tahun 2019 -...
TRANSCRIPT
PENGADILAN NEGERI RUTENG
KELAS II
Jl. Komodo No. 30 Ruteng
Telp./Fax. : (0385) 21005
Website : www.pn-ruteng.go.id
email : [email protected]
SURVEI INDEKS PERSEPSI KORUPSI
PADA PENGADILAN NEGERI RUTENG
KELAS II
Disusun Oleh :
TIM SURVEI INDEKS PERSEPSI KORUPSI
PENGADILAN NEGERI RUTENG
TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,
telah disusunnya Laporan Survei Indeks Persepsi Korupsi Pengadilan di Pengadilan
Negeri Ruteng tahun 2019.
Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi Presiden Republik
Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Stranas PPK Jangka Panjang 2012 -2025 dan Stranas PPK Jangka Menengah
tahun 2012 -2014. Sebagai tindak lanjut atas rumusan strategi tersebut
Pemerintah menyusun Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang
diimplementasikan dan dievaluasi setiap tahun. Dalam rencana aksi pencegahan
dan pemberantasan korupsi (Renaksi PPK) tersebut. Presiden secara tegas
menginstruksikan kepada semua jajaran pemerintahan baik di tingkat nasional
maupun tingkat daerah (Gubernur dan Bupati / Walikota) untuk
mengimplementasikan Stranas PPK (Transparency International, 2016.
Pengadilan Negeri Ruteng sebagai salah satu lembaga negara juga berupaya
terus mencegah terjadinya korupsi dalam penyelenggaraan kegiatan khususnya
kegiatan layanan kepada masyarakat. Pengadilan Negeri Ruteng sebagai salah
satu satuan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia di bawah Pengawasan
Pengadilan Tinggi Kupang di daerah yang mempunyai fungsi layanan kepada
masyarakat telah berupaya melakukan pencegahan korupsi dengan menciptakan
layanan yang bersih, transparan dan akuntabel. Pada tahun 2019, Pengadilan
Negeri Ruteng melakukan survei untuk mengukur indeks persepsi korupsi dari
responden yang mendapatkan pelayanan dari Pengadilan Negeri Ruteng.
Penilaian indeks persepsi korupsi di Pengadilan Negeri Ruteng diharapkan
semakin meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Laporan ini
menyajikan sejauh mana fungsi layanan Pengadilan Negeri Ruteng yang
akuntabel dan transparan di mata masyarakat. Terimakasih atas dukungan semua
pihak. Semoga laporan Indeks Persepsi Korupsi ini berguna untuk kita semua.
Demikian Laporan Indeks Persepsi Korupsi pada Pengadilan Negeri Ruteng untuk
periode 1 Januari s/d 31 Maret 2019 ini disusun agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Ruteng, 31 Maret 2019
Ketua Tim,
R U S L A N, SH
NIP :19610929 198303 1 004
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3
A. Latar Belakang………………………………………………………………. . 3
B. Maksud dan Tujuan………………………………………………………… .. 3
C. Pengertian Umum Tentang IPK……………………………………….. ...... 12
D. Sasaran…………………………………………. ........................................ 12
E. Ruang Lingkup............................................................................................12
F. Manfaat.......................................................................................................12
G. Pelaksanaan dan Tahapan Pelaksanaan...................................................13
H. Variabel.......................................................................................................13
BAB II METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………. 13
A. Metodologi Survey…………………………………………………………. ... 14
B. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………….. 16
C. Teknik Analisa Data…………………………………………………………. 16
D. Pendapat Responden Tentang Pelayanan Publik………………… ......... 17
BAB III PROFIL RESPONDEN……………………………………………………. . 20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA……………………………… 22
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 32
A. Kesimpulan ............................................................................................. 32
B. Rekomendasi .......................................................................................... 36
C. Pustaka..................................................................................................... 37
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia menunjukkan kenaikan konsisten dalam pemberantasan
korupsi, namun terhambat oleh masih tingginya korupsi di sektor penegakan
hukum dan politik. Tanpa kepastian hukum dan pengurangan penyalahgunaan
kewenangan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun dan
memicu memburuknya iklim usaha di Indonesia. Demikian temuan Transparency
International (TI) dalam Corruption Perception Index (CPI) 2015. Kondisi korupsi
yang masih tinggi tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia melakukan
perbaikan-perbaikan dalam tata kelola pelayanan publik dan ternyata mampu
menaikkan skor Indonesia menjadi 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara
yang diukur. Skor Indonesia secara pelan naik 2 poin, dan naik cukup tinggi 19
peringkat dari tahun sebelumnya. Skor CPI berada pada rentang 0 - 100. 0
berarti negara dipersepsikan sangat korup, sementara skor 100 berarti
dipersepsikan sangat bersih. Kenaikan tersebut belum mampu menandingi skor
dan peringkat yang dimiliki oleh Malaysia (50), dan Singapura (85), dan sedikit di
bawah Thailand (38). Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan
jauh di atas Myanmar (22) (Transparency internasional Indonesia, 2015)
Corruption Perception Index (CPI) merupakan indeks komposit yang mengukur
persepsi pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor publik, yaitu korupsi
yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi. Sejak
diluncurkan pada tahun 1995, CPI telah digunakan oleh banyak negara sebagai
rujukan tentang situasi korupsi dalam negeri dibandingkan dengan negara lain.
Dan Pengadilan Negeri Ruteng telah melakukan survei guna memberantas tindak
korupsi yang ada ataupun sedang berjalan dalam prose pelayanan kepada
masyarakat di Pengadilan Negeri Ruteng agar menjadi Pengadilan yang WBK
dan WBBM sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam proses
pelayanan yang berkelanjutan.
4
A. MAKSUD DAN TUJUAN
1. MAKSUD ;
Untuk mencapai cita-cita Indonesia bebas korupsi bukan persoalan yang
mudah, karena selain banyak berbagai masalah yang tengah membelit
kehidupan bangsa Indonesia juga di warnai persoalan di bidang ekonomi,
sosial politik, pertahanan dan keamanan, hukum serta permasalahan
kebudayaan yang mesti diselesaikan. Tampaknya perilaku korupsi di negara
kita sudah menjadi persoalan yang mengkhawatirkan sejak lama,
dampaknyapun cukup dahsyat karena bisa merusak stabilitas kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal mana dampak tindak korupsi tersebut akan
merongrong kemandirian semua aspek kehidupan negara. Akhir-akhir ini
berita di berbagai media baik melalui online (internet), televisi, radio, surat
kabar dan media cetak lain banyak mengulas dan memperbincangkan
terjadinya tindak pidana korupsi yang masif. Pelaku korupsi pun beragam
mulai dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat maupun PNS Daerah. Demikian
juga Pejabat Negara di Pusat dan Pejabat di daerah bahkan beberapa
pengusaha pusat dan daerah pun juga telah tersangkut korupsi. Pengadilan
Negeri Ruteng sebagai lembaga pemerintah sampai saat ini belum diketahui
oleh masyarakat seberapa besar penyelenggaraan layanan yang tidak atau
kurang efisien dan bahkan kemungkinan seberapa tinggi layanan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, kiranya perlu
dilakukan kajian tentang persepsi masyarakat terhadap tingkat tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Ruteng. Pengadilan Negeri
Ruteng wajib mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Anggaran harus dikelola dengan baik untuk
mencegah terjadinya tindak korupsi. Pengelolaan yang baik perlu didukung
dengan sistem dan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas.
