tardive dyskinesia

32
BAB I PENDAHULUAN Gejala psikosis dikaitkan terutama dengan adanya hiperaktivitas dari neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, obat-obat yang digunakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala psikosis mempunyai mekanisme memblok reseptor dari dopamin, khususnya reseptor D2 dopamin. Selain dari pengurangan gejala psikosis, penggunaan obat- obat antipsikosis juga mempunyai efek samping yang berkaitan dengan neurotransmiter dopamin, salah satunya adalah tardive dyskinesia. Tardive dyskinesia adalah sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik memperngaruhi gaya berjalan, berbicara dan bernafas. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di putamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive dyskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas dan makan. 1

Upload: keithy-dorothy-sirait

Post on 16-Dec-2015

102 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Referat Tardive Dyskinesia beserta penilaian AIMS (abnormal involuntary Movement Scale)

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Gejala psikosis dikaitkan terutama dengan adanya hiperaktivitas dari neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, obat-obat yang digunakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala psikosis mempunyai mekanisme memblok reseptor dari dopamin, khususnya reseptor D2 dopamin. Selain dari pengurangan gejala psikosis, penggunaan obat-obat antipsikosis juga mempunyai efek samping yang berkaitan dengan neurotransmiter dopamin, salah satunya adalah tardive dyskinesia.Tardive dyskinesia adalah sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik memperngaruhi gaya berjalan, berbicara dan bernafas. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di putamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive dyskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas dan makan.Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami tardive dyskinesia. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan tardive dyskinesia meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, dyskinesia spontan, tik dan dyskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat bahwa tardive dyskinesia yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat blokade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit diobati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Tardive dyskinesia dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tardive DyskinesiaTardive dyskinesia (TD) merupakan gerakan berulang dan tidak disadari dari lidah, bibir, wajah, badan, serta ekstremitas yang terjadi akibat efek samping pengobatan antagonis dopaminergik jangka panjang. Hal tersebut menurunkan kualitas hidup pasien dan dapat pula terjadi manifestasi dari tardive dyskinesia berupa gerakan menyentak dari otot-otot abdomen dan respirasi yang menyebabkan pernafasan menjadi ireguler. Mekanisme dari antagonis dopamin menyebabkan pasien skizofrenia dan gangguan neuropsikiatri lainnya sangat rentan terhadap tardive dyskinesia. Kerentanan pasien dengan gejala psikosis terhadap tardive dyskinesia juga ditingkatkan oleh paparan neuroleptik konvensional, antikolinergik, toxin, penyalahgunaan zat dan alkohol, serta kondisi medis seperti diabetes melitus. Tardive dyskinesia menjadi hal yang serius karena ireversibel dan sulit diobati.Beberapa studi baru-baru ini dilakukan dengan membandingkan tingkat prevalensi tardive dyskinesia pada penggunaan Anti Psikotik Generasi I (APG I) dengan tardive dyskinesia pada penggunaan Anti Psikotik Generasi II (APG II). Beberapa dari studi ini menyatakan bahwa APG II memiliki potensi yang lebih rendah untuk menyebabkan tardive dyskinesia. Sebaliknya, penelitian lain membantah klaim ini dan melaporkan bahwa tingkat prevalensi tidak menurun secara signifikan pada penggunaan obat antipsikotik yang lebih mahal. Tabel di bawah ini membandingkan APG I dari segi efikasi, efek samping dan biaya.

APGEfikasiGejala ekstrapiramidalPenambahan berat badanPeningkatan prolactinDosis harian (mg)Biaya selama 30 hari (USD)

Clozapine4040500613

Olanzapine314020684

Amisulpride3213400-

Risperidone32334420

Aripiprazole211010371

Quetiapine2020400492

Ziprazidone2110120438

APG I (haloperidol)24121035

Efikasi dinilai dengan angka 1-4, semakin tinggi mengindikasikan efikasi yang lebih besarEfek samping dinilai dengan angka 0-4, 0 mengindikasikan bahwa efek samping sangat jarang ditemui dan 4 mengindikasikan tingkat keparahan yang tinggiPenambahan berat badan pada APG I terjadi pada saat terapi awal skizofrenia, sedangkan pada APG II penilaian dilakukan setelah episode pertama dari skizofreniaDosis harian merupakan dosis terendah dimana obat bekerja paling efektifHarga ditentukan dari rata-rata harga grosir dari rata-rata dosis selama 30 hari. Amisulpride tidak dijual di Amerika SerikatAgranulositosis dapat timbul pada penggunaan Clozapine

