tabel 2.1 penelitian terdahulu
TRANSCRIPT
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada bab ini peneliti ingin memaparkan beberapa studi terdahulu yang
berisikan tentang hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan merupakan pembeda
dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu hasil dari penelitian
terdahulu ini juga mencadi bahan acuan bagi peneliti dalam melaksanankan
penelitian ini. Berikut merupakan tabel yang menenrangkan tentang penelitian
terdahulu:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian
1. Semuel Tandi Sala,
Andi Zulkifli dan
Sukri Palutturi (2018)
Kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten
Mamberamo Tengah
Pada Program
Kesehatan Ibu dan
Anak
Kinerja,
program
kesehatan ibu
dan anak
Latar belakang penelitian ini
memfokuskan program kesehatan
ibu dan anak (KIA) di Dinas
Kesehatan Kabupaten Mamberamo
Tengah yang berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM)
menunjukkan bahwa semua
cakupan program KIA tersebut
masih dibawah standar pencapaian
target SPM.
21
Sasaran dalam program ini adalah
dinas kesehatan dan tenaga
kesehatan bidan yang merupakan
cikal bakal pelaksanaan program
tersebut berjalan dengan baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada sebagian bidan
puskesmas yang belum mampu dan
terampil dalam menjalakan
program tersebut adapun juga
sebagian petugas kesehatan belum
memiliki surat tanda registrasi
bidan sebagai jaminan kualitas
tenaga kesehatan. Keterbatasan
dana bagi sebagian puskesmas
serta penggunaanya tidak tepat
sasaran dan juga adanya
keterlambatan realisasi anggaran.
Dalam cakupan program yang
masih rendah dengan indikator
standar pelayanan minimal (SPM)
yang telah ditentukan dari
22
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Disimpulkan bahwa
pelaksanaan dari program tersebut
di Dinas Kesehatan Kabupaten
Mamberamo Tengah belum
berjalan maksimal dan belum
mencapai sasaran yang diharapkan.
2. R. Maria Low Dhika
Febri Wulandari,
Triatmi Andri
Yanuarini dan
Suwoyo (2018)
Hubungan Motivasi
Terhadap Kinerja
Kader pada Program
Gerakan Menekan
Angka Kematian Ibu
dan Bayi (Gemakiba)
Kinerja,
Gerakan
Menekan
Angka
Kematian Ibu
dan Bayi
(GEMAKIBA)
Penelitian ini memfokuskan
bagaimana menekan angka
kematian ibu (AKI) Kediri
membuat program Gerakan
Menekan Angka Kematian Ibu dan
Bayi (GEMAKIBA) di 10
Puskesmas dan juga refreshing
deteksi dini resiko tinggi ibu hamil
oleh kader.
Hasil penelitian ini bahwa
pelaksanaan program GEMAKIBA
mengukur perilaku kader atas
kerjasama yang baik antar kader,
bidan petugas puskesmas serta
masyarakat. Hubungan antara
23
motivasi terhadap kinerja kader
pada program GEMAKIBA ini
karena adanya keinginan kader
dalam menambah wawasan tentang
kesehatan.
3. Annisa
Kusumawardani, Sri
Handayani (2018)
Karakteristik Ibu dan
Faktor Risiko
Kejadian Kematian
Bayi di Kabupaten
Banjarnegara.
Faktor resiko,
Kematian bayi
Latar belakang penelitian ini
adalah salah satu faktor kasus
kematian bayi di Banjarnegara
dikarenakan daerah dataran tinggi
akses untuk pelayanan PONEK
serta fasilitas tersebut hanya ada 2
di Rumah Sakit Umum Daerah Hj.
Anna Lasmanah dan Rumah Sakit
Islam. Keterbatasan fasilitas serta
jarak jauh masih sulit dijangkau di
berbagai wilayah.
Hasil penelitian ini adalah ada
beberapa faktor risiko terjadinya
angka kematian bayi yakni dari
komplikasi persalinan, faktor
pengetahuan ibu dan riwayat
anemia ibu hamil. Petugas
24
kesehatan perlu mencegah
terjadinya asfiksia pada bayi dan
kelainan kongenital serta kelahiran
premature.
4. Sri Sumarmi (2017)
Model Sosio Ekologi
Perilaku Kesehatan
dan Pendekatan
Continuum of Care
untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu
Sosio-ekologi
pelayanan
kesehatan
Latar belakang penelitian ini
adalah Model Sosio Ekologi
(MSE) pendekatan komprehesif di
bidang kesehatan masyarakat tidak
hanya faktor resiko pada individu,
adapun penyebab kematian di jawa
timur pada urutan pertama yakni
preeklampia/eklampsia kemudian
pendarahan.
Hasil dari penelitian ini pada
pendekatan continuum of care ini
merupakan konsep lintas siklus
hidup dan lintas rumah tangga
sampai rumah sakit. Akses
pelayanan untuk ibu penting untuk
melihat sumber daya dan
pelayanan kesehatan memenuhi
kebutuhan ibu serta bayi.