Interaksi Pengadilan Negeri Ruteng dengan masyarakat perlu dibangun agar
memberikan suasana yang saling menghargai antara kedua pihak dan saling
memanfaatkan terutama bagi masyarakat atas jasa pelayanan Pengadilan
Negeri Ruteng. Oleh karena itu terkait dengan maksud seperti tersebut diatas
maka pertanyaan penelitiannya adalah: Bagaimana pendapat atau persepsi
masyarakat terhadap penyelenggaran pelayanan publik yang dilakukan oleh
5
Pengadilan Negeri Ruteng. Pengadilan Negeri Ruteng merupakan salah satu
satuan kerja di daerah yang banyak berhubungan dengan layanan
masyarakat seperti jasa layanan Surat Keterangan, Pendaftaran Badan
Hukum : CV, PT, Lembaga Adat, PAUD, dan jenis lembaga lainnya),
Pengadilan Negeri Ruteng berupaya terus menciptakan layanan terbaik,
bersih, akuntabel dan transparan sehingga tercipta Pengadilan Negeri Ruteng
yang WBK dan WBBM. Dengan demikian penting dilakukan survey indeks
persepsi korupsi dalam rangka melaksanakan upaya pemerintah dalam
pemberantasan korupsi seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Dan
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka
Menengah Tahun 2012-2014. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan metode survei. Populasi dari penelitian ini
adalah masyarakat yang mempunyai kaitan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap kegiatan pelayanan publik di Pengadilan Negeri
Ruteng. Survei langsung dilakukan saat responden datang ke Pengadilan
Negeri Ruteng.
2. TUJUAN ;
Tujuan survey persepsi korupsi ini untuk mendapatkan informasi tentang
persepsi korupsi dari pengguna layanan di Pengadilan Negeri Ruteng sebagai
bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas
layanan secara berkesinambungan serta mewujudkan pelaksanaan
penyelenggaraan negara yang bebas korupsi. Sasaran survei ini adalah
terselenggaranya pelayanan yang bersih, akuntabel dan transparan.
Adapun sasaran Survei Kepuasan Masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai
kinerja penyelenggara pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng.
2. Mendorong penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas
Pelayanan agar lebih baik dari hari ke hari.
3. Mendorong penyelenggara pelayanan menjadi lebih inovatif dalam
menyelenggarakan pelayanan public yang bersih, akuntabel dan transparan.
6
B. PENERGTIAN UMUM TENTANG INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK)
Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam konstelasi
ketatanegaraan. Hal ini tersirat dalam Amanat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan antara lain bahwa tujuan dibentuknya
”Pemerintah Negara Indonesia dan yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dalam implementasinya, penyelenggaraan Negara tidak boleh
menyimpang dari kaidah-kaidah yang digariskan. Namun demikian, dalam
perkembangannya, pembangunan di berbagai bidang berimplikasi terhadap
perilaku penyelenggara negara yang memunculkan rasa ketidakpercayaan
masyarakat. Stigma yang menganggap penyelenggara negara belum
melaksanakan fungsi pelayanan publik berkembang sejalan dengan ”social
issue” mewabahnya praktek-prakter korupsi sebagai dampak adanya
pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada jabatan tertentu.
Disamping itu masyarakat sendiri tidak sepenuhnya dilibatkan dalam Kegiatan
Penyelenggaraan Negara sehingga eksistensi kontrol sosial tidak berfungsi
secara efektif terhadap penyelenggara negara, terutama dalam hal akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, sehingga rentan sekali untuk menimbulkan
penyimpangan dan korupsi.
Korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara
negara, tetapi juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para
pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, yang dapat membahayakan eksistensi atass fungsi
penyelenggaraan negara.
Tindakan korupsi telah lama dianggap sebagai suatu tindakan yang sangat
merugikan perekonomian suatu negara. Istilah korupsi berasal dari bahasa
Latin, corruptio atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere (Webster
Student Dictionary : 1960). Arti harfiah dari kata tersebut adalah kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah. (The Lexicon Webster Dictionary 1978). Poerwadarminta dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan ”Korupsi ialah perbuatan yang
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”.
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam Bahasa
Indonesia disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut corruption, dan
dalam Bahasa Sansekerta yang tertuang dalam Naskah Kuno Negara
Kertagama arti harfiah corrupt menunjukkan kepada perbuatan yang rusak,
busuk, bejad, tidak jujur yang disangkut pautkan dengan keuangan.
7
Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah “suatu perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak
sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”.
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak
mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi,
baik dilakukan oleh perorangan di sektor swasta maupun pejabat publik,
menyimpang dari aturan yang berlaku. Hakekat korupsi berdasarkan hasil
penelitian World Bank adalah ”An Abuse Of Public Power For Private Gains”,
penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Definisi
Korupsi Secara etimologi korupsi berasal dari kata “korupsi” yang berarti buruk,
buruk rusak dna busuk. “korup” juga berarti dapat diogok (melalui kekuasaan
untuk kepentingan pribadi”. Secara terminologi diartikan sebagai pemberian dan
penerimaan suap, baik yang memberi maupun menerima suap keduanya
termasuk koruptor. David M. Chalmers mengatakan korupsi sebagai tindakan-
tindakan manipulasi dan keputusan menganai keungan yang membahayakan
ekonomi. J.J. Senturia menguraikan korupsi sebagai penyalahgunaan
kekuasaan pemrintah untuk keuntungan pribadi. Dari beberapa pengertian di
atas baik secara etimologi maupun terminologi dapat ditarik kesimpulan.
1. Korupsi dalam pengertian tindakan penghianatan terhadap kepercayaan.
2. Korupsi dalam pengertian semua tindakan penyalahgunaan kekuasaaan,
walaupun pelakunya tidak mendapatkan keuntungan material.
3. Korupsi dalam pengertian semua bentuk tindakan penyalahgunaan dna
bukan haknya.
Jadi, korupsi merupakan suatu tindakan penyalahnyaan wewenang, kekyasaan
yang dapat merugikan dalam bidang ekonomi dan dapat merugikan dalam
bidang ekonomi dan dapat merugikan masyarakat pada umumnya.
ada begitu banyak pengertian dari korupsi yang disampaikan oleh para
ahli.Huntington (1968) memberikan pengertian korupsi sebagai perilaku pejabat
publik yangmenyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan
perilaku menyimpang iniditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum. Korupsi juga sering dimengerti sebagai penyalahgunaan
kekuasaan dan kepercayaan untuk keuntungan pribadi.Dari sudut pandang
hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
8
1. Perbuatan melawan hukum.
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam
keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi
adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan
pribadi dengan masyarakat.
