tabloid jubi online

2
Muntaber Serang Warga Dogiyai Ratusan Tewas Contributed by Administrator Monday, 28 July 2008 Jubi – Korban Tewas akibat Muntaber dan Kolera di Kabupaten Dogiyai telah menembus angka 172 jiwa. Pemerintah mengaku telah menangani kasus ini sejak awal. Lalu mengapa jumlahnya terus bertambah? Sejak april lalu, setidaknya sudah 172 warga Lembah Kamuu, Kabupaten Dogiyai meninggal dunia. Mereka terserang penyakit muntaber dan Kolera. Saat ini wabah sudah menyerang 17 kampung dari dua distrik dilembah Kamuu, Kabupaten Dogiyai yang baru diresmikan Juli lalu. “Data yang kami himpun saat ini wabah sudah menyebar hingga 2 kampung di satu distrik di Kabupaten Paniai. Jumlah korban meninggal dunia sampai dengan 14 Juli sudah mencapai 156 orang, sedangkan data yang terkumpul hingga 21 Juli, korban meninggal dunia sudah mencapai 172 orang,” kata DR Benny Giay dari Biro Keadilan dan Perdamaian bagi keutuhan Ciptaan (KPKC) Sinode Gereja KINGMI Papua. Awal munculnya wabah Mutaber dan Kolera ini dimulai tanggal 6 April 2008 di Ekemanida dan Idakotu, kampung dekat ibukota Distrik Kamuu Moanemani. Setelah Setelah 3 minggu wabah menyerang dan korban sudah mencapai puluhan orang, Puskesmas lalu menurunkan tim sesuai kemampuan seperti pengobatan diare biasa dan pemberian oralit. Karena tidak membuat perubahan, kepala puskesmas lalu membuat laporan kepada Dinas kesehatan Kabupaten Nabire. Tim dari Nabire datang ke Moanemani baru tanggal 7 Mei. Tim kesehatan lalu melakukan pengobatan massal kepada masyarakat selama 5 hari dan kembali ke Nabire tanggal 12 Mei. “Tim Dinas kesehatan Nabire ini mengatakan wabah ini sudah teratasi dan tidak ada korban lagi. Itu sebabnya mereka kembali. Kenyataannya terhitung sejak tanggal 13 Mei hingga 8 Juli korban yang meninggal dunia terus bertambah hingga mencapai 110 orang,” kata Yones Douw ketua koordinator perdamaian da keadilan daerah Nabire, Paniai dan Puncak Jaya. 110 korban ini berasal dari Ekemanida, Idakotu, Dogimani, Denemani, Makidimi (Apagougi), Dikiyouw (Mauwa), Kimupugi, Duntek, Bukapa, Idakebo, pugatadi I, Goodide, Ekimani/Nuwa dan Boduda. Menurut Douw, setelah dipublikasikan di berbagai media, akhirnya datang tim dari MSF (Medecins Sans Frontieres) yang membantu masyarakat selama 2 minggu. Kemudian tanggal 6 Juni, tim Oxfam tiba di Moanemani. Mereka membantu perbaikan pipa air, kelambu di ruang perawat dan tempat tidur perawat . Pada tanggal yang sama juga tim Dinas kesehatan Kabupaten Nabire tiba. Ini kali kedua tim Dinkes Nabire datang ke Moanemani untuk mengadakan pengobatan massal. Mereka berada di Lembah Kamuu selama 5 hari, lalu kembali ke Nabire tanggal 11 Mei. Hingga tanggal 28 Mei wabah berhenti, namun sejak 2 Juli wabah timbul lagi di kampung Ekemanida dan terus berlanjut hingga sekarang. “Keuskupan Timika kemudian menurunkan tim medis bekerja sama dengan yayasan Caritas Timika . Mereka menemukan kasus Muntaber dan Kolera, namun karena keterbatasan kemampuan personil dan biaya maka layanan ini tidak mampu menjawab