Sumber: NEJM 354;5, The Choice of Drugs for Schizophrenia

2.2. Epidemiologi2.2.1. Statistik Amerika SerikatPada tahun 1997, Goetz memperkirakan bahwa tardive dyskinesia terjadi pada kurang lebih 15-30% pasien yang menerima terapi neuroleptik jangka panjang. Tardive dyskinesia lebih banyak terjadi pada pasien yang pernah mengalami efek samping dari pemberian antagonis dopamin. Prevalensi dari tardive dyskinesia lebih tinggi pada perokok.Berbagai subtipe dari tardive dyskinesia berbeda secara nyata angka kejadiannya. Dyskinesia pada Orofasial, buccolingual, dan fungsi mengunyah sering, tetapi hanya 1-2% pasien yang diterapi oleh antagonis dopamin menderita tardive dystonia.Tardive dyskinesia orofasial berbeda dari tardive dyskinesia perifer terkait dengan terjadinya komorbiditas dari gangguan pergerakan akut. Tremor akut, akatisia akut, dan parkinsonism akut lebih sering pada tardive dyskinesia perifer. Prevalensi dari tardive dyskinesia di dunia terlihat sama dengan yang di Amerika Serikat.2.2.2. Demografi Berdasarkan UmurTardive dyskinesia dapat terjadi pada semua umur. Usia lanjut merupakan faktor risiko mayor untuk tardive dyskinesia. Prevalensi tardive dyskinesia adalah 29% pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan survei yang dilakukan Connor et al yang menyatakan bahwa 5,9% dari 95 pasien usia muda (usia 7-21) yang menerima terapi antagonis dopamin selama 3 bulan menderita tardive dyskinesia.2.2.3. Demografi Berdasarkan Jenis KelaminWanita usia lanjut lebih rentan mendapat tardive dyskinesia, sedangkan pada laki-laki muda lebih cenderung timbul tardive blepharospasm dan tardive dystonia.2.2.4. Demografi Berdasarkan RasSemua ras dapat menderita tardive dyskinesia. Afrika dan ras Afrika yang tinggal di Amerika khususnya lebih rentan pada tardive dyskinesia setelah pemberian neuroleptik dosis kecil jangka pendek.

2.3. Etiologi2.3.1. Obat-ObatanTardive dyskinesia dapat disebabkan oleh pengobatan antagonis dopamin jangka panjang. Dapat juga disebabkan oleh neuroleptik generasi lama potensi rendah dan tinggi, juga termasuk formulasi depot long-acting (dekanoat dan enanthate). Amisulpride telah dikaitkan dengan tardive dyskinesia. Antipsikotik atipikal baru seperti olanzapine dan risperidone (dan metabolitnya paliperidone) memiliki lebih sedikit risiko tardive dyskinesia.Metoclopramide, sebuah antagonis reseptor dopamin D2 kuat, dapat menyebabkan tardive dyskinesia, terutama pada pasien usia lanjut. Tardive dyskinesia juga telah dilaporkan pada penggunaan antihistamin, fluoxetine, amoxapine (antidepresan trisiklik), dan agen lainnya CategoryAgents

Antipsychotic agents (ie, neuroleptics)Butyrophenones: droperidol, haloperidol, dibenzodiazepines, loxapineDiphenylbutylpiperidines: pimozideIndolones: molindonePhenothiazines: chlorpromazine, fluphenazine, mesoridazine, perphenazine, thioridazine, trifluoperazineThioxanthenes: thiothixene

Newer atypical antipsychotic agents (sporadically linked to TARDIVE DYSKINESIAs)OlanzapineQuetiapineRisperidonePaliperidoneAmisulpride

TARDIVE DYSKINESIA = tardive dyskinesia.

CategoryAgents

AnticholinergicsBenzhexolBiperidenEthopropazineOrphenadrineProcyclidine

AntidepressantsMAOIs: phenelzineSSRIs: fluoxetine, sertralineTrazodoneTCAs: amitriptyline, amitriptyline-perphenazine, amoxapine, doxepin, imipramine

AntiemeticsMetoclopramideProchlorperazine

Antiepileptic drugsCarbamazepineEthosuximidePhenobarbitalPhenytoin

AntihistaminesVarious

Antihistaminic decongestantsCombinations of antihistamines and sympathomimetics

AntimalarialsChloroquine

Antiparkinson agentsBromocriptineCarbidopa-levodopaLevodopa

AnxiolyticsAlprazolam

Biogenic aminesDopamine

Mood stabilizersLithium

Oral contraceptivesEstrogens

StimulantsAmphetamineMethylphenidateCaffeine

MAOI = monoamine oxidase inhibitor; SSRI = selective serotonin reuptake inhibitor; TCA = tricyclic antidepressant.

