tentir kulit dan jaringan penunjang sumatif ii - part ii
DESCRIPTION
kulitTRANSCRIPT
1
TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010
SUMATIF II - PART II
DISUSUN OLEH:
Arini Purwono
Deriyan Sukma Widjaja
Dwi Wicaksono
Karina Maharadi Pramudya
Kevin “Schroder”
Swastya Dwi Putra
DERMATOLOGICAL PHARMACOLOGY
Halo, teman2. Kita ketemu lagi dalam kuliah tentang farmakologi. Karena kami menghargai
waktu teman-teman, kali ini bakal dibatasin banget basa-basinya. Oke? Capcus.
Secara umum, pemberian obat untuk penyakit2 kulit dengan 3 cara, antara lain:
1. Topikal. Artinya si obat hanya dioleskan ke kulit
2. Oral. Kalau melalui oral berarti kita menginginkan kerja secara sistemik
3. Fototerapi. Artinya selain obat diberikan kepada penderita, si penderita juga harus
dilakukan penyinaran, baik dengan sinar matahari atau sinar lain seperti UV, laser, dll.
Nah, dikarenakan umumnya untuk penyakit kulit kita memberikannya secara topical (yang
benar2 penyebab lesi di kulit), kita harus tau nih bagaimana sebenarnya preparat topical ini
bekerja:
1. Stratum korneum. Kayaknya sih yang ditangkap dari kuliah barrier keratin ini harus
dilewatin dulu dengan dilepas atau erosi supaya obat gampang diserap.
2. Saluran keringat
3. Folikel sebasea
Kita semua pasti ingin ke dokter dan cepat lesi kita ini sembuh ngak tau gimana caranya.
Nah, sekarang kita harus paham betul faktor2 apa saja yang berperan dalam cepatan
absorbsi obat via kulit:
1. Faktor obat
a. Konsentrasi. Intinya konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan absorbs
b. Lipofilik. Kita tahu bahwa membran sel dari lipid bilayer. Nah, kalo makin lipofilik,
makin memudahkan obat untuk diserap
c. Ukuran molekul. Intinya makin kecil berarti makin cepat diserap karena makin
banyak luas permukaannya. Gampangnya, enak ga kalo ngobatin kulit dengan
obat berbentuk batang sabun?
2. Faktor vehikulum
a. Kandungan lipid. Salep merupakan vehikulum yang terbaik untuk pemberian
topical karena kandungan lipidnya. Solusio merupakan vehikulum terburuk.
Kenapa? Karena nunggu nguap dulu, yang laen sudah sampe ke bulan, dia masih
mau mandi.
2
b. Irritasitas. Nah ini nih maksudnya. Kalo si vehikulum mampu membuat iritasi kulit
yang berarti si lapisan korneum terkelupas, berarti makin memudahkan obat untuk
diserap. Ini kayak pake tank untuk menghancurkan tembok yang tebal.
3. Faktor kulit
a. Ketebalan str. Korneum. Udah jelas, makin tebel makin lama.
b. Vaskularisasi kutan. Makin banyak vaskularisasi berarti makin mudah si obat
menimbulkan efek local dan sistemik
c. Permukaan kulit. Ini juga artinya kalo makin luas berarti si obat makin cepet
diserap.
d. Permukaan mukosa. Nah, mukosa itu kan stratum korneumnya tipis bahkan ga
ada, berarti kayak prinsip 3a yang berarti makin memudahkan absorbs obat di
kulit.
4. Faktor penyakit di kulit
a. Radang. Dengan adanya radang, absorbs obat makin cepat karena barrier kulit
rusak dan adanya vasodilatasi. Balik ke konsep 3b.
b. Ulkus. Nah, hati2 banget memberikan obat secara topical pada ulkus. Sangking
cepetnya, pemberiannya kayak kita memberikan obat sistemik. Contohnya adalah
basitrasin
5. Faktor lainnya (X?)
a. Hidrasi kulit. Kalo kulit itu lembab, makin memudahkan absorbs kulit.
b. Oklusi. Ini kayak dikasih penutup sehinga absorbs kulit diharapkan meningkat.
c. Usia. Nah, kita harus mempertimbangkan luas permukaan tubuh/ volume
tubuh. Indeks tadi
tinggi banget sama
anak2, mangkanya
kalo dikasih dosis ga
bias dosis dewasa
karenan
kemampuan
absorbsinya yang
tinggi.
Seharusnya sih ini bakal dijelasin lebih lengkap di tentir dermatoterapi. Dari tabel di atas
yang perlu kalian ingat adalah bagian tubuh yang cocok dan yang dihindari. Sisanya
baca sendiri yah. Maaf.
ANTIINFLAMASI, IMUNOSUPRESAN: GLUKOKORTIKOID
Cara pemberiannya ada dua macam:
1. Lokal (topikal, intralesi) : mis. hidrokortison, triamsinolon, mometason
- Sering digunakan untuk kulit radang. Kalau diberikan pada kulit normal,
absorbsinya kurang bagus/ minimal
- Yang membedakan kerjanya: potensi, kadar, vehikulum
- Nah, kalau misalkan penggunaan untuk kulit tipis semisal muka dan aksila,
pakailah nonfluorinated glukortikoid
- Seandainya untuk meningkatkan absorbs dengan teknik oklusi, ingat, penggunaan
oklusi dalam jangka panjang dapat meningkatkan absorbs hingga 10x yang
berarti dalam dosis kecil bisa saja memberikan efek sistemik.
- Pemberian glukokortikoid secara topical akan:
a. Paling responsive: dermatitis atopic, psoriasi genital, wajah. Kenapa? Karena
disana terjadi proses radang, ada vaskularisasi, dan memiliki lapisan yang ga
gitu tebal
b. Kurang responsive: pemphigous, psoriasis telapak tangan-kaki.
c. Tidak responsive: intralesi keloid, kista akne, alopecia areata. Karena disini
vaskularisasinya dikit bahkan ga ada. Sehingga efeknya bakal lama banget
seolah2 ga responsive. Missal aja untuk kelood dapat digunakan
triamsinolon intralesi yang berefek mengecilkan skar, Cuma lamaa banget.
- Efek samping dari pemberian glukokortikoid topical:
a. Lokal
Kulitnya jadi atrofi kayak tissue yang sudah direndam air
Bila menggunakan fluorinated glukokortikoid pada wajah, dapat
menghasilkan steroid rosacea dan dermatitis perioral dimana kulit
menjadi kemerahan
Acne steroid, purpura
3
Infeksi kulit, yang paling takut yah kandidiasis karena adanya efek
imunosupresan
Hipopigmentasi, hipertrikosis (muncul banyak rambut), dan peningkatan
tekanan intraokuler (mata berasa ingin pecah)
Dermatitis kontak alergik
BAHAYA BANGET UNTUK PASIEN YANG HIPERSENSITIF DENGAN
KORTIKOSTEROID
b. Sistemik: untuk penggunaan kortikosteroid poten, luas, jangka panjang, baik
dengan dan tanpa oklusi
Menekan aksis hipofisis-adrenal. Dikarenakan sudah biasa diberikan
kortikosteroid dari luar, sehingga tubuh akan mengompensasikannya
dengan menurunkan produksi
Sindrom cushing. Tubuh pengguna akan menjadi bengkak2 karena
oedema.
Kalau pada anak bisa menghambat pertumbuhannya loh. Sebenernya ga
bikin pendek, Cuma agak ketinggalan aja. Missal yang laen udah ga
tumbuh, dia baru mule tumbuh.
2. Sistemik: mis hidrokortison, triamsinolon,dexametason
- Penggunaan yang sistemik hanya untuk kasus2 yang berat, misalnya pemphigus
vulgaris, dermatitis kontak alergik
- Kalau misalkan digunakan dalam jangka waktu yang panjang, ada efek
sampingnya nih kayak katarak, miopati, osteoporosis, hipertensi, glucose
intolerance, psikiatri
- Mengingat dosisnya yang besar dan jangka waktu yang lama, jikalau kita ingin
menghentikan penggunaannya, kita harus menurunkan dosis secara
bertahap (tapering off)
- Apa efeknya kalau mendadak? Efeknya adalah menjadi gejala insufisiensi
adrenal akut untuk penderita psoriasis pustular flare dimana gejala tadi
malah makin parah
Inti dari pemberian glukortikoid adalah agar proses radang tidak terjadi. Untuk mekanisme
kerja glukokortikoid ada beberapa macam, antara lain:
1. Apoptosis limfosit - biar ga radang
2. Menghambat kaskade asam arachidonat – biar eikosanoid yang dapat memicu
radang misalnya prostaglandin ga terbentuk
3. Menekan produksi sitokin – biar ga usah manggil2 konco2nya
4. Memp. sel inflamasi - mungkin maksudnya sama, biar sel radang ga usah datang
5. Antimitosis pada epidermis manusia (psoriasis) disini kan proses
otoimun, nah proses otoimun ini memicu mitosis epidermis yang super cepat.
Dengan pemberian glukokortikoid, diharapkan mitosisnya ga gitu cepat.
Di tabel ini mau menjelaskan bahwa obat glukokortikoid selain melihat potensi antiradang,
lihat juga retensi natrium dikarenakan penggunaan glukokortikoid dalam jumlah besar dan
lama dapat membuat oedema. Yang tidak ketinggalan adalah lama kerjanya si obat.
Paling yang perlu kalian ingat, yang retensi natriumnya sangat baik (0) itu
triamsinolon, betametason, dan deksametason. Si beta dan deksa ini potennya juga besar,
tapi efek kerjanya lama. Selain itu, yang mesti dihindari yah fludrokortison, udah bias
menyebabkan oedema, dia juga potennya ga gitu kuat dibandingkan dua tadi. Kalo yang
ringan2 dan dihasilkan oleh tubuh yah kortisol yang diproduksi saat stress.
ANTIPRURITUS
1. ANTIHISTAMIN INHIBITOR RESEPTOR H1
Seperti yang telah kita ketahui, histamine disimpan dalam bentuk granul pada sel mast.
Ketika dikeluarkan, histamine akan berikatan dengan reseptornya, yaitu H1 dan H2.
Sebenarnya sih di kulit ada kedua reseptor tersebut, Cuma untuk menyebabkan
4
kelainan kulit banyak yang dimediasi oleh reseptor H1 yang sering terlibat dengan
PRURITUS salah satunya pada penderita dermatitis atopik dan untuk H2 banyak
untuk tukak lambung. Selain pruritus, histamine juga berperan dalam URTIKARIA,
GIGITAN SERANGGGA, KALIGATA.
