teknologi pengolahan limbah pertanian pengolahan sampah organik menjadi kompos
DESCRIPTION
ferdiTRANSCRIPT
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIANPENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS
oleh:ANDIKA SEPTA S.B.H.
081510501008
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHANPROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIANUNIVRSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kondisi kesehatan manusia. Bila
sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa adanya pengelolaan yang baik, maka
akan menimbulkan berbagai macam dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah yang
dibiarkan begitu saja akan merangsang timbulnya organism yang merugikan semisal, kecoa,
lalat, lipas, kutu yang membawa kotoran dan penyakit. Ditengah kepadatan kegiatan manusia
penanganan sampah masih menjadi hal yang serius. Maka perlu adanya pengelolaan sampah,
salah satunya adalah dengan membuat pupuk organic.
Smpah Organik merupakan barang yang sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, namun masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang
benar. Limbah padat yang berasal dari buangan pasar dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar.
Limbah tersebut berupa limbah sayuran yang hanya ditumpuk di tempat pembuangan.
Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu tempat berkembangnya
bibit penyakit dan timbulnya bau yang tidak sedap. Pembuangan limbah padat secara langsung di
areal pemukiman penduduk dapat menimbulkan penumpukan sampah, sehingga akan
menimbualakn keresahan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah
padat, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk kompos
yang bernilai guna tinggi. Pengomposan dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena
bertujuan untuk konservasi lingkungan, keselamatan manusia, dan pemberi nilai ekonomi.
Penggunaan kompos membantu konservasi lingkungan dengan mereduksi penggunaan pupuk
kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan. Pengomposan secara tidak langsung juga
membantu keselamatan manusia dengan mencegah pembuangan limbah organic. Selanjutnya
pengelolaan sampah organic dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman, disamping akan
menimbulkan kebersihan maka dengan pembuatan pupuk semakin menambah nilai ekonomis
limbah, karena dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.
Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda
dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran
proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat
ditambahkan sejumlah material suplemen. Maka dari itu pengelolaan sampah organic sangat
penting dilakukan. Disamping dapat melakukan upaya konservasi lahan sekaligus dapat
menyeimbangkan kondisi lingkungan serta sebagai asupan nutrisi bagi tanaman.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengolahan sampah organik menjadi kompos.
2. Untuk mengetahui bau, tekstur, suhu dan bercak putih pada sampah organik.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Handayani,
2009). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses
alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat
campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.(Handayani, 2009).
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata
persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan
alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan
mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan
akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Melihat
besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk
mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan (Rohendi,
2005).
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit.Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga
cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,
misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Guntoro
dan Sarwono, 2003)
Pengolahan pupuk kompos dapat dilakukan dengan hanya menimbun samapah organik
tersebut dalam tanah untuk ditunggu selama kurang lebih tiga bulan dankemudian menjadi
kompos, atau dapat dilakukan dengan bantuan mikroorganisme khusus yang dapat mengubah
sampah organik tersebut menjadi pupuk kompos dalam hitungan hari. Terdapat beberapa macam
mikroorganisme yang dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat pengomposan
sampah organik agar menjadi pupuk kompos. Mikroorganisme tersebut antara lain Streptomyces
sp., Acetybacter sp., Actynomycetes sp.Dalam pengabdian yang akan dilakukan ini, audiens akan
diajarkan untuk menggunakan bahan aktivator untuk mempercepat pembuatan kompos antara
lain produk Dectro (Gunam, 2007).
Limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi
limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan
kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk
menekan efek anti nutrisi yang umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah
sayuran dapat diolah
menjadi tepung, silase, maupun asinan, yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan ada
teknologi pakan yang lebih canggi lagi yaitu dalam bentuk wafer dan biscuit pakan. Manfaat dari
teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta
dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi
sulit mendapatkan pakan hijauan (Saenab, 2007).
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan
organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya
kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea.
Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses
menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah- pilah, kompos yangrubbishharus
dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah sampah-
sampah jenis garbage saja. Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada
proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat
dilakukan oleh siapapun dan dimanapun (Lingga, 1999).
Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan
maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka
sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapatditingkatkan. Apalagi untuk kondisi
tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut
harus ditambahkan kompos (Sulistyorini, 2005).
Pupuk kompos yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut dapat digunakan kembali
untuk memupuk tanaman salak untuk meningkatkan kualitas hasil perkebunan salak yang
dilakukan. Penggunaan bantuan mikroorganisme dalam pengolahan sampah organik akan
meningkatkan mutu kompos yang dihasilkan, mengurangi rasio volume sampah yang dihasikan,
mengurangi ketergantungan petani akan pupuk buatan, meningkatkan efisiensi perkebunan yang
dilakukan, dan secara tidak langsung akan meningkatkan penghasilan petani.
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengelolaan Limbah Pertanian acara V ( Pengolahan Sampah Organik
Menjadi Kompos) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 8 Desember 2010 bertempat di
Laboratorium Jurusan Hama Dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Jember pada pukul
13.00 WIB.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Kompos
2. Sampah organik
3. EM-4
4. Dedak
5. Molase
6. Air sumur
7. Serbuk gergaji
3.2.2 Alat
1. Ember
2. Gelas ukur
3. Pengaduk
4. Karung beras
5. Plastik
6. Pisau
3.3 Cara Kerja
1. Memasukkan kompos jadi kedalam komposter hingga setebal 5 cm atau mendekati sisi
terbawah pengaduk saat diputar.
2. Mencacah daun atau sayuran sepanjang 2-4 cm dengan pisau atau gunting.
3. Memasukkan bahan dan serbuk gergaji kedalam komposter dengan perbandingan 1:1
kemudian ditambahkan dedak.
4. Melarutkan gula dalam air dengan menggunakan timba, selanjutnya memasukkan EM-4.
Mendiamkan selama 1 jam lalu memasukkan larutan kedalam botol semprotan.
5. Mengaduk bahan kompos, lalu menyemprotkan larutan sebagai bioaktifator.
6. Memasukkan sampah daun setiap hari hingga penuh diikuti dengan penambahan serbuk
gergaji tanpa penambahan EM-4. Mengaduk setiap 2 hari sekali.
7. Menyemprotkan larutan EM-4 sesekali jika bahan mengeluarkan bau tidak sedap.
8. Mengeringkan kompos yang telah jadi selama 1 hari di tempat teduh tanpa terkena sinar
matahari langsung.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kelompok Jenis
limbah
Warna Suhu Bau Tekstur Koloni
putih
1 Wortel Oranye 40 Menyengat Kasar Banyak
2 Kubis Oranye
kekuningan
29 Menyengat
sekali
Agak
Halus
Banyak
3 Labu Siam Kuning
keputihan
28 Asam Kuat Agak
Halus
Banyak
4 Sayuran Hijau
kekuningan
39 Menyengat Tidak
terlalu
kasar
Banyak
5 Sawi Keruh 29 Tidak terlalu
menyengat
(sedang)
Kasar Sedang
6 Tomat Keruh 29 Tidak terlalu
menyengat
(sedang)
Kasar Banyak
7 Campuran
buah
Keruh 30 Tidak terlalu
menyengat
(sedang)
Ksaar Sedang
4.2 Pembahasan
Pemanfaatan limbah padat sebagai pupuk organic kompos telah banyak dilakukan serta
berdasarkan hasil penggunaan pupuk yang ramah lingkungan serta menambah nilai ekonomis
merupakan nilai tambah petani sebagai pelaku pertanian. Pada praktikum sampah dikelola
sedemikian rupa hingga menjadi pupuk kompos. Bahan dasar pupuk dalam praktikum adalah
sampah pasar, dimana banyak terdapat keuntungan selain menimbulkan efek kebersihan juga
dapat digunakan sebagai asupan nutrisi bagi tanaman.
Pertimbangan pengelolaan sampah organic menjadi kompos adalah kompos dapat
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan
akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai
sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan
yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan. Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali
dengan hasil akhir humus atau kompos.
