t e s i s - digital library uns · pdf file(studi kasus pembelajaran termokimia kelas xi ipa...
TRANSCRIPT
PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
DENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN EKSPERIMEN
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR
DAN SIKAP ILMIAH SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010)
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama : Pendidikan Kimia
Oleh :
B I S M I
NIM. S.830908006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
13
PERSETUJUAN
PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
DENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN EKSPERIMEN
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR
DAN SIKAP ILMIAH SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010)
Disusun oleh :
B I S M I NIM. S.830908006
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP. 19520116 198003 1 001
…………………..
………..
Pembimbing II
Drs. Haryono, M.Pd. NIP. 19520423 197603 1 002
…………………..
………..
Mengetahui :
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP. 19520116 198003 1 001
14
PENGESAHAN
PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
DENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN EKSPERIMEN
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR
DAN SIKAP ILMIAH SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010)
Disusun oleh :
B I S M I NIM. S.830908006
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Katua :
Prof. Dr. Ashadi
……………...
………..
Sekretaris :
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D.
……………...
………..
Anggota Penguji :
1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.
……………...
………..
2. Drs. Haryono, M.Pd.
………….…..
………..
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana,
Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,Ph.D
Ketua Prodi Pendidikan Sains,
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.
ii
15
NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19520116 198003 1 001
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : B I S M I
NIM : S830908006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Pembelajaran
Kimia Melalui Pendekatan Kontruktivisme Dengan Metode Inkuiri Terbimbing
dan Eksperimen Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Sikap Ilmiah Siswa (Studi
Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten
Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010) adalah betul karya saya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyatan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sangsi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2010
Yang membuat pernyataan,
B I S M I
.
iii
iv
16
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
semesta alam, karena atas perkenan dan ridho-Nya jualah penulis bisa menyelesaikan
penelitian dan penyusunan laporan tesis dengan judul “Pembelajaran Kimia Melalui
Pendekatan Konstruktivisme Dengan Metode Inkuiri Terbimbing dan Eksperimen
Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Sikap Ilmiah Siswa”. Tesis ini dibuat guna
memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat magister pada Program Studi
Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyelesaian penelitian ini, mulai dari pemilihan judul, pembuatan
proposal, seminar, penelitian dan pembuatan laporan hasil penelitian, penulis
mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus iklas dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis dalam
mengikuti salah satu program studi pada program pascasarjana.
2. Bapak Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Sains sekaligus sebagai dosen pembimbing I, yang telah banyak
memberika dukungan moral berupa bimbingan, arahan dan motivasi kepada
penulis.
17
3. Bapak Drs. Haryono, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, arahan dan motivasi serta
koreksi terhadap penyusunan dan penyelesaian keseluruhan tesis ini .
4. Bapak Prof. Dr. Ashadi dan Ibu Dra. Suparmi, M.A., Ph.D, selaku ketua dan
sekretaris tim penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan
tesis ini.
5. Seluruh dosen mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Sains, khusus minat
utama Pendidikan Kimia, yang telah memberikan pendalaman ilmu kepada
penulis.
6. Kepala SMA Negeri 1 Manggar, Ibu Nurhidayah, S.Pd. yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian dan Kepala SMA Negeri 1 Kelapa
Kampit, Bapak Haryanto.S.Pd.Ing. yang telah mengizinkan untuk melakukan
ujicoba instrumen.
7. Rekan-rekan guru kimia di SMA Negeri 1 Manggar dan SMA Negeri 1 Kelapa
Kampit yang telah turut membantu kelancaran melakukan penelitian.
8. Istriku tercinta Atik Yanuarti dan anak-anakku, Martha Bitika Putri dan Genta
Bitika Putra, yang telah memberi dorongan, semangat, motivasi dan dukungan
untuk melanjutkan studi S.2.
9. Seluruh rekan-rekan kuliah Angkatan September 2008 pada Program Studi
Pendidikan Sains.
Penulis menyadari, apa yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurang-kekurangan. Untuk itu, penulis juga mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun guna perbaikan tugas serupa dimasa yang akan
datang. Semoga tesis ini bermanfaat.
v
18
Surakarta, Januari 2010
Penulis
HALAMAN PERSEMBAHAN
Motto :
♠ Gunakan tiap detik anda untuk bertasbih, tiap menit anda untuk berpikir dan tiap jam anda untuk beramal
♠ Kerja adalah rahmat, aku bekerja tulus penuh syukur. Kerja adalah amanah, aku bekerja penuh tanggungjawab. Kerja adalah ibadah, aku bekerja serius penuh kecintaan.
♠ Persembahan untuk ibundaku Hj. Sama’ah dan almarhum ayahku , ibunda Maisinah dan almarhum ayah mertuaku, tanpa mereka semua, aku bukanlah siapa-siapa
♠ Istriku tercinta, Atik Yanuarti, atas semua doa, spirit, dorongan, dukungan dan ketabahan selama ditinggal studi pascasarjana dan masa-masa sulit
♠ Anak-anakku tersayang, Martha Bitika Putri dan Genta Bitika Putra, sumber semangat dan inspirasi selama menyelesaikan studi pascasarjana
vi
19
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….............
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………..……..………..
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………...
PERNYATAAN ………………………………………………………………
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………...
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..…..
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..…..
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….……...
ABSTRAK …………………………………………………………….……..
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
xii
xiv
xvi
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………….………………….……. 1
B. Identifikasi Masalah………. ……………………………….... 8
C. Pembatasan Masalah…………. ………………………….….. 9
D. Perumusan Masalah………… ………………………….…… 9
E. Tujuan Penelitian……….. ………………………………..….. 10
F. Manfaat Penelitian………. ………………………………..…. 11
20
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori……...…………………………………….…… 12
1. Pengertian Belajar………………………….………………..… 12
2. Teori Belajar Konstruktivisme ……………………………….. 14
3. Teori Belajar Jean Piaget …….…………………………..…… 15
4. Teori Belajar Bruner ………….………………………….….... 18
5. Teori Belajar Ausubel ……….…………………….……….…. 20
6. Pendekatan Belajar Vygotsky …………………………………
21
7. Metode Inkuiri Terbimbing……..…………………………..… 23
8. Metode Eksperimen ……….……………………………….…. 29
9. Aktivitas Belajar ……………..………..….………………..…. 33
10. Sikap Ilmiah............. …………………….….……….............. 35
11. Prestasi Belajar.........................………..………….........……. 39
12. Materi Pelajaran (Termokimia) ............................................... 46
B. Penelitian yang Relavan……….….. …………….........…….. 56
C. Kerangka Berpikir……… …………………………….…….. 58
D. Perumusan Hipotesis………. ……………………………..… 65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………..……..… 66
B. Metode Penelitian ……. …………………………….……….. 67
C. Populasi dan Sampel……….… …………………..………..… 67
D. Variabel Penelitian ……………. ……………………….…… 67
21
E. Teknik Pengumpulan Data……………………….…….……... 69
F. Instrumen Penelitian ……….. …………………………...…… 70
G. Ujicoba Instrumen……….. …………………………..……… 71
1. Uji Validitas ………………………………………………….. 71
2. Uji Reliabilitas ……………………………………………...... 72
3. Uji Taraf Kesukaran Soal …………………………………..… 74
4. Uji Daya Beda ……………………………………………....... 75
H. Teknik Analisis Data ……………………………..………..… 76
1. Uji Prasyarat Analisis ……………………………………….... 76
a. Uji Normalitas …………………………………………...... 76
b. Uji Homogenitas ………………………………………...... 77
2. Pengujian Hipotesis…………………………………................ 78
a. ANAVA …………………………………………………..... 78
b. Uji Lanjut ANAVA ……………..........………………......... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ..... ……………………………………............ 88
1. Deskripsi Data Kelas Metode Inkuiri Terbimbing..................... 88
a. Data Prestasi Belajar …………………………….……….… 88
b. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi............ 89
c. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah........... 91
d. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi……........... 92
e. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah…............. 93
f. Data Aktivitas Belajar Siswa ................................................. 94
22
g. Data Sikap Ilmiah Siswa ……………………….….........…. 95
2. Deskripsi Data Kelas Metode Eksperimen ………………..…. 96
a. Data Prestasi Belajar ……………………………………….. 96
b. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi............ 97
c. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah........... 98
d. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi……........... 99
e. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah…............. 100
f. Data Aktivitas Belajar Siswa ................................................. 101
g. Data Sikap Ilmiah Siswa ........................................…........... 102
B. Uji Prasyarat Analisis …………………………………........... 103
1. Uji Normalitas ………………………………………………... 103
2. Uji Homogenitas …………………………………………….... 104
C. Uji Hipotesis ……………………………………………….… 104
1. Uji ANAVA ………………………………………………….. 104
2. Uji Lanjut ANAVA……..………………………………….…. 106
B. Pembahasan Hasil Penelitian……..………………………….. 109
C. Keterbatasan Penelitian …………………………………….... 116
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….….. 118
B. Implikasi Hasil Penelitian……………………………….……. 123
C. Saran …………………………………………………….…… 124
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….….... 126
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………….... 129
23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget ………….………........... 17
Tabel 2.2. Sintak Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing………........... 28
Tabel 2.3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Inkuiri Terbimbing………. 29
Tabel 2.4. Sintak Metode Pembelajaran Eksperimen............………........... 32
Tabel 2.5. Daftar ΔH Pembentukan Standar .............................................. 54
Tabel 2.6. Energi Ikatan Rata-Rata …………………………………......... 55
Tabel 3.1. Agenda Penelitian ……………………………………….......... 66
Tabel 3.2. Rancangan Analisis Statistik…………………………………... 80
Tabel 3.3. Hasil Rangkuman Analisis Variansi ……………………….…. 84
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Metode Inkuiri Terbimbing……..........................................................................
88
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi Metode Inkuiri Terbimbing ………........................……
90
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Metode Inkuiri Terbimbing ...........................................
91
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Metode Inkuiri Terbimbing………..….………..............
92
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah Metode Inkuiri Terbimbing............................................
93
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Metode Inkuiri Terbimbing……....………………......................………
94
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa Kelas Metode Inkuiri Terbimbing .................................................................................
95
24
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Metode Eksperimen ……………………………………….……………
96
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi Metode Eksperimen ……………………………………
97
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Metode Eksperimen ......................................................
98
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Metode Eksperimen…………………………………….
99
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah Metode Eksperimen ……………………………..........
100
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Metode Eksperimen……………………………………………………..
101
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa Kelas Metode Eksperimen ……………………………………………….……
102
Tabel 4.15. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian……….............................. 103
Tabel 4.16. Hasil Uji Homogenitas Data Penelitian…….............................. 104
Tabel 4.17. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Tiga Jalan………….……. 105
Tabel 4.18. Sel Interaksi Metode Belajar (A) dan Aktivitas Belajar (B) ...... 106
Tabel 4.19. Rataan Tiap Sel AB ………………………………….………... 106
Tabel 4.20. Uji Lanjut Anava Interaksi AB …………….............................. 107
Tabel 4.21. Sel Interaksi Metode Belajar (A) dan Sikap Ilmiah (C) .............
108
Tabel 4.22. Rataan Tiap Sel AC …………………………………………....
108
Tabel 4.23. Uji Lanjut Anava Interaksi AC …………….............................. 109
25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Contoh Reaksi Eksoterm dan Endoterm ……………………. 49
Gambar 2.2. Aliran Energi Reaksi Eksoterm dan Endoterm ……………... 49
Gambar 2.3. Diagram Reaksi Eksoterm dan Endoterm …………………... 50
Gambar 2.4. Siklus Pembentukan Gas SO3 ………………………………. 53
Gambar 2.5. Diagram Tingkat Energi Pembentukan Gas SO3 ………….... 53
Gambar 2.6. Skema/Paradigma Penelitian ……………………………….. 58
Gambar 4.1. Histogram Prestasi Belajar Metode Inkuiri Terbimbing........ 89
Gambar 4.2. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi Metode Inkuiri Terbimbing.......……………………………...
90
Gambar 4.3. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Metode Inkuiri Terbimbing …………………………….........
91
Gambar 4.4. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Metode Inkuiri Terbimbing……………………………….….
92
Gambar 4.5. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah Metode Inkuiri Terbimbing ……………………………….…
93
Gambar 4.6. Histogram Aktivitas Belajar Metode Inkuiri Terbimbing.......
94
Gambar 4.7. Histogram Sikap Ilmiah Metode Inkuiri Terbimbing......…...
95
Gambar 4.8. Histogram Prestasi Belajar Metode Eksperimen ………….…
96
Gambar 4.9. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi Metode Eksperimen ………………………............................
97
Gambar 4.10. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Metode Eksperimen …………………………………..……
98
Gambar 4.11. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Metode Eksperimen.……………………………..…………..
99
26
Gambar 4.12. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
Metode Eksperimen ……………………………………….....
100
Gambar 4.13. Histogram Aktivitas Belajar Metode Eksperimen …………..
101
Gambar 4.14. Histogram Sikap Ilmiah Metode Eksperimen …………….... 102
27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Uji Coba ……………………………………... 130
Kisi-Kisi Uji Coba Instrumen Aktivitas Belajar................... 131
Angket Uji Coba Instrumen Aktivitas Belajar...................... 132
Kisi-Kisi Uji Coba Instrumen Sikap Ilmiah….. ……........... 135
Angket Uji Coba Instrumen Sikap Ilmiah …..……….......... 136
Kisi-Kisi Soal Ujicoba Tes Kognitif ……………………… 140
Soal Uji Coba Tes Kognitif …………………….…………. 141
. Kunci Jawaban Soal Uji Coba Tes Kognitif …………….... 148
Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ….......... 149
Validitas Uji Coba Instrumen Penelitian Aktivitas Belajar Siswa …………………………………..……......................
150
Validitas Uji Coba Instrumen Penelitian Sikap Ilmiah Siswa ………………………………….……………...........
152
Validitas Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Prestasi Belajar Kognitif Siswa …………..…..……………............
154
Reliabilitas Uji Coba Instrumen Penelitian Aktivitas Belajar Siswa ………………………………………...........
156
Reliabilitas Uji Coba Instrumen Penelitian Sikap Ilmiah Siswa ………………………………………........................
157
Reliabilitas Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Prestasi Belajar Kognitif Siswa ………………….............................
159
Tingkat Kesulitan dan Daya Pembeda Butir Soal …............ 160
Penentuan Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ……….. 161
Lampiran 3 Instrumen Penelitian ………………………….…………. 162
Kisi-Kisi Instrumen Aktivitas Belajar………..…….........… 163
Angket Instrumen Aktivitas Belajar...………….…………. 164
28
Kisi-Kisi Instrumen Sikap Ilmiah...........…………….......... 166
Angket Instrumen Sikap Ilmiah........... ……………........... 167
Soal Tes Kognitif ………………………………………… 171
Kunci Jawaban Soal Tes Kognitif …………………............ 176
Lampiran 4 Tabulasi Data Penelitian ……………………………….... 177
Rangkuman Data Penelitian ………………………………. 178
Katagori Skor Siswa Berdasarkan Aktivitas Belajar dan Sikap Ilmiah …………………………………….................
178
Tabulasi Data Kelas Dengan Metode Inkuiri Terbimbing ... 179
Tabulasi Data Kelas Dengan Metode Eksperimen …........... 182
Lampiran 5 Deskripsi Data Penelitian ………….……………… 185
Deskripsi Data Kelas Dengan Metode Inkuiri Terbimbing.. 186
Deskripsi Data Kelas Dengan Metode Eksperimen……….. 190
Lampiran 6 Uji Normalitas Data Penelitian …………………………. 194
Uji Normalitas Data Kelas Dengan Metode Inkuiri Terbimbing …………………………………………...........
195
Uji Normalitas Data Kelas Dengan Metode Eksperimen …. 198
Lampiran 7 Uji Homogenitas Data Penelitian ……………………..… 201
Lampiran 8 Uji Hipotesis Penelitian ……………………………..…… 206
Lampiran 9 Uji Lanjut Anava ……………...………..…………….….. 210
Lampiran 10 Silabus,RPP dan LKS …………………………..…….…. 213
Silabus Termokimia Kelas Inkuiri Terbimbing …………... 214
Silabus Termokimia Kelas Metode Eksperimen ……….…. 221
RPP Termokimia Kelas Inkuiri Terbimbing ….........……... 227
RPP Termokimia Kelas Eksperimen ……….……………... 236
29
LKS ……………………………………….………………. 245
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian ……………………….……….... 251
Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA.1 dan XI IPA.2 .............. 252
Foto-Foto Kegiatan .............................................................. 253
Hasil Kerja Siswa 256
Lampiran 11 Izin Penelitian ……….........…………………………….... 262
Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana UNS....................…. 163
Surat Keterangan dari Kepala SMAN 1 Manggar…............ 264
Surat Keterangan dari Kepala SMAN 1 Kelapa Kampit....... 265
30
ABSTRAK
Bismi. S830908006. 2010. Pembelajaran Kimia Melalui Pendekatan Kontruktivisme Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Dan Eksperimen Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Dan Sikap ilmiah Siswa (Studi Kasus Pada Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010). Tesis, Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui, 1) pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa, 2) pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa, 3) pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa, 4) interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa, 5) interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa, 6) interaksi antara aktivitas belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa, 7) interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian ini dilaksanakan dari Maret s.d. Desember 2009 di SMA Negeri 1 Manggar Belitung Timur. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA. Sampel diambil dengan menggunakan teknik cluster random sampling, terdiri dari 2 (dua) kelas yakni, kelas XI IPA.1 diberi perlakukan menggunakan metode inkuiri terbimbing dan kelas XI IPA.2 menggunakan metode eksperimen. Data dikumpulkan melalui tes pengetahuan (kognitif) materi termokimia untuk mengetahui prestasi belajar siswa dan kuesioner untuk mengetahui tingkat aktivitas belajar dan tingkat sikap ilmiah siswa pada masing-masing kelas. Hipotesis dianalisis menggunakan Anava dengan desain faktorial 2x2x2.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan: 1) Fobs = 8.95 > Ftabel = 4.17, ada pengaruh metode inkuiri terbimbing dengan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa. 2) Fobs = 10,85 > Ftabel = 4.17, ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3) Fobs = 4.24 > Ftabel = 4.17, ada pengaruh sikap ilmiah siswa
31
terhadap prestasi belajar siswa. 4) Fobs = 4.72 > Ftabel = 4.17, ada interaksi metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan antara aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 5) Fobs = 4.56 > Ftabel = 4.17, ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen antara sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa. 6) Fobs = 1.14 < Ftabel = 4.17, tidak ada interaksi antara aktivitas belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar. 7) Fobs = 0.15 < Ftabel = 4.17, tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
ABSTRACT
Bismi. S830908006. 2010. Chemistry learning through contructivism
approach using guided inquiry and experiment methods overvieed from learning activity and scientific attitude of the student (Case Study on The Thermochemistry Lesson in Grade XI Science Major SMA Negeri 1 Manggar Belitung Timur Semester 1 Academic Year 2009-2010). Thesis, Science Education Program, Postgraduate Program of Universitas Sebelas Maret Surakarta.
The purposes of the research were to know: 1) the effect of guided inquiry learning and experiment method to the students achievement? 2) the effect of learning activity affects to the students’ achievement 3) the affect of students’ scientific attitude to the students achievement, 4) the interaction between guided inquiry learning and experiment methods with students’ activity, 5) the interaction between guided inquiry learning and experiment methods with students’ scientific attitude 6) the interaction between students’ learning activity with scientific attitude 7) the interaction between guided inquiry learning and experiment method with students’ activity and scientific attitude.
The research was conducted from March to December 2009 at SMA Negeri 1 Manggar Belitung Timur. The population was all students in grade XI science major. Sample was taken using cluster random sampling, consisted of two classes, class IPA1 was treated by guided inquiry and IPA 2 treated using experiment method. The data was collected using test for student achievement and questionere for learning activity and scientific attitude. The hypothesis was tested using anova with 2 x 2 x 2 factorial design.
From the data analysis can be concluded that : 1) there is an effect of guided inquiry and experiment method to the student achievement, since Fobs = 8.95 > Ftabel
= 4.17, 2) there is an effect of learning activities to the student achievement, since Fobs = 10,85 > Ftabel = 4.17, 3) there is an effect of scientific attitude to the student achievement since Fobs = 4.24 > Ftabel = 4.17, 4) there is an interaction between guided inquiry and experiment methods with students’ learning activity to the student achievement, since Fobs = 4.72 > Ftabel = 4.17, 5) there is an interaction between
xix
32
guided inquiry and experiment method with students’ scientific attitude to the student achievement, since Fobs = 4.56 > Ftabel = 4.17, 6) there is no interaction between learning activity with the students’ scientific attitude and the students’ learning achievement since Fobs = 1.14 < Ftabel = 4.17, 7) there is no interaction between the guided inquiry and experiment methods with the learning activity and scientific attitude on the students’ learning achievement, since Fobs = 0.15 < Ftabel = 4.17.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong
untuk kemampuan berpikir. Di dalam kelas siswa diarahkan kepada kemampuan
siswa untuk menghapal informasi, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika siswa lulus dari sekolah, mereka pintar
secara teoritis, akan tetapi miskin aplikasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1
disebutkan, Standar Proses Pendidikan (SPP) adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan,
SPP memiliki peran yang sangat penting. Oleh sebab itu, bagaimanapun idealnya
standar isi dan standar lulusan serta standar-standar lainnya, tanpa didukung oleh
xx
33
standar proses yang memadai, maka standar – standar tersebut tidak akan memiliki
nilai apa-apa.