Saat ini fenomena korupsi terjadi di hampir semua negara, baiknegara
maju maupunnegara berkembang. Namun demikian, di negara berkembang,
tingkat korupsi cenderung tinggidibandingkan dengan negara maju. Pada
gambar 1 (Peta Indeks Persepsi Korupsi) berikut menjelaskan distribusi
geografis korupsi di seluruh dunia. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) masing-
masing negara digambarkandalam warna. Biru adalah negara-negara yang
tingkat korupsinya paling kecil (9-10). Merah tuamerupakan negara dengan
tingkat korupsi terparah (1-1,9). Sedangkan warna-warna lain beradadi
antaranya (2-8,9). Namun sebagian besar negara-negara berkembang berada
pada tingkatkorupsi sedang sampai parah (2-2,9) termasuk Indonesia (warna
merah). Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa gejala umum korupsi
relatif berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan.
Pengertian tindak pidana korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU
Nomor 20 Tahun 2001, itu dapat dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi aktif dan
korupsi pasif.
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah :
1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara,
2. Dengan tujuan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
karena jabatn atau kedudukannya,
9
3. Member hadiah atau janji dengan mengingat kekuasaan atau wewenang pada
jabatan atau kedudukannya,
4. Percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat,
5. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat,
6. Member sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,
7. Member janji,
8. Sengaja membiarkan perbuatan curang,
9. Sengaja menggelapkan uang atau surat berharga.
Sedangkan korupsi pasif, antara lain :
1. Menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat,
2. Menerima penyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang,
3. Menerima pemberian hadiah atau janji,
4. Adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
sesuatu,
5. Menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya.
Selain itu juga, dalam prakteknya jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokkan
kedalam dua bentuk, yaitu :
1. Administrative Corruption, dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai
dengan huum/peraturan yang berlaku. Akan tetapi individu-individu tertentu
memperkaya diri sendirinya (contoh; penerimaan CPNS) dan
2. Against the Rule Corruption, artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya
bertentangan dengan hukum (seperti; penyuapan, penyalahgunaan jabatan,
pemberian dan lain-lain).
Pengertian Korupsi Secara Yuridis :
Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah
dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.
Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada
perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negaara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang
memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau orang
perseorangan.
10
Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara, (sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang
disuap) serta gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat(1) dan ayat
(2), Pasal 6 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta
Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Piddana Korupsi).
3. Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 10
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion). (sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi).
5. Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi).
6. Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir dan rekanan.
(sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan
huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Dari 6 (enam) kelompok delik di atas, hanya 1 (satu) kelompok saja yang
memuat unsur merugikan negara diatur di dalam 2 pasal yaitu pasal 2 dan 3,
sedangkan 5 kelompok lainnya yang terdiri dari 28 pasal terkait dengan perilaku
menyimpang dari penyelenggara negara atau pegawai negeri dan pihak swasta.
Secara Internasional, korupsi diakui sebagai masalah yang sangat kompleks,
bersifat sistemik, dan meluas. Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai
salah satu organ PBB secara luas mendefinisikan korupsi sebagai “missus of
(public) power for private gain”. Menurut CICP korupsi mempunyai dimensi
perbuatan yang luas meliputi tindak pidana suap (bribery), penggelapan
(emblezzlement), penipuan (fraud), pemerasan yang berkaitan dengan jabatan
(exortion), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pemanfaatan
kedudukan seseorang dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan
yang bersifat illegal (exploiting a conflict interest, insider trading), nepotisme,
11
komisi illegal yang diterima oleh pejabat publik (illegal commission) dan
kontribusi uang secara illegal untuk partai politik. Sebagai masalah dunia,
korupsi sudah bersifat kejahatan lintas negara (trans national border crime), dan
mengingat kompleksitas serta efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan
sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) memerlukan upaya
pemberantasan dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary measure).
Bagi Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup
di segala segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa
Indonesia. Secara sinis orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku
korupsi. Pencitraan tersebut tidak sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya
kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah hukum semata, akan tetapi
sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan sosial
masyarakat. Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial
yang besar. Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan
dan tidak menikmati hak yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan,
korupsi telah memperlemah ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat
Indonesia. Korupsi di Indonesia yang sudah diyakini meluas dan mendalam
(widespread and deep-rooted) akhirnya akan menggerogoti habis dan
menghancurkan masyarakatnya sendiri (self destruction). Korupsi sebagai
parasit yang mengisap pohon akan menyebabkan pohon itu mati dan di saat
pohon itu mati maka para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang
bisa di hisap. Pemberantasan korupsi bukanlah sekedar aspirasi masyarakat
luas melainkan merupakan kebutuhan mendesak (urgent needs) bangsa
Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan sedapatnya dari bumi pertiwi ini
karena dengan demikian penegakan hukum pemberantasan korupsi diharapkan
dapat mengurangi dan seluas-luasnya menghapuskan kemiskinan.
Pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak lain adalah untuk
mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat Indonesia yang sudah sangat
menderita karena korupsi yang semakin merajarela.
Faktor-Faktor Penyebab Korupsi :
Penyebab adanya tindakan korupsi bervariasi. Dalam teori yang dikemukanan
oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
1. Greeds (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemekian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
12
3. Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan
faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan
korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya
dirugikan. Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi
penyebab derasnya korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai
berikut :
1. Tanggung jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah
2. Sanksi yang lemah dan penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi
penegak hukum, institusi pemeriksa./ pengawas yang tidak bersih/ independen
3. Rendahnya disiplin/ kepatuhan terhasdap Undang-Undang dan Peraturan
4. Kehidupan yang konsumtif, boros, dan serakah (untuk memperkaya diri sendiri)
5. Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas
4. SASARAN
1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi apakah ada tindak korupsi dalam
proses pelayanan pada setiap unit pelayanan pada pengadilan Negeri Ruteng
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Mendorong tumbuhnya semangat untuk memberantas tindak korupsi pada
setiap prosedur pelayanan, sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat
dilaksanakan lebih berdaya guna dan berhasil guna serta terselenggaranya
pelayanan yang bersih, akuntabel dan transparan.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam mengevaluasi penyelenggara pelayanan untuk kepentingan dan
peningkatan kualitas pelayanan kepada maysrakat khususnya di Pengadilan
Negeri Ruteng dalam pelayanan yang bersih, akuntabel dan transparan yang
bersih dari tindakan Korupsi.
