t 28148-analisis tingkat-full text.pdf
TRANSCRIPT
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN JUDUL
ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN RUANG KELAS BARU
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (RKB-SMP) DI SMPN 3 PAMULANG DAN SMPN 2 CURUG
KABUPATEN TANGERANG
TESIS
SYAHDA SUKMA INDIRA 0806441794
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI
JAKARTA JUNI 2010
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN JUDUL
ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN RUANG KELAS BARU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (RKB-SMP) DI
SMPN 3 PAMULANG DAN SMPN 2 CURUG KABUPATEN TANGERANG
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
SYAHDA SUKMA INDIRA 0806441794
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI
KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN JAKARTA JUNI 2010
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
v
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala Rahmat, Taufik dan Hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Tingkat
Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru
Sekolah Menengah Pertama (RKB-SMP) di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2
Curug Kabupaten Tangerang. Tesis ini disusun dan diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Indonesia.
Penulis berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi
perbaikan kebijakan program-program subsidi pendidikan lainnya dengan
menggunakan mekanisme partisipasi masyarakat di masa akan datang, serta
masukan bagi sekolah untuk terus berusaha meningkatkan partisipasi
masyarakat.
Penulis mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik ketika masa perkuliahan, saat penelitian
lapangan, sampai pada penyusunan tesis ini, tidak mungkin dapat diselesaikan
hanya oleh diri sendiri. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, selaku Dekan FISIP Universitas
Indonesia.
2. Prof. Dr. Eko Prasojo.Mag.rer.publ, selaku ketua Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
3. Dr. Roy V. Salomo, M.Soc., Sc. Selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
4. Tim penguji, Dr. Tafsir Nurchamid, SK., M.Si, Dr. Amy Y.S. Rahayu, M.Si,
Dr. Unifah Rosyidi, dan Lina Miftahul Jannah, M.Si.
5. Dr. Amy Y.S. Rahayu, M.Si yang telah membuka wawasan penulis dengan
penuh perhatian memberikan bimbingan hingga selesainya penyusunan tesis
ini.
6. Pimpinan Sekretariat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
vi
Universitas Indonesia
7. Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug yang telah
mengijinkan Penulis untuk melakukan penelitian di sekolah guna melengkapi
data-data yang diperlukan.
8. Keluarga di Banjarmasin (Ibu, Bapak, Ayu, dan Gema), kakak di Bogor dan
adik alm Bela tersayang yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil.
9. Suami, dan anakku, pandega, tersayang maaf sering meninggalkan kalian
demi tesis ini, setelah lulus, kita bisa bermain bersama lagi.
10. Keluarga besar Pendidikan angkatan I tahun 2009.
11. Teman-teman seputar tesis 2009, Pak Pri, Pak Katman, Rakean, dan Yoyo.
12. Teman-teman kegiatan pembangunan USB SMP (Pak Prima, Ari, Mas Taufik,
Pak Arief, Mas Pras), maaf sering meninggalkan kerjaan untuk menulis tesis
ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung
penulis menyelesaikan tesis ini.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, selanjutnya dengan hormat
tesis ini Penulis sajikan dan berharap agar dapat memperluas cakrawala ilmu
pengetahuan serta memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan,
terutama bagi Penulis sendiri.
Depok, 24 Juni 2010
Penulis,
Syahda Sukma Indira
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
viii
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama : Syahda Sukma Indira Program Studi : Kekhususan Ilmu Administrasi dan Kebijakan Pendidikan Judul : Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Program
Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru Sekolah Menengah Pertama (RKB-SMP) di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang.
Penelitian mengenai analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru dilakukan di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam mengenai pertama, tingkat partisipasi masyarakat; dan kedua faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan Teori Kerangka Kerja Partisipasi Masyarakat oleh Sarah White (1996). Hasil penelitian menemukan: pertama, keterlibatan masyarakat di SMPN 3 Pamulang lebih tinggi dibandingkan SMPN 2 Curug. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program tersebut adalah sikap, sosial ekonomi, pelayanan pendidikan, hubungan dekat, transparansi, sandaran terhadap nilai agama, komunikasi, akuntabilitas, kebijakan sekolah gratis, dan fasilitas. Kata kunci: partisipasi masyarakat, sikap, pelayanan pendidikan, komunikasi, transparansi, akuntabilitas, kebijakan, dan fasilitas.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Syahda Sukma Indira Study Program : Special Aspects of Administration and Education Policy Title : Analysis of Community Participation Levels in Building New Class
Room’s Subsidy Program for Junior High School in SMPN 3 Pamulang and SMPN 2 Curug in Tangerang Districts
Research on the level of public participation analysis in the Program of Assistance to the New Classrooms carried out in SMPN 3 Pamulang and SMPN 2 Curug Tangerang regency uses a qualitative approach. The study is to explore in depth about the level of community participation, and the factors influencing people's participation. Based on the Framework Theory of Public Participation by Sarah White (1996), the result showed that the involvement of communities in the SMPN 3 Pamulang higher than SMPN 2 Curug; and the factors that influence people's participation in the program implementation is the attitude, social, economic, educational services, close relationships, transparency, the backrest of the value of religion, communication, accountability, free school policies, and facilities. Keywords: public participation, attitude, educational services, communication,
transparency, accountability, policies and facilities.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN TESIS .............................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................. vii ABSTRAK ........................................................................................................................ viii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang Permasalahan ........................................................................ 1 B. Pokok Permasalahan ....................................................................................... 5 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7 E. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7 F. Batasan Penelitian ........................................................................................... 8 G. Gambar Alur Pikir Penelitian ......................................................................... 9
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR ................................................................................ 11 A. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik ...................................... 11
1. Pengertian Kebijakan Publik ................................................................. 11 2. Pengertian Kebijakan Pendidikan.......................................................... 12 3. Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik ................................. 14 4. Program Sebagai Strategi dalam Mencapai Tujuan ............................. 15
B. Pendekatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan.............................. 18 1. Teori Otonomi Pendidikan ..................................................................... 18 2. Teori Subsidi ........................................................................................... 20
C. Teori Partisipasi Masyarakat ........................................................................ 22 1. Partisipasi ................................................................................................ 22 2. Masyarakat .............................................................................................. 24 3. Partisipasi Masyarakat ........................................................................... 27 4. Komite Sekolah ...................................................................................... 38
D. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan ..................................................................................................... 40
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................................. 45 A. Pendekatan Penelitian Kualitatif .................................................................. 45 B. Obyek Penelitian dan Lokasi Penelitian ...................................................... 47
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
xi
Universitas Indonesia
C. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data ............................................. 48 D. Teknik Pemilihan Informan ......................................................................... 49 E. Teknik Analisis Data .................................................................................... 50 F. Operasionalisasi Faktor ................................................................................ 52
BAB 4 GAMBARAN UMUM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN RKB-SMP DENGAN MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT ............. 59 A. Latar Belakang Program.............................................................................. 59 B. Gambaran Umum Program .......................................................................... 60 C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 62
1. SMPN 3 Pamulang ................................................................................. 63 2. SMPN 2 Curug ....................................................................................... 66
BAB 5 HASIL PENELITIAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN RUANG KELAS BARU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA .............................................. 70 A. Analisis Hasil Operasionalisasi Faktor........................................................ 70
1. SMPN 3 Pamulang ................................................................................. 72 2. SMPN 2 Curug ....................................................................................... 88 3. Perbandingan Hasil Operasionalisasi Faktor ...................................... 102
B. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP ............................................ 110 1. Sikap ...................................................................................................... 116 2. Sosial Ekonomi ..................................................................................... 118 3. Pelayanan Pendidikan .......................................................................... 120 4. Hubungan Dekat ................................................................................... 120 5. Transparansi .......................................................................................... 122 6. Sandaran Terhadap Nilai Agama......................................................... 123 7. Komunikasi ........................................................................................... 124 8. Akuntabilitas ......................................................................................... 126 9. Kebijakan Sekolah Gratis .................................................................... 128 10. Fasilitas ................................................................................................. 130
C. Perbandingan Antara Hasil Penelitian dengan Hasil Penelitian Terdahulu. ............................................................................................................... 132
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 135 A. Simpulan...................................................................................................... 135 B. Saran ............................................................................................................ 136
DAFTAR REFERENSI ................................................................................................. 138
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan
Pembangunan RKB/RBL tahun 2008 Provinsi Banten .................... 6
Gambar 1.2 Alur Pikir Penelitian ………………………………....................... 10
Gambar 2.1. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik........................... 14
Gambar 2.2. Jenis Rencana Secara Hirarkhi........................................................ 16
Gambar 2.3. Proses Kebijakan Publik................................................................. 17
Gambar 2.4. Tingkat Partisipasi ......................................................................... 28
Gambar 2.5. Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Bentuk Partisipasi............................................................................ 36
Gambar 2.6. Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Sekolah ....................... 37
Gambar 2.7. Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Masyarakat ..................... 37
Gambar 3.1 Proses teknik analisa data.............................................................. 51
Gambar 4.1. Data Pendapatan Orang Tua Murid SMPN 3 Pamulang................. 65
Gambar 4.2. Data Pekerjaan Orang Tua Murid SMPN 3 Pamulang ................... 65
Gambar 4.3. Pendapatan Per Bulan Orang Tua Murid SMPN 2 Curug............... 67
Gambar 4.4. Data Pekerjaan Orang Tua Murid SMPN 2 Curug.......................... 68
Gambar 5.1 Gambaran Hasil Penelitian Tingkat Partisipasi Masyarakat di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug.......................................... 71
Gambar 5.2. Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Rapat Perencanaan Program...................................................................... 103
Gambar 5.3. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Dokumen Perencanaan Program..................................................... 105
Gambar 5.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program.......... 106
Gambar 5.5. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Program ...... 108
Gambar 5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP........................ 115
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat.................................. 29
Tabel 2.2. Framework for Community Participation......................................... 31
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Partisipasi Masyarakat Dalam
Pendidikan di Sekolah ...................................................................... 41
Tabel 3.1. Asumsi Pemilihan Paradigma Kualitatif ........................................... 46
Tabel 3.2. Kriteria Pemilihan Informan ............................................................. 50
Tabel 3.3 Operasionalisasi Faktor ………….………………………………… 54
Tabel 4.1. Susunan Panitia Pembangunan Sekolah (P2S) .................................. 62
Tabel 4.2. Lokasi Penelitian Penerima Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP Tahun 2009...................................................................... 63
Tabel 5.1. Hasil Operasionalisasi Faktor SMPN 3 Pamulang............................. 75
Tabel 5.2. Hasil Operasionalisasi Faktor SMPN 2 Curug.................................... 90
Tabel 5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat.................111
Tabel 5.4. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Hasil Penelitian Terdahulu... 133
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.
133/U/2003
Lampiran 3 Koding Data
Lampiran 4 Kategorisasi Data
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
1
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada Bab 1 berikut ini secara berturut-turut akan membahas latar belakang
permasalahan, pokok permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan penelitian, dan gambaran alur pikir penelitian.
A. Latar Belakang Permasalahan
Program Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru Sekolah Menengah
Pertama (RKB-SMP) dengan mekanisme partisipasi masyarakat, merupakan
kebijakan pemerintah untuk memperluas akses pendidikan dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun. Penggunaan mekanisme partisipasi masyarakat
bertujuan agar masyarakat terlibat dalam pelaksanaan program sehingga
masyarakat akan merasa memiliki, memelihara dan menjaga keberlanjutan
pendidikan di daerah tersebut.
Dalam rangka regulasi program tersebut, pemerintah dalam hal ini
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 133/U/2003 tentang pemberian
bantuan block grant untuk pendidikan dasar dan menengah. Pasal 5 nomor 1.e
menyebutkan bahwa “persyaratan umum bagi sekolah yang dapat mengajukan
bantuan block grant sanggup menyediakan pendamping berupa dana atau sumber
daya lain bagi block grant tertentu”; pasal 5 nomor 3 menyebutkan pelaksanaan
block grant tersebut “diatur lebih lanjut dalam pedoman pelaksanaan yang diatur
oleh direktur jenderal”; dan ketiga, pasal 7 menyebutkan bahwa “pengelolaan
bantuan block grant dilakukan secara swakelola”. (Kep Mendiknas, 2003, p. 4).
Berdasarkan kebijakan dalam keputusan menteri tersebut, maka
pemerintah mencanangkan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan
mekanisme partisipasi masyarakat. Konsep mekanisme partisipasi masyarakat
berarti adanya keterlibatan masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP, melalui Panitia Pembangunan Sekolah (P2S), dengan melibatkan
unsur wakil wali murid, tokoh masyarakat, dan masyarakat sekitar sekolah.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
2
Universitas Indonesia
Pemerintah berharap dengan keterlibatan masyarakat tersebut akan mendorong
rasa ikut memiliki, memelihara dan menjaga keberlangsungan pelaksanaan
pendidikan di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan
informan ahli berikut ini:
...kalau di sini dasarnya adalah policy, policy ingin memberdayakan
masyarakat, masyarakat agar mereka itu membantu pembangunan
pemerintah, sehingga mempunyai kapasitas lebih besar, nah itu
sebenarnya intinya, dan hasilnya apa, mereka ikut merasakan bagian dari
pembangunan, tentunya akan ikut memiliki, dan ikut memelihara, dan
membuat itu menjadi continue. (wawancara dengan Konsultan Nasional
Program RKB-SMP, 11 Pebruari 2010).
Dalam Keputusan Menteri No. 133/U/2003 menyebutkan bahwa dana
bantuan pembangunan RKB-SMP bersifat block grant, dalam realisasinya
bantuan tersebut bersifat matching grant. Menurut Kristiadi (1993) block grant
merupakan subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah yang penggunaannya adalah bebas tidak ada pengarahan dari pemerintah
pusat. Matching grants adalah bantuan subsidi untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang juga dibiayai oleh pemerintah daerah.
Dalam hubungannya dengan dana bantuan pembangunan RKB-SMP dari
pemerintah kepada sekolah, maka jenis bantuan ini bersifat matching grant,
karena pemerintah akan memberikan bantuan kepada sekolah jika ada jaminan
adanya dana pendamping dari partisipasi masyarakat.
Dana subsidi bersifat sebagai dana stimulan sehingga dalam
pelaksanaannya masih membutuhkan adanya partisipasi masyarakat baik
dalam bentuk dana pendamping ataupun jasa lainnya, dana pendamping
dapat berupa bahan material bangunan, jasa ataupun tenaga sesuai
keperluan untuk menyelesaikan pembangunan”(Direktorat PSMP, 2008, p.
11).
Sejalan dengan kebijakan sekolah gratis, tahun 2009 peraturan tentang
dana pendamping dari masyarakat diubah menjadi dana pendamping berasal dari
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
3
Universitas Indonesia
Pemerintah Daerah. Dalam panduan pelaksanaan program tetap menyebutkan
bahwa Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP tetap menggunakan
mekanisme partisipasi masyarakat. Sehingga penelitian tentang analisis tingkat
partisipasi masyarakat tetap dapat dilakukan.
Partisipasi masyarakat merupakan jiwa dari program-program perluasan
akses pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Seperti halnya bantuan
pembangunan RKB-SMP, program lainnya seperti Bantuan Pembangunan Unit
Sekolah Baru (USB-SMP), Ruang Perpustakaan, Ruang Laboratorium IPA, dan
Rehabilitasi Ruang Kelas, juga menggunakan mekanisme partisipasi masyarakat.
Sehingga peningkatan peran serta dan tanggung jawab masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan menjadi salah satu indikator keberhasilan program.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan ahli berikut ini:
…dengan dikontrakkan bisa jadi selesai lebih baik. Tapi bukan itu jiwa
dari partisipasi masyarakat, rasa memiliki, rasa ikut terlibat, harapannya
masyarakat menikmati hasil ini lebih baik, menjaga program ini lebih
baik (wawancara dengan Penanggung Jawab Program RKB-SMP, 15
Januari 2010).
Berdasarkan tujuan program, mekanisme pelaksanaan program, serta
indikator keberhasilan program, dapat disimpulkan bahwa pertama, partisipasi
masyarakat merupakan faktor utama dalam mendukung tercapainya tujuan
program pembangunan RKB-SMP; kedua, melibatkan masyarakat dalam
pelaksanaan program, merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah; dan ketiga, partisipasi
masyarakat akan mendorong rasa kepemilikan masyarakat terhadap pendidikan
(school ownership), dan akan meningkatkan kepedulian masyarakat dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan manajemen pendidikan
di sekolah merupakan hal penting yang harus ada, karena : pertama, jika suatu
keputusan dibuat oleh orang-orang secara bersama-sama, maka hasil keputusan
tersebut akan lebih baik; kedua, orang-orang yang terlibat dalam pembuatan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
4
Universitas Indonesia
keputusan tersebut akan merasa memilki dan berkomitmen; ketiga orang-orang
yang terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan, akan berada pada
posisi terbaik; keempat, jika orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab,
maka sekolah akan lebih efektif melayani kebutuhan para siswa dan masyarakat;
dan kelima, jika Kepala sekolah dan guru menjalankan manajemen sekolahnya
secara lebih terbuka, maka masyarakat akan bersama-sama mempunyai andil kuat
dalam pembuatan keputusan tentang aktivitas sekolah (Danim, 2006: Bundu,
2009, p. 456).
Beberapa hasil penelitian mengenai partisipasi masyarakat di sekolah
menunjukkan tingkat partisipasi yang masih rendah. Hasil penelitian tersebut
diantaranya adalah pertama, penelitian yang dilakukan oleh Faisal dkk (2007),
tentang tingkat keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan tergolong rendah,
karena belum sampai ke tingkat munculnya rasa kepemilikan masyarakat terhadap
sekolah atau biasa di sebut sebagai school ownership. ”Partisipasi masyarakat
belumlah sampai ke tingkat school ownership, namun geliat partisipasi yang hadir
sebagai realitas sosial menunjukkan indikasi yang bisa didorong ke arah school
ownership” (Faisal dkk, 2007, h. xv).