Cara kerja antihistamin adalah dengan competitive inhibition untuk menduduki
reseptor H1 tadi di kulit. Nah, untuk menimbulkan efek terapi, pemberian obat
antihistamin juga memberikan efek samping antara lain: kantuk, sulit
berkonsentrasi, antikolinergik (mulut kering), dan midrasis. Nah, antihistamin
ini juga banyak ditemukan pada obat batuk dan memberikan efek ngantuk. Oleh
karenanya, dalam peresepannya biasa diberikan pada malam hari sehingga tidak
mengganggu kerja.
Biasanya obat akan diberikan secara oral dengan rentang kerja 30menit-1jam.
Yang umum dipakai antara lain klorfeniramin dan difenhidramin. Kalau tidak ingin
memberikan efek kantik bisa diberika loratadin dan cetirizin.
2. DOXEPIN
Kalau tadi antihistamin diberikan secara oral, pemberian obat ini adalah via
topical terutama untuk penderita dermatitis atopic. Mekanisme kerjanya sebenarnya
masih dipertanyakan, Cuma diperkirakan dengan antagonis reseptor H1 dan H2.
Efek sampingnya juga sama, ngantuk dan antikolinergik, selain itu juga rasa
terbakar dan tertusuk2.
Pemberian doxepin bisa menimbulkan dermatitis kontak alergik!!!
3. PRAMOXINE
Salah satu cara untuk menghilangkan rasa gatal adalah dengan meningkatkan ambang
batas melalui anestesi terutama pada dermatosis eksematosa ringan. Pemberiannya
bisa banyak pilihan krim, lotio, dan gel 1%. Efek sampingnya adalah rasa terbakar
dan tertusuk.
KERATOLITIK
1. Asam salisilat
- Pada kadar 3-6% akan memberikan efek keratolitik, dan >6% akan memberikan
efek kerusakan jaringan dikarenakan as. Salisilat bersifat invasive pada kadar
yang tinggi.
- Untuk efek terapi keratolitik, cara kerjanya adalah dengan melarutkan protein
permukaan yang akhirnya memicu deskuamasi/ pengelupasan keratin.
- Asam salisil itu bisa dikatakan sebagai obat kuno dan efek sampingnya mulai
bermunculan hingga sekarang antara lain: alergi (menimbulkan urtikaria, eritema
multiforme), iritasi, inflamasi akur, dan ulserasi (untuk kadar tinggi)
- SEBAIKNYA SIH PERHATIKAN PENGGUNAAN ASAM SALISILAT UNTUK
PENDERITA DM MENGINGAT EFEK DESTRUKTIFNYA dikarenakan pada DM,
luka kecil aja bisa ulkus apalagi dikasih ini? Sate deh…
2. Propylene glycol
- Efeknya sih sama yaitu keratolitik pada kadar 40-70%
- Biasa digunakan polyethylene oklusi atau asam salisilat 6% untuk
pengobatan keratoderma (kapalan) palmar dan plantar, psoriasis
ANTIJAMUR
1. ORAL
a. Griseofulvin (Dermatofit +, kandida –)
- Mekanisme kerja dengan menghambat sintesis dinding sel, sintesis asam
nukleat, dan menghambat mitosis
- Lama kerjanya bervariasi:
Kulit kepala : 4-6 minggu
Tidak berambut : 3-4 minggu
Kuku tangan : 6 bulan
Kuku kaki : 8-18 bulan (kuku ini memang lebih lama dan sering
banget relaps)
- Efek sampingnya: sakit kepala, mual, muntah, diare, fotosensitivitas,
neuritis perifer, bingung, leukopeni, proteinuria
- Pada jangka panjang, perlu dilakukan revolusi rutin pada fungsi hati, ginjal,
dan hematopoetik dikarenakan obat ini toksik untuk hati dan ginjal.
- Obat ini TIDAK COCOK untuk porfiria/ gagal hati, hipersensitivitas.
b. Derival azol (dermatofit +, kandida +)
- infeksi sistemik dengan menghambat pembentukan ergosterol
- Kontraindikasi:
5
Azol + midazolam/ triazolam: efek hipnotik sedative (tidur lebih
panjang karena metabolism midazolam dihambat)
Azol + HMG-CoA reduktase inhibitor (obat penurun kolesterol) :
rhabdomiolisis (lisis otot)
Ketokonazol 200mg 1 dd
- Sangat responsive untuk TV, jangka pendek
- Kandidiasis mukokutan sistemik kronik, 16 minggu
- Dermatofit pada kulit tak berambut 2-3 mg, telapak tangan-kaki 4-6
mg, dan rambut-kuku membutuhkan waktu yang lama
- Efek sampingnya adalah nausea, pruritus, GINEKOMASTIA,
PENINGKATAN ENZIM HATI HEPATITIS (ingat untuk cek
SGOT SGPT bila kita meresepkan ketokonazol jangka panjang)
Flukonazol
- Oral, masa paruh 30 jam
- Kandidiasis mukokutan: 100 mg 1 dd
- Dermatofit: selang sehari (2 hari sekali???)
Itrakonazol
- Masa paruhnya panjang banget nih, bisa sampe 28 hari setelah stop
terapi
- Cocok banget untuk onkomikosis (tinea pada kuku) dengan
dosis 200mg 1 dd, 3 minggu
- Sering banget menyebabkan GAGAL JANTUNG (tidak untuk
gangguan ventrikel) dan CEK FUNGSI HATI!
c. Terbinafin
- Termasuk alilamin yang berkerja mirip untuk menghambat sintesis ergosterol
dengan penghambatan squalene epoksidase
- Cocok untuk onkomikosis
- Juga sama, toksik untuk hati, cek selalu fungsi hati
2. TOPIKAL
a. Golongan imidazol (dermatofit +, kandida+)
Macam2nya si rata2 sama kayak ketokonazol, mikonazol, klotrimazol, ekonazol.
Efek sampingnya sih serasa ketusuk2, pruritus, eritema, iritasi local, dan
dermatitis kontak alergik.
b. Tolnaftat (dermatofit +, P. orbiculare, kandida -)
Kalo obat ini sih spektrumnya sempit dan sering menyebabkan kambuhan. Untuk
infeksi pada stratum korneum yang tebal tidak bisa hanya diberikan tolnaftat aja.
Secara keseluruhan, obat ini tidak menyebabkan efek samping iritasi dan kontak
alergi.
c. Nistatin dan Amfotericin B (dermatofit -, kandida +)
Nistatin
- Memiliki spectrum yang sempit
- Cocok untuk kandidiasis mukosa dan kulit (mulut dan vagina)
dikarenakan diberikan secara oral ga ada efek
- Tidak menimbulkan iritasi, alergi kontak jarang
Amfotericin B
- Memiliki spectrum yang lebih luas
- Pemberian secara IV biasanya untuk pengobatan sistemik
- Kalo pemberian topical, akan memberikan iritasi local dan warna
kuning sementara pada kulit. (Kevin ”Schroder”)
---OoOoOoO---
ANTIBIOTIK
Prolog (Saran mengenai penggunaan antibiotik topikal oleh Prof Hedi)
Infeksi pada kulit juga memerlukan antibiotik seperti pada infeksi-infeksi lainnya. Tetapi
untuk infeksi kulit, sebaiknya kita membatasi penggunaan antibiotik topikal. Terutama jika
antibiotik tersebut merupakan antibiotik yang biasa /bisa digunakan untuk infeksi sistemik,
contohnya gentamycin.
Gentamycin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Biasanya obat ini diminum
atau disuntikkan (secara sistemik) untuk infeksi-infeksi yang berat, yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Gram negatif. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri
6
terhadap antibiotik tersebut, penggunaan Gentamycin secara topikal (salep) harus dikurangi
atau dicegah.
Infeksi kulit kebanyakan disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus, group
A Staphylococcus aureus, atau kedua-duanya.
Penggunaan antibiotik :
secara topikal digunakan untuk infeksi bakteri superfisial
secara sistemik digunakan untuk infeksi bakteri yang lebih dalam
Keduanya juga bisa digunakan untuk mengobati acne.
Antibiotik Sistemik
Yang biasa digunakan adalah antibiotik golongan:
Golongan Penicillin : untuk mengobati penyakit Pyoderma, gonorrhea
Golongan Cephalosporin : untuk mengobati penyakit folikulitis, furuncle,
carbuncle, dan cellulitis
1. Generasi 1 : efektif untuk bakteri gram positif (seperti staph. Dan
strep.) dan juga anaerob oral
2. Generasi 2 : untuk cellulitis karena gram negatif
3. Generasi 3 : untuk abses jaringan lunak dan ulkus kaki diabetik
Antibiotik golongan cephalosporin yang biasanya digunakan adalah yang generasi
pertama. Karena antibiotik generasi kedua dan ketiga makin efektif untuk bakteri
gram negatif (meskipun kata dosennya bisa juga buat bakteri gram positif).
Golongan Fluroquinolon : digunakan untuk infeksi bakteri gram negatif
multiresisten, misalnya untuk abses dan ulkus pada kaki penderita diabetes
Golongan Tetrasiklin : untuk pengobatan infeksi kuman penyebab jerawat
(propionibacteria). Selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati dermatititis
perioral (dermatitis yang terjadi umumnya pada wanita dengan eritema polimorf,
papul, dan pustul di sekitar mulut yang bersifat gatal) dan infeksi ricketsia.
Golongan Rifamycin : untuk penyakit TBC kulit
Golongan Clindamycin : untuk bakteri gram positif dan anaerob. Golongan ini biasa
digunakan untuk mengobati acne, cellulitis, folliculitis, furunculosis, carbuncles,
impetigo, dan yang termasuk juga di sini adalah ulkus kaki diabetik.
Namun, biasanya ada efek samping pada antibiotik golongan ini, yaitu risiko
terjadinya colitis pseudomembranosa – diare yang kadang-kadang disertai
pendarahan karena adanya gangguan pada kolon.
Antibiotik Topikal
Digunakan untuk mengobati luka dan dermatosis terinfeksi. Selain itu, akne vulgaris juga
dapat diobati dengan menggunakan antibiotik topikal.
Macam-macam antibiotik topikal
Bacitracin : biasanya hanya untuk topikal, dan tidak digunakan untuk antibiotik
sistemik (mengapa? Karena pada pemberian sistemik dapat merusak ginjal – bersifat
nefrotoksik *Farmakologi jilid 5)
- Untuk bakteri gram positif, basil tetanus dan coccus anaerobik
- Biasanya diberikan secara tunggal ataupun dikombinasikan dengan neomycin atau
polumyxin B
- Dapat terjadi resistensi apabila digunakan secara jangka panjang
- Efek samping yang dapat muncul adalah dermatitis kontak, urtikaria kontak, dan
anaphylaxis.