Implementasi SPP, guru merupakan komponen yang sangat penting, sebab
keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru sebagai
ujung tombak. Oleh karena itulah, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya
dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki guru adalah bagaimana merancang suatu strategi pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, karena kita yakin tidak semua
tujuan bisa dicapai oleh hanya satu strategi tertentu.
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi
yang menjadi impian hidup anak didiknya di masa depan. Dibalik kesuksesan siswa,
selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada dirinya sebagai
sumber energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai
kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestesius dalam panggung sejarah
kehidupan manusia. Ada guru melaksanakan pengelolaan pembelajarannya
dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui perencanaan yang matang, yakni,
dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dan memerhatikan taraf
perkembangan intelektual dan perkembangan psikologi belajar siswa. Tanpa
perencanaan matang dan tanpa mempertimbangkan berbagai faktor yang bias
mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.
Guru sebagai jabatan profesional harus memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan
minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa, termasuk didalamnya
memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas
1
34
pembelajaran. Jadi seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan
yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Guru mempunyai tugas
dan tanggungjawab yang luas, setidaknya ada 7 (tujuh) peran yang harus dimainkan
guru dalam proses belajar mengajar yakni, guru sebagai sumber belajar, guru sebagai
fasilitator, guru sebagai pengelola, guru sebagai demonstrator, guru sebagai
pembimbing, guru sebagai motivator dan guru sebagai evaluator.
Di samping harus memainkan peran-peran di atas, seorang guru juga harus
memiliki keterampilan dasar mengajar. Keterampilan dasar mengajar ini diperlukan
agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran,
sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien. Beberapa keterampilan dasar yang
harus dimiliki seorang guru yakni, keterampilan dasar bertanya, keterampilan dasar
memberikan penguatan (reinforcement), keterampilan variasi stimulus, keterampilan
membuka dan menutup pelajaran dan keterampilan mengelola kelas. Kurang
variatifnya metode pembelajaran yang dikembangkan guru dewasa ini membuat
siswa kurang merasa tertantang untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan selera guru. Hal ini menyebabkan siswa menjadi cepat bosan dan
antipati terhadap materi yang diajarkan. Padahal pada kenyataannya kemampuan
guru dalam pengelolaan pembelajaran tidak merata sesuai dengan latar belakang
pendidikan guru serta motivasi dan kecintaan meraka terhadap profesinya.
Keberhasilan seorang guru dalam proses belajar mengajar di dukung oleh
kemampuan pribadinya. Kemampuan pribadi seorang guru yakni, kemantapan dan
integritas pribadi, peka terhadap perubahan dan pembauran, berpikir alternatif, adil,
jujur dan objektif, berdisiplin dalam melaksanakan tugas, ulet dan tekun bekerja,
35
berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya, bersifat terbuka, simpatik dan
menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak, kreatif dan berwibawa.
Seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus yang tidak mungkin dimiliki oleh
orang yang bukan guru.“A teacher is person charged with the responbility of helping
others to learn and to behave in new different ways” (James M.Coper dalam Wina
Sanjaya, 2006 : 15).
Benyamin Bloom dalam Winkel (2007 : 226) berpendapat bahwa, ”ciri-ciri
kepribadian guru (teacher characteristics) kalah penting dengan cara mengajar dan
cara mengelola proses belajar (teaching characteristics)”. Banyak guru terlalu sibuk
mengatur para siswa (management of learners) dan kurang memusatkan perhatian
pada pengelolaan belajar siswa (management of learning). Kualitas pengajaran
sangat menentukan keberhasilan siswa. Kualitas pengajaran bergantung pada
bagaimana cara menyajikan materi yang harus dipelajari, bagaimana cara guru
menggunakan pemberian peneguhan (reinforcement), bagaimana cara guru
mengaktifkan siswa supaya berpartisipasi dan merasa terlibat dalam proses belajar
dan bagaimana cara guru memberikan informasi kepada siswa tentang keberhasilan
mereka.
Selain guru, faktor lain yang mempengaruhi proses pembelajaran yakni faktor
siswa, sarana dan prasarana, dan lingkungan sekolah. Siswa adalah organisme yang
unik yang berkembang sesuai tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah
perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama
perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu,
disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Kebanyakan pakar percaya
36
bahwa pengalaman seorang anak dalam keluarga sangat penting bagi pengembangan
kepribadiannya.
Menurut Dunkin (Wina Sanjaya, 2006 : 54), “setidaknya ada dua aspek siswa
yang mempengaruhi proses pembelajaran yakni aspek latar belakang siswa (pupil
formative) dan sifat yang dimiliki siswa (pupil properties)”. Aspek latar belakang
meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran, tempat tinggal, tingkat sosial ekonomi,
keluarga dan lain-lain. Sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi
kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa
memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang termasuk berkemampuan
tinggi biasanya ditunjukkan dengan motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian
dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran. Sebaliknya, siswa tergolong
berkemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya
keseriusan dalam mengikuti pelajaran dan lain-lain. Perbedaan–perbedaan semacam
itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau
pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya
belajar. Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang
bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat
aktif (hyperkinetic) dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan
siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Semua itu akan mempengaruhi
proses pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme beranggapan bahwa belajar bukanlah
memindahkan pengetahuan dari otak guru ke siswa. Mengajar lebih merupakan
37
kegiatan yang membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Maka, peran
seorang guru kimia bukanlah untuk menstransfer pengetahuan yang telah ia punyai
kepada siswa, tetapi lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar
dapat mengkonstruksikan pengetahuan mereka secara cepat dan efektif. Prinsip yang
paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dari pendekatan
konstruktivisme ialah bahwa anak-anak banyak memperoleh pengetahuan diluar
sekolah dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses
alamiah ini. Oleh karena siswa sudah membawa konsep-konsep awal sebelum
belajar kimia secara formal, maka seorang guru kimia perlu mengerti bahwa siswa
bukanlah lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat dicekoki.
Seorang guru kimia konstruktivis beranggapan bahwa siswanya itu sudah
mengerti sesuatu sebelum mengikuti pembelajaran kimia, karena pengalaman hidup
siswa itu. Dengan demikian mengajar dianggap bukan sebagai proses dimana
gagasan-gagasan guru dipindahkan kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk
mengubah gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin ‘salah’. Jadi, sangat penting
bagi seorang guru mengerti pengetahuan awal apa yang dipunyai siswa dan apakah
dalam pengetahuan awal itu ada salah pengertian. Dengan mengerti konsep awal
siswa, seorang guru dapat membantu siswa belajar lebih cepat. Banyak metode
belajar yang bisa digunakan dalam pembelajaran kimia.
Pada penelitian ini, proses pembelajaran kimia melalui pendekatan
konstruktivistis dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen.
Keduanya sejalan dengan karakteristik pelajaran kimia sebagai bagian dari science
dan bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek sekaligus objek dalam
belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai
38
dengan kemampuan yang dimiliki. Dipilihnya kedua metode tersebut tidak terlepas
dari keingintahuan peneliti tentang pengaruh penggunaan kedua metode tersebut
dalam pembelajaran kimia. Sebab, selama ini, khusus metode inkuiri masih jarang
diterapkan oleh guru, termasuk peneliti sendiri belum pernah menerapkannya dalam
pembelajaran kimia.
Sedangkan faktor internal siswa yang ingin diteliti yakni aktivitas belajar dan
sikap ilmiah. Sebenarnya banyak faktor internal siswa yang bisa menjadi perhatian
seperti, gaya belajar, kreativitas belajar dan lain-lain. Materi pelajaran yang diajarkan
pada kelas XI IPA semester 1 yaitu, teori atom mekanika kuantum dan ikatan kimia,
termokimia, laju reaksi, kesetimbangan kimia dan asam-basa. Sedangkan materi atau
bahan ajar yang disampaikan dalam penelitian ini adalah materi pokok bahasan
tentang termokimia . Materi ini dipilih karena dianggap siswa sulit memahaminya
serta proses kimianya harus dipelajari secara lebih mendasar dan mendetail, namun
demikian materi ini sangat erat kaitannya dengan contoh kehidupan nyata,. Sehingga
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep tentang Termokimia.
Subjek penelitian terdiri dari siswa kelas XI IPA.1 dan XI IPA.2
SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Masing-masing kelas diberi perlakuan berbeda, kelas XI IPA.1 diberi
perlakuan menggunakan metode inkuiri terbimbing, sedangkan kelas XI IPA.2
menggunakan metode eksperimen. Keberhasilan belajar siswa dalam pembelajaran
dinyatakan dengan prestasi belajar. Keberhasilan proses belajar ini tidak terlepas dari
aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa. Aktivitas belajar dan sikap ilmiah ini sangat
penting dan harus mendapat perhatian . Dengan kata lain, aktivitas belajar dan sikap
39
ilmiah adalah gejala nyata yang tampak pada diri siswa dan dapat diamati oleh guru.
Dari hipotesis peneliti memperoleh pemikiran bahwa untuk meningkatkan peran aktif
siswa dalam mencapai prestasi, khususnya prestasi aspek kognitif yang diharapkan
diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga akan membantu proses
pembelajaran kimia pada pokok bahasan termokimia.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut :
1. Rendahnya prestasi belajar Kimia, khususnya di SMA Negeri 1 Manggar, ini
terlihat dari Nilai Ebtanas Murni (NEM) Kimia Tahun 2008, nilai rata-rata 6,03,
nilai tertinggi 8,00, nilai terendah 3,50, standar deviasi 0,79, klasifikasi C.
2. Metode pembelajaran yang dipakai selama ini masih cara konvensional dan
cenderung monoton, berjalan satu arah dan berpusat pada guru. Padahal, dalam
pembelajaran kimia banyak metode yang bisa digunakan.
3. Image yang sudah terlanjur berkembang dibenak siswa bahwa belajar kimia itu
susah, membosankan dan tidak menyenangkan.
4. Penerapan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif dalam proses belajar
mengajar kimia oleh guru masih sangat minim.
5. Meteri termokimia mempunyai karakteristik yang menuntut siswa berperan aktif
dan berpikir kritis melalui metode inkuiri terbimbing dan eksperimen.
6. Penerapan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen perlu memperhatikan
faktor internal yang ada pada siswa.
7. Aktivitas belajar merupakan faktor internal pada siswa yang belum menjadi
perhatian dalam proses pembelajaran.
40
8. Sikap ilmiah merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran kimia
yang belum diperhitungkan oleh guru.
9. Aspek yang diteliti yakni pengaruh pendekatan konstruktivisme dengan metode
inkuiri terbimbing dan eksperimen ditinjau dari aktivitas belajar dan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar siswa pada aspek kognitif.
C. PEMBATASAN MASALAH
Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan,
peneliti melakukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Pengunaan metode pembelajaran yang diterapkan sekaligus sebagai variabel
bebas dalam penelitian ini adalah inkuiri terbimbing dan eksperimen, yang
merupakan bagian dari pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
2. Variabel moderator atau atribut dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa
tinggi dan rendah, dan sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah.
3. Aspek yang diteliti adalah prestasi belajar siswa pada aspek kognitif.
4. Materi pelajaran yang diberikan tentang Termokimia
5. Subjek yang diteliti adalah siswa Kelas XI IPA.1 dan XI IPA.2 SMA Negeri 1
Manggar Kabupaten Belitung Timur Semester 1 Tahun Pelajaran 2009-2010.
D. PERUMUSAN MASALAH
Untuk memberikan arah penelitian agar lebih terarah dan mendapatkan hasil
yang sesuai, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen terhadap prestasi belajar siswa?
2. Apakah ada pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar siswa?
41
3. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar siswa?
4. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa?
5. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa?
6. Apakah ada interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan
sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa?
7. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar siswa?
E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
terhadap prestasi belajar siswa.
2. Pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa.
3. Pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
4. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan
aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
5. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan
sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
6. Interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah
siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
42
7. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan
aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
F. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat. Adapun manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yakni manfaat teoritis dan praktis sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Mengatahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada aspek kognitif ditinjau dari
aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa.
b. Menambah wawasan bagi peneliti mengenai permasalahan permasalahan yang
terkait dengan pembelajaran kimia dengan metode pembelajaran inkuiri
terbimbing dan eksperimen.
c. Sebagai bahan rujukan dan masukan untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi guru kimia tentang alternatif
pengajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dalam
menyampaikan mata pelajaran kimia.
b. Meningkatkan kemampuan kerjasama dan sikap berpikir kritis siswa khususnya
dalam pelajaran kimia materi termokimia.
43
c. Guru lebih terampil dalam mengajar dengan melihat kemampuan atau potensi
yang dimiliki siswa, sehingga siswa dapat terlibat sepenuhnya terlibat khususnya
dalam pembelajaran kimia.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Belajar
Gagne dalam Slameto (2003: 13) menyatakan, “belajar ialah suatu proses
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan
tingkah laku”. Didasarkan atas model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan
delapan fase dalam sutu tindakan belajar (learning act). Adapun kedelapan fase
tersebut, 1) fase motivasi, 2) fase pengenalan (apprehending phase), 3) fase
perolehan (acquisition phase), 4) fase retensi, 5) fase generalisasi, 7) fase
penampilan dan 8) fase umpan balik. Bruner berpendapat bahwa belajar merupakan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh individu, dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan
masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang
benar-benar bermakna (Ratna Wilis Dahar, 1988 :125) Pendapat Bruner ini dikenal
dengan istilah belajar penemuan (discovery learning).
44
Chaplin mengemukakan, “belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai akibat latihan atau pengalaman” (Muhibbin Syah :
2009). Winkel berpendapat, ” belajar ialah suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan
itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”. Sedangkan menurut Hilgrad dan
Bower dalam Fudyartanto (2002), ”belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain
knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study, 2) to fix in the
mind or memory; memorize, 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme
of to find out.” Menurut difinisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh
pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,
menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Bagi Hilgard,
belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan di dalam
laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.
Robert Heinick dkk. dalam Benny A Pribadi (2009 : 6), belajar diartikan
sebagai “ … development of new knowledge , skill, or attitudes as individual interact
with learning resources”. Belajar merupakan proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang terjadi manakala seseorang melakukan interaksi secara
intensif dengan sumber-sumber belajar. Slameto juga merumuskan pengertian
tentang belajar. Menurutnya, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan , sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengetian belajar terdapat
beberapa perumusan yang berbeda, tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa
12
45
belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman,
pendidikan, atau melalui prosedur latihan dan bimbingan individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut perubahan pengetahuan atau pemahaman
(kognitif), perubahan sikap atau nilai (afektif) dan perubahan keterampilan
(psikomotorik). Perubahan tingkah laku ini bisa di dapat melalui pengalaman,
mengingat, mendapatkan informasi ataupun menemukan.
2. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu pendekatan pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Menurut
kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti,
entah itu teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan, mengakomodasikan dan mengequilibrasi serta menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang, sehingga pengertian itu dikembangkan.
Von Glasersfeld dalam Paul Suparno (2007 : 19), “ pengetahuan itu dibentuk
oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya”.
Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan
yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan
seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan
untuk membentuk pengetahuan tersebut. Von Glasersfeld juga menjelaskan
bagaimana pengaruh konstruktivisme terhadap belajar dalam kelompok. Menurutnya,
dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat
persoalan dan apa yang akan dibuatkan dengan persoalan itu.
46
Konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang
mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang
tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan
berkembang pengetahuannya. Pendekatan konstruktivisme dalam belajar dan
pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi
kognitif dan psikologi sosial. Premis dasarnya bagaimana individu harus secara aktif
membangun pengetahuan,keterampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam
proses membangun kerangka oleh pelajar dari lingkungan di luar dirinya.
Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan cara memberi makna pada pengetahuan sesuai
pengalamannya. Pemahaman manusia akan semakin mendalam dan kuat jika teruji
dengan pengalaman-pengalaman baru.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Dengan
dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses
‘mengkontruksi’, bukan menerima pengetahuan. Kaitan teori belajar konstruktivisme
dengan penelitian ini adalah pada metode pembelajaran yang digunakan yakni,
metode inkuiri terbimbing dan eksperimen. Di mana kedua metode ini merupakan
bagian dari pendekatan konstruktivisme.
3. Teori Belajar Jean Piaget
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi
47
kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia.
Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang
harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Manusia, menurut Piaget, manusia
memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya seperti sebuah kotak-kotak yang
masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi
seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam
kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungankan dengan kotak-
kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Artinya, pada saat belajar
sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya yaitu, proses organisasi informasi
dan proses adaptasi.
Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau
rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-
pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu
berkembang. Proses tersebut meliputi: 1) skema/skemata adalah struktur kognitif
yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental
dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-
kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang,
2) asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan
konsep awalnya, hanya menambah atau merinci, 3) akomodasi adalah proses
pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi, 4) equilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses
48
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 152), “ setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut, sensorimotor
(0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkret (7-11 tahun),
perasional formal (11 tahun ke atas)”. Untuk lebih jelasnya, berikut ini tabel tahap
perkembangan kognitif menurut Piaget.
Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Usia/Tahun Gambaran Sensorimotor
0 -2
Ø Anak bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Ø Anak membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
Praoperasional
2-7
Ø Anak mula merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar, ini menunjukan adanya pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
Ø Pemikiran masih egosentris dan sentrasi Operasional Kongkrit
7-11
Ø Anak sudah dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang kongkrit.
Ø Anak sudah dapat mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda-beda.
Operasional Formal
11-15 Ø Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik
Teori perkembangan kognitif Piaget ini sangat erat kaitannya dengan
penelitian ini. Sebab, pada penelitian ini mengambil objek siswa SMA sebagai
sampel , di mana kalau dikaitkan dengan teori perkembangan siswa tersebut masuk
dalam katagori tahap antara operasional kongkrit dan operasional formal. Salah satu
contoh yakni bagaimana siswa bisa menjelaskan proses yang terjadi pada peristiwa
49
fotosintesis dan hubungannya dengan materi pelajaran termokimia. Pada contoh
diatas, siswa diajak untuk berpikir kritis, logis dan terkadang bersifat abstrak.
Metode inkuiri terbimbing dan eksperimen menuntut siswa mengajukan
hipotesis-hipotesis sekaligus menjawab hipotesis itu sendiri. Aplikasi yang berkaitan
dengan metode belajar terlihat saat siswa disuruh mendifinisikan dan menyebutkan
ciri-ciri reaksi eksoterm dan reaksi endoterm melalui percobaan atau eksperimen
yang siswa lakukan. Begitupun jika dikaitkan dengan meteri termokimia sebagai
materi pelajaran, dimana materi ini sangat erat kaitannya dengan contoh kehidupan
nyata, dianggap siswa sulit memahaminya serta proses kimianya harus dipelajari
secara lebih mendasar dan mendetail, terkadang ada juga yang bersifat abstak yang
menuntut siswa berpikir secara logis dan kritis.
4. Teori Belajar Bruner
Bruner mengemukakan dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 101), ”belajar
melibatkan tiga proses kognitif yang berlangsung hampir bersamaan”. Ketiga proses
itu ialah, 1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Informasi baru dapat merupakan penghalusan
dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Transformasi menyangkut cara
kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi, atau dengan
mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan
dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan
tugas yang ada.
Salah satu model intruksional kognitif yang sangat berpengaruh dari Bruner
ialah model yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discover learning). Bruner
menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
50
aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan
menunjukkan beberapa kelebihan, 1) pengetahuan ini bertahan lama dan lebih mudah
di ingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara yang
lain, 2) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada
hasil belajar lainnya, 3) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar
penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalahnya sendiri, membangkitkan keingintahuan siswa, dan
memberikan motivasi untuk terus belajar sampai menemukan jawaban-jawaban.
Bruner juga mengatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara seseorang melihat lingkungan, yaitu,
enaktif, ikonik dan simbolik. Tahap enaktif melalui tindakan, jadi bersifat
manipulatif. Seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata (menggunakan pengetahuan motorik). Tahap ikonik
berdasarkan pemikiran internal yang artinya, dalam memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Sedangkan tahap simbolik,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak, arbitrer, atau
lebih fleksibel yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan
logika.
Dari uraian teori belajar Bruner tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses penemuan. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya
51
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, melakukan eksperimen-eksperimen yang
mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Penerapan teori
Bruner ini sangat erat kaitannya dengan metode inkuiri terbimbing dan metode
eksperimen yang digunakan pada penelitian ini. Di mana pada kedua metode tersebut
siswa dituntut untuk menemukan konsep yang berkaitan dengan materi termokimia.
Metode inkuiri dan eksperimen mengharuskan siswa untuk menemukan jawaban atas
hipotesis yang mereka kemukakan.
5. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-112), ”belajar dapat
diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu, dimensi pertama berhubungan dengan
cara informasi dan dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada”. Pada tingkat pertama dalam
belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau
seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau
mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan berupa konsep-konsep atau
pengetahuan lainnya yang telah dimikikinya.
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi
Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relavan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Guna
menekankan fenomena pengaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah subsumer.
Subsumer memegang peranan dalam proses memperoleh informasi baru. Dalam
52
belajar bermakna, subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan
informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perceptual dan menyediakan
suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah
dimiliki sebelumnya.