semua kebutuhan di lapangan,” kata Br. J. Budi Hermawan, OFM dari sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Jayapura. Atas keprihatinan ini, Persekutuan Gereja Gereja Papua (PGGP) kamis (27/7) datang ke Kantor Gubernur Provinsi Papua untuk mengadukan wabahyang melanda Dogiyai kepada gubernur. Sayangnya Gubernur tidak dapat menemui mereka karena sedang mengikuti acara turun kampung (turkam) di Senggi,Kabupaten Keerom. “Situasi sangat darurat, namun pemerintah tidak mau bergerak cepat. Mereka meminta kami menunggu hingga tanggal 31 Juli nanti, setelah turkam berakhir. Mungkin jika jumlahnya sudah ribuan, baru menjadi perhatian pemerintah,” kata Bruder Budi. Mereka kemudian meminta untuk dipertemukan dengan sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, itupun tidak dikabulkan. Akhirnya, Senin 28 Juli 2008 SKP Keuskupan Timika, Biro KPKC Sinode KIGMI Papua, SKP Keuskupan Jayapura dan KPKC Sinode GKI di Tanah Papua mengeluarkan release bersama yang intinya meminta pemerintah melakukan investigasi untuk mencari penyebab sebenarnya wabah ini agar tidak terjadi kecuriagaan di masyarakat. “Jika tidak ada penjelasan yang baik di masyarakat, masyarakat akan berusaha mencari alasan mengapa mereka sakit, meninggal dan tidak bisa di obati. Kebenaran yang lahir bisa saja justru mengakibatkan kerusuhan massa seperti penyakit ini karena guna-guna atau penyakit ini karena diracun intel dan seterusnya. Sebab itu pengobatan sangat penting, dilanjutkan dengan penyuluhan agar masyarakat tahu pasti apa yang di derita mereka,” Kata DR. Neles Tebay, Pr, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologia (STFT) Fajar Timur, Abepura. Wakil ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) geram dengan berkepanjangannya kasus muntaber dan Kolera di Dogiyai. “Saya pikir masalah ini sudah selesai, jika ternyata tidak! Kami akan panggil gubernur untuk jelaskan permasalahan ini.” katanya. Menurutnya Program turkam itu penting, karena akan mensejahterahkan masyarakat. Tapi jika masyarakatnya sakit, bagaimana bisa sejahtera. “Kalau data tokoh-tokoh agama ini benar, maka gubernur harus tegas menghukum aparatnya. Gubernur harus memecat kepala dinas kesehatan, karena menyembunyikan kasus yang telah menelan banyak nyawa rakyat,” lanjut Komarudin. Kepala dinas kesehatan Provinsi Papua, dr. Bagus Sukaswara saat dihubungi Senin (28/7) sulit sekali tersambung karena berada di Tanah merah, Kabupaten Boven Digul menemani Gubernur yang sedang melakukan program turun kampung. Ia baru bisa dihubungi setelah berbagai berita dotcom mengeluarkan pernyataan para tokoh agama. “Persoalan ini sudah kami tangani sejak minggu ke empat April. Kami juga sudah menurunkan tim beberapa kali bulan Mei dan awal Juni. Dan ketika keadaan sudah dianggap baik, tim kami tarik kembali,” ujar dr. Bagus. Ia membenarkan bahwa korban meninggal disebabkan oleh Kuman vibrio kolera, namun sudah teratasi. Tabloid Jubi Online http://www.tabloidjubi.com Powered by Joomla! Generated: 27 September, 2008, 08:32