Polymixin B : untuk bakter gram negatif
- hanya sebagai obat topikal (alasannya sama seperti bacitracin)
- Efek samping yang dapat muncul yaitu alergi kontak (jarang) dan sistemik (sangat
jarang)
- Tambahan dari saya : Obat ini bekerja dengan cara mengganggu fungsi
pengaturan osmosis oleh membran sitoplasma kuman. Selain itu resistensi juga
jarang terjadi pada obat ini.
Neomisin dan gentamycin
- Obat ini termasuk dalam golongan aminoglikosida – golongan antibiotika
bakterisidal yang dikenal toksik terhadap saraf otak VIII (nervus
vestibulokoklearis) dan juga ginjal.
- Keduanya efektif untuk kuman gram negatif
- Neomisin dapat digunakan untuk daerah luas seperti luka bakar dan dapat
menimbulkan efek sistemik
7
- Dapat menyebabkan gagal ginjal, dan ketika berakumulasi dapat menyebabkan
nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan ototoksisitas.
Antibiotik Topikal untuk Acne
Efektivitas topikal lebih rendah daripada efektivitas sistemik. Antibiotik topikal diberikan
untuk inflammatory acne yang ringan-sedang.
Macam-macam antibiotik topikal untuk acne :
1. Klindamisin
- Aktif terhadap : P. acnes
- Efek samping : kulit kering, iritasi (terdapat rasa terbakar, seperti ditusuk-tusuk),
dan dermatitis kontak alergi (kadang-kadang)
- Selain itu terkadang dapat terjadi diare berdarah (colitis pseudomembranosa)
2. Eritromisin
- Melakukan inhibisi terhadap P. acnes dengan cara menghambat sintesis protein
kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50S.
- Dapat terjadi komplikasi pada terapi topikal, yaitu dapat terbentuk galur
resisten termasuk staphylococcus
- Efek samping lokal : rasa terbakar, kulit kering, iritasi, dan terkadang alergi
- Tersedia dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi dengan benzoyl peroxide.
3. Metronidazole
- Efektif untuk acne rosacea
- Mekanismenya belum diketahui, tetapi mungkin berhubungan dengan inhibisi
terhadap Demodex brevis atau sebagai anti inflamasi
- Tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui!
- Efek samping lokal yang dapat timbul yaitu kulit kering, rasa terbakar, dan
tertusuk-tusuk
4. Sodium sulfacetamide
- Bentuknya lotion 10%, dan terkadang dikombinasikan dengan sulfur
- Digunakan untuk terapi acne vulgaris dan acne rosacea
- Mekanisme kerja diduga dengan menghambat secara kompetitif penggunaan p-
aminobenzoic acid (PABA)
- Jumlah obat yang diabsorbsi kulit sekitar 4 %
- Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan hipersensitivitas terhadap sulfonamid
Antibiotik Sistemik untuk Acne
Pemberian antibiotik sistemik untuk mengobati acne dilakukan apabila terdapat banyak
acne dan sudah resisten terhadap terapi topikal.
Macam-macam antibiotik sistemik untuk acne yaitu : tetrasiklin, minosiklin,
eritromisin, klindamisin, dan trimetoprim-sulfametoksazol.
Preparat lain untuk Acne
1. Retinoic Acid (RA)
- Disebut juga tretinoin
- Pemberiannya secara topikal, dan efektif untuk acne vulgaris
- Obat ini peka terhadap oksidasi terutama bila terpapar cahaya
- Kebanyakan obat ini tinggal di epidermis, dan hanya sekitar <10% yang diabsorpsi
- Mekanisme kerja : ekspulsi komedo (mengeluarkan komedo) terbuka dan
mengubah komedo tertutup menjadi terbuka. Hal ini disebabkan kohesi antar sel
epidermis berkurang dan laju malih epidermis meningkat akibat RA
- Terapi dimulai dengan kadar yang cukup untuk menimbulkan eritema ringan dan
sedikit peeling (pengelupasan)
- Frekuensi dan kadar disesuaikan dengan kondisi pasien
- Pada 4-6 minggu terapi, akan terkesan akne yang dialami pasien semakin
memberat, tetapi dalam 8-12 minggu lesi menjadi bersih
- Efek samping topikal dapat berupa : eritema, kekeringan dalam beberapa minggu
pertama, dan dermatitis kontak alergi (jarang).
- Penderita harus menghindari atau mengurangi kemungkinan paparan sinar
matahari, misalnya dengan menggunakan sunscreen
- Ada juga obat yang disebut adapalene, yang digunakan untuk akne yang ringan-
sedang. Efektifitas dan iritasinya lebih sedikit dibanding isotretinoin
2. Isotretinoin
- Disebut juga 13-cis-retinoic acid, yang merupakan analog vitamin A
- Digunakan untuk akne kistik yang berat yang sulit dengan terapi standar
8
- Diberikan secara oral
- Mekanisme kerjanya : kemungkinan dengan menghambat besar dan fungsi dari
kelenjar sebasea
3. Benzoyl Peroxide
- Pemberiannya secara topikal
- Dimetabolisme menjadi asam benzoat pada epidermis dan dermis
- Mekanisme kerja : berhubungan dengan aktivitas antimikrobanya terhadap P.
acnes, efek peeling dan comedolyticnya
- Kombinasi benzoyl peroxide 5% dengan eritromisin 3% atau klindamisin 1% lebih
efektif daripada efek benzoyl peroxide saja
- Efek samping : benzoyl peroxide merupakan contact sensitizer bagi sekitar 1%
pasien dengan acne. Kontak terhadap mata dan membran mukosa harus dihindari.
- Benzoyl peroxide merupakan oksidan dan terkadang dapat menyebabkan
bleaching rambut atau bahan berwarna.
Antivirus Topikal
- Misalnya acyclovir dan pencyclovir
- Antivirus topikal ini bekerja dengan menghambat virus herpes (HSV-1, HSV-2, varicela-
zoster virus)
- Mekanisme kerjanya : menghambat polimerase dan replikasi DNA virus oleh
acyclovir trifosfat yang diperoleh dari hasil fosforilasi acyclovir oleh thymidine kinase
virus
- Antivirus ini memperpendek masa pembelahan virus dan masa penyembuhan
- Reaksi lokal yang dapat timbul termasuk pruritus, nyeri ringan, rasa ditusuk-tusuk, atau
rasa terbakar sementara
Ektoparasiticides
1. Lindane (hexachlorocyclohexane)
- Merupakan pediculisida dan skabisida
- Bentuk sediaan berupa lotion atau shampoo
- Untuk pediculosis capitis atau pubis, dosis pemakaiannya 30ml 1X, biarkan 5
menit, lalu cuci
- Untuk scabies : 1X seluruh tubuh mulai leher ke bawah, biarkan 8-12 jam, lalu cuci
- Jika penyebab masih ada, ulangi setelah 1 minggu
- Dapat terjadi kemungkinan neurotoksisitas dan hematotoksisitas, oleh karena itu
hati-hati penggunaan pada bayi, anak dan wanita hamil
- Tidak dianjurkan untuk bayi yang mengalami prematur
- Risiko yang timbul sangat kecil jika digunakan secara tepat
- Efek samping : iritasi lokal
2. Sulfur
- Merupakan skabisida yang sudah lama dikenal, tidak iritasi, tetapi menimbulkan
bau yang tidak enak, oleh karena itu banyak ditinggalkan
- Merupakan alternatif untuk bayi dan wanita hamil
3. Permetrin
- Neurotoksik terhadap pediculus humanus, pthirus pubis, dan sarcoptes scabiei
- Efek samping : rasa terbakar, ditusuk-tusuk, dan pruritus sementara
Obat Psoriasis
Selain kortikosteroid, ada obat lain yang dapat digunakan untuk mengatasi psoriasis, yaitu :
1. Acitretin : derivat dari vitamin A
- Efektif untuk psoriasis terutama bentuk pustular
- Diberikan secara oral
- Efek samping : mirip hipervitaminosis, hepatotoksisitas, dan bersifat teratogenik
- Tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Pada wanita yang pernah menjalani
terapi obat ini, disarankan tidak boleh hamil dalam jangka waktu minimal 3 tahun
setelah penghentian terapi obat ini.
2. Tazarotene
- Merupakan prodrug (obat inaktif yang akan diaktifkan setelah dimetabolisme oleh
tubuh) yang memiliki bentuk aktif tazarotenic acid setelah dihidrolisis oleh
esterase.
- Tazarotenic acid kemudian berikatan dengan reseptor retinoic acid, sehingga
menyebabkan perubahan ekspresi gen.
- Mekanismenya berhubungan dengan antiinflamasi dan antiproliferasi.
9
- Tazarotene diabsorpsi melalui kulit. Kadar teratogenik dapat dicapai apabila
pemakaian >20% luas permukaan tubuh
- Efek samping lokal : rasa terbakar atau ditusuk-tusuk, peeling, eritema, dan
edema lokal pada kulit.
- Pasien harus dianjurkan untuk menghindari paparan matahari
3. Calcipotriene
- Merupakan derivat vitamin D3 sintetik
- Memiliki efek lokal, efektif untuk psoriasis vulgaris tipe plaque
- Terjadi peningkatan serum kalsium sementara pada kurang dari 1% penderita
- Perbaikan terjadi setelah 2 minggu s/d 8 minggu
- Pada kurang dari 10% pasien, terjadi total clearing (sembuh total) setelah
menggunakan calcipotriene sebagai single agent therapy.
- Efek samping yang dapat muncul seperti rasa terbakar, gatal, iritasi ringan,
dengan kekeringan dan eritema
- Kontak muka harus dihindari agar iritasi mata tidak terjadi.
Immunomodulator
1. Imiquimod
- Obat ini digunakan untuk wart (kutil) genitalia eksternal dan perianal pada
dewasa, keratoses, maupun pada carcinoma sel basal primer.
- Mekanisme kerjanya : sebagai immunomodulator yang merangsang sel-sel
mononuklear untuk menghasilkan interferon alfa dan menstimulasi makrofag
untuk menghasilkan sitokin-sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF-alfa)
- Cara penggunaannya untuk wart : dioleskan 3X per minggu, dibiarkan pada kulit
selama 6-10 jam, dan kemudian dicuci dengan sabun lunak dan air. Biasanya tidak
lebih dari 16 minggu.
- Untuk carcinoma sel basal superfisial : dioleskan 5X per minggu dan hanya selama
6 minggu saja.