13
5. RUANG LINGKUP
Sebagai instrumen untuk mengetahui Indeks Persepsi Korupsi melalui
penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik dilingkungan Pengadilan Negeri
Ruteng, dalam penghitungan hasil survey IPK (Indeks Persepsi Korupsi).
6. MANFAAT
1. Untuk mengetahui apakah ada tindak korupsi dari masing-masing unsur
dalam penyelenggaraan pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kinerja penyelenggaraan
pelayanan dalam memberantas tindak korupsi pada Pengadilan Negeri
Ruteng dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara berkala.
3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan dalam memberikan pelayanan yang bersih, akuntabel dan
transparan yang bersih dari tindakan Korupsi.
4. Untuk mengetahui Indeks Persepsi Korupsi secara menyeluruh terhadap hasil
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersih, akuntabel dan
transparan yang bersih dari tindakan Korupsi.
5. Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan
yang bersih, akuntabel dan transparan yang bersih dari tindakan Korupsi pada
Pengadilan Negeri Ruteng dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
di lingkungannya secara berkala.
7. PELAKSANAAN
Survey IPK diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi
korupsi dari pengguna layanan di Pengadilan Negeri Ruteng sebagai bahan
untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas layanan secara
berkesinambungan serta mewujudkan pelaksanaan penyelenggaraan negara
yang bebas korupsi. Sasaran survey ini adalah terselenggaranya pelayanan yang
bersih, akuntabel dan transparan. Komponen ini berkaitan dengan pelaksanaan
survey IPK, metode yang digunakan, skor yang diperoleh, serta tindak lanjut dari
hasil pelaksanaan survey IPK tersebut.
14
Berdasarkan prinsip pelayanan Indeks Persepsi Korupsi pada Pengadilan Negeri
Ruteng dikembangkan 10 (sepuluh) unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliabel”,
sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran Indeks Persepsi
Korupsi pada Pengadilan Negeri Ruteng yang dilaksanakan pada tanggal :1
Januari s/d 31 Maret 2019 , dengan menetapkan target Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) sebesar 20% (dua puluh).
8. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Tahapan yang dilakukan dalam melakukan survei ini adalah:
1. Tim survei menentukan metode survei.
2. Tim survei membuat instrument berupa kuesioner.
3. Tim survei memperbanyak kuesioner, menentukan jadwal pelaksanaan
survei.
4. Tim survei melakukan survei sesuai jadwal.
5. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan oleh petugas diserahkan kepada
ketua tim survei.
6. Tim survei menganalisa kuesioner yang sudah terisi.
7. Tim survei menyajikan hasil analisa dalam bentuk deskriptif.
8. Hasil analisa diserahkan kepada MR.
9. VARIABEL / UNSUR-UNSUR PENILAIAN IPK
Variabel / unsur penilaian ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor
55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang 2012 -2025 dan Stranas
PPK Jangka Menengah tahun 2012 -2014. Sebagai tindak lanjut atas rumusan
strategi tersebut Pemerintah menyusun Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi yang diimplementasikan dan dievaluasi setiap tahun. Dalam rencana aksi
pencegahan dan pemberantasan korupsi (Renaksi PPK) tersebut. Presiden
secara tegas menginstruksikan kepada semua jajaran pemerintahan baik di
tingkat nasional maupun tingkat daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) untuk
mengimplementasikan Stranas PPK (Transparency International, 2016. Terhadap
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam hal ini Pengadilan Negeri Ruteng
dengan mengacu pada 10 unsur pertanyaan tentang Indeks Persepsi Korupsi
yang terjadi yaitu:
1. Apakah pelayanan oleh petugas sesuai prosedur pelayanan dan
ketentuan yang berlaku di Pengadilan Negeri Ruteng?.
15
2. Apakah dalam memperoleh layanan Pengadilan secara cepat dan
mudah selalu diberikan tanpa ada penawaran dari petugas pelayanan
untuk meminta imbalan tertentu di Pengadilan Negeri Ruteng?.
3. Pernahkah dihubungi seseorang (karyawan pengadilan) yang akan
membantu dalam pengurusan surat/berkas perkara di Pengadilan
Negeri Ruteng ?.
4. Apakah selalu mudah dalam mendapatkan informasi tentang tarif/biaya
baik melalui website atau petugas layanan di Pengadilan Negeri
Ruteng?.
5. Apakah selalu membayar sesuai dengan tarif resmi tanpa ada biaya
tambahan di Pengadilan Negeri Ruteng?.
6. Apakah selalu memberikan tanda terima kasih atas layanan yang
diterima (meskipun tidak diminta)di Pengadilan Negeri Ruteng?.
7. Apakah memberikan tanda bukti transaksi keuangan/pembayaran yang
sah setelah proses pembayaran dilakukan di Pengadilan Negeri
Ruteng?.
8. Apakah pernah mengetahui ada praktek pencaloan dalam pengurusan
layanan di Pengadilan Negeri Ruteng?.
9. Apakah pernah melihat dan/atau mendengar masih terjadi praktek KKN
di Pengadilan Negeri Ruteng?.
10. Apakah pernah mengurus perkara melalui Hakim/Panitera/Staff di
Pengadilan Negeri Ruteng di luar persidangan?.
16
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. METODOLOGI SURVEY
Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif yang datanya berupa
angka-angka dan dianalisis dengan teknik analisis statistic dan sebagai data
pendukung dipakai data kualitatif.
Penyusunan nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) didasarkan pada hasil
survey persepsi korupsi masyarakat terhadap pelayanan di Pengadilan Negeri
Ruteng Tahun 2019 (Januari s/d Maret 2019). Metode ini meliputi unsur layanan,
teknik pengumpulan data dan analisis data. Unsur penilaian mencakup 10
(sepuluh) unsure. Jumlah responden survey perseps korupsi pada tahun 2019
sebanyak ± 60 (enam puluh) responden. Untuk menghindari bias, maka
pemilihan responden adalah responden yang telah mendapatkan layanan selama
dalam waktu refrensi survei. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 1
metode yaitu menggunakan alat bantu kuesioner. Unsur penilaian persepsi
korupsi terdiri dari 10 unsur yaitu :
1. Persepsi Responden terhadap pelayanan oleh petugas sesuai prosedur
pelayanan dan ketentuan yang berlaku di Pengadilan Negeri Ruteng?.
2. Persepsi Responden dalam memperoleh layanan Pengadilan secara
cepat dan mudah selalu diberikan tanpa ada penawaran dari petugas
pelayanan untuk meminta imbalan tertentu di Pengadilan Negeri
Ruteng?.
3. Pernahkah dihubungi seseorang (karyawan pengadilan) yang akan
membantu dalam pengurusan surat/berkas perkara di Pengadilan
Negeri Ruteng ?.
4. Persepsi Responden Apakah selalu mudah dalam mendapatkan
informasi tentang tarif/biaya baik melalui website atau petugas layanan
di Pengadilan Negeri Ruteng?.