Mekanisme yang tepat tidak sepenuhnya dipahami.Namun, tardive dyskinesia umumnya diyakini akibat dari blokade jangka panjang reseptor D2 dopamin di jalur nigrostriatal.Hasil blokade ini peningkatan sensitivitas dan berlimpahnya reseptor dopamin, menghasilkan gerakan diubah.Telah diperkirakan bahwa 15-30% orang di antipsikotik jangka panjang mungkin akan terpengaruh oleh dyskinesia.Jumlah ini jauh lebih tinggi dengan penggunaan generasi pertama ('khas') antipsikotik, dari generasi kedua ('atipikal') antipsikotik.Namun, penggunaan antipsikotik atipikal tidak mengecualikan kemungkinan pengembangan tardive dyskinesia.2.3.2. Faktor GenetikSebuah dasar genetik untuk tardive dyskinesia belum diidentifikasi. Secara khusus, polimorfisme fungsional dari gen penyandi manusia glutation S-transferase P1 (GSTP1) tidak tampak berhubungan dengan tardive dyskinesia. Selain itu, CYP3A4 dan CYP2D6 polimorfisme gen yang tampaknya tidak berhubungan dengan tardive dyskinesia. Tardive dyskinesia memiliki dikaitkan dengan polimorfisme dari reseptor dopamin D3 Ser9Gly dan dari 2A serotonin dan 2C gen reseptor.Laporan asosiasi antara tardive dyskinesia dan polimorfisme nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) kina oxidoreductase 1 (NQO1) dan superoksida dismutase 2 (SOD2, MnSOD) gen belum konsisten telah dikonfirmasi oleh penelitian selanjutnya.Faktor risiko lain untuk pengembangan tardive dyskinesia termasuk bertambahnya usia, riwayat penyalahgunaan alkohol atau bahan, cacat perkembangan, dan gejala ekstra-piramidal pada inisiasi terapi.Risiko juga lebih tinggi pada wanita pasca-menopause.Di Selandia Baru, 17 kasus tardive dyskinesia dilaporkan ke Pusat Pemantauan Efek Samping (CARM) antara Januari 2000 dan Desember 2012.Mayoritas kasus dikaitkan dengan risperidone (8 laporan).Sebanyak 13 kasus terkait dengan penggunaan antipsikotik atipikal, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan obat lain yang diketahui terkait dengan pengembangan tardive dyskinesia.Peningkatan pelaporan tardive dyskinesia dengan antipsikotik atipikal antipsikotik khas selama mungkin karena peningkatan penggunaan antipsikotik atipikal dan meningkatnya kesadaran efek samping yang mungkin.

