terapi cairan perioperatif

15
BAGIAN ILMU ANESTESI, TERAPI INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN JOURNAL READING UNIVERSITAS HASANUDDIN NOVEMBER 2012 TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF : BERAPA BANYAK YANG TIDAK BERLEBIHAN ? Gurudat CL. (Department of Anaesthesiology, Mysore Medical College and Research Institute, Mysore, Karnataka India) OLEH: Ilma Khaerina Amaliyah (C11108274) Pembimbing : dr. Ahmad SUPERVISOR Dr. dr. Syafri K. Arif, Sp.An KIC-KAKV

Upload: zachra-angqy-risqy-utami

Post on 02-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Cairan Perioperatif

BAGIAN ILMU ANESTESI, TERAPI INTENSIFDAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN JOURNAL READINGUNIVERSITAS HASANUDDIN NOVEMBER 2012

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF : BERAPA BANYAK YANG TIDAK BERLEBIHAN ?

Gurudat CL.

(Department of Anaesthesiology, Mysore Medical College and Research Institute, Mysore,

Karnataka India)

OLEH:

Ilma Khaerina Amaliyah(C11108274)

Pembimbing :dr. Ahmad

SUPERVISORDr. dr. Syafri K. Arif, Sp.An KIC-KAKV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESI, TERAPI INTENSIF & MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: Terapi Cairan Perioperatif

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Ilma Khaerina A.Stambuk : C11108274Judul Jurnal : Terapi Cairan Operatif : Berapa banyak yang tidak berlebihan ?

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2012

Supervisor

(Dr. dr. Syafri K. Arif, Sp.An KIC-KAKV)

Pembimbing

(dr. Ahmad)

Page 3: Terapi Cairan Perioperatif

Terapi Cairan Perioperatif: Berapa Banyak yang Tidak

Berlebihan?

Gurudat CL.

Manajemen cairan perioperatif adalah salah satu topik yang paling sering dibahas

saat ini, terutama untuk operasi – operasi besar dengan respon stress, perubahan

permeabilitas kapiler dan pergeseran cairan dalam jumlah yang besar. Pada tahun

1999 dilaporkan oleh United Kingdom National Confidential Enquiry into

Perioperative Death(1,2) menekankan bahwa ketidakseimbangan cairan pascabedah

menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang serius, dan diperkirakan bahwa 20%

dari pasien yang diteliti memiliki sedikit dokumentasi tentang balans cairan atau

imbalans cairan yang tidak diketahui dan tidak diobati. Oleh karena itu dianjurkan

bahwa harus ada lebih banyak pelatihan untuk staf medis dan keperawatan dalam

manajemen cairan untuk meningkatkan kesadaran dan menyebarkan praktik yang

baik, dan juga bahwa manajemen cairan harus diberikan status yang sama seperti

resep obat. Laporan itu juga menggarisbawahi hidrasi berlebihan sebagai penyebab

yang berkontribusi dalam asal-usul masalah pasca operasi yang menyebabkan

kematian.[1] Fungsi jantung, fungsi paru, oksigenasi jaringan, penyembuhan luka,

ileus pasca operasi, fungsi ginjal, dan koagulasi semua dapat dipengaruhi oleh

pemberian cairan perioperatif. [3] Ada sedikit keraguan bahwa hipovolemia mengarah

ke hipoperfusi jaringan, fungsi organ suboptimal, kegagalan organ, dan kematian. [4,5].

Hubungan antara komplikasi pasca operasi dan beban volume berbentuk kurva

'U' [6] dengan komplikasi perioperatif (pada sumbu' Y ') menurun dengan peningkatan

volume beban (pada' sumbu X ') sampai titik kritis (tingkat optimal). Di luar titik

kritis, beban volume yang lebih lanjut akan menghasilkan peningkatan pesat dalam

risiko morbiditas dan mortalitas. Jadi tantangan terbesar adalah menjaga kondisi

pasien mendekati titik optimal sepanjang waktu dan untuk mengetahui metode yang

optimal dari manajemen cairan perioperatif.

Page 4: Terapi Cairan Perioperatif

Saat ini, manajemen cairan selama prosedur pembedahan besar telah

digambarkan sebagai a) standar atau bebas, b) terbatas atau kering, dan c) goal-

directed atau manajemen cairan tertarget.