25
5. Irma Erawati,
Muhammad Darwis
dan Muh. Nasrullah
(2017)
Efektivitas Kinerja
Pegawai pada Kantor
Kecamatan Pallangga
Kabupaten Gowa
Efektivitas
Kinerja
Efektivitas menekankan pada hasil
yang diinginkan itu tercapai sesuai
tujuan. Kinerja menekankan pada
suatu organisasi dapat
mengembangkan secara efektif dan
efisien.
Hasil penelitian ini efektivitas
kinerja pegawai kantor Kecamatan
Pallangga Kabupaten Gowa
melihat beberapa aspek meliputi
sistem perilaku pegawai, hasil
kerja, atribut dan kompetensi,
komperatif.
2.1 Konsep Efektivitas
2.1.1 Efektivitas
Daya guna (efektivitas) pada dasarnya ialah tercapainya satu usaha yang
dilaksanakan bersumber pada sebuah tujuan lewat sebagian proses aktivitas.
Daya guna (efektivitas) dapat dijadikan selaku penanda level keberhasilan
yang dihasilkan oleh perseorangan ataupun organisasi dengan metode tertentu
yang selaras dengan tujuan yang dikehendaki, dimana tercapainya semua
tujuan dengan tepat semakin efektif pula kegiatan tersebut. berdasarkan kamus
besar bahasa indonesia “KBBI” efektivitas adalah daya guna, dan keaktifan.
26
Ditandai oleh terdapatnya kesesuaian dalam sebuah aktivtias antara seorang
yang melakukan tugas dengan tujuan yang ingin dicapai. Kata efektif yang
dalam bahasa inggris adalah effective mempunyai makna kesuksesan ataupun
sebuah usaha yang dilaksanakan membuahkan hasil seperti yang diinginkan.
Sementara pada kamus ilmiah terkenal mendefinisikan daya guna (efektivitas)
adalah ketepatan pemakaian, hasil guna atau sesuatu yang mendukung tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Daya guna (Efektivitas) merupakan unsur
pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di setiap
organisasi, kegiatan ataupun program. Dimana suatu kegiatan atau program
yang dijalankan dapat dikatakan efektif apabila tercapainya tujuan ataupun
sasaran seperti yang sudah ditetapkan25
.
Dalam penerapannya efektivitas sering digunakan dalam acuan sukses
atau tidaknya jalannya sebuah organisasi, dimana efektivitas menjadi satu
faktor untuk menentukan diperlukan atau tidaknya perubahan secara signifikan
terhadap bentuk dan manajemen dari suatu organisasi. Menurut Bastian
efektivitas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya, selain itu efektivitas adalah hubungan antara
output dan tujuan dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat
output atau keluaran kebijakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang
dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, pikiran,
alat-alat dan lain lain yang telah dikehendaki26
.
25 Iga rosalina. (2012).” Efektivitas Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan pada Kelompok Penjaman Bergulir di Desa Mantren Kec. Karangrejo Kabupaten Madetaan”. Jurnal Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat. Hlm 3. 26 Asnawi. (2013). “Efektivtas Penyelenggaraan Publik pada Samsat Corner Wilayah Malang Kota”. Skrpsi S-1 Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP. UMM, Hlm 6.
27
Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang
dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang
diharapkan atau dikatakan speending wisely.
Richard M steers menjelaskan bahwa efektivitas digolongkan dalam 3
(tiga) model27
, yaitu:
1. Model optimasi tujuan penggunaan model optimasi bertujuan
terhadap efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa
organisasi yang berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan
demikian nilai berhasil atau tidaknya relatif tergantung dari
organisasi itu sendiri
2. Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara
komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang
berada diluar organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-
sama mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan organisasi. Pada
model ini cenderung pemusatannya pada hubungan sosial organisasi
lingkungan
3. Tekanan pada perilaku, dalam model ini efektivitas organisasi dilihat
dari hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya
relatif homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi
keseluruhan organisasi sangat besar.
Berdasarkan pemaparan Ravianto pengertian efektivitas ialah
seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan
keliaran sesuai dengan yang diharapkan. Artinya apabila suatu pekerjaan
27 Steers, Richard.M. (1985) . “Efektivitas Organisasi Kaidah Peri Laku (Alih Bahasa Magdalena)”. Jakarta: Erlangga, Hlm 208-209
28
dapat diselesaikan sesuai dengan perencanaan , baik dalam waktu, biaya
maupun mutunya maka dapat dikatakan efektif28
.
Sementara menurut Gibson pengertian efektivitas adalah penilaian
yang dibuat sehubungan dengan peserta individu, kelompok dan organisasi.
semakin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan “standar”
maka mereka dinilai semakin efektif29
, jadi dapat diartikan bahwa salah satu
indikator efektivitas dalam suatu pekerjaan adalah standar dan kualitas
dimana semakin baik standar yang ditetapkan semakin baik pula hasil yang
akan dicapai, hubungan antara output dan tujuan dalam pelaksanaan
efektivitas menjadi dasar pendoman bagi pelaksana guna mencapai tujuan
secara maksimal dimana hubungan dan kerjasama antara satu dan lainnya
saling berkesinambungan.
Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwasannya efektivitas adalah suatu taraf tingkat keberhasilan yang
dihasilkan oleh perseorangan atau organisasi dengan cara tertentu sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, simana semakin banyak
tujuan yang tercapai maka suatu kegiatan bisa dikatakan semakin efektif.
2.1.2 Ukuran Efektivitas
Dalam mengukur tingkat efektivitas keberhasilan dalam mecapai tujuan
merupakan dasar penting, tercapai tidaknya efektivitas terealisasi dari beberapa
indikator yaitu tepat jumlah, waktu, sasran, administrasi dan kualitas. Jika
suatu kegiatan mendekati atau mencapai beberapa indikator tersebut semakin
tinggi pula nilai efektivitas yang tercapai.
28 J. Ravianto. 2014. Produktivitas Pengukuran, Jakarta. Binaman Aksara 29 Al. Gibson, ET. 2013. Bungkaes. Jakarta.
29
Pengukuran daya guna dapat dilaksanakan dengan melihat hasil kinerja
yang telah direalisasikan pada suatu organisasi atau kelompok, dengan
membandingkan antara rencana awal yang telah ditentukan dengan hasil nyata
terhadap tujuan yang telah dicapai dimana semakin banyaknya rencana awal
yang terealisasi semakin besar penilaian efektivitas pada suatu kegiatan
tersebut, tingkat efektivitas juga dapat dilihat dar perhitungan rumus yang
dijabarkan sebagai berikut:
Rumus efektivitas
Efektivitas = (Output Aktual/Output Target)≥1
Bila hasil perbandingan output actual dengan output target < 1 maka
efektivitas tidak tercapai
Bila hasil perbandingan output actual dengan output target ≥ 1 maka
efektivitas tercapai
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, yaitu30
:
a. Transparansi terhdap tujuan yang akan dituju, dalam hal ini
dimaksudkan agar karyawan yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
b. Kejelasan taktik dalam pencapaian hasil akhir, dimana taktik
ialah “pada jalan” yang dilaksanakan dalam melaksanakan
berbagai bentuk upaya dalam mencapai target-target yang telah
30 Ibid, Hlm 4.
30
ditentukan agar para implementer tidak simpang siur dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,
berhubungan dengan hasil akhir nantinya kebijakan yang ada
harus seiring dengan proses jalannya kegiatan dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan
d. Penyusunan rencana yang sempurna, dimana tujuan dan kegiatan
yang akan dilaksanakan sudah dirancang dengan sedemikian rupa
sehingga memudahkan mencapai tujuan di masa mendatang.
e. Penyusunan program yang tepat, penempatan program yang
terencana sebagai pendoman jalannya kegiatan untuk mencapai
daya guna yang maksimal
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator
efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara
produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan
mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator
efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara
produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan
mungkin disediakan oleh organisasi.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas
organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan
pengendalian.
31
Sedangkan Richard M. Steers mengemukakan adanya beberapa alat
ukur yang digunakan dalam efektivitas kinerja yaitu:
1. Kemampuan menyesuaikan diri
Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal sehingga dengan
keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai
pemenuhan kebutuhan tanpa melalu kerjasama dengan manusia lain.
Dimana kunci dari keberhasilan suatu organisasi adalah kerjasama,
dimana setiap individu yang masuk dalam suatu organisasi dapat
menyesuaikan dirinya dengan orang lain dalam organisasi tersebut guna
mencapai tujuan bersama.
2. Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah suatu capaian dalam melaksanankan tugas-
tugasnya yang dibebankan terhadap satu orang dimana pecapaian
tersebut meliput efisiensi, kecakapan dan etos kerja yang maksimal
selama menjalakan suatu pekerjaan, dimana tanggung jawab yang
diberikan dapat dijalankan secara maksimal
3. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah tingkat kenyamanan dan kepuasan yang
dirasakan seseorang terhadap peranannya dalam suatu pekerajaan.
Dengan tingkat kepuasan yang berbeda tiap individu dengan
karateristik dan taraf kepuasan masing-masing.
4. Kualitas
32
Kualitas merupakan acuan penting dari efektivitas, entah itu meliputi
produk dalam bidang barang dan jasa atau pun dalam bentuk kinerja
perseorangan, kualitas mencermikan suatu produk atau kinerja memiliki
nilai yang jauh diatas rata-rata.
5. Penilaian oleh pihak luar
Penilaian merupakan faktor kunci, tanpa adanya penilain dari pihak luar
tingkat efektivitas tidak akan bisa diukur. Masyarakat sebagai penilai
utama mampu memberikan taraf tersendiri menurut kualitas yang
mereka berikan dalam efektif tidaknya suatu kegiatan.
