tb mata merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi
DESCRIPTION
abstrak jurnalTRANSCRIPT
TB mata: tantangan diagnosis dan terapi
TB mata merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi. TB mata dibagi menjadi TB
ekstraokular dan intraokular. TB ekstraokular bisa berupa abses palpebra, blepharitis kronis,
khalazion apikal atau konjungtivitis dengan sekret mukopurulen yang disertai limfadenopati
regional. Pada TB ekstraokular mudah didiagnosis karena spesimen untuk kultur dan biopsi
mudah didapatkan. TB intraokular bisa berupa uveitis dimana tanda dan gejala tidak khas.
Diagnosis TB intraokular sangat sulit karena kultur dan PRC cairan introkular sering
menunjukkan hasil negatif (true negatif dan false negatif). Biopsi sering kali tidak mungkin
dilakukan jika inflamasi mengenai retina posterior, khoroid atau nervus optikus. PCR
mempunyai peran yang penting untuk mendiagnosis TB mata, tetapi akurasi dan teknik
laboratorium dalam mengolah spesimen merupakan hambatan dalam menetapkan keakuratan
diagnosis. Salah satu kriteria untuk mendiagnosis adalah respons pasien terhadap terapi Anti
TB.
Kesulitan dalam mendiagnosis satu TB mata menyebabkan kesalahan dalam
pemilihan terapi. Penggunaan steroid untuk mengurangi inflamasi intraokular bisa
membahayakan pasien dengan TB aktif. Sebelum memberikan terapi pastikan diagnosis TB
dengan menentukan faktor resiko, melakukan radiologi, dan mantoux test. Diagnosis banding
meliputi sarcoidosis, sifilis, toksoplasmosis, SLE, dan penyakit kolagen vaskular.
Ketika tidak tersedianya fasilitas untuk melakukan pemeriksaan penunjang pada
pasien yang dicurigai TB mata, berikan first line drug anti TB yaitu isoniazid, rifampicin,
pyrazinamide, dan ethambutol selama 2 bulan. Terapi bisa dilanjutkan atau diganti sesuai
dengan respon pasien.
Steroid direkomendasikan untuk bentuk lain dari TB ekstrapulmonal, contohnya
perikaditis TB dan meningitis TB, tetapi tidak ada percobaan klinis yang menunjukkan
efikasi topikal atau sistemik steroid pada TB mata. Pada TB MDR perlu penanganan ahli dan
prognosisnya jelek. Pada pasien dengan HIV, terapi anti TB harus segera diberikan setelah
diagnosis TB mata ditegakkan, akan tetapi waktu optimal untuk pemberian ARV harus
ditentukan oleh ahli. Biasanya ARV diberikan lebih awal pada pasien dengan imunosupresi
berat yang diukur dengan CD4, dan untuk pasien yang lebih stabil pemberian ARV ditunda
sampai fase intensif anti TB selesai.