Dalam hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa kelompok partisipan
terbesar adalah orangtua murid, alumni, dan kalangan masyarakat baik kelompok
maupun individu. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pendidikan di sekolah
umumnya adalah dana, fasilitas, dan pemikiran/moral. Bentuk yang paling
menonjol adalah dana, kemudian pemikiran/moral dan fasilitas. Hal ini
dikarenakan penggerakkan atau dorongan partisipasi, terutama yang dilakukan
oleh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah, mengarah pada penghimpunan dana
bagi kepentingan pengembangan sekolah dan cenderung menunjukkan gejala
yang tidak terlalu membutuhkan pemikiran dari masyarakat (di luar organisasi
sekolah). Pihak sekolah merasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup dalam
urusan manajemen sekolah serta proses belajar-mengajar. Dalam urusan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
5
Universitas Indonesia
pengembangan organisasi, sekolah cenderung merasa lebih tau sehingga tidak
terlalu membutuhkan pikiran dari luar sekolah. (Faisal dkk, 2007, h, xv-xvi).
Hasil penelitian lainnya menyangkut partisipasi masyarakat di sekolah
dilakukan oleh Patta Bundu (2009). Bundu menyebutkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pendidikan dasar dan menengah tergolong rendah dilihat dari
tiga aspek pola partisipasi yaitu pola hubungan, pola organisasi dan pola
kerjasama. Pola hubungan masih lemah dalam komunikasi antara sekolah dengan
masyarakat. Sekolah beranggapan bahwa masyarakat telah diberi kesempatan
berpartisipasi, namun masih ada masyarakat yang merasa belum dilibatkan. Pola
interaksi sekolah dan masyarakat berjalan satu arah, dari sekolah ke masyarakat.
Ide-ide inovatif sekolah sudah disampaikan kepada masyarakat, namun partisipasi
belum nampak. Masyarakat cenderung menunggu, belum aktif membantu sekolah
dalam pencapaian tujuan-tujuan sekolah. Pola organisasi juga rendah. Menurut
Kepala Sekolah, Komite Sekolah sebagai wakil unsur masyarakat, sudah
menjalankan perannya dengan baik, dalam realisasinya, Komite Sekolah dan
dewan pendidikan belum menjalankan fungsinya dan belum melibatkan
masyarakat untuk berpartisipasi secara optimal. (Bundu, 2009, p. 466).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian mengenai keterlibatan
masyarakat dalam pendidikan menjadi topik yang cukup menarik untuk dilakukan
dalam wilayah akademik. Tentu saja dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
tingkat partisipasi masyarakat yang terjadi di sekolah, sehingga hasilnya akan
menjadi masukan yang cukup baik bagi pemerintah maupun sekolah untuk
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.
B. Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah terdapat
partisipasi masyarakat yang masih rendah dalam Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP. Hal ini didasarkan pada laporan hasil monitoring konsultan
bimbingan teknis Direktorat Pembinaan SMP terhadap pelaksanaan pembangunan
RKB-SMP di provinsi Banten. Hasil monitoring tersebut dapat dilihat dalam
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
6
Universitas Indonesia
Gambar 1.1. Daerah dengan tingkat partisipasi masyarakat tinggi ada di kota
Serang, kabupaten Pandeglang dan kabupaten Serang. Daerah dengan tingkat
partisipasi masyarakat rendah ada di kota Tangerang, Kabupaten Tangerang,
kabupaten Lebak, dan Kabupaten Cilegon.
Gambar 1.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan RKB/RBL tahun 2008 Provinsi Banten
Sumber : laporan akhir Program Subsidi Pembangunan RKB/RBL dengan mekanisme partisipasi masyarakat, Provinsi Banten, tahun 2008.
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka penelitian analisis tingkat
partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP menjadi
menarik untuk dilakukan. Kebijakan peningkatan peran serta masyarakat dalam
pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah baik dalam regulasi kebijakan
pendidikan, dan program-program pendidikan sebagai turunan dari implementasi
kebijakan. Dalam realisasinya terdapat kecenderungan rendahnya partisipasi
masyarakat tersebut, sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk melihat
bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pembangunan RKB-
SMP di Kabupaten Tangerang, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat tersebut.
0102030405060708090
100
P andeglang Lebak Tangerang S erang C ilegon K otaS erang
KotaTangerang
P as s ingGradeK etercapaian
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
7
Universitas Indonesia
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan fokus pada
dua hal. Pertama, analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP di dua Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten
Tangerang. Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP. Untuk lebih jelasnya, maka
pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang?
D. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak pada pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada tujuan dari penelitian di atas, maka manfaat yang
diharapkan atas penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan bagi sekolah mengenai cara-cara untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat di sekolah
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
8
Universitas Indonesia
2. Sebagai masukan bagi pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan
Nasional, Direktorat Pembinaan SMP dalam hal kebijakan khususnya
mengenai peningkatan partisipasi masyarakat dalam program pendidikan
lainnya.
3. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada perkembangan ilmu
pengetahuan dengan harapan dapat memberikan tambahan perbendaharaan
studi ilmiah dalam hal mengkaji ulang teori-teori partisipasi masyarakat dan
teori implementasi kebijakan.
F. Batasan Penelitian
Mengingat adanya keterbatasan waktu, dana, dan tenaga untuk melakukan
penelitian ini, maka fokus penelitian terbatas pada, pertama, analisis tingkat
partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di
SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang; dan kedua,
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam Program
Bantuan Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang.
Alasan pemilihan SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug sebagai lokasi
penelitian, adalah karena pertama, kedua sekolah tersebut berada di lokasi yang
secara geografis berbeda. SMPN 3 Pamulang terletak di pusat kota Tangerang
Selatan, SMPN 2 Curug berada di daerah Kabupaten. Alasan kedua, berdasarkan
hasil monitoring pelaksanaan program di Kabupaten Tangerang, kedua sekolah
tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyiapkan dana pendamping
untuk menutupi kekurangan dana bantuan. SMPN 3 Pamulang memiliki
kemampuan cukup besar dalam menyediakan dana pendamping, yaitu sekitar Rp.
400.000.000; SMPN 2 Curug, memiliki kemampuan kurang dari SMPN 3
Pamulang dalam menyiapkan dana pendamping, sekitar Rp. 141.000.000;
Sehingga dua lokasi SMP tersebut dipandang memiliki perbedaan yang signifikan
dan menarik untuk dianalisis aspek tingkat partisipasinya.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
9
Universitas Indonesia
G. Gambar Alur Pikir Penelitian
Berdasarkan penjelasan dalam rencana penelitian di atas, berikut ini dalam
Gambar 1.2, gambar alur pikir penelitian analisis tingkat partisipasi masyarakat
dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP. Alur pikir penelitian ini
berawal dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 133/U/2003 tentang
pemberian bantuan block grant untuk pendidikan dasar dan menengah. Kebijakan
ini menyatakan bahwa sekolah penerima bantuan harus sanggup menyediakan
pendamping berupa dana atau sumber daya lain bagi block grant tersebut,
pelaksanaannya diatur dalam panduan pelaksanaan program yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kebijakan tersebut diimplementasikan dalam bentuk Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi masyarakat. Pemerintah
berharap adanya partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pelaksanaan program
ini. Dalam realisasinya partisipasi masyarakat cenderung rendah, sehingga
terdapat kesenjangan antara harapan dan realitas.
Penelitian analisis tingkat partisipasi masyarakat akan fokus pada
permasalahan bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP di dua SMP di Kabupaten Tangerang, serta apa faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut.
Penelitian ini akan menggunakan framework for community participation
theory by Sarah White (1996), karena teori ini dianggap dapat menjelaskan
tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu program. Teori yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat akan mengikuti
pada hasil temuan dalam penelitian ini.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
10
Universitas Indonesia
Gambar 1.2 Alur Pikir Penelitian
Sumber : gambar merupakan hasil olah pikir peneliti
Teori Framework for Community Participation by Sarah White (1996)
Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat dalam program pembangunan RKB-SMP tahun 2009 di Kabupaten Tangerang ?
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 133/U/2003 Tentang Pemberian Bantuan Block Grant Untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah Pasal 5.1.e : sekolah sanggup menyediakan pendamping berupa dana atau sumber daya lain bagi block grant tertentu Pasal 5.3 : …diatur lebih lanjut dalam pedoman pelaksanaan…
Program Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru Sekolah Menengah Pertama dengan Mekanisme Partisipasi Masyarakat
Hasil monev Dit. PSMP tahun 2008 menunjukkan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan RKB-SMP di Kabupaten Tangerang rendah
Harapan pemerintah adalahpartisipasi masyarakat dalam program pembangunan RKB-SMP tinggi.
Terjadi kesenjangan antara harapandan realitas lapangan
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program Pembangunan RKB-SMP ?
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
11
11 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR
Pada Bab 2 berikut ini, akan membahas tinjauan literatur yang
berhubungan dengan penelitian analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP. Adapun literatur tersebut mencakup
kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, pendekatan partisipasi masyarakat
dalam pendidikan, teori partisipasi masyarakat, dan hasil penelitian terdahulu
tentang partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Literatur di atas akan dibahas
secara berturut-turut dalam sub bab berikut.
A. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP merupakan salah satu kebijakan publik dalam bidang pendidikan.
Dalam penelitian ini kebijakan pendidikan dapat dikatakan sebagai kebijakan
publik, karena kedua kebijakan tersebut sama-sama dibuat oleh pemerintah
sebagai strategi, langkah-langkah, aturan, proses untuk mencapai tujuan dari
pendidikan nasional suatu negara. Untuk lebih jelasnya, pengertian kebijakan
publik ada dalam paparan sub bab berikut ini.
1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik memiliki pengertian yang beragam. Diantaranya,
pertama, Thomas R. Dye mendefinisikan Kebijakan publik adalah apapun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. “public policy is
whatever government to do or not to do”. Kedua, Harold Laswell dan Abraham
Kaplan (1970) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang
diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-
praktik tertentu. ”defines public policy as a projected program of goals, values,
and practices”. (Nugroho, 2008, p. 32).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
12
Universitas Indonesia
Menurut Tilaar dan Nugroho (2008) kebijakan publik adalah keputusan
yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah
strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada
masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan. Sehingga
Nugroho menyimpulkan bahwa kebijakan publik memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
Pertama, kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh Negara,
yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif. Kedua,
kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau
kehidupan publik, dan bukan mengatur kehidupan orang seorang atau golongan.
Ketiga, dikatakan sebagai kebijakan publik jika memiliki tingkat eksternalitas
yang tinggi. (Nugroho, 2008, p. 33-34, 184).
Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan publik di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan
mekanisme partisipasi masyarakat merupakan kebijakan publik yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai sebuah strategi pemerintah dalam rangka mencapai
tujuan yang diinginkan yaitu melibatkan masyarakat dalam pendidikan. Adapun
pengertian kebijakan pendidikan itu sendiri akan dipaparkan dalam sub bab
berikut ini.
2. Pengertian Kebijakan Pendidikan Sebagaimana kebijakan publik, kebijakan pendidikan pun memiliki
beberapa pengertian. Pertama, kebijakan pendidikan adalah hukum-hukum dan
aturan-aturan yang mengatur tentang sistem pendidikan. Hukum dan aturan
tersebut memuat tujuan pendidikan, metode dan cara untuk mencapai tujuan
tersebut, serta alat untuk mengukur keberhasilannya.
Education policy refers to the collection of laws of rules that govern the
operation of education systems. It seeks to answer questions about the
purpose of education, the objectives (societal and personal) that it is
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
13
Universitas Indonesia
designed to attain, the methods for attaining them and tools for measuring
their success or failure. (Education_policy, 27 Pebruari 2010).
Kedua, Margaret E. Goertz (2001), mengemukakan bahwa kebijakan
pendidikan berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan.
Hal ini disebabkan karena, meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
tingginya biaya pendidikan, sehingga para pembuat kebijakan memberikan
perhatian khusus pada kebijakan anggaran pendidikan. “...An increased emphasis
on educational adequacy and the public’s concern over the high cost of education
is focusing policy makers’ attention on the efficiency and effectiveness of
educational spending” (Nugroho, 2008, p. 37).
Tilaar dan Nugroho (2008), menyebutkan kebijakan pendidikan adalah
keseluruhan proses, hasil perumusan, langkah-langkah, strategi sebagai
penjabaran dari visi, misi pendidikan untuk tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini
sesuai dengan kutipan berikut:
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan
langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi
pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu
(Tilaar & Nugroho, 2008, p. 140).
Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan pendidikan, maka pengertian
kebijakan pendidikan yang berhubungan dengan fokus penelitian ini adalah
kebijakan pendidikan sebagai keseluruhan proses, hasil perumusan, langkah-
langkah, strategi sebagai penjabaran dari visi, misi pendidikan untuk tercapainya
tujuan pendidikan. Jika digabungkan antara pengertian kebijakan publik dan
kebijakan pendidikan maka terlihat adanya benang merah, yaitu keduanya adalah
sama-sama merupakan strategi pemerintah untuk mencapai tujuan dari
pendidikan. Untuk lebih jelasnya dalam bagian berikutnya, akan dijelaskan
mengenai kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
14
Universitas Indonesia
3. Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik
Menurut Tilaar dan Nugroho (2008) dalam keadaan ideal, kebijakan
pendidikan dan kebijakan publik bersumber dari satu pangkal yaitu filsafat moral.
Filsafat moral mengatakan bahwa manusia memiliki persepsi yang sama
mengenai tujuan hidup. Filsafat moral melahirkan ilmu politik dan ilmu
pendidikan. Ilmu pendidikan melahirkan kebijakan pendidikan, ilmu politik
melahirkan kebijakan publik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar
2.1.
Gambar 2.1 Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik Sumber : Tilaar & Nugroho, 2008, p. 155 dan hasil olah pikir peneliti
Jika tujuan pendidikan nasional dalam konteks penelitian ini adalah
memberdayakan masyarakat dalam pendidikan, maka kebijakan publik dan
Filsafat Moral(behavior)
Ilmu Politik Ilmu Pendidikan
Kebijakan Pendidikan
Kebijakan Publik
Kebijakan Pendidikan sebagai kebijakan publik
Kebijakan Pemerintah : Kepmen No. 133/U/2003
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi masyarakat
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
15
Universitas Indonesia
kebijakan pendidikan akan berada dalam konteks tujuan tersebut. Sehingga
penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pendidikan dapat dikatakan sebagai
kebijakan publik, karena kebijakan tersebut dibuat oleh pemerintah untuk suatu
tujuan yang sama, yaitu pendidikan nasional. Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional RI No. 133/U/2003 tentang Pemberian Bantuan Block Grant untuk
Pendidikan Dasar dan Menengah, ini merupakan strategi, langkah-langkah,
aturan, proses untuk mencapai tujuan dari pendidikan nasional suatu negara.
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi
masyarakat merupakan salah satu turunan dari kebijakan tersebut. Sehingga dapat
dikatakan program merupakan bagian dari strategi untuk mencapai tujuan dari
kebijakan.
4. Program Sebagai Strategi dalam Mencapai Tujuan
Seperti halnya kebijakan pendidikan sebagai sebuah strategi untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP
dengan mekanisme partisipasi masyarakat juga merupakan strategi untuk
mencapai tujuan, dalam hal ini tujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pendidikan. Penjelasan menyangkut kebijakan dan program sebagai suatu
strategi dalam mencapai tujuan tergambar dalam gambar 2.2.
Dalam gambar 2.2, menunjukkan bahwa kebijakan dan program
merupakan bagian dari rencana operasional (taktik). Rencana operasional adalah
turunan dari rencana strategik. Rencana strategik mencakup misi, tujuan, dan
strategi. Rencana operasional mencakup rencana tetap, dan rencana sekali pakai.
Rencana tetap adalah rencana yang digunakan berulang-ulang, dan dibuat sebagai
penuntun kegiatan. Rencana tetap dapat berganti jika rencana tersebut tidak dapat
lagi digunakan atau tidak sesuai sebagai penuntun misalnya akibat tuntutan
perubahan lingkungan. Rencana tetap terdiri atas kebijakan, prosedur, dan
peraturan. Rencana sekali pakai adalah rencana yang digunakan hanya sekali dan
untuk pelaksanaan aktivitas-aktivitas tertentu, dibuat untuk mencapai tujuan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
16
Universitas Indonesia
tertentu, dan setelah tujuan tersebut tercapai rencana tersebut ditinggalkan atau
diganti. Rencana sekali pakai mencakup program, proyek dan anggaran. (Silalahi,
1996, p. 149-150).
Gambar 2.2 . Jenis Rencana Secara Hirarkhi
Sumber : Silalahi, 1996, p. 151
Dalam konteks analisis penelitian ini, Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP termasuk dalam rencana sekali pakai. Program ini dapat berubah
sewaktu-waktu jika tujuan dari program tersebut telah terpenuhi. Kebijakan
partisipasi masyarakat dalam pendidikan merupakan kebijakan yang bersifat
tetap karena tertulis dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Seperti halnya kebijakan publik, program sebagai strategi dalam mencapai
tujuan, akan melewati proses dalam gambar 2.3. Program akan diawali dengan isu
program, kemudian perencanaan program (formulasi), pelaksanaan program
(implementasi), dan evaluasi program (kinerja).