2.1.3 Pendekatan Efektivitas
Pendekatan daya guna pada umumnya digunakan sebagai tolok ukur
sejauh mana aktifitas itu dapat dikatakan efektif. Beberapa konsep pendekatan
terhadap efektivitas yaitu31
:
a. Pendekatan sasaran (Goal Approach)
Pendekatan yang dimaksudkan untuk memperoleh tolok ukur terhadap
seberapa jauh suatu instansi atau organisasi yang berhasil
merepresentasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran
dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan indikasi identifikasi
sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi
dalam mencapai sasaran tersebut32
.
Dimana pokok utama dalam pengukuran efektivitas dengan
pendekataan ini adalah sasaran realistis yang digunakan untuk
memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi “Official
31 Damianus Ding, (2014). “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan”.Jurnal Ilmu Pemerintahan, Hlm 8-10 32 Ibid, Hlm 8.
33
Goal” dengan mengacu pada permasalahan yang ada, memusatkan
perhatian terhadap aspek output yaitu mengukur keberhasilan program
dalam mencapai tingkatan output yang telah direncanakan.
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau
lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.
b. Pendekatan sumber (System Resource Approach)
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu
lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang
dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai
macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat
menjadi efektif. Keterbukaan ini didasarkan pada teori mengenai
keterbukaan sumber sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya
dan masyarakat.
c. Pendekatan proses (Internal Process Approach)
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi
kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif
kegiatan internal berjalan dengan efektif dan terkoordinasi. Dimana
hal tersebut menggambarkan tingkat efisiensi dan kesehatan lembaga
itu sendiri.
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinejra merupakan singakatan dari “kinetika energi kerja” dimana dalam
bahasa inggris dikenal sebagai “performance”. dimana kata performance
pada umumnya tertuju pada “job performance” ataupun ”actual
34
performance” dimana bermakna sebagai suatu prestasi kerja maupun
prestasi sebenarnya yang akan dicapai oleh seseorang ataupun kelompok
dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks manajemen, pengertian
kinerja merupakan suatu prestasi kerja atau hasil kerja seseorang menurut
kuantitas dan kualitas yang dicapainya dimana pelaksananaan fungsinya
sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan.
Istilah kinerja pada umumnya diartikan sebagai seberapa banyak
pencapaian sesorang dalam suatu pekerjaan. Menurut Whitemore (dalam
uno 2014:59), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari
seseorang33
. Dimana pengertian menurut Whitemore memiliki makna yang
menuntut kebutuhan paling mendasar untuk berhasil. Oleh karena itu,
menurut Whitemore dimana ia menganggap kinerja sebagai representative,
dimana tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.
Pada dasarnya kinerja dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja
pegawai (individu) dan kerja organisasi (kelompok), dimana kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas yang dibebankan
dalam mewujudkan visi, misi tujuan, sasaran dari suatu organisasi
Menurut Sulistyorini (2001) kinerja adalah level keberhasilan
seseorang atau kelompok orang dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya serta kesanggupan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah
ditetapkan. Sementara pendapat lain mengemukakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
33 Uno. B. Hamzah. 2014. Teori kinerja dan Pengukurannya. Jakarta. Bumi Aksara. Hlm 59.
35
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya34
Berdasarkan pernyataan Hersey dan Blanchard (1993)
mengemukakan kinerja merupakan satuan fungsi dari motivasi dan
kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya.
Sementara Mangkuprawira kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan
tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta
organisasi yang bersangkutan35
.
Schuller dan Jackson menyatakan “employee job performance (or
simply performance) describes how will an employee perform his or her
job” dimana ia mengemukakan bahwasannya kinerja dapat dinilai dan
diukur, penilaian kinerja ia artikan sebagai system formal dan terstruktur
dari suatu bentuk pengukuran, evalusai dan juga pengaruh kerja pegawai
berkaitan terhadap sumbangsih, tingkah laku dan dampak. Contohnya angka
ketidakhadiran sang pegawai, hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
produktif seorang pegawai dan apakah di masa depan dia sanggup
menjalankan tugas dengan lebih maksimal sehingga organisasi, dan
masyarakat umumnya diuntungkan36
.
Banyaknya batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah dari
kinerja, semuanya mempunyai visi yang sedikit berbeda namun dengan
maksud dan prinsip yang sama-sama mereka setujui dimana kinerja adalah
34 Anwar Prabu Mangkunegara. (2006). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Refika Aditama, Hlm 67. 35 Mangkuprawira, S., dan A. V. Hubbies. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia, Hlm 153. 36 S. Schuler, Randall. dan Susan E. Jackson. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, (Menghadapi Abad Ke-21”). Jakarta:PT. Gelora Aksara Pratama, Hlm 213.
