tantangan dan perkembangan vaksin dengue
TRANSCRIPT
BAB I
LATAR BELAKANG
Dengue adalah penyakit virus dengan vector nyamuk yang paling cepat
menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir , insidensinya meningkat menjadi 30 kali
lipat dengan peningkatan perluasan daerah georafis ke Negara-negara baru , baik
daerah pedesaan maupun perkotaan. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi virus ini
setiap tahunnya dan 2, 5 milyar penduduk hidup di daerah endemis dengue. Dengan
kata lain hampir sebagian penduduk dunia mempunyai resiko terkena penyakit ini.
(WHO 2009)
Sekitar 1,8 milyar (lebih dari 70%) populasi yang memiliki resiko infeksi
virus dengue di dunia terdapat di daerah Asia Pasific. Di Asia Tenggara sendiri
epidemic dengue telah menyebar ke daerah baru dan kasusnya meningkat pada daerah
yang sudah terkena. Pada tahun 2003, 8 negara ( Bangladesh, India, Indonesia,
Maldives, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Timor leste) melaporkan kejadian kasus
dengue ini. Pada tahun 2004, Bhutan melaporkan kejadian wabah pertama dengue
didaerahnya. Dan pada tahun 2005 Global Outbreak Alert and Response Network
( GOARN) melaporkan kejadian luar biasa dengue di Timor Leste memiliki tingkat
kematian hingga 3,55 %. (WHO 2009)
Sampai sekarang pemberantasan dengue masih didasarkan pada kontrol
terhadap nyamuk penyebab virus dengue yaitu aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
Sangta disayangkan bahwa program pemberantasan ini belum berhasil dengan baik.
1
Hanya sedikit negra yang berhasil mengendalikan vector dengue, seperti singapura
dan Kuba. Ketidakberhasilan program ini dapat ditunjukkan dengan semakin
meningkat dan meluasnya cakupan serangan dengue. Selama 50 tahun, dari era 1950
an sampai saat ini jumlah kasus dan Negara semakin meningkat. Di Indonesia jumlah
propinsi dan kabupaten yang terkena dengue bertambah. Dan pada Tahun 200, semua
propinsi sudah melaporkan hal ini, sehingga dengan kata lain, tidak ada daerah di
Indonesia yang terbebas dari ancaman dengue.( Depkes RI laporan tahun 2000)
Pada daerah –daerah yang terdapat lebih dari satu serotype, atau bila suatu
daerah mengalami epidemic secara berurutan yang disebabkan oleh serotype yang
berbeda, maka akan ditemukan bentuk infeksi yang lebih berat, yang dikenal dengan
DHF/DSS. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa DHF/DSS sebagian besar
terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk kedua kalinya dengan serotype virus yang
berbeda dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya hipotesis bahwa infeksi
susulan yang terjadi pada individu yang telah memiliki antibody terhadap salah satu
serotype yang berbeda dengan infeksi sekarang setelah jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan DHF/DSS. Fenomena ini disebut sebagai antibody dependent
enhancement ( ADE) dan telah dapat ditunjukkan in vitro dimana didapat
peningkatan replikasi virus dalam monosit dengan masuknya virus kedalam monosit.
Program pemberantasan dengan cara-cara konvensional pengendalian vector
pada kenyataannya tidak dapat mencegah perluasan dan peningkatan kasus penyakit
ini. Resistensi terhadap insektisida mulai muncul. Apabila nyamuk yang telah resisten
ini menyebar kemana-mana, maka akan menimbulkan masalah pembiayaan yang
2
lebih berat lagi untuk pemberantasan vector. Dengan situasi ini maka sulit untuk
menghilangkan dengue hanya dengan mengandalkan program control vector nyamuk.
Jalan yang mulai ditempuh adalah membuat kebal manusia dengan jalan vaksinasi.
Karena 90 % penderita penyakit ini adalah pasien anak kurang dari 15 tahun, maka
sasaran pokok vaksinasi adalah anak-anak. Pada tulisan ini akan dibahas macam-
macam vaksin serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam rangka
penanggulangan infeksi dengue dengan vaksinasi.