2.4. Patofisiologi2.4.1. Disfungsi EkstrapiramidalAktivitas motorik dari sistem ekstrapiramidal menghasilkan gerakan involunter dan statis berupa gerakan postural yang tidak terlihat. Sistem ekstrapiramidal meliputi hubungan dari ganglia basal, sistem striatopallidonigral, dan struktur lain dari sistem saraf pusat yang berkontribusi terhadap pengaturan gerakan, termasuk inti batang otak terkait dan serebelum.Gangguan klasik dari sistem ekstrapiramidal meliputi berbagai gangguan gerakan spontan. Beberapa gangguan gerak meliputi dyskinesias seperti akatisia, chorea, dystonia, myoclonus, stereotypy, tic, dan tremor.Bradikinesia dibandingkan hyperkinesiaTardive adalah jenis gangguan gerakan yang dibagi menjadi bradykinesias dan hyperkinesias. Bradykinesias ditandai dengan kelambatan normal (misalnya, kekakuan), kesulitan memulai dan mengakhiri tindakan, dan ekspresi wajah bertopeng pasien dengan penyakit Parkinson. Hyperkinesias adalah gerakan tanpa tujuan, termasuk akatisia, chorea, dystonia, myoclonus, stereotypy, tic, dan tremor.2.4.2. Sistem DopaminMeskipun patofisiologi tardive dyskinesia tidak dipahami dengan baik, hipotesis bahwa blokade dopamin pusat memainkan peran dalam patogenesis kondisi ini. Hal ini juga hipotesis bahwa gerakan hasil gangguan akut, sebagian, dari blokade reseptor dopamin dengan antagonis dopamin.Beberapa mekanisme bagaimana tardive dyskinesia dapat timbul: Striatal dopamine receptor supersensitivity Blokade dopamin kronis dapat mengakibatkan ketanggapan dari upregulation reseptor dopamin Kompensasi dari Supersensitivitas reseptor dopamin dapat timbul setelah blokade jangka panjang, blokade jangka panjang reseptor D2 dopamin di ganglia basal oleh antagonis D2 dopamin (misalnya, neuroleptik) dapat menyebabkan tardive dyskinesia Ketika blokade reseptor D2 dopamin berkurang (bahkan hanya sedikit), respon berlebihan dari dopamin reseptor D2 postsynaptic (bahkan konsentrasi rendah dopamin) dapat timbul Disinhibisi dari jalur talamokortikal striatal akibat dari ketidakseimbangan reseptor D1 dan D2 dapat terjadi Neurodegenerasi sekunder untuk peroksidasi lipid atau mekanisme excitotoxic mungkin berperanMeskipun reseptor D2 dopamin sudah sejak lama terlibat dalam patogenesis tardive dyskinesia, ada bukti yang meningkat untuk menunjukkan bahwa pada beberapa individu reseptor dopamin D3, D4, dan D5 yang terlibat.Kemungkinan besar, sifat genetik menghasilkan kerentanan terhadap tardive dyskinesia ketika individu yang rentan terkena agen tertentu. Misalnya, polimorfisme MscI dari gen reseptor dopamin D3 telah dikaitkan dengan perkembangan tardive dyskinesia. Dukungan untuk hipotesis bahwa tardive dyskinesia mungkin timbul dari blokade reseptor dopamin postsynaptic di ganglia basal dan bagian lain dari otak ada dalam bentuk sebagai efek menguntungkan dari peningkatan dosis neuroleptik untuk beberapa pasien dengan tardive dyskinesia. Jadi, antagonis dopamin dapat menutupi tardive dyskinesia.Peningkatan uptake transport dopamin (DAT) setelah pengobatan dengan quetiapine telah dilaporkan dengan perbaikan tardive dyskinesia pada wanita berusia 67 tahun.Nikotin mungkin memainkan peran dalam patofisiologi tardive dyskinesia. Perokok tampaknya memiliki peningkatan metabolisme antagonis dopamin D2. Agonis nicotinic muncul untuk meredakan dyskinesias pada beberapa orang dengan sindrom Tourette. Hubungan antara tardive dyskinesia dan penggunaan rokok dan agonis nikotinic lainnya masih harus diklarifikasi. Hasil dari studi hewan menunjukkan kemungkinan bahwa nikotin mungkin berguna untuk meningkatkan tardive dyskinesia terkait dengan penggunaan antipsikotik.Tan dkk melaporkan korelasi terbalik pada kadar plasma dari faktor neurotropik yang diturunkan dari otak dan gerakan dyskinetic pada orang dengan skizofrenia yang memiliki tardive dyskinesia. Dengan demikian, faktor neurotropik yang diturunkan dari otak tampaknya memiliki efek perlindungan pada sistem saraf terhadap tardive dyskinesia pada orang dengan skizofrenia.Modestin dkk mengamati bahwa tardive dyskinesia memiliki ciri perjalanan penyakit yang berfluktuasi. Mereka juga melaporkan bahwa lama penyakit sangat berkorelasi dengan perkembangan tardive dyskinesia.Bishoi dkk mencatat bahwa curcumin dapat mencegah perkembangan dyskinesias diinduksi obat yang memblok reseptor dopamin pada hewan. 2.4.3. Sistem Reseptor AdenosinergicBishoi dkk memberikan bukti keterlibatan sistem reseptor adenosinergic dalam perkembangan tardive dyskinesia pada hewan pengerat. Haloperidol menginduksi gerakan mengunyah, gerakan orofacial, dan stereotypies wajah pada tikus. Terjadi pemutarbalikan setelah pengobatan dengan adenosin atau kafein. Temuan ini memberikan bukti bahwa adenosin yang merupakan neurotransmitter inhibitor utama dalam SSP memainkan peran dalam tardive dyskinesia. Selain itu, hasil ini menunjukkan bahwa adenosin dapat menjadi agen terapi yang potensial untuk uji klinis.