Terapi cairan secara standard / bebas termasuk penggantian cairan yang hilang

(dengan kebutuhan cairan basal, penguapan atau evaporasi, kehilangan ke ruang

ketiga dan kehilangan darah, dan eksudasi melalui luka bedah) dan pemeliharaan

fungsi fisiologis (preload blokade neuraxial).[4] Tidak ada keraguan mengenai

penggantian cairan yang hilang kecuali penggantian yang disebut 'kerugian ruang

ketiga' dan 'preload blokade neuraxial' yang masih memiliki banyak kontroversi.

Keraguan yang paling menonjol tentang keberadaan hilangnya ruang ketiga.[5]

Penggantian cairan yang hilang pada ruang ketiga maupun preload blokade neuraxial

pasti akan menyebabkan kenaikan berat badan pasca operasi, yaitu akibat overload

cairan pasca operasi.

Terapi cairan terbatas: di sini, prinsipnya adalah bahwa kehilangan harus diganti,

tapi cairan yang berlebihan yang diakui menyebabkan kenaikan berat badan pasca

operasi harus dihindari. Prinsip yang sama akan dilanjutkan pada pasca operasi

dengan digantikan oleh kebutuhan nutrisi harian, elektrolit, glukosa, dan air. [4] Banyak

penelitian membandingkan manajemen cairan secara bebas dengan manajemen cairan

yang dibatasi dalam operasi besar dan telah menemukan bahwa terapi cairan secara

bebas menyebabkan komplikasi pasca operasi yang lebih besar.

Gbr.1 Beban cairan dengan komplikasi peripoeratif

Page 5: Terapi Cairan Perioperatif

Pada tahun 2009, Bundagaard-Neilson et al. melakukan penilaian secara kritis

dari bukti yang ada, membandingkan terapi cairan secara bebas dengan terapi cairan

perioperatif terbatas dan hasil pasca operasi, mereka menyimpulkan bahwa tidak ada

definisi yang tepat untuk setiap jenis terapi cairan, dan tiga uji coba menunjukkan

hasil yang membaik setelah rezim cairan terbatas; dua menunjukkan tidak ada

perbedaan dalam hasilnya.[8] Selain itu, di waktu sebelumnya, upaya untuk membatasi

cairan telah menyebabkan masalah oliguria, anuria, dan gagal ginjal akut.[7] Oleh

karena itu masih belum ada kesepakatan yang jelas mengenai apakah pasien

perioperatif harus dikelola dengan menggunakan pendekatan manajemen cairan

secara bebas atau terbatas.

Goal-directed atau target dari manajemen cairan adalah salah satu metode yang

menjadi lebih populer saat ini. Konsep dari resusitasi goal-directed adalah untuk

mencapai fungsi peredaran darah “supra normal', yang diamati dengan monitor

hemodinamik secara invasif yang dikembangkan pada tahun 1970-an dan 1980-an

oleh Shoemaker, terutama untuk infus cairan dan agen inotropik pada pasien sakit

kritis.[9]

Goal-directed terapi individual : Akhir - akhir ini, ada bukti bahwa hasil dapat

ditingkatkan jika terapi cairan bersifat individual, tergantung pada feedback secara

objektif terhadap respon cairan berbasis kurva Frank-Starling. Hal ini dikenal sebagai

terapi individual goal-directed. [10]

Selama operasi, penting untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke jaringan,

dan telah ditemukan bahwa mempertahankan cardiac output pada tingkat yang

maksimal dapat mengurangi morbiditas dan memperpendek masa tinggal di rumah

sakit. [11]

Sekarang jelas bahwa parameter dinamis respon cairan berdasarkan interaksi

cardiopulmonary pada pasien dengan anestesi umum dan ventilasi mekanis lebih

unggul daripada indikator statis seperti tekanan vena sentral (CVP) dan tekanan baji

kapiler paru-paru (PCWP). Indikator-indikator dinamis ini dapat berasal dari

gelombang tunggal tekanan arteri atau dari gelombang plethysmographic. [12], [13]