- Obat ini bisa diserap melalui kulit, meskipun jumlahnya tidak banyak (<0.9%).
- Efek samping : reaksi inflamasi lokal, pruritus, eritema, dan erosi superfisial
Obat yang memengaruhi pigmentasi
1. Hidrokinon dan monobenzon :
- Mengurangi hiperpigmentasi kulit
- Hidrokinon topikal hanya bersifat memudarkan sementara, sementara
monobenzon membuat depigmentasi irreversibel
- Mekanisme kerjanya dengan menghambat tirosinase
- Monobenzon bersifat toksik terhadap melanosit, itulah sebabnya monobenzon
menyebabkan depigmentasi permanen. Hipopigmentasi juga dapat terjadi pada
tempat yang jauh dari tempat pemakaian.
- Efek samping : iritasi lokal dan alergi
2. Trioksalen dan metoksalen
- Untuk repigmentasi vitiligo
- Harus diaktifkan oleh sinar UV A
- Merupakan photo-chemotherapy (gabungan antara terapi foto dan obat)
- Efek samping jangka panjang : katarak dan kanker kulit.
Sunscreen
Pemakaiannya secara topikal, untuk memproteksi terhadap sinar matahari.
Jenis-jenis dari sunscreen adalah : p-aminobenzoic acid (PABA) dan benzofenon.
Sunscreen tersebut merupakan absorber paling efektif terhadap sinar UV B (280-
320 nm). UV B dapat menyebabkan eritema, tanning, dan kalau terpajan secara kronik
dapat menyebabkan penuaan kulit dan fotokarsinogenesis.
Efektifitas sunscreen dinyatakan sebagai protection factor (PF) yang artinya
adalah efektivitas dalam mengabsorbsi sinar UV yang eritrogenik. Nilai PF
merupakan rasio (perbandingan) dari minimal erythema dose (MED) dengan
sunscreen dibandingkan dengan MED tanpa sunscreen.
Individu yang mudah sunburn dianjurkan untuk menggunakan produk dengan PF > 15
*yang saya tambahkan dari buku itu berarti yang tulisannya italic yah teman2, jadi itu
artinya nice to know aja, soalnya dosennya ga ngajarin dan ga ada di slidenya*. (Deriyan
Sukma Widjaja)
10
TUMOR KULIT DAN LESI MENYERUPAI TUMOR
Haloo..teman 2009 kembali ketemu dengan segala tentang materi PA. Istilahnya kalo tiap
modul gak ada PA seperti sayur tanpa garam,,wkwk..selamat menikmati yah..maaf jika
banyak kekurangan. Jangan lupa baca slide soalnya banyak gambar yang kami gak
masukin,,banyak dan gede2 banget soalnya.
Sebelum kita masuk membahas tumor – tumor pada
kulit mari kita merefresh ulang apa yang kita pelajari
di sumatif I lalu. Ingat kan kalo kulit terdiri atas dua
sel penyusun utama yaitu keratinosit dan melanosit.
Keratinosit secara embriologi berasal dari
lapisan ektoderm permukaan, sedangkan
melanosit berasal dari sel – sel neural crest yang merupakan turunan dari
lapisan neuroektoderm. Nah, keratinosit ini juga berkembang menjadi adneksa2 kulit
kayak folikel rambut dan kelenjar.
1. SEBOROIK KERATOSIS
Kelainan ini merupakan tumor jinak yang biasa ditemukan pada orang dewasa. Kelainan
histologi yang biasa tampak adalah :
- Papilomatotik
- Hiperkeratosis
- Akantosis (hyperplasia stratum spinosum)
- Sel Basaloid (menyerupai sel basal), sebagian sel basaloid tersebut ada yang
menyerupai sel skuamosa dan berpigmen.
- Ditemukan pula kista keratin merupakan invaginasi dari epitel yang diisi oleh
keratin.
- Rete Ridge biasanya mendatar.
Untuk gambarnya dapat dilihat sebagai berikut:
Predileksinya adalah tempat-tempat yang sering mendapatkan pajanan sinar matahari.
Lesinya paling banyak ditemukan di wajah dan bagian tengah dari badan bagian atas
serta leher. Muncul biasanya pada orang dewasa yakni pada dekade 4 dan 5, dan
biasanya ukuran mulai dari kecil sampai 3 cm. Keratosis seboroik tampak sebagai lesi
berupa papul atau plak yang agak menonjol, namun dapat juga dapat terlihat datar
terhadap permukaan kulit. Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat
Secara histology terdapat beberapa tipe dari seboroik keratosis ini, yaitu
Tipe hiperkeratotik
Pada tipe ini merupakan tipe yang umum dari seboroik keratosis, terlihat adanya
penebalan dari stratum korneum.
Tipe Akantotik
Pada tipe ini, kita akan menemukan terjadi penebalan yang berlebihan pada stratum
spinosum, yang pada normalnya, lapisan ini hanya terdiri atas 4-7 lapis sel.
11
Tipe Retikulated
Pada tipe ini, sel basaloid turun dari dasar epidermis. kista-kista keratin dikelilingi oleh
sel-sel ini. Stroma kolagen eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan
sel basaloid dan dapat membentuk lesi yang banyak.
2. Fibroepitelial polip atau papiloma skuamosa adalah lesi tumor jinak yang disebut
kutil. Nama lainnya adalah
achrocordon karena lesinya
berbentuk papul yang
menggantung. Predileksi lesi ini
biasanya di daerah
intertriginosa (daerah lipatan)
seperti leher dan ketiak serta
badan. Secara histopatologi, lesi
tampak berpolip yang dibatasi
dengan epidermis yang hiperplasia. Di bawah lapisan epidermis yang hiperplasia
(akantotik/penebalan lapisan spinosum) itu terdapat jaringan ikat fibrosa yang tidak
ditemukan adneksa kulit, tapi tervaskularisasi baik. Sebagai informasi ajah nhh kawan
kalo di masyarakat biasanya penyakit ini diobatin dengan cara disolder. Nah, sebagai
dokter yang beradab (hahaha) jangan dibiarkan diobati dengan cara seperti itu, soalnya
ini kan tumor jinak yah bisa diobatin dengan gunting dan bedah beku.
3. Tumor jinak lain yaitu clavus atau terkenalnya di Indonesia dinamakan “mata ikan”.
Sebenarnya lesi ini adalah akibat adanya penebalan lapisan stratum korneum yang tidak
biasa. Biasanya lesi ini walau sudah dihilangkan sering tumbuh lagi.
4. KISTA EPIDERMAL
Kista di lapisi epitel gepeng berlapis (berisi keratin, jinak, dan tumbuh lambat),
sehingga dapat ditemukan lapisan granulosum pada tepi lumen.
Lapisan epidermis dapat lebih tipis maupun lebih tebal.
Kalau pecah kistanya dapat terjadi reaksi peradangan, reaksi sel benda asing dan
sel-sel radang akan datang, mungkin karena masuknya lemak atau keratin yang
dianggap sebagai benda asing oleh sel langerhans.
Kalau pecah sulit untuk diangkat.
Cara pengangkatannya harus seluruh kistanya dengan cara in toto (keseluruhan).
Secara klinis lesi ini berbatas tegas, berbentuk seperti kubah dan tempat
predileksinya adalah di wajah, leher dan badan.
Pada dinding kista epidermal tidak akan ditemukan adneksa kulit seperti kelenjar
keringat, kelenjar minyak ataupun folikel rambut. Namun, apabila struktur ini
ditemukan maka disebut sebagai kista aterom.
12
5. KISTA DERMAL
- Kista dermal ini biasa muncul pada saat lahir
- Bentuknya kecil dan juga merupakan tumor jinak, sama dengan kista epidermal
- Biasanya munculnya di leher dan kepala (sekitar wajah)
6. Selanjutnya adalah kista atheromatosa. Kista ini merupakan pembesaran kelenjar
sebasea sehingga kista ini dipenuhi oleh lipid dan dibatasi oleh epitel skuamosa
berlapis. Lesi ini untuk penyembuhannya harus diangkat. Pengangkatannya pun harus
sempurna agar lesi ini tidak residif karena akan dianggar sebagai benda asing yang
mengakibatkan penyembuhannya akan makin sulit. Nah, kata dokternya nanti kalo ujian
bedah minor cari yang kistanya belum diintervensi,,gmana ngebedainnya?? Gampang
kok kalo kista yang belum diapa2in itu masih “mobile”, sedangkan yang udah kena
intervensi baik karena dikorek pasien atau operasi tidak sempurna gak “mobile”.
Nh gmbaran histopatologi kista yang sudah residif tadi (banyak ditemukan sel radang) :
7. NEVUS PIGMENTOSUS
- Sering dinamakan juga sebagai nevocellular nevi (tahi lalat).
- Nevus itu sendiri berarti lesi abnormal akibat gangguan dan proses pembentukan
melanosit.
- Biasanya ukurannya kurang dari 5 mm.
- Buat ngerefresh kembali melanosit itu berasal dari neural crest selanjutnya
mengalami pematangan di stratum basale.
- Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai asal dari nevus pigmentosus
ini, yang diantaranya adalah:
- Masson mengatakan bahwa sel nevus berasal dari melanosit epidermis dan sel
schwann
- Mishima mengatakan bahwa sel nevus berasal dari melanosit epidermis, sel schwann
dan nevoblas (apabila nevoblas melanogenik melanosom (+), DOPA Oksidase
(+), apabila nevoblas Schwanian melanosom (-), DOPA Oksidase (-)).
- Sel nevus : 3 bentuk yang secara mikroskopiknya juga berbeda-beda
1. Jenis A = sel epitelioid
- Terdapat pada epidermis / bagian atas epidermis
- Biasanya bentuknya kubus / lonjong
- Sitoplasma banyak, batas tegas
13
- Memiliki pigmen (berwarna hitam)
2. Jenis B = sel limfositoid kecil-kecil
- Terdapat pada dermis bagian tengah
- Kecil seperti limfosit
- Jarang berpigmen (hipopigmentasi)
3. Jenis C = sel neuroid panjang-panjang (spindle cell nevus)
- Pada dermis bagian bawahSitoplasma bergelombang, inti berbentuk kumparan
- Gambaran klinik sebagai berikut:
a. Datar, Sedikit menonjol, atau Papilomatosa(berpapil-papil) selalu
berpigmen
b. Berbentuk kubah (kayak segitiga), bertangkai (ada tangkainya/jarum
pentul): dapat berpigmen/tidak berpigmen
Berdasarkan histologinya nevus dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Junctional Nevus nevus terletak diperbatasan antara epidermis dan dermis
(dermal junction), biasanya bentuk dari nevus ini datar.