5. Persepsi Responden Apakah selalu membayar sesuai dengan tarif
resmi tanpa ada biaya tambahan di Pengadilan Negeri Ruteng?.
6. Persepsi Responden Apakah selalu memberikan tanda terima kasih
atas layanan yang diterima (meskipun tidak diminta)di Pengadilan
Negeri Ruteng?.
17
7. Persepsi Responden Apakah memberikan tanda bukti transaksi
keuangan/pembayaran yang sah setelah proses pembayaran dilakukan
di Pengadilan Negeri Ruteng?.
8. Persepsi Responden Apakah pernah mengetahui ada praktek
pencaloan dalam pengurusan layanan di Pengadilan Negeri Ruteng?.
9. Persepsi Responden Apakah pernah melihat dan/atau mendengar
masih terjadi praktek KKN di Pengadilan Negeri Ruteng?.
10. Apakah pernah mengurus perkara melalui Hakim/Panitera/Staff di
Pengadilan Negeri Ruteng di luar persidangan?.
Pengolahan dan Analisis Data Survey persepsi korupsi disajikan
dalam bentuk skoring / angka absolut agar diketahui peningkatan
/penurunan indeks persepsi korupsi masyarakat atas pelayanan yang
diberikan di Pengadilan Negeri Ruteng setiap tahunnya.
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
a. Jumlah dan Pekerjaan Reponden
Responden yang disurvei dalam penilaian persepsi korupsi adalah
masyarakat yang pernah menerima layanan di Pengadilan Negeri Ruteng
periode Januari s/d Maret 2019. Jumlah responden yang mengisi kuesioner
sebanyak ± 60 (enam puluh) orang yang berusia di atas 18 tahun. Data profil
responden dianalisis dan dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan
jumlah kelamin, jenis pekerjaan, tempat kerja dan jenis layanan yang diterima
oleh responden.
1. Profil responden berdasarkan jenis kelamin, Profil responden kuisioner
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berdasarkan jenis kelamin di Pengadilan
Negeri Ruteng menunjukkan bahwa sebanyak 44% adalah laki –laki yang
mendominasi dan sebanyak 44% adalah perempuan dari sebanyak 58 orang
responden yang mengisi.
Sebagai sample pada penelitian ini berjumlah ± 60 (enam puluh) orang
responden yang di ambil secara simple random sampling, terdiri dari:
1. PNS
2. TNI/Polri
3. Pegawai Swasta
4. Advokat/Pengacara
5. Wiraswasta/Usahawan
6. Guru
7. Jaksa
18
8. Petani/Nelayan
9. Pedagang
10. Pelajar/Mahasiswa
11. Lainnya.................
b. Lokasi Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Pengadilan Negeri Ruteng pada saat jam
kerja.
c. Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada periode 1 Januari s.d. 31 Maret 2019
C. TEKNIK ANALISA DATA
Setelah data terkumpul hasil penelitian ini dianalisis dengan analisis
statistik deskriptif.
PENDAPAT RESPONDEN TENTANG INDEKS PERSEPSI KORUPSI
PENGOLAHAN IPK PER RESPONDEN & PER UNSUR PELAYANAN
UNIT PELAYANAN : PENGADILAN NEGERI RUTENG
ALAMAT : JL.KOMODO NO.30, KEL.PITAK, KEC.LANGKE
REMBONG, KABUPATEN MANGGARAI
PENGOLAHAN DATA SURVEI INDEKS PERSEPSI KORUPSI
No Responden
Nilai Ruang Lingkup Indeks Survei Persepsi Korupsi Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
19
19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1
21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
35 1 1 3 1 1 3 1 1 1 1
36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
37 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
39 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
40 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
41 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
43 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
48 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
49 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
50 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
51 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
52 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
53 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
54 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
55 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
56 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
57 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
58 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
59 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
60 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 60 60 64 63 60 62 60 60 60 60
NRR per RL 0,600 0,600 0,640 0,630 0,600 0,620 0,600 0,600 0,600 0,600
NRR tertimbang 0,067 0,067 0,071 0,070 0,067 0,069 0,067 0,067 0,067 0,067 0,677
16,916667
20
BAB III
PROFIL RESPONDEN
a. Umur Responden
No Klasifikasi Umur Frekuensi Prosentase
1 20 Tahun s/d 30 Tahun 17 17 %
2 31 Tahun s/d 40 Tahun 33 33 %
3 41 Tahun s/d 50 Tahun 6 6 %
4 51 Tahun s/d 60 Tahun 3 3 %
5 Diatas 60 Tahun 1 1 %
60 60%
Mayoritas responden ini berumur 31 s/d 40 tahun dengan jumlah responden 33
orang dari 60 responden (33%).
b. Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1 Laki-laki 51 51 %
2 Perempuan 9 9 %
60 60%
Mayoritas responden ini berjenis kelamin Laki-laki yang berjumlah 51 orang dari
total 60 orang responden (51%).
c. Pendidikan Terakhir Responden
No Klasifikasi Pendidikan Frekuensi Prosentase
1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD 0 0
3 SMP/SLTP 0 0 %
4 SLTA 42 42 %
5 Diploma (D1/D2/D3/D4) 2 2 %
6 Sarjana (S1) 16 16 %
7 Pascasarjana (S2/S3) 0 0 %
8 Lainnya
60 60%
Mayoritas Pendidikan Terakhir Responden disini adalah SLTA yang berjumlah 42
orang dari total responden 60 orang (42%).
21
d. Pekerjaan Utama Responden
No Klasifikasi Pekerjaan Frekuensi Prosentase
1 PNS 4 4 %
2 TNI/Polri 31 31 %
3 Pegawai Swasta 5 5 %
4 Wiraswasta/Usahawan 9 9 %
5 Petani Nelayan 1 1 %
6 Pedagang 0 0 %
7 Pelajar/Mahasiswa 1 1 %
8 Advokat/Pengacara 6 6 %
9 Jakasa 2 2 %
10 Ibu Rumah Tangga 0 0 %
11 Lain-lain 2 2 %
60 60%
Mayoritas Pekerjaan Utama Responden adalah TNI/POLRI yang berjumlah 31
orang dari total responden 60 orang sehingga keseluruhannya (31%).
22
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Berdasarkan hasil analisis fakta di lapangan di peroleh Survey Indeks
Persepsi Korupsi Unit Pelayanan selama Bulan Januari s/d Maret 2019 sebesar
16,916%.
