bahaya dan risiko di tempat kerja. namun, terkadang kita sering mengabaikan hal tersebut lantaran itu hanya sebuah potensi yang belum tentu terjadi dalam diri kita. Secara harfiah, pengertian bahaya dapat diartikan sebuah potensi yang muncul dari aktivitas atau kegiatan manusia yang berinteraksi dengan mesin maupun lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian, baik secara material maupun non material. Sedangkan, risiko merupakan besar kecilnya kemungkinan potensi bahaya tersebut terjadi. Dalam undang-undang No: 36 tahun 2009 peraturan tentang pembangunan kesehatan, pada pasal 164 tentang kesehatan kerja di sebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh yang diakibatkan oleh pekerjaan. Para pekerja di bagian penerimaan bahan baku karet (BOKAR) penerimaan dimaksud istilah manajemen PT. Sampit International pada bagian penerimaan dengan mulai tahapan, menurunkan karet, menimbang, giling sampel karet, penumpukan sampai kepengiriman, senantiasa berhadapan dengan risiko gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja lainnya yang berasal dari bahan baku karet. timbulnya kecelakaan atau keterpajanan seorang pekerja terhadap penyakit akibat kerja adalah sangat dipengaruhi faktor yang sangat berhubungan. Secara umum kecelakaan atau terpajan penyakit akibat kerja disebabkan oleh tindakan yang tidak aman (unsafe act) dan lingkungan kerja yang tidak aman (unsafe condition), menurut ILO (international organization) upaya paling efektif untuk mencegah kecelakaan ataupun pemajanan terhadap penyakit yang tidak terduga yaitu dengan cara : menutup atau menghilangkan sumber bahaya : akan tetapi jika tidak mungkin maka akan dilakukan dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja yang bekerja ditempat yang berisiko (ILO, 2001).Dalam sistem Manajemen K3, bahaya dan risiko dari aktivitas pekerjaan itu menjadi parameter utama, bukan hanya untuk diidentifikasi dan melakukan penilaian terhadap potensi-potensi. Bahkan kita perlu melakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan potensi dan risiko yang muncul di tempat kerja. Tentunya, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan selamat menjadi tujuan akhir dari penerapan sistem untuk menjadi perusahaan yang nihil kecelakaan ( zero accident ).Secara umum, industri melakukan pengklasifikasian bahaya berdasarkan proses dan aktivitas yang ada di lingkungan kerja. Kategori bahaya yang ada di tempat kerja yakni terdiri dari bahaya fisika, bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan lainnya. Pengkategorian ini, untuk mempermudah kita dalam melakukan tindakan pengendalian, yakni dengan melakukan pengendalian merekayasa mesin atau alat, pengaturan secara administratif, bahkan yang paling sering dilakukan yakni dengan melindungi manusianya dengan alat pelindung diri (Sumamur, 2009).Risiko dominan yang terjadi di perusahaan PT. Sampit International adalah bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya mekanik dimaksud adalah kepatuhan sikap pekerja dalam mematuhi standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan, sedangkan bahan bahaya kimianya adalah mengakibatkan kaki gatal-gatal, akibat campuran yang terkandung dalam bahan baku karet itu sendiri yaitu asam semut, atau campuran yang tidak dianjurkan yang dilakukan oleh petani karet untuk mengentalkan karet (Sumbung, 2000).Setiap industri, melakukan semuanya itu dengan sistematis. Merancang program-program dengan panduan sistem manajemen K3. Namun, kita masih sering mendengar kecelakaan kerja dan angka kesakitan dalam dunia kerja terjadi. Ironisnya lagi, masih ada kejadian-kejadian yang muncul bukan dari aktivitas yang memiliki risiko besar. Justru aktivitas-aktivitas berisiko kecil yang sering terjadi.Dari hasil studi pendahuluan, terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan 1 orang lengan pekerja patah dan remuk yang tergiling oleh, conveyor sehingga harus di opname (operasi besar) di rumah sakit di Surabaya. Dan satu orang pekerja yang patah lengannya akibat menghidupkan mesin mangal/mesin penggiling karet, dan satu orang yang terstusuk pisau pada paha kanan karena tergelincir pada saat mau naik ke tumpukan karet, menurut pengamatan penulis hal tersebut terjadi akibat ketidak patuhan pekerja dalam melakukan pekerjaannya dengan prosedur kerja yang ditetapkan di perusahaan, tahapan tahapan dalam prosedur penerimaan karet dari peneriman, penimbangan, pemotongan (mesin serkel) hingga pengiriman bahan olah karet (BOKAR) satu sebutan yang sangat populer dikalangan industri karet untuk wilayah Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur.PT. Sampit International cabang produksi Banjarmasin adalah perusahan yang bergerak dalam bidang pembelian bahan olah karet (BOKAR) dengan jumlah pekerja 100 orang, hasil dari BOKAR tersebut di kirim ke perusahaan Induk yaitu di PT. Sampit pusat yang terletak di Jln. Iskandar Ketapang sampit yang saat ini sudah memperoleh sertifikat ISO 1901, sedangkan untuk PT. Sampit Banjarmasin masih belum menerapkan sistem ISO. crumbrubber Standard Internatioanal Rubber (SIR) 20 dan SIR 10, yang menjadi hasil produksi selanjutnya diekspor ke manca negara untuk dijadikan bahan baku ban mobil.Cara yang terbaik untuk mencegah kecelakaan kerja dengan menghilangkan risikonya atau mengendalikan sumber bahayanya secara teknis dan menyediakan Alat Pelindung diri sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan Kerja Bab IX pasal 13 yang menyatakan barang siapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri yang diwajibkan (Sumamur, 2009).Menurut ILO (2001) upaya yang efektif untuk mencegah kecelakaan kerja yang tidak terduga adalah dengan menutup sumber kerja tersebut, tetapi jika tidak mungkin maka alternatif lain adalah dengan menyediakan APD bagi pekerja yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. umumnya ada lima katagori pengendalian bahaya yaitu eliminasi, substitusi enginering, administratif dan alat pelindung diri. Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahaya kerja, subsitusi dengan cara mengganti bahan atau proses kerja dengan yang lebih aman, enginering dengan cara membuat pelindung pada bagian mesin yang membahayakan pekerja, administratif adalah dengan cara jobrotation dan terakhir yaitu APD.Penggunaaan Alat Pelindung Diri merupakan tahap akhir dari metode pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja, Meskipun demikian, penggunaan Alat Pelindung Diri akan menjadi sangat penting apabila pengendalian secara teknis dan adminisratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi risiko masih tergolong tinggi, besarnya manfaat dari penggunaan APD ini pada saat bekerja tidak menjamin semua pekerja akan memakainya karena ternyata masih banyak juga pekerja yang tidak menggunakannya.APD sudah lazim digunakan oleh pekerja, namun pada kenyataanya belum semua pekerja menggunakan sebagaimana seharusnya, keefektifan penggunaan APD adalah terbentur dari para tenaga kerja sendiri, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan antara lain dapat menyebabkan ketidak nyamanan menurut persepsi sebagian pekerja.Perlu kita sadari, memang suatu hal yang sangat sulit untuk menciptakan nihil angka kecelakaan kerja maupun angka kesakitan kerja. Akan tetapi, bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Intinya, kita bukan hanya sekedar mengenalkan bahaya serta tindakan pengendaliannya kepada pekerja. Namun, kita perlu memastikan pekerja tersebut benar-benar memahami betul hingga menjadikan suatu kebiasaan bahkan menjadi suatu budaya dalam dirinya.Kebiasaan-kebiasaan bersikap dan berperilaku aman, sehat dan selamat memang tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini merupakan suatu karakter yang mesti dibentuk dalam diri pekerja. Bukan hanya untuk ditempat kerja saja, dalam setiap aktivitas kehidupan, baik di rumah, di jalan dan dimanapun terdapat aktivitas atau kegiatan dilakukan.Dalam tiga terahun terakhir ini ada sepuluh perusahan di Kalimantan Selatan yang mendapat predikat Zero accident, yaitu perusahan yang bergiat dibidang Batubara, Kelapa Sawit, Pelabuhan dan Alat-alat Berat, perusahaan tersebut adalah :1. PT. Arutmin 2. Tanjung pemancingan 3. Terminal (NPLCT) 4. NORT pulau laut cool 5. PT. Arutmin Indonesia Snakin 6. PT. Bahari cakrawala 7. PT. Pengolahan Tandan Buah Segar 8. PKS,Pabrik kelapa Sawit 9. PT. United Tractor 10. PT. Pelindo ( kalsel,Antara news/Berita/15197/)Dari kesepuluh Perusahaan yang mendapatkan penghargaan itu tidak terdapat perusahaan karet di Kalimantan Selatan yang berpredikat Zero Accident atau perusahaan yang nihil kecelakaan. Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan resposn sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :a. Determinan internal yakni masa kerja tingkat pendidikan, pengetahuan, sikapb. Determinan eksternal pengawasan tentang kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur ( SOP)Bertitik tolak dari uraian tesebut diatas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai Determinan kepatuhan penerapan standard SOP dalam penerimaan Karet di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah-masalah yakni sebagai berikut pada tahun 2013 masih terjadi kecelakaan kerja sebanyak 3 orang yang pada bagian penerimaan karet, sedangkan PT. Sampit International mempunyai target Zero accident 5 tahun kedepan yang dimulai tahun 2009 berarti zero accident di PT. Sampit International Banjarmasin belum tercapai, sekalipun tahapan prosesnya sangat sederhana masih terjadi kecelakaan yang mengakibatkan tangan kanannya patah, akibat tergiling oleh conveyor, tergelincir dan kesalahan dalam menghidupkan mesin mangal/penggilingan karet, kejadian tersebut erat hubungannya dengan kepatuhan terhadap SOP di perusahaan PT. Sampit International di Banjarmasin tahun 2013.