Ada tiga kebaikan yang diperoleh dari belajar bermakna, yaitu : 1) informasi
yang diperoleh secara bermakna lebih lama diingat, 2) informasi yang tersubsumsi
berkibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan
proses belajar mengajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip dan, 3)
informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif meninggalkan efek residual
pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah
terjadi ‘lupa’. Kaitan dengan penelitian ini, teori Ausubel memberikan inspirasi
bahwa belajar bermakna itu tidak hanya sebatas memberikan materi kepada siswa,
tetapi siswa harus benar-benar terlibat dalam proses belajar mengajar. Metode inkuiri
terbimbing dan eksperimen memberikan kebebasan kepada siswa untuk menuangkan
ide atau gagasan yang berkenaan dengan meteri pelajaran, sehingga jawaban atas ide
atau gagasan tersebut menjadi bermakna bagi siswa. Belajar bermakna merupakan
suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relavan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Hal ini tentu akan memberi efek positif terhadap
perkembangan kognitif siswa, dimana mater pelajaran yang mereka terima akan
terekam lebih lama ketimbang belajar dengan cara menghafal.
6. Pendekatan Belajar Vygotsky
Vygotsky merupakan tokoh kontruktivisme sosial. Sumbangan teorinya
adalah penekanan pada hakekat pembelajaran sosiokultural. Inti pendekatan
Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek ‘internal’ dan ‘eksternal’ dari
53
pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial (Trianto 2007 : 27).
Menurut pendekatan Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-
masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas itu berada dalam ‘zone of proximal
development’ mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan memecahkan
masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensi yang
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Pendekatan Vygotsky yang lain adalah ‘scaffolding’. Scaffolding adalah
memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggungjawab yang semakin
besar setelah ia mampu berdiri sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori
pembelajarannya yaitu : 1) menghendaki setting kelas kooperatif sehingga siswa
dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka, 2)
pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding.
Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga
sangat sesuai dengan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen,
karena dalam kedua metode tersebut terdapat kerja kelompok yang memungkinkan
siswa saling berinteraksi, baik berinteraksi antara siswa dengan siswa maupun
54
interaksi antara siswa dan guru dalam upaya menemukan konsep-konsep pemecahan
masalah. Vygotsky menekankan faktor sosial sangat penting artinya bagi
perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi untuk konsep, penalaran logis, dan
pengambilan keputusan.
Kaitan teori belajar Vygotsky ini dengan metode inkuiri terbimbing dan
eksperimen dalam penelitian ini sangat erat. Mengingat dalam kedua metode tersebut
menuntut siswa belajar dalam kelompok. Jadi masing-masing siswa akan saling
memberi masukan melalui diskusi kelompok ataupun melalui diskusi kelas. Melalui
diskusi dalam kelompok maupun antar kelompok, siswa saling berinteraksi dan
saling memberikan masukan atau jawaban-jawaban terhadap konsep melalui
hipotesis, penalaran logis sampai akhirnya mengambil keputusan. Interaksi dalam
kelompok akan membentuk jiwa sosial pada siswa, dimana siswa dituntut untuk
saling menghargai dalam menyampaikan pendapat, ide ataupun gagasan.
7. Metode Inkuiri Terbimbing
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri.
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dan sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya
dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Ketiga, tujuan dan
penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan
55
berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dan proses mental. Dalam strategi pembelajaran inkuiri
siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana
mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Siswa akan dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi
pelajaran.
Linn dalam Elliot at al. (2008) mengatakan bahwa “The design of many of
these applications are informed by principles of inquiry learning, for examples the
knowledge Integration Environment” Metode inquiry dapat terbagi dalam beberapa
bentuk namun secara prinsip pembelajaran inquiry merupakan pengetahuan yang
terintegrasi dengan lingkungan. ”Inquiry learning focuses on the use of real world
inquiry activities for students and is described as the process of solving a problem
through exploration of the natural world: asking question, making discovey and
making decision” Pembelajaran menggunakan metode inkuiri berfokus pada
penggunaan aktivitas siswa pada dunia nyata dan menggambarkan proses bagaimana
siswa memecahkan sebuah masalah melalui eksplorasi seperti dalam bertanya,
membuat penemuan, membuat keputusan dan lain-lain. Di lihat dari besar kecilnya
informasi yang diterima siswa dalam proses pembelajaran dengan metode inkuiri,
metode ini dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1) inkuiri terbimbing, 2) inkuiri bebas
dan, 3) inkuiri termodifikasi.
Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing, peran utama guru sebagai
motifator dan fasilitator sehingga dapat menciptakan kondisi di mana siswa
dihadapkan pada suatu masalah. Pada proses pembelajaran guru dapat menyediakan
bimbingan dan petunjuk. Perumusan masalah dilontarkan oleh guru dalam bentuk
56
pertanyaan atau pernyataan, konsep harus ditemukan oleh siswa sendiri. Pada tahap
awal bimbingan lebih banyak diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi sesuai
dengan perkembangan siswa. Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala:
1) guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dan suatu
permasalahan yang ingin dipecahkan, 2) bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak
berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang
perlu pembuktian, 3) proses pembelajaran berangkat dan rasa ingin tahu siswa
terhadap sesuatu, 4) guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata
memiliki kemauan dan kemampuan berpikir, 5) jumlah siswa yang belajar tak terlalu
banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru, 6) guru memiliki waktu yang cukup
untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan bentuk dan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat
dominan dalam proses pembelajaran. Sasaran utama kegiatan mengajar dengan
metode ini adalah sebagai berikut : 1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistimatis pada
tujuan pengajaran, 3) mengembangkan sikap percaya diri (self-belief) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmet (2007) dalam penelitiannya yang
berjudul Pendapat Siswa Turkish Highschool tentang Metode Inquiry Berdasarkan
Aktivitas Laboratorium menghasilkan temuan bahwa ;
“According to the result of study, the pupils declared that the inquiry based laboratory activities were more permanent, more enjoyable, and more pupil centered than the traditional methods, that thanks to this method, they studied
57
cooperatively and benefit from different aspects by discussing, that they were be satisfied with the teacher's guide position in the implementations, and that their attitudes related by biology increased positively” Berdasarkan kutipan diatas, dari hasil studi yang dilakukan, siswa
mengemukakan bahwa inkuiri mendasarkan aktivitas laboratorium menjadikan
pelajaran lebih permanen, lebih menyenangkan, dan lebih melibatkan siswa
dibanding metoda tradisional, mereka sangat berkenan pada metoda ini , mereka
belajar kerja sama dan bermanfaat dari berbagai aspek berbeda dengan
mendiskusikan, mereka juga dibimbing oleh guru didalam mengimlementasikan hasil
pembelajaran, dan sikap mereka yang terkait biologi meningkat secara positif.
Selain itu, pentingnya metode inquiry juga didukung oleh hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Chin at al. (2007) dalam penelitian yang berjudul
Pengaruh metode Inkuiriberbasis pembelajaran matematika pada kelas 11 yang
berfokus pada metakognitif. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa
“Student could develop signicantly better metacognitive capacities after rechieving the three month inquiry based mathematics teaching. We might able to argue that the inquiry based mathematic teaching method may serve as a catalythic metacognitive experience that informed student about what was for some an alternative conception of learning” Menurut hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan, siswa dapat lebih
mengembangkan kemampuan metakognitive setelah selama tiga bulan menggunakan
metode inkuiri berbasis pembelajaran matematika. Sehingga dapat di katakana
bahwa metode inkuiri berbasis pembelajaran matematika sangat membantu
kemampuan atau pengalaman metacognitif siswa sehingga hal ini dapat menjadi
alternatif konsep pembelajaran.
a. Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri
58
Terdapat beberapa pendapat tentang langkah-langkah pembelajaran dengan
metode inkuiri, diantaranya Marrero dalam makalah Yulio Marera (2000) ’Inquiry
in the Midlle School : Context Learning’ menyatakan empat langkah pembelajaran
inkuiri, yaitu:
1) siswa diberikan berbagai pengalaman dari sebuah fenomena melalui pertanyaan dengan mengembangkan interaksi siswa, 2) merencanakan dan memprediksi, siswa membuat suatu pertanyaan dan membuat perkiraan hasil yang akan di dapat, 3) melakukan investigasi, siswa melihat realita dilapangan dengan menjawab sejumlah pertanyaan dan mencatatnya, membuat tabel dan meminta umpan balik, dan 4) membuat ringkasan dari hasil investigasi. Ada tiga komponen dalam membuat ringkasan, yaitu : mengungkap kembali pertanyaan dan prediksi, mengambarkan investigasi, dan penilaian hasil.
Sudjana dalam Trianto (2007 : 142) menyatakan, ada lima tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri yaitu : 1) merumuskan masalah
untuk dipecahkan siswa, 2) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal
dengan istilah hipotesis, 3) mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk
menjawab hipotesis atau permasalahan, 4) menarik kesimpulan jawaban atau
generalisasi, dan 5) mengaplikasikan kesimpulan
Menurut Bell dalam Pyle (2008),
”Aspect of inquiry as (a) confirmational, in which students are expected to confirm known (at least by the teacher) informaion, (b) structured, in which students respond to a teacher specified question and method (c) guided, in which students select procedures and justify answers to a question proposed by teacher (d) open, in which students select both the question and the method in a general area devised or suggested by teacher” Aspek yang terdapat dalam inquiry antara lain (a) dapat dikonfirmasikan,
dalam hal ini siswa dapat diketahuan kemampuannya minimal oleh para guru (b)
struktur, dalam hal ini dapat diketahui respon siswa terhadap pertanyaan dan metode
yang diberikan oleh guru (c) petunjuk, siswa dapat memilih prosedur dan dan
59
jawaban yang sesuai dari guru (d) terbuka, dalam hal ini siswa dapat memilih
pertanyaan dan metode atau melaksanakan berdasarkan saran guru.
Sedangkan Kindsvatter, Wilen, & Ishler menjelaskan langkah-langkah inkuiri
agar menjadi lebih jelas dan mudah dilakukan adalah sebagai berikut : 1) identifikasi
dan klarifikasi persoalan, persoalan dapat ditentukan oleh guru, dan persoalan yang
ingin didalami harus jelas dan real sehingga dapat dipikirkan, didalami dan
dipecahkan oleh siswa, 2) membuat hipotesis, siswa diminta untuk mengajukan
jawaban sementara, 3) mengumpulkan data, siswa mencari dan mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya, dalam kimia langkah ini disebut langkah percobaan atau
eksperimen, 4) menganalisis data, data yang sudah dikumpul harus dianalisis untuk
dapat membuktikan hipotesis apakah benar atau tidak. dan 5) mengambil
kesimpulan, data yang telah dikelompokkan dan dianalisis, kemudian diambil
kesimpulan dengan generalisasi. Setelah diambil kesimpulan kemudian dicocokkan
dengan hipotesis awal, apakah diterima atau tidak (Paul Suparno, 2007: 66-67).
Sintak metode pembelajaran inkuiri terbimbing secara garis besarnya dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.2 : Sintak metode pembelajaran inkuiri terbimbing
Fase Kegiatan Pembelajaran
1. Orientasi, menyajikan pertanyaan atau masalah
· Mengemukakan indikator dan tujuan pembelajaran dalam bentuk pertanyaan.
· Membimbing siswa mengidentifikasi masalah
· Siswa mengelompokan diri dalam 4 (empat) kelompok
2. Membuat Hipotesis · Memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis.
· Membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relavan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis yang menjadi penyelidikan
3. Merancang dan · Membagikan LKS yang berisi langkah-langkah untuk
60
Melakukan Percobaan melakukan percobaan
· Membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan
4 Mengumpulkan dan menganalisis data
· Memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk melakukan observasi, mengamati, mengukur, mendapatkan data, menganalisis data menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul
5. Membuat kesimpulan · Guru dan siswa membuat kesimpulan
6. Aplikasi · Membimbing siswa mengaplikasikan kesimpulan dengan kehidupan sehari-hari
b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Inkuiri
Menurut Jerome Bruner dalam Ratna Wilis Dahar (1989:103)
menyatakan beberapa kelebihan metode inkuiri adalah : pengetahuan itu tahan lama
dapat diingat, mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari
dengan cara-cara lain, hasil belajar inkuiri mempunyai efek transfer yang sangat
baik, daripada hasil belajar lainnya. Moh Amien (1987:18) kelemahan pembelajaran
dengan menggunakan metode inkuiri tidak semua pendidik (guru dan dosen) dapat
menggunakan metode ini, tanpa bimbingan fasilitas dan sumber belajar yang
memadai, jika jumlah siswa iswa banyak, tugas guru atau dosen dalam membimbing
dan mengawasi menjadi lebih berat, siswa yang gagal menyelesaikan tugasnya akan
merasa frustasi.
Tabel 2.3 : Kelebihan dan Kelemahan metode pembelajaran inkuiri
Kelebihan Kelemahan
· Mengembangkan potensi intelektual siswa.
· Memungkinkan siswa untuk membentuk self concept
· Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa
· Memberikan kesempatan untuk belajar
· Memerlukan waktu lebih lama
· Jika proses pembelajaran kurang terpimpin dapat membuat bahan pelajaran menjadi tidak terarah.
· Tidak semua pendidik dapat menerapkan pembelajaran inkuiri tanpa fasilitas dan sumber belajar yang memadai.
61
menguasai cara-cara menemukan konsep
· Materi pelajaran dapat diingat lebih lama
· Memberi kepuasan belajar atau motivasi
· Jika jumlah siswa erlalu banyak maka guru menjadi sulit dalam mengorganisasikan kelas.
8. Metode Eksperimen
Menurut Syaiful Sagala (2005:220), “metode eksperimen adalah percobaan
untuk membuktikan suatu pernyataan atau hipotesis” . Pembelajaran menggunakan
metode eksperimen dihadapan siswa memiliki kesempatan mengalami sendiri /
melakukan sendiri. mengikuti proses, mengukur, mengamati, menganalisis,
membuktikan konsep, dan menarik kesimpulan. Eksperimen adalah telaah empirik
sistematis yang meininimalkan varian dan semua atau hampir semua variabel hehas
yang berpengaruh dan yang mungkin ada tapi tidak relevan dengan rnasalah yang
diteliti dengan memanipulasi satu atau beberapa variabel bebas dalam kondisi yang
ditetapkan, dioperasikan dan dikontrolkan secara cermat dan teliti.
Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih
untuk menguji teori atau hokum yang sudah ditemukan oleh para ahli. Eksperimen
merupakan kajian penelitian dimana seluruh jalannya percobaan sudah dirancang
oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Meliputi, langkah-langkah yang
harus dibuat siswa, alat dan bahan yang harus dipergunakan, apa yang harus diamati
dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Siswa tidak akan bingung tentang
langkah-langkah yang akan dilakukan, data yang harus dikumpulkan dan kesimpulan
yang akan dituju atau dibuat cukup jelas. Dalam eksperimen guru sudah menyiapkan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh siswa melalui lembar kerja siswa (LKS).
a. Tugas Guru
62
Guru memiliki peranan sangat penting dalam pelaksanaan eksperimen,
beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru yaitu : 1) memilih eksperimen apa
yang akan ditugaskan kepada siswa, 2) merencanakan langkah-langkah percobaan
seperti, apa tujuannya, peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan,
data yang harus dikumpulkan, bagaimana menganalisis data, dan apa kesimpulannya,
3) mempertimbangkan pelaksanaan eksperimen secara individu atau kelompok
berdasarkan alat dan bahan yang tersedia, 4) mengadakan eksperimen pendahuluan
(uji coba) sebelum dilaksanakan bersama siswa, untuk mengetahui berbagai
kemungkinan yang akan terjadi, 5) mempersiapkan semua peralatan yang akan
digunakan sehingga pada saat siswa melaksanakan eksperimen semua siap dan
berjalan lancer, 6) pada saat eksperimen berlangsung, guru dapat berkeliling melihat
dan memonitor siswa dalam melakukan percobaan dan dapat memberikan masukan
kepada siswa. Guru membantu, membimbing, mengawasi, dan mengamati
eksperimen yang dilakukan siswa (diusahakan guru tidak meninggalkan tempat
eksperimen untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan), 7) bila ada peralatan
yang macet atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, guru membantu siswa agar
alat dapat berfungsi kembali, 8) membantu siswa dalam menarik kesimpulan
percobaan yang dilakukan, 9) bila siswa membuat laporan, guru harus memeriksa
dan memberikan penilaian, 10) guru mempersiapkan petunjuk dan langkah
percobaan dalam satu lembar kerja siswa (LKS), sehingga memudahkan siswa dalam
melakukan percobaan, 11) guru melakukan evaluasi akhir.
b. Tugas Siswa
Dalam melaksanakan eksperimen, biasanya siswa dibagi dalam beberapa
kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Jumlah anggota
63
kelompok sebaiknya tidak terlalu banyak anggotanya, hal ini memudahkan guru
dalam memonitor dan memberikan penilaian terhadap masing-masing siswa dalam
kelompok. Disamping itu, dengan jumlah kelompok yang kecil, siswa dapat
sungguh-sungguh melakukan percobaan dan bukan hanya melihat percobaan
temannya atau kelompok lain. Adapun tugas yang harus dilakukan siswa dalam
melaksanakan percobaan (eksperimen) sebagai berikut : 1) membaca petunjuk
percobaan dengan teliti, biasanya tertuang dalam lembar kerja siswa (LKS), 2)
mencari alat dan bahan yang diperlukan, 3) merangkaikan alat-alat sesuai dengan
skema percobaan, 4) mengamati jalannya percobaan, 5) mencatat hasil percobaan,
baik perubahan-perubahan yang terjadi terhadap hasil percobaan maupun dara-data
yang diperlukan, 6) membersihan alat dan bahan serta menyimpan kembali, 7)
mendiskusikan dalam kelompok untuk mengambil kesimpulan dari hasil percobaan
dan data yang ada., 8) membuat laporan percobaan dan mengumpulkannya,
9) mempresentasikan hasil percobaannya di depan kelas.
Kelebihan eksperimen adalah kemungkinan pelaksanaan kontrol yang relatif
sempurna dan presisi basil penelitian tinggi (akurat, tidak bisa ditafsirkan macam-
macam dan varian galat makin kecil). Kelemahan eksperimen meliputi kurangnya
kekuatan variabel bebas (efek manipulasi eksperimental) menyebabkan
kesemuan/keartifisialan situasi penelitian eksperimental sehingga validitas internal
tinggi tetapi validitas eksternal rendah. Dari pendapat tersebut dapat disarikan bahwa
metode eksperimen adalah suatu cara/metode pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif baik individu maupun kelompok untuk membuktikan
hipotesis/pernyataan yang sedang dipelajarinya melalui praktik.
Tabel 2.4. Sintak metode pembelajaran eksperimen
64
Fase Kegiatan Pembelajaran 1. Pendahuluan
(orientasi) · Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi
pelajaran. 2. Persiapan dan
pelaksanaan (merancang dan melakukan percobaan)
· Siswa mengelompokan diri dalam 4 (empat) kelompok · Siswa duduk dengan kelompoknya masing – masing,
setiap kelompok diberi kegiatan eksperimen (LKS). · Dengan dipandu oleh guru, tiap kelompok memeriksa alat
dan bahan – bahan eksperimen/percobaan. · Dengan bimbingan guru, siswa melakukan
eksperimen/percobaan dan diskusi informasi dalam kelompoknya masing – masing.
· Setelah selesai dengan dipandu oleh guru, siswa melaksanakan diskusi kelas sambil menyimpulkan hasil eksperimen/percobaan.
· Guru memberikan penguatan mengenai menjelaskan mengenai pengertian entalpi dan perubahan entalpi, serta satuan yang digunakan untuk perubahan entalpi.
3. Penutup, aplikasi · Guru bersama siswa mengaplikasikan kesimpulan dengan kehidupan sehari-hari
· Sebelum menutup pembelajaran, guru memberi tugas pada siswa untuk membuat laporan diskusi.
9. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi
belajar mengajar. Kelangsungan belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Atau
dapat dikatakan, tanpa aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin berlangsung
dengan baik. Dengan kata lain bahwa proses belajar yang berhubungan dengan bahan
belajar tersebut dapat diamati oleh guru, umumnya dikenal sebagai aktivitas belajar
siswa. Aktivitas belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat berupa
perubahan tingkah laku, kecakapan, sikap, minat, nilai maupun pola beraktivitas.
Aktivitas belajar siswa meliputi keterlibatan intelektual, emosional, fisik, dan
mental, baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis maupun pembentukan sikap
secara terpadu. Dengan kata lain, aktivitas belajar adalah suatu kegiatan fisik dan
mental yang diwujudkan dalam bentuk gerakan dan proses berfikir yang terjadi
secara simultan dalam kegiatan belajar mengajar. Sementara itu, tugas guru adalah
65
membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat
dan potensinya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002 : 236), “aktivitas belajar yang
dialami anak didik merupakan suatu proses yaitu proses belajar sesuatu”. Dengan
kata lain bahwa proses belajar yang berhubungan dengan bahan ajar tersebut dapat
diamati oleh guru”. Anak berpikir sepanjang ia berbuat, tanpa perbuatan anak itu
tidak berpikir. Agar anak berpikir sendiri harus diberi kesempatan untuk berbuat
sendiri. Dalam hal ini berbuat berarti melakukan aktivitas yang bersifat fisik
(jasmani) dan mental (rohani).