2.5. Presentasi KlinisTardive dyskinesia memiliki karakteristik gejala berupa gerakan-gerakan ireguler dalam amplitudo dan frekuensi yang berbeda-beda. Tardive dyskinesia diekspresikan pada lidah, pipi, mandibula, daerah perioral dan regio wajah lainnya, jari tangan, dan jari kaki. Tardive distonia merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meiges syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.Tardive akatisia mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.Tardive tics adalah sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourettes syndrome).Tardive myoclonus berupa gerakan singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan ini jarang dijumpai.Tardive chorea berupa gerakan seperti orang menari.Dyskinesia orofacial muncul sebagai wajah meringis yang berulang-ulang, involunter, dan stereotipik dengan gerakan berpilin dan protrusi dari lidah. Pasien dapat tidak sadar akan gejala ini hingga orang-orang di sekitar pasien yang menyadarinya. Kerutan, mengecap-ngecap, pembukaan dan penutupan bibir dapat berlangsung terus-menerus. Pasien seolah-olah mengunyah atau menghisap sesuatu. Gerakan itu mirip dengan orang yang menderita sakit gigi.Bila diminta untuk menahan lidah dalam posisi terjulur, orang tersebut mungkin tidak dapat mempertahankan juluran lidah selama lebih dari 1 detik. Meskipun pasien mungkin mencoba untuk menyamarkan gerakan dengan meletakkan tangan ke mulut pada waktu tertentu, pergerakan tersebut dapat menjadi konstan pada saat jam-jam bangun dan tidak dapat disupresi oleh pasien. Tardive dyskinesia sering berhubungan dengan gerakan athetoid (slow, menggeliat seperti ular) yang involunter pada ekstremitas seperti gerakan menggeliat, berpilin, dan mengetuk jari-jari. Untuk melakukan penilaian, pasien diminta untuk menanggalkan sepatu dan kaus kaki sehingga gerakan jari-jari kaki dan kaki dapat diamati sepenuhnya. Gerakan biasanya menjadi konstan selama jam bangun. Seringkali, pasien tidak dapat menahan mereka selama lebih dari 1 detik.Gerakan-gerakan bermain gitar dan piano dan gerakan-gerakan fleksi ekstensi dari jari-jari dan pergelangan tangan dapat diamati. Gerakan fleksi dan ekstensi dari jari dan pergelangan kaki merupakan karakteristik. Gerakan-gerakan dyskinetik dari leher, batang tubuh, dan panggul kadang terlihat. Gerakan-gerakan menyentak dari abdomen dan diafragma yang dapat menyebabkan ketidakteraturan pernapasan.Tardive dyskinesia yang diinduksi oleh neuroleptik muncul saat istirahat dan berkurang ketika bagian tubuh yang terkena distimulasi. Sebagai contoh, meremas tangan orang lain sering menghilangkan dyskinesia jari, menjulurkan lidah umumnya mengurangi dyskinesia lidah, dan pembukaan mulut menghilangkan dyskinesia orofacial. Cukup menunjukkan gerakan-gerakan ini dan meminta pasien untuk menghentikan dapat mengurangi gerakan. Misalnya, gerakan orofacial dapat dihentikan dengan menempatkan jari pasien di bibirnya.Tardive dyskinesia yang diinduksi neuroleptik meningkat ketika fokus perhatian pasien ditarik dari gerakan, seperti ketika penguji meminta pasien untuk menggerakkan bagian tubuh yang berbeda. Sebagai contoh, dyskinesias jari dapat ditingkatkan dengan meminta pasien untuk berjalan dengan tangan beristirahat dengan nyaman di sisi. Meminta pasien untuk berulang kali menyentuh jempol untuk masing-masing jari secara berurutan pada kedua tangan dapat memperkuat tardive dyskinesia pada lidah dan wajah. Gerakan distraktif yang bersifat provokatif mungkin diperlukan untuk mendorong gerakan pada tardive dyskinesia ringan. Distraksi merupakan komponen utama dari AIMS (abnormal involuntary movement scale).Tardive dyskinesia dapat muncul bersamaan dengan gangguan pergerakan lainnya yang diinduksi oleh neuroleptik. Membedakan tardive dyskinesia yang merupakan reaksi distonik akut yang disebabkan oleh pengobatan dengan dyskinesia yang disebabkan oleh withdrawal neuroleptik dilihat dari waktu nya. Dyskinesia akibat withdrawal akan menghilang 1 bulan penghentian neuroleptik.

2.6. Pemeriksaan Optimalnya pengelolaan tardive dyskinesia melibatkan diagnosis dan perawatan kondisi yang menyerupai tardive dyskinesia (misalnya, gangguan kejang, sifilis, penyakit tiroid, dan penyakit Wilson). Pemeriksaan dapat mencakup pemeriksaan AIMS, studi laboratorium yang dipilih, serta modalitas pencitraan seperti computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), atau tomografi emisi positron (PET).2.6.1. Prosedur Pemeriksaan AIMS (Abnormal Involuntary Movement Scale)1. Sebelum maupun sesudah menyelesaikan pemeriksaan, amati pasien dengan diam diam saat istirahat (misalnya, di ruang tunggu).2. Kursi digunakan dalam pemeriksaan ini harus kuat dan tanpa sandaran tangan3. Setelah mengamati pasien, nilai dengan skala 0 (tidak ada), 2 (ringan), 3 (sedang) dan 4 (parah) menurut keparahan gejala.4. Tanyakan kepada pasien apakah ada sesuatu didalam mulutnya (misalnya permen karet, gula gula, dll) dan jika ada, keluarkanlah.5. Tanyakan kepada pasien tentang kondisi giginya sekarang. Tanyakan apakah ia mengenakan gigi palsu. Apakah gigi atau gigi palsu ada yang mengganggu pasien sekarang.6. Tanyakan pada pasien apakah ia memperhatikan adanya gerakan di mulut, wajah, tangan atau kaki. Jika ya, minta pasien untuk menggambarkan dan menunjukkan sampai tingkat mana keadaan tersebut sekarang menggangu pasien atau menganggu aktifitasnya.01234mintalah pasien duduk di kursi dengan tangan di atas lutut, tungkai sedikit terpisah dan kaki datar di lanati. (lihat seluruh tubuh untuk mencari adanya gerakan pada posisi ini)01234mintalah pasien untuk duduk dengan lengan menggantung tanpa ditopang. Jika laki laki, diantara tungkai, jika wanita dan mengenakan rok, menggantung diatas lutut (amati tangan dan bagian tubuh lainnya)01234mintalah pasien untuk membuka mulutnya (lidah saat keadaan istirahat di dalam mulut). Lakukan ini dua kali01234mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya (lihat kelainan gerakan lidah). Lakukan ini dua kali01234mintalah pasien untuk menjetikkan jarinya, dengan masing masing jari, secepat mungkin selama 10 15 detik, sendiri sendiri dengan tangan kanan, lalu tangan kiri (amati gerakan wajah dan tungkai)01234bengkokan dan luruskan lengan kanan dan kiri pasien (sekali)01234mintalah pasien untuk berdiri (amati gayanya. Amati seluruh bagian tubuhnya lagi, termasuk panggul)01234*mintalah pasien untuk meluruskan kedua lengannya ke depan dan telapak tangan menghadap ke bawah. (amati batang tubuh, tungkai dan mulut)01234*minta pasien berjalan beberapa langkah, berputar dan jalan kembali ke kursi (amati tangan dan gaya berjalan) lakukan dua kali*gerakan teraktivasi