C.Pertanyaan Penelitian 1.Bagaimana gambaran tentang kepatuhan pekerja terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.2.Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP di PT. Sampit International Tahun 2013.3.Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.4.Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.5.Apakah ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.6.Apakah ada hubungan antara Peraturan Perusahaan dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.7.Apakah ada hubungan pengawasan dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.8.Faktor apa yang dominan berhubungan dengan kepatuhan terhadap SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.

D.Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran diterminan kepatuhan terhadap SOP dalam penerimaan karet di Perusahaan PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.2. Tujuan Khususa. Mengetahui gambaran tentang kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.b. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.c. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.d. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.e. Mengetahui antara sikap dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.f. Mengetahui hubungan peraturan Perusahaan dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.g. Mengetahui hubungan pengawasan dengan kepatuhan pekerja terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.h. Mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap penerapan SOP di PT. Sampit International Banjarmasin Tahun 2013.E. Manfaat penelitian1. Bagi PerusahaanBagi Perusahaan PT. sampit International penelitian ini dapat memberikan masukan tentang masalah yang dialami oleh pekerja di bagian penerimaan bahan olah karet (BOKAR) yang berhubungan dengan kepatuhan penerapan standar operasional prosedur, dan dapat diketahui langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk mengatasi masalah yang ada, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mencapai perusahaan yang Zero accident.2. Bagi keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat berguna di lingkungan akademisi sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya. Hasil daripada penelitian ini juga di harapkan akan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan juga kepada peneliti-peneliti lainnya yang akan akan meneliti masalah ini dimasa-masa yang akan datang.3. Bagi penulisSebagai anugerah dari Allah, sebagai khazanah keilmuan serta memperoleh kesempatan untuk mengetahui alasan mengapa tidak mematuhi penerapan SOP dan tidak menggunakan APD serta dapat mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh dibidang kesehatan dan keselamatan kerja dengan kenyataan dilapangan.

F.Ruang lingkup penelitianPenelitian dilakukan dibagian penerimaan bahan olah karet (BOKAR) PT. Sampit International Banjarmasin yang akan dilaksanaan pada bulan Januari, Pebruari-Maret 2013. Adapun lingkup variabelnya adalah masa kerja, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, peraturan dan pengawasan terhadap kepatuhan terhadap SOP di PT. Sampit Intenational Banjarmasin tahun 2013, penelitian ini menggunakan data primer dengan instrumen kuesioner menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional.

BAB llTINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Operasional Prosedur (SOP)SOP adalah instruksi sederhana untuk menyelesaikan tugas rutin dengan cara yang paling efektif dalam rangka memenuhi persyaratan operasional, SOP dapat pula didefinisikan sebagai serangkaian instruksi tertulis yang didokumentasikan dari aktivitas rutin dan berulang yang dilakukan oleh suatu organisasi. Secara singkat pengertian SOP adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa SOP dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh pegawai yang akan mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan (Purnama, 2009).SOP biasanya berupa panduan berisi uraian secara jelas tentang apa yang diharapkan dan dipersyaratkan kepada pegawai selama melakukan tugas sehari-hari, serta didalamnya berisi penetapan standard yang akan dicapai oleh suatu unit beserta para pegawainya. SOP dapat dikembangkan dalam segala situasi termasuk pula prosedur administratif.Berdasarkan beberapa pengertian SOP tersebut diatas, jelas terlihat bahwa tujuan penyusunan SOP adalah untuk merinci proses pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi dalam rangka memfasilitasi konsistensi kesesuaian terhadap berbagai persyaratan teknis dan sistem kualitas serta untuk mendukung kualitas hasil akhir pekerjaan. Selain itu SOP juga bertujuan untuk memfasilitasi pendeskripsian pekerjaan tertentu serta membantu organisasi untuk menjaga pengawasan kualitas dan proses penjaminan kualitas serta memastikan penerapan berbagai aturan yang berlaku.Dalam lingkup perusahaan, pengembangan dan penggunaan SOP merupakan bagian integral dari sistem di perusahaan yang dilakukan pekerja dengan tepat serta menjamin konsistensi kualitas dan integritas produk yang dihasilkan. SOP merupakan proses standar pengolahan yang secara internal menjadi pedoman/panduan bagi setiap pekerja/pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan proses produksi tahap demi tahap.Dalam menjalankan operasional perusahan, peran pegawai pekerja, mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan, oleh karena itu diperlukan standar-standar operasional prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional, handal sehingga dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan. Standar operasional prosedur diperlukan harus sudah ada sebelum pekerjaan dilakukan, sehingga SOP bisa digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak dan atau uji standar operasional prosedur itu sebelum dijalankan dilakukan revisi jika ada perobahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja ( Arief, 2008). Sehingga dengan demikian standard operasional prosedur berfungsi sebagai sarana penunjang yang sangat penting sebagai alat untuk menggerakkan kegiatan organisasi dalam meningkatkan produktifitas, karena SOP adalah sebagai proses merumuskan, merevisi, menetapkan, dan menerpakan standard dilaksanakan secara tertib dan kerja sama dengan semua pihak, yang berarti SOP juga spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan consensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (Widiardi, 2008).

B. Manfaat SOPBerbagai manfaat yang akan diperoleh dari suatu standard operating procedures antara lain :1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian.2. SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.3. Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasikan tanggung jawab khusus dalam melaksanakan tugas.4. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan. Disamping keempat manfaat tersebut, dari sumber yang sama dijelaskan pula bahwa SOP juga memiliki dua manfaat lain yaitu:a. Bagi individual pekerja yang melaksanakan prosedur tertentu, manfaat yang dapat dirasakan antara lain adalah: memperjelas persyaratan dan target pekerjaan dalam format yang siap diaplikasikan pada pekerjaan; memberikan informasi dengan detail apa yang diharapkan oleh organisasi untuk dilakukan oleh para pegawai dalam situasi yang sering pegawai alami/hadapi; serta meningkatkan keselamatan, kinerja dan moral.b. Bagi para pimpinan/manager organisasi, manfaat yang dapat dirasakan antara lain: menyediakan mekanisme untuk identifikasi perubahan yang diperlukan; menyediakan informasi bagi perumusan strategi, menyediakan mekanisme dokumentasi, menyediakan informasi implementasi peracuran perundang-undangan, menyesuaikan informasi bagi pengembangan training serta evaluasi kinerja operasional. Pada akhirnya akan diperoleh peningkatan efisiensi operasional, akuntabilitas, mengurangi berbagai kelemahan.Dalam pelayanan SOP dirumuskan untuk :a. Menjamin proses berlangsung sebagaimana telah ditentukan dan dijadwalkan. Oleh karena itu, waktu yang telah ditetapkan untuk penyelesaian satu aktivitas dalam rangka proses pelayanan dapat ditepati.b. memudahkan penelusuran terjadinya penyimpangan dan dapat dengan cepat dilakukan perbaikanc. Menjamin tersedianya data untuk penyempurnaan prosesd. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pelayanane. Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam melaksanakan pemberian pelayanan sehari-hari.f. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberian pelayanang. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam memberikan pelayanan menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam berbagai situasih. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat memberikan informasi SOP bagi kinerja pekerja