Aktifitas belajar siswa meliputi : 1) visual activities (aktivitas visual), yaitu
kegiatan olah indera mata yang meliputi membaca, memperhatikan gambar,
demontrasi, 2) oral activities (aktivitas mulut), merupakan kegiatan fisik yang
memberdayakan indera mulut, yang meliputi, menyatakan, menanyakan, memberi
saran, interupsi, menyampaikan pendapat, melakukan wawancara, 3) listening
activities (aktivitas pendengaran), adalah kegiatan fisik dengan menggunakan indera
pendengaran (telinga), misalnya, mendengarkan percakapan, menerima saran,
berdiskusi, 4) writing activities (aktivitas penulisan), yaitu kegiatan fisik yang
berkaitan dengan tulis menulis, misalnya, menulis laporan, mengerjakan tugas,
menyalin catatan, 5) drawing activities (aktivitas gambaran), merupakan kegiatan
fisik yang berkaitan dengan gambar seperti, membuat peta, menggambar, membuat
grafik, membuat diagram, 6) motor activities (aktivitas motorik), yaitu kagiatan yang
berkaitan dengan gerakan badan, meliputi, melakukan percobaan, membuat
kontruksi, bermain, 7) mental activities (aktivitas mental) yakni kegiatan yang
berhubungan dengan psikis (nalar/pikir), misalnya, menanggapi, mengingat,
memecahkan masalah, melihat hubungan, menganalisis, 8) emotional activities
66
(aktivitas perasaan), yaitu kegiatan psikis yang ada kaitannya dengan sikap dan
perasaan, misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, sedih, bersemangat,
bergairah, tenang, sungguh-sungguh.
Pengukuran aktivitas belajar didasarkan pada skor yang diperoleh siswa
dalam pengisian angket. Menurut Riduwan (2004 : 99), angket adalah daftar
pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Jadi angket merupakan alat serta
teknik pengumpulan data yang mengandalkan informasi atau keterangan pada diri
responden melalui daftar tertulis. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda
atau bentuk skala sikap, misalnya skala Likert yang banyak dipergunakan orang,
terutama para peneliti dibidang pendidikan yang tertarik untuk meneliti aspek-aspek
psikologis yang diduga berpengaruh terhadap proses belajar mengajar.
Pengukurannya menggunakan skala Likert. Pernyataan dalam angket sendiri dibagi
menjadi dua yaitu pernyataan positif dan pernyataan negative. Berikut jawaban dan
penilaian untuk masing-mesing pernyataan.
Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-)
Sangat Setuju (SS) = 5 Sangat Setuju (SS) = 1
Setuju (S) = 4 Setuju (S) = 2
Netral (N) = 3 Netral (N) = 3
Tidak Setuju (TS) = 2 Tidak Setuju (TS) = 4
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5
10. Sikap Ilmiah
67
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah
attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap
secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Triandis mendefenisikan
sikap sebagai : “ An attitude ia an idea charged with emotion which predis poses a
class of actions to aparcitular class of social situation” . Rumusan di atas diartikan
bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen
afektif dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek dan
sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung
untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan
suatu masalah atau obyek.
Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa : ”sikap ilmiah pada dasarnya
adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan
sebagai seorang ilmuwan”. Dengan perkataan lain kecendrungan individu untuk
bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis
melalui langkah-langkah ilmiah. Beberapa sikap ilmiah yang biasa dilakukan para
ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara lain :1) sikap
ingin tahu, 2) sikap kritis, 3) sikap obyektif, 4) sikap ingin enemukan, 5) sikap
menghargai karya orang lain, 6) sikap tekun, dan 7) sikap terbuka.
Popper dalam Hargenhahn dan Olson (2008) berpendapat bahwa “sikap
ilmiah adalah sikap kritis yang tidak mencari pembenaran-pembenaran melainkan tes
yang crucial berupa pengujian yang dapat menyangkal teori yang diujinya, meskipun
tak pernah dapat meneguhkannya”. Dari sini Popper menarik kesimpulan bahwa
menghadapkan teori-teori pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
68
ketidakbenarannya adalan satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinya dan juga
satu-satunya cara yang menungkinkan ilmu pengetahuan bisa berkembang terus
menerus. Dan dengan adanya kemungkinan untuk menguji teori tentang
ketidakbenarannya berarti teori itu terbuka untuk di kritik.
Dalam Kurikulum 2004, tujuan pembelajaran kimia di SMA adalah selain
memahami konsep-konsep kimia siswa juga dituntut mampu menggunakan
metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya (Depdiknas, 2004). Dari tujuan pembelajaran kimia
di SMA di atas tampaknya bahwa dalam mengajarkan kimia di SMA guru diminta
untuk mencapai produk IPA dan proses IPA. Ini berarti bahwa selain
mengembangkan fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip guru juga harus
mengembangkan keterampilan-keterampilan proses serta sikap ilmiah para siswa.
Pembelajaran kimia di sekolah hendaknya tidak diarahkan semata- mata
menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu
mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep- konsep ilmiah,
dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi
sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah.
Kirschner at al. (2006) mengemukakan, “Students learn so little from constructivist
approach, most teacher who attempt to implement classroom-based constructivist
instruction end up providing students with considerable guidance” sangat sedikit
siswa yang belajar dari pendekatan konstruktivisme meskipun sebagian besar guru
69
menggunakan pembelajaran berbasis pendekatan instruksional konsruktivisme
sebagai acuan untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa.
Untuk menumbuhkembangkan sikap ilmiah siswa ada tiga jenis
peranan utama guru yakni: memperlihatkan contoh, memberikan penguatan
dengan pujian dan persetujuan, dan memberikan kesempatan untuk
mengembangkan sikap. Semasih siswa menunjukkan keinginan untuk berbuat,
harus diberikan kesempatan untuk beraktivitas. Memberikan objek baru adalah
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahu.
Mendiskusikan hasil eksperimen memberikan kesempatan pada siswa untuk
berpikir kritis.
Salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah adalah dengan
memperlakukan siswa seperti ilmuwan muda sewaktu anak mengikuti kegiatan
pembelajaran sains. Keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental
dalam kegiatan labolatorium akan membawa pengaruh terhadap pembentukan pola
tindakan siswa yang selalu didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah. Kebenaran
ilmiah dapat diperoleh melalui berbagai cara yang dilandasi oleh paradigma tertentu.
Di dunia ini tidak ada hal yang benar-benar mutlak sebab kebenaran mutlak hanya
ada pada Tuhan yang Maha Esa. Yang ada di dunia hanyalah kebenaran tentatif,
validitas ilmiah.
Sikap ilmiah merupakan hal yang sangat penting sebab sikap ilmiah ini
sebagai kekuatan moral untuk memilih dan menggunakan metode ilmiah dalam
menemukan kebenaran ilmiah. Berpikir kritis merupakan pemikiran yang ilmiah.
Menurut Schefersman (1991), “critical thinking means correct thinking in the pursuit
of relevan and reliable knowledge about the world. Another way to describe it is
70
reasonamble, reflective, responsible, and skillful”, berpikir kritis mengandung makna
berpikir secara benar di dalam pencarian ilmu pengetahuan yang relevan dan dapat
dipercaya yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan informasi (reasonable),
reflektif, penuh tanggungjawab (responsible), dan berpikir cerdas (skillfull). Berpikir
kritis harus dilatihkan guru melalui disiplin-disiplin tertentu. Untuk membangun
Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai kejujuran (honesty), dan nilai kekritisan
(skeptics). Sedangkan untuk membangun sikap kreatif perlu ditanamkan nilai
ketekunan (perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).
Pengukuran sikap ilmiah juga didasarkan pada skor yang diperoleh siswa
dalam pengisian angket. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau
bentuk skala sikap, misalnya skala Likert yang banyak dipergunakan orang, terutama
para peneliti dibidang pendidikan yang tertarik untuk meneliti aspek-aspek
psikologis yang diduga berpengaruh terhadap proses belajar mengajar.
Pengukurannya menggunakan skala Likert. Pernyataan dalam angket sendiri dibagi
menjadi dua yaitu pernyataan positif dan pernyataan negative. Berikut jawaban dan
penilaian untuk masing-mesing pernyataan.
Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-)
Sangat Setuju (SS) = 5 Sangat Setuju (SS) = 1
Setuju (S) = 4 Setuju (S) = 2
Netral (N) = 3 Netral (N) = 3
Tidak Setuju (TS) = 2 Tidak Setuju (TS) = 4
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5
11. Prestasi Belajar
71
a. Pengertian Prestasi Belajar
Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie,” dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. “To overcome obstacle, to
exercise power, to strive to do something difficult as well and as quickly as possible”.
Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha
melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Prestasi adalah hasil
yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne menyatakan bahwa
dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan
dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang. Menurutnya prestasi
belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi
kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut pandangan ahli jiwa
Gestalt, bahwa perubahan sebagai hasil belajar bersifat menyeluruh baik perubahan
pada perilaku maupun kepribadian secara keseluruhan. Belajar bukan semata-mata
kegiatan mekanis stimulus respon, tetapi melibatkan seluruh fungsi organisme yang
mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi belajar. Untuk mengetahui berhasil tidaknya sesorang dalam
belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui
prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi
belajar merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses.
Memahami prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian
belajar itu sendiri. Untuk itu, para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-
beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut.
72
Muhibbin Syah menjelaskan bahwa: “prestasi belajar merupakan taraf
keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau
pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Nasution, “ hasil belajar
menyatakan apa yang akan dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil
pembelajaran”. Winkel mengatakan, “ prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnyan sesuai dengan bobot yang dicapainya”.
Perubahan sebagai hasil belajar bersifat menyeluruh. Benjamin S. Bloom
dalam Winkel (2004 : 272-274) mengklasifikasi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu:
“ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotor (psychomotor domain)”. Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari
enam kategori yaitu: 1) pengetahuan (knowledge), berupa pengenalan dan
pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah-istilah dalam bentuk
yang dipelajari, 2) pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan mengerti
tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa menghubungkan dengan isi pelajaran
lainnya, 3) penerapan (application), mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu
kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang kongkret dan baru,
4) analisis (analysis), mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami
dengan baik, 5) sintesis (syntesis), mencakup kemampuan untuk membentuk satu
kesatuan atau pola baru dan, 6) evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasarkan criteria tertentu.
73
Ranah afektif (affective domain) berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
lima aspek, yakni penerimaan (receiving), penilaian dan penentuan sikap (valuing),
organisasi (organization) dan pembentukan pola hidup (characterization by value or
value complex). Dan yang terakhir ranah psikomotorik (psycomotoric domain)
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Simpson
dalam Winkel (2004 : 274), mengembangkan 7 katagori keterampilan psikomotorik
yaitu persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response),
gerakan yang terbiasa (mechanical response), gerakan yang komplek (complex
response), penyesuaian pola gerakan (adjustment) dan kreativitas (creativity).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan
kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses
pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni,
penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur
dengan tes tertentu.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka
perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain;
faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar
siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat
biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor
keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.
1) Faktor Intern
74
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri.
Slameto (2003 : 54-59) menyebutkan faktor intern yang mempengaruhi prestasi
belajar diantaranya faktor psikologis yakni, intelegensi, perhatian, bakat, minat,
motif, kematangan dan kesiapan. Kecerdasan/ intelegensi adalah kemampuan belajar
disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
Kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan
berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat
kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai
prestasi yang tinggi.
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai
kecakapan pembawaan, kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui
belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Minat adalah kecenderungan yang
menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa
senang berkecimpung dalam bidang itu. Apabila seseorang mempunyai minat yang
tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa
yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Motif berkaitan erat
dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam proses belajar mengajar haruslah
diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik,
misalnya motif untuk berpikir kritis, aktif dan memusatkan perhatian. Kematangan
adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang. Sedangkan kesiapan adalah
kesediaan untuk memberi respon dan bereaksi.
2) Faktor Ekstern
Menurut Slameto (2003:60-69), ”faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat”.
75
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang
dilahirkan dan dibesarkan. Slameto mengemukakan, “keluarga adalah lembaga
pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan
kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa,
negara dan dunia.” Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan
pendidikan dan bimbingan.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang
baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi
metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.
Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil
belajarnya. Guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan
memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru dituntut
untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat
dalam mengajar.
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang
tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan
pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih
banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. Lingkungan masyarakat
dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya.
Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak
76
akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di
sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan
anakpun dapat terpengaruh pula.
Setiap proses belajar akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur. Hasil
nyata yang dapat dikur dinyatakan sebagai prestasi belajar seseorang. Prestasi belajar
dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Pada
umumnya, untuk menilai hasil belajar, guru dapat menggunakan bermacam-macam
“achievement test,” seperti “oral test,” “essay test” dan “objective test” atau “short-
answer test”. Sedangkan untuk nilai proses belajar dan hasil belajar murid yang
bersifat keterampilan (skill), tidak dapat dipergunakan hanya dengan tes tertulis atau
lisan, tapi harus dengan ‘performance test’ yang bersifat praktek. Menurut Saifudin
Azwar (1996 : 8-9), ” tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu
mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar”. Testing pada hakikatnya
menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes
prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap
performansi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah
diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk
ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk
perguruan tinggi.
Berbagai macam keputusan pendidikan itu menempatkan tes prestasi belajar
dalam beberapa fungsi yaitu fungsi penempatan (placement), fungsi formatif, fungsi
diagnosik dan fungsi sumatif. Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes
prestasi belajar untuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai
dengan kemampuan yang telah diperlihatkan pada hasil belajar yang telah lalu.
77
Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat sejauh
mana kemampuan belajar yang telah dicapai siswa dalam suatu program pelajaran.
Fungsi diagnosik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang bersangkutan
digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi
kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera. Fungsi sumatif adalah
penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan
pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran.
Gronlund dalam Saifuddin Azwar (1996 : 18-21) mengemukakan, penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar yaitu :
1) tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai tujuan pembelajaran, 2) tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dan hasil belajar yang diinginkan, 3) tes prestasi harus berisi aitem-aitem dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan, 4) tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya, 5) reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati, dan 6) tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik. Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada
akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan
indikator untuk mengetahui hasil prestasi belajar murid.. Hasil prestasi belajar murid
diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Tes ini disusun dan dikembangkan
dari pokok-pokok bahasan yang dipelajari oleh siswa dalam beberapa materi
pelajaran.
12. Materi Pelajaran (Termokimia)
Beberapa reaksi kimia berlangsung dengan sangat cepat, tapi ada pula reaksi
yang berjalan lambat. Pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor atau pesawat
78
luar angkasa merupakan contoh reaksi kimia yang berlangsung cepat. Bahan bakar
tersebut dibakar dengan oksigen secara cepat menghasilkan sejumlah energi yang
menggerakkan mesin. Berilah contoh reaksi yang berjalan lambat. Proses pembekuan
es termasuk contoh reaksi kimia yang berjalan cukup lambat. Proses perubahan
wujud air dari cair menjadi padatan ini tidak menghasilkan panas melainkan
menyerap panas. Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor adalah
termokimia. Dengan mempelajari termokimia anda dapat mengetahui jumlah energi
yang berubah saat terjadi reaksi. Selain itu anda dapat pula mengetahui manfaat dan
dampak penerapan konsep termokimia dalam kehidupan sehari-hari.
a. Termokimia Entalpi dan Perubahannya
1) Hukum atau Azas Kekekalan Energi
Setiap benda di alam semesta mempunyai energi. Masih ingatkah anda apa
yang dimaksud dengan energi. Tanpa energi tidak akan ada kehidupan, tidak ada
kehangatan dan tidak ada gerakan. Semua kegiatan manusia sangat tergantung
dengan energi. Energi untuk kehidupan hidup, yang dipakai dalam industri rumah
tangga, dan alat-alat transportasi secara langsung atau tidak langsung diperoleh dari
reaksi kimia yaitu reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen.
Dalam tubuh manusia perubahan energi merupakan sesuatu yang sangat
penting. Makanan lemak dan karbohidrat adalah bahan bakar biologi utama. Energi
kimia dalam makanan diubah menjadi kalor yang mempertahankan suhu badan atau
energi yang menggerakkan otot. Setiap sistem atau zat mempunyai energi yang
tersimpan di dalamnya. Energi dapat dibedakan antara lain energi kinetik adalah
energi yang terkandung di dalam materi yang bergerak dan energi potensial yaitu
energi yang terkandung dalam materi yang tidak bergerak
79
Beberapa bentuk energi yang dikenal adalah energi kalor, energi kimia,
energi listrik, energi cahaya, energi bunyi, dan energi mekanik. Suatu bentuk energi
dapat dibentuk menjadi bentuk energi yang lain tetapi tidak pernah ada energi yang
hilang atau bertambah. Hal ini dinyatakan dalam hukum kekekalan energi bahwa
energi tidak dapat dimusnahkan dan tidak bisa diciptakan hanya dapat diubah dari
suatu bentuk ke bentuk yang lain. Pada umumnya energi yang menyertai reaksi kimia
berbentuk energi kalor. Termokimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan kalor
yang menyertai suatu reaksi kimia.
2) Entalpi dan Perubahan Entalpi
Jika sebatang kayu dibakar, energi kimia yang dimiliki kayu akan diubah
menjadi energi kalor. Berapakah jumlah energi kalor yang dihasilkan dari
pembakaran kayu tersebut?. Jumlah total dari semua bentuk energi dalam suatu
materi disebut entalpi dan diberi simbol H. Entalpi suatu zat akan tetap konstan
selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. Kita tidak dapat mengukur
energi yang kita miliki, hanya dapat mengukur perubahannya. Perubahan entalpi
terjadi ketika suatu zat mengalami reaksi kimia atau fisika. Perubahan entalpi diberi
notasi ∆H. Dalam reaksi kimia ∆H disebut juga entalpi reaksi. ∆H menyatakan
kalor yang diterima atau kalor yang dilepaskan oleh suatu reaksi. ∆H merupakan
selisih antara entalpi produk dengan entalpi reaktan yang dirumuskan:
∆H = Hp - Hr
Jika Hp < Hr maka akan terjadi pembebasan kalor. Harga ∆H negatif atau ∆H < 0
Keterangan :
∆H = perubahan entalpi
Hp = Entalpi produk
Hr = Entalpi reaktan
80
q
q
q
q
q
q
Misal: C(s) + O2(g) CO2(g) + Kalor
C(s) + O2(g) CO2(g) ∆H = -
Jika Hp > Hr maka akan terjadi penyerapan kalor. Harga ∆H positif atau ∆H > 0
Misal : CO2(g) + Kalor C(s) + O2(g) bisa ditulis
CO2(g) C(s) + O2(g) - kalor
CO2(g) C(s) + O2(g) ∆H = +
Sebagian besar reaksi kimia berlangsung pada tekanan tetap, jadi kalor reaksi (q)
dinyatakan sebagai perubahan entalpi (∆H) atau ∆H = q
3) Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Gambar 2.1 : Contoh reaksi eksoterm dan endoterm
Kalor sistem berkurang Kalor sistem bertambah
A B
81
( ∆H = - ) ( ∆H = + )
Gambar 2.2 : Aliran energi (kalor) reaksi eksoterm dan endoterm
4) Diagram Reaksi
Perubahan entalpi dapat digambarkan melalui diagram reaksi.
Gambar 2.3 : Diagram reaksi eksoterm dan endoterm
b. Penentuan ∆H Reaksi
1) Persamaan Termokimia
Apakah perbedaan persamaan reaksi stoikiometri dan persamaan termokimia?
Pada persamaann reaksi stoikiometeri, koefisien reaksi menunjukkan perbandingan
jumlah mol. Adapun koefisien reaksi pada persamaan termokimia selain
menunjukkan perbandingan jumlah mol, juga menyatakan jumlah mol yang bereaksi.
Persamaan termokimia juga menyertakan nilai perubahan entalpi. Penulisan
penambahan entalpi dalam suatu persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
H produk reaksi ------------------------ Akhir ∆H positif (+) H Pereaksi ------------------------------- Awal
Diagram Entalpi Reaksi Endoterem Nilai ΔH = positif (+), artinya ∑Hproduk reaksi > ∑pereaksi
H pereaksi -----------------------------Awal ∆H negatif (-) H produk reaksi ---------------------------------- Akhir
Diagram Entalpi Reaksi Eksoterm Nilai ΔH = positif (-), artinya ∑Hproduk reaksi < ∑pereaksi
82
1) Persamaan kimia ditulis lengkap dengan koefisien reaksi dan fasenya, 2) ∆H pada
ruas kanan (produk reaksi), jika eksoterm dituliskan tanda negatif (-) pada harga ∆H,
jika endoterm dituliskan tanda positif (+) pada harga ∆H . Sebagai contoh :
a) Reaksi 1 mol gas hidrogen dengan ½ mol gas oksigen membentuk 1 mol uap air
membebaskan kalor sebesar 241,8 kJ.
Reaksinya : H2(g) + ½ O2(g) H2O(g) ∆H = - 241,8 kJ
b) Reaksi 2 mol karbon dengan 1 mol gas hidrogen membentuk 1 mol C2H2
membutuhkan kalor 226,7 kJ.
Reaksinya : 2C(s) + H2(g) C2H2(g) ∆H = +226,7 kJ
2) Jenis-jenis ∆H reaksi
a) Perubahan entalpi pembentukan standar (∆Hfº)
Perubahan entalpi pembentukan standar adalah perubahan entalpi pada pembentukan
1 mol senyawa dari unsur-unsurnya pada keadaan standar ( pada temperatur 298º K
dan tekanan 1 atmosfir)
b) Perubahan entalpi penguraian standar (∆Hdº)
Perubahan entalpi penguraian standar adalah perubahan entalpi pada penguraian 1
mol senyawa menjadi unsur-unsurnya pada keadaan standar ( pada temperatur 298º
K dan tekanan 1 atmosfir)
c) Perubahan entalpi pembakaran standar (∆Hcº )
Perubahan entalpi pembakaran standar adalah perubahan entalpi pada pembakaran
sempurna 1 mol unsur atau senyawa dalam keadaan standar ( temperatur 298º K
dan tekanan 1 atmosfir)
d) Perubahan entalpi pelarutan standar (∆Hsº)
83
Perubahan entalpi pelarutan standar adalah perubahan entalpi pada pelarutan 1 mol
zat menjadi larutan encer.