Page 6: Terapi Cairan Perioperatif

Idealnya, sebuah perangkat untuk pemantauan parameter dinamis respon cairan

harus akurat, murah, divalidasi dalam praktek klinis, mampu mendeteksi artefak,

mampu bekerja secara independen dari ventilator, dan kurang invasif.[14] Penelitian

terdahulu lebih mengandalkan kateter arteri pulmonar.[15] Dalam praktik modern,

bagaimanapun, ini tidak mungkin menjadi pilihan pertama dari modalitas pemantauan

karena dianggap memiliki tingkat komplikasi yang tinggi. Beberapa alternatif yang

kurang invasif telah tersedia dan telah menunjukkan hasil mereka pada penelitian

tentang optimisasi sirkulasi. Ini termasuk teknik seperti analisis kekuatan nadi,

analisis kontur nadi, pemantauan Oesophageal Doppler, dan lain-lain. [16]

Pemantauan Esofagus Doppler adalah monitor cardiac output yang valid.

Esofagus Doppler merupakan suatu tabung plastik tipis yang ditempatkan di

esofagus, berhubungan secara paralel ke aorta desendens dan memancarkan

gelombang ultrasound yang dibawa pada aliran darah. Cardiac output dihitung dari

jumlah darah yang bergerak melewati probe selama waktu tertentu (jarak stroke) dan

memperkirakan luas penampang dari aorta yang ditentukan dari normograms. [11]

Stroke volume dapat digunakan untuk menunjukkan respon volume. Manajemen

terapi cairan menggunakan algoritma untuk memaksimalkan kontraktilitas jantung,

berdasarkan kurva Frank-Starling dan menggunakan bolus koloid sebagai intervensi.

Misalnya, jika stroke volume meningkat setidaknya 10% akibat pemberian bolus

cairan 3 mL / kg, terdapat responsif cairan pada pasien, dan bolus cairan lebih lanjut

dapat diberikan sampai peningkatan stroke volume lebih dari 10% pemberian dosis

bolus sebelumnya. Pada titik ini, pasien berada pada bagian 'plateau' dari kurva

Frank-Starling dan bolus cairan harus ditahan sampai status volume pasien kembali

dievaluasi.[10] Hal ini kurang invasif, dan memiliki manfaat analisis tiap denyutan,

serta mudah digandakan[11]

Analisis kontur pulsasi arteri mengukur stroke volume pada tiap denyutan dasar

dari bentuk gelombang pulsasi arteri, tetapi kelemahan utamnya adalah bahwa ini

merupakan prosedur invasif.[11]

Page 7: Terapi Cairan Perioperatif

Variasi pernafasan dalam tekanan nadi arteri pada pasien ventilasi tekanan positif

dapat menginformasikan dokter tentang status pasien pada hubungan Frank-Starling.

Variasi pernapasan yang tinggi (lebih dari 15%) menunjukan bahwa pasien pada

bagian curam dari kurva dan variasi pernapasan yang rendah (kurang dari 10% )

menunjukkan bahwa pasien berada pada “Plateau”. [14] Baru-baru ini, Biais et al.

menggunakan Infinity CNAP SmartPod (Drager Medis AG & Co KG, Lübeck,

Jerman) yang menyediakan pengukuran tekanan darah arteri (secara non-invasif dan

terus menerus) dan mendekati gelombang tekanan sebenarnya dan menemukan

variabel pernafasan yang diinduksi pada tekanan nadi yang diukur secara non invasif

pada jari berhubungan erat dengan variasi tekanan nadi yang diukur invasif dengan

kateter arteri, dan kedua metode pengukuran variabilitas pulsasi yang memprediksi

respon cairan. [17]

Jenis cairan yang akan digunakan: Sebuah terapi substitusi rasional untuk

kristaloid dan koloid iso-osmotic dalam persiapan yang seimbang. Kehilangan cairan

perioperatif harus diganti sesuai dengan keadaan fisiologis, kristaloid berfungsi untuk

mengganti cairan ekstraselular, sedangkan koloid harus bertugas untuk

mengembalikan preload jantung untuk mengoptimalkan cardiac output.