Pada praktikum pengelolaan limbah digunakan berbagai bahan pembuatan kompos
yang berupa limbah padat sayuran dan buah-buahan. Dari berbagai limbah tersebut ada
yang berdiri sendiri sebagai bahan kompos, dan ada pula yang dicampur dengan bahan
komposa yang lain. Dari keadaan tersebut ternyata memberikan dampak yang berbeda
pada proses pengomposan, sehingga dari segi kematangan serta hasil kualitas yang
didapatkan pun akan berbeda. Bahan baku pembuatan pupuk organic cair tersebut akan
bagus jika bahan yang digunakan adalah bahan organic basah yang mempunyai
kandungan air tinggi, seprti sayuran dan buah-buahan, sehingga pada praktikum digunakan
ini dalam pembuatan pupuk organic cair menggunakan bahan kompos berupa sayuran dan
buah-buahan. Harapannya adalah hasil pengomposan akan sesuai dengan kualitas yang
sesuai dengan apa yang diinginkan.
Sebagai bahan kultur campuran digunakan mikroorganisme berupa EM-4. EM-4
adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman. Sebagian besar mengndung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil
asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM-4
mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan
ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme
patogen.
EM-4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi
mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan
kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan.
Selain itu EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik
atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada
tambak udang dan ikan.
Berdasarka data pada praktikum yang telah didapatkan dengan indicator dari parameter
pengamatan, maka dari berbagai bahan yang digunakan sebagai bahan kompos ternyata memiliki
berbagai criteria perbedaan dari hasil pengomposan. Pada bahan kompos limbah wortel setelah
dilakukan pengamatn selama 7 hari, hasil dari pupuk organic menimbulkan bau yang menyengat.
Hal tersebut menandakan bahwa pupuk organic cair dari limbah sayur wortek masih kurang
begitu sempurna. Hal serupa juga terjadi pada limbah labu siam, limbah campuran sayuran, dan
kubis. Bau yang paling menyengat dari keempat limbah tersebut adalah pada limbah kubis. Hal
ini menandakan bahwa proses pengomposan masih belum sempurna. Sedangkan untuk limbah
sawi, tomat ,dan campuran buah relative sedang bau yang ditimbulkan setelah 7 hari proses
pengomposan.
Warna yang ditimbulkan dari masing-masing limbah yan telah diproses menjadi kompos
bervariasi. Namun warna yang timbul dari hasil pengomposan sebagian besar berwarna
kekuningan. Sedangkn suhu dari masing-masing limbah juga berbeda, dimana suhu hasil
pengomposan yang paling tinggi didapatkan pada limbah wortel, yakni 400C. hal tersebut
menandakan bahwa pada limbah wortel masih terjadi proses pengomposan, dimana
mikroorganisme masih berperan aktif didalamnya. sedangakn suhu yang paling rendah terdapat
pada limbah hasil pengomposan labu siam, yakni 280C, dan hal ini menandakan bahwa pada
limbha labu siam proses pengomposan mikroorganisme lebih rendah dan menandakan pupuk
ogganik cair telah hampir matang. Untuk tekstur dari semua bahan hasil pengomposan adalah
sedang hingga mencapai kasar. Sedangkan dari segi keberadaan mikroorganisme untuk semua
jenis bahan limbah relative banyak. Hal tersebut menandakan bahwa banyak mikroorganisme
yang masih aktif dalam proses pengomposan.
Dalam proses pengomposan terdapat hal yang mempengaruhi, dimana factor-faktor
tersebut akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan selama proses pengomposan. Padas
etiap organsme pendegradasi bahan organic membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang
berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai,
maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses
pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
~ Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N
untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk
sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Umumnya, masalah utama pengomposan
adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang
mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk
menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme
selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen.
~ Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut.
~ Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan
oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan
terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan
dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
~ Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan
diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga
akan terganggu.
~ Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam
air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah
lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume
udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
~ Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-
benih gulma.
~ pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk
proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara
6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik
dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-
senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan.
pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
~ Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba
selama proses pengomposan.
~ Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.
~ Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan
aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Berdasarkan factor-faktor tersebut, maka proses pengimposan pada tiap-tiap bahan
limbah yang digunakan jelas berbeda, sehingga dapat dikriteriakan hasil yang baik
sebagai bahan limbah dan sebagai pupuk organic cair nantinya. Berdasarkan data yang
telah didapatkan tersebut, maka bahan baku limbha yang paling baik adalah labu siam,
sebab proses pengomposan sendiri relative lebih cepat jika dibandngkan dengan bahan
komposa yang lain yang ditandai dengan adanya suhu pada bahn hasil pengomposan
adalah paling rendah. Selain iu pada limbah ini hasilnya bertekstur sedang dan bau
limbah tidak terlalu menyengat. Sedangkan bahan limbha yang paling rendah kualitasnya
adalah pada bahan limbha wortel, dimana pada limbah ini masih banyak terdapat
mikroorganiame serta proses pengomposan lebih lama jika dibandingkan dengan bahan
pupuk organic cair yang lain.
Maka dari itu penting unukt kita dalam mengenali karakteristik limbah sebagai
bahan pupuk organic cair. Berdasarka praktikum kali ini. Maka dapat diidentifikasi bahan
limbah mana yang paling baik jika digunkan sebagai pupuk organik cair, sehingga akan
menambah pemahaman dalam menentukan bahan limbah yang tepat terhadap proses
pembuatan pupuk organic cair.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data praktikum yang telah didapatkan,maka dapat disimpulaka bahwa:
1. Bahan baku limbah pembuatan kompos akan mempengaruhi proses pengomposan yang
dilakukan.
2. Hasil proses pengomposan yang baik adalah jika aktivitas mikroorganisme relative lebh
rendah.
3. Pada proses pengomposan terdapat factor-faktor yang mempengaruhi yang akan
menentukan hasi dari proses pengomposan.
4. Bahan limbah yang paling baik digunakan sebagai pupuk organic cair adalah limbah
labu siam.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya dalam melakukan proses pengomposan lebih
memperhatikan tata cara ynag benar, sehingghasil pengomposan sesuai dengan harapan.
Perlu diperhatikan pula adalha ukuran bahan baku pengomposan, sebaiknya dalam
memotong bahan limbah relative kecil agar proses pengomposan lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Gunam, w. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos dengan Bantuan Mikroorganisme di Desa Sibetan Karangasem. Teknologi industri pertanian – fakultas teknologi pertanian. Universitas udayana.
Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.Anonymous. 2004. RENTEC Renewable Energy Technologies Inc, www. rentec. ca, California, Amerika Serikat, diakses 16 September 2006.
Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Center diunduh 13 Juni 2010.
Lilis Sulistyorini. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 77-84.
Lingga. Pinus dan Marsono. 1999. Petunjuk Pemakaian Pupuk. Penerbit.Penebar Swadaya, Jakarta.
Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
Saenab, A. 2007. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminasia di DKI Jakarta. Balai pengkajian teknologi pertanian Jakarta. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Jakarta.
pengolahan limbah menjadi pupuk cair
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Sejalan dengan sejarah perkembangan peradaban manusia, eksploitasi dan upaya pemanfaatan sumber daya alam merupakan proses yang tidak terhindarkan. Salah satu yang menyebabkan eksploitasi tanah melalui peningkatan produktivitas pertanian adalah meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan dari masyarakat. Cara pengeksploitasian petani guna meningkatkan produksivitas pertaniannya adalah dengan memberikan input yang besar berupa pupuk dan pestisida yang berbahan sintetis. Pemberian input yang berlebih pada tanah maupun tanaman dapat merusak kondisi tanah dan dapat juga mengakibatkan menurunnya kesehatan masyarakat. Kesadaran masyarakat akan kesehatan dan terjaganya lingkunga menciptakan suatu
system pertanian berkelanjutan. Secara keseluruhan permasalahan tersebut telah membawa dampak bagi kehidupan umat manusia di bumi. Dampak ini dapat berakibat terhadap kesehatan manusia, kondisi ekonomi dan kehidupan sosial, serta berpengaruh terhadap tatanan perilaku budaya masyarakat. Sejalan dengan akibat masalah lingkungan yang dirasakan manusia, telah pula membawa kesadaran baru bagi umat manusia untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan dan serta harus melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki keadaan lingkungannya.