2.6.2. Laboratorium StudiDefisiensi ceruloplasmin serum karena gen transporter tembaga yang abnormal ciri penyakit Wilson. Koleksi tembaga Urine mungkin abnormal. Selain itu, tes fungsi hati dan transaminase hati mungkin abnormal. Juga, periksa transporter gen tembaga pada pasien yang penyakit Wilson diduga.Selain itu, tes berikut dapat dipertimbangkan: Tes fungsi tiroid untuk meyingkirkan disfungsi tiroid Serum biokimia, tembaga serum, serum ceruloplasmin, tes fungsi tiroid, dan serologi sifilis untuk mengevaluasi blepharospasm dyskinesia Penyakit jaringan ikat tes skrining untuk mengecualikan lupus eritematosus sistemik dan vaskulitid lainnya Sel darah merah (RBC) menghitung untuk mengecualikan polisitemia vera rubra Tingkat kalsium serum2.6.3. CT, MRI, dan PETTemuan dari otak CT dan MRI biasanya normal pada pasien dengan tardive dyskinesia. Namun demikian, studi-studi pencitraan dapat membantu dalam diagnosis diferensial. Pada penyakit Huntington, atrofi nukleus berekor umumnya terlihat pada CT dan MRI otak. Pada sindrom Fahr, kalsifikasi sering terlihat di otak, terutama di ganglia basal. Hasil pencitraan juga dapat mengecualikan neoplasma dan serebral infark.Pencitraan fisiologis (misalnya, PET) pasien dengan tardive dyskinesia dapat menunjukkan metabolisme glukosa meningkat dalam globus pallidus dan gyrus precentral. PET dapat membantu membedakan gangguan tardive dyskinesia dan lainnya dengan sedikit perubahan struktural otak kotor dari gangguan dengan temuan karakteristik pada pencitraan neuronuclear. Peningkatan penyerapan transporter dopamin (DAT) diverifikasi oleh PET telah mengikuti administrasi quetiapine untuk seorang wanita 67 tahun seiring dengan penurunan tardive dyskinesia.Spektroskopi resonansi magnetik Proton telah menunjukkan kerusakan saraf di bagian kiri lenticular inti dalam kelompok pasien dengan tardive dyskinesia.2.6.4. EEGBlepharospasm Dyskinesia harus dievaluasi dengan EEG dan evaluasi oftalmologi lengkap termasuk pemeriksaan slit-lamp untuk menyingkirkan cincin Kayser-Fleischer penyakit Wilson.

2.7. Pertimbangan DiagnostikTardive dyskinesia umumnya terdapat pada individual dengan penyakit psikosis (cth: skizophrenia, gangguan skizoafektif, atau gangguan bipolar) yang di terapi dengan obat antipsikosis, terutama dopamine antagonis, beberapa tahun. Umumnya, tardive dyskinesia didiagnosis jika ada satu gejala dari beberapa gejala berikut: Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatri berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 2 pergerakan dengan intensitas ringan ketika mengkonsumsi obat neuroleptik Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatric berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 1 pergerakan dengan intensitas sedang ketika mengkonsumsi obat neuroleptik Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatric berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 2 pergerakan dengan intensitas ringan ketika 4 minggu berhenti mengkonsumsi obat neuroleptik Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatric berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 1 pergerakan dengan intensitas sedang ketika 4 minggu berhenti mengkonsumsi obat neuroleptik Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatric berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 2 pergerakan dengan intensitas ringan ketika 8 minggu berhenti mengkonsumsi depot obat neuroleptik Mengalami gangguan neuroleptik setidaknya 3 bulan (1 bulan jika geriatric berumur lebih dari 60 tahun) dengan setidaknya 1 pergerakan dengan intensitas sedang ketika 8 minggu berhenti mengkonsumsi depot obat neuroleptik