3
BAB II
VAKSIN DENGUE
Vaksin dengue yang ideal adalah vaksin yang murah, karena dengue
merupakan masalah yang dihadapi oleh Negara-negara dengan social ekonomi
menengah ke bawah. Selain itu vaksin harus mencakup ke 4 serotype atau tetravalent,
untuk mencegah terjadinya infeksi berurutan dengan serotype yang lainnya. Vaksin
yang tersedia juga harus cukup kuat tanpa menyebabkan infeksi yang sebenarnya dan
jangan terlalu lemah sehingga tidak efektif. Vaksin dengan efikasi rendah sehingga
infeksi skunder masih mungkin terjadi dapat membahayakan jiwa penerimanya.
Syarat lain adalah vaksin tersebut harus mampu memberikan perlindungan
seumur hidup terhadap dengue, seperti vaksin cacar, morbili dan varisela.
Perlindungan seumur hidup sangat diperlukan dan diharapkan dapat dihasilkan untuk
menghindari terbentuknya infeksi yang lebih berat dengan terjadinya ADE. Selain itu
diharapkan dapat dihasilkan vaksin dengue yang aman tanpa efek samping yang
berat. Pemberiannya diusahakan hanya single dose, karena kalau vaksin harus
diberikan 2- 3 kali maka pada pelaksanaannya aka nada hambatan dalam ketaatan
mendapatkan vaksinasi. Karena jangkauan vaksin nantinya diharapkan sampai ke
pelosok desa, maka diperlukan vaksin yang stabil pada penyimpanan, lebih baik lagi
jika stabil dalam suhu kamar, stabil secara genetis sehingga tidak dapat bermutasi.
4
Vaksin dengue yang ideal harus memiliki syarat sebagai berikut:
1. Murah
2. Mencakup 4 serotype/ tetravalent
3. Efektif dalam memnimbulkan kekebalan.
4. Cukup diberikan sekali (single dose)
5. Aman, efek samping minimal
6. Memberikan kekebalan jangka panjang
7. Stabil dalam penyimpanan
8. Stabil secara genetis dan anigenetis (tidak bermutasi) 9
Berbagai macam vaksin dengue berdasarkan jenisnya dan sedang dalam
penelitian adalah:
1. Vaksin dari virus yang dilemahkan (atenuasi)
a. Metode atenuasi klasik
b. Teknologi rekombinasi DNA
2. Vaksin sub unit dan peptide sintesis
Terdiri dari protein yang dipurifikasi, protein yang dihasilkan dengan
rekayasa genetika dan peptide sintetik.
3. Vaksin menggunakan vector
4. Vaksin DNA
5
1.Vaksin dari virus yang dilemahkan
Sejak periode vaksin cacar ditemukan oleh Edward Jenner, vaksin dari
microba hidup yang dilemahkan telah mendapat tempat khusus dalam dunia vaksin.
Kelebihan vaksin jenis ini adalah kemampuannya menghasilkan stimulasi terhadap
system imun yang menyerupai infeksi yang sesungguhnya karena virus akan
bereplikasi dalam tubuh penerima vaksin. Kelemahannya adalah terjadinya mutasi
yang dapat menyebabkan kembalinya virulensi virus yang telah dilemahkan tersebut,
lebih lagi kemungkinan terjadinya infeksi serius pada penderita imunodefisiensi.
Metode etenuasi Klasik
Metode ini dilakukan dengan memanfaatkan strain virus heterolog yang tidak
virulen bagi manusia. Contohnya vaksin cacar dari Edward Jenner yang
menggunakan virus cacar sapi untuk menimbulkan kekebalan terhadap virus cacar
pada manusia. Cara lain adalah dengan memodifikasi kondisi tumbuhnya
mikroorganisme sehingga menghasilkan mutan yang lebih lemah dari strain
induknya.
Vaksin virus dengue hidup yang dilemahkan dapat diperoleh dari muatn alami
yang menunjukkan marker atenuasi seperti ukuran plak yang kecil. Contoh dari
mutan ini adalah vaksin kandidat DEN-2 PR159-S1 yang ditemukan. 1
Kandidat vaksin dengue yang telah melalui uji klinis fase 2 pada orang
dewasa dan anak2 adalah vaksin virus yang dilemahkan dengan cara pasasi serial
yang dikembangkan di Thailand sejak tahun 1980. Pasasi pada sel yang bukan
6
merupakan sel host alamiah akan menyeleksi partikel virulen dan menyisakan
pertikel-partikel avirulen pada virus. Kandidat vaksin ini adalah kandidat vaksin virus
hidup teratenuasi yang baik dari segi imunogenitas dan keamanan. 2
Kultur sel pimary dog kidney (PDK) dan Primary African green monkey
kidney (PGMK) digunakan untuk melemahkan virus dengue yang akan dipakai
sebagai kandidat vaksin tersebut. DEN-1,2 dan 4 dilemahkan dengan pasasi pada sel
PDK, Den-3 yang tidak dapat tumbuh dengan baik pada sel tersebut dipasasi pada sel
PGMK. Setelah virus menunjukkan sensitivitas terhadap suhu dan menunjukkan
ukuran plak yang kecil, virus dianggap telah teratenuasi.