Ketersediaan makanan tumbuhan dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan hara dalam jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan. Definisi ini seringkali dipahami terlalu sempit dengan hanya mempertimbangkan sifat kimia/kesuburan tanah yang hanya menyangkut jumlah dan ketersediaan unsur hara yang dikandung tanah. Konsep kesuburan tanah sebenarnya jauh lebih luas. Aspek keseuburan adalah sifat fisik tanah, kerapatan lindak tanah, kedalam perakaran, struktur dan porositas tanah/kerenggangan tanah/kemampuan meresapkan air. Untuk mendapatkan kesuburan tanah diperlukan penambahan bahan-bahan yang mengandung unsur hara. Unsur hara organik dapat diperoleh dari sisa hasil panen, bahan yang berasal dari luar usaha, bisa juga berasal dari tanaman kacang-kacangan, dll. Salah satu langkah untuk mengmbalikan kesuburan tanah Usaha pertanian organik seringkali dilakukan dengan mengembalikan sisa hasil panen ke sawah, namun daur limbah pertanaman ini tidak cukup untuk menggantikan keseluruhan unsur hara yang hilang. Perbaikan kesuburan tanah dapat diusahakan dengan membuat pupuk organik sendiri.
Pupuk kandang dapat pula digunakan dalam bentuk cair. Pupuk kandang cair dapat dibuat dengan mencampur kotoran hewan dengan air lalu diaduk. Setelah larutan tercampur rata simpanlah di tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung dengan memberi penutup/pelindung. Biarkan agar terjadi proses fermentasi seblum digunakan. Penyimpanan pupuk kandang cair dilakukan dalam kondisi tertutup agar udara tidak dapat masuk. Hal ini dilakukan untuk menekan kehilangan nitrogen dalam bentuk gas amoniak yang menguap. Dengan menyimpannya terlebih dahulu sebelum digunakan akan meningkatkan kandungan fosfat dan membuat kandungan hara menjadi seimbang. Penggunaan pupuk kandang cair juga akan meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat oleh tanaman. Dalam penggunaan pupuk kandang perlu diwaspadai dalam pengggunaan langsung dalam tanaman adalah kemungkinan adanya kandungan gulma, organisme penyebab penyakit yang terkandung dalam pupuk kandang/kotoran hewan. Penggunaan secara langsung kemungkinan besar akan terjadi panas karena proses penguraian.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan pupuk cair Organik yang berasal dari limbah Pertanian
2. Belajar untuk mengelolah limbah Pertanian agar dapat di manfaatkan sebelum menjadi sampah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian merupakan sumber pangan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hingga kinipun julukan itu masih melekat erat di sebagian besar penduduk kita terutama yang tinggal di pedesaan. Berbagai model bercocok tanam terdapat di tanah air kita, mulai dari bertanam padi, palawija, tanaman hutan dengan berbagai variasinya yang tergantung dari kondisi setiap wilayah. Sebagai negara agraris, berbagai aneka produk pertanian sangat mudah dijumpai, mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi, jagung, ketela, kayu hewan ternak seperti sapi, kerbau, ayam, kuda. Bahkan akhir-akhir ini di beberapa tempat sector pertanian telah berkembang dari tradisonal ke industri, sebagai contohnya adalah industri peternakan ayam. Namun demikian penggunaan tanah secara terus menerus untuk bercocok tanam telah menciptakan kemunduran tanah yang ditandai oleh maraknya erosi dan tanah longsor serta kebutuhan pupuk baik organik maupun buatan dengan jumlah yang cukup besar. Peledakan penduduk dan kemisikinan diantaranya juga ikut menjadi pendorong makin rusaknya lingkungan pertanian. Upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah yang berkelanjutan dengan menggunakan agen pupuk organik rupanya sedang digemari akhirakhir ini. Limbah organik pertanian merupakan sumber pupuk organik yang penting bagi petani kita (Indrakusuma, 2000).