Rencana Operasional
(Taktik)
Rencana Tetap Kebijakan Prosedur Peraturan
Rencana StrategikMisi
Tujuan Strategi
Rencana Sekali Pakai Program Proyek
Anggaran
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
17
Universitas Indonesia
Proses Kebijakan
Proses politik Evaluasi Kebijakan
Input Proses Output
Lingkungan kebijakan
Gambar 2.3 Proses Kebijakan Publik
Sumber : Tilaar dan Nugroho, 2008, p. 189
Dalam kebijakan publik, proses kebijakan publik akan melewati tahap isu
kebijakan sebagai input bagi tahapan selanjutnya yaitu formulasi kebijakan,
proses formulasi dan implementasi kebijakan merupakan tahapan dalam proses
kebijakan. Untuk mengetahui apakah kebijakan tersebut telah dilaksanakan sesuai
dengan tujuan, maka proses yang dilakukan adalah evaluasi kinerja kebijakan,
(Tilaar dan Nugroho, 2008, p. 189).
Tahapan proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan akan menjadi
faktor yang akan diamati dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi masyarakat di sekolah. Indikator dalam
faktor tersebut mencakup hal-hal yang berhubungan dengan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program.
Selanjutnya untuk mengetahui latar belakang dari munculnya konsep
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, maka penting untuk dilakukan tinjauan
literatur mengenai pendekatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, meliputi
teori otonomi pendidikan, dan teori pembiayaan pendidikan.
Isu Kebijakan (Agenda Pemerintah)
Formulasi Kebijakan
Implementasi kebijakan
Kinerja Kebijakan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
18
Universitas Indonesia
B. Pendekatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan
Kebijakan partisipasi masyarakat dalam pendidikan berawal dari terjadinya
krisis ekonomi. Dalam situasi krisis keuangan, pemerintah tetap harus
bertanggung jawab memberikan bantuan pendidikan kepada sekolah. Hal ini
dirasakan cukup berat, pada saat itulah muncul strategi memberdayakan
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pendanaan pendidikan dengan
tujuan agar keberlangsungan program pendidikan tetap berjalan walaupun dalam
kondisi krisis keuangan pada saat itu. Kebijakan melibatkan masyarakat dalam
program pendidikan merupakan bagian dari pendekatan otonomi pendidikan dan
pendekatan subsidi pendidikan. Adapun penjelasan mengenai hal tersebut akan
dibahas dalam sub bab berikut.
1. Teori Otonomi Pendidikan
Berdasarkan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999, Pemerintah
Indonesia meletakkan perhatian utama terhadap partisipasi masyarakat. Dimana
salah satu tujuannya adalah memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi
secara aktif dalam pendanaan pendidikan dengan menggembangkan kemampuan
masyarakat itu sendiri atau cara-cara lainnya menurut kemampuan dari
masyarakat lokal itu sendiri. “encouraging the community to take initiative and
actively participate in the educational funding by developing their own resources
and new possibilities and other ways that local communities might find desirable
and feasible” (Jalal dan Mustofa, 2001, p. xvii)
Konsep partisipasi masyarakat merupakan alat untuk mewujudkan
pembangunan dalam konteks otonomi pendidikan. Berikut ini beberapa teori yang
mendasari perlunya otonomi daerah di bidang pendidikan. Pertama teori ekonomi
neo-liberal, dan kedua teori organisasi. Teori ekonomi neo-liberal merupakan
jawaban atas centralized system yang selama ini dirasakan kurang efektif dan
efisien. Privatisasi dalam teori ekonomi neo-liberal dapat diartikan bahwa
kewenangan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
19
Universitas Indonesia
perlu diserahkan kepada pemerintah daerah (dan publik) dan bukan lagi
didominasi oleh pemerintah pusat (Baedhowi, 2007, p. 51).
Teori organisasi yang dinyatakan oleh Murphy dalam Philips (1997)
menyebutkan:
Organizational theory suggests that in decentralization, employees that
are responsible for decision and are empowered to make decisions have
more control over their work and are accountable for their decisions. The
effectiveness for organization is improved because the employee, who
deals with and knows the client, can alter the product or service to meet
the client’s needs (Baedhowi, 2007, p. 52).
Teori ini menekankan bahwa jika suatu organisasi dalam hal ini sekolah
diberikan kesempatan dan diberdayakan dalam pengambilan keputusan, maka
organisasi tersebut akan lebih mudah untuk mengurus kebutuhannya, dan akan
lebih accountable dan organisasi akan lebih efektif karena mereka lebih tau
program dan kebutuhan mereka sendiri. Teori organisasi ini menekankan perlunya
pengambilan keputusan secara partisipatif dari semua anggota organisasi dan
masyarakat pengguna, dengan harapan akan mampu meningkatkan kualitas
layanan pendidikan kepada publik.
Otonomi bidang pendidikan ini juga merupakan suatu usaha untuk
meningkatkan penyediaan sumber daya dalam mengatasi keterbatasan dalam
pendidikan, dalam artian dengan melibatkan pemerintah daerah, sekolah dan
masyarakat, keterbatasan sumber daya dalam pembangunan pendidikan akan
teratasi, sehingga akan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat
(Baedhowi, 2007, p. 57). Keterbatasan pendanaan yang dimiliki pemerintah
menuntut pemerintah menjalankan konsep pemberian bantuan atau subsidi dalam
pendanaan pendidikan. Adapun pengertian subsidi akan dipaparkan dalam sub
bab berikut.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
20
Universitas Indonesia
2. Teori Subsidi
Bantuan dana dari pemerintah dalam Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP merupakan salah satu bentuk subsidi dari pemerintah kepada sekolah
untuk membantu sekolah memenuhi kebutuhan ruang kelas. Hal ini dikarenakan
keterbatasan pemerintah ketika situasi krisis keuangan pada tahun 1997.
Pemerintah membuat kebijakan pendidikan pemberian bantuan subsidi
pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi masyarakat, dengan
harapan masyarakat akan membantu kekurangannya.
Subsidi adalah bantuan keuangan dari pemerintah kepada individu atau
kelompok “Subsidy is financial aid given by government to individuals or
groups” (investorwords.com, 1 Juni 2010). Subsidi adalah pembayaran yang
dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai
tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi
suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah.
Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah
keluaran (output). (Spencer & Amos, 1993, p. 464).
Adapun pengertian subsidi lainnya dikemukakan oleh Kristiadi (1993).
Grant dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu block grant, conditional
grant, dan matching grants. Block grant merupakan subsidi yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang penggunaannya adalah bebas
tidak ada pengarahan dari pemerintah pusat. Conditional grant adalah subsidi-
subsidi yang penggunaannya oleh pemerintah daerah dilakukan dengan
pengarahan dari pusat. Conditional grant diberikan karena ada kegiatan-kegiatan
yang memberikan manfaat selain ke dalam (intern) organisasi sendiri tetapi juga
memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Kegiatan-kegiatan tersebut
misalnya pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Matching grants adalah
kelanjutan dari conditional grant, yaitu bantuan subsidi untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang juga dibiayai oleh pemerintah daerah.
Selanjutnya dalam pandangan lainnya, tanggung jawab pemerintah
terhadap pendidikan di sekolah, dalam hal ini pemberian bantuan dana
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
21
Universitas Indonesia
pembangunan RKB-SMP merupakan usaha pemerintah dalam konteks investasi,
hal ini merupakan bagian dalam ilmu ekonomi pendidikan, dan merupakan hal
yang tak terpisah dari ilmu ekonomi sumber daya manusia untuk pembangunan
nasional. (Fattah, 2006, p. 18).
Konsep investasi SDM ini menganggap penting kaitannya antara
pendidikan, produktivitas kerja dan pertumbuhan ekonomi. Teori human capital
menganggap bahwa tenaga kerja merupakan pemegang kapital (capital holder)
yang tercermin dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerjanya.
Jika tenaga kerja merupakan pemegang kapital, orang dapat melakukan investasi
untuk dirinya dalam rangka memilih profesi atau pekerjaan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Investasi sebagai konsep umum dapat
diartikan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah barang atau jasa di kemudian
hari dengan mengorbankan nilai konsumsi sekarang (Cohn, 1979,
Psacharopoulos, 1988, Fattah, 2006, p. 18).
Pusat perhatian mendasar dari konsep ekonomi adalah bagaimana
mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai tujuan yang
beraneka ragam dan tak terhingga jumlahnya. Pertimbangan ekonomis
berdasarkan pada kemampuan anggaran, sedangkan pertimbangan politis
berdasarkan pada tujuan masyarakat secara menyeluruh.
Kelompok masyarakat yang mampu perlu didorong untuk memberi
sumbangan yang lebih besar dalam membiayai pendidikan. Bagi masyarakat yang
tidak mampu disediakan bantuan, baik langsung maupun tidak langsung demi
pemusatan dan keadilan pendidikan, dunia usaha didorong untuk memberi
bantuan beasiswa, tenaga, fasilitas praktik, dan penelitian. Masyarakat dan dunia
usaha didorong pula untuk memberikan pemikiran dan pertimbangan dalam
perumusan kebijakan pendidikan (Fattah, 2006, p. 82-83).
Berdasarkan hal di atas, maka pemerintah memberikan bantuan dalam
bentuk subsidi sebagai bagian dari investasi terhadap pendidikan. Subsidi
pendidikan dalam lingkup otonomi pendidikan khususnya dalam Program
Bantuan Pembangunan RKB-SMP cenderung mengarah pada bentuk matching
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
22
Universitas Indonesia
grants. Pemerintah merasa memiliki keterbatasan dalam memberikan pembiayaan
tersebut, sehingga pendekatan partisipasi masyarakat menjadi strategi pemerintah
untuk mendorong masyarakat untuk berkontribusi.
Berdasarkan tinjauan literatur mengenai teori otonomi pendidikan serta
teori subsidi pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bantuan pembangunan RKB-
SMP dari pemerintah kepada sekolah merupakan subsidi dari pemerintah kepada
sekolah sebagai bagian investasi di bidang pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan dalam hal ini proses pembelajaran melalui dukungan sarana dan
prasarana pendidikan melalui keterlibatan masyarakat dalam program pendidikan.
Selanjutnya untuk memahami pengertian dari partisipasi masyarakat itu sendiri,
dalam bagian berikut akan dibahas mengenai konsep dari partisipasi masyarakat
itu sendiri.
C. Teori Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan mekanisme yang dianggap efektif dan
efisien oleh pemerintah untuk mensukseskan program penuntasan wajib belajar 9
tahun. Secara sederhana partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat
dalam suatu kegiatan atau program, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Adapun pengertian dari partisipasi akan dibahas dalam sub bab berikut.
1. Partisipasi
Partisipasi secara sederhana dapat diartikan sebagai mengambil bagian.
Umumnya seseorang berpartisipasi ketika ia berkontribusi sesuatu (Nila, 2007, p.
12). Dalam publikasi elektronik (delivery.org) menyebutkan, Partisipasi juga
berarti kebebasan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan, dan
memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat dan berperan serta dalam
setiap tahapan, mulai dengan analisa secara bersama, menuju pada rencana
tindakan, penerapan, dan pemantauan, termasuk pengambilan keputusan disetiap
tahap (Nila, 2007, p. 12).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
23
Universitas Indonesia
Kelt Davis (1962) menyebutkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan
mental dan emosional individu-individu dalam suatu kelompok, sehingga
mendorongnya untuk berkontribusi dalam tujuan kelompok dan saling berbagi
tanggung jawab, ”Participation is defined as individuals, mental and emotional
involvement in agroup situation that encourages him to contribute to group goal
and to share responsibility for them” (p. 427).
Menurut World Bank (2005), partisipasi adalah proses di mana para
stakeholder mempengaruhi dan berbagi dalam mengawasi suatu rencana prioritas,
pembuatan kebijakan, alokasi sumber daya dan akses terhadap barang dan
pelayanan publik. Partisipasi dianggap penting karena partisipasi membantu
membangun rasa kepemilikan, keterbukaan, tanggung jawab, sehingga
meningkatkan efektivitas terhadap kebijakan dan proyek pembangunan.
Participation is the process through which stakeholders influence and
share control over priority setting, policy making, resources allocations
and access to public goods and services. Participation is considered
important because participation helps build the sense for ownership and
enhances transparency as well as accountability and in doing so enhances
effectiveness for development project and policies. (Hapsari, 2006, p. 54-
55).
FAO (2005), mendefinisikan partisipasi dalam pembangunan adalah suatu
proses untuk keterlibatan aktif para stakeholder dalam formulasi kebijakan dan
strategi pembangunan serta dalam analisis perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
dan evaluasi terhadap aktivitas pembangunan tersebut.
Participation in development as a process for equitable and active
involvement for all stakeholders in the formulation for development
policies and strategies and in the analysis, planning, implementation,
monitoring, and evaluation for development activities. (Hapsari, 2006, p.
55).
Pengertian partisipasi lainnya dikemukakan oleh Jalal dan Supriadi (2001)
Partisipasi berarti pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
24
Universitas Indonesia
terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan,
bahan, dan jasa. Selain itu partisipasi dapat berarti pula kelompok mengenal
masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan
memecahkan masalahnya. Keikutsertaan dapat menjadi alat dan tujuan, tetapi
dapat pula berarti keduanya (p. 201-202).
Cheng (1996) menyebutkan bahwa penting untuk melibatkan guru, siswa,
orang tua, dan pemimpin masyarakat dalam strategi proses manajemen khususnya
dalam proses pembuatan keputusan untuk kesuksesan manajemen sekolah,
karena, pertama, akan menghasilkan perencanaan, dan implementasi yang lebih
baik; kedua, menghasilkan keputusan dan perencanaan yang berkualitas; ketiga,
semakin tinggi partisipasi, semakin besar tanggung jawab, dan komitmen dalam
mendukung keberhasilan program; keempat, untuk membangun budaya kerja tim
dan integrasi; kelima, akan memberikan kesempatan untuk individu dan
kelompok untuk meningkatkan kemampuan profesional mereka; dan keenam,
menyediakan lebih besar peluang untuk sekolah untuk mengatasi hambatan serta
mengubah praktek tidak efektif. (Hapsari, 2006, p. 56).
Berdasarkan teori partisipasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan program pendidikan dianggap cukup
penting untuk meningkatkan kemajuan pendidikan di sekolah. Siapa saja yang
dimaksud masyarakat, berikut ini akan dipaparkan pengertian dari masyarakat
tersebut.
2. Masyarakat
Adapun yang dimaksud dengan masyarakat dapat dilihat dalam beberapa
pengertian berikut: R.M.MacIver (1917) menyebutkan masyarakat adalah suatu
kelompok sosial yang hidup bersama, terikat dengan keturunan dan asal daerah,
atau tinggal bersama di satu wilayah yang sama. Biasanya masyarakat memiliki
kesamaan sesuatu seperti ide, kebiasaan, rasa memiliki. Masyarakat merupakan
suatu unit sosial yang kuat, masing-masing anggotanya memiliki rasa memiliki
dan solidaritas yang tinggi.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
25
Universitas Indonesia
Community as a social group in which people live together, bounded by
blood or share territorial bonds, or common life in particular area. Some
features generated in such a community are social likeness, common
social idea, common customs, and sense for belonging together. And
according to the antropologhy point for view, community can be defined
as a tight social unit, in which the members have strong sense for
belonging and soladarity. (Hapsari, 2006, p. 51).
Jalal & Supriadi (2001), secara sederhana masyarakat dapat diartikan
sebagai sebuah kelompok yang hidup dalam daerah khusus. Setiap kelompok
mempunyai beberapa ciri: pertama, sebuah jaringan untuk saling berbagi
perhatian dan keinginan, walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status
sosial, peranan, dan tanggung jawab. Kedua, simbol bersama atau tempat bersama
seperti tempat pertemuan, desa, bagian kota, atau wilayah yang dilayani sekolah;
ketiga, perluasan dari keluarga inti yang memungkinkan setiap orang berkaitan
keluarga dan menggunakan peran-peran seperti dalam keluarga, misalnya
kebersamaan, kekuasaan, kewenangan, dan sebagainya; keempat, anggota
masyarakat ditentukan terutama melalui kelahiran dan perkawinan serta rasa
kepemilikan bersama; kelima, sesuatu yang membedakan dirinya dari masyarakat
lain. (p. 201-202).
Konsep masyarakat terbagi atas dua hal yaitu functional dan value.
Functional communities merupakan istilah untuk menyebut suatu masyarakat
yang memiliki norma sosial dan sanksi dari struktur sosialnya itu sendiri.
Masyarakat ini memiliki kesamaan dalam banyak hal, misalnya kesamaan
geografi, sosial, ekonomi dan ideologi. Value community lebih mengarah pada
kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan nilai tentang pendidikan, orang-
orang ini biasanya tidak saling mengenal, dan berasal dari berbagai macam latar
belakang, dan pendidikan, mereka berada dalam satu kesatuan lingkungan sekolah
anak-anak mereka. Coleman and Hforfer (1987) menyebutkan:
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
26
Universitas Indonesia
Functional communities are characterized by structural consistency
between generation in which social norms and sanctions arise out for the
social structure itself, and both reinforce and perpetuate the stucture,
functional communities exhibit a high degree for uniformity and cohesion
within geographical, social, economic, and ideological boundaries”
Smrekar (1996) Value communities is a collection for people who share
similar values about aducation and child rearing but who are not a
fuctional community, they are strangers from various neighborhoods,
background, and occupations united around an educational
organizational organization their children school (Hapsari, 2006, p. 52).