Uji klinis telah dilakukan di Thailand dan Amerika terhadap keempat strain
virus, baik dalam bentuk monovalent, bivalent, trivalent maupun tetravalent. uji klinis
ulangan sedang dilakukan di Amerika untuk membuktikan efikasi vaksin ini ,
diharapkan kandidat vaksin ini dapat teruji dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Metode atenuasi dengan teknologi rekombinasi DNA
Riset rekombinasi DNA ditujukan untuk melakukan atenuasi secara lebih
terencana dengan cara mengubah determinan molekuler yang menentukan virulensi.
Rekayasa genetika dapat menghasilkan vaksin yang tepat dan diharapkan dapat
menghilangkan kemungkinan kembalinya virulensi.
Atenuasi dengan cara rekayasa genetika
Metode atenuasi dengan cara rekayasa genetika memerlukan informasi yang
cukup mengenai molekul virus dengue, terutama region genom yang menentukan
virulensi dan region yang merupakan marker atenuasi, sehingga dapat diciptakan
7
virus yang telah mengalami mutasi pada gen virulensinya. Ditemukannya teknik
untuk menciptakan klon cDNA dari virus dengue membuka kemungkinan yang lebih
luas. Dengan menmggunakan klon cDNA dari dengue virus dapat direkayasa
chimeric virus dari setiap serotype dengue, misalnya protein structural DEN1 dan
DEN-2 pada background virus DEN-4 dengan mempertahankan marker atenuasi
virus tersebut.
Kandidat vaksin DEN-2 PDK 53 memiliki dosis infeksius yang plaing rendah
pada manusia, memiliki efek imunogenik paling kuat dibandingkan kandidat vaksin
dari ketiga serotype lainnya, dan tidak menyebabkan gejala klinis yang tidak
diinginkan. Dengan dikenalinya marker atenuasi dari kandidat vaksin ini
memungkinkan dilakukannya rekayasa untuk menghasilkan vaksin dengue yang lebih
baik. Dengan mempertahankan marker atenuasi (yang terdapat pada 5’ noncording
region dan NS1dan 3), chimeric virus yang mengekspresikan gen structural DEN-1, 3
dan 4 dengan background virus DEN-2 PDK 53 diharapkan dapat menghasilkan
replikasi yang baik pada manusia dan mengoptimalkan fungsi vaksin virus dengan
tetravalent. 3
Chimeric virus yang lain yang telah berhasil diciptakan adalah virus yellow
fever (YF) DEN-2 menggunakan rekombinan klon c DNA infeksius dari strain vaksin
YF (YF-17D) sebagai background, dengan insersi gen prM dan E dari DEN 2.YF-
17D adalah vaksin yang paling aman dan efektif terhadap yellow fever, sehingga
diharapkan menjadi karier vaksin yang sempurna untuk dengue. Kandidat vaksin ini
8
telah diujicoba pada tikus dan monyet dan menunjukkan replikasi yang tinggi,
atenuasi, imunogenitas dan proteksi serta stabilitas genom. 4,5
2.Vaksin subunit dan vaksin peptide sintesis.