C. Tahapan Penyusunan SOPSecara garis besar, langkah-langkah yang diperlukan dalam penyusunan SOP dapat dituliskan seperti berikut ini:1. Analisis Kebutuhan (Need Assesment)Dalam langkah awal penyusunan SOP ini akan dijelaskan mengenai analisis kebutuhan akan SOP, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi SOP, serta pengembangan rencana aksi/tindak lanjut.Penilaian kebutuhan SOP bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kebutuhan suatu organisasi dalam mengembangkan SOP-nya. Untuk organisasi yang sama sekali belum memiliki SOP, tentunya penilaian kebutuhan akan sangat bermanfaat dalam menentukan ruang lingkup, jenis, dan jumlah SOP yang dibutuhkan. Ruang lingkup akan berkaitan dengan bidang tugas mana yang prosedur-prosedur operasionalnya akan menjadi target urtuk distandarkan. Jenis akan berkaitan dengan tipe dan format SOP yang sesuai uniuk diterapkan. Sedangkan jumlah akan berkaitan dengar, berapa banyak SOP yang akan dibuat sesuai dengan tingkatan urgensinya.

2. Pengembangan (Developing)Dalam langkah yang kedua ini akan dibahas mengenai proses pengembangan SOP, hal-hal yang diperlukan dalam mendukung pengembangan SOP. Pengembangan SOP pada dasarnya meliputi enam tahapan proses kegiatan secara berurutan yang dapat dirinci sebagai berikut:a. Pembentukan Tim untuk mengembangkan SOP dengan berbagai kelengkapannyab. Pengumpulan Informasi dan Indentifikasi Alternatifc. Analisis dan Pemilihan Alternatifd. Penulisan SOPe. Pengujian dan Riview SOPf. Pengesahan SOPDiantara tahapan penulisan, riview dan pengujian SOP terdapat tahapan yang bersifat pengulangan untuk memperoleh SOP yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian, urutan proses kegiatan ini dapat bervariasi sesuai dengan metode dan kebutuhan organisasi dalam pengembangan SOP-nya.3. Penerapan (Implementing)Dalam bagian ini dijelaskan tentang perencanaan implementasi, langkah-langkah yang diperlukan untuk mensosialisasikan SOP kepada para pengguna, pendistribusian SOP kepada pengguna, analisis kebutuhan pelatihan yang diperlukan, serta pengawasan kinerja.Penerapan SOP meliputi tahapan-tahapan sistematis dimulai dari langkah memperkenalkan SOP sampai pada pengintegrasian SOP dalam pelaksanaan prosedur-prosedur keseharian oleh organisasi. Proses penerapan harus dapat memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut ini dapat tercapai:a. Setiap pelaksana mengetahui SOP yang baru/diubah dan mengetahui alasan perubahannya.b. Salinan/Copy SOP disebarluaskan sesuai kebutuhan dan siap diakses oleh semua pengguna yang potensial.c. Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki untuk menerapkan SOP secara aman dan efektif (termasuk pemahaman akan akibat yang akan terjadi bila gagal dalam melaksanakan SOP)d. Terdapat sebuah mekanisme untuk memonitor/memantau kinerja, mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses penerapan SOP.Keberhasilan pelaksanaan penerapan bergantung pada keberhasilan proses simulasi dan pengujian pada tahapan pengembangan SOP. Namun demikian, keberhasilan pada tahapan tersebut juga akan menjamin keberhasilan pada praktek senyatanya. Dalam praktek senyatanya, pelaksanaan penerapan SOP sangat tergantung kepada berbagai faktor yang meliputi seberapa jauh bentuk pengembangan/perubahan SOP yang terjadi, ukuran dan sumberdaya organisasi, serta keinginan manajemen/pengelola. Jika ternyata banyak prosedur yang telah dikembangkan, maka proses penerapan akan memerlukan waktu sampai benar-benar dikuasai sepenuhnya oleh para pelaksana di perusahan.

4. Monitoring dan Evaluasi (Monitoring and Evaluation)Pada bagian ini dibahas mengenai monitoring terhadap sejauh mana perierapan. SOP memberikan kontribusi terhadap peningkatan kineija organisasi. Sedangkan evaluasi membahas penilaian sejauh mana perlu dilakukan perubahan-perubahan dalam SOP yang hasilnya menjadi masukan bagi penilaian kebutuhan SOP.Pelaksanaan penerapan SOP harus secara terus menerus dipantau sehingga proses penerapannya dapat berjalan dengan baik. Masukan-masukan dalam setiap upaya monitoring akan menjadi bahan yang berharga dalam evaluasi sehingga penyempurnaan-penyempurnaan terhadap SOP dapat dilakukan secara cepat sesuai kebutuhan. Agar monitoring dan evaluasi dapat berjalan dengan baik, maka perlu dibentuk tim monitoring dan evaluasi. Tim yang akan dapat bekerja secara efektif bila dipilih dari anggota tim yang sebelumnya terlibat dalam tim pengembangan SOP. Agar tim monitoring dan evaluasi dapat bekerja dengan baik, tim ini perlu pula dibantu oleh tim yang berasal dari masing-masing unit kerja yang secara langsung dapat memantau jalannya penerapan SOP pada proses penyelenggaraan organisasi khususnya yang berkaitan dengan unit kerjanya sebagai bagian dari proses secara keseluruhan dari organisasi.

D. Prinsip SOP 1. Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan;2. Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;3. Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;4. Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;5. Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;6. Harus ada pengecualian yang seminim-minimnya terhadap peraturan;7. Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;8. Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;9. Pembagian tugas tepat;10. Memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang dilakukanPenggunaan urutan pelaksanaan pekerjaaan yang sebaik-baiknya, Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan memperhatikan tujuan. (tjipto Atmoko, 2009). Prinsip dasar yang yang harus diperhatikan dalam penyusunan SOP :1. Penyusunan SOP harus mengacu pada alur dokumen;2. Prosedur kerja menjadi tanggung jawab semua anggota organisasi;3. Fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur, sehingga perlu dikembangkan diagram alur dari kegiatan organisasi;4. SOP didasarkan atas kebijakan yang berlaku;5. SOP dikordinasikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya6. kesalahan/penyimpangan;7. SOP tidak terlalu rinci;8. SOP dibuat sesederhana mungkin;9. SOP tidak tumpang tindih, bertentangan atau duplikasi dengan prosedur lain10. SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan sesuai kebutuhan (Charles Lenvine, 1990)1. Standar operasional prosedur (SOP) penerimaan Kareta. Pekerja harus memakai sepatu bot ketika melaksanakan pekerjaanya.b. Pekerja harus memakai masker ketika melaksanakan pekerjaanya. c. Periksa semua peralatan yang akan digunakan (Gancu, mesin conveyor, dacing).d. Pastikan dalam kondisi aman pada saat menghidupkan mesin conveyor dan mesin serkel karet.e. Apabila ada gumpalan karet yang menggangu jalannya conveyor, matikan terlebih dahulu mesin conveyor, sebelum mengambil gumpalan yang menggangu.f. Dilarang keras mengambil benda apapun pada saat mesin conveyor berjalan. g. Dilarang memperbaiki sendiri apabila ada kerusakan, selain mekanik yang telah diberi tugas untuk memperbaiki.i. Jangan merokok pada saat bekerja. j. Hindari kontaminasi buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan. 2.Standard operasional prosedur ( SOP ) Penggilingan sampel karet a. Periksa kondisi mesin mangal sebelum dihidupkan.b. Tekan tombol hijau samping kanan mesin untuk menghidupkan, dan tekan tombol warna merah untuk mematikan.c. Masukkan sampel karet ke mesin mangal/mesin giling,ketika memasukkan karet posisi tangan harus jauh dari mesin giling gunakan katu untuk menekan karet supaya masuk ke gilingan.d. Karet digiling 12-16 gilingan sehingga dengan ketebalan 3-5 mm.e. Setelah proses penggilingan, selanjutnya lembaran tersebut diserahkan kebagian laboratorium.

E. Perilaku1. Definisi perilakuPerilaku adalah suatu kegiatan dan akivitas organism (makhuk hidup) yang bersangkutan, oleh karenanya, ditinjau dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai manusia itu semuanya berperilaku, dikarenakan mereka mereka mempunyai aktifitas masing-masing, sehingga apa yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai cakupan yang sangat luas sekali antara lain, berjalan, berbicara,menangis tertawa, bekerja, ibadah, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).Pada bab ini menerangkan tentang teori dan konsep tentang pengetahuan dan sikap dala perilaku pekerja tehadap kepatuhan penerapan SOP, Uraiannya adalah terbagi dalam uraian tentang perilaku individu dan hubungannnya terhadap pengetahuan dan sikap dan uraian yang lain adalah bagaimanan SOP Bagian penerimaan Karet dalam dijalankan di PT. Sampit International Banjarmasin.Menurut teori Lawrence Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :a. Faktor predisposisi (predisposing factors),yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, kenyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.b. Faktor pendukung (enabling factors), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja.c. Faktor pendorong (reinforcing factors), faktor-faktor ini meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, kebijakan, pengawasan dan sebagainya.Menurut Anderson dalam Muzaham (1995) yang dikutip oleh Ari (2009) yaitu ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan :a. Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi)b. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada (karakteristik pendukung)c. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan) 2. Bentuk-Bentuk Perubahan PerilakuBentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku dibawah ini diuraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga (Notoatmodjo, 2003) :d. Perubahan alamiah (natural change)Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisika atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.b. Perubahan terencana (planned change)Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.c. Kesediaan untuk berubah (readiness to change)Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda.3. Strategi Perubahan PerilakuUntuk memperoleh gambaran perilaku yang diinginkan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga (Notoatmodjo, 2003) :a. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau doronganDalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat (pekerja) sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.b. Pemberian informasiDengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara bekerja dengan aman, cara penggunaan alat pelindung diri yang benar dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat (pekerja) tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).c. Diskusi partisipasiCara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-informasi keselamatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat (pekerja) tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi diskusi tentang informasi yang diterimanya.4. Masa kerjaTerhadap lama bekerja seseorang tentunya dapat dikaitkan dengan pengalaman bekerja seseorang sehingga dapat memungkinkan untuk terbentuknya perilaku, semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin mengerti terhadap bahaya-bahaya yang dapat terjadi jika melakukan suatu kesalahan atau semakin lama masa kerja seseorang itu maka dia akan semakin ahli dalam bidangnya, sehingga pekerja akan bekerja lebih hati-hati, lebih aman, serta terampil dengan mematuhi dan lebih memperhatikan peraturan atau prosedur kerja yang ada (Sumamur,2005).Dalam buku Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja dikatakan bahwa pekerja dengan masa 1-3 tahun adalah merupakan pekerja dengan tahun peralihan dari pekerja baru menjadi pekerja lama, artinya mereka yang telah bekerja lama dengan masa kerja tersebut telah merasa berpengalaman dan ingin mengerjakan sesuatunya dengan cepat, tepat waktu, tergesa-gesa dan melupakan keselamatan dirinya, sedangkan pekerja dengan masa kerjanya lebih lama semakin memahami pekerjaan dengan masa kerjanya lebih lama semakin memahami pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja, sehingga kualitas dan kuantitas mereka semakin bertambah (Sumamur, 2009).5. PendidikanPendidikan adalah usaha syarat dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain, yang berarti bahwa pendiddikan itu adalah dapat bersifat formal dan informal, tingkat pendidikan yang diteliti adalah dari SD/SMP/SMA.Menurut MJ. Langevelt dalam Notoatmodjo (2003) mendifinisikan bahwa pendidikan itu adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak dengan tujuan untuk pencapaian kedewasaan (jasmani dan rohani), dari definisi tersebut jelaslah bahwa pendidikan berguna sekali seperti sumamur (2009) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi cara berfikir dalam melaksanakan pekerjaan, menerima latihan kerja serta bagaimana menghindari kecelakaan kerja oleh karenanya, pendidikan dan Alat Pelindung Diri terdapat hubungan yang bermakna dimana bagi pekerja yang berpendidikan rendah, ada kecendrungan untuk tidak memanfaatkan alat pelindung diri secara baik dibandingkan dengan yang berpendidikan yang lebih tinggi.6. PengetahuanPengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003):a. Tahu (know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan pengetahuan yang paling rendah.b. Memahami (comprehension)Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengin terpretasikan materi teresebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.c. Aplikasi (application)Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telahdipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.d. Analisis (analysis)Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, danmasih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat daripenggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.e. Sintesis (synthesis)Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.f. Evaluasi (evaluation)Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkanpada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria criteria yang telah ada. pengetahuan pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri yang baik dan aman mutlak dimiliki penggunanya mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan, untuk itu pekerja harus tahu fungsi dari APD itu sendiri sertapotensi bahaya pada tempat kerjanya. Dengan demikian pengetahuan akan timbulakibat rasa takut akan sesuatu yang mungkin terjadi dan jika pekerja tahu akandampak atau bahaya yang akan timbul jika tidak menggunakan APD, makadiharapkan pekerja akan memberikan perhatian dalam penggunaan APD (Dalam Elfrida, 2006).Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003). Faktor pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku pekerja, pengetahuan yang minim/kurang tentang resiko dari kecelakaan atau terpajannya pekerja terhadap penyakit akibat kerja, amaka mereka akan bersikap acuh dan kurang peduli terhadap keselamatan dirinya, sehingga mereka tidak menggunakan alat pelindung diri pada waktu bekerja.7. SikapSikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005). Sikap memiliki 4 tingkatan, yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (volving), dan bertanggung jawab (responsible), ( Notoatmodjo, 2005).Adapun bentuk-bentuk skala sikap yang perlu diketahui dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut: a.Skala Likertb.Skala Guttmanc.Skala Deffereensiald.Rating Scalee.Skala ThurstonePengukuran sikap dengan skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang mengiyakan pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan pertanyaan yang kurang berbobot lainnya. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya : yakin-tidak yakin, ya-salah, benar-salah, positf-negatif, pernah-belum pernah, setuju-tidak setuju. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (2 alternatif yang berbeda).a.Pengukuran langsung tak berstruktur, cara ini merupaka pengukuran sikap yang sederhana tidak diperlukan persiapan yang cukup mendalam, misalnya mengukur sikap dan wawancara bebas atau free interview, pengamatan langsung atau surveyb. Secara tidak langsung, cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes, umumnya digunakan skala diferensial yang tesetandar. Cara pengukuran sikap yang banyak digunakan adalah dengan skala yang dikembangkan oleh Charles E.Osgood.8.PeraturanSisi lain selain dari Pengawasan, hasil dari kebijakan perusahaan adalah di berlakukannya peraturan, peraturan adalah merupakan suatu aturan yang mengatur para pekerja untuk bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan, oleh karenanya peraturan sangatlah diperlukan untuk terbentuknya perilaku, dengan menerapkan peraturan dengan baik maka akan timbul suatu kedisiplinan dari para pekerja, pemberian sanksi atau reward bagi pekerja, dapat membentuk suatu perilaku didalam bekerja (Sumamur, 2009).9. PengawasanSalah satu dari hasil kebijakan Perusahaan adalah adanya pengawasan, pengawasan adalah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, yang diberi kuasa untuk mengamati, memeriksa, dan memantau kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh pekerja pada saat mereka bekerja atau melaksanakan tugas pekerjaanya, sudah menjadi kebiasaan seseorang, bahwa seseorang akan melakukan sesuatu dengan benar jika ada yang mengawasinya, tapi jika tidak ada yang mengawasinya maka seseoarng akan lebih banyak mengabaikan peraturan-peraturan yang ada (Sumamur, 2005).Beberapa jenis APD yang digunakan untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya terdiri dari pelindung kepala (safety helmet), pelindung tangan (gloves), pelindung mata dan wajah (googles, face shield), pelindung telinga (ear plug, earmuff), pelindung pernapasan (respirator, masker), pakaian pelindung (wear pack) danpelindung kaki (safety shoes).Alat Pelindung Diri yang di gunakan di PT. Sampit International Banjarmasina. Pelindung Tangan (Gloves)Pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan jari-jar dari, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, dan radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan infeksi. Menurut bentuknya alat pelindung tangan dan jari dapat dibedakan:1) Sarung tangan (gloves).2) Mitten : sarungan tangan dengan ibu jari terpisah sedang jari lain menjadisatu.3) Hand pad : melindungi telapak tangan.4) Sleeve : untuk pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan.Bahan untuk sarung tangan bermacam-macam bahannya, sesuaidengan fungsinya :1) Bahan asbes, katun, wool untuk panas dan api.2) Bahan kulit untuk panas, listrik, luka dan lecet.3) Bahan karet alam atau sintetik untuk kelembaban air dan bahan kimia.4) Bahan PVC (Poli Vinil Chloride) untuk zat kimia, asam kuat dan oksidator.Pelindung pernapasan masker dan respirator digunakan untuk melindungi saluran pernapasan dari pernapasan secara inhalasi terhadap sumber-sumber bahaya di udara pada tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap danuap logam), pencemaran oleh gas atau uap .Penggunaannya selain menutup mulut dan hidung. Ada juga yang mencakupwajah dan kepala. Penggunaan masker dan respirator hendaklah memperhatikan apa yang sebaiknya digunakan, dengan memperhatikan jenis bahaya yang dihadapi dan berapa banyak kontak dengan bahan berbahaya tersebut. Berdasarkan jenisnya masker dibagi menjadi 2 yaitu masker debu dan maskercarbon (Budiono Sugeng, 2005) :b. Masker debuMelindungi dari debu phylon, buffing, grinding, serutan kayu dan debu lain yang tidak terlalu beracun. Masker debu tidak dapat melindungi dari uap kimia, asap cerobong dan asap dari pengelasan.c. Masker KarbonMelindungi dari bahan kimia yang daya toxicnya rendah absorben aktif. d. Respirator yang bersifat memurnikan udaraRespirator yang bersifat memurnikan udara dibagi menjadi 3 jenis, yaitu respirator yang mengandung bahan kimia, respirator dengan filter mekanik, respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia.e. Respirator yang dihubungkan dengan supply udaraSupply udaranya berasal dari saluran udara bersih atau kompresor, alat pernapasan yang mengandung udara (self contained breathing apparatus).f. Respirator dengan supply oksigenBiasanya berupa self contained breathing apparatusg. Pelindung Kaki (Safety Shoes)Safety shoes digunakan untuk melindungi kaki dari tertimpa benda berat, terbakar karena logam cair atau bahan korosif, dermatitis karena zat-zat kimia, tertusuk benda runcing, kemungkinan tersandung atau tergelincir. Safety shoes dapatterbuat dari bahan kulit, karet sintetik atau plastik. Manfaat dari safety shoes sebagai berikut :1) Untuk melindungi jari-jari kaki terhadap benturan dan tertimpa benda-benda keras, safety shoes dilengkapi dengan penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon.2) Untuk mencegah tergelincir dipakai sol anti slip luar dari karet alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaan kasar).3) Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi dengan logam.4) Terhadap bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak boleh menggunakan paku.5) Untuk pekerja yang bekerja dengan mesin-mesin berputar tidak diperkenankan menggunakan sepatu yang menggunakan tali.