Upload: aliansi-mahasiswa-papua

Post on 22-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Tabloid Jubi Online

Muntaber Serang Warga Dogiyai Ratusan Tewas Contributed by AdministratorMonday, 28 July 2008

Jubi – Korban Tewas akibat Muntaber dan Kolera di Kabupaten Dogiyai telah menembus angka 172 jiwa.Pemerintah mengaku telah menangani kasus ini sejak awal. Lalu mengapa jumlahnya terus bertambah?

Sejak april lalu, setidaknya sudah 172 warga Lembah Kamuu, Kabupaten Dogiyai meninggal dunia. Mereka terserangpenyakit muntaber dan Kolera. Saat ini wabah sudah menyerang 17 kampung dari dua distrik dilembah Kamuu,Kabupaten Dogiyai yang baru diresmikan Juli lalu. “Data yang kami himpun saat ini wabah sudah menyebarhingga 2 kampung di satu distrik di Kabupaten Paniai. Jumlah korban meninggal dunia sampai dengan 14 Juli sudahmencapai 156 orang, sedangkan data yang terkumpul hingga 21 Juli, korban meninggal dunia sudah mencapai 172orang,” kata DR Benny Giay dari Biro Keadilan dan Perdamaian bagi keutuhan Ciptaan (KPKC) Sinode GerejaKINGMI Papua.Awal munculnya wabah Mutaber dan Kolera ini dimulai tanggal 6 April 2008 di Ekemanida dan Idakotu, kampung dekatibukota Distrik Kamuu Moanemani. Setelah Setelah 3 minggu wabah menyerang dan korban sudah mencapai puluhanorang, Puskesmas lalu menurunkan tim sesuai kemampuan seperti pengobatan diare biasa dan pemberian oralit.Karena tidak membuat perubahan, kepala puskesmas lalu membuat laporan kepada Dinas kesehatan KabupatenNabire. Tim dari Nabire datang ke Moanemani baru tanggal 7 Mei. Tim kesehatan lalu melakukan pengobatan massalkepada masyarakat selama 5 hari dan kembali ke Nabire tanggal 12 Mei. “Tim Dinas kesehatan Nabire inimengatakan wabah ini sudah teratasi dan tidak ada korban lagi. Itu sebabnya mereka kembali. Kenyataannya terhitungsejak tanggal 13 Mei hingga 8 Juli korban yang meninggal dunia terus bertambah hingga mencapai 110 orang,”kata Yones Douw ketua koordinator perdamaian da keadilan daerah Nabire, Paniai dan Puncak Jaya. 110 korban iniberasal dari Ekemanida, Idakotu, Dogimani, Denemani, Makidimi (Apagougi), Dikiyouw (Mauwa), Kimupugi, Duntek,Bukapa, Idakebo, pugatadi I, Goodide, Ekimani/Nuwa dan Boduda.Menurut Douw, setelah dipublikasikan di berbagai media, akhirnya datang tim dari MSF (Medecins Sans Frontieres)yang membantu masyarakat selama 2 minggu. Kemudian tanggal 6 Juni, tim Oxfam tiba di Moanemani. Merekamembantu perbaikan pipa air, kelambu di ruang perawat dan tempat tidur perawat . Pada tanggal yang sama juga timDinas kesehatan Kabupaten Nabire tiba. Ini kali kedua tim Dinkes Nabire datang ke Moanemani untuk mengadakanpengobatan massal. Mereka berada di Lembah Kamuu selama 5 hari, lalu kembali ke Nabire tanggal 11 Mei. Hinggatanggal 28 Mei wabah berhenti, namun sejak 2 Juli wabah timbul lagi di kampung Ekemanida dan terus berlanjut hinggasekarang.“Keuskupan Timika kemudian menurunkan tim medis bekerja sama dengan yayasan Caritas Timika . Merekamenemukan kasus Muntaber dan Kolera, namun karena keterbatasan kemampuan personil dan biaya maka layanan initidak mampu menjawab semua kebutuhan di lapangan,” kata Br. J. Budi Hermawan, OFM dari sekretariatKeadilan dan Perdamaian (SKP) Jayapura.Atas keprihatinan ini, Persekutuan Gereja Gereja Papua (PGGP) kamis (27/7) datang ke Kantor Gubernur ProvinsiPapua untuk mengadukan wabahyang melanda Dogiyai kepada gubernur. Sayangnya Gubernur tidak dapat menemuimereka karena sedang mengikuti acara turun kampung (turkam) di Senggi,Kabupaten Keerom. “Situasi sangatdarurat, namun pemerintah tidak mau bergerak cepat. Mereka meminta kami menunggu hingga tanggal 31 Juli nanti,setelah turkam berakhir. Mungkin jika jumlahnya sudah ribuan, baru menjadi perhatian pemerintah,” kata BruderBudi. Mereka kemudian meminta untuk dipertemukan dengan sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, itupun tidakdikabulkan.Akhirnya, Senin 28 Juli 2008 SKP Keuskupan Timika, Biro KPKC Sinode KIGMI Papua, SKP Keuskupan Jayapura danKPKC Sinode GKI di Tanah Papua mengeluarkan release bersama yang intinya meminta pemerintah melakukaninvestigasi untuk mencari penyebab sebenarnya wabah ini agar tidak terjadi kecuriagaan di masyarakat.“Jika tidak ada penjelasan yang baik di masyarakat, masyarakat akan berusaha mencari alasan mengapa merekasakit, meninggal dan tidak bisa di obati. Kebenaran yang lahir bisa saja justru mengakibatkan kerusuhan massa sepertipenyakit ini karena guna-guna atau penyakit ini karena diracun intel dan seterusnya. Sebab itu pengobatan sangatpenting, dilanjutkan dengan penyuluhan agar masyarakat tahu pasti apa yang di derita mereka,” Kata DR. NelesTebay, Pr, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologia (STFT) Fajar Timur, Abepura.Wakil ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) geram dengan berkepanjangannya kasus muntaber dan Koleradi Dogiyai. “Saya pikir masalah ini sudah selesai, jika ternyata tidak! Kami akan panggil gubernur untuk jelaskanpermasalahan ini.” katanya. Menurutnya Program turkam itu penting, karena akan mensejahterahkanmasyarakat. Tapi jika masyarakatnya sakit, bagaimana bisa sejahtera.“Kalau data tokoh-tokoh agama ini benar, maka gubernur harus tegas menghukum aparatnya. Gubernur harusmemecat kepala dinas kesehatan, karena menyembunyikan kasus yang telah menelan banyak nyawa rakyat,”lanjut Komarudin.Kepala dinas kesehatan Provinsi Papua, dr. Bagus Sukaswara saat dihubungi Senin (28/7) sulit sekali tersambungkarena berada di Tanah merah, Kabupaten Boven Digul menemani Gubernur yang sedang melakukan program turunkampung. Ia baru bisa dihubungi setelah berbagai berita dotcom mengeluarkan pernyataan para tokoh agama.“Persoalan ini sudah kami tangani sejak minggu ke empat April. Kami juga sudah menurunkan tim beberapa kalibulan Mei dan awal Juni. Dan ketika keadaan sudah dianggap baik, tim kami tarik kembali,” ujar dr. Bagus. Iamembenarkan bahwa korban meninggal disebabkan oleh Kuman vibrio kolera, namun sudah teratasi.