36
suatu usaha yang dialakukan guna mendapatkan pecapaian atau prestasi
yang lebih baik, sejalan yang diutarakan oleh As’ad, yang mengatakan
bahwa kinerja merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu
pekerjaan37
.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kinerja
adalah capaian dalam penampilan kerja dimana dalam pencapaiannya
meliputi berbagai aspek mulai dari waktu, keterampilan, sikap dan motivasi
didalam menjalankan tugas kerjanya berdasarkan pada tanggung jawab yang
diberikan.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Dibalik hasil yang maksimal selalu ada kinerja maksimal yang
diterapkan dimana untuk mencapai hasil tersebut diperlukan kinerja yang
maksimal pula, dimana menurut Prawirasentono ada 4 faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu38
:
a. Efektivitas dan efisiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, ukuran baik
buruknya kinerja diukur dan ditentukan oleh efektivitas dan
efisiensi. Dimana pencapain kinerja didasarkan pada asas-asas dalam
keefektivitasan dan efisiensi waktu dalam pelaksanaannya.
pencapaiannya menyeluruh terhadap semua tujuan yang ditetapkan
didampingi oleh ketepatan waktu.
b. Otoritas dan tanggung jawab
37 Ibid, Hlm 61. 38 Edy, Sutrisno. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana, Hlm 176.
37
Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang-tindih terhadap
tugas masing-masing, dimana setiap pekerja yang bersangkutan
sadar dan mengetahui akan tanggung jawabnya masing-masing
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan porsi
tanggung jawab tersebut akan mendukung kinerja yang ada.
c. Disiplin
Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat
yang ada pada diri seseorang terhadap peraturan dan ketetapan yang
berlaku, displin meliputi ketaan, hormat, dan tanggung jawab yang
berlaku sebagaimana mestinya. Hal ini berguna untuk membentuk
mental pekerja untuk mematuhi setiap aturan yang ditetapkan guna
mendapatkan hasil kerja yang maksimal.
d. Insiatif
Inisiatif merupakan daya pikir atau kreatifitas yang dimiliki para
pekerja dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang ada, dengan
kreatifitas dengan berbagai macam bentuk seperti ide, pola pikir, dan
lainnya wajib dikembangkan dan diimplementasikan dalam setiap
pekerjaan guna menjunjang dalam pemecahan masalah dengan cara
yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Selain faktor-faktor diatas kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa
indikator lain seperti lingkungan kerja, upah kerja, pola berfikir masing –
masing individu dan yang paling penting adalah motivasi, tanpa adanya
motivasi pekerjaan tidak akan bisa dilakukan secara maksimal.
38
2.2.3 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi
seberapa baik kualitas pekerjaan yang dilakukan berdasarkan standar yang
telah ditetapkan, sehingga dapat dievaluasi, diukur, dan dinilai sebagai acuan
kinerja setiap anggotanya. Dimana evaluasi dilakukan secara menyeluruh dan
terbuka terhdadap setiap anggota tanpa terkecuali.
Menurut Mathis (2009) penilaian kinerja digunakan secara luas untuk
mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan39
.
Hariandja menyatakan, adanya indikasi beberapa manfaat yang didapat
dengan melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:40
1. Perbaikan kinerja
Dengan adanya penilaian kinerja maka akan memberikan
kesempatan bagi pekerja untuk mengevaluasi kinerjanya dalam
melakukan tugasnya guna meningkatkan kinerja melalui umpan
balik yang telah diberikan
2. Penyesuaian gaji
Dapat dijadikan tolok ukur penyesuaian untuk menetapkan taraf
upah pekerja secara layak guna memberi motivasi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaan.
3. Pendidikan dan pelatihan
39 Mathis, Robert L dan John H. Jackson. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Buku Dua. Jakarta: Salemba Empat. Hlm 382. 40 Hariandja, Marihat Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Grasindo, Hlm 195.
39
Melalui penilaian kinerja dapat diketahui adanya indikasi beberapa
pegawai yang dinilai lemah dalam bidang akademis untuk
selanjutnya diberikan pelatihan pendidikan lanjutan.
4. Perencanaan karier
Pemberian royalti berupa kenaikan pangkat setalah mencapai taraf
kinerja yang telah ditetapkan guna memberikan reward atas kinerja
dari pegawai yang bersangkutan.
5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses penempatan
Penilaian kinerja dapat menjadi tolak ukur dalam penempatan
pekerja dengan bakat dan minat sesuai kelebihannya.
6. Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua pegawai
Penilaian yang obyektif mengartikan adanya perlakuan yang adil
bagi semua pekerja.
7. Membantu karyawan dalam mngatsi maslah yang bersifat eksternal
Penilaian kinerja akan memberikan informasi terkait hal yang
menyebabkan turunnya kinerja, sehingga dapat memberikan bantuan
lanjutan guna membantu menyelesaikannya.
8. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya
manusia
Penilaian kinerja secara keseluruhan akan memberikan gambaran
sejauh mana fungsi sumber daya manusia dapat berjalan baik atau
tidak.