2. Intradermal Nevus nevus terletak di dalam dermis, biasanya bentuknya adalah
papiloma, kubah atau bertangkai.
3. Compound Nevus nevus terdapat dikeduanya yaitu di dermo-epidermal junction
dan di dermal, biasanya bentuknya sedikit menonjol dan sebagian papilomatotik.
- Yang sering bertransformasi menjadi ganas adalah tipe junctional dan compound
nevus.
- Secara mikroskopik terlihat pulau-pulau sel nevus yang tersusun atas sel berbentuk
bulat/lonjong (uniform). Sebagian nevus mengandung pigmen tengguli pada
sitoplasma terutama bagian yang dekat dengan epidermis.
- Jika kita ketemu pasien dengan keluhan “tahi lalat” yang makin membesar,
menonjol, berubah warna, terasa gatal, berulkus, dan mudah berdarah
maka sebagai dokter kita harus curiga bahwa “tahi lalat”nya udah bertransformasi ke
arah keganasan.
8. KARSINOMA SEL SKUAMOSA
- Kelainan ini merupakan tumor ganas yang sering ditemukan (menduduki
urutan nomer 2 yang paling ganas).
- Banyak terjadi pada laki-laki.
- Kelainan ini jarang bermetastasis (kemungkinannya kurang dari 5 %) kecuali
pada tempat-tempat tertentu.
- Keganasan ini sering dihubungkan dengan pajanan sinar matahari dan infeksi
dari HPV(sering terjadi pada orang yang terkena imunosupresi), dapat terjadi
karena pajanan karsinogen (tar) dan juga berhubungan erat dengan gen p53.
- Tumor ini sering juga dinamakan sebagai tumor kulit sejati
- Pembagian tingkat diferensiasi broders sulit dilakukan dalam praktiknya.
- Sebenarnya untuk melihat diferensiasi dari kanker ini mudah. Untuk melihat
apakah tumor ini diferensiasinya baik, sedang, buruk dapat kita bandingkan
dengan kemiripan epitel gepeng yang normal.
- Derajat keganasannya sebagai berikut:
1. Grade 1 diferensiasi baik (anaplasia ringan, terdapat formasi
mutiara tanduk, dan terdapat intercellualar bridging)
2. Grade 2 diferensiasi sedang ( terdapat formasi mutiara tanduk
dan individual cell dyskeratosis)
14
Penyakit Bowen
Mutiara
Tanduk
3. Grade 3 diferensiasi buruk (anaplasia berat, beberapa individual
cell dyskeratosis)
4. Grade IV tidak terdiferensiasi (anaplasia berat dan tidak ada
individual dyskeratosis)
- Faktor resiko/predisposisi untuk kelainan ini adalah sinar matahari, arsen,
terdapatnya ulkus kronik, hidrokarbon organik, radiasi, trauma panas,
tembakau dan sirih.
- Beberapa gambaran yang dapat ditemukan pada karsinoma sel skuamosa
adalah individual cell dyskeratosis (adanya keratin intrasel), dan terdapatnya
mutiara tanduk (pearl horn).
- Pada mikroskopik sel tumor tersusun atas sel yang berukuran besar, dapat
ditemukan pula jembatan antarsel (inter-cellular bridging).
- Tumor ini dapat hanya in situ (tanpa invasif), contohnya pada penyakt Bowen
(biasanya terdapat pada penis) dan bisa invasif (dapat menembus membran
basalis)
- Tahap invasifnya sebagai berikut:
- Tingkat awal: tonjolan keras kemerahan
- Tingkat lanjut: ulkus tepi bergaung
- Dengan/tanpa proses keratinisasibiasanya yang tanpa proses
keratinisasi merupakan tumor ganas.
- Variasi jenis:
- Pseudoglandular (seperti kelenjar)
- Spindle cell (seperti kumparan)
- Karsinoma verukosa, jenisnya antara lain:
- jarang
- seperti bertangkai
- tumbuh lambat – invasi – tanpa metastasis
- diferensiasi baik
- Terapinya adalah dengan proses pembedahan yakni eksisi luas pada invasif
yang tidak dalam dan pada tumor yang telah metastasis.
- Kemungkinannya 25% sampai 40% bermetastasis apabila tumor terdapat
pada permukaan selaput lendir, genitalia eksterna, dan pada ulkus yang
kronik.
- Tambahan: kita harus tau apa bedanya antara karsinoma dan sarkoma. Kalo
karsinoma biasanya bermetastasis melalui limpa, karena diantara kumpulan
sel tumornya itu ga ada pembuluh darah, jadi karsinoma ga bisa masuk ke
pembuluh darah. Kalo sarkoma bermetastasis melalui pembuluh darah, karena
di antara kumpulan selnya tedapat pembuluh darah.
9. Karsinoma sel skuamosa kan sering berkembang dari lesi prekanker. Nah lesinya apa
ajah. Liat deh di bawah nhh ->
a. Pseudoepitelomatosa hiperplasia
Secara histologis akan ditemukan epitel yang hiperplasia diikuti dengan reaksi
radang. Secara klinis tampak berwarna putih yang disebut leukoplakia.
b. Eritroplasia queyrat
Lesi ini sering terjadi di penis dengan ruam berupa papul atau makula eritomatosa.
Secara mikroskopis akan ditemuka hiperplasia dari sel2 epitel.
15
c. Penyakit Bowen
Merupakan neoplasia atau karsinoma intraepitelial yang biasanya berkaitan dengan
keganasan yang terjadi pada organ2 dalam.
10. Nah tumor ganas berikutnya adalah basalioma/karsinoma sel
basal/epitelioma sel basal. Sifatnya agresif secara lokal (ke sekitar lesi), tidak
bermetastasis, dan cenderung tidak bermetastasis. Knapa basalioma susah metastasis
gak kayak Ksskuamosa? Kan ada 4 syarat suatu sel tumor bermetastases -> mampu
menembus pembuluh darah, bertahan dari sel imun saat di sirkulasi, menembus
jaringan tujuan, dan tumbuh di tempat baru itu. Nah untuk KSB permasalahannya
adalah sel tumor sukar tumbuh di lingkungan baru karena sel itu harus membawa
stroma lingkungannya yang terdahulu. Nah, tentunya itu lebih sulit kan metastasisnya.
Kata dokternya sifat ini mirip seperti orang jawa kalo mau pindah rumah mesti bawa
tanah rumah lamanya. (btw pas gw perhatiin kuliahnya dia nyinggung orang jawa
terus hahaha). KSB ini umumnya terjadi pada daerah yang sering terpajan sinar
matahari seperti wajah, leher, dan area berambut lainnya. KSB ini jarang terjadi pada
pasien di bawah 40 tahun namun insidensinya lebih tinggi pada orang kulit putih.
11. Gambaran klinis pada pasien KSB : Ruam dari karsinoma seL basal terdiri dari satu
atau beberapa nodus kecil abu2 atau hitam, semitranslusen, berbentuk
bundar dengan bagian tengah lesi cekung (central deppresion), dan bisa
mengalami ulserasi dan pendarahan. Bagian tepi ulkus meninggi yang merupakan
tanda khas pada pinggiran tumor ini. Pada kulit sering dijumpai tanda – tanda
kerusakan seperti telangiektasis dan atropi. Lesi tumor ini tidak menimbulkan
rasa sakit. Adanya ulkus menandakan suatu proses kronis yang berlangsung
berbulan – bulan sampai bertahun – tahun dan ulkus ini secara perlahan – lahan
dapat bertambah besar. Ulkus pada KSB ini disebut ulkus rhodens.
12. Secara histopatologis, pada KSB akan tampak proliferasi sel- sel basaloid (sel – sel
basal yang masih setengah jadi dengan karakteristik inti bundar, sitoplasma
sedikit, tepi sel tidak jelas, dan tidak ditemukan jembatan interseluler)
Hayoo knapa gak ditemuin jembatan interseluler?? Yaah karena sel2nya masih
setengah jadi.
13. Nah KSB ini dibagi menjadi beberapa tipe. Tipenya ada yang ditentukan
berdasarkan diferensiasinya dan berdasarkan sifat pertumbuhan. Klasifikasi
yang berdasarkan diferensiasi biasanya kurang baik dalam menggambarkan prognosis
dari KSB jadi biasanya dokter pake yang klasifikasi dari sifat pertumbuhan. Ini nhh
klasifikasinya -> (penjelasan dari sumber makalah Putra, IB Departemen Kesehatan
Ilmu Kulit dan Kelamin FK USU penjelasannya tambahan ajah biar kalian ngerti tapi
wajibnya adalah kalian menghapal klasifikasinya)
A. Berdiferensiasi
- Jenis Keratotik
Disebut juga tipe pilar karena berdiferensiasi ke arah rambut menunjukkan sel
– sel parakeratotik dengan gambaran inti yang memanjang dan sitoplasma
agak eosinofilik dan dijumpai horn cyst (kista keratin). Sel parakeratotik (sel2
stratum korneum yang masih nampak intinya) dapat membentuk susunan
konsentris atau mengeliling kista keratin.
- Jenis kistik
Pertumbuhannya ke arah kelenjar sebasea.
16
- Jenis adenoid
Jenis KSB yang pertumbuhannya ke arah kelenjar ekrin. Secara histopatologI
adanya gambaran struktur mirip kelenjar yang dibatasi jaringan ikat. Kadang –
kadang ditemukan lumen yang dikelilingi sel – sel bersekresi. Dalam lumen
dapat ditemukan semacam substansi koloid atau materi granuler yang amorf.
Akan tetapi, belum ada bukti aktivitas sel yang bersifat sekretoris pada tepi
lumen.
B. Tidak Berdiferensiasi
- Jenis solid
Merupakan gambaran histopatologik yang banyak ditemukan. Berupa
pulau – pulau sel dengan bentuk dan ukuran bermacam – macam, terdiri dari
sel – sel basaloid, dengan inti basofilik yang bulat atau lonjong, sitoplasma
sedikit, sel – sel pada tepi massa tumor tersusun palisade.
C. Sifat Pertumbuhan
Berdasarkan sifat pertumbuhan antara lain bentuk :
1. Noduler, kelompok sel tumor yang secara keseluruhan memberi kesan
berbatas tegas dengan jaringan sekitar.
2. Noduler infiltratif, pada bagian tengah tampak tonjolan tumor dengan tepi
menunjukkan pertumbuhan infiltratif kecil.
3. Infiltratif, jaringan tumor menunjukkan pertumbuhan infiltratif tidak teratur.
- Sclerosing, stroma menunjukkan jaringan ikat padat terdiri dari serabut
kolagen dan elastin.