Analisis selanjutnya disajikan berdasarkan masing - masing ruang lingkup
pelayanan:
A. Prosedur Pelayanan :
Hasil analisis pada Unsur Prosedur pelayanan secara ringkas disajikan
dalam tabel dan grafik berikut ini:
Tabel dan grafik tersebut di atas setelah dilakukan survey menunjukkan
bahwa mayoritas responden menyatakan Prosedur Pelayanan di Pengadilan
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Selalu Sesuai Prosedur Sering Sesuai Prosedur Jarang Sesuai Prosedur TIdak Sesuai Prosedur
Prosedur Pelayanan
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Selalu sesuai prosedur 60 60 60 60
Sering sesuai prosedur 0 0 0 0
Jarang sesuai prosedur 0 0 0 0
Tidak sesuai prosedur 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
23
Negeri Ruteng sudah Selalu sesuai prosedur sebanyak orang dari total 60
orang responden (60%), karena dalam pengurusan perkara, Surat
Keterangan dan urusan lain di Pengadilan Negeri Ruteng dapat dilayani dan
diselesaikan dengan lancar dan semua persyaratan untuk berperkara dapat
dipenuhi oleh masyarakat.
B. Pemberian Imbalan :
Hasil analisis pada Unsur Petugas Pelayanan apakah selalu
meminta/menerima imbalan tanpa diminta secara ringkas disajikan dalam
tabel dan grafik berikut ini:
Pemberian Imbalan saat Pelayanan
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Petugas Melayani
tanpa meminta
Imbalan
60 60 60 60
Petugas Melayani
Jarang meminta
Imbalan
0 0 0 0
Petugas Melayani
Sering meminta
Imbalan
0 0 0 0
Petugas Melayani
Selalu meminta
Imbalan
0 0 0 0
Total 60 60 60 60
Tabel dan grafik tersebut di atas setelah dilakukan survey menunjukkan
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Petugas Melayani Tanpa Meminta
Imbalan
Petugas Melayani Jarang Meminta
Imbalan
Petugas Melayani Sering Meminta
Imbalan
Petugas Melayani Selalu Meminta
Imbalan
24
bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa Petugas Pelayanan di
Pengadilan Negeri Ruteng pada saat Melayani tanpa meminta Imbalan
sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%), karena dalam
Prosedur pelayanan yang dilakukan oleh Petuga pelayanan pada Pengadilan
Negeri Ruteng sudah sesuai dan Petugas Melayani tanpa meminta Imbalan
apapun.
C. Komunikasi dengan Pegawai Pengadilan :
Hasil analisis pada Unsur Komunikasi dengan Staf Pengadilan pada saat
Pelayanan untuk membantu dalam pengurusan/surat/berkas secara ringkas
disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini :
Komunikasi
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 58 58 58 58
Jarang/pernah 0 0 0 0
Sering 2 2 2 2
Selalu 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa Petugas pelayanan Pengadilan Negeri Ruteng
dalam Melayani tidak pernah berkomunikasi atau menghubungi sebanyak 58
orang dari total 60 orang responden (58%). Dan yang menjawab Sering
berkomunikasi atau menghubungi sebanyak 2 orang (2%).
58%
0% 2%
0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak Pernah Jarang/Pernah Sering Selalu
25
D. Informasi Biaya/Tarif Pelayanan :
Hasil analisis pada Unsur informasi Biaya / Tarif Pelayanan secara ringkas
disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini:
Informasi Biaya/Tarif Pelayanan
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Selalu 59 59 59 59
Sering 0 0 0 0
Jarang 0 0 0 0
Tidak Pernah 1 1 1 1
Total 60 60 60 60
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden
menyatakan Selalu mendapatkan Informasi Biaya / Tarif pelayanan di
Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 59 orang dari total 58 orang responden
(59%). Dan yang menjawab Tidak Pernah mendapatkan Informasi Biaya / Tarif
, sebanyak 1 orang (1%);
E. Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi,
Hasil analisis pada Unsur Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi secara
ringkas disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini:
Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Selalu
Sering
60
0
60
0
60
0
60
0
Jarang 0 0 0 0
Tidak Pernah 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
59%
0% 0% 1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
26
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan Unsur Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi di
Pengadilan Negeri Ruteng Selalu mendapatkan Informasi Biaya / Tarif
Pelayanan Resmi di Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 60 orang dari total
60 orang responden (60%)
F. Perilaku (Tanda/Ucapan Terima Kasih) :
Hasil analisis pada Unsur Kompetensi / Kemampuan Petugas Pelayanan
secara ringkas disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini:
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
Kompetensi / Kemampuan Petugas
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 59 59 59 59
Jarang/Pernah 0 0 0 0
Sering 1 1 1 1
Selalu 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
27
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa Perilaku (Tanda/Ucapan Terima Kasih) atas
layanan yang telah dijalankan menyatakan tidak pernah memberikan tanda terima
kasih / imbalan kepada petugas layanan sebanyak 59 orang (59%), di Pengadilan
Negeri Ruteng. Dan yang menjawab Sering memberikan tanda terima kasih /
imbalan kepada petugas layanan, sebanyak 1 orang (1%)
G. Tanda Bukti Pembayaran/Kwitansi:
Hasil analisis pada Unsur Tanda Bukti Pembayaran/Kwitansi secara
ringkas disajikan dalamtabel dan grafik berikut ini:
Tanda Bukti Pembayaran/Kwitansi
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Selalu 60 60 60 60
Sering 0 0 0 0
Jarang 0 0 0 0
Tidak Pernah 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
59%
0% 1% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak Pernah Jarang/Pernah Sering Selalu
28
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan Selalu mendapatkan Tanda Bukti
Pembayaran/Kwitansi dari Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng
sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%),
H. Praktek Pencaloan dalam Pelayanan :
Hasil analisis pada Unsur Praktek Pencaloan dalam Pelayanan secara
ringkas disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini:
Praktek Pencaloan dalam Pelayanan
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 60 60 60 60
Jarang/Pernah 0 0 0 0
Sering 0 0 0 0
Selalu 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak Pernah Jarang/Pernah Sering Selalu
29
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan tidak pernah melakukan Praktek Pencaloan dalam
proses Pelayanan dengan Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri
Ruteng sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%),
I. Praktek KKN dalam Pelayanan.
Hasil analisis pada Unsur Praktek KKN dalam Pelayanan secara ringkas
disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini:
Praktek KKN dalam Pelayanan
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 60 60 60 60
Jarang/Pernah 0 0 0 0
Sering 0 0 0 0
Selalu 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa tidak pernah melihat dan/atau mendengar
masih terjadi Praktek KKN dalam menerima atau mendapatkan Pelayanan
dari petugas pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 60 orang
dari total 60 orang responden (60%),
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak Pernah Jarang/Pernah Sering Selalu