Suatu mikroorganisme dalam keadaan utuh terdiri atas begitu banyak antigen,
yang sebagian besar tidak berhubungan dengan respon yang protektif, tetapi
mensupresi respon protektif yang dirangsang antigen lain, atau bahkan dapat
menghasilkan reaksi hipersensitivitas. Vaksinasi dengan menggunakan antigen yang
telah diseleksi dahulu untuk dapat menghasilkan proteksi yang optimal dapat
menghindari komplikasi tersebut. Rekombinasi DNA dapat menghasilkan antigen
selektif yang murni (vaksin sub unit) yang telah melalui tahap uji coba pada hewan
percobaan sebagai model infeksi menunjukkan kemampuan proteksi. Kelemahan
vaksin ini adalah lebih mahal dari vaksin mikroorganisme yang dimatikan atau
dilemahkan.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar neutralizing antibodies adalah
antibody terhadap protein E. sebgaian besar antibody terhadapa protein E dapat
mengakibatkan ADE dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi yang
dibutuhkan untuk menetralisir virus. Hal ini menyebabkan tidaklah cukup untuk
menguji efek proteksi kandidat vaksin dengan cara menguji kemampuan menetralisir
virus atau resistensi terhadap infeksi dengue segera setelah imunisasi, ketika
neutralizing antibodies dalam konsentrasi yang tingi. Perlu dipertanyakan apakah ada
9
pengaruh terhadap ADE pada saat antibody yang terbentuk tersebut turun
konsentrasinya. 6
Protein yang dipurifikasi
Vaksin protein yang dipurifikasi dapat berupa protein structural yang
dipurifikasi dari virus utuh, atau protein nonstrukstural yang dipurifikasi dari sel yang
terinfeksi. Vaksin yang dibuat dari protein structural virus dengue yang dipurifikasi
telah diuji pada hewan percobaan. Glikoprotein E dari flavivirus telah terbukti dapat
menginduksi terbentuknya virus specific neutralizing antibodies. Antibody
monoclonal terhapad glikoprotein E memberikan proteksi pasif terhadap paparan
virus dengan serotype yang sama. Vaksinasi dengan protein E yang dipurifikasi telah
terbukti dapat melindungi tikus dari infeksiyang mematikan 7,8
Protein structural lainnya yaitu glikoprotein prM/M, tidak terbukti memiliki
Epitope yang dapat menginduksi neutralizing antibodies, walaupun transfer pasif
antibody terhadapa protein ini dapat melindungi tikus dari infeksi denguevirus yang
sama. Vaksinasi dengan protein prM/m yang terdenaturasi tidak dapat melindungi
tikus dari infeksi dengue.
Protein nonstructural yang dipurifikasi( NS1 dan NS 3) kemungkinan
menginduksi terbentuknya kekebalan melalui antibody dependent cell cytotoxic
(ADCC). Imunisasi dengan protein tersebut menginduksi terbentuknya antibody yang
diharapkan dapat melindungi hewan percobaan terhadapa paparan dengan virus tanpa
adanya neutralizing antibodies. Pengujian pada hewan percobaanmenunjukkan bahwa
10
antibody terhadap protein nonstructural NS1 dapat memberikan perlindungan
terhadap infeksi pada tikus bila diberikan secara transfer pasif. Tetapi vaksinasi
dengan menggunakan NS1 yang dipurifikasi memberikan hasil yang tidak konsisten
dari beberapa penelitian. Sebah penelitian mendapati vaksin ini gagal memberikan
proteksi yang diharapkan, sedangkan penelitian lain mendapatkan bahwa vaksinasi
ini menghasilkan proteksi tanpa terbentuknya neutralizing antibodies. 8
Vaksin peptide dibuat secara sintetik, dirancang berdasarkan struktur epitop
(limfosit b maupun T) yang dapat menstimulir respon imunologis yang optimal.
Peptide sintesis yang dibuat berdasarkan sekuensi asam amino dari protein E virus
dengue terbukti imunogenik pada tikus. Tetapi peptide ini tidak menghasilkan
kekebalan dan gagal menginduksi terbentuknya neutralizing antibodies. Sebagian
besar epitop yang menghasilkan neutralizing antibodies pada protein E flavivirus
bersifat konformasional, sehingga peptide yang bersifat linier kemungkinan tidak
akan berfungsi sebagai antigen vaksin yang baik. 6
Vaksin menggunakan subunit kemungkinan besar memerlukan beberapa kali
pemberian, sehingga sebaiknya hanya dilakukan pada keadaan dimana pemberian
vaksin hidup tidak memungkinkan.
3.Vaksin menggunakan Vektor
Prinsipnya adalah menggunakan mikroorganisme yang tidak berbahaya
sebagai vector untuk gen dari antigen tertentu. Konsep ini menggabungkan
kemampuan vaksin hidup yang dilemahkan denganvaksin sub unit.