Jika dilihat dari sudut pandang tanggungjawabnya, masyarakat memiliki
dua fungsi. Pertama, “community can act as a control institution”. dan kedua
“the community is an alternative source for financial support” Untuk yang
pertama, masyarakat sebagai lembaga kontrol dalam hal ini orang tua yang
memiliki anak bersekolah pasti ingin mengetahui apakah anaknya telah menerima
pengajaran pendidikan yang sesuai dengan tingkatnya, apakah anaknya telah di
berikan pengajaran dengan metode dan proses yang sesuai dengan karakteristik
lokal, budaya,dan nilai. Masyarakat dalam konteks organisasi bisnis, akan
melakukan kontrol terhadap lembaga pendidikan dalam hal ini sebagai pengguna
lulusan dari lembaga pendidikan tersebut. Fungsi yang kedua, financial support
merupakan isu dalam konteks desentralisasi pendidikan. Di sini masyarakat
difungsikan sebagai sumber alternatif keuangan pendidikan. (Jalal & Mustofa,
2001, p. 52).
Berdasarkan pengertian masyarakat di atas, maka yang termasuk
masyarakat di lingkungan sekolah adalah orang tua murid, masyarakat lokal
sekitar sekolah, dunia usaha, kalangan professional, tokoh masyarakat, alumni,
yayasan pendidikan, dan semua stakeholder yang memiliki kepentingan dengan
pendidikan.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
27
Universitas Indonesia
3. Partisipasi Masyarakat
Grant (1979), menyebutkan partisipasi masyarakat adalah masyarakat dan
lembaga sosial yang mempengaruhi sekolah sehingga menjadi mitra bagi sekolah
dalam pembuatan kebijakan sekolah, seperti dalam hal pembiayaan, perencanaan
kurikulum, pemilihan pegawai sekolah, hingga perencanaan dalam masalah
integrasi.
Community participation is that in which citizens and social agencies
affected by school are partners in making important school policy
decisions in areas such as budget, curriculum planning, selection for
school personnel, and plan for racial integration (Hapsari, 2001, p. 60).
Robson M, and Mathews R (1995) menyebutkan partisipasi masyarakat
bisa dalam bentuk. Pertama, kontribusi dalam bentuk sesuatu misalnya sumber
daya, material, dan tenaga untuk membangun atau memperbaiki gedung sekolah
dan perlengkapannya. Kedua, terlibat sebagai konsultan manajemen dalam
pendidikan dan tidak terlibat dalam pembuatan keputusan. Ketiga, terlibat dalam
pembuatan keputusan, dan keempat, keterlibatan masyarakat secara langsung
dalam manajemen (masyarakat diberikan kesempatan secara langsung dalam
pembuatan keputusan).
Contribution in kind : Interest groups contribute resources, material, and
labour to construct or repair school buildings and equipment;
Consultative management : They are consulted on matters related to
education, but not involved in decision making; Participatory
management : They participate in decision making process; Direct
participation in management at the grassroots level (they have
opportunities for direct involvement in decision making). (Hapsari, 2001,
p. 60-61).
Banyak kasus, partisipasi masyarakat dalam pendidikan terbatas pada
partisipasi dalam bentuk dana (contribution in kind) sebagai supporting finance,
dan ini terjadi di Negara-negara berkembang, dimana Negara belum mampu
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
28
Universitas Indonesia
memenuhi secara penuh seluruh kebutuhan pendidikan di Negara tersebut. Hal ini
sesuai dengan apa yang ditulis berikut ini:
When community participation is discussed in light for whole for
educational development, it is likely to be limited to the role for the
community as a source for funds in most cases. The notion for so-called
“community financing” is increasingly accepted as an important source
for supplementary funds for education, especially in countries where
government have been unable to meet the full demand for education
(Psacharopoulos and Woodhall, 1985 : 159-162, Bray and Lilis, 1988 : 1-
9, cited in Lockheed and Verspoor, 1991 : 190-203, Hapsari, 2006: 61).
Menurut Jalal dan Mustofa (2001), masyarakat di sini mencakup individu,
kelompok, lembaga non pemerintah, dan sektor swasta.
Public participation in education can be carried out by individuals,
groups, and institutions such as NGO’s or the private sector. Their
participation in education will be more effective since communities can
enjoy it directly.” (p. xvii).
Menurut Malcivini (2003) partisipasi masyarakat dapat dibedakan atas
empat jenjang atau tingkat, yaitu mulai dari yang dangkal sampai yang dalam dari
pertukaran informasi pasif hingga komitmen penuh.
Berbagi/ Mengumpulkan Informasi
Konsultasi
Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama
Pemberdayaan /Kendali Bersama
Dangkal----------------------------------------------------------------------------------.Dalam
Gambar 2.4 Tingkat Partisipasi Sumber : Nila, 2007, p. 14
Dalam gambar 2.4 di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
pada tahap berbagi/mengumpulkan informasi berada pada ujung pasif atau
dangkal dari skala partisipasi. Dalam tingkat partisipasi ini, komunikasi lebih
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
29
Universitas Indonesia
bersifat satu arah daripada interaktif. Tahap konsultasi didefinisikan sebagai
upaya untuk meminta pendapat kepada seseorang mengenai sesuatu, proses
konsultasi hanya terfokus untuk memperoleh persetujuan (yang relative pasif)
untuk kegiatan yang telah direncanakan, atau telah diatur. Konsultasi dapat
berkembang menjadi kolaborasi atau kendali bersama, bila orang tersebut terlibat
dalam mendefinisikan perubahan yang diinginkan, atau dalam mengidentifikasi
masalah dan solusinya. Tingkat partisipasi ini dianggap sebagai partisipasi sejati.
Teori tingkat partisipasi yang kedua dikemukakan oleh Amstein dalam
Wilcox (1994). Amstein membedakan partisipasi dalam delapan anak tangga
partisipasi. Delapan anak tangga tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat
Tipologi Partisipasi
Tingkat Partisipasi
Uraian
Degrees for Citizen Power
Citizen Control Pada tingkat ini, masyarakat memiliki kekuasaan atas kebijakan publik, baik dalam perumusan, implementasi, hingga evaluasi, dan kontrol
Delegate Power
Pihak sekolah mendistribusikan sebagian kewenangannya kepada unsur masyarakat untuk mengurus beberapa kebutuhan
Partnership Masyarakat dan pihak sekolah menjadi mitra sejajar
Degree for Tokenism
Placation Sudah terjadi dialog dan negosiasi, namun, kekuasaan untuk memutuskan berada di tangan pihak sekolah
Consultation Ada komunikasi 2 arah seperti public hearing
Informing Terjadi peningkatan komunikasi, namun masih satu arah
Non-Participation
Therapy Komunikasi yang terbatas dan bersifat pengarahan
Manipulation Tidak terjadi komunikasi maupun dialog
Sumber : Wilcox, RRA Notes (1994), Issue 21, pp.78-82, IIED London
Manipulation dan Therapy merupakan Non-Participation karena dalam
kasus ini pemegang kekuasaan membenarkan suatu usulan (proposal) dengan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
30
Universitas Indonesia
seolah-olah melibatkan masyarakat. Pemegang kekuasaan memanipulasi
informasi untuk memperoleh dukungan masyarakat dan menjanjikan mereka
kondisi yang lebih baik.
Information, Consultation, dan placation merupakan Degree for
Tokenism, karena hanya memberikan kesempatan yang terbatas pada masyarakat
untuk terlibat dalam proses perencanaan. Pemegang kekuasaan menginformasikan
suatu usulan kepada masyarakat, tetapi masyarakat tidak diberdayakan untuk
mempengaruhi outcome. Jenis partisipasi ini sama dengan Passive public
participation, dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tetapi juga
diundang untuk memberikan pandangannya walaupun tidak ada jaminan bahwa
pendapat tersebut akan dipertimbangkan. Partisipasi ini juga dapat dipandang
sebagai Pseudo Participation, dimana masyarakat tidak benar-benar diberdayakan
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
Partnership, delegate Power, dan Citizen Control merupakan Degree for
Citizen Power. Dalam partnership, masyarakat dapat bernegosiasi dengan
pembuat keputusan, sehingga gagasan-gagasan mereka dapat dipertimbangkan.
Citizen Control sama dengan gagasan Full Participation, di mana masyarakat
dapat berpartisipasi dalam mengendalikan seluruh proses pengambilan keputusan.
Teori partisipasi masyarakat yang ketiga, dikemukakan oleh Sarah White.
Sarah White (1996) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat meliputi 3
kriteria yaitu form (bentuk partisipasi), top-down (upaya sekolah untuk
melibatkan masyarakat dalam program), bottom-up (partisipasi menurut
masyarakat untuk terlibat dalam program).
Menurut White (1996), teori partisipasi masyarakat ini dapat digunakan
untuk mengamati partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan
atau pendidikan. Seperti yang ditulis oleh White (1996) berikut ini “participation
typology is used to systematically examine community participation in
development projects and education projects”. (Ternieden, 2009, p. 27). Untuk
lebih jelasnya teori partisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.2.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
31
Universitas Indonesia
Dalam Tabel 2.2, White (1996) membagi atas tiga kriteria dalam
memahami partisipasi masyarakat dalam program pembangunan. Pertama, bentuk
partisipasi masyarakat (form), kedua, partisipasi masyarakat menurut sekolah,
(Top-Down), dan ketiga, partisipasi menurut masyarakat (Bottom-Up).
Masing-masing kriteria terdiri atas empat tingkatan partisipasi masyarakat.
Tingkat pertama, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai pajangan (display).
Tingkat kedua, partisipasi masyarakat meningkat dari bersifat pajangan kearah
bentuk sesuatu, misalnya uang, material, dan tenaga. Tingkat ketiga, partisipasi
masyarakat meningkat kearah keterlibatan dalam perencanaan program, artinya
adanya keterlibatan aktif masyarakat menyumbangkan suaranya (voice) dalam
perencanaan program. Tingkat keempat berarti masyarakat lebih aktif
berpartisipasi, karena masyarakat berperan sebagai pengelola program.
Tabel 2.2 Framework for Community Participation
Form Top-Down Buttom-UP Function
Nominal Legitimation Inclusion Display
Instrumental Efficiency Cost Means
Representative Sustainibility Leverage Voice
Transformative Empowerment Empowered Means/end
Sumber : “Depoliticising development: The uses and abuses for participation” by S. White. 1996, Development in Practice, 6(1), p. 7. Copyright 1996 by Francis and Taylor. Reprinted with permission; Ternieden, 2009, p. 26
Untuk kriteria pertama adalah bentuk partisipasi meliputi empat tingkatan
yaitu Nominal, Instrumental, Representative, and Transformative.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
32
Universitas Indonesia
1. Tingkat pertama: Nominal Participation adalah bentuk minimal dari partisipasi
masyarakat. Contohnya anggota masyarakat sekolah hadir dalam pertemuan di
sekolah. “The community’s participation is minimal. For example, community
members attend meetings only in a functional sense.”
2. Tingkat kedua: Instrumental Participation adalah adanya keterlibatan
masyarakat dalam bentuk sesuatu untuk mendukung program . Contohnya
adanya kontribusi masyarakat dalam bentuk tenaga, material, dan uang.
“Instrumental participation is when the community supports the project by
giving labor, local materials, or cash. For example, The community uses tools
such as labor or cash as instruments to participate in the project.”
3. Tingkat ketiga, Representative Participation adalah keterlibatan aktif
masyarakat dalam mengusulkan sesuatu, berpendapat, dalam mendukung
program. Dalam tahap ini pendapat (voice) masyarakat terdengar, didengar dan
digunakan oleh sekolah. Contohnya keterlibatan aktif masyarakat dalam
membuat perencanaan program.
“Representative participation includes the community as an active participant
in the project. For example, the community is asked to contribute by forming
their own groups and creating plans for the project. Through this process
community members increase their level for participation in the project by
becoming more active participants”.
4. Tingkat keempat: Transformative Participation adalah bentuk keterlibatan
masyarakat dalam mengatur, membuat keputusan, dan menjalankan suatu
kegiatan. Dalam proses ini masyarakat akan memiliki rasa kepemilikan yang
penuh terhadap program.
“The community is empowered to manage, to make decisions, and to
implement the project. The school acts as a facilitator not an initiator for the
activity, and the community takes ownership for the project and determines
goals and priorities. Through this process, community members experience a
sense for ownership as full-fledged participants in subsequent decision
making” (White, 1996; Ternieden, 2009, p. 27-28).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
33
Universitas Indonesia
Kriteria bentuk di atas, merupakan gambaran bentuk dari tingkatan
partisipasi masyarakat, mulai dari Nominal, yaitu bentuk yang terendah, hingga
Transformative, bentuk partisipasi masyarakat yang tertinggi. Bentuk partisipasi
masyarakat dikatakan rendah ketika masyarakat hanya hadir di sekolah tanpa
kontribusi lainnya, dikatakan tinggi ketika masyarakat terlibat dalam mengatur,
membuat keputusan, dan menjalankan suatu kegiatan. “Each type for
participation illustrates an increasing level for active participation by the
community.” (Ternieden, 2009, p. 28)
Kriteria kedua adalah partisipasi masyarakat menurut sekolah (top-down)
Kriteria ini mencakup empat tingkatan yaitu : Legitimation, Efficiency,
Sustainability, dan Empowerment.
1. Tingkat pertama: Legitimation. Menurut sekolah, partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program cukup pada legitimasi. Legitimasi ini terbatas pada
pajangan, tanpa mengharap adanya input dari masyarakat.
“A development project that has nominally created a women’s group without
seeking community input or direction legitimizes the community participation
project. The community’s participation is marginal.”
2. Tingkat kedua: Efficiency adalah sekolah menganggap penting partisipasi
masyarakat dalam bentuk sesuatu seperti uang, tenaga, material. “The NGO
encourages the community to participate more fully in the project by
contributing in kind labor or cash”.
3. Tingkat ketiga: Sustainability adalah pihak sekolah mendorong masyarakat
untuk berpartisipasi dalam perencanaan program, dan sekolah merespon suara
masyarakat tersebut. “The community participates more broadly in the plans
for the project.”
4. Tingkat keempat : Empowerment adalah pihak sekolah memberdayakan
masyarakat untuk terlibat dalam mengelola, membuat keputusan, dan
mengimplementasikan program. “The community requires ownership for the
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
34
Universitas Indonesia
project and its participation is more comprehensive” .(White, 1996;
Ternieden, 2009, p. 27)
Kriteria di atas, merupakan gambaran tingkat partisipasi masyarakat
menurut sekolah, dimulai dari tingkat terendah yaitu legitimacy hingga tertinggi
yaitu empowerment. Partisipasi masyarakat dikatakan rendah ketika sekolah hanya
melegitimasi secara formal keterlibatan masyarakat, dikatakan tinggi jika sekolah
tidak hanya melegitimasi keterlibatan masyarakat tersebut, juga mendorong dan
memberdayakan masyarakat dalam mengelola, membuat keputusan, dan
mengimplementasikan program.
Kriteria partisipasi masyarakat yang ketiga adalah partisipasi masyarakat
menurut masyarakat (Bottom-up). Bagian ini menjelaskan bagaimana masyarakat
memandang partisipasi tersebut. Kriteria ini meliputi: Inclusion, Cost, Leverage,
and Empowerment.
1. Tingkat pertama: Inclusion adalah masyarakat memandang kontribusi mereka
cukup dengan hadir dalam pertemuan. Contohnya masyarakat hadir dalam
suatu pertemuan di sekolah, namun mereka tidak berkontribusi dalam
penyusunan program. ”Inclusion is the equivaent for going to a group
meeting”
2. Tingkat kedua: Cost adalah masyarakat memadang kontribusi mereka dalam
program adalah cukup dengan dana, tenaga, material, dan waktu.
“When communities are expected to contribute in kind labor or materials,
time, and participation represent a cost to the the community. From the
community’s perspective a contribution for time and materials is a cost.
Although not insignificant, the community’s participation in the project is
low.”
3. Tingkat ketiga: Leverage adalah masyarakat memahami bahwa partisipasi
mereka merupakan kekuatan keberhasilan program. Contohnya masyarakat
tidak hanya hadir dalam rapat, dan menyumbang dana, juga aktif terlibat
dalam diskusi tentang apa bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan
dalam program.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
35
Universitas Indonesia
“The community understands that active participation ensures leverage to
influence the project. The community might not only attend a meeting but also
contribute to the discussion for how the community might participate in the
project.”
4. Tingkat keempat: Empowered adalah jika agenda dan aksi datang secara
langsung dari masyarakat, maka masyarakat akan merasa memiliki program
tersebut.
“The community is empowered when the agenda and action come directly
from the community. From the community’s viewpoint, it has become
empowered to take ownership for the project and determine project priorities.
Their participation is more comprehensive than the characteristic for
leverage” (White, 1996; Ternieden, 2009, p. 28-29).
Kriteria di atas, menunjukkan gambaran tingkat partisipasi masyarakat
berdasarkan sudut pandang masyarakat dari tingkat yang terendah hingga
tertinggi. Dikatakan rendah jika masyarakat menganggap partisipasi masyarakat
cukup dengan hadir saja, dikatakan tinggi jika masyarakat menganggap penting
untuk terlibat dalam pengelolaaan program sehingga agenda dan aksi datang dari
masyarakat.