- Non sclerosing, kelompok sel tumor besar dengan jaringan ikat stroma
tidak begitu padat.
4. Multifokal, jaringan tumor berasal dari beberapa tempat pada epidermis.
14. Tambahan lagi adalah jenis – jenis gambaran klinik KSB..ingat teman2 ini cuman buat
bahan bacaan ajah yah..oh ya gambar2 dari tipe ini bisa dilihat di fitzpatrick, soalnya
gak muat kalo ditaruh di sini.hehehe
1. Tipe Nodula-ulseratif
Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2 – 4 mm, translusen, warna pucat seperti
lilin (waxy-nodulo). Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan
pembuluh darah superficial melebar (telangiekstasis). Permukaan nodus mula –
mula rata, tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan di tengahnya dan
pinggir lesi menyerupai bintil – bintil seperti mutiara (pearly border). Nodus
mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan erosi spontan yang
kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian sentral lesi.
Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah , berabatas tegas, dasar
ireguler, dan ditutupi oleh krusta. Pada palpasi teraba adanya indurasi di sekitar
lesi terutama pada lesi yang mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas
tegas, tidak sakit atau gatal, dengan trauma ringan atau bila krusta di atasnya
diangkat akan mudah berdarah.
2. Tipe Pigmented
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif. Bedanya pada jenis ini
berwarna coklat atau berbintik – bintik atau homogen (hitam merata) kadang –
kadang menyerupai melanoma. Banyak dijumpai pada orang dengan kulit gelap
yang tinggal pada daerah tropis.
3. Tipe Morfea-like
Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya berbetuk plakat yang
berwarna kekuningan dengan tepi yang tidak jelas, kadang – kadang tepinya
meninggi. Pada permukaannya tampak beberapa folikel rambut yang mencekung
sehingga memberikan gambaran seperti sikatriks.
17
4. Tipe superfisial
Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi yang meninggi. Lesi
dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya multipel,
terutama dijumpai pada badan, kadang – kadang pada leher dan kepala.
5. Tipe fibroepitelial
Berupa satu atau beberapa nodul yang keras dan sering bertangkai pendek.
Permukaannya halus dan sedikit kemerahan. Tipe ini terutama dijumpai di
punggung. Tipe ini sangat jarang ditemukan.
15. Penatalaksanaan dari KSB bisa berupa bedah eksisi yang memberikan prognosis
yang baik dan bedah beku. Oh ya tambahan lupaaa..kalo tiap kita lihat gambaran
klinis kayak ulkus rhodens harus dilakukan namanya pemeriksaan histopatologis
dengan biopsi. Syarat biopsi yang baik adalah meliputi bagian paling bawah dan tepi
ulkus, INGAT JANGAN KORENGNYA!!GAK GUNA!!
16. Tidak hanya keratinosit yang bisa jadi tumor ganas, tapi juga melanosit. Yah kalian
dah pada tahulah itu apa yaitu melanoma maligna. Melanoma maligna ini
mendapat tempat sebesar 1 – 3% di antara para maligna dengan kejadian tertinggi
pada orang usia 40 sampai 60 tahun. Predileksinya ada di kulit, mulut,
esofagus, vagina, anus, leptomeninges (struktur antara durameter dan
arachnoid), conjungtiva,dll. Asal timbulnya melanoma maligna ini bisa dari
melanosit di kulit normal atau perkembangan lanjutan dari nevus pigmentosus tipe
junctional.
17. Nah karena terkadang melanoma maligna merupakan perkembangan dari nevus
pigmentosus sehingga sulit dibedakan antara keduanya. Gimana cara bedainnya..ada
di tabel di bawah ini.
MM NP
Warna Hitam-coklat disertai dengan bercak2 kemerahan Hitam total
Batas Tidak jelas, biasanya diawali dengan lesi nodul Jelas dan reguler
18. Pada pemeriksaan histopatologis melanoma maligna akan ditemukan dua jenis sel
yaitu sel epiteloid dan sel spindle. Sel epiteloid ini akan membentuk struktur
alveolar yang dikelilingi jaringan ikat kolagen, terdapat pigmen melanin yang bisa
terlihat dengan pewarnaan fontana masson. Sel spindle memiliki karakteristik
berkelompok dan amelanotic (karena jika diberi reaksi DOPA hasilnya negatif).
19. Pembagian tipe maligna melanoma didasarkan pada dua hal yaitu pola
pertumbuhannya dan derajat keganasan. CLARK dan MIHM mengklasifikasikan
melanoma maligna sebagai berikut (sumber buku kulit dan kelamin FKUI, gambarnya
bisa dilihat di slide soalnya gak muat kalo ditaruh di sini dan jadi gak jelas) :
- Bentuk superfisial (SSM)
Bentuk yang paling sering ditemukan. Umumnya kelainan berupa bercak dengan
ukuran mm – cm, warna bervariasi, tak teratur, berbatas tegas dengan sedikit
penonjolan di permukaan kulit. Sel yang lebih dominan adalah sel epiteloid.
Predileksi pada wanita umumnya di kaki.
- Bentuk nodular (NMM)
Berupa nodus yang berwarna biru kehitaman dengan batas tegas, datar, dan
luas. Predileksi di telapak kaki. Sel yang lebih dominan adalah sel epiteloid juga.
Prognosis buruk.
- Bentuk lentigo maligna melanoma (LMM)
Bentuk plakat, berbatas tegas, warnanya coklat kehitaman serta tidak homogen,
bentuk tak teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang berbatas
18
tegas setelah bertahun – tahun. Tipe ini adalah satu2nya tipe dengan sel spindle
sebagai sel dominannya. Prognosis tipe ini cukup baik. Oh ya kalo tipe ini ada
yang berlokasi di acral (ujung ekstremitas) dinamakan acral lentiginous
melanoma.
“untuk bentuk superfisial dan lentigo pola pertumbuhannya vertikal dan horizontal
(bifasik) sedangkan noduler pola pertumbuhannya vertikal (monofasik.).
20. Ada beberapa catatan nhh dari dosennya tentang malignant melanoma :
- Prognosis bergantung pada kedalaman , makin dalam makin kurang baik.
- Di indonesia banyak prevalensi yang noduler yang sumbunya vertikal dimana
tipe ini lebih gampang metastasis dibandingkan yang lain.
- Trauma salah satu faktor nodular m.m.
- Pada maligna melanoma akan ditemukan gambaran sel datia. Datia kanker dan
datia radang beda looh. Datia kanker adalah sel tumor yang intinya membelah
, tetapi tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Kl datia radang dah pada
tahulah yah semua.
21. Nah, melanoma maligna ini ternyata ada derajatnya looh. Penentuan derajat atau
stadium kedalaman invasi melanoma ini ditentukan si CLARK :
I : in epidermis
II : invasion to papilla dermis
III : invasion to papilla dermis and upper
part of dermis
IV : invasion to retikular dermis.
V : invasion to fatty tissue/
subcutaneous tissue.
22. Nah selain Clark, tuan breslow juga ngasih teori2 tentang pengukuran
perkembangan si melanoma maligna. Prinsip2nya :
- Ketebalan tumor harus diukur secara objektif dengan micrometer di bawah
mikroskop
- Ketebalan tumor diukur dari lapisan granular hingga lapisan terdalam dari tumor..
- Pada tumor yang berulkus, ketebalan tumor diukur dari dasar ulkus hingga
bagian terbawah dari tumor.
- Ketebalan tumor kurang dari 0,76 mm tidak akan memiliki kemampuan
metastasis sehingga tidak perlu ada pengangkatan limfonodus.
- Pada tumor dengan ketebalan lebih dari 1,5 mm, pengangkatan limfonodus akan
membuat kesempatan hidupnya menjadi 2 kali lebih besar
23. Reaksi radang dan penyebaran ternyata juga bisa menggambarkan prognosis m.m.
Semakin banyak sel radang yang nampak di pemeriksaan berarti makin
ringan perkembangan tumornya. Untuk penyebaran, stadium awal m.m paling
mungkin hanya menyebar secara limfogen sedangkan untuk stadium lanjut
bisa menyebar secara hematogen dan bisa menuju paru – paru, hati, dan
kulit. (Karina Maharani Pramudya & Swastya Dwi Putra)
DERMATOTERAPI TOPIKAL
Setelah mendiagnosis lesi kulit dengan tepat, dokter dapat memberikan terapi topikal dan
sistemik yang sesuai. Namun dalam tentir ini akan lebih dibahas ke arah topikal.
Keberhasilan dari pengobatan topikal ini tergantung pada umur, pemilihan agen yang tepat,
lokasi dan luas tubuh yang terkena, stadium penyakit, jenis lesi, konsentrasi bahan aktif
dalam vehikulum, metode aplikasi, dan penentuan lama pemakaian obat (memaksimalkan
efektivitas dan meminimalisasi efek samping).
Faktor efikasi terapeutik terapi topikal kulit adalah potensi bahan aktif dan daya obat
berpenetrasi pada kulit. Tujuannya
adalah mencapai homeostasis dan
menghilangkan gejala.
Absorpsi Perkutan
Obat yang diberikan secara perkutan
harus melalui berbagai macam
19
lapisan kulit seperti epidermis, papila dermis, hingga akhirnya masuk dalam pembuluh
darah. Berbeda dengan kerja berbagai macam obat yang diminum secara oral, kerja obat
topikal tergolong lebih lambat. Obat oral akan terserap secara penuh dalam waktu
beberapa jam, sedangkan obat yang diberikan secara perkutan baru diserap sekitar 2%
dalam waktu 1 hari. Akan tetapi, walaupun absorpsinya yang rendah, bukan berarti efikasi
dari obat tersebut juga rendah. Dalam aplikasinya, efek dari obat topikal cukup baik
walaupun tingkat absorpsinya yang rendah.
Absorpsi Transepidermal
Jalur transepidermal secara prinsip bertanggung jawab dalam pengaturan difusi pada kulit.
Resistensi pada jalur ini meningkat pada stratum korneum. Pertama-tama partisi obat
menembus ke dalam stratum korneum. Terjadi difusi melalui matriks protein-lipid stratum
korneum. Ketika obat tersebut meninggalkan stratum korneum, obat akan memasuki
massa sel basah dari epidermis. Mengingat epidermis tidak memiliki pasokan darah
langsung, obat berdifusi hingga mencapai pembuluh darah di bawahnya. Membran sel
epidermis memiliki tautan kuat dan tidak terdapat celah interselular untuk ion dan molekul
nonelektrolit polar untuk terjadinya difusi. Untuk menembusnya, diperlukan persilangan
membran sel, di mana tiap persilangan menjadi prohibitif secara termodinamik untuk
spesies larut air. Molekul yang lipofilik secara termodinamika melindungi cairan sel
(sitoplasma).