Kecenderungan saat ini adalah untuk membatasi kristaloid dan mengoptimalkan

cardiac output dengan menggunakan koloid dalam operasi besar. [18]

Resiko operasi pada rawat jalan (sedang sampai ringan): Morbiditas yang besar

jarang terlihat pada pasien ini, tetapi kembalinya fungsi organ vital sangat penting

untuk keberhasilan pengelolaan pasien rawat jalan yang keluar dari rumah sakit tepat

pada waktunya. Ditemukan bahwa terapi cairan secara bebas dengan 20-30 mL / kg

kristaloid pada orang dewasa yang sehat mengurangi komplikasi pascaoperasi seperti

pusing,, nyeri, mengantuk, mual, dan muntah.[19]

Dapat disimpulkan, manajemen cairan perioperatif sangat penting dalam

menurunkan hasil akhir yang merugikan pasien. Ada banyak bukti yang menunjukkan

bahwa manajemen cairan goal-directed dikendalikan oleh monitor hemodinamik

dapat mengurangi komplikasi pasca operasi dalam operasi besar.

Page 8: Terapi Cairan Perioperatif

DAFTAR PUSTAKA

1. Callum KG, Gray AJ, Hoile RW, Ingram GS, Martin IC, Sherry KM, et al.

Extremes of age: The 1999 Report of the national confidential enquiry into

perioperative death. London: National Confidential Enquiry Into Perioperative

Deaths; 1999.   

2. Lobo DN, Macafee DA, Allison SP. How perioperative fluid balance influences

postoperative outcomes. Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2006;20:439-55.  

3. Holte K, Kehlet H. Fluid therapy & surgical outcomes in elective surgery: A

need for reassessment in fast track surgery. J Am Coll Surg 2006;202:971-89.  

4. Brandstrup B. Fluid therapy for the surgical patient. Best Pract Res Clin

Anaesthesiol 2006;20:265-83.  

5. BrandStrup B, Svensen C, Enguist A. Haemorrhage & Surgery cause a

contraction of the extracellular space needing replacement - evidence &

implications? A systemic review. Surgery2006;139:419-32.  

6. Roche AM, Miller TE, Gan TJ. Goal-directed fluid management with trans-

oesophageal Doppler. Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2009;23:327-34.  

7. Layon JA, Bernards WC, Kirby RR. Fluids & electrolytes in the critically ill.

In: Civetta JM, Taylor RW, Kirby RR, editors. Critical Care. Baltimore:

Lippincott; 1992.

8. Bundagaard- Nielson M, Secher NH, Kehlet H. Liberal vs restrictive

perioperative fluid therapy - a critical assessment of the evidence. Acta

Anaesthesiol Scand 2009;53,843-51.      

9. Shoemaker WC, Appel PL, Kram HB. Prospective trial of supranormal values

of survivors as therapeutic goals in high risk surgical patients. Chest

1988;94:1177-86.  

Page 9: Terapi Cairan Perioperatif

10. Doherty M, Buggy DJ. Intraoperative fluids: How much is too much? Br J

Anaesth 2012;109:69-79.  

11. Day A, Rockall T. Fluid management. Surgery 2010;28:151-82.  

12. Michard F. Changes in arterial pressure during mechanical ventilation.

Anesthesiology 2005;103;419-28.  

13. Desebbe O, Cannesson M. Using ventilation induced plethysmographic

variations to optimise patient fluid status. Curr Opin Anaesthesiol 2008;21:772-

8.      

14. Cannesson M. Arterial pressure variation and goal directed fluid therapy. J

Cardiothorac Vasc Anesth 2010;24:487-97.    

15. Pinsky MR, Vincent JL. Let us use the pulmonary artery catheter correctly and

only when we need it. Crit Care Med 2005;33:1119-22.      

16. Bellamy MC. Editorial. Wet, dry or something else? Br J Anaesth 2006;97:755-

7.  

17. Biais M, Stecken L, Ottolenghi L, Roullet S, Quinart A, Masson F, et al. The

ability of pulse pressure variations obtained with CNAPÔ device to predict

fluid responsiveness in the operating room. Anesth Analg 2011;113:523-8.      

18. Grocott MP, Mythen MG, Gan TJ. Perioperative fluid management and clinical

outcomes in adults. Anesth Analg 2005;100:1093-106.      

19. Maharaj CH, Kallan SR, Malik A, Hasset P, Granly D, Laffey JE. Preoperative

intravenous fluid therapy decreases PONV & pain in high risk patients. Anesth

Analg 2005;100:675-82.