30
J. Penanganan Perkara.
Hasil analisis pada Unsur Penanganan Perkara secara ringkas disajikan
dalam tabel dan grafik berikut ini:
Penanganan Perkara
Jawaban Responden Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 60 60 60 60
Jarang/Pernah 0 0 0 0
Sering 0 0 0 0
Selalu 0 0 0 0
Total 60 60 60 60
Tabel dan grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa tidak pernah mengurus Penanganan Perkara
melalui Hakim/Panitera/Staf pada Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 60
orang dari total 60 orang responden (60%),
60%
0% 0% 0% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak Pernah Jarang/Pernah Sering Selalu
31
Dalam Survei Indeks Persepsi Korupsi pada Pengguna Pengadilan periode 1 Januari
s/d 31 Maret 2018 ini pun, terdapat beberapa saran dan masukan dari responden
antara lain:
1. Pelayanan sudah sangat baik, tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi
serta setia dan tekuin dalam melayani masyarakat pengguna layanan, tarif yang
ditetapkan harus jelas dan mudah di jangkau oleh masyarakat pengguna
layanan;
2. Pelayanan harus konsisiten dengan waktu dan penyelesaian surat – surat harus
sesuai dengan urutan mana yang datang lebih awal mana yang belakangan;
3. Tetap mempertahankan dalam memberikan pelayanan yang PRIMA dengan
menjadikan Pengadilan Negeri Ruteng sebagai mitra masyarakat dan utamakan
keadilan bagi siapa saja yang datang ke PN Ruteng sehingga menjadi kantor
percontohan di Kab.Manggarai;
4. Khusus penegak Hukum alangkah baiknya kalau orang yang memahami budaya
local khususnya budaya manggarai karena banyak kasus yang penyelesaiannya
bertentangan dengan budaya manggarai;
32
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh nilai hasil
Indeks Persepsi Korupsi di Pengadilan Negeri Ruteng sebesar 16,916%, seperti
kesimpulan pada masing-masing Unsur dari 10 (sepuluh) unsur yang ada,
adapun pendapat responden tentang pelayanan publik pada Pengadilan Negeri
Ruteng sebagai berikut:
No. Ruang Lingkup Pertanyaan Jawaban
1 2 3
1. Prosedur Apakah pelayanan oleh
petugas sesuai prosedur
pelayanan dan ketentuan
yang berlaku di Pengadilan
Negeri Ruteng?.
1. Selalu sesuai Prosedur
2. Sering sesuai Prosedur
3. Jarang sesuai Prosedur
4. Tidak sesuai Prosedur
2. Imbalan Apakah dalam memperoleh
layanan Pengadilan secara
cepat dan mudah selalu
diberikan tanpa ada
penawaran dari petugas
pelayanan untuk memin ta
imbalan tertentu di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Petugas melayani tanpa
meminta imbalan
2. Petugas melayani
jarang meminta imbalan
3. Petugas melayani
sering meminta imbalan
4. Petugas melayani
selalu meminta imbalan
3. Komunikasi Pernahkah dihubungi
seseorang (karyawan
pengadilan) yang akan
membantu dalam
pengurusan surat/berkas
perkara di Pengadilan Negeri
Ruteng ?.
1. Tidak Pernah
2. Jarang/Pernah
3. Sering
4. Selalu
4. Biaya/Tarif Apakah selalu mudah dalam
mendapatkan informasi
tentang tarif/biaya baik
melalui website atau petugas
layanan di Pengadilan Negeri
Ruteng?.
1. Selalu
2. Sering
3. Jarang
4. Tidak Pernah
33
5. Biaya/Tarif Resmi Apakah selalu membayar
sesuai dengan tarif resmi
tanpa ada biaya tambahan di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Selalu
2. Sering
3. Jarang
4. Tidak Pernah
6. Perilaku (terima
kasih)
Apakah selalu memberikan
tanda terima kasih atas
layanan yang diterima
(meskipun tidak diminta)di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Tidak Pernah
2. Jarang/Pernah
3. Sering
4. Selalu
7. Tanda bukti
pembayaran/Kwitansi
Apakah memberikan tanda
bukti transaksi
keuangan/pembayaran yang
sah setelah proses
pembayaran dilakukan di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Selalu
2. Sering
3. Jarang
4. Tidak Pernah
8. Praktek pencaloan Apakah pernah mengetahui
ada praktek pencaloan dalam
pengurusan layanan di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Tidak Pernah
2. Jarang/Pernah
3. Sering
4. Selalu
9. Praktek KKN Apakah pernah melihat
dan/atau mendengar masih
terjadi praktek KKN di
Pengadilan Negeri Ruteng?.
1. Tidak Pernah
2. Jarang/Pernah
3. Sering
4. Selalu
10. Penanganan Perkara Apakah pernah mengurus
perkara melalui
Hakim/Panitera/Staff di
Pengadilan Negeri Ruteng di
luar persidangan?.
1. Tidak Pernah
2. Jarang/Pernah
3. Sering
4. Selalu
Adapun kesimpulan pada masing-masing ruang lingkup sebagai berikut:
1. Prosedur Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng sudah Selalu sesuai prosedur
sebanyak orang dari total 60 orang responden (60%), karena dalam
pengurusan perkara, Surat Keterangan dan urusan lain di Pengadilan Negeri
Ruteng dapat dilayani dan diselesaikan dengan lancar dan semua
persyaratan untuk berperkara dapat dipenuhi oleh masyarakat.
34
2. Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng pada saat Melayani tanpa
meminta Imbalan sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%),
karena dalam Prosedur pelayanan yang dilakukan oleh Petuga pelayanan
3. pada Pengadilan Negeri Ruteng sudah sesuai dan Petugas Melayani tanpa
meminta Imbalan apapun.
4. Petugas pelayanan Pengadilan Negeri Ruteng dalam Melayani tidak pernah
berkomunikasi atau menghubungi sebanyak 58 orang dari total 60 orang
responden (58%).
5. Mayoritas responden menyatakan Selalu mendapatkan Informasi Biaya / Tarif
pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 59 orang dari total 58
orang responden (59%)
5. Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi di Pengadilan Negeri Ruteng Selalu
mendapatkan Informasi Biaya / Tarif Pelayanan Resmi di Pengadilan Negeri
Ruteng sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%)
6. Perilaku (Tanda/Ucapan Terima Kasih) atas layanan yang telah dijalankan
menyatakan tidak pernah memberikan tanda terima kasih / imbalan kepada petugas
layanan sebanyak 59 orang (59%), di Pengadilan Negeri Ruteng.
7. Selalu mendapatkan Tanda Bukti Pembayaran/Kwitansi dari Petugas
Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak 60 orang dari total 60
orang responden (60%),
8. mayoritas responden menyatakan tidak pernah melakukan Praktek Pencaloan
dalam proses Pelayanan dengan Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri
Ruteng sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%),
9. mayoritas responden menyatakan bahwa tidak pernah melihat dan/atau
mendengar masih terjadi Praktek KKN dalam menerima atau mendapatkan
Pelayanan dari petugas pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng sebanyak
60 orang dari total 60 orang responden (60%),
10.Mayoritas responden menyatakan bahwa tidak pernah mengurus Penanganan
Perkara melalui Hakim/Panitera/Staf pada Pengadilan Negeri Ruteng
sebanyak 60 orang dari total 60 orang responden (60%),
A.2. Kategori Kurang Baik
35
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh nilai hasil
Survei Persepsi Korupsi di Pengadilan Negeri Ruteng yang mencapai penilaian
sebesar :1% s/d 10% adalah :
Adapun kesimpulan pada masing-masing ruang lingkup sebagai berikut:
1. Yang menjawab Sering berkomunikasi atau menghubungi sebanyak 2 orang
(2%).