F. Kerangka teoriBerdasarkan tinjauan pustaka dari teori L Green dalam Notoatmodjo (2012), bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang atau masyarakat yang bersangkutan, disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2003) dengan demikian kerangka teorinya dapat digambar sebagai berikut:

Lawrance Green (1980)Faktor Predisposisi1. Sikap2. Pengetahuan3. Kepercayaan 4. Keyakinan5. Nilai-nilaiGambar 2.1 Kerangka Teori

Anderson (1995)1.Demografi2.Struktur sosial3.Kepercayaan Kesehatan

Faktor Pemungkin6. Fasilitas dan saran kesehatanPERILAKU

WHO (2002)1. Pengetahuan2. Kepercayaan3.Sikap4.Orang penting5.Sumber daya6.Perilaku normal

Faktor PendorongSikap dan perilaku petugas kesehatan

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka KonsepMenurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : pengetahuan, jenis kelamin dan sebagainya .2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, pengawasan, kebijakan, pelatihan dan sebagainnya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Predisposisi1. Masa Kerja2. Tingkat Pendidikan 3. Pengetahuan4. Sikap PendidikanPengetahuanSikapVariabel Independen

Kepatuhan kepadaSOP 22ll

Faktor Pemungkin5. SOP sudah ada dan mudah dibaca dan cukup6. APD sudah tersedia

Faktor Pendorong7. Pengawasan tentang penggunaan APD8. Peraturan tentang penerapan SOP

a. Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi masa kerja, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, pengawasan, peraturan.b. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini meliputi kepatuhan penerapan standar operasional prosedur (SOP).

Tabel 3.1 Definisi OperasionalB. Definisi OperasionalNama VariabelDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurKategoriSkala Pengkuran

Kepatuhan terhadap SOP penerimaan barangSemua peraturan dari penerimaan dan pengirimanCheck listKuesioner terdiri dari 14 item, no. 3,4 dan 5 wajib dilakukan untuk dikatakan patuh tambah minimal 8 pernyataan1.Patuh (bila skor 75-100%) apabila 11 pertanyaan benar dan 3 dilaksanakan no 3,4 dan 5 2. Kurang Patuh (bila skor 0,05 maka perlu dikeluarkan dari model. Variabel yang dikeluarkan adalah variabel masa kerja dan peraturan, yang terbesar P. Value-nya adalah masa kerja sehingga pemodelan selanjutnya variabel masa kerja dikeluarkan dari model apabila perubahan OR 10% maka variabel tersebut dimasukkan kembali dalam model. Dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 5.16Perubahan OR ketika variabel masa kerja dikeluarkanNoVariabelOR masa kerja adaOR masa kerja tak adaPerubahan OR (%)

1.Masa Kerja0,488--

2.Tingkat Pendidikan0,1690,19213,6

3.Pengetahuan8,9007,55617,7

4.Pengawasan4,7544,5344,8

5.Peraturan3,0272,9004,3

Ternyata setelah variabel masa kerja dikeluarkan, OR variabel tingkat pendidikan dan pengetahuan berubah >10%, dengan demikian variabel masa kerja dimasukkan kembali dalam model. Kemudian variabel yang besar P. Value berikutnya adalah variabel peraturan, dengan demikian dikeluarkan dari model dan hasilnya sebagai berikut :Tabel 5.17Perubahan OR ketika variabel tingkat pendidikan dikeluarkanNoVariabelOR tingkat pendidikan adaOR tingkat pendidikan tak adaPerubahan OR (%)

1.Masa Kerja0,4880,57618

2.Tingkat Pendidikan0,1690,21326

3.Pengetahuan8,9007,86813,1

4.Pengawasan4,7547,14650,3

5.Peraturan3,027--

Ternyata setelah variabel peraturan dikeluarkan, OR variabel masa kerja, tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengawasan berubah > 10%, dengan demikian variabel peraturan dimasukkan kembali dalam model.Sehingga hasil akhir pemodelan multivariat sebagai berikut :Tabel 5.20Analisis Multivariat Regresi Logistik Berganda Antara Variabel Independen dengan Kepatuhan Penerapan SOPNoVariabelBP. ValueOR95 % CI

1.Masa Kerja-0,7170,4750,4880,068-3,488

2.Tingkat Pendidikan-1,7760,0070,1690,047-0,614

3.Pengetahuan2,1860,0088,9001,788-44,310

4.Pengawasan1,5590,0414,7541,063-21,265

5.Peraturan1,1080,1503,0270,671-13,662

Dari pemodelan yang terakhir ini diketahui bahwa variabel yang dominan dapat dilihat dari OR untuk variabel yang bermakna, semakin besar nilai OR berarti semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis. Untuk pengetahuan OR (8,9) lebih besar diantara variabel independen lainnya, sehingga variabel yang paling dominan dari uji regresi logistik berganda adalah pengetahuan.Hasil analisis pada variabel pengetahuan didapatkan OR = 8,9, artinya responden yang pengetahuan kurang memiliki peluang tidak mematuhi penerapan SOP sebesar 8,9 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang pengetahuannya baik.

BAB VIPEMBAHASANA. Keterbatasan Penelitian Tentunya ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yang mencakup segi rancangan penelitian baik pengumpulan data maupun dari analisis datanya seperti yang telah dinyatakan bahwa rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik dimana inteprestasi hasil dari penelitian ini hanya melihat suatu hubungan antara variabel independen dengan dependen.Terhadap pengumpulan data primer pada penelitian ini dengan cara menggunakan lembar pertanyaan, sehingga kekurangan tidak bisa dielakkan artinya ada kekurangan yang sangat mungkin terjadi yang dapat mempengaruhi kualitas data primer, karena kualitas data tergantung dari motivasi responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam angket tersebut (Notoatmodjo, 2012).