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah. Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. Oleh karena itu, pemilihan dosis yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan. Diduga sampai batas tertentu kombinasi antara dosis yang diberikan dengan frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan merupakan faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis (Rao, 1994 & Poerwowidodo (1992 ).
Banyaknya kandungan unsur hara yang ada di dalam lahan pertanian yang ada di lahan saudara dapat dilihat secara sederhana dari penampakan warna tanaman di lahan saudara. Misalnya ada tanaman yang kelihatan hijau sementara yang lainnya terlihat kekuningan. Tanaman hijau menggambarkan bahwa tanah tersebut mempunyai cukup unsur hara. Sedangkan tanaman yang berwarna kuning biasanya menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak cukup mempunyai unsur hara.
Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu. Pupuk cair menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan binatang di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair. Pupuk cair tersebut dapat dibuat dari kotoran hewan yang masih baru. Kotoran hewan yang dapat digunakan misalnya kotoran kambing, domba, kelinci atau ternak lainnya(Prihmantoro, 1996).
Pembuatan pupuk cair dapat dilakukan dengan cara menempatkan kotoran ternak ke dalam goni. Kumpulkan 30-50 kg kotoran ternak yang masih segar. Masukkan dalam karung goni dan ikatlah karung tersebut. Masukkan karung yang berisi kotoran ke dalam drum yang berisi air 200 liter air. Dengan mengangkat ke atas dan kebawah dalam drum maka kotoran ternak tersebut akan muda larut. Lakukan setiap 3 hari. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 minggu untuk melarutkan semua unsur hara dalam pupuk ke dalam air. Larutan siap bila warna ini berubah menjadi coklat tua. Cara lain, untuk memperkirakan kapan larutan telah siap/jadi adalah melalui penciuman. Hari pertama akan terasa bau amoniak yang kuat. Setelah 10-14 hari, bau tersebut menjadi berkurang. Larutan tersebut merupakan pupuk cair yang bagus untuk memupuk pertumbuhan tanaman. Pupuk ini dapat digunakan untuk berbagai macam tanaman. Untuk mendapatkan hasil yang bagus lebih baik pupuk cair tersebut diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Untuk satu bagian larutan, tambahkan 1 atau 2 bagian air. Larutan tersebut digunakan untuk menyiram tanaman, di sekeliling tanaman. Beberapa tanaman dapat juga langsung menggunakan pupuk cair tersebut misalnya jagung. Ampas dari sisa pupuk cair ini dapat digunakan sebagai mulsa tanaman atau ditambahkan untuk pembuatan kompos (Anonim, 2004).
Unsur hara merupakan salah satu factor yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kentang yang optimal. Penggunaan pupuk sebagai salah
satu usaha untuk meningkatkan produksi kentang sudah sangat membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dancara pemupukan sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha taninya. Dampak dari penggunaan pupuk anorganik menghasilkan peningkatan produkstivitas tanaman yang cukup tinggi. Namun penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang relative lama umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Ani, 2004)
.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan waktu
Tempat pelaksanaan praktikum Mata Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Pertanian dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 November 2011 pukul 11.30 WIB yang bertempat di Labotatorium Penyakit Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Pisau
2. Timba kurang lebih 15 liter
3. karung goni
3.2.2 Bahan
1. limbah sayuran secukupnya
2. EM4
3.3 Cara kerja
1. Masukkan kompos jadi ke dalam komposter hingga setebal 5cm atau mendekati sisi bawah pengauk saat di putar
2. Cacah daun atau sayuran sepanjang 2-4 cm dengan pisau atau gunting
3. Masukkan bahan serbuk gergaji ke dalam komposter dengan perbandingan 1:1 kemudian di tambahkan dedak
4. Larutkan gula dalam air dengan menggunakan timba, selanjutnya masukkan EM4.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
kelompok bahan Bau warna Tekstur1 Sawi Wangi sirup Coklat Hancur2 Tomat - - -
3 ManggaWangi (seperti
gula)Coklat
kemerahanHancur
4 Kubis Busuk menyengat Coklat keruhSangat hancur
5 Papaya Wangi sirupCoklat
kemerahanhancur
4.2 Pembahasan
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara jugasemakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman.
Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu memupuk tanaman, menyiram tanaman dan mengobati tanaman.
Manfaat dari pemberian pupuk cair organik adalah :
1. Merangsang pertumbuhan tunas baru2. Mempebaiki sistem jaringan sel dan memperbaiki sel-sel rusak3. Merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada tumbuhan4. Memperbaiki klorofil pada daun5. Merangsang pertumbuhan kuncup bunga6. Memperkuat tangkai serbuk sari pada bunga
Memperkuat daya tahan pada tanaman
Bahan organik selain dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah, juga merupakan sumber hara. Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk . Salah satu sumber bahan organik lokal yang mudah diperoleh dan cukup potensial sebagai sumber bahan organik tanah adalah jerami padi. Selain sebagai sumber bahan organik, jerami juga merupakan sumber pupuk kalium, karena sekitar 80% kalium yang diserap tanaman.
Manfaat:
1. Untuk menyuburkan tanaman2. Untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah3. Untuk mengurangi dampak sampah organik di lingkungan sekitar
Keunggulan:
1. Mudah, murah2. Tidak ada efek samping
Kekurangan:
1. Perlu ketekunan dan kesabaran yang tinggi.2. Hasilnya kurang banyak
Dalam kegiatan pembuatan pupuk cair yang telah dilaksanakan kemarin, bahan yang digunakan tidak boleh busuk hal ini karena didalam bahan yang telah busuk terdapat bakteri yang nantinya pada saat pembuatan pupuk cair, bakteri tersebut akan bersaing dengan bakteri EM4 yang digunakan sebagai agen dekomposer bahan organik. Hal ini akan menyebabkan bakteri EM4 dalam pendengkomposisian bahan tersebut menjadi terhambat dan dapat juga menyebabkan bakteri EM4 menjadi mati karena kalah bersaing dengan bakteri yang ada pada bahan yang busuk. Bahan yang digunakan dalm pembuatan pupuk cair organik harus dipotong kecil-kecil hal ini bertujuan agar bakteri EM 4 lebih mudah dalam memutus rantai carbon dari bahan yang digunakan sehingga dalam proses pendengkomposian lebih memudahkan bakteri EM4.
Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanamn karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap hara. Sehingga ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di atas daun-daun.Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu :
- Memupuk tanaman
- Menyiram tanaman
- Mengobati tanaman
Dalam kegiatan pupuk cair organik terdapat beberapa faktor dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pembuatan pupuk organik cair diantaranya adalah:
a. Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3
b. Bahan yang digunakan jangan bahan yang sudah busuk, karena bahan yang sudah busuk terdapat bakteri yang nantinya bakteri tersebut dapat mengganggu perkembangan dari bakteri EM4 dalam mendekomposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair.
c. Dalam pembuatan pupuk cair, bakteri EM4 harus sudah siap hidup di lingkungan yang berbeda, hal ini penting dalam pembuatan pupuk cair. Bakteri EM 4 sebaiknya dibuat 1 minggu sebelum pembuatan pupuk cair dilakukan.
d. Pemotongan bahan yang digunakan, potongan bahan yang baik digunakan untuk pembuatan pupuk cair adalah yang potongannya kecil. Hal ini dikarenakan agar bakteri EM4 lebih mudah dalam mendengkomposisi bahan tersebut, karena bakteri EM4 mudah dalam memotong rantai karbon pada bahan tersebut sehingga membentuk rantai carbon yang lebih sederhana.
e. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
f. Peletakan tempat pembuatan pupuk cair, dalam pembuatan pupuk cair sebaiknya ditempat yang teduh agar bakteri EM4 tidak terkena sinar matahari langsung,apabila bakteri EM4 terkena sinar matahari langsung, maka bakteri tersebut akan mati akibat sinar inframerah dari matahari. Untuk penyimpanan bahan yang telah dibuat sebaiknya diletakkan di tempat yang teduh agar suhu dan temperatur dari pupuk cair yang dibuat dapat sesuai dengan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri EM4
Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data dari masing-masing kelompok yang telah diambil pada pengamatan terkhir. Pada kelompok 1 yang pupuk cairnya terbuat dari limbah sayur sawi bau dari pupuk cair ini menyerupai bau sirup, warna dari pupuk cair ini adalah berwarna coklat dan tekstur dari pupuk cair yang terbuat dari bahan sawi teksturnya hancur. Pada perlakuan pupuk yang menggunakan bahan tomat, tidak jadi, hal ini dikarenakan pada tomat terkandung banyak air yang nantinya kandungan pada air tomat tersebut akan menghambat laju pertumbuhan dari bakteri EM4 pada saat perombakan. Selain itu tomat yang dibawa pada kelompok 2 dingin, hal ini dkarenakan sebelum digunakan tomat tersebut dimasukkan kedalam freezer, menurut dosen yang membimbing, tomat yang dingin tersebut dapat menyebabkan bakteri EM4 tidak dapat bekerja secara maksimal. Pada kelompok 3 yang berbahan buah mangga sebagai bahan untuk pembuatan pupuk cair, pada pengamatan terakhir pupuk yang dibuat dari buah mangga ini memiliki bau wangi seperti gula dan warna dari pupuk ini adalah coklat kemerahan. Tekstur dari pupuk cair ini adalah hancur. Sedangkan pada kelompok 4 yang terbuat dari kubis memiliki bau yang sangat busuk dan berwana coklat keruh dan tekstur dari pupuk ini adalah sangat hancur. Sedangkan pada kelompok 5 yang menggunakan bahan dari buah pepaya bau dari pupuk yang telah dibuat adalah wangi sirup dan warnanya coklat kemerahan dan tekstur dari pupuk ini adalah hancur.
Dari kegiatan tersebut semua pupuk baik digunakan untuk tanaman tetapi hal yang membedakan adalah komposisi dalam pemupukan untuk tanaman, apabila kelebihan pupuk tanaman dapat keracunan bahkan dapat layu dan mati. Jadi dari kegiatan praktikum semua pupuk cair yang dibuat baik, hal ini dikarenakan pada pengamatan terakhir semua data yang diambil hampir sama walau pupuk yang dibuat berbeda.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menurut hasil praktikum Teknologi Pengelolaan Limbah Pertanian tentang pembuatan pupuk cair dapat di simpulkan bahwa :
1. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik).
2. Pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah.
3. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman.
4. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3
5. Dari kegiatan tersebut semua pupuk baik digunakan untuk tanaman tetapi hal yang membedakan adalah komposisi dalam pemupukan untuk tanaman, apabila kelebihan pupuk tanaman dapat keracunan bahkan dapat layu dan mati. Jadi dari kegiatan praktikum semua pupuk cair yang dibuat baik, hal ini dikarenakan pada pengamatan terakhir semua data yang diambil hampir sama walau pupuk yang dibuat berbeda
6. Bahan yang digunakan jangan bahan yang sudah busuk, karena bahan yang sudah busuk terdapat bakteri yang nantinya bakteri tersebut dapat mengganggu perkembangan dari bakteri EM4 dalam mendekomposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam kegiatan praktikum sebaiknya praktikan harus membawa bahan sesuai dengan yang telah disyaratkan selain itu sebaiknya praktikan harus lebih memperhatikan apa yang diterangkan oleh asisten, hal ini agar tujuan dari praktikum dapat tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Ani, 2004. Penggunaan Pupuk Cair Pada Tanama Holtikultur. Tigaserangkai. Jakarta
Anonim. 2004. Buncis (Phaseolus vulgaris L.). http://warintek. progressio. or. id/pertanian/buncis.htm. Diakses tanggal 18 Januari 2006.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta
Poewowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung
Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta
Rao, S. 1994. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman. Univ. Indonesia Jakarta
I. pendahuluan
a. ltr blkng
II. isi
a. tipus
pertanian orgnik tu apa?
mngapa harus menggunakan organic? karena
Apa saja yg bsa dimanfaatkn sebagai bahan organic?
penutup
keuntnbgn
kerugian
ksmpulan
saran