temuan otopsi pada abortus provokatus kriminalis
TRANSCRIPT
Referat
TEMUAN OTOPSIPADA ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS
Oleh :
Della Putri YuwinandaFadhlina Muharmi Harahap
Mellia Fitrina
Pembimbing :DR. dr. Dedi Afandi, Sp.F DFM
KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD – RS BHAYANGKARA
PEKANBARU2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
penulis kesempatan sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul ‘Temuan
otopsi pada abortus provokatus kriminalis’ ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada DR. dr. Dedi Afandi, Sp. F, DFM
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan referat ini,
namun kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga referat
ini bermanfaat untuk kita semua.
Pekanbaru, Mei 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus abortus (keguguran) dapat terjadi dimana saja dan kapan saja baik di
negara yang sudah maju maupun negara yang sedang berkembang. Abortus adalah
keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas dimana masa gestasi belum mencapai
usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 g. Secara hukum abortus adalah
tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran
tanpa melihat usia kandungannya. Abortus dapat terjadi secara alami
(spontaneus), dapat pula terjadi karena dibuat /disengaja (abortus provocatus).
Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi
medis. Abortus provokatus dibagi menjadi dua yaitu provokatus medisinalis
(terapeutik) dan abortus provokatus kriminalis. Secara statistik 40 % dari semua
kasus abortus merupakan abortus provokatus kriminalis.
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan
proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan` interpretasi atau penemuan-
penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Otopsi pada abortus provokatus kriminalis bertujuan untuk mencari bukti dan
tanda kehamilan, mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan
kriminal dengan obat-obatan atau instrumen dan menentukan kaitan antara sebab
kematian dengan abortus.
Dokter dapat diminta bantuannya oleh polisi selaku penyidik untuk
memeriksa kasus abortus provokatus tersebut. Dengan demikian seorang dokter
sangat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan yang memadai tentang aspek
pengetahuan forensik dari suatu abortus pada umumnya dan abortus provocatus
kriminalis pada khususnya.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai temuan otopsi pada wanita yang
mengalami abortus provokatus kriminalis.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai temuan otopsi
pada abortus provokatus kriminalis.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Forensik dan Medikolegal.
3. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk membuka wacana
agar diadakan penelitian terkait otopsi pada abortus provokatus
kriminalis.
2. Bagi penulis
Menambah pengetahuan mengenai forensik dan medikolegal
khususnya mengenai otopsi pada abortus provokatus kriminalis dan
meningkatkan keterampilan dalam menulis tulisan ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Definisi Abortus
Definisi abortus secara umum adalah menggugurkan kandungan.
Berdasarkan ilmu kedokteran, abortus adalah keadaan terputusnya suatu
kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum
sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya 400 – 1000 g, atau usia kehamilan
kurang dari 28 minggu.1
Pengertian abortus menurut hukum tentu saja berbeda dengan pengertian
abortus menurut ilmu kedokteran. Abortus menurut hukum adalah pengguguran
kandungan atau tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum
waktu kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan,
apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati. Yang
dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan,
kandungan tersebut masih hidup.2
2.1.2 Klasifikasi abortus
Abortus di dalam ilmu kedokteran terbagi menjadi :1
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor – faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus Provokatus (Induced Abortion)
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan
memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus provokatus ini terbagi
lagi menjadi :
a. Abortus Provokatus Medisinalis (Abortus Provocatus
Therapeutica)
Abortus provokatus medisinalis adalah abortus yang
dilakukan dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan dua sampai tiga tim
dokter ahli.
b. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis adalah abortus yang terjadi
karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.
Berdasarkan uraian di atas, hanya abortus provokatus kriminalis yang
termasuk ke dalam lingkup pengguguran kandungan menurut hukum.2
2.1.3 Jenis - Jenis Tindakan Abortus Provokatus Kriminalis
1. Kekerasan mekanik lokal
Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan
dari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain,
seperti melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh,
pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung
pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan
sebagainya.2
Kekerasan dari dalam yaitu dengan melakukan manipulasi
vagina atau uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya
dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio; aplikasi
asam arsenik, kalium permanganat pekat, atau jodium tinktur;
pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau
manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus, dengan
melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke
dalam uterus. Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan
memasukkan alat apa saja yang cukup panjang dan kecil melalui
serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan
dengan menggunakan Higginson tipe syringe, sedangkan cairannya
adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas.
Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.2
2. Obat / zat tertentu
Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang
mengandung minyak eter tertentu yang dapat merangsang saluran
cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi
uterus dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus
melalui hiperemi mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat
bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan
keadaan kandungannya (usia gestasi).2
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu
peluntur, nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain-
lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat,
laksans dan lain-lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin,
prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain-lain. Kombinasi
kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata
sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika
(aminopterin) sebagai abortivum.2
2.1.4 Komplikasi Abortus Provokatus Kriminalis
Penggunaan obat-obatan abortus sebenarnya tidak ada yang efektif
tanpa menimbulkan gangguan pada si ibu. Cara yang efektif dan adalah
dengan melakukan manipulasi mekanik oleh tangan yang terampil.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :3
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul
segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi
ini dapat mengakibatkan kematian yang mendadak.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan
juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang
sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka.