2.8. Diagnosa Banding Epilepsi ringan pada anak Varian migren pada anak Chorea gravidarum Chorea pada dewasa Kejang parsial kompleks Degenerasi korteks basal ganglionik Parsial epilepsy bersambung Epilepsy pada dewasa dengan retardasi mental Epilepsy pada anak dengan retardasi mental Epilepsy, mioklonik juvenile Epileptiform discharges Tremor esensial HIV-1 yang berhubungan dengan komplikasi serebrosvaskular HIV-1 yang berhubungan dengan komplikasi CNS Sindrom Tourette dan gangguan Tic lainnya Toxisitas, halusinogen Gangguan perubahan Compulsi Dyskinesia sekunder karena caffeine Diskenesia sekunder karena kloroquin Diskenesia sekunder karena esterogen Diskenesia sekunder karena lithium Diskenesia sekunder karena fenitoin Diskenesia sekunder karena skizophrenia Factitious disorder Sindrom fahr Hipertiroidisme Hipoparatiroidisme Malingering Sindrom meige Sindrom munchausen Sindrom munchausen oleh proxy Polisistemia rubra vera Gigi palsu yang tidak pas Gangguan somatisasi Dyskinesia spontan Chorea sindenham Syphilis SLE Penyakit Wilson Demensia dalam penyakit Parkinson Demensia dalam progresif supranuklir palsi Zaghrouta

2.9. Pengobatan Salah satu efek samping dari obat-obatan psikoaktif adalah tardive dyskinesia, gangguan gerakan yang mirip dengan sindrom Tourette. Peneliti medis sedang berusaha beberapa metode untuk mengobati gangguan, termasuk mengubah obat pasien yang terkena dampak atau menggunakan berbagai macam obat. Perawatan yang paling efektif adalah pencegahan - atau menghentikan pengobatan meskipun gejala tardive dyskinesia mungkin bertahan. Perhatian khusus dengan penghentian antagonis dopaminPenghentian mendadak antagonis dopamin dapat menyebabkan eksaserbasi akut gejala (yang mungkin dikendalikan oleh obat-obatan). Oleh karena itu, hati-hati harus dilakukan dalam mengurangi dan menghentikan pengobatan. Kondisi yang mengancam jiwa, seperti sindrom neuroleptik ganas, situasi yang luar biasa di mana penghentian segera dapat dibenarkan.Penghentian mendadak pengobatan dengan antagonis dopamin dapat memicu psikosis kemerahan dengan delusi, halusinasi, dan perilaku bunuh diri atau pembunuhan. Bila mungkin, adalah lebih baik untuk lancip dosis perlahan (sebesar 10% kenaikan dari dosis asli) sambil mengamati erat pasien untuk eksaserbasi gejala psikotik.Jumlah penghentian seringkali sulit atau mustahil bagi orang-orang yang tardive dyskinesia telah dirawat farmakologi. Beberapa pasien membutuhkan dosis kecil antagonis dopamin pada basis jangka panjang. Mereka mungkin memerlukan rawat inap jika antagonis dopamin dihentikan sepenuhnya.2.9.1. BenzodiazepineObat benzodiazepin pertama adalah chlordiazepoxide hidroklorida, yang dipasarkan selama bertahun-tahun oleh perusahaan Hoffman-LaRoche bawah nama merek Librium. Ini pada dasarnya adalah obat penenang yang berfungsi sebagai anti-convulsant dan relaksan otot. Obat tradisional telah digunakan untuk mengobati insomnia, kejang dan bahkan serangan kecemasan.Meskipun tidak ada efek samping yang berbahaya dari penggunaan jangka pendek, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi obat dan ketergantungan. Penggunaan obat-obatan seperti dalam kombinasi dengan alkohol atau depresan lain juga dapat memperbesar efek. Studi yang dilakukan di India dan Israel gagal menunjukkan adanya perubahan yang cukup pada pasien tardive dyskinesia ketika benzodiazepine digunakan sebagai pengobatan tambahan, meskipun tidak ada subjek dalam penelitian yang dilaporkan efek samping. Salah satu bagian dari studi ini menyarankan bahwa pasien tardive dyskinesia beberapa mungkin menerima manfaat kecil dari penggunaan benzodiazepine, tapi secara keseluruhan, hasilnya tidak membenarkan penggunaannya secara rutin.2.9.2. ClozapineSecara khusus, clozapine telah direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan tardive dyskinesia yang membutuhkan antipsikotik.Manfaat clozapine dihubungkan dengan afinitasnya terhadap reseptor D4. Namun, risperidone dan clozapine mungkin tidak efektif dalam mengobati gejala negatif dan positif pada beberapa pasien. Pengobatan dengan clozapine memerlukan evaluasi hematologi rutin untuk menghindari agranulositosis fatal.