40
2.3 Angka kematian ibu dan bayi (AKI&AKB)
2.3.1 Definisi Angka Kematian Ibu (AKI)
Kematian Maternal atau yang biasa dikenal sebagai kematian Ibu
menurut batasan dari The Tenth Revision of International Cassification of
Diseases (ICD-10) ialah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan atau
dalam 42 hari setelah kehamilan tidak tergantung dari lama dan lokasi
kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau
yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan tetapi
bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan41
. Pada ICD-
10 definisi kematian ibu dibagi menjadi 2 yaitu Pregnancy-related death yaitu
kematian seorang wanita selama kehamilan atau 42 hari setelah terminasi
kehamilan, tanpa mempedulikan penyebab kematiannya dan Late maternal
death, kematian seorang wanita karena penyebab langsung atau tidak langsung
yang lebih dair 42 hari, namun kurang dari setahun setelah terminasi kehamilan.
indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu
(Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran
hidup, angka ini mencerminkan risiko obstetric yang dihadapi oleh seorang ibu
sewaktu ia hamil42
.
a. Penyebab Kematian Ibu
Kematian ibu pada umunya dibagi menjadi dua yaitu kematian
langsung dan kematian tidak langsung. Kematian langsung adalah kematian
yang disebabkan oleh proses yang berhubungan langsung saat ibu akan
41 WHO. 2015. 42 Saifuddin, A.B. (2010). “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
41
melahirkan seperti komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan
segala intervensi atau pun penanganan yang tidak tepat sehingga
mnegakibatkan kematian tersebut. Sementara kematian tidak langsung
adalah kematian yang disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh sang ibu
atau pun penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh
terhadap kehamilan seperti malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit
kordiovasikular.
Penyebab kematian langsung ibu di Indonesia didominasi oleh
pendarahan pasca persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi. Sementara
untuk penyebab tidak langsung kematian ibu adalah masih banyaknya kasus
3 terlambat 4 terlalu, dimana kasus 3 terlambat meliputi :
1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil
keputusan.
2. Terlambat dirujuk ke fasilitas tenaga kesehatan.
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Kasus 4 terlalu, meliputi :
1. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)
2. Terlalu muda hamil (dibawah usia 25 tahun)
3. Teralalu banyak (Jumlah anak lebih dari 4)
4. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)
Berdasarkan data pada SDKI 2002-2003, angka kematian ibu di
Indonesia untuk tahun periode 1998-2002, adalah sebesar 307. Artinya
terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan
42
sampai dengan 42 hari setelah melahirkan pada periode tersebut per 100.000
kelahiran hidup43
.
Penyebab kematian ibu yang diakibatkan oleh kecelakaan atau
kebetulan tidak di klasifikasikan ke dalam kematian ibu yang ada
hubungannya dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Kematian yang
dihubungkan dengan kehamilan International Classifation of Deases (ICD-
10) memudahkan identifikasi penyebab kematian ibu ke dalam kategori baru
yang disebut pregnancy related death yaitu kematian wanita selama hamil
atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan dan tidak tergantung dari
penyebab kematian lain. Batasan 42 hari ini dapat berubah karena telah
diketahui bahwa dengan adanya prosedur-prosedur dan teknologi baru maka
terjadinya kematian dapat diperlama dan ditunda sehingga ICD-10 juga
memasukkan suatu kategori baru yang 16 disebut kematian maternal
terlambat (late maternal death) yaitu kematian wanita akibat penyebab
obstetric langsung atau tidak langsung yang terjadi lebih dari 42 hari tetapi
kurang dari satu tahun setelah berakhirnya kehamilan.
b. Epidemologi kematian ibu
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menekan angka
kematian ibu di Negara berkembang, namun tingkat penurunan angka
kematian masih saja terbilang sangat lambat. Safe Motherhood Technical
Consultation. Yang diadakan di Colombo pada tahun 1997 mengidentifikasi
isu kunci sebagai berikut:
43 BPS Nasional. 2012. Survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012.
43
a. Kurang jelasnya prioritas serta intervensi program Safe Motherhood
dimana hal tersebut dinilai tidak efektif.
b. Kurangnya informasi tentang intervensi yang mempunyai dampak
bermakna dalam penurunan angka kematian ibu.
c. Strategi Safe Motherhood yang sifatnya terlalu luas mulai dari undang-
undang, peningkatan status perempuan, peningkatan kualitas pelayanan
disinyalir menimbulkan kesenjangan terhadap strategi yang diterapkan.
d. Beberapa program yang khususnya dalam pelayanan kesehatan yang
pada penerapannya terbukti kurang efektif seperti pelatihan dukun dan
lainnya.
e. Tidak dilakukannya intevensi yang sebenarnya efektif seperti
penanganan cepat terhadap komplikasi aborsi, karena masih dianggap
sebagai isu yang sensitive dan tabu.
f. Tidak tersediaanya paduan teknis atau program, standard an kurikulum
dalam pelataihan secara luas.
g. Kurang komitmen public dalam penentuan kebijakan.
h. Kurang koordinasi pemerintah dan komitmen dari pemerintah dan
lembaga donor.