Berdasarkan tiga teori tentang tingkat partisipasi masyarakat di atas, maka
penelitian ini akan menggunakan teori framework for community participation
dari Sarah White untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP, karena peneliti menganggap teori ini
dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya bagaimana teori ini bekerja, berikut ini dalam
gambar 2.5, gambaran mengenai tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan
bentuk (form) sebagai penyederhanaan teori kerangka kerja partisipasi masyarakat
dari Sarah White (1996).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
36
Universitas Indonesia
Tingkat 4 : Terlibat aktif sebagai pengelola
Tingkat 3 : Terlibat aktif dalam perencanaan
Tingkat 2 : Partisipasi dalam bentuk dana, tenaga, material
Tingkat 1 : Kehadiran
Gambar 2.5 Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Bentuk Partisipasi
Sumber : Ternieden, 2009, p. 26, dan hasil olah pikir peneliti
Berdasarkan gambar 2.5 di atas, terlihat bahwa bentuk partisipasi
masyarakat dikatakan rendah ketika, masyarakat hanya hadir dan mendengarkan
dalam rapat-rapat sekolah, komunikasi terlihat satu arah, masyarakat cenderung
pasif. Tingkat partisipasi akan meningkat ketika masyarakat mulai berpartisasi
dalam bentuk sesuatu seperti uang, tenaga, material. Kemudian partisipasi
dikatakan akan meningkat lagi ketika ada wakil dari unsur masyarakat yang
terlibat dalam perencanaan program. Artinya telah terjadi komunikasi dua arah,
hingga partisipasi masyarakat dikatakan tinggi ketika masyarakat terlibat sebagai
pengelola program.
Selanjutnya dalam gambar 2.6 tingkat partisipasi masyarakat menurut
sekolah. Partisipasi masyarakat berada pada tingkat 1, ketika sekolah menganggap
keberadaan masyarakat hanya sebatas legitimasi saja. Partisipasi masyarakat akan
meningkat di tingkat 2, ketika sekolah mulai mendorong masyarakat untuk
berpatisipasi dalam bentuk sesuatu seperti dana, tenaga, material. Kemudian
partisipasi masyarakat akan meningkat di tingkat 3, ketika sekolah melibatkan
masyarakat dalam perencanaan program. Selanjutnya partisipasi masyarakat
berada di tingkat 4, ketika sekolah memberdayakan masyarakat untuk terlibat
sebagai pengelola program.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
37
Universitas Indonesia
Tingkat 4 : Sekolah memberdayakan masyarakat sebagai pengelola program
Tingkat 3 : Sekolah melibatkan masyarakat dalam merencanakan program
Tingkat 2 : Sekolah mendorong masyarakat untuk berkontribusi dalam bentuk dana, tenaga, material
Tingkat 1 : Sekolah melibatkan masyarakat hanya sebatas pada legitimasi bahwa masyarakat itu ada,
Gambar 2.6 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Sekolah
Sumber : Ternieden, 2009, p. 26, dan hasil olah pikir peneliti
Tingkat partisipasi masyarakat menurut masyarakat, memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan
bentuk dan menurut sekolah. Gambaran tingkat tersebut terlihat dalam gambar 2.7
berikut ini.
Tingkat 4 : Masyarakat menganggap penting untuk memberdayakan diri dalam pengelolaan program
Tingkat 3 : Masyarakat menganggap penting untuk terlibat dalam perencanaan program
Tingkat 2 : Masyarakat menganggap penting untuk berpartisipasi menyumbang dana, tenaga, material
Tingkat 1 : Masyarakat menganggap partisipasi cukup dengan hadir ketika sekolah mengundang
Gambar 2.7 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Masyarakat Sumber : Ternieden, 2009, p. 26, dan hasil olah pikir peneliti
Berdasarkan gambar 2.7 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
berada di tingkat 1, ketika masyarakat menganggap partisipasi cukup dengan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
38
Universitas Indonesia
hadir saja. Partisipasi akan meningkat di tingkat 2, ketika masyarakat
menganggap partisipasi tidak cukup hanya dengan hadir namun perlu dalam
bentuk sesuatu, misalnya sumbangan dana, tenaga, material. Partisipasi akan
meningkat di tingkat 3, ketika masyarakat menganggap partisipasi mereka tidak
cukup hanya dengan hadir, namun perlu adanya keterwakilan unsur masyarakat
dalam perencanaan program. Terakhir, partisipasi akan berada di tingkat 4, ketika
masyarakat ikut mengelola program tersebut.
Masing-masing tingkat menggambarkan fungsinya masing-masing.
Tingkat 1, berfungsi sebagai tampilan luar (display). Tingkat 2, berfungsi sebagai
partisipasi dalam bentuk barang/uang (means); tingkat 3, berfungsi sebagai suara
masyarakat atau pemikiran (voice), dan tingkat 4 berfungsi sebagai pengelola
program (means/end).
Partisipasi masyarakat tersebut difasilitasi oleh suatu organisasi yang
bernama Komite Sekolah di setiap satuan pendidikan. Untuk lebih jelasnya,
pengertian dan peran Komite Sekolah tersebut akan dipaparkan dalam sub bab
berikut ini.
4. Komite Sekolah
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
tenteng Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, menyebutkan bahwa Komite
Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
sekolah. Komite Sekolah memiliki tujuan untuk mewadahi dan menyalurkan
aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan
program pendidikan di satuan pendidikan; meningkatkan tanggung jawab dan
peran serta masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan; dan
menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Komite Sekolah memiliki empat peran. Pertama, sebagai pemberi
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan; Kedua,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
39
Universitas Indonesia
sebagai pendukung baik bersifat finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan; Ketiga, sebagai pengontrol dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan; dan
Keempat, sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka anggota Komite Sekolah
seharusnya terdiri atas 8 unsur yaitu unsur masyarakat dan unsur dewan guru.
Unsur masyarakat di sini terdiri atas: orang tua/wali peserta didik, tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga
pendidikan, wakil alumni, dan wakil peserta didik.
Agar dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah
harus membina kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan nuansa
kondusif dan menyenangkan bagi pesera didik dan warga sekolah. Interaksi antara
sekolah dan masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan
keputusan antara sekolah dengan Komite Sekolah. Hal ini sesuai dengan
pendekatan pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu: pertama, pola dan
pelaksanaan manajemen harus demokratis; kedua, pemberdayaan masyarakat
harus menjadi tujuan utama; ketiga, peran serta masyarakat, bukan hanya pada
stakeholders, tetapi merupakan bagian mutlak dari sistem pengelolaan; keempat,
pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan era sentralisme
demi kepentingan siswa dan rakyat banyak; dan kelima, keanekaragaman aspirasi,
nilai, dan norma lokal harus dihargai dalam rangka memperkuat sistem
pendidikan nasional (Siskandar, 2008, p. 667).
Berdasarkan hal di atas, jelas menunjukkan bahwa Komite Sekolah
merupakan lembaga perwakilan dari unsur masyarakat yang cukup penting untuk
menjalankan perannya dalam memberikan pertimbangan, mendukung,
mengontrol, serta melakukan mediasi dalam pelaksanaan Program Pembangunan
RKB-SMP di sekolah. Sehingga Komite Sekolah dapat dijadikan informan kunci
dalam menggali secara mendalam tingkat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program ini. Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai metode
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
40
Universitas Indonesia
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, penting untuk meninjau
beberapa hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
D. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan
Dalam sub bab berikut akan dibahas beberapa hasil penelitian tentang
partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
terdapat variasi tingkat partisipasi masyarakat, dan terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Ringkasan penelitian
tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.3.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
41
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
42
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
43
43 Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 2.3, hasil penelitian yang pertama, Ternieden (2009)
menemukan bahwa terdapat partisipasi masyarakat aktif dalam program
pendidikan di tiga desa di daerah Ethiopia. Keterlibatan masyarakat cenderung
dalam bentuk uang dan tenaga.
These communities were already active but needed the resources to fully
mobilize themselves. Cash and labour were found to be the only means in
which these communities could participate and suggested their intense
commitment to the project (Ternieden, 2009, p. 129, 132, 138)
Ternieden (2009) menemukan pula terdapat lima faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat. Faktor-faktor tersebut adalah fleksibilitas
lembaga non pemerintah (NGO) yang melakukan pendampingan program
pendidikan di lokasi tersebut, keterlibatan pemerintah, harapan masyarakat atas
manfaat dari program, keadaan budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat, serta
kepercayaan yang saling menguntungkan antara para pemangku kepentingan,
Hasil penelitian yang kedua yaitu partisipasi masyarakat dalam pendidikan
dasar dan menengah ditulis oleh Patta Bundu (2009) menunjukkan bahwa
partisipasi masyarakat tergolong rendah dilihat dari tiga aspek pola partisipasi
yaitu pola hubungan, pola organisasi, dan pola kerjasama. Faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah faktor sosialisasi, transparansi dan
akuntabilitas program. Sehingga jika sekolah ingin agar masyarakat
berpartisipasi dalam program pendidikan di sekolah, maka sekolah perlu
melakukan sosialisasi program, sekolah harus transparan (terbuka) terhadap
masyarakat, dan sekolah harus lebih accountable (tanggung jawab) terhadap
peran yang dimainkannya sebagai lembaga pendidikan (Bundu, 2009, p. 466).
Hasil penelitian yang ketiga, menurut Faisal dkk (2007) menyatakan
bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan tergolong rendah, karena belum
sampai ke tingkat munculnya rasa kepemilikan masyarakat terhadap sekolah atau
biasa di sebut sebagai school ownership. Faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat adalah diantaranya School ownership, persandaran pada nilai-nilai
agama, figure yang tepat dan dihormati, ruang yang terbuka dan bebas, dukungan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
44
Universitas Indonesia
kebijakan, pemaknaan masyarakat terhadap sekolah, budaya sekolah, antara
proses dan input oriented, kedermawanan dan kesukarelaan, pemahaman ide-ide
dasar partisipasi, sekolah dan masyarakat therapeutic, serta komunikasi yang
terinstitusionalisasi mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap sekolah.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, menunjukkan terdapat
variasi tingkat partisipasi masyarakat, serta terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi di
sekolah. Hasil penelitian di atas, nantinya akan menjadi referensi pembanding
terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Sehingga sekolah akan
mendapatkan masukan yang cukup banyak untuk merancang strategi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program-program pendidikan
lainnya.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
45
45 Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENELITIAN
Penelitian dengan tema analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP memerlukan suatu metode penelitian
sebagai alat untuk menggali informasi faktor-faktor penelitian di lokasi penelitian.
Untuk itulah penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Berikut
ini adalah paparan detil dari metode yang akan digunakan.
A. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
menggali secara mendalam tentang, pertama, tingkat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang; serta kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB di SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang, maka pendekatan penelitian
yang paling sesuai adalah pendekatan penelitian kualitatif. Tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran,
kelompok atau interaksi tertentu (Creswell et al, 2002, p. 155).
Ada tiga alasan yang mendasari penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Ringkasan alasan tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.1. Pertama,
berdasarkan aspek ontologis mengenai apa itu nyata. Dalam penelitian kualitatif,
satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang
terlibat dalam penelitian. Jadi akan muncul realita ganda dalam situasi apapun :
peneliti, individu yang diteliti, dan pembaca yang menafsirkan penelitian tersebut.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif memandang realita
sebagai ”obyektif”, ”diluar sana” yang terlepas dari peneliti. Sesuatu dapat diukur
secara obyektif dengan menggunakan daftar pertanyaan atau instrumen. (Creswell
et al, 2002, p. 3-7).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
46
Universitas Indonesia
Kedua, berdasarkan aspek epistemologis mengenai hubungan peneliti
dengan yang diteliti. Dalam pendekatan kualitatif, peneliti berhubungan dengan
yang diteliti, hubungan ini dalam bentuk tinggal bersama atau mengamati
informan dalam periode waktu lama, atau kerja sama nyata. Ringkasnya, peneliti
berusaha meminimalkan jarak antara dirinya dan yang diteliti. Pendekatan
kuantitatif menyatakan bahwa peneliti harus terlepas dari yang diteliti. Jadi dalam
survei dan eksperimen peneliti berusaha mengendalikan prasangka, dan bersifat
obyektif dalam menilai suatu situasi.
Tabel 3.1 Asumsi Pemilihan Paradigma Kualitatif
Asumsi Kualitatif
Asumsi Ontologi
(sifat dari realita)
Realita dalam penelitian ini adalah subyektif dan
banyak/ganda berdasarkan sudut pandang
partisipan dalam suatu penelitian
Asumsi Epistemologi
(hubungan peneliti dan
yang diteliti)
Untuk bisa menjawab pertanyaan penelitian ini,
maka peneliti perlu berinteraksi secara langsung
dengan yang diteliti
Asumsi Metodologi
(proses penelitiannya)
Dalam proses penelitiannya, peneliti menggunakan
logika induktif. Kategori muncul dari informan,
bukan diidentifikasi sebelumnya oleh peneliti.
Munculnya kategori ini memberi informasi ”ikatan
konteks” kuat yang mengarah ke pola dan teori
yang membantu menjelaskan suatu fenomena..
Dikembangkan untuk Pemahaman, akurat dan terandalkan melalui
verifikasi/pembuktian/triangulasi Sumber : Cresswell et al, 2002, p. 4-5
Ketiga, berdasarkan aspek metodologi atau proses penelitian, pendekatan
kualitatif berlaku logika induktif. Kategori muncul dari informan, bukan
diidentifikasi sebelumnya oleh peneliti. Munculnya kategori ini memberi
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
47
Universitas Indonesia
informasi ”ikatan konteks” kuat yang mengarah ke pola dan teori yang membantu
menjelaskan suatu fenomena. Pertanyaan tentang keakuratan informasi tidak
muncul dalam penelitian, dan kalaupun muncul yang bisa dilakukan oleh peneliti
adalah menjelaskan langkah-langkah pembuktian informasi dengan informan atau
”triangulasi” antara sumber-sumber informasi yang berbeda. Berbeda dengan
pendekatan kuantitatif menggunakan bentuk deduktif logika yang menguji teori
dan hipotesa dalam aturan sebab dan akibat. Konsep, variabel, dan hipotesa
dipilih sebelum penelitian dimulai dan tak berubah selama penelitian (dalam suatu
desain statis). Dengan pendekatan kualitatif maka informasi yang didapat akan
lebih lengkap, mendalam dan dapat dipercaya.
B. Obyek Penelitian dan Lokasi Penelitian
Obyek penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di dua
SMPN di Kabupaten Tangerang. Mengenai apa saja indikator partisipasi
masyarakat dalam penelitian ini, terangkum dalam tabel 3.3 operasionalisasi
faktor.
Adapun alasan pemilihan ke dua SMPN tersebut sebagai lokasi
penelitian, adalah pertama, sekolah tersebut berada di lokasi yang secara geografis
berbeda. SMPN 3 Pamulang terletak di pusat kota Tangerang Selatan, dan SMPN
2 Curug berada di daerah Kabupaten. Kedua, berdasarkan hasil monitoring
pelaksanaan program di Kabupaten Tangerang, kedua sekolah tersebut memiliki
kemampuan yang berbeda dalam menyiapkan dana pendamping dalam menutupi
kekurangan dana bantuan dari pemerintah. SMPN 3 Pamulang memiliki
kemampuan cukup besar dalam menyediakan dana pendamping, yaitu sekitar Rp.
400.000.000; dan SMPN 2 Curug, memiliki kemampuan kurang dari SMPN 3
Pamulang dalam menyiapkan dana pendamping, sekitar Rp. 141.000.000.
Sehingga kedua lokasi SMP tersebut dipandang memiliki perbedaan yang
signifikan dan menarik untuk dianalisis aspek partisipasinya.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
48
Universitas Indonesia
C. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
Pengumpulan data akan dilakukan melalui pengumpulan data primer dan
pengumpulan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung
tanpa perantara dari sumbernya, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai
literatur/dokumen. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara
mendalam dengan berbagai informan yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
program ini. Pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan studi
dokumentasi, serta analisis terhadap hasil rekaman wawancara (audio) dan foto.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing jenis pengumpulan data kualitatif.
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan menggali data lebih
mendalam dari informan. Menurut Irawan (2007), wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang dikumpulkan melalui informan. Teknik ini digunakan
jika seluruh atau sebagian besar data yang kita perlukan ada dalam benak
pikiran informan, dan dimungkinkan dengan jarak jauh, baik melalui telepon,
internet, atau alat teknologi lainnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti
akan menggunakan penggabungan dua model wawancara, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur ditempuh
dengan terlebih dahulu peneliti mempersiapkan draf pertanyaan penelitian.
Draf tersebut sifatnya hanyalah sebagai pedoman atau panduan dalam
melakukan wawancara agar peneliti tetap berada dalam koridor dan tidak
keluar dari substansi penelitian. Sedangkan wawancara tak terstruktur
dimanfaatkan peneliti untuk menjaring informasi seluas mungkin dari
informan tanpa secara ketat terpaku pada tata urutan daftar pertanyaan yang
telah disiapkan. Wawancara akan dilakukan secara berkelompok atau biasa di
sebut sebagai group interview. Pelaksanaan dialog dikemas sesantai mungkin,
sehingga perbincangan dapat mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.
2. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data sekunder melalui studi dokumentasi diperoleh dari
berbagai dokumen resmi diantaranya panduan pelaksanaan program, hasil
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
49
Universitas Indonesia
penelitian, buku-buku literatur, dokumen sekolah seperti profil sekolah,
dokumen pelaksanaan program, laporan pelaksanaan program, dan lain-lain.
Studi ini digunakan untuk mengutip, membahas, dan memahami sejumlah
data, teori serta pendapat yang relevan, atau menjadi materi pendukung bagi
tersusunnya konsep penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
3. Audio visual
Pengumpulan data ini menyangkut data hasil rekaman wawancara dan foto-
foto pelaksanaan program untuk memenuhi maksud penelitian ini. Hasil foto,
rekaman suara penting untuk mengingatkan dan melihat kembali suatu
kejadian.
D. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penentuan informan, peneliti menggunakan pendapat Newman
(2006) tentang karakteristik informan yang baik, yaitu pertama, seseorang yang
mengetahui dengan baik budaya daerahnya dan menyaksikan kejadian-kejadian di
tempatnya; kedua, terlibat aktif dengan kegiatan yang ada di tempat penelitian;
ketiga, anggota masyarakat yang dapat meluangkan waktu bersama peneliti
karena penelitian lapangan membutuhkan waktu yang lama dengan intensitas
yang tinggi, dan keempat, nonanalitis, orang yang tidak analitis namun
mengetahui dengan baik situasi daerahnya tanpa berpretensi menganalisis suatu
kejadian (Weda, 2006, p. 40). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel 3.2,
tentang teknik pemilihan informan.
Berdasarkan pada kriteria tersebut, informan kunci dalam penelitian ini
adalah Kepala sekolah, Ketua P2S, Komite Sekolah. Pemilihan informan kunci
didasarkan pada keterlibatannya secara langsung dalam pelaksanaan Program
Bantuan Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
50
Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Kriteria Pemilihan Informan
Informan Kriteria Pemilihan Informan
Kepala Sekolah Penanggung jawab program
Komite Sekolah Wakil dari unsur masyarakat
Ketua P2S Panitia pembangunan sekolah
Wali murid (2 orang) Wali murid yang terlibat langsung dalam
keanggotaan P2S (jika keterlibatan tersebut ada)
Guru (1 orang) Guru yang terlibat dalam keanggotaan P2S
Kalangan profesional
(1 orang)
Kalangan profesional yang terlibat dalam
pelaksanaan program (jika keterlibatan tersebut ada)
Masyarakat lokal
(1 orang)
Masyarakat lokal yang terlibat dalam pelaksanaan
program (jika keterlibatan tersebut ada)
Sumber : hasil olah pikir peneliti
Untuk keperluan verifikasi tentang informasi yang disampaikan oleh
informan kunci, peneliti memerlukan informan pelengkap yaitu wali murid yang
duduk sebagai anggota P2S (2 orang), guru yang terlibat dalam keanggotaan P2S
(1 orang), kalangan professional yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
program (1 orang), masyarakat lokal yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
pembangunan RKB-SMP (1 orang).
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data dimulai dengan mengumpulkan
data mentah dari lapangan, melakukan transkrip data, kemudian membuat koding,
membuat kategorisasi data, membuat penyimpulan sederhana, melakukan
triangulasi, dan membuat kesimpulan akhir.
Untuk langkah yang pertama, peneliti akan melakukan pengumpulan data
mentah, melalui wawancara, studi dokumentasi, dan data audio visual. Langkah
kedua, peneliti akan melakukan transkrip data, yaitu menuliskan semua data
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
51
Universitas Indonesia
mentah tersebut. Langkah ketiga, peneliti akan melakukan koding, dengan
membaca ulang seluruh data yang ada ditranskrip, lalu mengambil kata kuncinya,
dan kata kunci ini akan diberi kode. Langkah keempat, peneliti akan melakukan
kategorisasi data, yaitu mengikat kata kunci tersebut dalam satu besaran kategori.
Gambar 3.1 Proses teknik analisa data
Sumber : Irawan, 2007, p. 73-76.
Data tersebut bisa ditampilkan dalam bentuk data kuantitatif melalui tabel,
dengan perhitungan berbasis angka dan persentase, dan dalam bentuk data
kualitatif, disajikan dalam bentuk penjelasan, mengenai hubungan-hubungan
sosial antara obyek penelitian yang tidak dapat dikuantifikasikan, namun
diharapkan dapat ditunjukkan lebih jelas melalui teknik kualitatif.
Langkah selanjutnya peneliti akan membuat kesimpulan sementara.
Kesimpulan sementara ini 100% berdasarkan data, tidak dicampur aduk dengan
pikiran dan penafsiran peneliti. Penafsiran atau komentar peneliti dapat
dimasukkan dalam akhir kesimpulan sementara. Menurut Irawan, masuknya
pendapat atau reaksi seorang peneliti dalam akhir kesimpulan sementara inilah
yang disebut observer comment .(Irawan, 2007, p. 75).
Setelah semua langkah di atas dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
peneliti harus melakukan proses pembuktian. Proses pembuktian ini dilakukan
dengan metode triangulasi. Metode triangulasi adalah proses cek dan recek antara
satu sumber data dengan sumber data lainnya. Kemungkinan yang akan terjadi
Mengum-pulkan data mentah
Melakukan transkrip data
Melakukan triangulasi
Membuat kategorisasi data
Membuat penyimpulan sederhana
Membuat koding
Membuat kesimpulan akhir
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
52
Universitas Indonesia
adalah kesenadaan atau kecocokan antara satu sumber dengan sumber lain, atau
perbedaan antara satu sumber dengan sumber lain namun tidak berarti
bertentangan, dan terakhir, bisa jadi hasilnya bertolak belakang antara satu
sumber dengan sumber lain. Menurut Patton (1987), teknik triangulasi dapat
dilakukan dengan dua cara (Irawan, 2007, p. 87)
1. Triangulasi dengan metode, yaitu pertama, dengan pengecekan derajat
kepercayaan hasil penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan
kedua dengan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
2. Triangulasi dengan teori, yaitu mencari keterkaitan data dengan teori,
keterkaitan ini bisa sejalan, berbeda, atau bertentangan.
Teknik triangulasi ini menurut Merriam (1988), akan memperkuat reliabilitas, dan
keabsahan internal dalam penelitian (Creswell, 2002, p. 162).
Langkah terakhir adalah melakukan penyimpulan akhir. Sebelum
dilakukan penyimpulan akhir, peneliti akan mengulangi langkah-langkah di atas,
hingga peneliti merasa bahwa data yang ada telah mencapai kejenuhan, dan setiap
pengambilan data baru hanya berarti ketumpangtindihan (Irawan, 2007, p. 76).
Dalam hubungannya dengan topik penelitian ini, maka langkah-langkah di atas
akan menjadi panduan dalam menganalisis hasil penelitian partisipasi masyarakat
dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP
F. Operasionalisasi Faktor
Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, maka perlu dipersiapkan
operasionalisasi faktor. Operasionalisasi faktor dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 3.3. Penelitian ini menggunakan teori partisipasi menurut FAO
(2005), yaitu partisipasi dalam pembangunan adalah suatu proses untuk
keterlibatan aktif para stakeholder dalam formulasi kebijakan dan strategi
pembangunan serta dalam analisis perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi terhadap aktivitas pembangunan tersebut. (Hapsari, 2006, p. 55).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
53
Universitas Indonesia
Pengertian masyarakat menggunakan pengertian dari Jalal dan Mustofa
(2001). Masyarakat bisa individu, kelompok, dan lembaga seperti lembaga non
pemerintah (LSM), yayasan, atau sektor bisnis. Dalam konteks sekolah, maka
masyarakat di sini dapat mencakup orang tua murid, Komite Sekolah, tokoh
masyarakat, masyarakat lokal sekitar sekolah, LSM, dunia usaha, yayasan, dan
wartawan. Dengan catatan tidak boleh ada salah satu masyarakat yang
mendominasi pelaksanaan program, karena jika ada maka ini sudah keluar dari
yang dimaksud dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Sehingga penelitian ini
menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP adalah suatu proses untuk keterlibatan aktif masyarakat
(orang tua murid, Komite Sekolah, dunia usaha, LSM, wartawan, kalangan
professional, yayasan, masyarakat sekitar sekolah) dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi terhadap aktivitas Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP. Untuk penulisan kutipan hasil wawancara dalam penjelasan hasil
penelitian di Bab 5, peneliti hanya akan menuliskan jabatan dari informan.
Peneliti tidak akan menuliskan nama dari informan.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
54
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
55
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
56
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
57
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
58
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
59
59 Universitas Indonesia
BAB 4 GAMBARAN UMUM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN
RKB-SMP DENGAN MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT
Pada Bab 4 berikut ini secara berturut-turut akan membahas gambaran
umum Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi
masyarakat mencakup latar belakang program, gambaran umum program, serta
gambaran umum lokasi penelitian. Paparan tema tersebut terangkum dalam sub
bab berikut ini.
A. Latar Belakang Program
Konsep partisipasi masyarakat dalam program pendidikan mulai
dilaksanakan, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, pertumbuhan PDB
(produk domestik bruto) Indonesia pada 1998 menurun -15%. Dibandingkan
dengan Korea, Thailand, Meksiko (1995) dan Amerika Serikat (1982), krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia lebih rendah. Krisis tersebut secara signifikan
juga mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan di semua jenis, jenjang, dan
jalur pendidikan, termasuk dampak yang ditimbulkan terhadap siswa dan
keluarganya, terhadap sekolah dalam penyediaan sumber daya untuk peningkatan
mutu.
Masalah yang dihadapi sekolah sebagai akibat dari krisis adalah pertama,
menurunnya angka partisipasi; kedua, terganggunya program pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, terutama bagi siswa yang
berasal dari kalangan keluarga kurang beruntung; ketiga, lembaga-lembaga
pendidikan belum mampu mengatasi masalah pendidikan secara tuntas tanpa
keterlibatan dan partisipasi dari masyarakat setempat; kelima, perencanaan
program pendidikan oleh sekolah itu sendiri tidak dapat berjalan karena
keterbatasan sumber daya yang ada, oleh karena itu orang tua, pemuka
masyarakat, dan pemerintah daerah dituntut untuk secara bersama-sama
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
60
Universitas Indonesia
membantu sekolah mengatasi kesulitan yang dihadapinya. (Jalal & Supriadi,
2001, p. 199-200).
Untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi terhadap pendidikan,
pemerintah mengupayakan strategi pendidikan, salah satunya adalah manajemen
partisipasi masyarakat dalam pendidikan untuk mengatasi persoalan di lembaga
persekolahan. Untuk melaksanakan program-programnya, sekolah perlu
mengundang berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan dunia usaha) untuk
berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendidikan. Partisipasi ini
memerlukan pengelolaan dan pengkoordinasan dengan baik agar lebih bermakna
bagi sekolah, terutama dalam meningkatkan mutu dan efektivitas pendidikannya.
Partisipasi masyarakat di sini, tidak hanya dalam bentuk dana, melainkan
sumbangan pemikiran dan tenaga.
Untuk memahami lebih jauh mengenai program bantuan pembangunan
RKB-SMP dengan mekanisme masyarakat, maka sub bab berikut ini akan
dijelaskan mengenai gambaran umum dari program tersebut.
B. Gambaran Umum Program
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi
masyarakat merupakan kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dalam
rangka menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Pelibatan masyarakat dalam
pelaksanaan program bertujuan untuk membangun rasa kepemilikan masyarakat
terhadap pendidikan di sekolah sehingga masyarakat akan memelihara dan
menjaga keberlanjutan pendidikan di daerah tersebut. Salah satu tujuan
pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP yang berhubungan
dengan pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan peran serta dan tanggung
jawab masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan nasional yang bermutu
melalui pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) dalam rangka
mensukseskan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan dasar 9 Tahun. Salah satu
indikator keberhasilan pelaksanaan program adalah prosedur pemilihan dan
penetapan Panitia Pembangunan Sekolah (P2S) sesuai dengan ketentuan dan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
61
Universitas Indonesia
kriteria yang telah ditetapkan, serta dana bantuan dimanfaatkan sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembangunan yang telah disusun oleh P2S, dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
Sasaran Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP Tahun 2009 adalah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta. Output yang dapat
diperoleh dari program ini adalah terbangunannya ruang kelas baru (RKB)
lengkap dengan furniture kelengkapan ruang kelas, dan siap dioperasikan.
Berdasarkan panduan pelaksanaan program ini pada tahun 2009, dana
bantuan berupa block grant pembangunan RKB sebesar satu RKB Rp.
70.000.000, Dana block grant pembangunan RKB akan dibayarkan sekaligus
oleh direktorat PSMP ke rekening sekolah penerima program. Jumlah dana block
grant yang diterima oleh sekolah adalah sesuai dengan nominal yang tertuang
dalam SK Penetapan sekolah penerima bantuan dari Direktur PSMP.
Dana block grant ini bersifat stimulan sehingga dalam pelaksanaannya
sekolah masih membutuhkan adanya dana pendamping. Dalam panduan
pelaksanaan program sejak tahun 2009 menyebutkan dana pendamping
seharusnya dari pemerintah daerah (PEMDA). Dalam realisasinya pemerintah
Kabupaten Tangerang tidak mengalokasikan dana pendamping untuk
pelaksanaan program ini. Sehingga sekolah harus berusaha mencari dana
pendamping tersebut. Berdasarkan panduan pelaksanaan program sebelum tahun
2009, secara jelas menyebutkan bahwa bantuan ini bersifat imbal swadaya,
sehingga dana pendamping berasal dari masyarakat.
Untuk melaksanakan pembangunan RKB, kepala sekolah dan ketua
Komite Sekolah berkewajiban membentuk Panitia Pembangunan Sekolah (P2S).
Adapun susunan panitia pembangunan sekolah tersebut ada dalam tabel 4.1.
Panitia Pembangunan Sekolah adalah personil yang dipilih secara demokratis dan
transparan dalam forum rapat sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah dan
dihadiri oleh unsur sekolah dan para wali kelas, Ketua Komite Sekolah atau yang
mewakili, perwakilan wali murid masing-masing kelas, dan unsur tokoh
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
62
Universitas Indonesia
masyarakat setempat yang memiliki kepedulian terhadap pembangunan
pendidikan.
Tabel 4.1 Susunan Panitia Pembangunan Sekolah (P2S)
Jabatan Unit Kerja / Unsur Keterangan
Penanggung Jawab Kepala Sekolah
Ketua Guru tetap disepakati dalam rapat Sekretaris/anggota Wakil wali murid disepakati dalam rapat
Bendahara/anggota Bendahara rutin/guru tetap disepakati dalam rapat
Administrasi keuangan/anggota Wakil wali murid disepakati dalam rapat
Penanggungjawab teknis/anggota
Wakil wali murid atau tokoh masyarakat setempat
disepakati dalam rapat,bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pembangunan
Sumber : panduan pelaksanaan dan teknis program bantuan RKB-SMP, 2009, p. 6
Panitia Pembangunan Sekolah bertugas sebagai pelaksana pembangunan
RKB di setiap lokasi sekolah penerima block grant. Panitia Pembangunan
Sekolah (P2S) menunjuk seorang tenaga teknis sebagai kepala pelaksana yang
bertugas membantu P2S dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sehari-hari,
sampai dengan penyusunan laporan teknis.
C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian tentang analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan RKB-SMP dilakukan di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Kabupaten Tangerang. Keduanya termasuk dalam daftar sekolah penerima
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di tahun 2009.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
63
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Lokasi Penelitian Penerima Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP Tahun 2009
No Nama Sekolah Jenis Bantuan Jumlah Dana
1. SMPN 3 Pamulang 3 RKB Rp. 210.000.000
2. SMPN 2 Curug 3 RKB Rp. 210.000.000
Sumber : Direktorat Pembinaan SMP, Kegiatan Perluasan SMP, 2009
Adapun alasan pemilihan SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug sebagai
lokasi penelitian, adalah karena pertama, kedua sekolah tersebut berada di lokasi
yang secara geografis berbeda. SMPN 3 Pamulang terletak di pusat kota
Tangerang Selatan dan SMPN 2 Curug berada di daerah Kabupaten Tangerang.
Alasan kedua, berdasarkan hasil monitoring pelaksanaan program di Kabupaten
Tangerang, kedua sekolah tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam
menyiapkan dana pendamping dalam menutupi kekurangan dana bantuan
tersebut. SMPN 3 Pamulang memiliki kemampuan cukup besar dalam
menyediakan dana pendamping, yaitu sekitar Rp. 400.000.000 dan SMPN 2
Curug memiliki kemampuan kurang dari SMPN 3 Pamulang dalam menyiapkan
dana pendamping, yaitu sekitar Rp. 141.000.000.
Berdasarkan kedua alasan itu lah, maka penelitian ini dilakukan di dua
sekolah tersebut, dengan harapan masing-masing sekolah dapat memberikan
gambaran tingkat partisipasi masyarakat yang terjadi di dua lokasi yang berbeda
tersebut. Sehingga hasilnya dapat dijadikan bahan masukan untuk kebijakan
partisipasi masyarakat dalam program pendidikan lainnya. Berikut ini gambaran
umum masing-masing lokasi penelitian.
1. SMPN 3 Pamulang
SMPN 3 Pamulang terletak di daerah perumahan, di pusat kota Tangerang
Selatan. Sejak terjadinya pemekaran di Kabupaten Tangerang akhir tahun 2009,
SMPN 3 Pamulang masuk dalam wilayah Kota Tangerang Selatan, dan namanya
pun berubah menjadi SMPN 17 Tangerang Selatan. Meskipun demikian, SMPN 3
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
64
Universitas Indonesia
Pamulang masih menjadi bagian dari Kabupaten Tangerang sebagai penerima
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP tahun 2009. Berdasarkan laporan
monitoring pelaksanaan program, SMPN 3 Pamulang memiliki karakteristik yang
unik untuk menjadi lokasi penelitian. Pertama, SMPN 3 Pamulang terletak di
pusat kota, dan kedua, sekolah memiliki kemampuan yang cukup besar dalam
menyiapkan dana pendamping untuk pelaksanaan program ini.
SMPN 3 Pamulang menerima bantuan tambahan ruang kelas baru
dengan jumlah dana yang diterima Rp. 210.000.000 untuk membangun tiga RKB,
dengan @ RKB = Rp. 70.000.000. Dalam realisasinya sekolah ini mampu
membangun 4 RKB di lantai dua, dan toilet. Berdasarkan wawancara peneliti
dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, hari Jum’at, 22 Januari 2010, dana
pendamping yang disediakan untuk pelaksanaan program ini mencapai
Rp.400.000.000.