Contoh: (∆Hsº) NaCl(aq) = + 3,9 kJ/mol
Persamaan termokimianya:
NaCl(s) NaCl(aq) ∆ Hsº = 3,9 kJ/mol
3) Penentuan Nilai Perubahan Entalpi (∆H)
a) Penentuan nilai ∆H reaksi melalui eksperimen dengan kalorimeter
Kalorimeter adalah suatu alat untuk mengukur jumlah kalor yang diserap atau
dibebaskan sistem. Kalorimeter sederhana dapat disusun dari dua buah gelas plastik
(bahan non konduktor) sehingga jumlah kalor yang diserap atau yang dibebaskan ke
lingkungan dapat diabaikan.
Jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur
perubahan temperaturnya. Jumlah kalor yang diserap dirumuskan :
q = m . C. ∆t
Keterangan:
q = kalor yang diserap atau dikeluarkan
m = massa zat
∆t = perubahan temperatur
C = kalor jenis
b) Penentuan ∆H reaksi menggunakan Hukum Hess
Hukum Hess dikemukakan oleh Germain Henry Hess (1802 – 1805)
menyatakan perubahan entalpi reaksi hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir
84
dan tidak tergantung pada jalannya reaksi. Hukum Hess ini dapat juga dituliskan
sebagai berikut: Perubahan entalpi suatu reaksi tetap sama, baik berlangsung dalam
satu tahap maupun beberapa tahap.
Contoh: Reaksi pemebentukan gas SO3 yang berlangsung dua cara berikut.
(1) Cara langsung
Pembentukan gas SO3 melalui satu tahap reaksi
S(s) + 3/2 O2(g) SO3(g) ∆H = -396 kJ
(2) Cara tidak langsung
Pembentukan gas SO3 melalui dua tahap reaksi
Reaksi 1: S(s) + O2(g) SO2(g) ∆H = -297 kJ
Reaksi 2: SO2(g) + 1/2 O2(g) SO3(g) ∆H = - 99 kJ
S(s) + 3/2 O2(g) SO3(g) ∆H = -396 kJ
Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi 1
S(s) + 3/2 O2(g) SO3(g)
∆H1 ∆H2
SO2(g) + 1/2 O2(g)
Gambar 2.4 : Siklus pembentukan gas SO3
0
S(s) + 3/2 O2(g) keadaaan awal
Reaksi 2 ∆H = ∆H1 + ∆H2
∆H
∆H2
-297
85
∆H1 ∆H
SO2(g) + 1/2 O2(g)
SO3(g) keadaan akhir
Gambar 2.5 : Diagram tingkat energi reaksi pembentukan gas SO3
c) Perhitungan ∆H reaksi berdasarkan data ∆H pembentukan standar
Selain menggunakan hukum Hess, nilai ∆H reaksi juga dapat dihitung
menggunakan data perubahan entalpi pembentukan standar. Secara umum
perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut:
m A + n B p C + q D ∆Hr =… ?
reaktan ( pereaksi) hasil reaksi
∆H reaksi = ∆Hfo hasil reaksi - ∆Hfo reaktan
= (p . ∆Hfo C + q . ∆Hfo D) - (m . ∆Hfo A+ n . ∆Hfo B)
Tabel 2.5 . Daftar ∆Hfo pembentukan standar beberapa senyawa
Zat ∆Hfo (kJ/mol) Zat ∆Hfo (kJ/mol)
AgBr(s) -99.5 ZnO(s) -347.9
AgCl(s) -127.0 HBr(g) -36.2
AgI(s) -62.4 HCl(g) -92.3
Al(s) 0.0 HI (g) 25.9
Al2O3(s) -1669.7 H2O(g) -241.8
Ar(g) 0.0 H2O(l) -285.8
Br2(l) 0.0 H2S(g) -20.1
86
d) Perhitungan ∆H reaksi menggunakan data energi ikatan
Suatu unsur atau senyawa kimia terbentuk melalui ikatan antar atom dimana
ikatan antar atom ini memiliki nilai energi ikatan tertentu. Reaksi kimia terjadi
karena ada pemutusan ikatan dan pembentukan. Perubahan entalpi dapat dicari dari
selisih antara energi total pemutusan ikatan dengan energi total pembentukan
∆H reaksi = ∑E pemutusan ikatan – ∑E pembentukan ikatan
Tabel 2.6. Energi ikatan rata-rata
Ikatan Energi (kJ/mol) Ikatan Energi (kJ/mol)
H - H 431 C – N 301
C – H 410 C - O 351
N – H 389 C – Cl 335
O – H 460 Cl - Cl 238
Cl – H 427 Br – Br 188
Br – H 364 I – I 146
I – H 297 C = C 607
C – C 343 C = O 732
N – N 159 C = O dalam CO2 799
O – O 142 C C 828
O = O dlm O2 489 N N 941
e) Perhitungan energi ikatan rata-rata
Energi ikatan rata-rata adalah energi rata-rata yang diperoleh dari pemutusan
ikatan 1 mol senyawa dalam wujud gas. Energi ikatan rata-rata dihitung dari ikatan
molekul senyawa yang memiliki beberapa ikatan yang sama. Misalnya energi ikatan
rata-rata N-H pada senyawa NH3, energi ikatan rata-rata C-H pada senyawa CH4,
87
energi ikatan rata-rata C – Cl pada senyawa CCl4. Energi ikatan rata-rata dihitung
dengan cara membagi ∆H reaksi dengan jumlah ikatannya.
B. PENELITIAN YANG RELAVAN
Penelitian sejenis (relavan) yang telah pernah dilakukan diantaranya :
1. Penelitian Satutik Rahayu (2007).“ Pengaruh Model Pembelajaran Type STAD
melalui Inkuiri Terbimbing dan Eksperimen ditinjau dari Sikap Ilmiah”.
Penelitian ini menyimpukan, terdapat perbedaan signifikan pada prestasi belajar,
baik aspek kognitif maupun psikomotorik antara mahasiswa yang diberi model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode inkuiri terbimbing dan
eksperimen dimana Fobs = 4,35 dan Ftabel = 4,00 untuk aspek kognitif, untuk
aspek psikomotorik Fobs = 4,07 dan Ftabel = 4,00. Kesamaan dengan penelitian
yang peneliti lakukan yakni sama-sama menggunakan metode inkuiri terbimbing
dan eksperimen. Sedangkan perbedaannya, peneliti menambahkan satu variabel
moderator yakni aktivitas belajar.
2. Agus Taranggono (2004). “Pengaruh Penerapan Pola Pendekatan Kontruktivisme
pada Metode Pembelajaran Inquiry dan Demontrasi Terhadap Prestasi Belajar
Fisika Ditinjau Dari Motivasi dan Intelegensi Siswa”. Kesimpulannya, ada
perbedaan yang nyata antara metode pembelajaran inquiry dan demontrasi
88
terhadap prestasi belajar siswa, di mana metode inquiry memiliki rata-rata 8,02
dan metode demontrasi memiliki rata-rata 7,16. Perbedaan dengan penelitian
yang peneliti lakukan yakni pada metode pembelajaran yang digunakan, dimana
peneliti menggunakan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen.
3. Penelitian Sigit Triyono (2008). “ Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses
Melalui Metode Inkuiri Terbimbing dan Demontrasi Ditinjau Dari Motivasi
Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Konsep Listrik Dinamik”.
Penelitian menyimpulkan, ada perbedaan prestasi belajar siswa antara metode
pembelajaran inkuiri (nilai rata-rata 71,40) dan metode eksperimen (nilai rata-
rata 63,15). Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan yakni pada
metode pembelajaran yang digunakan, dimana peneliti menggunakan metode
inkuiri terbimbing dan eksperimen.
4. Penelitian yang dilakukan Kristine Elliot, Victor Galea Helen Irving, Elizabeth
Johnson (2008) “Scientific Inquiry: Where is it in the educational technology
landscape?” . Siswa di Australisa sangat minim dalam memahami atau
menguasai ilmu pengetahuan terlebih banyaknya siswa yang tidak dapat
mengembangkan keterampilannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa, penelitian ini dapat diidentifikasikan
bahwa peningkatan keterampilan atau pengetahuan melalui metode inkuiri
sangat baik untuk di praktekkan. Metode ini juga sangat efektif bila digunakan
dalam teknologi pendidikan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
ilmu pengetahuan. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan yakni
membandingkan dua metode pembelajaran yang digunakan, yakni metode inkuiri
terbimbing dan eksperimen. Sementara penelitian yang dilakukan Kristine
89
Elliot, Victor Galea Helen Irving, Elizabeth Johnson hanya menggunakan
metode inkuiri dengan metode konvensional.
5. Penelitian Erh-Tsung Chin, Yung-Chi Lin, Chih-Wei Chuang (2007). “The
Influence of Inquiry-Based Mathematics Teaching on 11 Grade High Achiever:
Focusing on Metacognition”. Penelitian ini menggunakan subjek 28 orang siswa
yang belajar matematika. Penelitian ini memadukan metode pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa dalam hal
ini terdapat pengaruh metode inquiry berbasis pembelajaran matematika
meskipun sedikit antara kemampuan siswa dalam belajar matematika terhadap
metacognitif siswa. Siswa dapat mengembangkan kemampuan metacognitifnya
dengan lebih baik dengan menggunakan metode inkuiri yang diterapkan pada
komponen metacognitif. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan
yakni membandingkan dua metode pembelajaran yang digunakan, yakni metode
inkuiri terbimbing dan eksperimen. Variabel terikatnya juga berbeda, dimana
peneliti menekankan pada aspek kognitif sedangkan penelitian Erh-Tsung Chin,
Yung-Chi Lin, Chih-Wei Chuang lebih menekankan pada aspek metakognitif.
C. KERANGKA BERPIKIR
KELAS EKSPERIMEN 1
SAMPEL
METODE EKSPERIMEN
KELAS EKSPERIMEN 2
RENDAH
TINGGGI
SIKAP ILMIAH
AKTIVITAS BELAJAR
AKTIVITAS BELAJAR
AKTIVITAS BELAJAR
INKUIRI TERBIMBING
RENDAH
TINGGGI
RENDAH
TINGGGI
RENDAH
TINGGGI
90
Gambar 2.6 : Skema/Paradigma Penelitian
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
8. Pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen
Esensi dari teori kontruktivisme ini adalah ide. Siswa harus menemukan dan
mentranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka
belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’, bukan
menerima pengetahuan. Motode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
merupakan metode yang menekankan siswa bekerja sama dalam kelompok-
kelompok belajar. Metode pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan bentuk dan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered
approach). Dikatakan demikian, sebab dalam metode ini siswa memegang peran
yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Sasaran utama kegiatan mengajar
dengan metode ini adalah sebagai berikut : 1) keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, baik kegiatan mental, intelektual dan social
emosional, 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistimatis pada tujuan
91
pengajaran, 3) mengambangkan sikap percaya diri (self-belief) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Metode eksperimen merupakan cara penyajian materi dengan menggunakan
percobaan atau suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif
mengalami dan membuktikan sendin tentang apa yang sedang dipelajarinya. Metode
eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pernyataan atau hipotesis
tertentu. Materi termokimia merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh
siswa, karena materi ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Materi
ini mempelajari tentang energi yang menyertai suatu reaksi kimia, apakah itu reaksi
eksoterm maupun reaksi endoterm. Selain itu dengan materi termokimia, siswa
dituntut untuk berpikir kritis, logis, urut dan teratur serta berlatih menggunakan
perhitungan matematis. Diperkirakan ada perbedaan prestasi belajar siswa pada
materi termokimia antara siswa yang di ajar menggunakan metode inkuiri terbimbing
dengan siswa yang menggunakan metode eksperimen.
9. Pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah
Aktivitas belajar yang dialami anak didik merupakan suatu proses yaitu
proses belajar sesuatu. Dengan kata lain bahwa proses belajar yang berhubungan
dengan bahan ajar tersebut dapat diamati oleh guru. Aktifitas belajar siswa di
dibedakan menjadi : 1) visual activities (aktivitas visual), 2) oral activities (aktivitas
mulut), 3) listening activities (aktivitas pendengaran), 4) writing activities (aktivitas
penulisan), 5) drawing activities (aktivitas gambaran), 6) motor activities (aktivitas
motorik), 7) mental activities (aktivitas mental) 8) emotional activities (aktivitas
perasaan)
92
Materi termokimia merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh
siswa, karena materi ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Materi
ini mempelajari tentang energi yang menyertai suatu reaksi kimia, apakah itu reaksi
eksoterm maupun reaksi endoterm. Selain itu dengan materi termokimia, siswa
dituntut untuk berpikir kritis, logis, urut dan teratur serta berlatih menggunakan
perhitungan matematis, sehingga siswa dituntut memiliki aktivitas belajar yang
tinggi. Diperkirakan ada perbedaan prestasi belajar siswa pada materi termokimia
antara siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi dengan siswa yang memiliki
aktivitas belajar rendah.
10. Pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para
Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan
perkataan lain kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam
memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.
Beberapa sikap ilmiah yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah
berdasarkan metode ilmiah, antara lain :1) Sikap ingin tahu, 2) Sikap kritis, 3) Sikap
obyektif, 4) Sikap ingin menemukan, 5) Sikap menghargai karya orang lain,
6) Sikap tekun 7) Sikap terbuka.
Materi termokimia merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh
siswa, karena materi ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Materi
ini mempelajari tentang energi yang menyertai suatu reaksi kimia, apakah itu reaksi
eksoterm maupun reaksi endoterm. Selain itu dengan materi termokimia, siswa
dituntut untuk berpikir kritis, logis, urut dan teratur serta berlatih menggunakan
93
perhitungan matematis, sehingga siswa dituntut memiliki sikap ilmiah yang tinggi.
Diperkirakan ada perbedaan prestasi belajar siswa pada materi termokimia antara
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah
rendah.
11. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan aktivitas belajar siswa.
Materi termokimia merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh siswa,
karena materi ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Materi ini
mempelajari tentang energi yang menyertai suatu reaksi kimia, apakah itu reaksi
eksoterm maupun reaksi endoterm. Selain itu dengan materi termokimia, siswa
dituntut untuk berpikir kritis, logis, urut dan teratur serta berlatih menggunakan
perhitungan matematis. Dalam proses belajar mengajar, guru harus mampu
memberikan suatu metode agar siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Metode inkuiri terbimbing dan eksperimen sangat memungkinkan untuk diterapkan
dalam pembelajaran. Siswa sendiri dituntut untuk memiliki aktivitas belajar yang
tinggi. Bila aktivitas belajar siswa tinggi diharapkan siswa lebih aktif dan rasa ingin
tahunya semakin besar terhadap materi pelajaran. Diperkirakan ada interaksi antara
metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar
siswa.
12. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan sikap ilmiah siswa.
Strategi pembelajaran metode inkuiri terbimbing merupakan bentuk dan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered
approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran
94
yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Metode eksperimen adalah suatu
cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami dan
membuktikan sendin tentang apa yang sedang dipelajarinya. Dilihat dari kedua
metode tersebut, sikap ilmiah siswa sangat relavan dan diperlukan. Materi
termokimia mempelajari tentang energi yang menyertai suatu reaksi kimia, apakah
itu reaksi eksoterm maupun reaksi endoterm. Selain itu dengan materi termokimia,
siswa dituntut untuk berpikir kritis, logis, urut dan teratur serta berlatih menggunakan
perhitungan matematis. Sikap ilmiah merupakan komponen internal yang ada dalam
diri siswa yang perlu mendapat perhatian dari guru. Diperkirakan ada interaksi antara
metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa pada materi termokimia.
13. Interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan sikap
ilmiah siswa tinggi dan rendah.
Dalam proses belajar mengajar materi termokimia, aktivitas belajar dan sikap
ilmiah siswa perlu diperhatikan. Mengingat dalam meteri termokimia ini siswa
dihadapkan pada fenomena-fenomena alam yang ada disekeliling yang berkaitan
dengan meteri termokia. Hal ini menuntut siswa memiliki aktivitas belajar dan sikap
ilmiah, sehingga bisa menterjemahkan fenomena-fenomena alam tersebut
kaitantanya dengan materi termokimia. Kerja kelompok antar siswa juga menuntut
aktivitas belajar dan sikap ilmiah. Aktivitas belajar dan sikap ilmiah dapat
mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran, sehingga akan lebih
bersemangat dalam belajar. Dari uraian di atas diperkirakan ada interaksi prestasi
belajar siswa pada materi termokimia dengan aktivitas belajar siswa tinggi dan
rendah dengan sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah. Dengan demikian, penggunaan
95
metode pembelajaran, aktivitas belajar dan sikap ilmiah merupakan faktor
keberhasilan PBM yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
14. Interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa.
Strategi pembelajaran metode inkuiri terbimbing merupakan bentuk dan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered
approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran
yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Sasaran utama kegiatan mengajar
dengan metode ini adalah sebagai berikut, 1) keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, baik kegiatan mental, intelektual dan social
emosional, 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistimatis pada tujuan
pengajaran, 3) mengambangkan sikap percaya diri (self-belief) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Metode eksperimen merupakan
cara penyajian materi dengan menggunakan percobaan. Metode eksperimen adalah
suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami dan
membuktikan sendiri tentang apa yang sedang dipelajarinya. Metode eksperimen
adalah percobaan untuk membuktikan suatu pernyataan atau hipotesis tertentu.
Materi termokimia merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh
siswa, karena materi ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
Mengingat dalam meteri termokimia ini siswa dihadapkan pada fenomena-fenomena
alam yang ada disekeliling yang berkaitan dengan meteri termokimia. Hal ini
menuntut siswa memiliki aktivitas belajar dan sikap ilmiah, sehingga bisa
menterjemahkan fenomena-fenomena alam tersebut kaitantanya dengan materi
termokimia. Kerja kelompok antar siswa juga menuntut aktivitas belajar dan sikap
96
ilmiah. Aktivitas belajar dan sikap ilmiah dapat mempermudah siswa dalam
memahami materi pelajaran, sehingga akan lebih bersemangat dalam belajar. Dari
uraian di atas diperkirakan ada interaksi prestasi belajar siswa terhadap metode
pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap
ilmiah siswa
D. PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut, maka perumusan
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan
eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.
2. Ada pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa.
3. Ada pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa.
4. Ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
5. Ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
6. Ada interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah
siswa tinggi dan rendah terhadap hasil belajar siswa.
97
7. Ada interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan eksperimen
dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
i
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Manggar Kabupaten
Belitung Timur – Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret s.d. Desember 2009 di kelas XI IPA.1 dan XI IPA.2
pada kegiatan belajar mengajar semester 1 (satu) Tahun Pelajaran 2009 – 2010.
Adapun agenda penelitiannya adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1. Agenda Penelitian
No. Kegiatan Tahun 2009
Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1. Usulan judul √
2. Penyusunan proposal dan instrumen
√
√
√
3. Seminar proposal √
4. Perbaikan /pengesahan proposal
√
√
5. Izin penelitian √
6. Ujicoba instrumen √
7. Pelaksanaan penelitian
√ √
8. Pengolahan data √
9. Penulisan laporan √
66
ii
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, melibatkan
dua kelas, yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1
diberi perlakuan menggunakan metode inkuiri terbimbing, sedangkan kelas
eksperimen 2 diberi perlakuan menggunakan metode eksperimen. Dalam
melaksanakan inkuiri terbimbing dan eksperimen , peneliti memberi perhatian besar
kepada variabel moderator (atribut) yakni aktivitas belajar dan sikap ilmiah. Pada
kelompok kelas menggunakan metode inkuiri terbimbing dibagi dua, yaitu siswa
dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah serta siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan
rendah. Begitupun pada kelompok kelas dengan metode eksperimen.
C. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Manggar- Kabupaten Belitung Timur Propinsi Bangka Belitung Semester I Tahun
Pelajaran 2009 – 2010. Sedangkan sampel penelitian diambil secara cluster random
sampling yakni kelas XI IPA.1 sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas XI IPA.2
sebagai kelas eksperimen 2. Masing-masing kelas terdiri dari 19 siswa. Responden
penelitian ini seluruhnya berjumlah 38 siswa.
D. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode inkuiri terbimbing dan
eksperimen.
iii
a. Inkuiri terbimbing
1) Difinisi operasional
Pembelajaran inkuri terbimbing adalah pembelajaran yang dilakukan dengan
membimbing siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
dengan cara menemukan sendiri.
2) Simbol : A1
b. Eksperimen
1) Difinisi operasional
Eksperimen adalah kajian penelitian dimana siswa mengkonruksi jalannya
percobaan, meliputi langkah-langkah yang harus dibuat siswa, alat dan bahan yang
harus dipergunakan, apa yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan
sejak awal yang dituangkan dalam LKS.
2) Simbol : A2
2. Variabel Moderator
Variabel atribut/moderator pada penelitian ini adalah aktivitas belajar dan
sikap ilmiah siswa yang meliputi aktivitas belajar tinggi dan aktivitas belajar rendah,
sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah.
a. Aktivitas belajar
1) Difinisi operasional
Aktivitas belajar adalah suatu kegiatan fisik dan mental yang diwujudkan
dalam bentuk gerakan dan proses berfikir yang terjadi secara simultan dalam
kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa meliputi keterlibatan intelektual,
emosional, fisik, dan mental.
iv
2) Pengkatagorian
Nilai/skor angket dan observasi untuk aktivitas belajar siswa
3) Skala pengukuran : skala ordinal dengan dua katagori yaitu tinggi dan rendah.