Jalur dermal merupakan pintu terakhir menuju sistemik. Permeasi (proses menembus)
melalui dermis adalah melewati kanal pada substansi terdalam. Difusi melalui dermis
merupakan difusi terfasilitasi tanpa selektivitas molekular, mengingat jarak antara serat
kolagen terlalu lebar untuk menyaring molekul besar.
Absorpsi Transfolikular
Permeasi terjadi pada apendiks kulit, yaitu kelenjar sebasea dan ekrin, yang merupakan
shunt yang mem-bypass stratum korneum. Meskipun kelenjar ekrin sangat banyak
jumlahnya, namun saluran keluarnya sangat kecil. Oleh karena itu, absorpsi ini bukan
merupakan rute utama absorpsi perkutan. Namun rute ini memiliki peranan penting untuk
membuka pori folikel, di mana rambut (hair shaft) meninggalkan kulit mensekresikan
sebum yang digunakan untuk difusi penetran (obat). Obat terpartisi di dalam sebum, diikuti
difusi melalui sebum menuju bagian epidermis yang lebih dalam. Pembuluh darah yang
menyuplai folikel rambut pada dermis dapat berfungsi sebagai jalur sistemik.
Nasib Obat pada Kulit
Proses penyerapan obat dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
- Lag phase: di atas kulit, di darah (-)
- Rising: di stratum korneum ke kapiler dermis darah (+)
20
- Falling: obat habis di str. korneum berkurang
Proses eksfoliasi, terhapus, dan tercuci menyebabkan konsentrasi obat berkurang.
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi absorpsi dari obat perkutan, yaitu:
a. Stratum korneum
i) Kandungan lipid. Pada stratum korneum terdapat kandungan ceramide, asam
lemak bebas, dan kolesterol dengan perbandingan 1:1:1. Ketiganya tergolong
dalam senyawa lipid, sehingga obat yang bersifat lipofilik adalah obat yang
dapat menembus lapisan kulit dengan baik.
ii) Ketebalan stratum korneum. Regio pada kulit memiliki ketebalan stratum
korneum yang berbeda-beda, semakin tipis stratum korneum, semakin mudah
obat melakukan penetrasi pada kulit.
iii) Kondisi stratum korneum. Pada kulit yang mengalami kerusakan, kondisi
stratum korneum yang rusak akan lebih mudah ditembus oleh obat
dibandingkan dengan kulit dengan stratum korneum yang masih intak.
Seringkali stratum korneum dikelupas dengan menggunakan Cellophane tape
untuk membantu proses absorpsi obat. Absorpsi obat dapat lebih mudah
dilakukan apabila obat tersebut diberikan pada kulit dengan stratum korneum
yang telah terkelupas.
b. Oklusi. Obat yang diberikan ditutup secara rapat atau dilapisi dengan lapisan
minyak. Tindakan tersebut bertujuan untuk:
i) Meningkatkan hidrasi dan menjaga suhu dari stratum korneum, yaitu diperciki
air 5 menit sebelum aplikasi obat.
ii) Mencegah kemungkinan tercuci atau terhapus.
iii) Meningkatkan absorpsi dari obat tersebut, yaitu 10 sampai dengan 100 kali.
iv) Mempercepat efek samping, infeksi, folikulitis, dan miliaria. Contohnya bila
kortikosteroid telah mencapai sistemik, ditandai oleh adanya kortikosteroid
dalam urin.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dengan memberikan perlakuan oklusi, maka
efek samping dari obat yang diberikan juga dapat timbul lebih cepat.
c. Frekuensi pemberian. Frekuensi pemberian obat tidak memberikan efek yang
signifikan, pada dasarnya pemberian 1 kali sehari sudah cukup, asalkan obat
tersebut tidak terhapus oleh air ataupun gesekan.
d. Kuantitas obat yang diberikan. Kuantitas obat yang diberikan pada dasarnya
harus seimbang tergantung lesinya. Obat yang diberikan jangan sampai terlalu
banyak ataupun terlalu sedikit. Apabila jumlah obat yang diberikan terlalu banyak,
maka akan mengakibatkan rasa tidak nyaman, apabila jumlah yang diberikan
kurang dari jumlah yang seharusnya, maka tentu saja efek yang didapatkan tidak
akan maksimal. Setiap 3% luas permukaan kulit membutuhkan 1 gram
krim/salep. Ada pula skala FTU (Finger Tip Unit) atau Rule of Nine pada luka
bakar.
e. Keberadaan folikel rambut. Adanya folikel rambut akan memudahkan proses
absorpsi dari obat. Kondisi kulit yang memiliki rambut cenderung akan lebih tipis
stratum korneumnya dan juga berpori, sehingga dapat ditembus oleh obat topikal
(ingat jalur transfolikular).
f. Tekanan (digosok atau dipijat). Obat yang proses pemberiannya dilakukan
dengan menggosok atau memijat, efeknya akan semakin meningkat karena
penyerapan obat juga akan meningkat.
g. Umur pasien. Orang yang sudah berumur (lansia) cenderung memiliki lapisan
stratum korneum yang tipis, tetapi kultinya tidak terhidrasi, sehingga walaupun
memiliki lapisan stratum korneum yang tipis, tetap saja kondisi kulit orang tersebut
akan sulit ditembus oleh obat.
Komponen Obat
Pada dasarnya, obat topikal terdiri dari 2 bagian dasar, yaitu vehikulum dengan zat
aktifnya. Komposisi zat aktif dengan vehikulum sangat beragam, begitu pula dengan jenis
vehikulum yang digunakan. Vehikulum memiliki keunikan untuk setiap bagian dari
penggunaannya pada kulit.
21
VEHIKULUM
Syarat Pemberian
Ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu:
a. Basah dengan basah. Yaitu: dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres
terbuka. Akan tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada
dermatosis dengan peradangan hebat.
b. Kering dengan kering. Yaitu: dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering,
misalnya salep.
Syarat Vehikulum
Dalam pemberian obat topikal, vehikukum sangat berperan penting. Syarat digunakannya
vehikulum adalah:
a. Tidak menginaktivasi obat itu sendiri
b. Tidak mengiritasi
c. Tidak mengakibatkan alergi
d. Memenuhi standar kosmetik (tidak menimbulkan penampakan yang buruk)
e. Mudah digunakan
Klasifikasi Vehikulum
Berdasarkan komponen penyusunnya: monofasik (bedak, salep, cairan), bifasik (bedak
kocok, krim, pasta), dan trifasik (pasta pendingin).
Berdasarkan kelarutannya: hidrofilik dan hidrofobik.
Berdasarkan konsistensinya: padat, cair, semi padat.
Jenis Vehikulum (Konsistensi)
Bedak (Solid)
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat
erat sehingga penetrasinya sedikit sekali. Efek bedak ialah mendinginkan, antiinflamasi
ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi, antipruritus lemah, mengurangi
pergeseran pada lipatan kulit (intertrigo dan kaki), menyerap kelembapan kulit, dan
proteksi mekanis. Pengobatan dengan bedak yang diharapkan terutama ialah efek fisis.
Bahan dasarnya ialah:
Zinkoksida (antiseptik, proteksi)
Talkum (magnesium silikat): lubrikasi dan mengeringkan.
Kalamin mengandung
ZnO 98% dan Fe2O3 1% (merah jambu)
Sebagai astringen untuk mengurangi gatal.
Bedak biasanya dicampur dengan seng oksida (ZnO), sebab zat ini bersifat
mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah, dan antipruritus lemah.
Indikasi: pemberian bedak pada dermatosis yang kering dan superfisial,
mempertahankan vesikel atau bulla agar tidak pecah.
Kontraindikasi: dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi
sekunder. Jika terjadi eksudat atau pus, maka campuran bedak dengan eksudat
merupakan adonan yang memudahkan terjadinya infeksi (iritasi, mengeras, krusta,
dan granuloma).
Kelemahan bedak:
Daya lekat yang kurang, sehingga digunakan stearat untuk meningkatkan daya
lekat.
Terisap oleh hidung pemakai.
Semi Padat (Semi Solid)
Bahan yang semi padat cenderung mudah menyebar dan mempunyai sifat proteksi, hidrasi,
dan lubrikasi. Beberapa bahan vehikulum yang termasuk dalam semi solid adalah:
Salep
Salep adalah bahan berlemak (dasar hidrokarbon) atau seperti lemak, yang pada suhu
kamar berkonsistensi seperti mentega dan lengket. Bahan dasar biasanya vaselin,
tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Salep mempunyai daya serap yang cenderung
lebih besar dibandingkan dengan krim.
Salep mempunyai sifat lubrikasi, proteksi, dan emolien, yaitu menahan penguapan air
dari kulit.
Indikasi: dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik,
dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih. Bersifat proteksi pada
ruam popok, inkontinensia alvi, sariawan, dan kolostomi.
22
Kontraindikasi: dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian
badan yang berambut dan lipatan tubuh, penggunaan salep tidak dianjurkan.
Kelemahan dari salep: rasa lengket yang ditimbulkan, tetapi mudah dibersihkan
(Lanolin anhidros, petroleum hidrofilik), serta rasa warna kuning akibat petroleum
kuning yang menyebabkan noda pada pakaian.
Krim
Krim adalah emulsi O/W (oil in water) atau W/O (water in oil). Kombinasi antara
minyak dengan air ditambah emulgator menghasilkan emulsi W/O atau O/W,
bergantung pada susunan komponen di atas. Krim perlu diberikan pengawet karena
adanya kandungan air di dalamnya.
Krim W/O (cold cream). Terdiri dari air <25%, lebih cocok dipakai waktu
malam karena melengket lebih lama di kulit. Terdiri atas ≥ 1 cairan tak larut yang
terdispersi pada cairan lainnya sehingga harus dikocok saat akan digunakan.
Dibutuhkan emulgator untuk mencegah terjadinya emulsi.
Krim O/W (vanishing cream). Terdiri dari air 31% hingga 80%, lebih cocok
dipakai waktu siang karena lebih cair dan tidak lengket. Indikasi digunakan krim
ialah indikasi kosmetik karena tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan
tidak mengotori baju. Indikasi selanjutnya adalah dermatosis yang subakut dan
luas, dan boleh digunakan di daerah yang berambut. Kontraindikasi untuk krim
W/O ialah dermatitis madidans. Kandungan humektan beragam dari gliserin,
propilen glikol, dan polietilen glikol untuk mencegah kekeringan.