B. Pembahasan Hasil Penelitian1. Kepatuhan penerapan SOP (Variabel Dependen)Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku, perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Heri Purwanto, 1990).Patuh adalah suka menurut, taat pada perintah, aturan. Jadi kepatuhan berarti sifat patuh, ketaatan (Tim penyusun kamus pusat bahasa, 2002).Dari hasil penelitian yang dilakukan di bagian penerimaan bahan olah karet (Bokar), diperoleh bahwa responden yang mematuhi penerapan SOP ada 80 orang (80%) sedangkan yang kurang patuh terhadap penerapan SOP ada 20 orang (20%). Penelitian ini sejalan apa yang dilakukan oleh Baihaqi Ibrahim (2009) yang menyatakan terdapat 39 responden (67,2%) selalu patuh terhadap penerapan SOP dan 19 responden (32,8%) kadang-kadang kurang patuh terhadap penerapan SOP. Jadi bahaya-bahaya yang timbul di lingkungan kerja sekaligus ancaman bagi keselamatan dan kesehatan kerja, yang harus dikendalikan dan dijaga terus sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman dan kondusif. Salah satu pengendaliannya adalah pengendalian bahaya-bahaya akibat kerja tentunya dengan penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri (Supriyanto, 2007).Adanya beberapa pekerja yang kurang mematuhi penerapan SOP dimungkinkan salah satunya adalah belum mengertinya atau ketidak fahaman pekerja dalam penerapan SOP atau hanya dalam keterpaksaan untuk mematuhinya artinya tidak ada kesadaran langsung dari dirinya .2. Hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penerapan SOP (Variabel Independen)Lama bekerja seseorang tentunya dapat dikaitkan dengan pengalaman bekerja seseorang sehingga dapat memungkinkan untuk terbentuknya perilaku, semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin mengerti terhadap bahaya-bahaya yang dapat terjadi jika melakukan suatu kesalahan atau semakin lama masa kerja seseorang itu maka dia akan semakin ahli dalam bidangnya, sehingga pekerja akan bekerja lebih hati-hati, lebih aman, serta terampil dengan mematuhi dan lebih memperhatikan peraturan atau prosedur kerja yang ada (Sumamur, 2005).Dari hasil penelitian yang dilakukan di peroleh bahwa responden yang masa kerjanya sudah lama dan patuh dalam penerapan SOP sebanyak 73 responden (81,1%), sedangkan responden yang masa kerjanya masih baru dan patuh dalam penerapan SOP sebanyak 7 responden (70%), jadi berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penerapan SOP, diperoleh nilai P value = 0,414 dengan demikian P value lebih besar dari nilai Alpha, berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang secara statistik bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan penerapan SOP. Masa kerja atau lamanya bekerja seseorang tentunya dapat dikaitkan dengan pengalaman yang diperoleh di tempat kerja, adalah semakin lama masa kerja sesorang maka pengalaman yang diperoleh sewaktu bekerja akan lebih banyak, dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja. Pengalaman dalam penerapan SOP serta pentingnya penerapan SOP, tentunya akan lebih berpengalaman. ILO (2001) menyatakan bahwa dari hasil studi di Amerika menemukan kecelakaan kerja yang terjadi selain disebabkan oleh faktor manusia juga dikarenakan oleh minimnya pengalaman .Dengan melihat perbandingan pekerja yang memiliki lama masa kerja lama lebih banyak mematuhi penerapan SOP disebabkan karena pada masa kerja tersebut lebih banyak oleh pekerja dengan umur tua, dengan pengalamannya pekerja dengan usia tua akan semakin berhati-hati, dan mempunyai kesadaran penuh pentingnya mematuhi penerapan SOP untuk keselamatan diri mereka pada saat melakukan pekerjaan.Hasil penelitian ini adalah sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh Hidayat (2007) yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan terhadap SOP K3 laboratorium puskesmas.3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penerapan SOP (Variabel Independen)Pendidikan adalah usaha syarat dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain, yang berarti bahwa pendiddikan itu adalah dapat bersifat formal dan informal, tingkat pendidikan yang diteliti adalah dari SD/SMP/SMA.Menurut MJ. Langevelt dalam Notoatmodjo (2003) mendifinisikan bahwa pendidikan itu adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak dengan tujuan untuk pencapaian kedewasaan (jasmani dan rohani), dari definisi tersebut jelaslah bahwa pendidikan berguna sekali seperti sumamur (2009) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi cara berfikir dalam melaksanakan pekerjaanDari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh bahwa responden yang yang berpendidikan tinggi dengan patuh terhadap penerapan SOP ada 20 orang (62,5%), sedangkan responden yang berpendidikan rendah dengan patuh terhadap penerapan SOP ada 60 orang (88,2%), jadi berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penerapan SOP, diperoleh nilai P value = 0,006 dengan demikian P value lebih kecil dari nilai Alpha, berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penerapan SOP.Hasil analisis didapatkan nilai OR = 0,2 artinya responden yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi memiliki peluang 5 kali lebih mematuhi mematuhi penerapan SOP di bandingkan dengan responden yang mempunyai pendidikan rendah.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifien (2006) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan terhadap SOP menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi kecenderungan lebih patuh 3,988 kali dibandingkan responden yang berpendidikan rendah.Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Rohani Panggabean (2008) yang menunjukkan nilai P Value (0,014) < nilai alpha, yang artinya ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penerapan SOP, bahwa sebanyak 7 orang (41,2%) responden dengan pendidikan pdan patuh dalam menerapkan SOP sedangkan 1 orang (12,5%) tidak patuh dengan pendidikan 7 orang tidak patuh dalam menerapkan SOP.Kondisi diatas dapat dijelaskan bahwa responden yang berpendidikan tinggi yang cenderung mematuhi penerapan SOP dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah, dikarenakan oleh adanya tingkat perbedaan dalam pemahaman akan pentingnya penerapan SOP, akan tetapi ada kecenderungan bagi mereka yang pendidikan tinggi tidak mematuhi penerapan SOP bahkan mengabaikan, menyepelekan, meremehkan standart operasional prosedur (SOP).4. Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penerapan SOP (Variabel Independen)Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Kegiatan, aktivitas dan kepatuhan seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Sebelum seseorang berperilaku baru atau kegiatan dan aktivitas ia harus tahu terlebih dahulu atau seseorang harus memiliki pengetahuan terlebih dahulu. Penerimaan perilaku baru ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).Responden yang berpengetahuan baik dan patuh ada 74 orang (84,1%), sedangkan responden yang berpengetahuan kurang dan patuh ada 6 orang (50%), jadi berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penerapan SOP diperoleh nilai P value = 0,013 dengan demikian P value lebih kecil dari nilai Alpha, hal ini menunjukkkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan kepatuhan penerapan SOP. Hasil analisis didapatkan nilai OR = 5,3 artinya responden yang mempunyai pengetahuan baik kemungkinan 5,3 kali lebih besar mematuhi penerapan SOP di bandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan kurang baik.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifien (2006) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan tehadap SOP dengan P Value = 0,008 dan 95% CI = 1,685-114,817 menunjukkan bahwa yang berpengetahuan tinggi berpeluang lebih patuh sebesar 13,988 kali dibandingkan yang berpengetahuan rendah. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan Rohani Panggabean (2008) bahwa pengetahuan baik sebanyak 11 orang (64,7%) responden dan patuh dalam penerapan SOP, pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (75%) da tidak patuh terhadap penerapan SOP dan pengetahuan kurang 2 orang (25%) responden dan tidak patuh dalam menerapkan SOP, dengan nilai P value (0,004) < nilai alpha yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan kepatuhan penerapan SOP. Sesuai dengan teori Notoadmodjo (2005) bahwa tindakan dalam hal ini kepatuhan penerapan SOP dipengaruhi berbagai faktor, termasuk didalamya pengetahuan responden.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara, atau angket yang menanyakan langsung tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden ( Notoatmodjo, 2007 ).5. Hubungan antara sikap dengan kepatuhan penerapan SOP (Variabel Independen) Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005). Sikap memiliki 4 tingkatan, yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (volving), dan bertanggung jawab (responsible) ( Notoatmodjo,2005).Sikap baik terhadap suatu nilai tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata, sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi tertentu, pengalaman orang lain dan pengalaman dirinya, serta nilai-nilai yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2003).Mengetahui sikap seseorang tidaklah berarti kita dapat memprediksikan perilakunya dengan akurasi yang tinggi. Namun demikian, sikap tetap mendasari bentuk-bentuk perilaku yang secara konsisten diperlihatkan seseorang terhadap objek-objek sosial dalam jangka waktu tertentu (Azwar, 2005).Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh terhadap seseorang, ide atau objek yang berisi komponen cognitive, affective, dan behaviour (Achmadi, 1985)Responden yang bersikap positif dan patuh dalam kepatuhan penerapan SOP ada 75 orang (80,6%) sedangkan responden yang bersikap negatif dan patuh dalam kepatuhan penerapan SOP ada 5 orang (71,4%), oleh karenanya berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara sikap dengan kepatuhan penerapan SOP di peroleh nilai P value = 0,625 dengan demikian P value lebih besar dari nilai Alpha, hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan penerapan SOP.Hasil penelitian ini sejalan dengan Arifien (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan terhadap SOP begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginanjar (2006) dalam penelitiannya tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan penerapan SOP, karena sikap pekerja itu berubah-ubah sesuai kondisi lingkungan yang ada seperti adanya salah satu sikap pekerja yang kurang baik terhadap kepatuhan penerapan SOP dalam waktu dekat akan membuat teman-teman pekerjanya yang lain ikut terpengaruh bersikap kurang baik atau negatif.Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Idiyanti (2008) bahwa sikap baik dan baik dalam menerapkan SOP sebanyak 14 orang (87,5%), sebanyak 2 orang (12,5%) sikap baik dan baik dalam hal penerapan SOP sedangkan sikap baik dan patuh terhadap penerapan SOP sebanyak 41 orang (93,2%) dengan nilai P value (0,403) > nilai alpha, artinya bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap dengan kepatuhan penerapan SOP. Hasil pengujian yang tidak bermakna dalam penelitian kemungkinan walaupun responden mempunyai sikap positif tetapi tidak menerapkan perilaku bekerja aman dan ternyata tidak terjadi hal yang berakibat buruk terjadi padanya, maka responden tidak terpacu terpacu untuk bekerja aman sehingga sikap positif yang ada dalam pikirannya tidak sampai diterapkan dalam bentuk tindakan nyata.Setiap sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manisfestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaiaan reaksi terhadap stimulus tertentu, yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi emosional terhadap stimulus sosial. sikap masih merupakan reaksi yang tetutup (Notoatmodjo, 2007).6. Hubungan pengawasan tentang APD dengan kepatuhan penerapan SOP (Variabel Independen)Salah satu dari hasil kebijakan Perusahaan adalah adanya pengawasan, pengawasan adalah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, yang diberi kuasa untuk mengamati, memeriksa, dan memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pekerja pada saat mereka bekerja atau melaksanakan tugas pekerjaanya, sudah menjadi kebiasaan seseorang, bahwa seseorang akan melakukan sesuatu dengan benar jika ada yang mengawasinya, tapi jika tidak ada yang mengawasinya maka seseorang akan lebih banyak mengabaikan peraturan-peraturan yang ada (Sumamur, 2005).Olishifski (1998) menyatakan bahwa pengawasan merupakan kegiatan rutin dalam bentuk observasi harian terhadap penggunaan alat pelindund diri yang dilakukan oleh pengawas yang ditunjuk dan umumnya dirancang sendiri untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja bawahannya. Tenaga kerja harus diawasi pada waktu mereka bekerja untuk memastikan bahwa mereka terus menerus menggunakan secara benar (Dalam Kusuma, 2004).Menurut Kelman (1958) perubahan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan (compliance), identifikasi, kemudian baru menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi tanpa kerelaan melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman ataupun sanksi, jika seseorang tersebut tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dapat mematuhi anjuran tersebut maka biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan dilakukan selama masih ada pengawas. Namun pada saat pengawasan mengendur perilaku itu pun ditinggalkannya lagi (Dalam Elfrida, 2009).Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan di dapatkan bahwa responden yang menyatakan adanya mengawasi yang baik dan patuh dalam penerapan SOP ada 75 orang (85,2%) sedangkan responden yang menyatakan pengawasan kurang dan patuh dalam penerapan SOP ada 5 orang (41,7%).Berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara pengawasan tentang APD dengan kepatuhan penerapan SOP diperoleh nilai P value = 0,002 maka dengan demikian P value lebih kecil dari nilai Alpha, maka dalam hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara pengawasan tentang APD dengan kepatuhan penerapan SOP.Hasil analisis didapatkan nilai OR = 8,1 artinya responden yang mempunyai pengawasan yang baik kemungkinan 8,1 kali lebih besar mematuhi penerapan SOP di bandingkan dengan responden yang mempunyai pengawasan kurang baik.Hasil penelitian ini sejalan dengan Arifien (2006) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara adanya pengawasan dengan kepatuhan terhadap SOP dengan P Value =0,001 dan 95% CI = 2,547-173,177. Bahwa responden yang mendapatkan pengawasan yang baik berpeluang lebih patuh sebesar 21 kali dibandingkan dengan responden yang kurang mendapatkan pengawasan.Dalam hal ini tentunya ada 2 pandangan terhadap tujuan dilakukannya pengawasan antara lain pengawasan itu dibutuhkan untuk upaya meningkatkan disiplin kerja karyawan serta untuk pencapaian target unit kerja, jadi yang perlu dipantau adalah apakah hasil kerja bawahan sesuai dengan target yang telah ditentukan (Ikhwan, 2008).7. Hubungan antara peraturan SOP dengan kepatuhan penerapan SOPSisi lain selain dari Pengawasan, hasil dari kebijakan perusahaan adalah di berlakukannya peraturan, peraturan adalah merupakan suatu aturan yang mengatur para pekerja untuk bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan, oleh karenanya peraturan sangatlah diperlukan untuk terbentuknya perilaku, dengan menerapkan peraturan dengan baik maka akan timbul suatu kedisiplinan dari para pekerja, pemberian sanksi atau reward bagi pekerja, dapat membentuk suatu perilaku didalam bekerja (Sumamur, 2009).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa responden yang melaksanakan peraturan dan patuh dalam penerapan SOP ada 70 orang (83,3%) sedangkan responden yang tidak melaksanakan peraturan dan patuh ada 10 orang (62,5%), jadi berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara peraturan SOP dengan kepatuhan penerapan SOP diperoleh nilai P value = 0,084 dengan demikian P value lebih besar dari nilai Alpha, hal ini berarti menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara peraturan SOP dengan kepatuhan penerapan SOP, Penelitian ini sejalan yang dilakukan.Usaha pembinaan SOP diantaranya mengenalkan tentang Undang Undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenaga kerjaan pasal 108 menyatakan bahwa Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: keselamatan kerja dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilai- nilai agama maka upaya perlindungan untuk seluruh karyawan yang bekerja ditempat kerja agar diperhatikan dan dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan melaksanakan penerapan SOP.