Tahun 2009 SMPN 3 Pamulang telah memiliki 28 rombongan belajar,
dengan jumlah murid 1054 anak. Nilai rata-rata ujian nasional dan tingkat
kelulusan siswa periode tahun 2006 hingga 2009 meningkat dengan cukup baik.
Tahun 2006/2007, rata-rata nilai ujian nasional yang dicapai siswa SMPN 3
Pamulang 6.02, dengan tingkat kelulusan 99%. Tahun 2008/2009, rata-rata nilai
ujian nasional meningkat menjadi 8.11, dengan tingkat kelulusan 100%.
”Pesatnya perkembangan sekolah inilah yang mendorong orang tua siswa mau
menyumbang dana pada sekolah ini” (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN
3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Berikut ini dalam Gambar 4.1 rata-rata pendapatan orang tua murid SMPN
3 Pamulang.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
65
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Data Pendapatan Orang Tua Murid SMPN 3 Pamulang Sumber : Profil SMPN 3 Pamulang Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 4.1 tersebut terlihat, lebih dari 50% rata-rata
pendapatan orang tua murid > Rp. 1.500.000. Hal ini menunjukkan rata-rata
murid SMPN 3 Pamulang berasal dari keluarga dengan status sosial dan ekonomi
menengah ke atas. Untuk melengkapi data di atas, berikut ini dalam Gambar 4.2
data pekerjaan orang tua murid SMPN 3 Pamulang.
Gambar 4.2 Data Pekerjaan Orang Tua Murid SMPN 3 Pamulang Sumber : Profil SMPN 3 Pamulang Tahun 2009
15.01
3.01
65.01
16.11
0.43 0.430
10
20
30
40
50
60
70
PNS TNI/Polri Swasta Pedagang Buruh PerangkatDesa
0.42
16.62
0.43
67.51
15.02
0
10
20
30
40
50
60
70
<500000 500000‐1000000
1000000‐1500000
1500000‐2000000
>2000000
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
66
Universitas Indonesia
Dalam Gambar 4.2, terlihat bahwa > 50% pekerjaan orang tua murid
SMPN 3 Pamulang adalah Swasta. Orang tua murid yang bekerja sebagai PNS,
Pedagang dan TNI/Polri sekitar 35 %, orang tua murid yang bekerja sebagai
buruh dan perangkat desa hanya sekitar 1%. Dari data tersebut, menggambarkan
bahwa rata-rata murid SMPN 3 Pamulang berasal dari keluarga dengan status
sosial dan ekonomi menengah keatas.
Berdasarkan data dalam Gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa, SMPN
3 Pamulang merupakan sekolah favorite di daerah Tangerang Selatan; memiliki
kualitas pendidikan standar nasional; dan sekolah ini berada di lingkungan status
sosial dan ekonomi masyarakat menengah keatas.
2. SMPN 2 Curug
SMPN 2 Curug berlokasi di daerah perumahan di Kabupaten Tangerang.
SMPN 2 Curug memiliki jumlah siswa 1026 siswa, dengan 25 rombongan belajar.
Saat ini sekolah memiliki 21 ruang kelas termasuk tambahan 3 RKB yang sedang
dibangun. Sehingga sekolah masih kekurangan 4 ruang kelas belajar. Karena
sekolah masih kekurangan ruang kelas belajar, maka proses belajar mengajar
dilakukan dua shift (pagi dan siang).
Jumlah murid SMPN 2 Curug, mengalami peningkatan, mulai dari hanya
330 murid, di tahun 2007, meningkat hingga 1026 jumlah murid di tahun 2009.
Jumlah rombongan belajar yang dimilikipun meningkat dari hanya 8 rombongan
belajar, menjadi 25 rombongan belajar. Jika dibandingkan dengan SMPN 3
Pamulang, jumlah siswa dan jumlah rombongan belajar SMPN 2 Curug masih
berada di bawah SMPN 3 Pamulang. Tahun 2009, SMPN 3 Pamulang memiliki
jumlah murid mencapai 1054 dengan 28 rombongan belajar, sementara SMPN 2
Curug memiliki jumlah murid 1026 dengan 25 rombongan belajar.
Pencapaian nilai rata-rata lulusan SMPN 2 Curug meningkat dari 6.92 di
tahun 2007/2008, menjadi 7.76 di tahun 2008/2009. Jika nilai rata-rata ujian
nasional SMPN 2 Curug dibandingkan dengan SMPN 3 Pamulang pada tahun
2009, maka SMPN 2 Curug, nilai rata-rata ujian nasionalnya berada di bawah
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
67
Universitas Indonesia
SMPN 3 Pamulang, yaitu 7.76. SMPN 3 Pamulang mencapai 8.11 dan tingkat
kelulusan kedua SMP tersebut mencapai 100%.
Menurut ketua P2S, kebutuhan dana untuk pembangunan 3 ruang kelas
tersebut adalah Rp. 351.000.000, dana dari pemerintah yang diterima sekolah
adalah Rp. 210.000.000. Kekurangannya sekitar Rp. 141.000.000, merupakan
dana pendamping yang harus disiapkan sekolah. Sekolah ini pun mengalami
keterbatasan dalam kemampuan menyediakan dana pendamping. Pekerjaan belum
selesai, dana telah habis, sehingga sekolah melakukan pengurangan pekerja.
Akibatnya ruang kelas belum dapat digunakan. Meskipun demikian sekolah tetap
melanjutkan pekerjaan dengan pekerja yang terbatas. (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Kemampunan sekolah menyediakan dana pendamping tergantung dengan
kemampuan orang tua murid memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan
pembangunan RKB-SMP. Berikut ini gambaran pendapatan per bulan orang tua
murid SMPN 2 Curug.
Gambar 4.3 Pendapatan Per Bulan Orang Tua Murid SMPN 2 Curug Sumber : data pendapatan orang tua siswa kelas 7.7 SMPN 2 Curug dalam persentase
Dalam Gambar 4.3, menunjukkan bahwa 30% orang tua murid memiliki
pendapatan rata-rata perbulannya di atas Rp.2.000.000, sekitar 36% memiliki
pendapatan di atas Rp 1.000.000, dan 30% memiliki pendapatan di bawah
30
3.33
2016.6
30
0
5
10
15
20
25
30
<500000 500000‐1000000
1000000‐1500000
1500000‐2000000
>2000000
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
68
Universitas Indonesia
500.000. Ini berarti terdapat variasi yang beragam menyangkut pendapatan orang
tua murid di SMPN 2 Curug. Data inilah yang dijadikan dasar bagi pihak sekolah
melakukan himbauan yang cukup intensif kepada orang tua murid untuk
mengajak berkontribusi membantu pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan
RKB. Menurut pihak sekolah, sampai tanggal 26 Desember 2009, pihak sekolah
telah melaksanakan 36 kali pertemuan antara sekolah dengan orang tua murid.
(wawancara dengan ketua P2S, 26 Desember 2009). Pertemuan tersebut
dilakukan dengan mengelompokkan orang tua murid tersebut berdasarkan tingkat
pendapatan orang tua murid. Dengan harapan, jika ada orang tua murid mau
menyumbang, yang lain akan mengikuti untuk menyumbang.
Data pendapatan orang tua murid ini didukung dengan data pekerjaan
orang tua murid SMPN 2 Curug. Untuk lebihnya berikut ini dalam Gambar 4.4,
gambaran pekerjaan orang tua murid SMPN 2 Curug.
Gambar 4.4 Data Pekerjaan Orang Tua Murid SMPN 2 Curug Sumber : data pendapatan orang tua siswa kelas 7.7 SMPN 2 Curug dalam persentase
Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa SMPN 2 Curug kelas 7.7,
70% orang tua murid bekerja sebagai pegawai swasta dan wiraswasta, 10% orang
tua murid bekerja sebagai buruh, 13,2% sebagai PNS, dan anak yatim sekitar
6,6% . Dapat disimpulkan bahwa SMPN 2 Curug pertama, termasuk sekolah yang
cukup banyak peminatnya, kedua, kualitas sekolah dilihat dari pencapaian nilai
40
30
13.210
6.6
05
10
1520
25
3035
40
PegawaiSwasta
Wiraswasta PNS Buruh Anak Yatim
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
69
Universitas Indonesia
ujian nasional telah mencapai standar nasional, dan ketiga, SMPN 2 Curug
termasuk memiliki lingkungan sosial ekonomi menengah kebawah, artinya jika
dibandingkan dengan SMPN 3 Pamulang, maka SMPN 2 Curug kemampuan
sosial ekonominya ada di bawah dari SMPN 3 Pamulang.
Data profil dua SMP di atas menunjukkan bahwa sekolah memiliki
karakteristik yang berbeda, sehingga dianggap memiliki perbedaan yang
signifikan untuk dilakukan penelitian analisis tingkat partisipasi masyarakat
dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di daerah perkotaan dan di
daerah kabupaten.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
70
70 Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN RUANG KELAS BARU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Pada Bab 5 berikut ini, akan dipaparkan secara berturut-turut hasil analisis
operasionalisasi faktor setiap lokasi penelitian, perbandingan tingkat partisipasi
masyarakat di dua lokasi penelitian, serta analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program tersebut.
A. Analisis Hasil Operasionalisasi Faktor
Pemberdayaan masyarakat tercantum dalam aturan program, yaitu
pelaksana program di sekolah harus melibatkan unsur masyarakat dalam hal ini
wakil wali murid dan tokoh masyarakat sekitar sekolah. Wakil masyarakat
bersama pihak sekolah bersama-sama mengelola program tersebut dengan prinsip
swakelola. Swakelola adalah program yang pelaksanaannya tidak menggunakan
pihak ketiga (dikontrakkan). Harapan pemerintah, pekerjaan dengan sistem
swakelola akan menghasilkan kapasitas lebih besar, tidak hanya hasil dari
bangunan tersebut, namun juga akan meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat
terhadap sekolah tersebut, sehingga akan meningkatkan peran serta masyarakat
dalam program-program pendidikan lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan
dari informan ahli berikut ini:
...dengan dikontrakkan bisa jadi selesai dengan baik, tapi bukan itu jiwa
dari partisipasi masyarakat, rasa memiliki, rasa ikut terlibat, harapan
masyarakat hasil ini lebih baik, menjaga program ini lebih baik.
(wawancara dengan penanggung jawab Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP, 15 Januari 2010).
Secara umum, hasil penelitian tingkat partisipasi masyarakat di dua
sekolah tersebut menunjukkan adanya tingkat partisipasi yang berbeda. SMPN 3
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
71
Universitas Indonesia
Pamulang memiliki tingkat partisipasi masyarakat lebih tinggi dibandingkan
SMPN 2 Curug. SMPN 2 Curug memiliki tingkat partisipasi masyarakat
cenderung lebih rendah dibandingkan SMPN 3 Pamulang. Jika tingkat partisipasi
masyarakat di dua SMPN tersebut diurutkan berdasarkan teori kerangka kerja
partisipasi masyarakat, maka partisipasi masyarakat SMPN 2 Curug berada di
tingkat 2, dan SMPN 3 Pamulang berada di tingkat 3. Urutan tersebut dapat
dilihat dalam gambar 5.1 berikut ini:
Tingkat 3: SMPN 3 Pamulang
Tingkat 2: SMPN 2 Curug
Gambar 5.1 Gambaran Hasil Penelitian Tingkat Partisipasi Masyarakat di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
Sumber : hasil olah pikir peneliti
Penelitian ini menggunakan teori kerangka kerja partisipasi masyarakat
dari Sarah White (1996). Teori tersebut menyatakan bahwa partisipasi masyarakat
dikatakan berada pada tingkat 4, ketika sekolah membuka peluang cukup luas
untuk mendorong keterlibatan unsur masyarakat dalam pengelolaan program, dan
unsur masyarakat yang terlibat pun merasa bahwa penting untuk terlibat aktif
dalam pengelolaan program tersebut.
Partisipasi masyarakat dikatakan berada pada tingkat 3 ketika, sekolah
mendorong keterlibatan unsur masyarakat untuk ikut serta bersama-sama pihak
sekolah dalam membuat perencanaan program, dan bagi masyarakat yang terlibat
menganggap bahwa keterlibatannya penting untuk aktif memberikan sumbangan
pemikiran dalam perencanaan program.
Partisipasi masyarakat dikatakan berada pada tingkat 2, ketika pihak
sekolah mendorong partisipasi masyarakat dalam bentuk sesuatu seperti dana,
material, tenaga untuk mendukung pelaksanaan program. Bagi masyarakat,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
72
Universitas Indonesia
partisipasi yang penting ada adalah sumbangan dana, tenaga, dan material sebagai
bentuk dukungan mereka terhadap program.
Terakhir, partisipasi masyarakat dikatakan berada pada tingkat 1, ketika
pihak sekolah menganggap partisipasi masyarakat cukup sebatas legitimasi dalam
aturan saja, misalnya sekolah menggundang orang tua murid untuk hadir dalam
rapat di sekolah, kehadiran mereka hanya sebatas hadir, dan mendengarkan, tidak
terjadi partisipasi lebih dari itu. Bagi masyarakat sekolah pun menganggap bahwa
bentuk partisipasi mereka cukup dengan hadir saja sebagai bentuk dukungan
terhadap program. Adapun penjelasan mengenai masing-masing tingkat
partisipasi masyarakat di dua lokasi tersebut akan dipaparkan dalam sub bab
berikut.
1. SMPN 3 Pamulang Penelitian terhadap partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMPN 3 Pamulang
dilakukan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Januari 2010. Sumber data
dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara mendalam. Studi
dokumentasi meliputi profil sekolah, proposal administrasi, RAB, jadwal
pelaksanaan program, gambar, spesifikasi teknis, SK P2S, laporan program, serta
buku-buku literatur yang berhubungan dengan topik dalam penelitian ini.
Informan kunci dalam wawancara mendalam meliputi Kepala Sekolah,
Ketua Komite Sekolah, dan Bendahara P2S. Informan pelengkap adalah 2 orang
wakil wali murid. Penelitian ini menggunakan teknis wawancara mendalam dalam
kelompok diskusi (FGD) focus group discussion terhadap informan kunci, dan
wawancara terpisah dengan informan pelengkap. Hal ini dimungkinkan karena,
sebelum peneliti datang ke lokasi penelitian, peneliti telah menghubungi lebih
dahulu agar informan berada di lokasi penelitian. Keterbatasan dalam penelitian
ini adalah, peneliti tidak dapat melakukan wawancara dengan wakil orang tua
murid yang terlibat dalam pembuatan dokumen perencanaan program. Menurut
kepala sekolah, wakil orang tua murid tersebut hampir tidak pernah datang ke
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
73
Universitas Indonesia
sekolah, karena faktor kesibukan pekerjaan. Sehingga penelitian ini menggunakan
jawaban dari informan kunci mengenai informasi keterlibatannya dalam program
ini. Selain itu, penelitian ini juga tidak melakukan wawancara dengan tukang,
karena pekerjaan telah selesai, sehingga tukang sudah tidak berada di lokasi, serta
masyarakat sekitar sekolah karena berdasarkan hasil wawancara dengan informan
kunci, menunjukkan tidak ada keterlibatan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat partisipasi masyarakat di SMPN 3
Pamulang cukup tinggi, yaitu berada pada tingkat 3. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dari informan kunci dalam hal ini Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang:
”Memang dalam program bantuan ini, block grant ini yah, memang masyarakat
sangat antusias sekali, jadi dukungan masyarakat sangat tinggi.” (wawancara
dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Salah satu bentuk dukungan masyarakat dalam program ini adalah
komitmen Komite Sekolah menyiapkan dana pendamping untuk menutupi
kekurangan dana bantuan pembangunan RKB-SMP dari pemerintah, ”saya di
dana pendampingnya yah”. (wawancara dengan Ketua Komite Sekolah, 21
Desember 2009).
Selain dana pendamping, bentuk partisipasi masyarakat lainnya adalah
keterlibatan salah satu wali murid dalam membuat dokumen perencanaan
program, yaitu dalam pembuatan gambar kerja, dan spesifikasi teknis program
pembangunan RKB-SMP. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Kepala Sekolah dan
Ketua Komite Sekolah berikut ini:
Ada bapak Tedy yang membuat gambat kerja, spesifikasi bangunan, jadi
gambarnya itu memang dibuat oleh orang tua siswa (wawancara dengan
Kepala Sekolah, 21 Desember 2009); Ia orang tua murid tapi juga Komite
Sekolah bidangnya infrastruktur, insinyur dia, seperti bangunan di atas ini,
dia yang membuat gambarnya (wawancara dengan Ketua Komite Sekolah,
21 Desember 2009).
Beberapa kutipan wawancara di atas, merupakan contoh bentuk partisipasi
masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di SMPN 3
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
74
Universitas Indonesia
Pamulang. Untuk lebih jelasnya hasil analisis tingkat partisipasi masyarakat
tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.1.
Berdasarkan tabel 5.1, faktor yang diamati dalam menganalisis tingkat
partisipasi masyarakat meliputi faktor perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
program. Pertama, faktor perencanaan program, mencakup adanya keterlibatan
unsur masyarakat dalam rapat sosialisasi program dan pembentukan P2S serta
adanya keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dokumen perencanaan
program.
Selanjutnya, faktor pelaksanaan, mencakup keterlibatan unsur masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan, dan keterlibatan unsur masyarakat dalam
pendokumentasian keuangan; Faktot ketiga, adanya keterlibatan unsur masyarakat
dalam pengawasan program.
Dalam faktor perencanaan program, bentuk partisipasi yang muncul
adalah adanya keterlibatan Komite Sekolah sebagai wakil orang tua murid untuk
ikut serta bersama sekolah mensosialisasikan program kepada warga sekolah,
merencanakan kepengurusan panitia pembangunan sekolah (P2S), dan
merencanakan sumber dana pendamping untuk pelaksanaan program tersebut.