Gel
Gel adalah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspense yang dibuat dari
senyawa organik. Zat untuk membuat gel di antaranya adalah karbomer, metilselulosa,
dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu
akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus.
Gel bening, mudah dipakai dan dibersihkan, dapat dipakai pada kulit berambut, dan
umumnya dipakai pada kulit yang berminyak. Absorpsi per kutan gel lebih baik
daripada krim. Kekurangannya, sifat gel kurang menutupi lesi sehingga memungkinkan
zat asing untuk masuk, serta mengandung alkohol atau propilen yang mudah kering
sehingga menimbulkan rasa tersengat.
Pasta
Pasta merupakan campuran bedak (hingga 50%) dengan salep dasar hidrokarbon atau
emulsi air dalam minyak. Pasta dapat dikatakan pula sebagai campuran homogen
bedak dan vaselin. Bedak yang menjadi bahan pasta mengandung zinkoksida, kaolin,
kalsium karbonat, dan talkum. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan. Fungsi pasta
antara lain untuk membatasi obat agar tidak melebar, proteksi, mengeringkan, barier
impermeabel, dan tabir surya. Kelemahan pasta jika dibandingkan dengan salep adalah
kurang lengket, kurang menutupi lesi, dan lebih kering.
Indikasi: dermatosis yang agak basah.
Kontraindikasi: dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk
daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena
terlalu melekat.
Cairan (Liquid)
Prinsip pengobatan cairan adalah membersihkan kulit yang sakit dari debris dan sisa-sisa
obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu, terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel,
bula, dan pustul. Hasil akhir pengobatan adalah keadaan yang membasah menjadi kering,
permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi
proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya
rasa gatal dan rasa terbakar. Beberapa bahan vehikulum yang termasuk dalam cairan
adalah:
Solusio
Solusio merupakan disolusi 2 atau lebih substansi menjadi larutan homogen yang
bening, Selain itu ada pula yang disebut dengan tingtura, yaitu solusio hidroalkohol
50%. Solusio dibagi menjadi kompres, rendam, dan mandi. Kompres dibagi lagi
menjadi 2, yaitu kompres terbuka dan kompres tertutup. Kompres terbuka berfungsi
untuk membersihkan, melunakkan, mengeringkan, antiseptik, epitelisasi, dan
mendinginkan. Sedangkan kompres tertutup berfungsi untuk vasodilatasi. Jika
23
dilakukan kompres pada daerah muka, maka jangan dengan kompres berwarna seperti
rivanol atau kalium permanganat.
Berikut merupakan contoh-contoh kompres dan kegunaannya:
Asam salisilat 1 ‰: berfungsi sebagai astringen (mengonstriksi) dan antiseptik
lemah.
Kalium Permanganat 1/5000, 1/10000: astringen dan antiseptik.
Rivanol 1 ‰: astringen, antiseptik, dan deodoran.
AgNO3 0.25-0.5 %: astringen dan antiseptik kuat.
Heksaklorofen: antiseptik.
Suspensi (losio) emulsi
Suspensi/losio merupakan 2 fase berlainan dan tidak terdispersi dalam liquid, terdiri
atas air, minyak, dan zat padat. Sebelum dipakai harus dikocok terlebih dahulu karena
losio membentuk endapan. Beberapa jenis losio, antara lain losio kalamin, losio steroid,
emolien urea, dan asam laktat. Jika diaplikasikan pada kulit, akan terasa dingin karena
adanya penguapan komponen air. Losio juga mudah dioleskan hingga homogen
(membentuk satu lapisan).
Losio mengandung bedak untuk memperluas daerah evaporasi. Losio efektif untuk
mengeringkan kulit yang basah. Suspensi/losio mengandung zink oksida, talkum,
kalamin, gliserol, alkohol, air, dan stabilator. Jika komponen air pada losio menguap,
maka komponen bedak akan bergumpal dan bersifat abrasif, mengakibatkan hilangnya
partikel sebelum pemakaian.
Perbedaan losio dengan bedak kocok adalah losio mengandung suspending agent
sedangkan bedak kocok (mixtura agitanda) tidak. Hal tersebut membuat bedak kocok
tidak termasuk ke dalam golongan suspensi.
Topikal aerosol
Topikal aerosol terdiri dari solusio, suspensi, emulsi, bedak, dan foam. Fungsi dari
topikal aerosol adalah mendeposit obat dalam bentuk lapisan tipis. Kelebihannya tidak
mengakibatkan iritasi untuk kulit abrasi/eczema, sedangkan kekurangannya memberi
rasa nyeri. Sebuah contoh adalah DMSO (Dimetil Sulfoksida) yang bisa melarutkan zat
yang tidak larut dalam air dan bisa larut dalam air dan pelarut organik.
Foam
Foam memiliki bentuk emulsi dan foaming agent (surfaktan). Foam merupakan sistem
solven (misalnya air dan ethanol) dan propelan (campuran hidrokarbon nonpolar).
Foam yang mengandung alkohol meninggalkan sedikit residu. (maaf ya bagian ini
kurang menjelaskan, karena diskip oleh dosennya ketika kuliah)
Stabilator
Sebelumnya sudah disinggung sedikit mengenai stabilator, sebagai salah satu zat yang
terkandung di dalam losio. Beberapa fungsi stabilator, antara lain:
Pengawet. Paraben efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur, kapang, dan ragi
tetapi kurang aktif untuk bakteri. Stabilator lain: fenol halogenasi, asam benzoat,
formaldehid, sodium benzoat dan timerosal.
Antioksidan dipakai untuk melindungi vehikulum dari oksidasi, misalnya butil
hidroksianisol, asam askorbat, sulfit, dan sulfur mengandung asam amino yang dipakai
oleh vehikulum dasar larut air.
Chelating agent dipakai EDTA (Ethylenediaminetetraacetic Acid) dan asam sitrat
bersama dengan antioksidan membentuk kompleks dengan logam berat.
BAHAN AKTIF
Asam Salisilat
Berikut adalah beberapa fungsi dari asam salisilat beserta dosis yang sesuai: untuk
kompres digunakan as.salisilat 1‰, untuk keratoplasti digunakan as.salisilat 2%, untuk
keratolitik (lisis keratin, kebalikan dari keratoplasti) digunakan as.salisilat 3-20%, jika
diberikan as.salisilat 30-60% maka akan memberikan efek destruktif pada jaringan,
sedangkan untuk memperbaiki penetrasi obat dapat digunakan as.salisilat 3-5%. Asam
salisilat bersinergi dengan sulfur, namun tidak aktif bila bercampur dengan zinkoksida.
Asam salisilat biasanya terkandung dalam salep untuk kapalan dan bersifat antiseptik
untuk infeksi Pseudomonas. Asam salisilat 80-160 mg, dengan nama obat generik
Ascardia, memberi efek mencegah agregasi platelet dan jika dikonsumsi
berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
24
Sulfur
Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.
Bersifat antiseboroik, antiakne, antiskabies, antibakteri gram positif, dan antijamur.
Bentuk yang paling sering digunakan adalah sulfur presipitatum (belerang endap)
berupa bubuk kuning kehijauan yang biasanya dipakai dalam konsentrasi 4-20%.
Dapat digunakan dalam pasta, krim, salep, dan bedak kocok.
Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara (likuor
karbonis detergen/LKD), fosil (iktiol), dan kayu (oleum kadini dan oleum ruski). LKD
pada konsentrasi 3-10% dapat member efek antiproliferasi. Efek samping dari ter
antara lain iritasi, folikulitis, akne ter, fototoksik, dan karsinogenik (yang terakhir
disebut menyebabkan ter ditinggalkan pemakaiannya sebagai anti-inflamasi).
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid memiliki khasiat yang paliatif (aktif dan menyeluruh) dan supresif untuk
anti-inflamasi, antialergi, antipruritus, antimitotik, dan vasokonstriksi. Kortikosteroid
topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, di antaranya berdasarkan anti-inflamasi dan
antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya
(superpoten), sebaliknya golongan VII yang terlemah dengan aktivitas antimitotik (-)
(potensi lemah).
Indikasi: topikal dermatitis dan psoriasis ringan, intralesi keloid, parut
hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, dan prurigo.
Kontraindikasi: infeksi dan ulkus.
Lama pakai: potensi lemah 4-6 minggu, potensi kuat 2 minggu.
Efek samping: terjadi bila penggunaan kortikosteroid topikal lama dan
berlebihan, penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat/sangat kuat
atau penggunaan secara oklusif (ditutup). Gejala efek samping hipo/atrofi kulit,
strie, telangiektasia, purpura, dermatosis akneiformis, hipertrikosis,
hipopigmentasi, dermatitis perioral, absorbsi perkutan dapat menyebabkan supresi
kelenjar adrenal.
Antibiotik
Indikasi untuk infeksi bakteri. Prinsip dari antibiotik antara lain adalah: pemakaiannya
efektif sesuai dengan kuman penyebab, tidak dipakai sebagai obat sistemik, tidak
menimbulkan sensitisasi, harganya murah dan mudah didapatkan. Berikut ini adalah
beberapa jenis antibiotik, antara lain: basitrasin (efektif terhadap gram (+) (-)),
mupirosin, (gram (+) (-)), natrium fusidat (terutama stafilokokus), polimiksin (gram (-),
kecuali proteus & serratia), dan neomisin (gram (+) (-), pengecualian krn dapat
menyebabkan sensitisasi).
Antijamur
Berikut ini adalah beberapa contoh dari obat antijamur, antara lain: nistatin (efektif
terhadap kandida), siklopiroksolamin (dermatofita, malassezia furfur, kandida),
haloprogin (dermatofita, M furfur, kandida), tolnaftat (dermatofita), dan derivat azole
(misal imidazole, yang efektif terhadap dermatofita, M furfur, dan kandida).
TOKSISITAS
Kadar toksisitas tergantung pada obat, vehikulum, lokasi, frekuensi, durasi, jenis kelainan
kulit, serta kondisi renal dan hepar pasien. Usia juga mempengaruhi, di mana anak kecil
memiliki rasio obat di permukaan kulit yang lebih besar dibandingkan orang dewasa.
Efek lokal : iritasi, alergik, atrofik, komedogenik, teleangiektasis, pruritus,
stinging, dan nyeri. Terjadi proses pengeringan kulit atau merusak lapisan kulit
epidermis.
Efek sistemik : terjadi karena adanya penyerapan perkutan (SSP, shock
anafilaksis renal, kardiak, teratogen, dan karsinogen). Efek nonimunologis dapat terjadi
pada keracunan peptisida. (Arini Purwono & Dwi Wicaksono)