2. Yang menjawab Tidak Pernah mendapatkan Informasi Biaya / Tarif , sebanyak
1 orang (1%)
3. Yang menjawab Sering memberikan tanda terima kasih / imbalan kepada petugas
layanan, sebanyak 1 orang (1%)
Laporan Hasil Survei Indeks Persepsi Korupsi
Sebagai sampleng pada penelitian ini diambil 60 orang responden yang
diambil secara acak menurut pekerjaan mereka masing-masing, beberapa
respon dari 60 orang responden tersebut terdapat penilaian paling rendah dari 60
responden yang telah diambil :
1. PNS
2. TNI/Polri
3. Pegawai Swasta
4. Advokat/Pengacara
5. Wiraswasta/Usahawan
6. Guru
7. Jaksa
8. Petani/Nelayan
9. Pedagang
10. Pelajar/Mahasiswa
11. Lainnya.................
Dengan mangacu pada Peraturan Presiden RI Nomor 55 tahun 212 tentang
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun
2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 tentang Pedoman Survei Indeks
Persepsi Korupsi terhadap pelayanan public yang terdiri dari 10 (Sepuluh) ruang lingkup
antara lain :
36
1. Prosedur Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng sudah Selalu sesuai prosedur
karena dalam pengurusan perkara, Surat Keterangan dan urusan lain di
Pengadilan Negeri Ruteng dapat dilayani dan diselesaikan dengan lancar dan
semua persyaratan untuk berperkara dapat dipenuhi oleh masyarakat.
2. Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng pada saat Melayani tanpa
meminta Imbalan karena dalam Prosedur pelayanan yang dilakukan oleh
3. Petuga pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng sudah sesuai dan Petugas
Melayani tanpa meminta Imbalan apapun.
4. Petugas pelayanan Pengadilan Negeri Ruteng dalam Melayani tidak pernah
berkomunikasi atau menghubungi.
5. Mayoritas responden menyatakan Selalu mendapatkan Informasi Biaya / Tarif
pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng.
6. Informasi Biaya/Tarif Pelayanan Resmi di Pengadilan Negeri Ruteng Selalu
mendapatkan Informasi Biaya / Tarif Pelayanan Resmi di Pengadilan Negeri
Ruteng.
6. Perilaku (Tanda/Ucapan Terima Kasih) atas layanan yang telah dijalankan
menyatakan tidak pernah memberikan tanda terima kasih / imbalan kepada
petugas layanan di Pengadilan Negeri Ruteng.
7. Selalu mendapatkan Tanda Bukti Pembayaran/Kwitansi dari Petugas
Pelayanan di Pengadilan Negeri Ruteng.
8. Mayoritas responden menyatakan tidak pernah melakukan Praktek Pencaloan
dalam proses Pelayanan dengan Petugas Pelayanan di Pengadilan Negeri
Ruteng.
9. Mayoritas responden menyatakan bahwa tidak pernah melihat dan/atau
mendengar masih terjadi Praktek KKN dalam menerima atau mendapatkan
Pelayanan dari petugas pelayanan pada Pengadilan Negeri Ruteng.
10.Mayoritas responden menyatakan bahwa tidak pernah mengurus Penanganan
Perkara melalui Hakim/Panitera/Staf pada Pengadilan Negeri Ruteng.
Dari hasil survey terhadap 10 (Sepuluh) item tersebut di atas masih ada
Hasil Terendah Dari Survey Kepuasan Pengguna di Pengadilan Negeri Ruteng
yakni :
1. Yang menjawab Sering berkomunikasi atau menghubungi sebanyak 2 orang
(2%).
2. Yang menjawab Tidak Pernah mendapatkan Informasi Biaya / Tarif , sebanyak
1 orang (1%)
37
3. Yang menjawab Sering memberikan tanda terima kasih / imbalan kepada petugas
layanan, sebanyak 1 orang (1%)
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisa penilaian persepsi pada setiap unsur diketahui bahwa
unsur terkait kesesuaian tarif yang diberikan dengan yang ditetapkan, unsur
layanan bersih dan unsur pencegahan korupsi merupakan unsur dengan nilai
maksimal. Dengan demikian secara umum petugas pelayanan di Pengadilan
Negeri Ruteng dalam memberikan layanan sudah melakukan dengan baik,
transparan, bersih dan akuntabel. Unsur yang perlu ditingkatkan kualitasnya
yaitu unsur Komunikasi atau menghubungi petugas yang memungkinkan
terjadinya gratifikasi yang mengarah pada peluang Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Masih ditemukan adanya pemberian tanda terima kasih dari
responden meskipun tidak diminta dengan persentase yang kecil. Dengan
demikian, ke depan dalam rangka upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
layanan maka semua petugas tidak diperkenankan menerima tanda
terimakasih dalam bentuk apapun baik barang maupaun uang dengan nilai
berapapun. Penyesuaian tarif sudah dilakukan Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang berlaku pada Mahkamah Agung R.I.
dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dan Penetapan Ketua
Pengadilan Negeri Ruteng, Lampiran I Nomor : W26-U7 / 1316/HK.02 / I0
/2018, tanggal 16 Oktober 2018, Tentang Penetapan Panjar Biaya Perkara
Perdata Pada Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Ruteng, Tentang
Perubahan Penetapan Panjar Biaya Perkara Perdata Pada Wilayah Hukum
Pengadilan Negeri Ruteng. Penyesuaian tarif diharapkan akan dapat
meningkatkan kepuasan pengguna layanan di Pengadilan Negeri Ruteng juga
terus melalukan upaya perbaikan kinerja layanan dengan pengembangan
aplikasi e-court (layanan on line) yang dalam prosesnya diharapkan proses
kegiatan layanan akan lebih cepat, transparan, akuntabel, tidak ada ucapan
terimakasih atau gratifikasidan tertelusur serta terdokumentasi dengan baik.
38
C. Pustaka
Peraturan Presiden RI Nomor 55 tahun 212 tentang Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan
Jangka Menengah Tahun 2012-2014
https://www.ti.or.id/media/documents/2015/09/16/i/p/ipk_2015_laporan_akhir.pdf:
Survei Persepsi Korupsi 2015
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-
2015: Corruption Perception Index 2015, perbaiki penegakan hukum, perkuat
KPK, benahi layanan publikhttp://inspektorat.lipi.go.id/2015/12/02/survei-
persepsi-korupsi/: Pembahasan laporan survei persepsi korupsi
Pujiyono, Kumpulan Tulisan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2007),
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Kompas, 2006),