11
Strain virus vaccinia yang telah dilemahkan (NOVICE dan ALVAC) telah
digunakan sebagai vector untuk meng ekspresikan protein E dan prM/m dari virus
dengue sebagai partikel subviral. Cara ini menghasilkan neutralizing antibodies dan
melindungi terhadap paparan dengan virus.
4.Vaksin DNA
Metode ini dilakukan dengan menyuntikkan Dna telanjang secara
intramuskuler. Sel- sel penerima vaksinasi akan membentuk protein antigen dengan
sendirinya.diperlukan promoter yang kuat untuk menghasilkna ekspresi gen yang
mengkode antigen in vivo. Penyuntikan pDNA secara intramuskuler menghasilkan
ekspresi protein antigen pada sel-sel otot disekitarnya.
Belum diketahui apakah reapon imun yang dihasilkan oleh vaksin DNA
dipicu oleh ekspresi antigen dari sel otot atau oleh APC yang menginisiasi respon
ditempat lain. Keunggulan cara pemberian ini adalah antigen yang berada
intraselakan dipresentasikan oleh molekul MHC I sehingga akan menstimulir respon t
sitotoxic, plasmid akan berada dalam sel otot sampai beberapa bulan setelah
penyuntikan sehingga akan menghasilkan kekebalan jangka panjang, tidak
memerlukan vector virus sehingga lebih aman.
Perkembangan produksi vaksin dengue di indonesia dan tantangannya
Mekanisme immunologic primer sebagai proteksi terhadap dengue adalah
menetralisir virus melalui antibody, dan semua kandidat vaksin dengue mempunyai
12
tujuan untuk meningkatkan level dari neutralizing antibodies. Sebuah vaksin
diharapkan dapat memproteksi terhadap ke empat serotype virus dengue, sehingga
haruslah tetravalent. Induksi respon protektif terhadap 4 serotipe ini haruslah simultan
dan menghindari teori antibody dependent enhancement pada penerima vaksin ini.
Vaksin dengue yang telah dikembangkan saat ini meliputi 4 tipe, yaitu virus yang
dilemahkan, virus chimeric yang dilemahkan, virus inaktif atau subunit vaksin dan
vaksin DNA.9
Vaksin yang dilemahkan dapat menginduksi respon humoral dan seluler yang
bertahan lama, karena kemiripannya dengan infeksi natural. Beberapa parameter yang
penting untuk vaksin jenis ini adalah:9
Virus ini haruslah cukup dilemahkan dan replikasi virus dapat
dikurangi agar viremia rendah dan gejala penyakit atau efek samping
minimal.
Transmisi virus oleh nyamuk harus dikurangi atau bahkan di
hilangkan.
Virus harus bereplikasi dengan baik dalam kultur sel dan cukup
imunogenik untuk mempertahankan imunitas yang lama pada
manusia.
Respon imun yang seimbang antara keempat serotype dengue harus
didapatkan
Dasar genetika untuk pertanda atenuasi harus diketahui dan stabil.
13
Di Indonesia sendiri sedang dilaksanakan uji klinis vaksin dengue yang
dimulai pada tanggal 8juni 2011 Sebanyak 2000 anak yang terdiri dari 800 anak
Jakarta, 800 Bandung dan 400 Bali akan divaksinasi sehingga diharapkan mampu
terhindar dari penyakit mematikan tersebut.
Penelitian dilakukan lima fakultas kedokteran dari lima negara Asean yaitu
Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia penelitian ini membutuhkan
waktu sekitar 25 tahun untuk menemukan vaksin tersebut. penyuntikan vaksin
dilakukan 8 Juni 2011 serentak di tiga kota. Pelayanan digelar di puskesmas
kecamatan.Untuk di Jakarta, pelaksanaan pemberian suntikan vaksin Dengue
dilakukan pada 8 Juni 2011 di lima puskesmas kecamatan. Yaitu Puskesmas
Kecamatan Tambora, Senen, Koja, Pasar Minggu dan Jatinegara. Akan ada 800 anak
yang akan disuntik pada 8 Juni 2011, kemudian akan disuntikkan kembali enam bulan
kedepan dan enam bulan kedua jadi terdapat 3 dosis yaitu pada bulan ke0, 6 dan 12.
uji vaksin ini akan dipantau secara berkala setiap minggu. Selain itu, anak
tersebut akan mendapatkan perawatan kesehatan gratis dan memperoleh uang
transportasi untuk pemeriksaan berkala di puskesmas setempat. Bila selama lima
tahun virus terbukti aman, maka pada 2016 virus bisa diedarkan di masyarakat.