4) Simbol : B (B1 = tinggi ; B2 = rendah)
b. Sikap Ilmiah
1) Difinisi operasional
Sikap ilmiah adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka
melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan atau kecendrungan individu untuk
bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis
melalui langkah-langkah ilmiah.
2) Pengkatagorian
Nilai/skor angket dan observasi untuk sikap ilmiah siswa
3) Skala pengukuran : skala ordinal dengan dua katagori yaitu tinggi dan rendah.
4) Simbol : C (C1 = tinggi ; C2 = rendah)
3. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar atau prestasi belajar
siswa, ditekankan pada aspek kognitif. Indikatornya adalah nilai tes prestasi pada
materi/pokok bahasan termokimia pada akhir pelajaran dengan skala pengukurannya
adalah interval.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian penelitian ini ada
dua macam digunakan yaitu, tes tertulis dan angket. Angket digunakan untuk
mengumpulkan data tentang aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa. Sedangkan tes
v
digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar kimia siswa aspek
kognitif pada pokok bahasan termokimia.
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian dalam penelitian ini meliputi: 1) Perangkat
pembelajaran berupa silabus, RPP dan LKS untuk metode pembelajaran inkuiri
terbimbing maupun eksperimen, 2) angket untuk aktivitas belajar dan sikap ilmiah,
dan 3) tes prestasi belajar siswa. Ketiga instrument tersebut, baik angket maupun tes
prestasi belajar kimia terlebih dahulu dibuat kisi-kisinya, barulah dibuat soal-soal
tesnya. Berikut penjelasan masing-masing instrument.
1. Silabus, RPP dan LKS untuk metode pembelajaran inkuiri terbimbing maupun
eksperimen. Silabus, RPP dan LKS ada pada lampiran 10.
2. Angket untuk aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa.
Angket/kuesioner aktivitas belajar siswa dan sikap ilmiah siswa berisi pernyataan
positif dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan mempunyai lima alternatif
jawaban. Untuk angket/kuesioner aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa setiap
alternatif jawaban pernyataan positif yang dipilih siswa diberi skor Sangat Setuju
= 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak Setuju = 2, dan Sangat Tidak Setuju = 1
sedangkan untuk alternatif jawaban pernyataan negatif yang dipilih guru diberi
skor Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4, dan Sangat Tidak
Setuju = 5. Kisi-kisi dan kuesioner secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1
instrumen uji coba.
3. Tes prestasi belajar siswa.
Tes prestasi belajar yang ditujukan kepada siswa sebagai responden penelitian ini
adalah tes yang berisi tentang soal-soal mengenai materi termokimia. Soal
vi
berbentuk multiple choice yang terdiri 35 butir soal, setelah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas, jumlah tes prestasi yang dipakai 20 butir soal. Adapun kisi-kisi
dan soal-soal yang digunakan untuk pengambilan data penelitian dapat dilihat
pada lampiran 1 instrumen uji coba.
G. UJICOBA INSTRUMEN
Untuk mendapatkan instrumen yang baik dalam penelitian maka perlu
dilakukan ujicoba instrumen untuk mengetahui vailiditas dan reliabilitas instrumen.
Ujicoba instrumen (try out) dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kelapa Kampit –
Belitung Timur.
1. Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas instrumen aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa
dalam penelitian ini digunakan korelasi Pearson Product Moment sebagai berikut :
n(∑X1Y1) - (∑X1). (∑Y1) rhitung = √ {n.∑X1² - (∑X1)²} . {n.∑Y1² - (∑Y1)²} r hitung = Koefisien Korelasi produk moment
∑X1 = Jumlah seluruh skor X
∑Y1 = Jumlah seluruh skor Y
n = Jumlah responden (peserta tes)
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :
r √ n- 2 t hitung = √ 1- r²
t = nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil r hitung
n = Jumlah responden
vii
Dengan taraf signifikansi (α = 0,05), butir soal dinyatakan valid jika
t hitung > t table, sebaliknya jika t hitung < t table, berarti tidak valid.
Hasil ujicoba, untuk instrumen aktivitas belajar, jumlah pernyataan yang diisi
responden adalah sebanyak 30 butir pernyataan. Berdasarkan perhitungan validitas
kuesioner aktivitas belajar siswa didapatkan 6 butir pernyataan tidak valid, yaitu
nomor 7, 14, 22, 24, 29 dan 30. Dengan demikian 24 butir pernyataan memenuhi
kriteria untuk disusun menjadi instrumen penelitian. Untuk instrumen sikap ilmiah,
jumlah pernyataan yang diisi responden adalah sebanyak 40 butir pernyataan.
Berdasarkan perhitungan validitas kuesioner aktivitas belajar siswa didapatkan data
ada 5 butir pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor 4, 14, 26, 31, dan 37. Dengan
demikian kelima butir pernyataan tersebut dibuang. Sedangkan instrumen tes
prestasi belajar , jumlah pertanyaan yang diisi responden adalah sebanyak 35 butir
soal. Berdasarkan perhitungan validitas ada 15 butir soal yang tidak valid yaitu
nomor 7, 13, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 25, 26, 29, 30, 32, 35. Dengan demikian 20
butir soal dipakai untuk penelitian ini.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan (keterandalah
atau keajengan) alat pengumpul data atau instrumen yang digunakan. Taraf
reliabilitas tes dinyatakan dengan suatu reliabilitas atau rtt. Untuk uji reliabilitas
intrumen tes penelitian dengan mengunakan Kuder dan Richardson 21 ( KR – 21) ,
dengan rumus :
k ∑si R11 = 1 ------- ------- k – 1 St
Keterangan:
viii
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir soal
Σsi = Jml Varian skor tiap item
St = Varians skor total
Klasifikasi reliabilitas soal : 0.91 – 1.00 = Sangat tinggi (ST) 0.71 – 0.90 = Tinggi (T) 0.41 – 0.70 = Cukup (C) 0.21 – 0.40 = Rendah (R) Negatif – 0.20 = Sangat rendah (SR)
Untuk uji reabilitas intrumen kuesioner (angket) penelitian dengan menggunakan
rumus Koefisien Alpha dari Cronbach sebagai berikut:
r11 = .
Keterangan
r11 = Reliabilitas instrumen / koefisien alfha.
K = Banyaknya butir soal.
å 2is = Jumlah varians butir.
2ts = Varians total.
N = Jumlah responden.
Sumber : Suharsimi Arikunto (1993 : 236)
Setelah itu semua butir pernyataan yang memenuhi kriteria disusun menjadi
instrument penelitian. Selanjutnya instrumen tersebut dihitung koefisien
reliabilitasnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas
adalah Alpha Cronbach. Dari hasil perhitungan maka di dapat koefisien reliabilitas
untuk aktivitas belajar sebesar 0,88. Dengan demikian kuesioner aktivitas belajar
siswa dalam penelitian ini reliable untuk digunakan mengambil data penelitian.
úûù
êëé
-1kk
úúû
ù
êêë
é- å 2
2
1t
i
ss
ix
Begitupun dari hasil perhitungan instrumen sikap ilmiah maka di dapat koefisien
reliabilitas sebesar 0.92, kuesioner sikap ilmiah siswa dalam penelitian ini reliable
untuk digunakan mengambil data penelitian. Untuk soal tes prestasi belajar, rumus
yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas adalah KR. 21. Hasil
perhitungan soal tes prestasi belajar di dapat koefisien reliabilitas sebesar 0,84.
Dengan demikian tes prestasi belajar siswa dalam penelitian ini reliable digunakan
untuk mengambil data penelitian.
3. Uji Taraf Kesukaran Soal
Taraf kesukaran soal ditunjukkan dengan indeks kesukaran yaitu bilangan
yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal (Masidjo, 1995 : 189).
B IK = N x S max
IK : Indeks kesukaran soal
B : Jumlah siswa yang menjawab benar
N : Kelompok siswa
Smax : Skor maksimal
Klasifikasi indeks kesukaran :
0.70 - 1.00 : Mudah 0.30 – 0.69 : Sedang 0.00 – 0.29 : Sukar
Selain dilihat validitas dan reliabilitasnya, instrumen tes prestasi belajar siswa
ini dapat diidentifikasi tingkat kesukaran dan daya bedanya. Hasil uji coba taraf
kesukaran soal tes prestasi belajar terdapat 17 butir soal tingkat kesukaranya sedang,
dan 3 butir soal tergolong mudah.
x
4. Uji Daya Beda
Daya pembeda merupakan kemampuan soal untuk membedakan antara siswa
yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan
rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya beda soal disebut indeks
diskriminasi seluruh peserta tes (Masidjo, 1995 : 198)
KA - KB ID= NKA atau NKB x S max
ID : Indeks diskriminasi
KA : Jumlah kelompok atas yang menjawab benar
KB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda 0.70 – 1.00 : Baik Sekali 0.40 – 0.69 : Baik 0.20 – 0.39 : Cukup 0.00 – 0.19 : Jelek Negatif – 0.19 : Sangat kurang membedakan (SKM)
Sedangkan dari sisi daya pembeda hasil uji coba menunjukkan data bahwa
5 soal dengan daya pembeda cukup baik dan 12 soal dengan daya pembeda baik, 2
soal dengan daya pembeda baik sekali dan 1 soal dengan daya pembeda jelek. Soal
yang jelek tersebut tetap digunakan namun dengan memperbaiki pilihan yang
tersedia. Perhitungan secara lengkap validitas dan reliabilitas instrumen aktivitas
belajar, sikap ilmiah dan tes prestasi belajar dapat dilihat pada lampiran 2 validitas
dan reliabilitas instrumen. Sedangkan kuesioner akhir secara lengkap yang
digunakan untuk pengambilan data penelitian dapat dilihat pada lampiran 3
instrumen penelitian.
xi
H. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak, menggunakan Uji Lilliefors.
1) Menetapkan hipotesis
H0 = populasi tidak berdistribusi normal
Ha = populasi berdistribusi normal
2) Mengubah bilangan hasil pengamatan X1 menjadi bilangan baku (Z1) dengan
menggunakan rumus.
Xi-X Zi = SD Dimana
Xi = Data hasil pengamatan
X = Rata- rata hasil pengamatan
SD = Simpangan baku
3) Statistik Uji
L = Maks | F (Zi) – S(Zi) |
Dengan menggunakan distribusi normal baku dihitung peluang F (zi)= P (z ≤ zi)
Z ~ (0,1)
xii
S(zi) = Proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi
4) Taraf Signifikansi ,α = 0,05
5) Daerah kritik (Dk)
Dk = { L| L< L α ; n} dengan n adalah ukuran sampel. Dk dikonsultasikan
dengan tabel liliefors.
6) Keputusan uji
Ho ditolak jika Dk jatuh dalam daerah kritik
Ha diterima jika Dk jatuh diluar daerah kritik (Budiyono, 2004 : 170-171)
b. Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen. Dalam
penelitian ini dianalisis yang digunakan untuk menguji homogenitas adalah dengan
metode Bartlett.
2,303 χ 2 = ( ƒ log RKG – Σƒ j log s2
j) c Dengan :
χ 2 = harga uji Barlett
K = banyaknya sampel
nj = banyaknya nilai sampel (ukuran) ke- j
fj = nj- 1= derajat kebebasan untuk s2j ; j = 1, 2......., k
k
f = N – k = Σ ƒj = derajat kebebasan untuk RKG j=1
xiii
1 1 1 Σ c = 1 + ( Σ - ); RKG = rataan kuadrat galat = 3(k - 1) ƒj ƒ Σ ƒj
( ΣXj )2
SSj = ΣX2
j - = ( nj - 1) s2j
nj
kriteria uji :
dk = 1 ; α = 0,05
jika χ 2 hit ≤ χ 2tab berarti sampel berasal dari populasi yang homogen
jika χ 2hit > χ 2
tab berarti sampel berasal dari populasi yang tidak homogen.
(Budiyono, 2004 : 176)
2. Pengujian Hipotesis
a. Anava
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah
diajukan diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis, analisis yang digunakan
adalah analisis variansi tiga jalan dengan frekuensi isi sel tidak sama.
1) Model
Xijkl = ijklijkjkikijkji Î++++++++ )()()()( abgbgagabgbam
Dimana:
xiv
Xijkl : data ke-I pada faktor A kategori Ke-i, faktor B kategori ke-j dan faktor C kategori ke-k
m : rerata dari seluruh data
ia : efek faktor A kategori ke-i pada variabel terikat
jb : efek faktor B kategori ke-j pada variabel terikat
kg : efek faktor C kategori ke-k pada variabel terikat
ij)(ab : kombinasi efek faktor A dan B
( ) jkbg : kombinasi efek faktor B dan C
( )ikag : kombinasi efek faktor A dan C
( )ijkabg : kombinasi efek faktor A ,B dan C
ijklÎ : daviasi data Xijkl terhadap rerata populasinya ( ijm ) yang
berdistribusi normal i : 1,2,3,...,p; p = banyaknya kategori pada variabel A j : 1,2,3,...,q; q = banyaknya kategori pada variabel B k : 1,2,3,...,r; r = banyaknya kategori pada variabel C l: 1,2,3,...,n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel
(Budiyono, 2004 : 228)
2) Hipotesis
Hipotesis- hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a) Pengaruh metode inkuiri terbimbing dengan eksperimen terhadap prestasi belajar
siswa.
H0A: Tidak ada pengaruh metode inkuiri terbimbing dengan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.
H1A: Ada pengaruh metode inkuiri terbimbing dengan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.
b) Pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa.
H0B : Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
H1B : Ada pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
c) Pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
xv
H0C : Tidak ada pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
H1C : Ada pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
d) Interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas
belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H0AB : Tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H1AB : Ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
e) Interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H0AC : Tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H1AC : Ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
f) Interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah
siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
H0BC : Tidak ada interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
H1BC : Ada interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dan sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
g) Interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas
belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H0ABC : Tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H1ABC : Ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
3) Komputasi
a) Data sel
xvi
Rancangan analisis ANAVA tiga jalan isi sel tidak sama ditunjukkan pada
tabel berikut :
Tabel 3.2. Rancangan Analisis Statistik
B 1 B2
C 1 C 2 C 1 C 2
A 1 A1 B1 C1 A1 B1 C2 A1 B2 C1 A1 B2 C2
A 2 A2 B1 C1 A2 B1 C2 A2 B2 C1 A2 B2 C2
Keterangan :
A 1 : Metode inkuiri terbimbing
A 2 : Metode eksperimen
B 1 : Aktivitas belajar siswa tinggi
B2 : Aktivitas belajar siswa rendah
C 1 : Sikap ilmiah siswa tinggi
C 2 : Sikap ilmiah siswa rendah
b) Komponen jumlah kuadrat
(1) N
G 2
(2) 2
,,, ijkllkji
Xå
(3) åi
i
nqr
A2
(4) åj
j
npr
B 2
(5)åk
k
npq
B 2
(6)åji
ij
nr
AB
,
2
(7)åki
ik
nq
AC
,
2
(8)åkj
jk
np
BC
,
2
xvii
(9) åkji
ijk
n
ABC
,,
2
c) Jumlah kuadrat (sum Square)
(1) JKA = ( ) ( )[ ]13 - (2) JKB = ( ) ( )[ ]14 - (3) JKC = ( ) ( )[ ]15 - (4) JKAB = ( ) ( )[ ])1()4(36 +-- (5) JKAC = ( ) ( )[ ])1()5(37 +-- (6) JKBC = ( ) ( )[ ])1()5(48 +-- (7) JKABC = ( ) ( )[ ])8()7()6()1()9()5(43 ---++++ (8) JKG = (2) –(9) (9) Jkt = (2) – (1) (atau JKT = JKA+ JKB+ JKC+ JKAB+ JKAC+ JKBC+ JKABC+ JKG)
d) Derajat kebebasan (Degree of Freedom)
dkA = (p - 1) dkB = (q - 1) dkC = (r - 1) dkAB = (p - 1) (q - 1) dkAC = (p - 1)(r - 1) dkBC = (q - 1)(r - 1) dkABC = (p - 1)( q - 1)( r - 1) dkG = N – pqr dkT = N – 1
e) Rerata kuadrat (Mean Square)
JKA RKA = dKA JKB RKB = dkB
JKC RKC = dkC JKAB RKAB = dkAB
xviii
JKAC RKAC = dkAC JKBC RKBC = dkBC JKABC RKABC = dkABC JKG RKG = dkG
f) Statistik uji
RKA Fa = RKG RKB Fb = RKG
RKC Fc = RKG RKAB Fab = RKG RKAC Fac = RKG RKBC Fbc = RKG RKABC Fabc = RKG
g) Daerah kritik
xix
(1) DKa = { }pqrNpFaFF --³ ;1;a
(2) DKb = { }pqrNqFFbF --³ ;1;a
(3) DKc = { }pqrNrFcFF --³ ;1;a
(4) DKab = { }pqrNqqab FFF ---³ );1)(1(;a
(5) DKac = { }pqrNrpac FFF ---³ );1)(1(;a
(6) DKbc = { }pqrNrqbc FFF ---³ );1)(1(;a
(7) DKabc = { }pqrNrqpabc FFF ----³ );1)(1)(1(;a
h) Keputusan uji
Ho ditolak jika harga statistik ujinyaa melebihi daerah kritiknya. Harga kritik
tersebut diperoleh dari tabel distribusi F pada tingkat signifikan a .
i) Rangkuman ANAVA tiga jalan
Tabel 3.3. Hasil Rangkuman Analisis Variansi
Sumber
Variansi
JK DK RK F hitung F α p
A JKA p – 1 RKA Fa F tabel < α atau > α
B JKB q - 1 RKB Fb F tabel < α atau > α
C JKC r - 1 RKC Fc F tabel < α atau > α
AB JKAB (p -1)(q- 1) RKAB Fab F tabel < α atau > α
AC JKAC (p - 1)(r - 1) RKAC Fac F tabel < α atau > α
BC JKBC (q - 1)(r - 1) RKBC Fbc F tabel < α atau > α
xx
ABC JKABC (p- 1)(q- 1)(r -1) RKABC Fabc F tabel < α atau > α
Gelat JKG N-pqr RKG - - -
Total JKT N - 1 - - - -
· Keterangan: p adalah probabilitas amatan.
j) Menentukan Kaidah Pengujian Hipotesis dengan Uji ANAVA tiga jalan
(1) Uji Hipotesis 1
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak HoA (signifikan) dan H1A diterima artinya ada
pengaruh antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar
siswa.
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0A (tidak signifikan) dan H1A ditolak artinya tidak
ada pengaruh antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi
belajar siswa.
(2) Uji Hipotesis 2
xxi
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0B (signifikan) dan H1B diterima artinya ada
pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0B (tidak signifikan) dan H1B ditolak artinya tidak
ada pengaruh aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa.
(3) Uji Hipotesis 3
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0C (signifikan) dan H1C diterima artinya ada
pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
xxii
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0C (tidak signifikan) dan H1C ditolak artinya tidak
ada pengaruh sikap ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
(4) Uji Hipotesis 4
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0AB (signifikan) dan H1AB diterima artinya ada
interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar
siswa terhadap prestasi belajar siswa.
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0AB (tidak signifikan) dan H1AB ditolak artinya
tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas
belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
xxiii
(5) Uji Hipotesis 5
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0AC (signifikan) dan H1AC diterima artinya ada
interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa.
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0AC (tidak signifikan) dan H1AC ditolak artinya
interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa.
(6) Uji Hipotesis 6
xxiv
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0BC (signifikan) dan H1BC diterima artinya ada
interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dan sikap ilmiah siswa
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0BC (tidak signifikan) dan H1BC ditolak artinya
tidak ada interaksi antara aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah dan sikap ilmiah
siswa tinggi dan rendah terhadap perstasi belajar siswa.
(7) Uji Hipotesis 7
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0ABC (signifikan) dan H1ABC diterima artinya ada
interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar
dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
xxv
Bila F hitung ≤ F tabel, maka terima H0ABC (tidak signifikan) dan H1ABC ditolak artinya
interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar
dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.
b. Uji lanjut ANAVA
Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda merupakan tindak lanjut dari
analisis variansi, apabila hasil analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol
ditolak dan diperlukan untuk mengetahui karakteristik pada variabel bebas dan
variabel terikat. Dalam penelitian ini uji komparasi ganda dilakukan pada hipotesis
pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Sedangkan pada hipotesis keenam dan
ketujuh tidak diperlukan uji komparasi ganda kerena keputusan H0 diterima.
Semua perhitungan dalam penelitian ini yang meliputi perhitungan validitas
dan reliabilitas instrument, deskripsi data, uji prasyarat analisis (normalitas dan
homogenitas data), uji hipotesis dan uji pasca anava yang ada dalam penelitian ini
menggunakan bantuan komputer dengan program software Mirosoft Excel 2007 for
Windows.
xxvi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI DATA
1. Deskripsi Data Kelas Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing
a. Data Prestasi Belajar Siswa
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa pada kelas
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing skor tertinggi 100 dan skor terendah
55, dengan skor rata-rata 71,05, standar deviasi 11 dan median 70. Distribusi
frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.dan gambar
4.1.berikut .