Tabloid Jubi Online

http://www.tabloidjubi.com Powered by Joomla! Generated: 27 September, 2008, 08:32

Page 2: Tabloid Jubi Online

Pada awalnya diperkirakan bahwa penularan ini terjadi melalui air yang tercemar. Namun ternyata kasus ini kemudianmeningkat kembali pada awal bulan Juni. “Sesudah diselidiki, penyebab peningkatan kasus ini adalah akibatpenularan dari orang ke orang. Rata-rata yang sakit dan meninggal adalah mereka yang sebelumnya mengunjungipenderita yang sakit atau yang telah meninggal dunia akibat penyakit ini,” lanjut dr. Bagus.“Yang dilakukan itu di antaranya adalah mencari penderita dan memberikan pengobatan massal, melakukaninvestigasi kematian, dan memberikan pengobatan langsung pada orang-orang di sekitar mereka yang meninggal akibatpenyakit ini. Di Puskesmas Moanemani telah didirikan Cholera Treatment Center untuk mengisolasi mereka yangterkena penyakit ini sehingga tidak menulari orang-orang lain,” katanya. Selain itu telah pula dilakukanpengobatan anti-biotik ke semua penduduk di kampung-kampung Dumtek, Ekimani, Ekimanida dan Idakotu untukmemutuskan mata rantai penyebaran penyakit. Pemantauan ketat tetap dilakukan selama dua minggu sesudahpenurunan kasus. Pos oralit juga dididirikan di masing-masing kampung, khususnya yang memiliki kematian tinggi.“Sekarang ini ada 3 (tiga) orang dokter pemerintah yang ditempatkan di Moanemani. Sebelumnya ada 2 orangdokter MSF dan Oxfarm, 8 orang perawat pemerintah dan MSF, 4 orang ahli kesehatan dari Oxfarm dan sejumlahsarjana kesehatan masyarakat. Mereka terus bekerja bersama-sama dengan para tokoh gereja dan masyarakat untukmenangani penyakit ini,” lanjutnya.Untuk kejadian ini, Pemerintah Provinsi Papua benar-benar prihatin dengan Kejadian Luar Biasa ini. Untuk itu upaya-upaya akan terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa penyakit diare-kolera ini bisa ditanggulangi dan tidak menyebarke daerah-daerah yang lain. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktor – termasuk di antaranyaadalah perilaku hidup sehat pada masyarakat setempat. Untuk itu, selain menyelenggarakan pengobatan, pemerintahmemberikan fokus pada penyuluhan hygiene perorangan dan mendekatkan air bersih ke masyarakat.Data yang dikantongi pemerintah Provinsi Papua hingga akhir april sekitar 81 orang. Sekretaris daerah (Sekda) ProvinsiPapua, Tedjo Suprapto menegaskan bahwa kasus kolera muntaber di Dogiyai sudah ditangani sejak awal, sehinggadatanya tidak sebesar yang diberitakan tokoh agama. “Nanti hari kamis kami akan melakukan pertemuanbersama dengan tokoh-tokoh agama mengenai permasalahan ini. Dimana letak perbedaannya akan kami bahas,termasuk nama nama korban meninggal dunia. Saya rasa Ini hanya masalah koordinasi saja,” kata Sekda. (AngelFlassy)

Tabloid Jubi Online

http://www.tabloidjubi.com Powered by Joomla! Generated: 27 September, 2008, 08:32