BAB VIIKESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 1. Hasil penelitian yang dilakukan di bagian penerimaan bahan olah karet (BOKAR) PT. Sampit International Banjarmasin bahwa responden yang mematuhi penerapan SOP ada 80 orang (80%) sedangkan responden yang kurang patuh ada 20 orang (20%) artinya 1 diantara 5 responden kurang patuh terhadap penerapan SOP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PT. Sampit International Banjarmasin pada bagian penerimaan karet belum mencapai predikat zero accident artinya belum optimal dalam melaksanakan penerapan SOP, untuk pernyataan nomor 3 yaitu memeriksa peralatan sebelum bekerja (gancu. Mesin, conveyor, dacing) karena masih terdapat sebanyak 8 responden yang kurang mematuhi.2.Masa kerja Masa kerja tidak berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP ( P= 0,414) Proporsi masa kerja lama (3 tahun) = 90%, sedangkan peluang masa kerja lama untuk patuh =81,1%Dengan demikian kontribusi masa kerja 3 tahun =90x81%=72% (sangat besar)3. PendidikanPendidikan berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP (P=0,006) dan OR (1/5), sehingga tingkat pendidikan rendah 5x lebih patuh dibandingkan pendidikan rendah.Proporsi pendidikan rendah 68%, sedangkan peluang untuk patuh = 88,2%, sehingga kontribusi pendidikan rendah untuk patuh = 68x88,2%= 59,9% (cukup besar)4. PengetahuanPengetahuan berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP (P=0,013) dan OR=5,3, sehingga pengetahuan baik 5,3 kali lebih patuh dibandingkan pengetahuan kurang baikProporsi pengetahuan baik 88%, sedangkan peluang untuk patuh = 84,1% akan tetapi pendidikan rendahSehingga kontribusi pengetahuan baik untuk patuh = 88x84,1%= 74% (sangat besar)5. SikapSikap tidak berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP (P=0,625) Proporsi sikap positif = 93%, sedangkan peluang sikap positif untuk patuh= 80,6%Dengan demikian kontribusi sikap positif =93x80,6%=74,9% (sangat besar)6. Pengawasan berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP (P=0,002) dan OR=8, sehingga pengawasan baik 8 kali lebih patuh dibandingkan pengawasan yang kurangProporsi pengawasan baik 88%, sedangkan peluang untuk patuh = 85,2%Sehingga kontribusi pengawasan baik untuk patuh = 88x85,2%= 74% (sangat besar)7. Peraturan tidak berhubungan dengan kepatuhan penerapan SOP ( P= 0,084)Proporsi peraturan yang dilaksanakan = 84%, sedangkan peluang peraturan yang dilaksanakan untuk patuh =83,3% Dengan demikian kontribusi peraturan yang dilaksanakan =84x83,3%=69,9% (cukup besar)8. Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan bermakna dengan kepatuhan penerapan SOP adalah variabel tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengawasan. Hasil analisis didapatkan odd ratio (OR) dari variabel pengetahuan adalah 8,9, maka faktor dominan ialah variabel pengetahuan artinya responden yang mempunyai pengetahuan baik memiliki peluang 8,9 kali lebih besar mematuhi penerapan SOP di bandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan kurang baik. 9. Sekalipun pendidikan rendah akan tetapi tingkat kepatuhan tinggi.10. Hasil penelitian ini akan disampaikan kepada ke pihak manajemen dengan cara mempresentasikan hasil penelitian bersama-sama dengan bagian pengembangan sumber daya manusia di perusahaan PT. Sampit International Banjarmasin