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa
SKOR F %
55 - 63 4 21,05
64 - 72 7 36,84
73 - 81 5 26,32
82 - 90 2 10,53
91 - 99 0 0,00
100 – 108 1 5,26
Jumlah 19 100
88
xxvii
b. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa
aktivitas belajar tinggi pada kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing
skor tertinggi 100 dan skor terendah 55, dengan skor rata-rata 76,11, standar deviasi
13,41 dan median 75. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.2.dan gambar 4.2.berikut .
Gambar 4.1. Histogram Data Prestasi Belajar Siswa
xxviii
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi
Skor F %
55 - 65 1 11,11
66 - 76 2 22,22
77 - 87 3 33,33
88 - 98 2 22,22
99 - 109 1 11,11
Jumlah 9 100
c. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah
Gambar 4.2. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi
xxix
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa
aktivitas belajar rendah pada kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing
skor tertinggi 80 dan skor terendah 60, dengan skor rata-rata 66,50, standar deviasi
6,69 dan median 65. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.3. dan gambar 4.3. berikut.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah
Skor F %
60 - 64 3 30,00
65 - 69 4 40,00
70 - 74 1 10,00
75 - 79 1 10,00
80 - 84 1 10,00
Jumlah 10 100
d. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi
Gambar 4.3. Histogram Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah
xxx
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa sikap
ilmiah tinggi pada kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing skor
tertinggi 100 dan skor terendah 65, dengan skor rata-rata 79,44, standar deviasi 6,73
dan median 80. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.4. dan gambar 4.4. berikut.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi
Skor F %
65 - 73 2 22,22
74 - 82 4 44,44
83 - 91 2 22,22
92 - 100 1 11,11
Jumlah 9 100
e. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
Gambar 4.4. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi
xxxi
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa sikap
ilmiah rendah pada kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing skor
tertinggi 75 dan skor terendah 55, dengan skor rata-rata 64, standar deviasi 5,68 dan
median 65. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel
4.5. dan gambar 4.5. berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
Skor F %
55 - 59 1 9,09
60 - 64 3 27,27
65 - 69 4 45,45
70 - 74 1 9,09
75 - 79 1 9,09
Jumlah 10 100
f. Data Aktivitas Belajar Siswa
Gambar 4.5. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
xxxii
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data aktivitas belajar siswa pada
kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing skor tertinggi 105 dan skor
terendah 86, dengan skor rata-rata 95,26, standar deviasi 4,78 dan median 95.
Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6. dan
gambar 4.6. berikut.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa
Skor F %
86 - 89 2 10,53
90 - 93 5 26,32
94 - 97 6 31,58
98 - 101 4 21,05
102 - 105 2 10,53
Jumlah 19 100
g. Data Sikap Ilmiah Siswa
Gambar 4.6. Histogram Aktivitas Belajar Siswa
xxxiii
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data sikap ilmiah siswa pada kelas
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing skor tertinggi 127 dan skor terendah
108, dengan skor rata-rata 117,42, standar deviasi 5,09 dan median 117. Distribusi
frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7. dan gambar 4.7.
berikut.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa
Skor F %
108 - 111 2 10,53
112 -115 4 21,05
116 - 119 6 31,58
120 -123 5 26,32
124 - 127 2 10,53
Jumlah 19 100
2. Deskripsi Data Kelas Menggunakan Metode Eksperimen
a. Data Prestasi Belajar Siswa
Gambar 4.7. Histogram Sikap Ilmiah Siswa
xxxiv
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa pada
kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor tertinggi 85 dan skor terendah
40, dengan skor rata-rata 63,42, standar deviasi 12,59 dan median 65. Distribusi
frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8. dan gambar 4.8.
berikut.
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa
Skor F % 40 - 48 1 5,26 49 - 57 5 26,32 58 - 66 6 31,58 67 - 75 4 21,05 76 - 84 1 5,26 85 - 93 2 10,53 Jumlah 19 100
b. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi
Gambar 4.8. Histogram Prestasi Belajar
xxxv
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa
aktivitas belajar tinggi pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor
tertinggi 85 dan skor terendah 55, dengan skor rata-rata 70,91, standar deviasi 8,89
dan median 70. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.9. dan gambar 4.9. berikut.
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi
Skor F %
55 - 62 1 9,09
63 - 70 6 54,55
71 -78 2 18,18
79 - 86 2 18,18
Jumlah 11 100
c. Data Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Gambar 4.9. Histogram Prestasi Belajar Siswa
Aktivitas Belajar Tinggi
xxxvi
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa
aktivitas belajar rendah pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor
tertinggi 70 dan skor terendah 40, dengan skor rata-rata 53,75, standar deviasi 9,16
dan median 50. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.10. dan gambar 4.10. berikut.
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah
Skor F %
40 - 47 1 12,50
48 - 55 4 50,00
56 - 63 2 25,00
64 - 71 1 12,50
Jumlah 8 100
d. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Gambar 4.10. Histogram Prestasi Belajar Siswa
Aktivitas Belajar Rendah
xxxvii
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa sikap
ilmiah tinggi pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor tertinggi 85
dan skor terendah 50, dengan skor rata-rata 70, standar deviasi 11,34 dan median 70.
Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.11. dan
gambar 4.11. berikut.
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi
Skor F %
50 - 58 1 12,50
59 - 67 2 25,00
68 - 76 3 37,50
77 - 85 2 25,00
Jumlah 8 100
e. Data Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah Gambar 4.11. Histogram Prestasi Belajar Siswa
Sikap Ilmiah Tinggi
xxxviii
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data prestasi belajar siswa sikap
ilmiah rendah pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor tertinggi 80
dan skor terendah 40 dengan skor rata-rata 60,91, standar deviasi 11,79 dan median
60. Distribusi frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12.
dan gambar 4.12. berikut.
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
Skor F %
40 - 49 1 9,09
50 - 59 3 27,27
60 - 69 4 36,36
70 - 79 2 18,18
80 - 89 1 9,09
Jumlah 11 100
f. Data Aktivitas Belajar Siswa
Gambar 4.12. Histogram Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah
xxxix
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data aktivitas belajar siswa pada
kelas dengan menggunakan metode eksperimen skor tertinggi 101 dan skor terendah
77, dengan skor rata-rata 89,84, standar deviasi 7,17 dan median 92. Distribusi
frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13. dan gambar 4.13.
berikut.
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa
Skor F %
77 - 81 3 15,79
82 - 86 2 10,53
87 - 91 4 21,05
92 - 96 6 31,58
97 - 101 4 21,05
Jumlah 19 100
g. Data Sikap Ilmiah Siswa
Gambar 4.13. Histogram Aktivitas Belajar Siswa
xl
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk data sikap ilmiah siswa pada kelas
dengan menggunakan metode eksperimen skor tertinggi 123 dan skor terendah 104,
dengan skor rata-rata 112,32, standar deviasi 5,01 dan median 112. Distribusi
frekuensi dan histogram data tersebut dapat dilhat pada tabel 4.14. dan gambar 4.14
berikut.
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa
Skor F %
104 - 107 3 15,79
108 - 111 5 26,32
112 - 115 6 31,58
116 - 119 3 15,79
120 - 123 2 10,53
Jumlah 19 100
Perhitungan lengkap kelas dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing dan
metode eksperimen dapat dilihat di lampiran 5 tentang deskripsi data.
Gambar 4.14. Histogram Sikap Ilmiah Siswa
xli
B. UJI PRASYARAT ANALISIS
1. Uji Normalitas
Sebelum melakukan uji hipotesis dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas data
penelitian. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Lilliefors dan uji
homogenitas menggunakan Bartlett. Berikut ini merupakan hasil uji normalitas dan
uji homogenitas tersebut.
Tabel 4.15. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Variabel Ltabel Lhitung Kesimpulan
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Inkuiri 0,195 0,159 Berdistribusi Normal Data Prestasi Belajar Kelas Metode Inkuiri Aktivitas Belajar Siswa Tinggi
0,271 0,143 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Inkuiri Aktivitas Belajar Siswa Rendah 0,258 0,248 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Inkuiri Sikap Ilmiah Siswa Tinggi
0,271 0,204 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Inkuiri Sikap Ilmiah Siswa Rendah
0,258 0,237 Berdistribusi Normal
Data Aktivitas Belajar Siswa Kelas Metode Inkuiri
0,195 0,076 Berdistribusi Normal
Data Sikap Ilmiah Siswa Kelas Metode Inkuiri 0,195 0,071 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Eksperimen 0,195 0,121 Berdistribusi Normal Data Prestasi Belajar Kelas Metode Eksperimen Aktivitas Belajar Siswa Tinggi 0,285 0,156 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Eksperimen Aktivitas Belajar Siswa Rendah
0,285 0,281 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Eksperimen Sikap Ilmiah Siswa Tinggi
0,285 0,215 Berdistribusi Normal
Data Prestasi Belajar Kelas Metode Eksperimen Sikap Ilmiah Siswa Rendah
0,249 0,241 Berdistribusi Normal
Data Aktivitas Belajar Siswa Kelas Metode Eksperimen
0,195 0,125 Berdistribusi Normal
Data Sikap Ilmiah Siswa Kelas Metode Eksperimen
0,195 0,114 Berdistribusi Normal
2. Uji Homogenitas
Tabel 4.16. Hasil Uji Homogenitas Data Penelitian
xlii
Variabel χ2hitung χ2tabel
Kesimpulan
Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Metode Belajar 0,33 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa 0,26 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Sikap Ilmiah Siswa 4,49 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Tinggi Ditinjau Dari Metode Belajar 3,94 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Aktivitas Belajar Rendah Ditinjau Dari Metode Belajar 0,74 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Tinggi Ditinjau Dari Metode Belajar 0,60 5,99 Homogen
Prestasi Belajar Siswa Sikap Ilmiah Rendah Ditinjau Dari Metode Belajar 4,57 5,99 Homogen
Perhitungan secara lengkap uji prasyarat analisis ini dapat dilihat pada lampiran 6 uji
normalitas data penelitian dan lampiran 7 uji homogenitas data penelitian.
C. UJI HIPOTESIS
1. Uji Anava
Pada penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik variansi tiga
jalan dengan sel tak sama. Pengujian tersebut untuk mengtehui ada atau tidaknya
pengaruh metode belajar (A), aktivitas belajar siswa (B) dan sikap ilmiah siswa (C)
terhadap prestasi belajar siswa. Selanjutnya analisis uji hipotesis ini juga untuk
mengetahui interaksi antara metode belajar dan aktivitas belajar siswa, metode
belajar dan sikap ilmiah siswa, serta aktivitas belajar siswa dan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa. Prosedur perhitungan analisis variansi tiga jalan
dengan sel tak sama tersebut dapat dilihat pada lampiran 8 uji hipotesis penelitian.
Berikut ini adalah rangkuman hasil uji anava tersebut.
Tabel 4.17. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Tiga Jalan
Sumber JK dk RK Fobs Fα p
xliii
Efek Utama
A 30,13 1 30,13 8,95 4,17 <0,05
B 36,40 1 36,40 10,82 4,17 <0,05
C 14,26 1 14,26 4,24 4,17 <0,05
Interaksi
AB 15,87 1 15,87 4,72 4,17 <0,05
AC 15,34 1 15,34 4,56 4,17 <0,05
BC 3,85 1 3,85 1,14 4,17 >0,05
ABC 0,52 1 0,52 0,15 4,17 >0,05
Galat 100,96 30 3,37 - -
Total 217,32 37 - - - -
Berdasar tabel 4.17 di atas dapat dilihat bahwa pada efek utama faktor A, B
dan C, Fobs lebih besar dari Ftabel 4,17. Dengan demikian H0A, H0B dan H0C ditolak.
Demikian juga pada interaksi AB dan AC yang Fobs lebih besar dari Ftabel 4,17
sehingga H0AB dan H0AC ditolak. Oleh karena H0AB dan H0AC ditolak maka diperlukan
uji komparasi ganda atau uji lanjut anava pada sel-sel AB dan AC untuk melihat
karakteristik pada variabel metode belajar (A) dan aktivitas belajar siswa (B) serta
variabel metode belajar (A) dan sikap ilmiah siswa (C). Untuk interaksi BC dan
ABC, Fobs lebih kecil dari Ftabel 4,17 dengan demikian H0BC dan H0AC diterima, untuk
itu tidak diperlukan uji lanjut anava.
2. Uji Lanjut Anava
a. Interaksi Metode Belajar (A) Dan Aktivitas Belajar Siswa (B) Terhadap
Prestasi Belajar Siswa
Seperti yang telah ditunjukkan pada tabel 4.17, bahwa H0AB di tolak atau
H1AB diterima, artinya ada interaksi antara aktivitas belajar siswa dengan metode
xliv
inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian
perlu adanya uji lanjut anava atau komparasi ganda dengan Uji Scheffe. Uji ini
dilakukan pada sel berikut ini:
Tabel 4.18. Sel Interaksi Metode Belajar (A) dan Aktivitas Belajar (B)
B A
b1 b2
a1 Sel 1.1 Sel 1.2
a2 Sel 2.1 Sel 2.2
Tabel 4.19. Rataan Tiap Sel AB
B A
b1 b2
a1 75,56 66,50
a2 70,91 53,75
Daerah kritik dengan taraf signifikansi 5% pada pengujian ini adalah
{F|F>(3)F0,05;3,34} yaitu sebesar 8,76. Berikut ini hasil uji tersebut.
Tabel 4.20. Uji Lanjut Anava Interaksi AB
Sel Keputusan Kesimpulan
F11-21 F11-21 = 1,27 є DK
Pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi,
tidak ada perbedaan prestasi belajar baik
menggunakan metode inkuiri terbimbing
maupun menggunakan metode eksperimen.
F12-22 F12-22 = 8,79 є DK Pada siswa yang aktivitas belajarnya rendah,
xlv
prestasi belajar siswa lebih tinggi dengan
menggunakan metode inkuiri terbimbing
daripada menggunakan metode eksperimen.
F11-12 F11-12 = 4,62 є DK
Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri
terbimbing, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik siswa yang aktivitas belajarnya
tinggi maupun siswa yang aktivitas belajarnya
rendah.
F21-22 F21-22 = 16,21 є DK
Pada kelas yang menggunakan metode
eksperimen, siswa yang aktivitas belajarnya
tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi
dibanding siswa yang aktivitas belajarnya
rendah.
b. Interaksi Metode Belajar (A) Dan Sikap Ilmiah Siswa (C) Terhadap
Prestasi Belajar Siswa
Pada tabel 4.17 menunjukkan H0AC di tolak atau H1AC diterima, artinya ada
interaksi antara sikap ilmiah siswa dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen
terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian perlu adanya uji lanjut anava atau
komparasi ganda dengan Uji Scheffe. Uji ini dilakukan pada sel berikut ini:
xlvi
Tabel 4.21. Sel Interaksi Metode Belajar(A) dan Sikap Ilmiah (C)
C A
c1 c2
a1 Sel 1.1 Sel 1.2
a2 Sel 2.1 Sel 2.2
Tabel 4.22. Rataan Tiap Sel AC
C A
c1 c2
a1 79,44 64,00
a2 70,00 60,91
Daerah kritik dengan taraf signifikansi 5% pada pengujian ini adalah
{F|F>(3)F0,05;3,34} yaitu sebesar 8,76. Berikut ini hasil uji tersebut.
Tabel 4.23. Uji Lanjut Anava Interaksi AC
Sel Keputusan Kesimpulan
F11-21 F11-21 = 4,49 є DK
Pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi,
prestasi belajar siswa lebih tinggi dengan
menggunakan metode inkuiri terbimbing
daripada menggunakan metode eksperimen.
F12-22 F12-22 = 0,59 є DK Pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah, tidak
ada perbedaan prestasi belajar siswa baik
xlvii
menggunakan metode inkuiri terbimbing
maupun menggunakan metode eksperimen.
F11-12
F11-12 = 13,43 є DK
Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri
terbimbing, siswa yang sikap ilmiahnya tinggi
memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibanding
siswa yang sikap ilmiahnya rendah.
F21-22 F21-22 = 4,55 є DK
Pada kelas yang menggunakan metode
eksperimen, tidak ada perbedaan prestasi
belajar siswa baik siswa yang sikap ilmiahnya
tinggi maupun siswa yang sikap ilmiahnya
rendah.
Hasil Uji Scheffe selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9 uji lanjut Anava
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan
menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama di atas, maka berikut
iniakan diuraikan pembahasan hasil penelitian tersebut sebagai jawaban atas rumusan
masalah dan hipotesis penelitian ini.
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa efek utama A (metode inkuiri
terbimbing dan eksperimen) menghasillkan Fobs sebesar 8,95 yang lebih besar dari
Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0A ditolak dan H1A
diterima, artinya ada pengaruh metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap
prestasi belajar siswa. Rataan prestasi belajar siswa yang proses pembelajarannya
menggunakan metode inkuiri terbimbing adalah 71,05 sedangkan rataan prestasi
xlviii
belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan metode eksperimen adalah
63,42. Jika dilihat dari rataan prestasi belajar siswa maka dapat disimpulkan bahwa
siswa yang proses pembelajarannya menggunakan metode inkuiri terbimbing prestasi
belajarnya lebih baik daripada siswa yang proses pembelajarannya menggunakan
metode eksperimen.
Hasil hipotesis diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan beberapa
peneliti sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan : 1) Champbell at al (2006)
yang menghasilkan temuan bahwa penggunaan metode inkuiri terbimbing
berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam bercerita narasi, 2) Kristine Elliot
at.al (2008) yang menghasilkan temuan bahwa, pendekatan melalui penelitian ini
dapat diidentifikasikan bahwa peningkatan keterampilan atau pengetahuan melalui
metode inkuiri sangat baik untuk di praktekkan. Metode ini juga sangat efektif bila
digunakan dalam teknologi pendidikan untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap ilmu pengetahuan, dan 3) Chin at al. (2007) yang mengatakan bahwa siswa
dapat lebih mengembangkan kemampuannya setelah selama tiga bulan
menggunakan metode inkuiri berbasis pembelajaran matematika. Sehingga dapat di
katakan bahwa metode inkuiri berbasis pembelajaran matematika sangat membantu
kemampuan atau pengalaman metakognitif siswa sehingga hal ini dapat menjadi
alternatif konsep pembelajaran.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa efek utama B (Aktivitas Belajar)
menghasillkan Fobs sebesar 10,82 yang lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikansi
5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0B ditolak dan H1B diterima, artinya ada pengaruh
aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Data penelitian menunjukkan
xlix
bahwa rataan prestasi belajar siswa yang aktivitas belajarnya tinggi adalah 73
sedangkan rataan prestasi belajar siswa yang aktivitas belajarnya rendah adalah
60,38. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa yang memiliki aktivitas
belajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi atau lebih baik.
Sebaliknya siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah cenderung prestasi
belajarnya juga rendah.
Hasil hipotesis diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Justo,
Franco,Clemente (2008) dimana harapan-harapan guru memberikan kontribusi
positif terhadap kreativitas verbal siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis (F =
9.362; p<0,05) dimana hasil post test menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa efek utama C (Sikap Ilmiah)
menghasillkan Fobs sebesar 4,24 yang lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikansi
5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0C ditolak dan H1C diterima, artinya ada pengaruh
sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa. Data penelitian menunjukkan
bahwa rataan prestasi belajar siswa yang sikap ilmiahnya tinggi adalah 69,17
sedangkan rataan prestasi belajar siswa yang aktivitas belajarnya rendah adalah
65,50. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa yang sikap ilmiahnya tinggi
tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi atau lebih baik. Sebaliknya
siswa yang sikap ilmiahnya rendah cenderung prestasi belajarnya juga rendah.
Hasil hipotesis diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
Quitadamo,I.J at al. (2008) dimana hampir semua etnik yang mengikuti pembelajaran
model Community Based Inquiry (CBI) memiliki kemampuan kritis (p : 0,0001)
l
yang lebih besar dibanding dengan kelompok yang belajar dengan model campuran
(CBI + tradisional, p : 0,298) dan model tradisional (p : 0,111).
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan interaksi AB menghasillkan Fobs sebesar
4,72 yang lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan
demikian H0AB ditolak dan H1AB diterima, artinya ada interaksi antara aktivitas
belajar siswa dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi
belajar siswa. Dengan demikian diperlukan uji komparasi ganda dengan Uji Scheffe
sehingga teridentifikasi interaksi antara metode belajar (A) dan aktivitas belajar
siswa (B) terhadap prestasi belajarnya. Hasil uji ini menunjukkan bahwa:
a. Pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik menggunakan metode inkuiri terbimbing maupun menggunakan
metode eksperimen. Jika dilihat dari rataan, siswa yang aktivitas belajarnya
tinggi dan menggunakan metode inkuiri terbimbing, rataan prestasi belajarnya
adalah 75,56. Sedangkan siswa yang aktivitas belajarnya tinggi dan
menggunakan metode eksperimen, rataan prestasi belajarnya adalah 70,91.
Walaupun ada perbedaan namun nilai tersebut tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan.
b. Pada siswa yang aktivitas belajarnya rendah, prestasi belajar siswa lebih tinggi
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing daripada menggunakan metode
eksperimen. Jika dilihat dari rataan, siswa yang aktivitas belajarnya rendah dan
menggunakan metode inkuiri terbimbing rataan prestasi belajarnya adalah 66,50.