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anastesi pada ibu dalam keadaan stres, gelisah dan
panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik
lokal seperti KMnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat
dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula
obat-obatan seperti kina tau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb,
pemeriksaan histologik dan toksikologik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan
tetapi memerlukan waktu
g. Lain-lain, seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran listrik lokal
2.2 Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama
itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus.
Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah
ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai
abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di
mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di
berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai
negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.
Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan
penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di
Kanada, Muangthai dan Swiss.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di
Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di
Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa
memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on request atau
Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, dan Singapura.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi
boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius)
misalnya di India
Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya
bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang
Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada
umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah
ini:
Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan
abortus atas indikasi medik
Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provokatus kriminalis
Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk
Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib
kandungannnya
Untuk memenuhi desakan masyarakat.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,
maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal
seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan
Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya
menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk
menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum.
Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani.
Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran,
maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari
panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran
(MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota
dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah
pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :
1. Abortus Provokatus Medisinalis (Abortus Provocatus Therapeutica)
Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim
ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau
suami atau keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai
berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan
dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil
tindakan medis tertentu Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu
kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat
melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki
keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli
kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang
bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau
keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana
kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk
tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu
hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan
wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis)
Disebut abortus provocatus criminalis karena di dalamnya
mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) :
PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu
rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika
yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita
tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana
untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan
tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan
yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan pasal-pasal tersebut
diatas dapat ditarik kesimpulan : 1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan
abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun. 2. Seseorang
yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu
hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15
tahun 3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. 4. Jika
yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah
sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak
terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus
atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya
dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan
yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48). Selain KUHP,
abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
Secara rinci KUHP mengancam pelaku – pelaku sebagai berikut :
- Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang
lain melakukannya (KUHP ps 346, hukuman maksimum 4 th)
- Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya
(KUHP ps 347, hukuman maksimum 12 tahun; dan bila wanita tersebut
meninggal, hukuman maksimum 15 tahun)
- Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita
tersebut (KUHP ps 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan; dan bila
wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun)
- Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP ps
349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak
pekerjaannya)
- Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan kepada
anak di bawah usia 17 tahun/di bawah umur (KUHP ps 283, hukuman
maksimum 9 bulan)
- Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang wanita
dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP ps 299,
hukuman maksimum 4 tahun)
- Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara menggurkan
kandungan (KUHP ps 535) hukuman maksimum 3 bulan.
2.3 Pemeriksaan Korban Abortus Provokatus Kriminalis
2.3.1. Pemeriksaan pada Korban Hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya
perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya.
Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda
kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat
yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap
hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin
di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak
meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka
komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan
tanda-tanda abortus kriminal.
Lagipula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri
oleh wanita yang bersangkutan.
2.3.2 Pemeriksaan pada Korban Mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara
melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Pada korban yang melakukan abortus dengan obat-obatan dilakukan
pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan. Obat yang
biasa ditemukan umumnya obat yang bersifat mengiritasi saluran pencernaan.
Abortus yang dilakukan dengan instrumen dapat diketahui bila terjadi
robekan atau perforasi dari rahim atau jalan lahir. Robekan umumnya terjadi pada
dinding lateral uterus sedangkan perforasi biasanya terdapat padaa bagian
posterior forniks vagina.
Abortus dengan penyemprotan diketahui dengan tampaknya cairan yang
berbusa diantara dinding uterus dengan fetal membran separasi sebagian plasenta
dapat dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada
pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran
kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk mengetahui korban mati
secara mendadak.
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan
abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus
kriminalis sebagai penyebab kematian korban.2
Pemeriksaan korban :
Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
1. Tinggi badan, berat badan, umur
2. Pakaian, cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada
pakaian dalam.
Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenazah.
Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada arteri
coronaria, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, arteri dan vena dipermukaan
otak dan vena-vena pelvis.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi.
Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya pada
perforasi uterus. Cara pemeriksaannya yaitu uterus direndam dalam
larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam dalam alkohol
95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi.
Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada serviks (abrasi, laserasi).
Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami kongeti atau
adanya memar.
Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan
tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha
penghentian kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan
tanda intavitalitas.
Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
o isi vagina
o isi uterus
o darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
o urine
o isi lambung
o rambut pubis
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Abortus provokatus medisinalis adalah abortus yang dilakukan dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
dua sampai tiga tim dokter ahli.
2. Seorang dokter sangat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan
yang memadai tentang aspek pengetahuan forensik dari suatu abortus
pada umumnya dan abortus provocatus kriminalis pada khususnya.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : EGC. 1998. p 209
2. Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara. Jakarta: 1997
4. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran USU. Medan: 2005