Sebagaiamana menurut perkiraan WHO setidaknya setiap tahun
tercatat kurang lebih 500.000 kematian ibu yang berhubungan dengan
kehamilan dan persalinan, dan 99% diantaranya terjadi di Negara
berkembang. Terhitung lebih dari 30% atau 300.000 kematian ibu terjadi di
Asia Tenggara, sementara rasio kematian maternal di Negara maju 1
diantara 15-50, yang berarti peningkatan 200-250 kali.
44
Keberhasilan Suistanable Development Goals (SGDs) menjadi target
baru dari beberapa Negara berkembang untuk menekan angka kematian ibu
dimana salah satu tujaunnya yaitu untuk mengurangi rasio kematian ibu
bersalin menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu hamil
diklarifikasikan sebagai berikut:
1. Faktor medis
Faktor medis merupakan faktor yang dipengaruhi oleh status
reproduksi dan status kesehatan ibu antara lain:
a. Umur ibu, saat kehamilan terakhir dihitung dalam tahun
berdasarkan tanggal lahir atau ulang tahun yang ada faktor
resiko dalam kehamilan, dimana umur ideal kehamilan
adalah diatas 16 tahun dan dibawah 35 tahun.(Fortney dalam
manuaba, 2001)44
b. Paritas, adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin
yang dilahirkan. Paritas yang tinggi memungkinkan
terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan diantaranya
dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke
janin sehingga terjadi asfiksia yang dapat dinilai dari
APGAR Score menit pertama setelah lahir.
c. Jarak kehamilan, adalah waktu kehamilan berikutnya
dihitung mulai dari waktu persalinan terakhir, dimana jarak
44 Manuaba, I. B. G. 2001. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
45
kehamilan yang kurang dari 2 tahun beresiko terhadap
kematian maternal dan tergolong dalam kelompok beresiko
tinggi untuk mengalami pendarahan post partum.
2. Faktor non medis
Faktor non medis merupakan faktor yang berkaitan dengan status
dalam lingkungan, keluarga, budaya dan ekonomi. Dimana
pengetahuan dasar ibu tentang pentingnya bahaya kehamilan.
Faktor non medis diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan ibu, (health behavior) adalah respon
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sehat sakit, faktor yang mempengaruhi sehat sakit
seperti lingkungan, makanan dan lain-lain.(skinner dalam
notoadmojo, 2014)45
b. Status ibu dalam keluarga, berkaitan dengan status pekerjaan,
status pendidikan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
ketidakmampuan ibu dalam mengambil keputusan. Seperti
masih banyak ibu hamil yang cenderung dirujuk ke dukun
daripada ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
c. Status kesehatan ibu, merupakan suatu proses yang
membutuhkan perawatan khusus agar dapat berlangsung
dengan baik. Dikarenakan resiko ibu hamil sangat tinggi
terhadap kesehatan ibu perlu adanya perhatian khusus
45 Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.
46
terhadap kesehatan selama masa kehamilan utnuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
Pada tahun 2007 di Peru para dokter untuk Hak Asasi Manusia
menyebutkan kematian ibu yang terjadi sering disebakan oleh Penundaan
Mematikan: tidak ada pendekatan berbasis hak untuk keselamatan ibu, terdapat
dokumentasi pelayanan kasus yang tidak adil terhadap perempuan pribumi seperti
contoh ibu hamil di daerah pedesaan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan dalam
keadaan darurat yang sebenarnya tidak sampai menyebabkan kematian ibu tidak
perlu. Masalah kematian ibu adalah masalah sosial, penyebab kematian ibu
diketahui oleh semua orang teatapi tidak tersedia solusi untuk semua ibu hamil.
2.3.2 Definisi angka kematian bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28
hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Dari sisi penyebabnya,
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi
endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak
sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi. Sementara
kematian bayi eksogen ataua kematian Post-neonatal disebabkan oleh faktor-
faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar.46
.
Kematian bayi diakibatkan karena kondisi ibu saat hamil kurang baik,
dikarenakan ibu jarang memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan
terkait.
46 Rachmadiani dkk. 2018. Faktor-Faktor Risiko Kematian Bayi Usia 0-28 Hari di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences.
47
Menurut Prawirohardjo (2016) kematian pada bayi dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu:47
1. Kematian Janin (foetal death) ialah kematian hasil konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna oleh ibunya tanpa memandang tuanya
kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari
ibunya, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan,
seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian
janin dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh
Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu 6
Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
foetal death)
Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.
2. Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati
yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir atau
sama dengan 1000 gram).
3. Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7
hari pertama kehidupannya.