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti ingin memberikan saran antara lain : 1. Bagi perusahaan/manajemen a. Agar melaksanakan prosedur kerja (bagian penerimaan karet), karena pada poin 3 disebutkan bahwa agar pekerja memeriksa peralatan sebelum bekerja (gancu, mesin, coveyor, dacing) pada penelitian terdapat 8 orang tidak mematuhi.b. Pada poin 2 disebutkan bahwa pekerja memakai masker waktu pekerja. Dalam penelitian terdapat 55 orang yang tidak memakai masker.c. Pada poin 14 disebutkan bahwa pekerja memakai sarung tangan pada waktu bekerja, pada penelitian terdapat 41 orang tidak memakai sarung tangan.d. Perlunya revisi terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), dikarenakan SOP yang ada diterapkan tertanggal 11 Februari 2004 sampai sekarang belum ada revisi atau perubahan, dengan demikian manajemen seharusnya mengevaluasi SOP yang ada.e. Pada PT. Sampit International Banjarmasin sudah ada peraturan menyangkut penerapan SOP, tetapi peraturan tersebut belum dijalankan dengan benar. Agar penerapan SOP pada pekerja lebih meningkat, sebaiknya peraturan yang ada dipertegas lagi dengan diberlakukannya sanksi dan penghargaan terhadap pekerja.2. Bagi PekerjaPerlunya peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya mematuhi penerapan SOP, pada penelitian terdapat 40 orang yang tidak tahu akan pentingnya memakai sepatu bot, sebanyak 37 orang yang tidak memahami apa yang dimaksud tindakan aman dalam bekerja dan sebanyak 37 orang tidak memahami jenis alat pelindung diri yang sesuai dalam penerimaan karet3. Bagi Peneliti LainKarena keterbatasan waktu peneliti, maka dalam penelitian selanjutnya disarankan agar penelitian juga dilakukan di perusahaan induk di Sampit Kalimantan Tengah dan penelitian buhan hanya dilakukan pada bagian penerimaan karet (BOKAR), akan tetapi hendaknya dilakukan penelitian dari proses penerimaan sampai produk setengah jadi Standard International Rubber (SIR) 10 dan Standard International Rubber (SIR) 20 yang siap untuk diekspor ke luar negeri

DAFTAR PUSTAKAAkimoto,T.1991.Personal Protevtive by using Industrial Health protective Equipment dalam Alat Pelindung Diri(APD) dan Alat pemadam Api Ringan ( APAR ), cara memilih dan memakainya,Depatemen Tenaga kerja RI, BadanPerencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja, Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja : Jakarta.Arief.2008. Standard operasional prosedur http://arief .wor..12 januari 2014 Aziz, Elfrida .2011. Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta: Baduase MediaAziz Alimul Hidayat. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba MedikaArifien. 2007. Skripsi:Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP.Medan:Universitas Sumatera UtaraBudiono,Sugeng. 2005. Bunga Rampai Hyperkes dan Keselamatan Kerj,Higiene Perusahaan,Ergonomi, Kesehatan Kerja, Semarang. Badan Penerbit Universitas DiponegoroBaihaqi Ibrahim, 2009. Skripsi: Tingkat Kepatuhan Penggunaan Sarung Tangan Dalam Kaitan Standar Kewaspadaan Umum Bagi Petugas Laboratorium Klinik di Kota Cilegon. Depok: FKM UICharles Lenvine, 1990. Public Administration : Chllenges,Choice, Consequances. Glenview Illionis: Scot Foreman/little Brown Higer Education.Elfrida, Netty. 2006. Skripsi:Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada pekerja di bagian produksi packing PT. KCI Jakarta tahun 2006. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Ginanjar A. 2006. Tesis: Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Petugas Imunisasi terhadap Standar Operasional Prosedur Imunisasi di Kabupaten Lebak Tahun 2006. Depok:FKM UIHastono Susanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UIHidayat, 2007. Skripsi : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap SOP K3 LaboratoriumInternational Labour Organization Pencegahan Kecelakaan Kerja,Jakarta pustaka Binaman pressindo,2001Ikhwan Kunto, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. JakartaIdayanti, 2007. Skripsi:Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik dalam Upaya Pencegahan Infeksi di RSUD Arifin Achmad PekanbaruKusuma, Indra. 2004. Tesis : Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Pendengaran pada pekerja bagian di casting PT. X tahun 2004, Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas IndonesiaNotoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : RinekaCipta.-------------------. 2005. Metode Penelitian ,Edisi Revisi,Jakarta , Reneka Cipta-------------------. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.-------------------. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :Rineka Cipta.------------------. 2007 Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku Jakarta: Rineka cipta,2007------------------. 2010 Ilmu perilaku kesehatan,Rineka Cipta. JakartaPratiknya. 2007. Dasar-dasar Metodelogi penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Pratomo, Agus. 2003. Gambaran tingkat kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung diri Pada Dokter Gigi dan Perawat Gigi Puskesmas di Kabupaten Bandung tahun 2003, dalam Skripsi FKM,UI.Depok (http://batavias.co.id tangal 12 januari 2014)Purnama. 2012 imlementasi standard operasional Prosedur (SOP)dalam organisasi pelayanan publik.Rohani Panggabean. 2008. Tesis: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Laboratorium Terhadap Kepatuhan Menerapkan SOP di Puskesmas Kota Pekanbaru. Medan: Universitas Sumatera UtaraSumbung. 2000 Studi tentang faktor faktor yang brhubungan dengan alat pelindung diri di bagian dryer dan giling pabrik kayu lapis PT.Jati darma indah Batu Gong Kota Ambon tahun 2000, tesis program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas IndonesiaSumamur. 2009. Higine Perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes) CV Sagung Seto.Jakarta---------------. 2005.Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes)Jakarta:PT.Gunung AgungSutanto. 2000. Modul SPSS. Depok : FKM UI Jurusan Biostatistik dan Kesehatan.Supriyanto. 2007. Tesis: Penanganan Risiko Penyebab terjadinya kecelakaan pada proyek EPC (Studi Kasus pada PT. X). Depok: Program Pascasarjana Fakultas Teknik UITjipto Atmoko. 2009. Standard operasional Prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahWidiardi. 2008. flekssibelitas.http:www.widiardi.com2008 Standard operation proscedure Antara kebutuhan baku Perusahaan danFleksibelitas

1