vaksin yang akan dipakai kali ini menggunakan teknologi rekombinan dan
rekayasa asam deoksiribonukleat (DNA). Rekombinan adalah bentuk genetis atau
keturunan yang diperoleh melalui proses pemindahan dan penyusunan gen baru yang
tidak terdapat pada induk. Vaksin ini menggunakan selongsong virus dengue yang
DNA aslinya dihilangkan, lalu diisi DNA yellow fever. Yellow fever dipilih karena
14
sudah ada vaksinnya, sudah diketahui perilakunya, dan terbukti aman. Teknologi ini
juga lazim disebut dengan chimeric. Kita berharap uji klinis tahap ketiga ini berhasil,
sehingga vaksin demam berdarah dengue segera bisa tersedia di pasaran.
BAB III
KESIMPULAN
15
1. Dengue masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian di dunia,
tersedianya vaksin diharapkan dapat mencegah penyakit ini, terutama dengan
sulit dan gagalnya control vector hingga saat ini.
2. Dengan memperhatikan konsep ADE, vaksin ideal harus mampu mencegah
infeksi yang disebabkan oleh keempat serotype virus dengue, sehingga infeksi
susulan tidak dapat terjadi.
3. Produksi antibodi penetralisir virus yang dihasilkan dengan imunisasi
idealnya harus bertahan seumur hidup. Meskipun peran imunitas seluler
belum begitu jelas, diharapkan vaksin dengue dapat melibatkan system
imunitas seluler.
4. Salah satu kesulitan yang ditemukan pada pengembangan vaksin dengue ini
adalah tidak adanya model infeksi yang baik pada hewan percobaan . hal ini
menyulitkan penelitian tentang efek vaksin yang diuji di laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Eckel KH.,Harrison VR,Summers PL.and Russel PK.Dengue-2
vaccine:preparation for a small plaque virus clone. Infect immune.
1980;27(1):175-80
2. Bhamarapravati,N., and yoksan, S.dalam Gubler, D.J. and Kuno, G(eds):
dengue and dengue hemoragic fever.CAB International, Colorado. 1997
3. Huang,C.Y., Butrapet, S., Pierro, D J., Chang, G.J., Hunt, A.R.
Bamarapravati, N., Gubler,D.J. and Kinney,R.M., Chimeric dengue type 2
(vaccine strain PDK-53)/ dengue type1 virus as a potential candidate dengue
type1 virus vaccine. Journal of virology. 2000;74(7):3020-8
4. Guairakho F., Weltzin R., Chamber TJ., Zhang ZX., Soike K., Raterree
M.,Arroyo J., georgepoulos K., Catalan J., Monath TP. Recombinant chimeric
yellow feverdengue type 2virus is immunogenic and protective in nonhuman
primates. Journal of Virology. 2000 june; 74(12):5477-85.
5. Van Der Most, R.G., Murali-krishna, K., ahmed, R., and Straus, JH. Chimeric
yellow fever/ dengue virus as a candidate dengue vaccine:quantitation of
dengue virus specific CD8 T cell response. Journal of Virology. 2000;
74(17):8094-101
6. Cardosa M.J. dengue vaccine design: issues and challenges. British Medical
Bulletin. 1998;54:395-405
7. Putnak R, Freighny R, Burrons J., cchran M., Hackett C., Smith G., and Hoke
C. Dengue-1 virus envelope glycoprotein gene expressed in recombinant
bacuovirus elictics virus neutralizing antibodies in mice and protect them
from virus challenge. 1991. Amercan Journal tropical Medicine hyg. 1991
aug;45(2):159-67
8. Freighny R, Burrons J., McCrown J., Hoke C and Putnak. Purification of
native dengue -2 viral proteins and ability of purified proteins to protect mice.
American Journal tropical Medicine. 1992. Oct;47(4):405-12
9. WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
New edition. Geneva. 2009
17
10. Guairakho F.,Pugachev K., Zhang ZX., Soike K., Raterree M.,Arroyo J.,
Georgepoulos K., Fournier C.,B. Barerre., Catalan J., Monath TP. safety and
efficacy of chimeric yellow feverdengue-virus Tetravalent vaccine
formulation in nonhuman Primates. Journal of virology. 2004 may;79(9):
4761-4775
18