2.8.4. TetrabenazineTetrabenazine dapat digunakan untuk mengobati diskinesia tardif dan kelainan pergerakan tubuh.2.9.3. Vitamin B6Dalam sebuah penelitian terhadap penggunaan vitamin B6 dosis tinggi 1200 mg sekali sehari ternyata terbukti efektif dan aman dalam mengobati efek samping yang terjadi akibat pemakaian obat antipsikotik yang dialami oleh pasien skizofrenia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Vladimir Lerner dari Universitas Ben Gurion di Beer-Sheva ini telah dimuat dalam Journal of Clinical Psychiatry 2007.2.9.4. Obat LainnyaAgen terapeutik lainnya yang ada beberapa dukungan anekdotal termasuk vitamin E, levodopa, toksin botulinum, reserpin, dan agen dopamin depleting. Ondansetron, selektif 5-hydroxytryptamine-3 antagonis, telah membantu beberapa individu dengan tardive dyskinesia. Penghentian terapi antikolinergik dapat meredakan tardive dyskinesia. Sebuah strategi kontroversial untuk mengobati tardive dyskinesia adalah untuk melanjutkan atau meningkatkan dosis antagonis dopamin.

2.10. Edukasi PasienSepenuhnya menginformasikan kepada pasien (atau dengan wali sah dari pasien yang tidak kompeten) merupakan tindakan yang mungkin dilakukan.Jika pasien menunjuka kelainan gerakan ketika mengkonsumsi obat, maka penghentian obat penyebab dianjurkan. Anjurkan pasien untuk menghindari konsumsi obat dopamine reseptor bloking. Anjurkan pasien untuk diberikan gelang tanda medis untuk memperingatkan terhadap pemberian obat dopamine reseptor bloking.

BAB III KESIMPULAN

Tardive dyskinesia (TD) merupakan gerakan berulang dan tidak disadari dari lidah, bibir, wajah, badan, serta ekstremitas yang terjadi akibat efek samping pengobatan antagonis dopaminergik jangka panjang. Patofisiologi tardive dyskinesia merupakan antagonis resptor dopamin yang merupakan cara kerja dari APG I, II, III. Meskipun sama-sama menduduki reseptor dopamin, namun potensi timbulnya efek samping tardive dyskinesia dari APG II (Clozapin, Risperidon) dan III lebih rendah daripada APG I.Tardive dyskinesia dapat dicegah dengan memberikan dosis efektif minimal untuk jagka waktu terpendek setelah memastikan riwayat konsumsi obat-obatan, kondisi medis, dan status psikiatr pasien sebelum dan selama pengobatan dengan antipsikosis. Jika sudah terdiagnosa dengan tardive dyskinesia maka dosis obat dapat dikurangi atau stop obat penyebab jika memungkinkan. Dengan mempertimbangkan efeknya sebagai salah satu dari APG-II yang paling efektif untuk schizophrenia refrakter serta potensi efek samping tardive dyskinesia yang lebih rendah dibandingkan dengan APG-I maka Clozapin dianjurkan sebagai pengobatan untuk tardive dyskinesia yang membutuhkan anti psikosis. Aripiprazol (APG-III) dapat meringankan tardive dyskinesia namun terdapat laporan kasus dari Jepang bahwa Aripirazol sendiri dapat berakhir pada gerakan yang melambat, sehingga sebaiknya sigantikan dengan Quetiapin dimana akan memberikan perbaikan dyskinesia, distonia, dan psikosis. Lithium memiliki efek protektif terhadap beberapa pasien dalam mencegah timbulnya tardive dyskinesia (van Harten et al).

DAFTAR PUSTAKA

1. Sardjono O. Santoso, Metta Sinta SS. Psikotropik dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.2005.h 148-162.2. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ketiga.Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK-Unika Atmajaya.Jakarta,2007. h 14-563. Kaplan & Saddock, Harlock 1, Kaplan MD, Benjamin D, Saddock. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Pertama .Edisi VII, Jakarta. Binarupa Aksara. 1997. Hal 777-857.4. Maslim Rusdi, Dr. Panduan praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi III. Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007. Hal 23-30.5. Lerner, Vladimir (2011)."Antioxidants as a Treatment and Prevention of Tardive Dyskinesia".Handbook of Schizophrenia Spectrum Disorders, Volume III. pp.10934. 6. Tarsy, Daniel; Lungu, Codrin; Baldessarini, Ross J. (2011). "Epidemiology of tardive dyskinesia before and during the era of modern antipsychotic drugs". In Vinken, P. J.; Bruyn, G. W.Handbook of Clinical Neurology. Hyperkinetic Movement Disorders100. pp.60116).7. New England Journal of Medicine, The Choice of Drugs for Schizophrenia, Davis JM.3