Sedangkan siswa yang aktivitas, belajarnya rendah dan menggunakan metode
eksperimen, rataan prestasi belajarnya adalah 53,75.
li
c. Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri terbimbing, tidak ada perbedaan
prestasi belajar siswa baik siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun siswa
yang aktivitas belajarnya rendah. Jika dilihat dari rataan pada kelas metode
inkuiri terbimbing, siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, rataan prestasi
belajarnya adalah 75,56. Sedangkan siswa yang aktivitas belajarnya rendah,
rataan prestasi belajarnya adalah 66,50. Walaupun ada perbedaan namun nilai
tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
d. Pada kelas yang menggunakan metode eksperimen, siswa yang aktivitas
belajarnya tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibanding siswa yang
aktivitas belajarnya rendah. Jika dilihat dari rataan pada kelas metode
eksperimen, siswa yang aktivitas belajarnya tinggi rataan prestasi belajarnya
adalah 70,91. Sedangkan siswa yang aktivitas belajarnya rendah rataan prestasi
belajarnya adalah 53,75.
5. Hipotesis Kelima
Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan interaksi AC menghasillkan Fobs sebesar
4,56 yang lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan
demikian H0AC ditolak dan H1AC diterima, artinya ada interaksi antara sikap ilmiah
siswa dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar
siswa. Dengan demikian diperlukan uji komparasi ganda dengan Uji Scheffe
sehingga teridentifikasi interaksi antara metode belajar (A) dan sikap ilmiah siswa
(C) terhadap prestasi belajarnya. Hasil uji ini menunjukkan bahwa:
a. Pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik menggunakan metode inkuiri terbimbing maupun menggunakan
metode eksperimen. Jika dilihat dari rataan, siswa yang sikap ilmiahnya tinggi
lii
dan menggunakan metode inkuiri terbimbing, rataan prestasi belajarnya adalah
79,44. Sedangkan siswa yang sikap ilmiahnya tinggi tinggi dan menggunakan
metode eksperimen, rataan prestasi belajarnya adalah 70,00. Walaupun ada
perbedaan namun nilai tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
b. Pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik menggunakan metode inkuiri terbimbing maupun menggunakan
metode eksperimen. Jika dilihat dari rataan, siswa yang sikap ilmiahnya rendah
dan menggunakan metode inkuiri terbimbing, rataan prestasi belajarnya adalah
64,00. Sedangkan siswa yang sikap ilmiahnya rendah dan menggunakan metode
eksperimen, rataan prestasi belajarnya adalah 60,91. Walaupun ada perbedaan
namun nilai tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
c. Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri terbimbing, siswa yang sikap
ilmiahnya tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibanding siswa yang
sikap ilmiahnya rendah. Jika dilihat dari rataan pada kelas metode inkuiri
terbimbing, siswa yang sikap ilmiahnya tinggi, rataan prestasi belajarnya adalah
79,44. Sedangkan siswa yang sikap ilmiahnya rendah, rataan prestasi belajarnya
adalah 64,00.
d. Pada kelas yang menggunakan metode eksperimen, tidak ada perbedaan prestasi
belajar siswa baik siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun siswa yang sikap
ilmiahnya rendah. Jika dilihat dari rataan pada kelas metode eksperimen, siswa
yang sikap ilmiahnya tinggi rataan prestasi belajarnya adalah 70,00. Sedangkan
siswa yang sikap ilmiahnya rendah rataan prestasi belajarnya adalah 60,91.
Walaupun ada perbedaan namun nilai tersebut tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan.
liii
6. Hipotesis Keenam
Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa interaksi BC menghasillkan Fobs
sebesar 1,14 yang lebih kecil dari Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17.
Dengan demikian H0AC diterima dan H1AC ditolak, artinya tidak ada interaksi antara
aktivitas belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar, sehingga uji
pasca anava tidak perlu dilakukan. Dengan melihat rataan prestasi belajar siswa
menunjukkan bahwa:
a. Pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun pada
siswa yang sikap ilmiahnya rendah.
b. Pada siswa yang aktivitas belajarnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun pada
siswa yang sikap ilmiahnya rendah.
c. Pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun pada
siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
d. Pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun pada
siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
7. Hipotesis Ketujuh
Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa interaksi ABC menghasillkan Fobs
sebesar 0,15 yang lebih kecil dari Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17.
Dengan demikian H0ABC diterima dan H1ABC ditolak, artinya tidak ada interaksi
antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan aktivitas belajar dan sikap
liv
ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa, sehingga tidak perlu dilakukan uji pasca
anava.
D. KETERBATASAN PENELITIAN
Peneliti dalam melakukan penelitian eksperimen ini telah berusaha
semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang akurat dan benar-benar sesuai
dengan harapan. Namun peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh belum sesuai
dengan harapan. Hal ini terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi atau
membatasi penelitian ini, antara lain :
1. Sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini termasuk sedikit atau kecil
yaitu hanya 38 responden, terdiri dari 19 responden kelas dengan metode inkuiri
terbimbing dan 19 responden kelas dengan metode eksperimen. Hal ini ada
kemungkinan mempengaruhi dalam generalisasi temuan penelitian yang hanya
berlaku secara terbatas.
2. Tes prestasi belajar yang diteliti baru terbatas pada aspek domain kognitif saja,
sedangkan aspek psikomotorik dan afektif tidak dilakukan sebagai variabel, hal
ini dikarenakan metode inkuiri terbimbing dan metode eksperimen seimbang,
sehingga aspek psikomotorik dan efektifnya diperkirakan juga akan sama.
3. Treatmen atau perlakukan terhadap kelas eksperimen 1 dengan metode inkuiri
terbimbing maupun kelas eksperimen 2 dengan metode eksperimen hanya
berlangsung singkat dan hanya pada materi termokimia. Kemungkinan
perlakuan yang diberikan belum mencerminkan hasil yang maksimal baik dalam
berjalannya perlakukan maupun pecapaian kompetensi mata pelajaran yang
diberikan pada siswa.
lv
4. Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing merupakan metode baru, baik
oleh guru maupun siswa , sehingga proses belajar mengajar yang terjadi belum
dapat berjalan maksimal.
5. Efektifitas pembelajaran masih rendah, sehingga ada beberapa siswa yang
kurang aktif, terkadang timbul kegaduhan-kegaduhan yang menyebabkan
konsentrasi guru dan siswa kurang terfokus pada materi pelajaran.
lvi
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, hipotesis sampai
pengujian hipotesis, maka hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa
pembelajaran materi termokimia melalui pendekatan konstruktivisme dengan
menggunakan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dapat memberikan hasil
pada aspek kognitif yang cukup baik. Di samping itu, kedua metode yang diterapkan
dapat nenambah kesenangan dan kerjasama siswa yang memiliki latar belakang
heterogen, baik dari segi sosial, jenis kelamin dan kemampuan kognitif yang terbagi
atas tinggi dan rendah. Dari hasil analisis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Pertama, hasil perhitungan pengaruh metode inkuiri terbimbing dan
eksperimen terhadap prestasi belajar siswa menghasillkan Fobs sebesar 8,95 > Ftabel
dengan taraf signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0A ditolak dan H1A
diterima, artinya ada pengaruh metode inkuiri terbimbing dengan eksperimen
terhadap prestasi belajar siswa. Rataan prestasi belajar siswa yang proses
pembelajarannya menggunakan metode inkuiri terbimbing adalah 71,05 sedangkan
yang menggunakan metode eksperimen adalah 63,42. Jika melihat dari rataan
prestasi belajar siswa maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang proses
pembelajarannya menggunakan metode inkuiri terbimbing prestasi belajarnya lebih
baik daripada siswa yang proses pembelajarannya menggunakan metode eksperimen.
Hal ini dikarenakan pada pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing, siswa
lebih banyak mendapat bimbingan dari guru, disamping siswa sendiri diberikan 118
lvii
kebebasan dalam mengemukakan pendapat sesuai struktur kognitif yang mereka
miliki. Sehingga, belajar menjadi menyenangkan dan ini berpengaruh pada prestasi
belajar siswa.
Kedua, hasil perhitugan menunjukkan ada pengaruh aktivitas belajar siswa
terhadap prestasi belajar siswa pada aspek kognitif pada meteri termokimia. Uji
statistik menunjukkan Fobs sebesar 10,82 > Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu
4,17. Rataan prestasi belajar siswa yang aktivitas belajarnya tinggi = 73,00,
sedangkan siswa yang aktivitasnya rendah = 60,38. Jika melihat dari rataan prestasi
belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi
cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi atau lebih baik. Sebaliknya siswa
yang memiliki aktivitas belajar rendah cenderung prestasi belajarnya juga rendah.
Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi cenderung lebih
aktif dan lebih serius dalam mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru
dibandingkan dengan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah.
Ketiga, hasil perhitugan juga menunjukkan ada pengaruh sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa pada aspek kognitif pada materi termokimia. Uji
statistik menghasillkan Fobs sebesar 4,24 > Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu
4,17, dengan demikian H0C ditolak dan H1C diterima. Rataan prestasi belajar siswa
yang sikap ilmiah nya tinggi = 69,17, sedangkan siswa yang sikap ilmiahnya rendah
= 65,50. Jika melihat dari rataan prestasi belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang
tinggi atau lebih baik. Sebaliknya siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah
cenderung prestasi belajarnya juga rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki
sikap ilmiah tinggi cenderung lebih kritis dan lebih serius dalam mengikuti pelajaran
lviii
yang diberikan oleh guru dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah
rendah.
Keempat, hasil perhitungan data penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi
antara aktivitas belajar dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap
prestasi belajat siswa menghasillkan Fobs sebesar 4,72 > Ftabel dengan taraf
signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0AB ditolak dan H1AB diterima, artinya
ada interaksi antara aktivitas belajar siswa dengan metode inkuiri terbimbing dan
eksperimen terhadap prestasi belajar siswa. Setelah diadakan uji komparasi ganda
atau pasca anava, data penelitian menunjukkan bahwa:
e. Pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik menggunakan metode inkuiri terbimbing maupun menggunakan
metode eksperimen.
f. Pada siswa yang aktivitas belajarnya rendah, prestasi belajar siswa lebih tinggi
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing daripada menggunakan metode
eksperimen.
g. Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri terbimbing, tidak ada perbedaan
prestasi belajar siswa baik siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun siswa
yang aktivitas belajarnya rendah.
h. Pada kelas yang menggunakan metode eksperimen, siswa yang aktivitas
belajarnya tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibanding siswa yang
aktivitas belajarnya rendah.
Kelima, hasil perhitugan juga menunjukkan bahwa interaksi antara sikap
ilmiah dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar
siswa menghasillkan Fobs sebesar 4,56 > Ftabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu
lix
4,17. Dengan demikian H0AC ditolak dan H1AC diterima, artinya ada interaksi antara
sikap ilmiah siswa dengan metode inkuiri terbimbing dan eksperimen terhadap
prestasi belajar siswa. Setelah diadakan uji pasca anava maka didapatkan data yang
menunjukkan bahwa:
e. Pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi, prestasi belajar siswa lebih tinggi
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing daripada menggunakan metode
eksperimen.
f. Pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa baik menggunakan metode inkuiri terbimbing maupun menggunakan
metode eksperimen.
g. Pada kelas yang menggunakan metode inkuiri terbimbing, siswa yang sikap
ilmiahnya tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibanding siswa yang
sikap ilmiahnya rendah.
h. Pada kelas yang menggunakan metode eksperimen, tidak ada perbedaan prestasi
belajar siswa baik siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun siswa yang sikap
ilmiahnya rendah.
Keenam, hasil perhitugan interaksi aktivitas belajar siswa dan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajat siswa menghasillkan Fobs sebesar 1,14 < Ftabel dengan
taraf signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0AC diterima dan H1AC ditolak,
artinya tidak ada interaksi antara aktivitas belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar, sehingga uji pasca anava tidak perlu dilakukan. Dengan melihat
rataan prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa:
lx
a) Pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun pada siswa
yang sikap ilmiahnya rendah.
b) Pada siswa yang aktivitas belajarnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi maupun pada
siswa yang sikap ilmiahnya rendah.
c) Pada siswa yang sikap ilmiahnya tinggi, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun pada
siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
d) Pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar
siswa yang signifikan pada siswa yang aktivitas belajarnya tinggi maupun pada
siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
Ketujuh, berdasarkan analisis data penelitian maka dapat ditunjukkan bahwa
interaksi antara aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa dengan metode inkuiri
terbimbing dan eksperimen menghasillkan Fobs sebesar 0,15 < Ftabel dengan taraf
signifikansi 5% yaitu 4,17. Dengan demikian H0ABC diterima dan H1ABC ditolak,
artinya tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing dan eksperimen dengan
aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa, sehingga
tidak perlu dilakukan uji lanjut anava.
B. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
1. Implikasi Teoritis
lxi
i. Implikasi teoritis dari penelitian ini bahwa siswa dengan sikap ilmiah dan aktivitas
belajar tinggi akan lebih mudah memahami konsep yang disampaikan oleh guru, akan
lebih kritis dalam beragumen dan akan lebih teliti dalam melalukan percobaan daripada
siswa dengan sikap ilmiah dan aktivitas belajar rendah. Sehingga secara tidak langsung
dapat mempengaruhi kemampuan kognitif siswa.
ii. Pengunaan metode inkuri terbimbing menuntut siswa untuk menemukan konsep
dengan adanya bimbingan dari guru, baik berupa lembar kerja siswa maupun bimbingan
secara langsung oleh guru. Sedangkan metode eksperimen menuntut siswa untuk
berfikir aktif dan bertindak teliti serta perlu membandingkan dengan konsep
sebelumnya, untuk membuktikan suatu teori.
2. Implikasi Praktis
a. Melihat dari hasil penelitian ini, dimana rataan prestasi belajar siswa dengan
menggunakan metode inkuiri terbimbing lebih baik dibading dengan menggunakan
metode eksperimen, maka implikasi praktisnya metode inkuiri terbimbing sangat cocok
digunakan dalam pembelajaran termokimia.
b. Siswa yang mempunyai aktivitas belajar dan sikap ilmiah tinggi cenderung memiliki
prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai aktifitas belajar
dan sikap ilmiah rendah. Pada siswa yang aktivitas belajar dan sikap ilmiah tinggi prestasi
belajar siswa lebih tinggi dengan metode inkuiri terbimbing. Dengan demikian, aktivitas
belajar dan sikap ilmiah siswa sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa.
C. SARAN
Didalam proses belajar mengajar di sekolah menengah atas (SMA), guru harus
memiliki strategi mengajar agar siswa dapat belajar dengan aktif. Berdasarkan kesimpulan
dan implikasi yang telah diuraikan di atas, penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada guru
lxii
a. Mengingat adanya pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kontruktivisme
dengan metode inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi
termokimia, maka dalam mengajar materi termokimia hendaknya guru dapat
menggunakan metode inkuiri terbimbing.
b. Agar pelaksanaan inkuiri terbimbing berjalan efektif dan efisien, guru perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut, 1) guru perlu menguasai teknik-teknik
memimpin diskusi, hal ini bisa dilakukan melalui latihan bersama guru-guru, misalnya
dalam kelompok MGMP, sehingga masalah ataupun kelemahan-kelemahan terdeteksi
sebelum penerapan di kelas, 2) materi-materi yang akan diprektekkan
(eksperimen/percobaan) sudah dicoba dulu oleh guru sebelum diberikan kepada siswa,
hal ini untuk menghindari terjadinya kegagalan ataupun kesalahan-kesalahan dalam
eksperimen, 3) dalam membagi kelompok, guru harus melibatkan siswa, sehingga diskusi
kelompok akan berjalan maksimal, 4) guru harus mempersiapkan lembar kerja siswa
(LKS) dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang berguna untuk membimbing siswa
untuk menemukan sebuah konsep.
iii. Mengingat aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa berpengaruh terhadap kemampuan
kognitif siswa, maka guru perlu, 1) memperhatikan aktivitas belajar dan sikap ilmiah
siswa, 2) melakukan pengukuran terhadap aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa, 3)
meningkatkan aktivitas belajar dan sikap ilmiah siswa yang rendah melalui latihan-
latihan, seperti diskusi kelompok atau memberikan kesempatan menjawab pertanyaan-
pertanyaan guru dan teman sejawat.
iv. Kepada rekan guru kimia untuk melakukan penelitian serupa, sehingga pada akhirnya
dapat ditemukan metode-metode yang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran
kimia.
b. Kepada peneliti
lxiii
i. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang sejenis
dengan materi/konsep yang lain seperti, laju reaksi, kesetimbangan kimia, konsep mol,
dll.
ii. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan variabel atribut lainnya
seperti, kemampuan awal, minat, motivasi, interaksi social dan lain-lain.
iii. Dalam merancang proses pembelajaran perlu mengembangkan aktivitas belajar dan
sikap ilmiah siswa untuk menemukan sebuah konsep.
c. Kepada Pihak Sekolah/Dinas Pendidikan Kabupaten
i. Kegiatan eksperimen di laboratorium merupakan sarana untuk melatih siswa dalam
melakukan latihan penemuan, oleh karena itu sekolah perlu meningkatkan fasilitas
laboratorium, khususnya alat dan bahan yang berhubungan dengan materi termokimia.
ii. Pengadaan fasilitas laboratorium hendaknya melibatkan guru kimia disekolah tersebut,
sehingga alat dan bahan yang diadakan benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan
kebutuhan guru kimia dalam melakukan pembelajaran dilaboratorium.
lxiv
DAFTAR PUSTAKA
Ahmet (2007). The Opinions of Turkish Highschool Pupils on Inquiry Based
Laboratory Activities. The Turkish Online Journal of Educational Technology – Tojet Oktober 2007, ISSN : 1303-6521 Volume 6 Issue 4, Article 6. [email protected]
Amin, M. (1979). Apakah Metode Discovery dan Inquiry itu?.
Yogyakarta : FKIE-IKIP Amit Abraham. (2008). Mengupas Kepribadian Anda. Cetakan ketujuh.
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Ating Somantri & Sambas Ali Muhidin, S (2006). Aplikasi Statistika dalam
Penelitian. Bandung : Pustaka Setia Baharudin & Wahyuni,E.N. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Benny, A.P (2009). Model Desain Sistim Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat Budiyono (2004). Statistika untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press Djaali & Muljono, P. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta :
Grasindo Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka
Cipta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Donal Ary, Jacob, L.C., & Razavieh, A (2007). Pengantar Penelitian dalam
Pendidikan. Penerjemah: Arief Furchan. Cetakan III. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Elliott at al. (2008). Scientific Inquiry : Where it is in the educational technology
landscape. Malbourne : Proceeding Ascilite Erh-Tsung Chin at al. (2007). The Influence of Inquiry-Based Mathematics
Teaching on 11 Grade High Achiever: Focusing on Metacognition. Vol.2,pp.129-136. Seoul : PME
Fudyartanto (2002). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Yogyakarta :
Global Pustaka Ilmu Hamzah Uno.(2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Cetakan
ketiga. Jakarta : Bumi Aksara
126
lxv
Hergenhahn dan Olson M. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar). Penerjemah : Tri Wibowo, B.S. Edisi ketujuh. Jakarta : Kencana
Jamal Ma’mur Asmani. (2009). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan
Inovatif. Yogyakarta : DIVA Press Johari dan Rahmawati (2009). Kimia 2, SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta :
Erlangga Justo, Franco,Clemente. (2008). Effects of Teacher Expectations on The
Development of Verbal Creativity in Childhood Education. Costa Rica : Revista Electronica Publicada Por El. hhtp://revista.inie.ucr.ac.cr
Kirschner at al. (2006). Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work
: An Analysis of the Failure of Contrucyivis, Discovery, Problem-Based, Eksperiential, and Inquiy-Based Teaching. Educational Psychologis, 41(2),75-86 : Lawrence Erlbaum Associates, Inc
Kountur,R. (2007). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.
Jakarta : Penerbit PPM Marera (2000). Inquiri in the Midlle School : Context Leaning. Connect@synergyn
learning,8007696199, March-April 2000 Ross Valley California hhtp://www.thirteen.org/edonline/concep2class/inquiry/.
Masidjo (2008). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Cetakan
ketujuh : Yogyakarta : Kanisius Muhibbin Syah.(2003). Psikologi Belajar. Jakarta : Rajawali Press Nasution, S.(2005). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mangajar.
Jakarta : Bumi Aksara Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontektual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Pyle (2008). A Model of Inquiry for Teaching Earth Science. Elektronic Journal of
Science Education.(Southwesteren University), Vol.12, No.2. Retrieved from http://ejse.southwesteren.edu
Qultadano, I.J. at al. (2008). Community Based Inquiry Improves Critical Thinking
in General Education Biology. Life Sciences Education. Volume 7, April
127
128
lxvi
2008. Halaman 327-337. hhtp://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jte-v7n1/gokhale.jte-vn1.html.
Ratna Wilis Dahar . (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Riduwan. (2007). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung : ALFABETA Schafersman,S.D (1991). An Introduction to Critical Thinking. Upper Saddle River,
NJ : Merril/Prentice Hall Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik.
Penerjemah : Nurulita. Edisi Revisi. Bandung : Nusamedia Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rineka Cipta Sudjana, N .(1996). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar Baru Suharsimi Arikunto.(2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi.
Jakarta : Bumi Aksara Suparno, Paul (2007). Metode Pembelajaran Fisika, Kontruktivistis dan
Menyenangkan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma ___________. (2006). Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius Syaifudin Azwar.(2007). Tes Prestasi. Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Syaiful B.D. (2008). Psikologi Belajar. Cetakan kedua. Jakarta : Rineka Cipta. Syaiful Sagala.(2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Taryadi, Alfons (2008). Epistimologi Pemecahan Masalah : Menurut Karl R.
Popper, Jakarta : Gramedia Trianto (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan . Jakarta : Kencana Prenada Media Group
lxvii
Wiji Suwarno. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Winkel, W.S. (2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi
vii