4. Kematian postneonatal ialah kematian bayi antara usia 1 bulan hingga 12
bulan.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi
47 Sarwono Prawirohardjo. 2016. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. bina pusaka.
48
Faktor yang mempengaruhi kematian perinatal umumnya digolongkan
menjadi dua faktor yaitu faktor ibu (High Risk Mother) dan faktor bayi (High
Risk Infant). Dimana faktor resiko ibu dan bayi merupakan faktor resiko
kematian bayi adalah:
Faktor Ibu
1. Umur ibu, memiliki peranan penting dalam proses kehamilan dimana ibu
yang hamil dibawah usia 16 tahun dikategorikan terlalu dini untuk hamil
dan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun dikategorikan terlalu tua untuk
hamil keduanya beresiko tinggi megalami kematian bayi.
2. Pendidikan ibu, ibu dengan latar belakang pendidikan formal atau
informal rendah cenderung kesulitan dalam memahami edukasi tentang
pentingnya penanganan dini terhadap resiko kematian bayi saat
mengandung dan melahirkan.
3. Pekerjaan, pekerjaan ibu dan suami juga merupakan faktor kematian bayi
diamana kondisi ekonomi keluarga mempengaruhi terhadap akses
kesehatan yang didapatkan melalui fasilitas-fasilitas kesehatan terkait.
4. Status gizi, apabila ibu hamil dengan status gizi buruk mengakibatkan
bayi lahir dengan resiko berat badan kurang dari normal, hal tersebut
dapat membuat pertumbuhan bayi terhambat sehingga mempenaruhi
kecerdasan anak.
5. Anemia, Kebutuhan zat besi selama 40 minggu kehamilan adalah 750 mg
yang meliputi 425 mg untuk ibu hamil, 300 mg untuk janin dan 25 mg
untuk plasenta, Asupan gizi yang kurang dan malabsopsi akan
49
menyebabkan ketidakseimbangan sehingga berdampak pada penurunan
Hb darah.
6. Kunjungan ANC, Pemeriksaan antenatal care (ANC) dilakukan untuk
mengetahui keadaan ibu ataupun janin yang dikandungnya, sehingga
dapat melakukan deteksi dini apabila terjadi komplikasi ataupun masalah
pada masa kehamilan, persalinan ataupun masa nifas, sudah seharusnya
seorang ibu menerima pelayanan ANC secara terpadu meliputi ANC
10T.48
7. Jenis persalinan, Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
yang telah cukup bulan atau dapat diluar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, sebesar 15% persalinan di negara berkembang
merupakan persalinan dengan cara tindakan, dan hal ini memberikan
risiko baik terhadap ibu maupun bayinya.
8. Jarak kehamilan, jarak kehamilan yang ideal merupakan waktu pada
kehamilan terakhir dengan masa kehamilan berikutnya, masa kehamilan
ideal adalah 3-4 tahun setelah kelahiran terakhir
9. Paritas, Bayi yang dilahirkan oleh ibu untuk paritas lebih tinggi (>4)
mempunyai risiko kematian bayi lebih tinggi. Hal itu disebabkan ibu
dengan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami
kontraksi yang lemah pada saat persalinan, perdarahan setelah persalinan,
placenta previa, preeklamsi, persalinan lintang, persalinan lama.
10. Umur kehamilan, normalnya umur bayi dalam kandungan adalah 9 bulan,
dimana bayi yang lahir < 37 minggu disebut premature dimana
48 Permenkes Nomor 97 Tahun 2017
50
persalinan premature termasuk beresiko tinggi karena mempunya
dampak kematian neonantal.
Faktor Resiko Bayi
1. Jenis kelamin, Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit
dibandingkan dengan bayi perempuan. Secara biologis bayi perempuan
mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika dibandingkan
dengan bayi laki-laki, bayi perempuan memiliki kromosom XX
sedangkan laki-laki memiliki kromosom XY. Jika salah satu dari
kromosom X pada bayi perempuan kurang baik maka keberadaan
kromosom tersebut digantikan oleh kromosom X yang lainnya.
Sedangkan jika salah satu kromosom pada bayi laki-laki 16 kondisinya
kurang baik, maka tidak ada kromosom pengganti yang dapat
menggantikan kromosom yang rusak, keadaan tersebut menyebabkan
bayi laki-laki lebih rentan terhadap kejadian lahir mati atau kematian
neonatal
2. Ikterus, merupakan Ikterus merupakan suatu gejala yang sering
ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL), Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah
3. Kelainan kongenital, merupakan cacat bawaan yang terlihat pada saat
melahirkan bukan akibat dari proses persalinan.
4. Sepsis, Sepsis neonatorum adalah Systemic Inflammation Respons
Syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi yang telah terbukti
(proven infection) atau tersangka (suspected infection) yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. SIRS merupakan
51
kaskade inflamasi yang diawali oleh respon host terhadap faktor infeksi
dan bukan infeksi berupa suhu, denyut jantung, respirasi dan jumlah
leukosit.
5. BBLR, BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang
atau sama dengan 2500 gram disebut premature.