tb cancer

Upload: sri-rohmayana

Post on 01-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tb cancer

TRANSCRIPT

  • GAMBARAN KLINIS / MANIFESTASI KLINIK

    Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah

    menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut (kronis).

    Gejala-gejala klinis dapat bersifat:

    > Lokal (tumor tumbuh setempat): Batuk baru atau lebih hebat hebat pada batuk kronis,

    Hemoptisis (batuk darah), Mengi, Ateletaksis, dan kadang terdapat kavitas seperti abses

    > Invasi lokal: Nyeri dada, Dispnea (sesak nafas) karena efusi pleura, sindrom horner (facial

    anhidrosis, ptosis, dan miosis)

    > Gejala penyakit sudah bermetastasis: Biasa akan bermetastasis ke otak, tulang, hati, adrenal

    (timbul gangguan pada fungsi organ tsbt), dan limfadenopati servikal (sering menyertai saat

    terjadi metastasis)

    PENGOBATAN TUBERKULOSIS

    Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4

    atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

    A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

    Obat yang dipakai:

    1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

    INH

    Rifampisin

    Pirazinamid

    Streptomisin

    Etambutol

  • 2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

    Kanamisin

    Amikasin

    Kuinolon

    Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

    Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

    o Kapreomisin

    o Sikloserino

    o PAS (dulu tersedia)

    o Derivat rifampisin dan INH

    o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

    Kemasan

    - Obat tunggal,

    Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

    - Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)

    Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

  • Dosis OAT

    Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk

    menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).

    Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.

  • International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan

    untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

    primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti

    terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

    1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

    2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan

    yang tidak disengaja

    3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan

    standar

    4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

    5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

    penggunaan monoterapi

    Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

    ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

    terapi dan non toksik.

    Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping

    serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

    B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

    Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

    TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

    Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE /

    4R3H3

    Paduan ini dianjurkan untuk

  • a. TB paru BTA (+), kasus baru

    b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

    Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

    TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

    Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

    TB paru kasus kambuh

    Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai

    dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE

    selama 5 bulan.

    TB Paru kasus gagal pengobatan

    Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan

    kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,

    sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1

    RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi

    dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

    -Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

    - Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

    TB Paru kasus putus berobat

    Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria

    sebagai berikut :

    a. Berobat > 4 bulan

    1) BTA saat ini negatif

    Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila

    gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan

  • mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan

    dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih

    lama.

    2) BTA saat ini positif

    Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

    pengobatan yang lebih lama

    b. Berobat < 4 bulan

    1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan

    jangka waktu pengobatan yang lebih lama

    2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan

    Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.

    TB Paru kasus kronik

    - Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika

    telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi

    (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti

    kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.

    - Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

    - Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

    - Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

    - Gagal pengobatan

    -RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE

    -3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau

    2RHZES / 1RHZE / 5RHE

  • Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

    II- TB paru putus berobat

    Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi

    dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau

    *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

    III-TB paru BTA neg. lesi minimal 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau *2RHZE /4 R3H3

    IV- Kronik

    RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan

    minimal 18 bulan)

    IV- MDR TB

    Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

    Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

    C. EFEK SAMPING OAT

    Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

    sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

    terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

    Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping

    ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

    1. Isoniazid (INH)

    Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

    sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

    terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

    Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping

    ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

  • 2. Rifampisin

    Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :

    - Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

    - Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

    - Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

    Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

    - Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

    penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

    - Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini

    terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah

    menghilang

    - Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

    Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna

    merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

    diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

    3. Pirazinamid

    Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

    pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

    menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

    dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

    kulit yang lain.

    4. Etambutol

    Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

    buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

    tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari

  • atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal

    dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak

    karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

    5. Streptomisin

    Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan

    keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan

    peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien

    dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga

    mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila

    obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka

    kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

    Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,

    muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti

    kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila

    reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus sawar

    plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf

    pendengaran janin.

  • D. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

    Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis

    baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu

    pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau

    mengatasi gejala/keluhan.

    1. Pasien rawat jalan

    a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada

    prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit

    komorbidnya)

    b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

    c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan

    lain.

    2. Pasien rawat inap

    Indikasi rawat inap :

    TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

    - Batuk darah masif

    - Keadaan umum buruk

    - Pneumotoraks

    - Empiema

    - Efusi pleura masif / bilateral

    - Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

    TB di luar paru yang mengancam jiwa :

  • - TB paru milier

    - Meningitis TB

    Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi

    rawat

    D. TERAPI PEMBEDAHAN

    lndikasi operasi

    1. Indikasi mutlak

    a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

    b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

    c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

    konservatif

    2. lndikasi relatif

    a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

    b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

    c. Sisa kaviti yang menetap.

    Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

    Bronkoskopi

    Punksi pleura

    Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

  • E. EVALUASI PENGOBATAN

    Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat,

    serta evaluasi keteraturan berobat.

    Evaluasi klinik

    - Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

    - Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

    komplikasi penyakit

    - Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

    Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

    Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

    Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

    - Sebelum pengobatan dimulai

    - Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

    - Pada akhir pengobatan

    Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

    Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)

    Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

    - Sebelum pengobatan

    - Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan

    keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

    - Pada akhir pengobatan

    Evaluasi efek samping secara klinik

  • Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah

    lengkap

    Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula

    darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek

    samping pengobatan

    Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

    Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada

    keluhan)

    Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan

    audiometri (bila ada keluhan)

    Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal

    tersebut. Yang paling penting

    adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi

    klinis dicurigai terdapat

    efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya

    dan penanganan efek

    samping obat sesuai pedoman

    Evalusi keteraturan berobat

    - Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat

    tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan

    keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan

    lingkungannya.

    - Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

    Kriteria Sembuh

  • - BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah

    mendapatkan pengobatan yang adekuat

    - Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan

    - Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif