tafsir surat al- ashr ( perbandingan antara tafsir...
TRANSCRIPT
i
TAFSIR SURAT AL- ASHR
( PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR JALALAIN
DAN TAFSIR AL- MISHBAH )
Skripsi
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Oleh:
Mahfudz Fauzi
NIM. 215-13-013
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
(FUADAH)
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR (IAT)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
HALAMAN MOTTO
إ ن مع إلعس يس إ
Sesungguhnya bersama
kesulitan terdapat
kemudahan.
(QS. Al-Insyirāh [94]: 6)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk ;
***
Isteri dan Anak-Anakku
***
Teman-teman Jurusan Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir IAIN Salatiga
Angkatan 2013
***
Teman-teman Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman padaSurat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif اtidak
dilambangkan tidak dilambangkan
ba‟ B be ب
ta‟ T te ت
ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث
Jim J je ج
ḥa‟ ḥ حha (dengan titik di
bawah(
kha‟ Kh ka dan ha خ
Dal D de د
Żal Ż zet (dengan titik di atas) ذ
ra‟ R er ر
viii
Zal Z zet ز
Sin S es س
Syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ صes (dengan titik di
bawah)
ḍad ḍ ضde (dengan titik di
bawah)
ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
ẓa‟ ẓ ظzet (dengan titik di
bawah)
ain „ koma terbalik (di atas)„ ع
Gain G ge غ
fa‟ F ef ف
Qaf Q qi ق
Kaf K ka ك
Lam L el ل
Mim M em م
ix
Nun N en ن
Wawu W we و
ha‟ H ha ه
Hamzah ` apostrof ء
ya‟ Y ye ي
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta‟addidah متعددة
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki
lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء
x
c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah
ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة
D. Vokal Pendek
___ Fatḥah Ditulis A
___ Kasrah Ditulis I
___ Ḍammah Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
جاهليةDitulis
Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
Ditulis تنسىĀ
Tansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
كرميDitulis
Ī
Karīm
Ḍammah bertemu wawu mati
Ditulis فروضŪ
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
xi
Fatḥah bertemu Ya‟ Mati
Ditulis بينكمAi
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
Ditulis قولAu
Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
Ditulis U‟iddat أعدت
Ditulis La‟in syakartum لئن شكرمت
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān القران
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
Ditulis Al-Syams الشمس
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
xii
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
xiii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيمSyukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang telah
mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak dapat penulis sebutkan
satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz Li Ma‟rifat Tafsir Al-
Qur‟an Al- „Aziz (Karya: K.H Bisri Mustofa)” ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw. beserta keluarga, sahabat
serta pengikut-pengikutnya sampai di yaumul qiyāmah. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak,
penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
Teriring do‟a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis
dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah swt. dan mendapat pahala yang
dilipat gandakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Amin.
Salatiga, 15 Maret
2017
Penulis,
Mahfudz Fauzi
NIM. 215-13-013
xiv
ABSTRAK
Kata Kunci: Tafsir Jalalain, Tafsir Al- Mishbah, Penafsiran Surat Al- Ashr
Perkataan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan
dasar pegangan, dan uswah (tauladan) bagi kita kaum muslimin. Selain itu,
sejarah dan perjuangannya pun menjadi motivasi bagi seluruh umat Islam sedunia
dalam melanjutkan dakwah dan juga menyebarkan amar ma‟ruf nahi mungkar,
oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui manhaj (metodologi)
keberhasilan perjuangan, karakteristik, dan pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad
Saw bisa membuka kembali sejarah nabi yang banyak tertulis dalam kitab-kitab
Sirrah an-Nabawiyyah. Sedangkan semua perbuatan dan perkataan nabi adalah
terjemah/penjelas dari Al-Qur‟an.
Banyak pertanyaan yang timbul dalam benak penulis dan menjadikan
kegelisahan akademik penulis untuk melakukan penelitian tentang tafsir. Akan
tetapi penulis membatasi penelitian ini dari banyaknya kitab tafsir, dikarenakan
keterbasan keilmuan dan juga kemampuan penulis untuk melakukan penelitian
secara menyeluruh akan kitab-kitab tafsir yang ada, karena alasan ini penulis
hanya akan mengkaji tentang surat al„Ashr dengan membandingkan tafsir Jalalain
dengan tafsir Al-Misbah (muqoron).
Adapun yang menjadi foqus penelitian ini berupa: (1) Bagaimana biografi
pengarang kitab tafsir Jalalain dan al Misbah, (2) Bagaimana tafsir surat al„Ashr
menurut tafsir Jalalain dan Al-Misbah, (3) Bagaimana kesimpulan tafsir al„Ashr
dari perbandingan Jalalain dan Al-Misbah.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Latar belakang penulisan
tafsir Jalalain ialah karena keprihatinan sang mufassir akan merosotnya bahasa
Arab dari kurun ke kurun dikarenakan banyaknya bahasa ajam (selain arab) yang
masuk ke negara Arab, dan Al-Qur‟an telah diyakini sebagai sumber bahasa Arab
yang paling autentik, maka untuk mendapatkan kaidah yang benar, pengkajian
dan pemahaman terhadap Al-Qur‟an harus dilakukan, Tafsir Jalalain dapat
digolongkan pada tafsir yang menggunakan metode ijmali, karena sang mufassir
telah memaparkan penjelasannya secara global pada tafsir ini, serta dapat
digolongkan juga pada metode tahlili, dengan dalih penafsirannya yang mencakup
beberapa aspek keilmuan, seperti segi bahasa, maksud sebuah ayat, asbab an-
Nuzul, dan lain lain. Adapun mengenai corak tafsir ini, menggunakan corak
sastra budaya kemasyarakatan. Karena di dalamnya tidak hanya terdapat
penjelasan mengenai kebahasaan, akan tetapi juga banyak membahas cerita-cerita
kemasyarakatan pada zaman dahulu, sebagaimana kisah-kisah israiliyyat yang
terdapat di dalamnya. (2) Metode yang digunakan dalam Tafsir Al-Mishbah
adalah metode tahlili, sedangkan corak yang digunakan corak tafsir Al-Adabi Al-
Ijtima`i. kelebihan dalam Tafsir Al-Mishbah sangat banyak sekali, kalau pun ada
kekurangannya tidak dapat menghilangkan kelebihannya yang sangat dominan.
Oleh sebab itu, tidak jarang ulama kontemporer memuji tafsir tersebut, atau
bahkan menjadikannya rujukan studi Islam secara ilmiah.
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. xiii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiiv
DAFTAR ISI .................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 3
E. Metode Penelitian ........................................................................ 3
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 4
BAB II KARAKTERISTIK KITAB TAFSIR DAN BIOGRAFI . ............... 5
A. TAFSIR JALALAIN ................................................................... 5
1. Jalaluddin Al- Mahali ... ................................................... 6
2. Jalaluddin As- Suyuthi ... ................................................. 14
B. Tafsir AL- MISHBAH ................................................................ 23
xvi
1. Biografi M. Quraish Shihab ... ......................................... 23
BAB III PENAFSIRAN ................................................................................. 30
A. Tafsir Jalalain: Penafsiran Surat Al- Ashr .................................. 30
B. Tafsir Al- Mishbah: Penafsiran Surat Al- Ashr .......................... 33
BAB IV ANALISIS ...................................................................................... 43
A. Tafsir Jalalain .............................................................................. 43
B. Tafsir Al- Mishbah ...................................................................... 46
1. Corak Penafsiran ... .......................................................... 48
2. Pendapat Para Ulama .. .................................................... 48
3. Kelebihan dan Kelemahan ... ........................................... 50
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 53
A. Kesimpulan ................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Perkataan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan
dasar pegangan, dan uswah (tauladan) bagi kita kaum muslimin. Selain itu,
sejarah dan perjuangannya pun menjadi motivasi bagi seluruh umat Islam sedunia
dalam melanjutkan dakwah dan juga menyebarkan amar ma‟rufnahi mungkar,
oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui manhaj (metodologi)
keberhasilan perjuangan, karakteristik, dan pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad
Saw bisa membuka kembali sejarah nabi yang banyak tertulis dalam kitab-kitab
Sirrah an-Nabawiyyah.
Sedangkan semua perbuatan dan perkataan nabi adalah terjemah/penjelas
dari Al-Qur‟an. Maka kita sebagai umatnya kita sudah selayaknya/berkewajiban
untuk meneladani dan mempelajari dari setiap apa yang di ajarkan oleh nabi,baik
yang sifatnya individu ataupun bersama/kelompok. Terlebih lagi tentang Al-
Qur‟an, maka kita berkewajiban untuk mempelajari dan memahaminya, baik dari
bahasa, susunan kata, dan juga makna dari setiap kalimat yang termaktub di dalam
Al-Qur‟an. Dan apabila kita mau untuk mempelajarinya dengan seksama, maka
kita akan banyak mendapatkan banyak pelajaran di dalam Al-Qur‟an, baik dari
segi tafsiran, ubudiah, tauhid, sosial, politik, ataupun budaya. Akan tetapi
kesemuanya itu tak lepas dari peran sejarahlah yang banyak mempengaruhi dalam
penulisan tafsir tersebut.
2
Begitu juga dalam kitab–kitab tafsir Al-Qur‟an, corak dan juga metode
dalam menafsirkan ayat–ayat Al-Qur‟an banyak sekali ragamnya, sesuai dengan
pesan apa yang akan di sampaikan oleh para penafsir yang berdasarkan dari
pengaruh lingkungan, masa, dan juga pengalaman perjalanan dari penafsir itu
sendiri, yang menjadikan pesan yang berbeda dalam setiap kitab-kitab tafsir. Akan
tetapi apabila kita mau mencermati dengan seksama maka kita akan banyak
menemukan banyak kesamaan dalam kitab – kitab tafsir tersebut.
Dari uraian diatas, banyak pertanyaan yang timbul dalam benak penulis dan
menjadikan kegelisahan akademik penulis untuk melakukan penelitian tentang
tafsir. Akan tetapi penulis membatasi penelitian ini dari banyaknya kitab tafsir,
dikarenakan keterbasan keilmuan dan juga kemampuan penulis untuk melakukan
penelitian secara menyeluruh akan kitab-kitab tafsir yang ada, karena alasan ini
penulis hanya akan mengkaji tentang surat al„Ashr dengan membandingkan tafsir
Jalalain dengan tafsir Al-Mishbah (muqoron).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi pengarang kitab tafsir Jalalain dan al Mishbah?
2. Bagaimana tafsir surat al„Ashr menurut tafsir Jalalain dan Al-Mishbah
3. Bagaimana kesimpulan tafsir al„Ashr dari perbandingan Jalalain dan Al-
Mishbah?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui biografi penulis kitab Jalalain dan Al-Mishbah
2. Untuk mengetahui tafsir surat al„Ashr menurut Jalalain dan Al-Mishbah.
3
3. Untuk mengetahui kesimpulan tafsir surat Al „Ashr setelah dilakukan
penelitian.
D. Tinjauan Pustaka
Penulis telah membaca dan mempelajari materi yang akan menjadi obyek
penelitian dan berpedoman pada kitab asli yaitu kitab tafsir Jalalain dan kitab
tafsir Al-Misbah. Sedangkan untuk menunjang dan juga sebagai penguat dari
alasan melakukan penelitian ini, penulis membaca beberapa karya tulis seperti
kitab (1) Risalatul Islam karya Abu Qosim al-Qusayri yang berisi tentang
,pentingnya waktu, beriman ,beramal soleh, dan berwasiat. (2) Mengenal Ajaran
Islam karya Muhammad Abduh Tuasikal yang berisi tentang, ciri-ciri orang
sukses. (3) Serat Dakwah karya Vandy Fuad Suyatman yang berisi tentang lepas
dari kerugian. (4) Hasanah Al Qur‟an karya Muhammad bin Alwy yang berisi
tentang orang-orang sukses. (5) Al Ilmu karya Ibnu Abdillah yang berisi tentang
beruntung dalam beragama, dan lain-lain.
E. Metodologi Penelitian
Adapun metode dalam kegiatan penelitian ini, yaitu :
1. Melakukan analisa tafsir surat al„Ashr dalam kitab Jalalain dan Al-
Misbah.
2. Menguraikan makna yang terkandung didalam kalimat surat al „Ashr.
3. Memberikan kesimpulan hasil penelitian.
4. Penelitian ini menggunakan metode moqoron(perbandingan), yakni
melalui pengumpulan data dari kitab tafsir Jalalain danAl-Misbah,
4
untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah
kesimpulan yang bersifat akademis atau ilmiah.
5. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) yang artinya data-data berasal dari
keperpustakaan, baik berupa buku-buku, ensiklopedi, dan sebagainya,
termasuk juga data primer seperti kitab Tafsir Jalalain dan kitab
tafsirAl-Misbah, maupun data sekunder, seperti data-data yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini diklasifikasikan menjadi lima bab dan setiap bab dibagi
menjadi beberapa sub bab yang saling berkaitan. Sistematika penulisan dam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,
rumusanmasalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang biografi pengarangtafsir Jalalain dan Al-Mishbah.
Bab III berisi tentang pejelasan umum tentang isi tafsir Al-„Ashr menurut
Jalalain dan Al-Mishbah.
Bab IV berisi tentang hasil analisis penelitian.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
5
BAB II
KARAKTERISTIK KITAB TAFSIR DAN BIOGRAFI
A. Tafsir Jalalain
Tafsir Jalalain adalah salah satu dari sekian banyak kitab tafsir yang masih
populer hingga sekarang. Bahkan bagi kalangan pesantren, mengkaji kitab ini
seakan menjadi pelajaran wajib yang pasti dijumpai di setiap pesantren.
Pembahasan dalam kitab ini banyak menonjolkan segi pembahasan ilmu nahwu,
sharaf, dan qira‟ahnya, sehingga Al-Qur'an yang diturunkan memakai bahasa
arab dapat dipahami dengan pemahaman yang benar. Oleh karenanya kitab Tafsir
Jalalain ini sangat cocok untuk para pemula yang ingin mendalami tafsir Al-
Qur'an.
Kitab ini tergolong unik karena merupakan hasil karya tulis dua ulama
terkemuka, yaitu Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Al-suyuthi. Karena disusun
oleh dua Jalaluddin itulah kitab tafsir ini juga dinamakan Tafsir Jalalain. Pada
awalnya kitab ini ditulis oleh Jalaluddin Al-Mahalli. Entah mengapa beliau
mengawali penulisan tafsirnya ini dari Surah Al-Kahfi hingga sampai surah
terakhir an-Nas. Usai menafsirkan Surah an-Nas, Al-Mahalli kembali ke halaman
muka Al-Quran, menafsirkan surah Al-Fatihah. Namun sayang, usai menafsirkan
surah Al-Fatihah, beliau dipanggil ke haribaan Allah pada tahun 864 H./1459 M.
Setelah bertahun-tahun, pekerjaan yang belum selesai ini kemudian
dilanjutkan oleh salah seorang muridnya yaitu Jalaluddin Al-Suyuthi, yang
melanjutkanmulai surah Al-Baqarah, Ali Imranhingga akhir surahAl-Isra.
6
Meskipun ditulis oleh dua orang yang berbeda, metodologi serta pola dan
gaya bahasa yang digunakan oleh Al-Suyuthi dalam merampungkan tafsir jalalain
ini nyaris sama persis dengan tulisan awal sang guru. Oleh karenanya banyak
yang mengira bahwa tafsir ini hanya ditulis oleh satu orang saja.
Kebesaran dua tokoh penyusun Tafsir Jalalain ini sangat melegenda. Di
samping dikenal karena pembahasannya yang luas dalam setiap kitab, Jalaluddin
Al-Mahalli dan Al-Suyuthi juga telah menghasilkan karya yang jumlahnya cukup
banyak. Berikut adalah profil pengarang tafsir Jalalain dan Al-Misbah.
1. Jalaluddin Al-Mahalli.
Nama lengkap beliau adalah Jalaluddin Abu Abdillah Muhammad bin
Syihabuddin Ahmad bin Kamaluddin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin
Hasyim Al-`Abbasi Al-Anshari Al-Mahalli Al-Qahiri Asy-Syafi`i. Beliau lahir di
Kairo, Mesir, tahun 791H/1389 M. Beliau dikenal dengan julukan Jalaluddin yang
berarti orang yang mempunyai keagungan dalam masalah agama. Sedangkan
sebutan Al-Mahalli dinisbatkan pada kampung kelahirannya, Mahalla Al-Kubra,
sebuah daerah yang terletak di sebelah barat Kairo, tidak jauh dari Sungai Nil.
Semenjak kecil tanda-tanda kecerdasan sudah menonjol pada diri Al-
Mahalli. Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu agama, antara lain tauhid, tafsir,
fiqih, ushul fiqh, nahwu, sharaf dan mantiq. Pada masa hidupnya beliau
merupakan seorang yang sangat alim, terkemuka, terkenal pandai dalam
pemahaman masalah-masalah agama, sehingga sebagian orang menyebutnya
sebaigai seorang yang memiliki pemahaman yang sangat luar biasa, melebihi
kecemerlangan berlian. Dalam kitab Mu‟jam Al-Mufassirin, Imam As-Sakhawi
7
menuturkan bahwa Al-Mahalli adalah "sosok imam yang sangat pandai dan
berfikiran jernih, bahkan kecerdasannya di atas rata-rata".1 Meskipun begitu
beliau pernah mengatakan bahwa sebetulnya dirinya tidak mampu banyak
menghafal, mungkin karena hal ini tampaknya kemudian menjadi motivasi beliau
untuk terus belajar dan berjuang mengarungi lautan ilmu.
Beliau juga dikenal sebagai seorang ulama yang berkepribadian mulia, solih
dan wara'. Beliau adalah sosok yang sederhana, jauh dari gemerlap dunia. Bahkan
pernah ditawarkan kepadanya jabatan sebagai Kadi Agung di negerinya, namun
beliau menolaknya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa meskipun tidak
miskin, beliau hidup pas-pasan. Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, beliau
bekerja sebagai pedagang. Meski demikian, kondisi tersebut tidak mengendurkan
tekadnya untuk terus mempelajari ilmu.
Selain banyak belajar secara otodidak, Jalaluddin Al-Mahalli juga memiliki
banyak guru, diantaranya yaitu :
a. Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhazmad bin Abdu ad-Da'im An-
Nu`aimi Al-`Asqalani Al-Barmawi Al-Qahiri Asy-Syafi`i yang lebih
dikenal denganSyamsu Al-Barmawi (763 - 831 H ), dalam ilmu fikih,
ushul fikih dan bahasa Arab, beliau tinggal di Madrasah Al-Baibarsiyyah
tempat imam Jalaluddin Al-Mahalli belajar.2
1Amin, Ghofur Saiful , Profil Para Mufasir Al-Qur‟an, Yogyakarta, Puataka Insan Madani, 2008.,
hal. 37
2Ibid., hal 41
8
b. Al-Imam Al-Faqih Burhanuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad Al-
Baijuri, lebih dikenal dengan Burhan Al-Baijuri (825 - 750 H ) dalam ilmu
fikih.
c. Al-Imam Al-Muhaddits Jalaluddin Abu Al-Fadhl Abdurrahman bin Umar
bin Ruslan Al-Kanani Al-`Asqalani Al-Bulqini Al-Mishri, lebih dikenal
dengan Jalal Al-Bulqini (763 - 824 H ) dalam bidang hadits.
d. Al-Imam Al-Muhaddits Waliyuddin Abu Zur`ah Ahmad bin Al-Muhaddits
Abdurrahim Al-`Iraqi (762 - 826 H ) dalam bidang ilmu hadits.
e. Al-Imam Al-Hafidz Qadhi Al-Qudhat `Izuddin Abdul Aziz bin
Muhammad bin Ibrahim bin Jama`ah Al-Kanani (694 - 767 H), dalam
bidang hadits dan ushul fiqih.
f. Asy-Syaikh Syihabuddin Al-`Ajimi, cucu Ibnu Hisyam, dalam bidang
nahwu.
g. Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Syihabuddin Ahmad bin Shalih
bin Muhammad bin Abdullah bin Makki Asy-Syanuthi (Wafat 873 H )
dalam bidang nahwu dan bahasa Arab.
h. Al-Imam Nashiruddin Abu Abdillah Muhammad bin Anas bin Abu Bakr
bin Yusuf Ath-Thanatada'i Al-Mishri Al-Hanafi (Wafat 809 H), dalam
bidang ilmu waris dan ilmu hitung.
i. Al-Imam Badruddin Mahmud bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad Al-
Aqshara'i(Wafat 825 H ), dalam bidang ilmu logika, ilmu debat, ilmu
ma`ani, ilmu bayan, ilmu `arudh dan ushul fikih.
9
j. Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman
Ath-Tha'i Al-Basathi Al-Maliki (670 - 842 H), dalam bidang tafsir,
ushuluddin, dan lain-lain.
k. Al-Imam `Ala'uddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-
Bukhari Al-Hanafi (799 - 841 H).
l. Asy-Syaikh Al-`Allamah Nizhamuddin Yahya bin Yusuf bin Muhammad
bin Isa Ash-Shairami Al-Hanafi (777 - 833 H), dalam bidang fikih.
m. Asy-Syaikh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin
Khudhar bin Musa, lebih dikenal dengan Ibnu Ad-Dairi(788 - 862 H).
n. Asy-Syaikh Majduddin Al-Barmawi Asy-Syafi`i.
o. Asy-Syaikh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Khalil
Al-Gharaqi Asy-Syafi`i (Wafat 816 H ) dalam bidang fikih.
p. Asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Abi Ahmad Muhammad bin
Abdullah Al-Maghrawi Al-Maliki (Wafat 820 H).
q. Asy-Syaikh Kamaluddin Abu Al-Baqa' Muhammad bin Musa bin Isa bin
Ali Ad-Damiri(742 - 808 H ), hadir dalam sebagian kajiannya.
r. Asy-Syaikh Syihabuddin Abu Al-`Abbas Ahmad bin `Imad bin yusuf bin
Abdu an-Nabi Al-Aqfahasi Al-Qahiri, lebih dikenal dengan Ibnu Al-`Imad
(750 - 808 H).
s. Asy-Syaikh Badruddin Muhammad bin Ali bin Umar bin Ali bin Ahmad
Ath-Thanabadi.
t. Syaikh Al-Islam Al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar Al 'Asqalani (773 - 852
H) dalam bidang hadits dan ilmu hadits.
10
u. Asy-Syaikh Jamaluddin Abdullah bin Fadhlullah, dalam bidang hadits.
v. Al-Imam Al-Muhaddits Syarafuddin Abu Thahir Muhammad bin
Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafi`i, lebih dikenal dengan Ibnu Al-
Kuwaik (737 - 821 H ).
w. Al-Imam Al-`Allamah Syamsuddin Abu Al-Khair Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Yusuf bin Al-Jazari Asy-Syafi`i (752 - 833 H).
x. Asy-Syaikh Nashiruddin Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
Nashiruddin Al-Ajami As-Samnudi Asy-Syafi`i, dikenal dengan Ibnu
Mahmud(Wafat 855 H)Jalaluddin Al-Mahalli menghafal Al-Qur'an
kepadanya ketika masih kecil.
Adapun karya-karya dari Jalaluddin Al- Mahali yaitu:
a. Al-Badru ath-Thali` fi Halli Jam`i Al-Jawami`, Syarh dari Jam`u Al-
Jawami` yang ditulis oleh Tajuddin As-Subuki, kitab dalam ilmu ushul
fiqih.
b. Syarh Al-Waraqat yang ditulis Imam Al-Haramain Al-Juwaini,
c. Kanzu ar-Raghibin fi Syarhi Minhaji ath-Thalibin Imam An-Nawawi
d. Tafsir Al-Qur'an Al-'adzim atau lebih dikenal dengan tafsir Jalalain,
bersama Jalaluddin as-Suyuthi.
e. Syarh Mukhtashar Burdah.
f. Al-Anwar Al-Madhiyah.
g. Al-Qaul Al-Mufid fi An-Nail As-Sa`id.
h. Ath-Thib An-Nabawi.
i. Kitabfi Al-Manasik.
11
j. Kitabfi Al-Jihad.
k. Syarh Al-Qawa`id Ibnu Hisyam, belum lengkap.
l. Syarh At-Tashil Ibnu Malik.
m. Hasyiyah `ala Jaami`i Al-Mukhtasharat, belum lengkap.
n. Hasyiyah Jawahir Al-Isnawi, belum lengkap.3
Sedangkan murid-murid beliau di antaranya yaitu:
a. Al-Imam Nuruddin Abu Al-Hasan Ali bin Al-Qadhi Afifuddin Abdullah
bin Aham, lebih dikenal dengan nama As-Samhudi, Ulama mufti, Pengajar
dan Sejarawan di Madinah (844-911 H), ia mempelajari Syarh Al-Minhaj,
Jam`ul Jamami`, dan lain-lain.
b. Asy-Syaikh Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin Abu Bakr bin Ali
bin Mas`ud bin Ridhwan Al-Mari Al-Maqdisi lebih dikenal dengan nama
Ibnu Abi Syarif (836 - 923 H ) lahir di Yerusalem kemudian pergi ke
Kairo dan mempelajari Syarh Jam`ul Jawami`.
c. Asy-Syaikh Syihabuddin Abu Al-Fattah Ahmad bin Muhammad bin Ali
bin Ahmad bin Musa Al-Absyaihi Al-Mahalli, ia mempelajari Syarh Al-
Minhaj dan Syarh Jam`ul Jamami`.
d. Asy-Syaikh Khairuddin Abu Al-Khair Muhammad bin Muhammad bin
Daud Ar-Rumi Al-Qahiri Al-Hanafi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Al-
Farra' (814 - 897 H), ia mempelajari bidang fikih dan ushul fikih.
3. Syeikh Muhammad Ali As-Shabuni Terjemah At-Tibyan fi „Ulumil Qur‟an, , judul:Ikhtisar
Ulumul Qur‟an Praktis, diterjemahkan oleh Muhammad Qadirun Nur, Penerbit Pustaka Amani
Jakarta, th. 2001.7.
12
e. Asy-Syaikh Kamaluddin Abu Al-Fadhl Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Bahadir Al-Maumani Ath-Tharablusi Al-Qahiri Asy-
Syafi`i (Wafat 877 H , ia mempelajari Syarh Al-Minhaj, Syarh Jam`ul
Jamami`, Syarh Alfiyah Al-`Iraqi, dan lain-lain.
f. Asy-Syaikh Shalahuddin Muhammad bin Jalaluddin Muhammad bin
Muhammad bin Khalaf bin Kamil Al-Manshuri Ad-Dimyathi, Qadhi di
Dimyath, lebih dikenal dengan nama Ibnu Kamil (Wafat 887 H ).
g. Asy-Syaikh Syamsuddin Abu Al-Barakay Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Yusuf bin Al-Baz Al-Asyhab Manshur bin Syibl
Al-Ghiraqi (795 - 858 H ).
h. Asy-Syaikh Najmuddin Muhammad bin Syarafuddin Muhammad bin
Najmuddin Muhammad bin Sirajuddin Umar bin Ali bin Ahmad Al-
Qurasyi Ath-Thanabadi Al-Qahiri Asy-Syafi`i.
i. Asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Musa Asy-Syihab
Al-Bairawati Al-Khanaki Asy-Syafi`i.
j. Asy-Syaikh `Imaduddin Abu Al-Fida' Ismail bin Ibrahim bin Abdullah bin
Muhammad bin Abdurrahman bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Ibrahim
bin Sa`dulah bin Jama`ah (825 - 861 H).
k. Asy-Syaikh Hisamuddin Husain bin Muhammad bin Hasan Al-Ghazi Asy-
Syafi`i atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Al-Harasy.
l. Asy-Syaikh Syarafuddin Abdul Haq bin Syamsuddin Muhammad bin
Abdul Haq bin Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin Abdul `Al As-Sanbathi, ia mempelajari beberapa kitab (Wafat 842 H).
13
m. Asy-Syaikh Zainuddin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin
Muhammad bin Muhammad bin Syaraf bin Al-Lu'lu'i Ad-Dimasyqi bin
Qadhi `Ajlun, (Lahir 839 H).
n. Asy-Syaikh Zainuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Haji bin Fadhl
As-Santawi, ia mempelajari fikih dan ushul fikih.
o. Asy-Syaikh Abdullah bin Ahmad bin Abi Al-Hasan Ali bin Isa bin
Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Isa Al-Jamal Al-Hasani As-
Samhudi (Lahir 804 H ) ia mempelajari bahasa Arab, Syarh Ibnu Aqil,
fikih, ushul fikih, dan lain-lain.
p. Asy-Syaikh Ali bin Daud bin Sulaiman bin Khalad bin `Audh bin
Abdullah bin Muhammad bin Nuruddin Al-Jaujari, Khatib Masjid Raya
Toulon, ia hadir di beberapa kajian Jalaluddin Al-Mahalli.
q. Asy-Syaikh Nuruddin Ali bin Muhammad bin Isa bin Umar bin `Athif Al-
`Adani Al-Yamani Asy-Syafi`i, lebih dikenal dengan nama Ibnu `Athif
(Lahir 812 H).
r. Asy-Syaikh Sirajuddin Umar bin Hasan bin Umar bin Abdul Aziz bin
Umar An-Nawawi, ia mempelajari Syarh Al-Minhaj.
s. Asy-Syaikh Najmuddin Muhammad bin Burhanuddin Ibrahim bin
Jamaluddin Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman, lahir 833 H di
Yerusalem, ia mempelajari Syarh Jam`ul Jawami`.
t. Asy-Syaikh Syarafuddin Yahya bin Muhammad bin Sa`id bin Falah bin
Umar Al-`Abasi Al-Qahiri Asy-Syafi`i, lebih dikenal dengan nama Al-
Baqani, lahir pada tahun 827 H dan wafat pada tahun 900 H.
14
u. Asy-Syaikh Abu Bakr bin Quraisy bin Ismail bin Muhammad Quraisy
Azh-Zhahiri, lahir pada tahun 850 H.
v. Asy-Syaikh Al-Imam Ali bin Muhammad bin Isa bin Yusuf bin
Muhammad Al-Asymuni, (838-918 H).
w. Asy-Syaikh Burhanuddin Abu Al-Hasan Ibrahim bin Umar bin Hasan bin
Ali bin Abu Bakr Al-Buqa`i (809 - 885 H).
x. Jalaluddin as-Suyuthi (849 H. - 911 H.). Ia melanjutkan penulisan kitab
tafsir (dikenal dengan tafsir jalalain) yang disusun Al-Mahalli hingga
selesai.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli wafat pada Sabtu pagi, pertengahan
Ramadhan 864 H, bertepatan dengan tahun 1459 M.4
2. Imam Jalaluddin Al-Suyuthi
Pada halaman sebelumnya telah diuraikan biografi dari penulis tafsir
Jalalain yang pertama yaitu Jalaluddin Al-Mahalli. Pada halaman ini, akan saya
uraikan biografi penulis yang kedua yaitu Jalaluddin as-Suyuthi.
Sebagaimana disebutkan di dalam kitabnya, Tafsir Jalalain. Di akhir
pembahasan surat Al-Isra, Jalaluddin as-Suyuthi mengatakan bahwa pada awalnya
tidak pernah terbesit dalam benak beliau untuk melanjutkan apa yang telah ditulis
oleh imam Jalaluddin Al-Mahalli ini. Beliau dengan sikap tawadhu'nya
mengatakan bahwa beliau menyadari akan kelemahannya untuk menyelami
bidang yang telah ditulis oleh Al-Mahalli ini. Namun setelah melalui berbagai
pertimbangan, akhirnya kemudian beliau bersedia melanjutkannya.
4Tafsir Jalalain bi Hamisy Al-Qur‟an Al-Karim,Muassasah Ar-Royyan.1999., hal. 18
15
Penulisan kitab tafsir Jalalain rampung pada hari Ahad, 10 Syawwal 870 H.
Permulaan penulisannya (ĺanjutan dari as-Suyuthi) pada hari Rabu, awal
Ramadhan 870 H, dan konsep jadi selesai dirampungkan pada hari Rabu, 6 Shafar
871 H.Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Kamal Abu Bakar bin
Muhammad bin Sabiquddin bin Fakhr Utsman bin Nadziruddin Muhammad bin
SaifuddinKhidr binNajmuddinbinAbiAl-
ShalahAyyubbinNashiruddinMuhammadbin HimamuddinAl-HammamAl-Hudairi
Al-Suyuthi.
BeliaubergelarJalaluddindandipanggil Abu Fadhil. Namun di kemudian
hari, beliau lebih dikenal dengan nama Al-Suyuthi, yang dinisbatkanpada tempat
dimana ayahnya dilahirkan di daerah Suyuth. Beliau adalah seorang ulama, hafidz
hadits, musnid, muhaqiq, dan cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-15
diKairo Mesir.
Al-Suyuthi lahir ba‟da Maghrib, malam senin bulan Rajab 849 H. Beliau
berasal dari lingkungan cendekiawan, sehingga sejak dini ayahnya selalu berusaha
mengarahkannya menjadi ilmuwan dan orang shalih. Sejak usia belia, beliau
selalu diajak sang ayah menghadiri berbagai majelis ilmu. Bahkan sang ayah
sering meminta doa dari ulama besar untuk anaknya. Salah satu ulama yang
pernah mendoakannya agar menjadi ulama besar adalah Imam Ibnu Hajar Al-
Asqalani, muhaddits besar penyusun kitab Bulughul Maram. Tidak hanya
mendoakan, setiap kali minum segelas air usai mengajar, Syaikh Ibnu Hajar selalu
menyisakan sedikit untuk diminum Al-Suyuthi.
16
Ketika Al-Suyuthi berumur enam tahun, sang ayah wafat. Al-Suyuthi
kemudian diasuh oleh Syaikh Kamaluddin bin Humam Al-Hanafi, pengarang
kitab Fathul Qadir. Di bawah asuhan sang allamah itulahAl-Suyuthi berhasil
hafal Al-Qur‟an di usia delapan tahun. Setelah itu beliau kemudian menghafal
kitabAl-‟Umdah, lalu Minhajul FiqhiWalUshuldanAlfiyahIbnuMalik.
Ketika usia beliau menginjak 15 tahun, beliau mulai berkelana dan berguru
kepada para ulama besar. Dalam pengembaraan mencari ilmu, beliau pernah
singgah di beberapa kota, antara lain dikota Syam, Hijaz, Yaman, India, Maroko
dan Takrur.5
Dalam kitabnya yang berjudul Khusn Al-Muhadlarah, as-Suyuthi
mengatakan bahwa beliau mendapatkan ijazah dari setiap guru yang didatanginya,
yaitu mencapai 150 ijazah dari 150 orang guru. Syaikh Abdul Wahhab Asy-
Sya‟rani mengatakan dalam kitab Thabaqat-nya, bahwa imam Al-Suyuthi telah
berguru kepada lebih dari 600ulama.
AdapunGuru-guruImamAl-Syuthiantaralain:
a. Syaikh Sirajuddin Al-Balqini,yang mengajarnya berbagai kitab fiqih
sepertiAl-Hawi Al-Shaghir,Al-Minhaj,SyarahAl-MinhaajdanAr-Raudhah.
b. SyaikhSihabuddinAsy-Syaarmasahi,guruilmufaraidh(waris).
c. Asy-Syari Al-Manawi Abaz Kuriya Yahya bin Muhammad, guru ilmu
faraidh.
d. Syaikh Taqiyuddin Asy-Syamini Al-Hanafi (w 872 H), guru ilmu tata
Bahasa Arab dan ilmu hadits.
5Faizah Ali Syibromasili, “Tafsir Bi Al-Ma‟tsur”, hal. 133-136
17
e. Syaikh Muhyiddin Muhammad bin Sulaiman Ar-Rumi Al-Hanafi, guru
ilmu tafsir, ilmu Ushul, ilmu bahasa Arab dan ilmu Ma‟ani. Beliau
berguru kepadanya selama empat belas tahun.
f. Imam Jalaluddin Al-Mahalli (penyusun pertama Tafsir Al-Jalalain)
g. Syeh Izzul Kinaani Ahmad bin Ibrahim Al-Hanbali.6
Selain ilmu agama, Imam Al-Suyuthi juga berguru beberapa bidang ilmu
umum seperti ilmu hitung dan ilmu faraidh dari Majid bin Al-Siba‟ dan Abdul
Aziz Al-Waqaai, serta ilmu kedokteran kepada Muhammad bin Ibrahim Ad-
Diwani Ar-Rumi, bahkan selain berguru kepada ulama laki-laki, Al-Suyuthi juga
mempelajari ilmu dari sejumlah ilmuwan perempuan7, diantaranya yaitu:
a. Aisyah binti Jarullah.
b. Ummu Hani binti Abul Hasan.
c. Shalihah binti Ali.
d. Nasywan binti Abdullah Al-Kanani.
e. Hajar binti Muhammad Al-Mishriyyah.
Al-Suyuthi terkenal akan kecerdasan, kekuatan hafalan dan keuletannya
dalam belajar, Al-Suyuthi adalah seorang ulama yang ahli ibadah, zuhud dan
tawadhu‟. Maka tidak heran kemudian beliau pun menjelma menjadi seorang
ulama besar yang memenuhi taraf kemampuan untuk ber-ijtihad. Selain alim, Al-
Suyuthi juga dikenal sebagai sosok yang teguh pendirian dan tidak suka menjilat
kepada pemerintah, bahkan beliau tidak pernah mau menerima hadiah dari raja.
6Ibid.. 133-136
7Ghofur Saiful Amin, “Profil Para Mufasir Al-Qur‟an”, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008).12
18
Suatu ketika seorang raja memberinya hadiah berupa uang seribu dinar dan
seorang budak perempuan. Segera saja uang itu beliau kembalikan, sedangkan
sang budak perempuan dimerdekakan. Beliau kemudian berkata kepada sang raja,
“jangan berusaha memalingkanku hanya dengan memberi hadiah semacam itu,
karena Allah telah menjadikanku tidak merasa butuh lagi terhadap hAl-hal
semacamitu.”
Al-Suyuthi termasuk ulama yang sangat produktif dalam berkarya. Beliau
telah menulis ratusan kitab dalam berbagai bidang keilmuan, mulai dari Tafsir,
Hadits, Fiqih, Bahasa Arab, Sastra, Tasawuf, hingga ilmu Sejarah. Menurut
perhitungan muridnya yang bernama ad-Dawudi8, hasil karyanya lebih dari 500
buah. Sementara Ibnu Iyas, murid Al-Suyuthi yang lain, mengatakan bahwa
jumlah karya Al-Suyuthi mencapai 600 buah. Adapun menurut As-Sa‟id
Mamduh, karya Al-Suyuthi mencapai 725 buah. Sedangkan menurut Sayyid
Muhammad Abdul Hayy Al-Kattani, jumlah keseluruhan karya Imam Al-
Suyuthiadalah904kitabdalamberbagaidisiplinilmu.
Berikutadalahbeberapakaryabeliauyangterkenal, yaitu :
a. Al-Itqan fi 'Ulum Al-Qur'an , kita tafsir yang menjelaskan bagian-bagian
penting dalam ilmu mempelajari Al-Qur'an.
b. Tafsir Al-Jalalain , yang ditulis bersama Jalaluddin Al-Mahalli.
c. Jami' ash-Shagir , merupakan kumpulan hadits-hadits pendek.
d. Al-Asybah wa an-Nazhair , dalam ilmu qawa'id fiqh.
8Ibid,16
19
e. Syarh Sunan Ibnu Majah, merupakan kitab yang menjelaskan kitab hadits
sunan ibnu majah.
f. Al-Asybah wa an-Nazhair , dalam ilmu nahwu.
g. Ihya'ul Mayyit bi Fadhaili Ahlil Bait.
h. Al-Jami' Al-Kabir.
i. Al-Hawi lil Fatawa.
j. Al-Habaik fi Akhbar Al-Malaik.
k. Ad-Dar Al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma'tsur.
l. Ad-Dar Al-Muntatsirah fi Al-Ahadits Al-Musytahirah.
m. Ad-Dibaj 'ala Shahih Muslim bin Al-Hajjaj.
n. Al-'Urf Al-Wardi fi Akhbari Al-Mahdi.
o. Al-Gharar fi Fadhaili 'Umar.
p. Alfiyatu as-Suyuthi.
q. Al-Kawi 'ala Tarikh as-Sakhawi.
r. Al-La āli' Al-Mashnu'ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu'ah.
s. Al-Madraj ila Al-Mudraj.
t. Al-Mazhar fi Ulum Al-Lughah wa Anwa'uha.
u. Al-Mahdzab fimā Waqa'a fi Al-Qur'ān min Al-Mu'rab.
v. Asbāb Wurud Al-Hadits.
w. Asrār Tartib Al-Qur'ān.
x. Anmudzaj Al-Labib fi Khashāis Al-Habib.
y. Irsyad Al-Muhtadin ilā Nashrati Al-Mujtahidin.
z. I'rāb Al-Qur'ān.
20
aa. Ilqām Al-Hajar liman zakā sāb Abi Bakr wa 'Umar.
bb. Tārikh Al-Khulafā'.
cc. Tahdzir Al-Khawash min Ahadits Al-Qashash.
dd. Tuhfatu Al-Abrār binakti Al-Adzkār an-Nawawiyyah.
ee. Tadrib ar-Rāwi fi Syarhi Taqrib an-Nawāwi.
ff. Tazyin Al-Mamālik bi Manaqib Al-Imām Mālik.
gg. Tamhid Al-Farsy fi Al-Khishāl Al-Maujibah li Zhil Al-'Arsy.
hh. Tanwir Al-Hawalik Syarh Muwaththa' Mālik.
ii. Tanbih Al-Ghabiyy fi Tibra'ati Ibni 'Arabi.
jj. Husnu Al-Muhādharah fi Akhbār Mishr wa Al-Qāhirah.
kk. Durr as-Sihābah fiman dakhala Mishr min ash-Shahābah.
ll. Dzam Al-Makas.
mm. Syarh as-Suyuthi 'ala Sunan an-Nasā'i.
nn. Shifatu Shāhibi adz-Dzauqi 'Aini Al-Ishābah fi Ma'rifati ash-Shahābah.
oo. Al- Kasyfu.
pp. As-Salim.
qq. Thabaqāt Al-Huffādz.
rr. Thabaqat Al-Mufassirin.
ss. Uqudul Jumān fi 'ilmi Al-Ma'āni wa Al-Bayān.
tt. Uqudu az-Zabarjid 'ala Musnad Al-Imām Ahmad fi I'rāb Al-Hadits.
uu. Al-Mughthi fi Syarhi Al-Muwaththa'.
vv. Lubb Al-Lubbāb fi Tahrir Al-Ansāb
ww. Al-Bāb Al-Hadits.
21
xx. Al-Bāb an-Nuqul fi Asbāb an-Nuzul.
yy. Mā Rawāhu Al-Asāthin fi 'Adami Al-Maji'i ilā as-Salāthin.
zz. Musytahā Al-Uqul fi Muntaha an-Nuqul.
aaa. Mathla' Al-Badrain fiman Yu'ti Ajruhu Marratain.
bbb. Miftāhu Al-Jannah fi Al-I'tishām bi as-Sunnah.
ccc. NazhamAl-Aqyān fi A'yān Al-A'yān.
ddd. Ham'u Al-Hawami' Syarhu Jam'u Al-Jawami'.
eee. At-Tahadduts bi Ni'matillah.
fff. Mu'jam Al-Mu'allafāt as-Suyuthi.
ggg. Fahrusat Mu'allafātii.
hhh. Al-Fāruq baina Al-Mushanif wa as-Sariq.
iii. Thibb an-Nufus.
jjj. Ar-Rahmah fi ath-Thibbi wa Al-Hikmah, dll.9
Sedangkan Murid-Murid Beliau di antaranya yaitu :
a. Syaikh Abdul Qodir bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syadzili Asy-
Syafi‟i.
b. Syaikh Ibnu Iyas, Abul Barokat, Muhammad bin Ahmad bin Iyas Al-
hanafi, penulis kitab “Badai‟uz Zuhur Fi Waqo‟iud Duhur”.
c. Syaikh Al-Hajj Muhammad Sukyah.
d. Syaikh Syamsuddin, Muhammad bin Abdurrohman bin Ali bin Abu Bakar
Al-„Alqomi.
9Ibid,17
22
e. Syaikh Syamsuddin, Muhammad bin Ali bin Ahmad Ad-Dawudi Al-
Mishri.
f. Ibnu Thulun; Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin
Muhammad bin Thulun Ad-Damasyqi Al-Hanafi.
g. Syaikh Muhammad bin Al-Qodhi Rodhiyuddin Muhammad bin
Muhammad bin Abdulloh binBadr bin Utsman bin Jabir Al-Ghozi Al-
„Amiri Al-Qurosyi Asy-Syafi‟i.
h. Syaikh Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf Asy-Syami.
i. Syaikh Jamaluddin, Yusuf bin Abdulloh Al-hasani Al-Armayuni Asy-
Syafi‟i.
Beliau Imam Al-Suyuthi menghabiskan umurnya untuk belajar dan
mengajar, memberikan fatwa dan juga menulis. Akan tetapi ketika usia beliau
menginjak usia 40 tahun, atau bisa di katakan menjelang usia tuanya, beliau lebih
memilih untuk ber-uzlah(mengasingkan diri) dari keramaian dunia, lebihmemilih
untuk beribadah dan mengarang /menulis saja.
Setelah sempat beliau sakit, Imam Al-Suyuthi meninggal pada usia 61 tahun
10 bulan 18 hari, yaitu pada malam Jum'at tanggal 19 Jumadil „Ula tahun 911 H,
dirumah beliau yang berada di Roudlotul Miqyas. Jenazah beliau dimakamkan di
pemakaman Qaushun atau Qaisun, di luar pintu gerbang Qarafah, Kairo.
B. Tafsir Al- Mishbah
1. Biografi M. Quraish Shihab
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rapang
Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944. Beliau adalah putra keempat dari
23
seorang ulama besar almarhum Prof. H. Abd. Rahman Shihab, guru besar ilmu
tafsir dan mantan Rektor UMI dan IAIN Alaudin Ujung Pandang, bahkan sebagai
pendiri kedua Perguruan Tinggi tersebut.10
M. Quraish shihab setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung
Pandang, dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang sambil nyantri di
pesantren Dar Al-Hadits Al-Fiqhiyah pada 1958. Dia berangkat ke Kairo-Mesir
dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar pasa 1967, dia meraih gelar Lc (S1)
pada Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits Universitas Al-Azhar. Kemudian
melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) di Fakultas yang sama dan pada tahun 1969
meraih gelar M.A. untuk spesialisasi bidang tafsir Al-Qur‟an dengan Tesis
berjudul “Al-I„Jaz Al-Tasyri‟iy Li Al-Qur‟an Al-Karim”.11
Sekembalinya ke Ujung Pandang Quraish Shihab dipercaya untuk menjabat
wakil Rektor bidang Akademik Kemahasiswaan pada IAIN Alaudin. Selain itu
dia juga diserahi jabatan-jabatan lain baik di dalam maupun di luar
kampus.12
Tahun 1984 merupakan babak baru karir Quraish Shihab dimulai, saat
pindah tugas dari Ujung Pandang ke IAIN Jakarta. Di sini ia aktif menngajar
bidang tafsir dan „Ulum Al-Qur‟an‟ di program S1, S2, dan S3 sampai tahun
1998. Dia juga mengajar subjek lain seperti hadits, hanya di program S2 dan S3
saja. Sejak 1998.
Selain menjadi Rektor di IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan
1997-1998), dia juga dipercaya menjadi menteri agama kurang lebih dua bulan di
10Fauzul Iman, “Keagamaan dan Kemasyarakatan”, Serang: Pusat Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
04,56. 11
Ibid, 57. 12
Ibid.
24
awal tahun 1998 pada kabinet terakhir pemerintahan Soeharto. Sejak tahun 1999
dia diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh Republik
Indonesia untuk Negara Republik Arab Mesir, yang berkedudukan di Kairo
sampai tahun 2002. Sejak itu ia kembali ke tanah air, dan konsen menyelesaikan
karya tafsir 30 Juz “Tafsir Al-Misbah”.13
Karya-karya yang telah dihasilkan oleh Quraish Shihab di antaranya:
a. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Mizan, Bandung, 1992.
b. Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Pustaka Hidayah, 1994.
c. Wawasan Al-Qur‟an, Mizan, Bandung, 1996.
d. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Mizan, 1994.
e. Tafsir Al-Qqur‟an Al-Karim: Tafsir Surat-surat Pendek, Pustaka Hidayah,
1997.
f. Fatwa-Fatwa Quraish Shihab sekitar Al-Qur‟an dan Hadits, Mizan, 1999.
g. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan Al-Qur‟an untuk Mempelai, Al-
bayan, 1995.
h. Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati.
i. Yang Tersembunyi14
.Lentera Hati
Adapun kondisi yang mempengaruhi Quraish Shihab sehingga beliau
memilih spesialisasi di bidang tafsir Al-Qur‟an antara lain adalah: Pertama,
kedudukan orang tuanya yang menyertai masa-masa awal kehidupannya, sehingga
13
Ibid. 14
Ibid. 58.
25
menumbuhkan kecintaan sang anak pada kajian Al-Qur‟an.15
Kedua, faktor yang
mempengaruhi pemikirannya adalah faktor pendidikan. Disamping orang tuanya
yang ahli tafsir, sebagaimana disebutkan di atas, faktor pendidikan Shihab juga
banyak mempengaruhi terhadap pemikirannya di bidang tafsir.
Setelah beliau mempelajari dasar-dasar agama dari orang tuanya, Shihab
dikirim untuk melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang sambil “nyantri”
di pesantren Dar Al-Hadits Al-Fiqhiyah, selanjutnya beliau melanjutkan
pendidikan tingginya di Mesir. Ketika di Mesir tepatnya di Universitas Al-Azhar
M. Quraish Shihab memasuki fakultas Ushuluddin Strata satu (S1) Jurusan Tafsir
Hadits, selanjutnya Strata dua (S2) dan Strata tiga (S3) juga beliau selesaikan di
Mesir pada Jurusan yang sama.16
Adapun pemikiran Quraish ShihabDalam Diskursus „Ulum Al-Qur‟an‟, tafsir
menurut Quraish Shihab berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka khazanah
Al-Qur‟an, yang berarrti sebuah pintu tertutup dan sulit untuk dibuka tanpa
kuncinya. Dengan demikian, alangkah penting dan tingginya kedudukan tafsir
tersebut. Setidaknya ada tiga alasan yang ia kemukakan yang membuat dan
menentukan tingginya (signifikasi) tafsir, yaitu:
a. Bahwa bidang yang menjadi kajiannya adalah kalam Ilahi yang merupakan
sumber segala ilmu keagamaan dan keutamaan.
b. Tujuannya adalah untuk mendorong manusia berpegang teguh dengan Al-
Qur‟an dalam usahanya memperoleh kebahagiaan sejati.
15
Ibid. 16
Ibid. 59
26
c. Dilihat dari kebutuhan pun sangat nampak bahwa kesempurnaan mengenai
bermacam-macam persoalan kehidupan ini, ilmu syari‟at dan pengetahuan
mengenai seluk beluk agama. Hal ini sangat tergantung pada ilmu
pengetahuan tentang Al-Qur‟an.17
Menyadari begitu luas makna yang terkandung di dalam Al-Qur‟an, baik
menyangkut makna-makna yang tersirat di balik yang tersurat, Quraish Shihab
dengan mengutip pendapat Arqoun pemikir kontemporer Al-Jazair “Al-Qur‟an
memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas. Kesan yang diberikannya
mengenai pemikiran dan penjelasannya berada pada wujud mutlak. Dengan
demikian ayat-ayat Al-Qur‟an selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak
pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal”, Itulah sebabnya, tafsir
ulang yang baru dan kontekstual dengan perkembangan zaman dan masyarakat,
menjadi sebuah keniscayaan kalau Al-Qur‟an ini tak ingin ditinggalkan ummat
Islam atau terkubur oleh proses sejarah yang bergerak cepat.18
Sejalan dengan pendapat Arqoun di atas Quraish Shihab mengemukakan
empat prinsip di mana ulama-ulama atau pemikir Islam (mufassir) ketika
berhadapan dengan ayat-ayat Al-Qur‟an tidak bisa dilepaskan dari empat prinsip
pokok, yaitu:
a. Al-Qur‟an Al-Karim yang pertama kali dikenal oleh masyarakat manusia 15
abad yang lalu, adalah salah satu dari kitab-kitab suci yang diturunkan Tuhan
sebagai petunjuk bagi manusia guna memberi jawaban terhadap
persoalan/perbedaan-perbedaan yang dihadapi mereka, sehingga walaupun
17
Ibid. 60. 18
Ibid. 60-61.
27
terdapat diantara sekian banyak ayat-ayatnya yang menggambarkan situasi
dan kondisi masyarakat tertentu, atau tidak menghalangi fungsi pokok seperti
yang dinyatakan di atas.
b. Al-Qur‟an baik secara implisit maupun eksplisit, mengakui tentang kenyataan
perubahan sosial, perubahan yang mutlak harus terjadi, cepat atau lambat,
disadari atau tidak, bahkan Al-Qur‟an menggambarkan bagaimana perubahan
tersebut dapat terjadi, disamping mengisyaratkan bahwa suatu perubahan
pada hakikatnya mengikuti satu pola yang telah menjadi sunnatullah sehingga
berlaku umum.
c. Al-Qur‟an Al-Karim dalam sekian banyak ayat-ayatnya mengecam orang-
orang yang tidak memperhatikan kandungannya, dan juga mengecam orang-
orang yang hanya mengikuti tradisi lama tanpa suatu alasan yang logis,
disamping menganjurkan agar pemeluknya berpikir, mengamati, sambil
mengambil pelajaran dari pengalaman generasi-generasi terdahulu.
d. Perbedaan hasil pemikiran manusia merupakan suatu kenyataan yang tidak
bisa dihindari, bukan hanya disebabkan oleh perbedaan tingkat kecerdasan
atau latar belakang pendidikan seseorang, tapi juga karena pemikiran
dipengaruhi secara sadar atau tidak oleh peristiwa-peristiwa sejarah, politik,
pemikiran orang lain yang berkembang serta kondisi masyarakatnya.
e. Sejalan dengan empat pemikiran di atas ada tiga masalah penting yang
disebabkan oleh akibat perubahan sosial yang harus menjadi perhatian
mufassir, yaitu:
28
Pertama,adalah bahasa, Sudah menjadi kesepakatan mufassirin bahwa
bahasa Arab merupakan faktor penting untuk bisa memahami kandungan Al-
Qur‟an, namun penting juga memperhatikan perkembangan bahasa itu sendiri,
karena disadari bila kita mendengar suatu kata yang tergambar dalam benak kita
adalah gambaran material menyangkut kata tersebut, namun di lain segi bentuk
material tersebut dapat mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan
masyarakat. Misalnya dapat kita ambil contoh, kata الذرة (dzarroh)pada masa
turunnya Al-Qur‟an maknanya berkisar pada semut/kepala semut, debu-debu yang
beterbangan dan lain-lain, sedang kini ia memiliki arti tambahan yang tadinya
belum dikenal yaitu atom.
Kedua adalah ilmu pengetahuan. Penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an yang tidak
lepas dari keaneka ragaman corak, metode dan hasil penafsiran ayat-ayat Al-
Qur‟an juga tidak dapat dihindari antara lain karena kemajuan ilmu pengetahuan,
dari sinidapat dipahami bahwa penafsiran para ulama terdahulu tidak mengikat
penafsir-penafsir masa kini atau masa yang akan datang.
Ketiga adalah metode. Setiap mufassir mempunyai metode masing-masing
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an, berbeda dengan mufassir lainnya.
Selama ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Farmawi, metode tafsir yang
berkembang ada empat macam yaitu: Tahlili, Ijmali, Muqoron dan Maudlu‟i. Dari
masing –masing metode terdapat kekurangan dan keistimewaan masing-
masing.19
19
Ibid. 61-63.
29
BAB III
PENAFSIRAN
A. Tafsir Jalalain: Penafsiran Surat Al- Ashr
بسم الله الرحمن الرحيم (1والعصر )
هر أو ما ب عد الزوال إلى الغروب أو صلة العصر }والعصر{ الد“Demi masa,waktu/era setelah bergesernya matahari sampai terbenamnya
matahari atau waktu sholat asar.”
نسان لفي خسر ) (2إن النسان{ الجنس }لفي خسر{ في تجارته }إن ال
“Sesungguhnya semua manusia (jenis) itu berada didalam kerugian (dalam
perniagaannya)”
الذين آمنوا وعملوا الصالحات وت واصوا بالحق وت واصوا بالصبر) (3إل}إل الذين آمنوا وعملوا الصالحات{ ف ليسوا في خسران }وت واصوا{أوصى ب عضهم ب عضا
{ ال يمان }وتواصوا بالصبر{ علىالطاعة وعن المعصية}بالحق“Kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan amal kebaikan (maka
mereka bukan orang yangberada didalam kerugian) dan saling menasehati
dalam kebenaran (perkara iman) dan saling menasehati dalam kesabaran
(atas ketaatan dari meninggalkan kemaksiatan”
Allah swt, memulai surah ini dengan sumpah, setiap kali Allah bersumpah
selalu menyebut salah satu makhluknya, hal ini disebabkan tidak ada selain Dia,
kecuali makhluk-Nya.
a. Ayat I, Allah swt bersumpah dengan menyebut masa. Masa berarti waktu
yang dilalui, waktu yang dialami seseorang. Apabila Allah swt, bersumpah
dengan makhluknya berarti suatu isyarat bagi Rasulullah saw., dan orang-
orang yang beriman agar memerhatikan terhadap makhluk yang digunakan
untuk bersumpah. Dengan demikian, maksud ayat pertama surah ini adalah
agar Rasulullah saw, dan orang-orang yang beriman lebih memperhatikan
30
masalah waktu, dan mampu memanfaat waktu sebaik-baiknya untuk hal-hal
yang terpuji sesuai ajaran Islam. Kita sadari atau tidak, waktu itu tidak akan
berhenti walaupun sedetik, apalagi terulang, pagi hari ini bukan pagi hari
kemarin bukan pula pagi hari esok.
b. Ayat 2, dijelaskan bahwa kebanyakan manusia dalam keadaan merugi.
Melihat, kenyataan hidup ini, ternyata banyak manusia yang merugi
dibanding dengan yang beruntung. Lalu kerugian apa yang dialami manusia
?. Kerugian yang dialami oleh manusia bahwa kesempatan hidup didunia
tidak dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk
agama. hari-harinya hanya diisi dengan kesibukan menikmati dunia sesuai
dengan keinginan hawa nafsunya tanpa ada pemikiran kalau dunia ini
hanyalah sementara dan yang kekal adalah ada hari akhirat.
c. Ayat 3, menjelaskan bagaimana cara yang harus dilakukan agar tidak
termasuk orang yang rugi. pada ayat ini, adatiga syarat agar tidak menjadi
orang yang rugi, yaitu beriman dan beramal saleh, saling menasehati tentang
kebenaran, tentang menasehati tentang kesabaran.
Dengan perincian keterangan ayat diatas maka kita sebagai manusia agar
selalu ingat bahwa kita seharusnya:
a. Beriman dan beramal sholeh.
Beriman berarti meyakin bahwa maanusia hidup didunia ini karena
kehendak Allah, Manusia harus tunduk kepada Allah yang mencipta, yang
memberi rezki, dan memeliharanya sampai pada saat yang telah ditentukan.
Hanya dengan iman manusia bisa dapat menyadari keberadaannya hidup di dunia.
31
Setelah memiliki keimanan, seorang harus membuktikannya dengan
perbuatan yaitu beramal sholeh (amal kebajikan). Yang dimaksud dengan
kebajikan ialah semua perkara yang sesuai dengan ajaran Islam. Iman dan amal
sholeh adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan , iman tanpa amal sholeh
tidak cukup, sebaliknya amal tanpa iman, tidak berarti dihadapan Allah SWT.
b. Saling menasehati tentang kebenaran.
Agar tidak tergolong menjadi orang yang merugi ialah, adanya kesediaan
untukmenerima dan memberi nasehat tentang kebenaran. kita sadari atau tidak,
manusia mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan. Hanya orang-orang
sombonglah yang tidak mau mengakui kekurangan dan kesalahannya. Orang yang
mengaku beriman harus mau menerima dan memberi nasehat menuju kebenaran
yang sesuai dengan ajaran Islam.
c. Saling menasehati tentang kesabaran.
Salah satu syarat orang tidak merugi kata Allah adalah adanya kesediaan
untuk menerima dan memberi nasehat tentang kesabaran. Sabar adalah perkara
yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanaknn, tidak mudah bagi kita
untuk memiliki kesabaran, karena kesabaran butuh waktu dan harus selalu melatih
diri untuk membiasakan sifat kesabaran tersebut, karena persoalan hidup
senantiasa mengintai kita yang terkadang persoalan yang kita hadapi sulit untuk
dipecahkan dan diselesaikan hanya dengan akal pikiran .dan kesabaran itu butuh
keikhlasan.
32
B. Tafsir Al- Mishbah: Penafsiran Surat Al- Ashr
الرحمن الرحيم بسم الله نسان لفي خسر )1والعصر ) (2( إن ال
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian.”20
Kata ( لعصرا ) al–„ashr terambil dari kata (عصر)„ashara yakni menekan
sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam dari padanya nampak
ke permukaan atau keluar (memeras).Tatkala perjalanan matahari telah
malampaui pertengahan, dan telah menuju terbenam dinamakan „ashar, penamaan
ini agaknya di sebabkan karena ketika itu manusia yang sejak pagi telah memeras
tenaganya diharapkan telah mendapatkan hasil dari usaha-usahanya.
Para ulama sepakat mengartikan kata „ashr pada ayat pertama surah ini
dengan waktu, hanya saja mereka berbeda pendapat – tentang waktu yang
dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah waktu atau masa di mana
langkah dan gerak tertampunng di dalamnya. Ada lagi yang menentukan waktu
tertentu yakni waktu di mana shalat Ashar dapat dilaksanakan. Pendapat ketiga
ialah waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammad saw dalam pentas kehidupan
ini.
Dalam tafsir Al–Misbah karangan M.Quraish Shihab pendapat yang paling
tepat adalah waktu secara umum. Karena telah menjadi kebiaasaan orang-orang
arab ketika berbincang–bincang mereka menyoalkan masalah waktu (waktu sial
dan waktu mujur), melalui surah ini Allah swt, bersumpah demi waktu untuk
20
M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al – Qur‟an, Juz „Amma,
Vol.15, Jakarta: Lentera Hati, 2002.496-506
33
membantah anggapan mereka. Tidak ada sesuatu yang dinamai waktu sial atau
waktu mujur, semua waktu sama, Yang berpengaruh adalah kebaikan dan
keburukan usaha seseorang.21
Dapat juga dikatakan bahwa pada surah ini Allah
bersumpah demi waktu dan dengan menggunakan kata „ashr ( bukan selainnya )
untuk menyatakan bahwa:
Demi waktu (masa) di mana manusia mencapai hasil setelah ia memeras
tenaganya, sesungguhnya ia merugi ( apapun hasil yang dicapainya itu, kecuali
jika ia beriman dan beramal saleh). Kerugian tersebut mungkin tidak akan
dirasakan pada saat dini, tetapi pastiakan disadarinya pada waktu Ashar
kehidupannya menjelang matahari hayatnya terbenam. Itulah agaknya rahasia
mengapa Allah SWT, memilih kata „ashr untuk menunjuk kepada waktu secara
umum.
Waktu adalah modal utama manusia, apabila tidak diisi dengan kegiatan
yang positif, maka ia akan berlalu begitu saja. Ia akan hilang dan ketika itu
jangankan keuntungan diperoleh, modal pun telah hilang. Sayyidinaa Ali raa.
pernah berkata:
“Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih dari itu
diperoleh esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin dapat
diharapkan kembali esok”.
Kata ( االنسان) Al-insaan / manusia terambil dari akar kata yang dapat berarti
bergerak atau dinamis, lupa, merasa bahagia (senang).Ketiga arti ini
menggambarkan sebagian dari sifat serta ciri khas manusia.
Bentuk ma‟rifat (difinit) pada kata al–insaan menunjuk kepada seluruh
manusia tanpa terkecuali, baik mukmin maupun kafir. Muhammad Abduh
21
Ibid
34
menambahkan, bahwa yang dimaksud tidak termasuk mereka yang tidak
mukallaf. Seperti yang belum dewasa atau gila.
Kata (خسر) khusr mempunyai banyak arti, antara lain rugi, sesat, celaka,
lemah, tipuan dan sebagainya yang kesemuanya mengarah kepada makna –
makna negatif, atau tidak disenangi oleh siapa pun.
Kata ( لفي) la fii adalah gabungan dari huruf (ل) lam yang menyiratkan
makna sumpah dan huruf (في) fii yang mengandung makna wadah atau tempat..
( 3إل الذين آمنوا وعملوا الصالحات وت واصوا بالحق وت واصوا بالصبر )“Kecuali orang-orang yang beriman,dan beramal yang salehserta saling
berwasiat tentang kebenaran dan saling berwasiat tentang kesabaran.”
Ayat yang sebelumnya mengaskan bahwa semua manusia diliputi oleh
kerugian yang besar dan beraneka ragam. Ayat ketiga mengecualikan mereka
yang melakukan empat kegiatan pokok yaitu : Kecuali orang – orang yang
beriman, dan beramal amalan – amalan yang saleh yakni yang bermanfaat serta
saling berwasiat tentang kebenaran dan saling berwasiat tentang kesabaran dan
ketabahan.
Ulama membagi ajaran agama kepada dua sisi,
yaknipengetahuandanpengamalan.Akidah yang wajib diimani merupakan sisi
pengetahuan, sedang syariat merupakan sisi pengamalan. Atas dasar ini, para
ulama memahami alladziina aamanuu (orang yang beriman)dalam arti orang–
orang yang memiliki pengetahuan menyangkut kebenaran. Puncak kebenaran
adalah pengetahuan tentang ajaran–ajaran agama yang bersumber dari Allah swt.
kalau demikian sifat pertama yang dapat menyelamatkan seseorang dari kerugian
adalah pengetahuan tentang kebenaran itu.
35
Kata (عمل)„amal/pekerjaan,digunakan oleh al–Qur‟an untuk
menggambarkan penggunaan daya (dayapikir,fisik,qalbu,dandayahidup) yang
dilakukan dengan sadar oleh manusia dan jin.
Kata ( صا لح) shaalih terambil dari kata ( صلح) shaluha yang dalam kamus–
kamus bahasa al–Qur‟an sering dijelaskan sebagai antonim (lawan) dari kata
) faasid/rusak. Dengan demikian kata shaalih diartikan sebagai tiada (فاسد)
terhentinya ) kerusakan. Kata ini diartikan juga bermanfaat dan sesuai.22
Setiap amal saleh harus memiliki dua sisi yaitu:
Pertama,adalah wujud amal, yang biasanya terlihat di alam nyata. Di sini
orang lain dapat memberikan penilaian sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya.
Penilaian baik diberikan manakala kenyataan yang dilihatnya itu menghasilkan
manfaat dan menolak mudharat.
Kedua,adalah motif pekerjaan itu. Mengenai sisi ini hanya Allah swt yang
dapat menilainya. Rasul saw. bersabda :
“Setiap pekerjaan sesuai dengan niatnya” ( HR. Bukhari dan Muslim
melalui „Umar Ibn al – Khaththab ).
Dengan demikian, lebih jauh kita dapat berkata bahwa di sisi Allah, nilai
suatu pekerjaan bukan semata – mata dari bentuk lahiriah yang tampak di alam
nyata, tetapi yang lebih penting adalah niat pelakunya. Karena itu, dapat
dimengerti mengapa kalimat „amal shaalih banyak sekali digandengkan dengan
iman, karena iman inilah yang menentukan arah dan niat.
Disamping itu tidak seorang manusia pun yang dapat memastikan diterima
atau tidaknya suatu amal,karena dia hanya dapat melihat satu sisi dari suatu amal,
22
Ibid
36
yaitu sisi yang nyata saja. Ketika muncul sebuah pertanyaan, mengapa Allah SWT
tidak mau menerima amal-amal baik dari orang-orang yang tidak beriman
kepadaNya? Maka akan ditemuan dua jawaban yaitu:
Pertama, menurut uraian diatas bahwa penilaian di hari kemudian (akhirat)
adalah harus memenuhi syarat yang pertama yaitu iman kepada Allah SWT,
karena ketika manusia tidak beriman maka niatnya dalam melakukan kebaikan
pastilah hanya didasari oleh keinginan nafsu duniawiyah saja bukan karena
mengikuti perintahNya dan juga ingin menggapai ridhoNya. Bahkan terkadang
manusia yang beriman sekalipun ketika melakukan amal soleh juga tidak
menetapi pada syarat amal sholeh, seperti yang telah Allah SWT ingatkan dalam
Qs.Al-Baqoroh(2):264
ذين آمنوا ل ت بطلوا صدقاتكم بالمن والذى كالذي ي نفق ماله رئاء الناس ول ي ؤمن يا أي ها ال على درون بالله والي وم الخر فمث له كمثل صفوان عليه ت راب فأصابه وابل ف ت ركه صلدا ل ي ق
ا كسبوا والله ل ي هدي القوم الكافرين .شيء مم"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu membatalkan sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan mengganggu (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya‟ kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka keadaan
orang itu seperti batu licin yang daiatasnya ada tanah, lalu batu itu ditimpa
hujan lebat, maka menjadilah dia bersih(tidak bertanah/berdebu). Mereka
tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir”.
Kedua, bagi yang melakukan suatu pekerjaan namun ia tidak beriman, pada
hakikatnya ia tidak menantikan sesuatu di akhirat kelak. Karena ia tidak
mempercayainya, bahkan ketika itu ia tidak menantikan pahala sama sekali.
Sedangkan bagi mereka yang percaya akan adanya tuhan akan tetapi bukan Allah,
maka kalaupun ia mengharapkan pahala di akhirat nanti, namun pahala
37
tersebuttentunya tidak dinantikannya dari Allah SWT, melainkan dari tuhan yang
disembahnya, seperti matahari, bulan, bintang, atau apa saja yang di pertuhankan
olehnya, maka silahkan ia menuntut pada tuhan-tuhan itu. Jadi apabila seseorang
telah mampu melakukan amal saleh disertai dengan iman, maka ia telah
memenuhi dua dari empat hal yang harus dipenuhinya dalam rangka
membebaskan dirinya dari kerugian total. Namun dengan keduanya seseorang
baru membebaskan drinya dari setengah kerugian. Ia masih bertugas menyangkut
dua hal lainnya agar ia benar–benar selamat, beruntung, serta terjauh dari segala
kerugian.
Kata ( اتواصو ) tawaashau terambil dari kata (وصى) washaa, (وصية)
washiiyatan yang secara umum diartikan sebagai menyuruh secara baik. Kata ini
berasal dari kata (ارض واصية) ardhu waashiyah yang berarti tanah yang dipenuhi
atau bersinambung tumbuhannya. Berwasiat adalah tampil kepada orang lain
dengan kata–kata yang halus agar yang bersangkutan bersedia melakukan
sesuatu pekerjaan yang diharapkan dari padanya secara bersinambung.
Kata(الحق) al–haq berarti sesuatu yang mantap, tidak berubah. Sementara
ulama memahami kata al–haq pada ayat ini dalam arti Allah, yakni manusia
hendaknya saling ingat–mengingatkan tentang wujud, kuasa dan keesaan Allah
swt. serta sifat–sifat Nya yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa haq yang
dimaksud adalah Al-Qur‟an. Ini berdasar riwayat yangdisandarkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Surah ini secara keseluruhan berpesan agar seseorang tidak hanya
mengandalkan imannya saja tetapi juga amal salehnya, bahkan amal saleh pun
38
bersama iman belum cukup. Amal saleh bukan asal beramal. Amal pun beraneka
ragam, kali ini suatu amal dianjurkan, di kali lain mungkin bentuk amal yang
sama diwajibkan bahkan mungkin juga sebaliknya justru terlarang.
Menurut Fahrudin ar-Razi memahami kataAl-haq disini sebagai “sesuatu
yang mantap (tidak berubah) baik berupa ajaran agama yang benar, petunjuk akal
yang pasti maupun pandangan mata yang mantap.Al-haq tentunya tidak secara
mudah di ketahui atau di peroleh. Ia juga beraneka ragam, karena itu harus di cari
dan dipelajari yang sesuai dengan sumber-sumber ajaran agama, sebagaimana
harus pula diarahkan juga kepada objek-objek yang diduga keras dapat
menginformasikan haq(kebenaran) itu, dalam hal ini alam raya beserta mahluk
yang menghuninya. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa kata Al-haq dapat
mengandung arti pengetahuan. Karena mencari kebenaran bisa menghasilkan
ilmu, mencari keindahan menghasilkan seni, dan mencari kebaikan akan
menghasilkan etika.23
Saling berwasiat menyangkut haq(kebenaran) yang diperintahkan ini
mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan
kebenaran dari orang lain serta mengajarkannya kepada orang lain. Seseorang
belum lagi terbebaskan dari kerugian bila sekedar beriman beramal saleh, dan
mengetahui kebenaran itu untuk dirinya , tetapi ia berkewajiban untuk
mengajarkannya kepada orang lain. Selanjutnya sekaligus syarat yang dapat
membebaskan manusia dari kerugian total adalah saling wasiat-mewasiati
menyangkut kesabaran.
23
Ibid.103
39
Sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang baik
atau lebih baik. Secara umum kesabaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Pertama, sejalan dengan kecenderungan jiwanya, seperti ingin sehat , kaya,
meraih popularitas dan sebagainya. Di sini kesabaran dituntut bukan saja guna
memperoleh apa yang di senangi itu, tetapi juga ketika telah memperolehnya.
Ketika itu manusia harus mampu menahan diri agar kecenderungan tersebut tidak
mengantarkannya melampaui batas sehingga membawanya hanyut dan terjerumus
dalam bahaya.
Kedua, tidak sejalan dengan kecenderungan jiwa manusia yang selalu ingin
terbawa kepada debu tanah bukan Ruh ilahi. Disini manusia juga membutuhkan
kesabaran dan kehendak yang kuat agar tidak terbawa oleh panggilan yang rendah
itu.
Mungkin sesuatu yang tidak sejalan dengan kecenderungannya itu berupa
tuntutan-tuntutan ilahi, mungkin pula berupa malapetaka dan gangguan dari satu
pihak terhadap pribadi, keluarga atau harta bendanya. Di sini di tuntut
kesabarannya, dalam arti ia di tuntut untuk menekan gejolak nafsunya agar apa
yang di sebut di atas dapat di elakkannya. Baik ia mampu untuk membalas
gangguan tersebut bila pihak yang mengganggunya adalah manusia yang lemah,
maupun ia tidak mampu.
Demikian lebih kurang kesimpulan uraian Al-Quran menyangkut kesabaran,
yang dari padanya terlihat betapa sifat ini sangat di butuhkan oleh manusia, kapan
dan dalam situasi apapun ia berada. Wajar jika mereka yang mengabaikan sifat
ini, walaupun telah mengamalkan ketiga sifat yang di sebut di atas-masih belum
40
lagi memperoleh keuntungan, masih berada dalam kerugian, paling tidak
seperempat dari totalitasnya.
Kedua wasiat di atas mengandung makna bahwa kita di tuntut di samping
mengembangkan kebenaran dalam diri kita masing-masing, kita juga di tuntut
mengembangkannya pada diri orang lain. Manusia di samping sebagai makhluk
individu juga sebagai makhluk sosial.
Anda di tuntut untuk memperhatikan saya, sebagaimana saya di wajibkan
memperhatikan anda. Saya berkewajiban mengingatkan anda dan anda di harap
menerima peringatan itu, tetapi dalam saat yang sama anda harus memperingatkan
saya, dan saya pun dengan senang hati menerima peringatan anda. Kita semua
dalam satu kesatuan, topang-menopang dalam satu perjuangan serta dukung-
mendukung, karena kalau tidak, bukan hanya anda yang merugi saya pun ikut
rugi.
Surah ini secara keseluruhan berpesan agar seseorang tidak hanya
mengandalkan imannya saja. Tetapi juga amal salehnya bahkan amal saleh pun
bersama iman belum cukup. Amal saleh bukan asal beramal. Amal pun beraneka
ragam, kali ini suatu amal di anjurkan, di kali lain mungkin bentuk amal yang
sama di wajibkan bahkan mungkin juga sebaliknya justru terlarang. Apabila suatu
ketika anda hendak shalat, atau bahkan sedang shalat, tiba-tiba anda melihat suatu
bahaya yang mungkin akan menimpa seseorang, maka ketika itu shalat anda harus
di tangguhkan demi memelihara jiwa atau keselamatan orang tersebut.
Iman dan amal saleh tanpa ilmu belum juga cukup. Sungguh indah dan tepat
gambaran yang di berikan oleh murtadha muthahhari tentang keterkaitan antara
41
iman dan ilmu. Menurutnya: “ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan kita
dan iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan
alat-alat produksi dan akselerasi, sedang iman menetapkan haluan yang di tuju
serta memelihara kehendak yang suci. Ilmu adalah revolusi eksternal, sedang
iman adalah revolusi internal. Ilmu dan iman keduanya merupakan kekuatan,
kekuatan ilmu terpisah sedang kekuatan iman menyatu, keduanya adalah
keindahan dan hiasan,ilmu adalah keindahan akal, sedang iman keindahan jiwa.
Ilmu hiasan pikiran dan iman hiasan perasaan. Keduanya menghasilkan
ketenangan,ketenangan lahir oleh ilmu dan ketenangan batin oleh iman. Ilmu
memelihara manusia dari penyakit-penyakit jasmani dan malapetaka duniawi,
sedang iman memeliharanya dari penyakit-penyakit rohani dan komplek-komplek
kejiwaan serta malapetaka ukhrawi. Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan
lingkungannya,sedang iman menyesuaikannya dengan jati dirinya.”
Demikian surah Al–Ashr memberi petunjuk bagi manusia. Sungguh tepat
pendapat Imam Syafi‟i: “Kalaulah manusia memikirkan kandungan surah ini,
maka sesungguhnya cukuplah ia menjadi petunjuk bagi kehidupannya.”Maha
benar Allah dengan segala firman – nya. Wa Allah A‟lam.24
24
Ibid.103
42
BAB IV
ANALISIS
A. Tafsir Jalalain
Tafsir Jalalainmerupakan tafsir yang menggunakan bentuk bi Al-ra‟yi.
Karena dalam menafsirkan ayat demi ayat menggunakan hasil pemikiran atau
ijtihad para mufassir (meskipun tidak menafikan riwayat).Sebagaimana yang telah
diketahui, metode penafsiran ada 4 macam, yakni:
2. Metode Ijmali, yaitu metode yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an secara
global atau general (garis besar), berdasarkan urutan bacaan dan susunan
Al-Qur‟an.
3. Metode Tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat
Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya berdasarkan urutan ayat dalam Al-Qur‟an,
mulai dari mengemukakan kosa kata, munasabah (persesuaian) antar ayat,
antar surah, asbab Al-nuzul, dan lainnya.
4. MetodeMaudhu‟i(tematik),yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang
membahas masalah tertentu dari berbagai surah Al-Qur‟an kemudian
menjelaskan pengertian secara menyeluruh ayat-ayat tersebut sebagai
jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasannya (atau dapat
disebut pembahasan satu topik).
5. Metode Muqaran(perbandingan), yaitu membandingkan ayat-ayat Al-
Qur‟an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi yang berbicara
43
tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang
berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama.25
Dari definisi yang telah disebutkan, maka Tafsir Jalalain dapat digolongkan
pada tafsir yang menggunakan metode ijmali, karena sang mufassir telah
memaparkan penjelasannya secara global pada tafsir ini, serta dapat digolongkan
juga pada metode tahlili, dengan dalih penafsirannya yang mencakup beberapa
aspek keilmuan, seperti segi bahasa, maksud sebuah ayat, asbab an-nuzul, dan
lain lain.
Mufassir yang menggunakan metode Ijmalibiasanya menjelaskan ayat-ayat
Al-Qur‟an secara ringkas dengan bahasa populer dan mudah dimengerti. Ia akan
menafsirkan Al-Qur‟an secara sistematis dari awal hingga akhir.26
Di samping itu, penyajiannya diupayakan tidak terlalu jauh dari gaya (uslub)
bahasa Al-Qur‟an, , sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap
mendengar Al-Qur‟an, padahal yang didengar adalah tafsirnya.27
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, dengan latar belakang
seperti ini, dapat dipahami bahwa cara penafsiran yang dilakukan dalam
penyusunan kitab ini, Selain menjelaskan maksud sebuahkata, ungkapan atas ayat,
kitab ini menjelaskan faktor kebahasaan dengan menggunakan cara-cara berikut :
1. Langsung menerangkan kata dari segi sharaf-nya jika hal itu dianggap
penting untuk diperhatikan dengan mengambil bentuk struktur bentuk
25
Anshori, “Ulumul Qur‟an: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2013), .207.
26
Saiful Amin Ghofur, “Profil Para Mufasir Al-Qur‟an”, (Yogyakarta: Puataka Insan Madani,
2008).l18. 27
Nashruddin Baidan, “Metode Penafsiran Al-Qur‟an”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).67.
44
(wazan) katanya, menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika
dianggap belum dikenal atau mengandung makna yang agak khusus, dan
menjelaskan fungsi kata (subyek, obyek, predikat atau yang lain) dalam
kalimat. Menurut ilmu tafsir, cara penafsiran seperti itu disebut metode
tahlili.
2. Adapun yang dimaksud dengan corak penafsiran ialah suatu warna, arah,
atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah
karya tafsir. Jadi, kata kuncinya adalah terletak pada dominan atau tidaknya
sebuah pemikiran ide tersebut.28
Bila sebuah kitab tafsir mengandung banyak
corak (minimal tiga corak) dan kesemuanya tidak ada yang dominan karena
porsinya sama, maka inilah yang disebut corak umum.29
SedangkanTafsir Jalalainkarena uraiannya sangat singkat dan padat dan
tidak tampak gagasan/ide-ide atau konsep-konsep yang menonjol darimufassirnya,
maka jelas sekali sulit untuk memberikan label pemikiran tertentu terhadap
coraknya.
Karena itu pemakaian corak umum untuk Tafsir Jalalain terasa sudah tepat
kerena memang begitulah yang dijumpai dalam tafsiran yang diberikan dalam
kitab ini,30
artinya bahwa dalam tafsirnya tidak didominasi oleh pemikiran-
pemikiran tertentu melainkan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an sesuai dengan
kandungan maknanya.
Adapun mengenai corak tafsir ini, menggunakan corak sastra budaya
kemasyarakatan. Karena di dalamnya tidak hanya terdapat penjelasan mengenai
28
Ibid.388 29
Ibid. 30
Ibid.389
45
kebahasaan, akan tetapi juga banyak membahas cerita-cerita kemasyarakatan pada
zaman dahulu, sebagaimana kisah-kisah israiliyyat yang terdapat di dalamnya.
Secara historis, tafsir ini sudah masuk ke tanah Melayu pada abad ke-17
Masehi, bahkan diperkirakan sudah populer pada masa itu. Ini terbukti dengan
banyaknya manuskrip tafsir tersebut di Museum Nasional Jakarta. Pada abad ini,
Abdur Rouf Singkel telah membuat tafsir dalam bahasa Melayu yang berjudul
Tarjuman al Mustafid (penjelasan masalah yang berguna), yang dianggap kitab
tafsir pertama di tanah Melayu yang mempunyai hubungan dengan tafsir Jalalain.
Pada mulanya, Tarjuman Al-Mustafid dianggap saduran versi Melayu dari tafsir
Al-Baidlawi. Kesimpulan itu ternyata tidak tepat karena ternyata Tarjuman al
Mustafid adalah saduran versi Melayu dari tafsir Jalalain yang dilengkapi dengan
beberapa kutipan dari Tafsir Al-Baidlawi dan uraian yang luas tentang suratAl-
Kahfi dari Tafsir Al-Khazin. Kenyataan tersebut memberi dugaan bahwa Tafsir
Jalalain sudah dikenal sebelum penyaduran itu.31
B. Tafsir Al-Mishbah
Tafsir Al-Mishbah, menurut pakar tafsir Al-Azhar University, Dr. Abdul
Hay Al-Farmawi, dalam penafsiran Al-qur‟an dikenal empat macam metode
tafsir, yakni metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode
maudhu‟i. Tafsir Al-Mishbah secara khusus, agaknya dapat dikategorikan dalam
metode tafsir tahlili.
31
Abdullah Taufiq, “Ensilkopedi Islam”.199
46
Metode tafsir tahlili merupakan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan
mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran
dengan mengikuti tertib susunan surat-surat dan ayat-ayat sebagaimana urutan
mushaf Alquran, dan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya: dari segi
kebahasaan, sebab turun, hadis atau komentar sahabat yang berkaitan, korerasi
ayat dan surat, dll.
Secara khusus, biasanya ketika Quraish Shihab menafsirkan Alquran,
menjelaskan terlebih dahulu tentang surat yang hendak ditafsirkan: dari mulai
makna surat, tempat turun surat, jumlah ayat dalam surat, sebab turun surat,
keutamaan surat, sampai kandungan surat secara umum. Kemudian Quraish
Shihab menuliskan ayat secara berurut dan tematis, artinya, menggabungkan
beberapa ayat yang dianggap berbicara suatu tema tertentu. Selanjutnya, Quraish
Shihab menerjemahkan ayat satu persatu, dan menafsirkannya dengan
menggunakan analisis korelasi antar ayat atau surat, analisis kebahasaan, riyawat-
riwayat yang bersangkutan, dan pendapat-pendapat ulama telah terdahulu.
Dalam hal pengutipan pendapat ulama lain, Quraish Shihab menyebutkan
nama ulama yang bersangkutan. Di antara ulama yang menjadi sumber
pengutipan Quraish Shihab adalah Muhammad Thahir Ibnu `Asyur dalam
tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir; Muhammad Husain ath-Thabathaba‟i dalam
tafsirnya Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur‟an;Al-Biqa‟i; asy-Sya`rawi; Al-Alusi; Al-
Ghazali; dll. Walau dalam menafsirkan Alquran, Quraish Shihab sedikit
banyaknya mengutip pendapat orang lain, namun sering kali dia mencantumkan
pendapatnya, dan dikontektualisasi pada keadaan Indonesia.
47
1. Corak Penafsiran
Kemudian dalam menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, yang
diperhatikan adalah hal yang dominan dalam tafsir tersebut. Menurut Dr. Abdul
Hay Al-Farmawi menjelaskan bahwa dalam tafsir tahlili ada beberapa corak
penafsiran, yakni tafsir bi Al-Ma`tsur, tafsir bi ar-Ray`, tafsir ash-Shufi, tafsir Al-
Fiqhi, tafsir Al-Falsafi, tafsir Al-`Ilmi, dan tafsir Al-Adabi Al-Ijtima`i.
Dari pengamatan penulis pada Tafsir Al-Mishbah, bahwa tafsir ini bercorak
tafsir Al-Adabi Al-Ijtima`i. Corak tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan
balaghah dan kemukjizatan Al-quran, menjelaskan makna dan kandungan sesuai
hukum alam, memperbaiki tatanan kemasyarakatan umat, dll.
Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk memperbaiki tatanan kehidupan
sosial sungguh kuat, sehingga masalah disiplin lalu lintas pun disinggung dalam
tafsirannya, walau pun mungkin sebagai contoh. Jadi wajar dan sangat pantas
sekali, kalau tafsirnya ini digolongkan dalam corakAl-Adabi Al-Ijtima`i.
Quraish Shihab kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud oleh ulama
Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha‟ muallaq dan qadha‟ mubram. Ada
ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak
terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya
yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali.
2. Pendapat Para Ulama
Terdapat banyak sekali pujian terhadapTafsir Al-Mishbah ini. Dengan
segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, satu kesepakatan, bahwa satu-
48
satunya buku tafsir Indonesia yang paling banyak diminati adalah Tafsir Al-
Mishbah: dari mulai kalangan menengah sampai kalangan terdidik.
Dari sini, wajar ketika pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M.
Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab
pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang.
KH. Abdullah Gymnastiar – Aa Gym menjelaskan, “Setiap kata yang lahir
dari rasa cinta, pengetahuan yang luas dan dalam, serta lahir dari sesuatu yang
telah menjadi bagian dirinya niscaya akan memiliki kekuatan daya sentuh, daya
hunjam dan daya dorong bagi orang-orang yang menyimaknya. Demikianlah yang
saya rasakan ketika membaca tulisan dari guru yang kami cintai, Prof. Dr. M.
Quraish Shihab.” Hj. Khofifah Indar Parawansa, “Sistematika tafsir ini sangat
mudah dipahami dan tidak hanya oleh mereka yang mengambil studi Islam
khususnya tetapi juga sangat penting dibaca oleh seluruh kalangan, baik
akademis, santri, kyai, bahkan sampai kaum muallaf.”
Ir. Shahnaz Haque, “Membaca buku-buku M. Quraish Shihab, kita sangat
beruntung karena pakar ini berani dan mampu membuka kerang dan menunjukkan
mutiara-mutiara yang ada di dalamnya, hal yang memang dicari oleh umat yang
sedang dahaga akan bantuan serta keindahan.” Chrismansyah Rahadi – Chrisye,
“Kebebasan untuk menafsirkan sesuai dengan kemampuan pemikiran kita,
tentunya dengan dasar-dasar Al-Quran dan Hadits, dan berpijak pada ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan Allah SWT. Penulisannya sangat komunikatif dan
dapat dibayangkan visualisasinya.” Ala kulli hal, tafsir ini sangat bermanfaat dan
penting untuk dibaca dan dikaji.
49
3. Kelebihan dan Kelemahan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Tafsir Al-Mishbah adalah tafsir
yang sangat penting di Indonesia, yang tentunya memiliki banyak kelebihan. Di
antaranya:
a. Tafsir ini sangat kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan,
dalamnya banyak merespon beberapa hal yang aktual di dunia Islam
Indonesia atau internasional.
b. Quraish Shihab meramu tafsir ini dengan sangat baik dari berbagai
tafsir pendahulunya, dan meraciknya dalam bahasa yang mudah
dipahami dan dicerna, serta dengan sistematika pembahasan yang
enak diikuti oleh para penikmatnya.
c. Quraish Shihab orang yang jujur dalam menukil pendapat orang lain,
ia sering menyebutkan pendapat pada orang yang berpendapat.
d. Quraish Shihab juga menyebutkan riwayat dan orang yang
meriwayatkannya. Dan masih banyak keistimewaan yang lain.
e. Dalam menafsirkan ayat, Quraish Shihab tidak menghilangkan
korelasi antar ayat dan antar surat.
Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh Tafsir Al-Mishbah, tafsir ini
juga memiliki berbagai kelemahan, diantaranya;
a. Dalam berbagai riwayat dan beberapa kisah yang dituliskan oleh
Quraish dalam tafsirnya, terkadang tidak menyebutkan perawinya,
sehingga sulit bagi pembaca, terutama penuntut ilmu, untuk merujuk
dan berhujjah dengan kisah atau riwayat tersebut. Sebagai contoh
50
sebuah riwayat dan kisah Nabi Shaleh dalam tafsir surat Al- A`raf
ayat 78.
b. Menurut sebagian sementara Islam di Indonesia, beberapa penafsiran
Quraish dianggap keluar batas Islam, sehingga tidak jarang Quraish
Shihab digolongkan dalam pemikir liberal Indonesia. Sebagai contoh
penafsirannya mengenai jilbab, takdir, dan isu-isu keagamaan lainnya.
Namun, menurut penulis sendiri, tafsiran ini merupakan kekayaan
Islam, bukan sebagai pencorengan terhadap Islam itu sendiri.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan beberapa hal:pertama,
nama lengkap Tafsir Al-Mishbah adalah Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan
Keserasian Al-Qur‟an, terdiri dari 30 juz Al-quran, dan lima belas volume.Kedua,
nama pengarangtafsir ini adalah Muhammad Quraish Shihab bin Abdurrahman
Shihab, seorang ulama kontemporer Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas
tertua di dunia, Al-Azhar University, lahir di Sulawesi Selatan, dan sekarang
masih aktif menulis dan memberikan kontribusi positif bagi umat Islam,
khususnya Indonesia.Ketiga, metode yang digunakan dalam Tafsir Al-Mishbah
adalah metode tahlili, sedangkan corak yang digunakan corak tafsir Al-Adabi Al-
Ijtima`i. Keempat, kelebihan dalam Tafsir Al-Mishbah sangat banyak sekali, kalau
pun ada kekurangannya tidak dapat menghilangkan kelebihannya yang sangat
dominan. Oleh sebab itu, tidak jarang ulama kontemporer memuji tafsir tersebut,
atau bahkan menjadikannya rujukan studi Islam secara ilmiah, dan dijadikan
hujjah.
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Tafsir Jalalain
Nama lengkap Jalaluddin Al-Mahally adalah Muhammad bin Ahmad bin
Ibrahim bin Ahmad bin Hashim Al-Jalal Abu Abdillah bin Al-Syihab Abi
Al-‟Abbas bin Al-Kamal Al-Ansari Al-Mahalli Al-Qahiri Al-Syafii. Beliau
dilahirkan di mesir pada bulan Syawal tahun 791H dan wafat pada tahun
864 H di Mesir.
Nama lengkap Jalaluddin as-Suyuthi ialah Al-Hafidh Jalal Al-Din Abu
Al-Fadhil Abdurrahman ibn Abi Bakar ibn Muhammad ibn Tsabiq Al-Din
ibn Al-Fakhri Usman ibn Naziruddin Muhammad ibn Syaifuddin Khudari
ibn Najmuddin Abi Ashila Ayyub ibn Nashir Allaini Muhammad ibn Al-
Syaikh Hamam Al-Din Al-Hammam Al-Khudairi as-Suyuthi. Beliau lahir
pada tahun 849 H atau sekitar 1445 M. dan wafat pada 911 H.
Jalaluddin Al-Mahally merupakan guru dari Jalaluddin as-Suyuthi. Tafsir
Jalalain pada awalnya ditulis oleh Jalaluddin Al-Mahally, namun sebelum
beliau menyelesaikan karangannya, beliau lebih dahulu wafat, sehingga
karangannya diselesaikan oleh muridnya, yaitu Jalaluddin As-Suyuthi.
Latar belakang penulisan tafsir Jalalain ialah karena keprihatinan sang
mufassir akan merosotnya bahasa Arab dari kurun ke kurun dikarenakan
banyaknya bahasa ajam (selain arab) yang masuk ke negara Arab, dan Al-
Qur‟an telah diyakini sebagai sumber bahasa Arab yang paling autentik,
52
maka untuk mendapatkan kaidah yang benar, pengkajian dan pemahaman
terhadap Al-Qur‟an harus dilakukan.
Tafsir Jalalain dapat digolongkan pada tafsir yang menggunakan metode
ijmali, karena sang mufassir telah memaparkan penjelasannya secara global
pada tafsir ini, serta dapat digolongkan juga pada metode tahlili, dengan
dalih penafsirannya yang mencakup beberapa aspek keilmuan, seperti segi
bahasa, maksud sebuah ayat, asbab an-Nuzul, dan lain lain. Adapun
mengenai corak tafsir ini, menggunakan corak sastra budaya
kemasyarakatan. Karena di dalamnya tidak hanya terdapat penjelasan
mengenai kebahasaan, akan tetapi juga banyak membahas cerita-cerita
kemasyarakatan pada zaman dahulu, sebagaimana kisah-kisah israiliyyat
yang terdapat di dalamnya.
2. Tafsir Al-Mishbah
Nama lengkap Tafsir Al-Mishbah adalah Tafsir Al-Mishbah: Pesan,
Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, terdiri dari 30 juz Al-qur‟an, dan lima
belas volume
Nama pengarangtafsir ini adalah Muhammad Quraish Shihab bin
Abdurrahman Shihab, seorang ulama kontemporer Indonesia yang menuntut
ilmu di Universitas tertua di dunia, Al-Azhar University, lahir di Sulawesi
Selatan, dan sekarang masih aktif menulis dan memberikan kontribusi
positif bagi umat Islam, khususnya Indonesia.
Metode yang digunakan dalam Tafsir Al-Mishbah adalah metode tahlili,
sedangkan corak yang digunakan corak tafsir Al-Adabi Al-Ijtima`i.kelebihan
53
dalam Tafsir Al-Mishbah sangat banyak sekali, kalau pun ada
kekurangannya tidak dapat menghilangkan kelebihannya yang sangat
dominan. Oleh sebab itu, tidak jarang ulama kontemporer memuji tafsir
tersebut, atau bahkan menjadikannya rujukan studi Islam secara ilmiah.
54
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qusthunthonni, Mushtafa bin Abdillah. 1992. “Kasyf Al-Dzunun”. juz 1.
Beirut: Dar Al-Kutub Al-‟Ilmiyah
Amin, Ghofur Saiful. 2008. “Profil Para Mufasir Al-Qur‟an”. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
Anshori. 2013. “Ulumul Qur‟an: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan”.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Baidan, Nashruddin. 2002. “Metode Penafsiran Al-Qur‟an”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baidan, Nashruddin.2005. “Wawasan Baru Ilmu Tafsir”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mahmud, Mani‟ Abdul Halim. 2006. “Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode para Ahli Tafsir”. Jakarta:PT. Raja Grafindo.
Syibromasili, Faizah Ali. 2010. “Tafsir Bi Al-Ma‟tsur”. Jakarta: PT.
Siwibakti Darma.
Taufiq, Abdullah. 2001. “Ensilkopedi Islam”. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
http://ruruls4y.wordpress.com/2012/05/29/metodologi-penelitian-tafsir-jalalain/
http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=3&id=196
Ibn `Asyur, Muhammad ath-Thahir. Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir. Tunis: Dar as-
Suhnun, 1997.
55
Al-Farmawi, Abdul Hayy. Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu‟i.
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab, didownload 15 juni
2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur‟an. Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume IX.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur‟an. Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume IV.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur‟an. Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume III
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Al-Mizan, 1999.
Ath-Thabathaba‟i, Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur‟an. Bairut:
Muassasah Al-A`lami li Al-Mathbu`at, 1991.
Ali, Atabik. Kamus Kontemporer Arab – Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Ali
Maksum Pomdol Pesantren Krapyak, 1996.