Bentuk partisipasi ini ada di tingkat 3, yaitu adanya keterwakilan unsur
masyarakat dalam perencanaan program. Karakteristik ini disebut sebagai
representative. Selanjutnya kriteria partisipasi menurut sekolah, partisipasi
masyarakat yang muncul juga ada di tingkat 3. Pihak sekolah mendorong adanya
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan program. Karakteristik ini disebut
sustainability, yaitu sekolah menganggap penting dan mendorong keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan program.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
75
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
76
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
77
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
78
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
79
Universitas Indonesia
Kriteria partisipasi menurut masyarakat, partisipasi masyarakat berada di
tingkat 3, yaitu masyarakat menganggap partisipasi mereka penting ada dalam
perencanaan program tersebut. Ini disebut sebagai leverage, yaitu unsur
masyarakat yang terlibat menganggap bahwa penting untuk terlibat dalam
perencanaan program.
Keterlibatan tersebut terlihat dalam rapat pembentukan P2S, serta dalam
pembuatan dokumen perencanaan program. Ketika pertama kali mengetahui
bahwa sekolah menerima bantuan dana untuk pembangunan RKB, pihak sekolah
dan Komite Sekolah segera melaksanakan sosialisasi program serta pembentukan
P2S dalam rapat antara sekolah dan orang tua murid. Rapat tersebut dihadiri oleh
unsur sekolah yaitu kepala sekolah, guru, staf tata usaha dan dari unsur
masyarakat yaitu Komite Sekolah, dan orang tua murid. Hal ini sesuai dengan
kutipan wawancara berikut:
Ketika saya mengetahui bahwa sekolah mendapatkan dana dari pusat, saya
ajak orang tua bicara, dan saya sampaikan juga kepada pemerintah daerah,
akhirnya kita kumpul dengan orang tua siswa dan masyarakat. Kita
melakukan sosialisasi seperti ada program seperti ini, kita undang orang
tua.... (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21
Desember 2009).
Perlu diketahui dana tersebut bersifat subsidi, sehingga memerlukan dana
pendamping untuk menutupi kekurangannya. Menurut panduan pelaksanaan
program pembangunan RKB-SMP tahun 2009, dana pendamping seharusnya
disediakan oleh pemerintah daerah, namun dalam realisasinya pemerintah daerah
tidak mengalokasikan dana pendamping tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan berikut ini: ”Pemerintah daerah tidak memberikan dana sharing, ...jadi
sharing untuk program ini dari swadaya masyarakat” (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Unsur Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan pun membenarkan
pernyataan tersebut bahwa dana dari pusat tersebut tidak mencukupi, sehingga
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
80
Universitas Indonesia
sekolah perlu menyiapkan dana pendamping, hal ini mengisyaratkan bahwa tidak
ada dana pendamping dari Pemerintah Daerah.
...karena mengandalkan dana dari pusat saja engga cukup, dana
pendamping dari Komite Sekolah, dalam proposal itu, mereka harus
membuat surat kesanggupan untuk menyiapkan dana pendamping.”
(wawancara dengan unsur Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, 21
Desember 200).
Pihak sekolah sebagai penerima dana perlu menyiapkan kekurangannya.
Dana yang kurang inilah yang menjadi tema dalam rapat sosialisasi program.
...bahwa kami membutuhkan bangunan ini, kami jelaskan, dan orang tua
juga menghitung, bagaimana kebutuhannya sekolah ini, berapa besar biaya
pembangunan, kita sosialisasikan, musyawarah dengan orang tua, dana
dari pusat kita sampaikan, kita jelaskan. (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 3 pamulang, 21 Desember 2009).
Dukungan dari pihak Komite Sekolah pun terlihat cukup besar. Dengan
tegas, Ketua komite mengatakan bahwa dana pendamping menjadi
tanggungjawabnya ”saya di dana pendampingnya yah” (wawancara dengan Ketua
Komite Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Usulan, pemikiran, komitmen dari unsur masyarakat dalam menyiapkan
sumber dana pendamping tersebut merupakan gambaran tingkat ke 3 dalam
perencanaan program atau disebut bentuk representatif, keterwakilan unsur
masyarakat dalam memberikan usulan, dan pemikiran.
Bentuk representatif lainnya terlihat dalam pembuatan dokumen
perencanaan program. Salah satu orang tua murid di sekolah ini, terlibat dalam
pembuatan gambar kerja, dan spesifikasi teknis. ”Ada pak Tedy yang membuat
gambar kerja, spesifikasi bangunan” (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 3
Pamulang, 21 Desember 2009).
Ia orang tua murid tapi juga Komite Sekolah bidangnya infrastruktur,
insinyur dia, seperti bangunan di atas ini, dia yang membuat gambarnya,
tapi kita rundingkan lagi, semua memberikan masukan, dievaluasi lagi,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
81
Universitas Indonesia
kemudian hasilnya yah seperti itu (wawancara dengan Ketua Komite
Sekolah, 21 Desember 2009).
Berdasarkan beberapa kutipan wawancara di atas, penelitian ini
menyimpulkan bahwa dalam tahap perencanaan program, keterlibatan unsur
masyarakat terlihat jelas ada di tingkat 3 yaitu karakteristik representatif. Komite
Sekolah, dan orang tua murid terlibat dalam perencanaan program, dalam hal ini
usulan, pemikiran, komitmen untuk menyiapkan dana pendamping, serta
pembuatan dokumen gambar kerja dan spesifikasi teknis.
Keterlibatan masyarakat tersebut, merupakan upaya sekolah mendorong
unsur masyarakat untuk terlibat, dalam rapat, sosialisasi, perencanaan sumber
dana pendamping serta pembuatan gambar dan spesifikasi teknis. Upaya tersebut,
termasuk dalam karakteristik sustainibillity dari sekolah tersebut atau partisipasi
ada di tingkat 3. Hal ini terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kepala
Sekolah kepada peneliti, ”Saya ajak orang tua bicara, dan saya sampaikan juga
kepada pemerintah daerah, akhirnya kita kumpul dengan orang tua siswa dan
masyarakat.” (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21
Desember 2009). Kriteria partisipasi menurut masyarakat, ada di tingkat 3, atau
disebut sebagai karakteristik leverage, dimana unsur masyarakat yang terlibat
menganggap bahwa keberadaan mereka penting ada dalam perencanaan program.
Sesuai panduan pelaksanaan program menyebutkan bahwa pelaksana
program adalah panitia pembangunan sekolah (P2S). Keanggotaan P2S
diharuskan melibatkan 3 orang unsur masyarakat dalam hal ini 2 orang wakil wali
murid sebagai sekretaris, dan administrasi keuangan, serta 1 orang wakil wali
murid atau tokoh masyarakat yang mengetahui bidang teknis pembangunan
sebagai penanggung jawab teknis. Dalam realisasinya sekretaris, administrasi
keuangan, dan penanggung jawab teknis berasal dari guru dan staf tata usaha. (SK
P2S SMPN 3 Pamulang, 2009).
Menurut Kepala Sekolah, sebenarnya pihak sekolah telah menggundang
wakil wali murid dalam pembentukan P2S, dan melibatkan wakil wali murid
dalam keanggotaan P2S, namun karena faktor kesibukan pekerjaan dari wakil
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
82
Universitas Indonesia
wali murid tersebut, maka posisi sebagai sekretaris, administrasi keuangan dan
penanggung jawab teknis diserahkan kembali kepada sekolah.
....ketika kita rapat kan memang dari wali murid, tapi wali murid itu
menyerahkan lagi sama kita. Mestinya wali murid, pak Tedy Ngadingon,
sekretarisnya, tapi karena dia sibuk, jadi diserahkan lagi ke sekolah, apa
namanya diserahkan kepada guru yang sehari-hari... Iya pak Tedy, pak
Zulkasim, tapi karena mereka pada sibuk, jadi diserahkan kepada sekolah.
Kan sekolah memang kerjaannya, tanggungjawabnya. (wawancara dengan
Kepala Sekolah, 22 Januari 2010).
Dalam teori framework for community participation (White, 1996), usaha
sekolah melibatkan wakil wali murid dalam keanggotaan P2S merupakan bentuk
pemberdayaan yang dilakukan oleh sekolah. Usaha tersebut dalam teori ada di
tingkat 4. disebut sebagai empowerment yaitu sekolah menganggap penting
melibatkan masyarakat sebagai pengelola program, karena faktor kesibukan wakil
wali murid dalam pekerjaan, akhirnya pekerjaan diserahkan kembali kepada
sekolah. Sehingga tingkat partisipasi menurut masyarakat, sebatas pada tingkat
pertama yaitu inclusion, kontribusi masyarakat cukup sebatas pada kehadiran
dalam pertemuan sosialisasi program dan pembentukan P2S. Bentuk partisipasi
yang nampak dalam pembentukan P2S ini disebut nominal, karena sebatas pada
kehadiran wakil wali murid tersebut dalam pertemuan. Karakteristik nominal
merupakan tingkat pertama dalam teori ini.
Keterlibatan masyarakat dalam program ini, selanjutnya terlihat dalam
tahap pelaksanaan program. Indikator partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program, mencakup pertama, tukang berasal dari unsur masyarakat sekitar lokasi
sekolah; kedua, adanya keterlibatan unsur masyarakat dalam proses pembelian
barang; ketiga, adanya keterlibatan unsur masyarakat dalam pencatatan
pengeluaran dan pemasukan keuangan program; keempat, adanya keterlibatan
unsur masyarakat dalam mengumpulkan dan merapikan semua bukti transaksi
program; kelima, adanya partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan dana,
material, atau tenaga.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
83
Universitas Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan, keterlibatan unsur masyarakat terjadi dalam
proses pembelian barang dan sumbangan dana. Dalam proses pembelian barang,
unsur masyarakat yang terlibat adalah Komite Sekolah. Komite Sekolah terlibat
dalam ikut merencanakan material bangunan yang akan dibeli. Keterlibatan ini
berada pada tingkat 3, atau disebut sebagai representative. Tidak ada partisipasi
dalam bentuk tenaga, karena semua pekerja mendapatkan gaji yang sesuai dengan
standar keahlian mereka. Tenaga ahli ini bukan wakil wali murid, bukan pula
masyarakat dari sekitar lokasi sekolah, namun orang-orang yang memiliki
hubungan dekat dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang. Hal ini sesuai
dengan kutipan wawancara berikut : ”Pak Nimin yah, kaya pemborong...bukan
pemborong apa namanya kepala pelaksana..... Pak Nimin dan Pak Sukria yah
yang suka bantu, ....bukan wali murid, bukan daerah sini mba.” (wawancara
dengan Bandahara P2S, 22 Januari 2010).
Dari sudut pandang sekolah, karakteristik yang terlihat adalah
sustainibility, yaitu sekolah mendorong keterlibatan unsur masyarakat dalam
proses perencanaan pembelian barang. Usaha tersebut dalam teori kerangka kerja
partisipasi masyarakat ada di tingkat 3. Hal ini terlihat dalam pernyataan yang
sampaikan oleh Ketua Komite Sekolah berikut ini:
Kalau menurut spek yang ada, kita melebihi. Kita mampu pakai bahan
yang kuat untuk jangka panjang, artinya tahan, dilihat dari kualitasnya.
Menggunakan rangka besi. Jadi melebihi spek yang dianjurkan oleh pihak
direktorat. Standar biasa tanggung, jadi ya udahlah kita buat bagus,
berkualitas, untuk jangka panjang. (wawancara dengan Ketua Komite
Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Berdasarkan pernyataan Ketua Komite Sekolah di atas, menunjukkan
bahwa Komite Sekolah sebagai wakil unsur masyarakat aktif terlibat dalam
pemilihan material dalam pembangunan, agar ruang yang sedang dibangun
berkualitas untuk jangka panjang. Hal ini merupakan gambaran dari sudut
pandang masyarakat, keterlibatan unsur masyarakat dalam pembelian barang
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
84
Universitas Indonesia
merupakan hal penting untuk keberhasilan program, karakteristik ini disebut
sebagai leverage, partisipasi masyarakat ada di tingkat 3.
Bentuk partisipasi masyarakat lainnya dalam pelaksanaan program ini
terlihat dalam bentuk sumbangan dana yang diberikan oleh orang tua murid
sebagai dana pendamping pelaksanaan program. Bentuk partisipasi ini disebut
sebagai karakteristik instrumental, partisipasi masyarakat tingkat kedua. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kepala Sekolah berikut:
......jadi sharing untuk program ini dari swadaya masyarakat, ....sehingga
sumbangan dari masyarakat sekitar Rp. 300.000.00. Menurut Kepala
Sekolah, yang termasuk masyarakat di sini adalah orang tua siswa,
masyarakat yang punya usaha, masyarakat di sekeliling sekolah.
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21 Desember
2009).
Dari sudut pandang sekolah, partisipasi masyarakat yang diharapkan
adalah adanya sumbangan dana sebagai dana pendamping dalam pelaksanaan
program. Hal ini terlihat dalam usaha sekolah untuk mendorong orang tua murid
membantu sekolah dalam bentuk sumbangan dana.
Kita ajak orang tua siswa yang arsitek, orang tua yang pemborong, sudah
biasa membangun, kita ajak bicara, dan dia yang menyampaikan kepada
orang tua yang lain, bahwa memang bangunan ini membutuhkan dana
sekian. (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Pamulang, 21
Desember 2009).
Upaya ini didukung pula oleh Komite Sekolah, menurut Ketua Komite SMPN 3
Pamulang:
......dana dari direktorat saja terimanya harus ada dana pendamping, kalau
engga kan engga jalan, ....dari saku ketua komite kan engga mungkin,...
jadi itu, artinya kita harus meyakinkan orang tua murid, cara meyakinkan
ini, tentu kita membangun kepercayaan masyarakat dalam hal ini orang
tua murid, langkah-langkah yang ditempuh adalah kita bangun, kita foto,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
85
Universitas Indonesia
kita komunikasikan yah...(wawancara dengan Ketua Komite Sekolah
SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Karakteristik ini disebut sebagai efficiency, yaitu sekolah menganggap
penting partisipasi dalam bentuk dana tersebut, sehingga usaha yang dilakukan
sekolah adalah mengarah pada keterlibatan masyarakat dalam bentuk sumbangan
dana.
Berdasarkan sudut pandang masyarakat, partisipasi yang penting
dilakukan adalah memberikan bantuan dana sebagai dana pendamping dalam
pelaksanaan program. Karakteristik ini disebut sebagai cost, atau partisipasi ada di
tingkat 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Komite
Sekolah,”....Sebab kalau mengandalkan dari dana pusat tidak akan cukup...”.
(wawancara dengan Ketua Komite Sekolah, 21 Desember 2009).
Dukungan orang tua murid dalam menyumbangkan dananya pada program
ini juga terlihat dalam hasil kutipan wawancara berikut:
....jadi paham yah dengan kondisi sekolah, terutama masalah dana. Bila
mendengar seperti itu otomatis, ya engga mungkin dong kalau orang tua
murid yah, dengan istilahnya gedung yang sebagus ini, otomatis juga kan
biayanya banyak, kalau misalnya anaknya gratis, ibaratnya gimana yah,
akhirnya mereka menyumbanglah untuk pendidikan di sini. ...... karena
mereka menyadari yah, karena kenyataannya seperti itu, yah apa-apa
mustahillah kalau engga pake uang. Ya kan mustahillah suatu kegiatan
sekolah yang begini besar, kalau gratis, tis....(wawancara dengan orang tua
murid SMPN 3 Pamulang, 22 Januari 2010).
Dalam pengawasan program, keterlibatan masyarakat ada di tingkat 4,
bentuk partisipasi masyarakat memiliki karakteristik transformative, yaitu Komite
Sekolah terlibat secara langsung bersama sekolah bertindak sebagai pengawas
program. Keterlibatan Komite Sekolah secara langsung sebagai pengawas dalam
program ini terlihat dalam kutipan wawancara berikut ”seperti tadi malam, kami
kumpul rapat, memantau terus pelaksanaan program ini, rapat evaluasi, jadi kira-
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
86
Universitas Indonesia
kira seminggu sekali”(wawancara dengan Ketua Komite Sekolah, 21 Desember
2009).
Dari sudut pandang sekolah, karakteristik yang terlihat adalah
empowerment, atau ada di tingkat 4. Sekolah memberikan kesempatan yang luas,
kepada Komite Sekolah dan orang tua murid untuk mengawasi pelaksanaan
program. Menurut Kepala Sekolah:
Sekolah mempersilahkan orang tua murid untuk datang dan melihat
pelaksanaan program, dan kebanyakan yang datang orang tua siswa, kalau
pagi orang tua siswa ngantar anak kesini, ketika ia melihat, tidak ada lain
yang dikatakan bagus aja sudah (wawancara dengan Kepala Sekolah
SMPN 3 Pamulang, 21 Desember 2009).
Berdasarkan sudut pandang masyarakat, Komite Sekolah bertanggung
jawab sebagai pengawas program, dan bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan pelaksanaan program. Pengawasan ini terlihat dari pernyataan Ketua
Komite Sekolah berikut ini:
...seperti sekarang kita sedang menyiapkan pelaporan evaluasi, berapa
jumlah dana dari direktorat, berapa jumlah dana dari orang tua murid,
sehingga terkumpul dana, dan fisiknya jadi seperti itu, itu kita laporakan
secara transparan. (wawancara dengan Ketua Komite Sekolah, 21
Desember 2009).
Berdasarkan hasil temuan penelitian di atas, penelitian ini menyimpulkan
bahwa terdapat variasi tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program. Mayoritas, tingkat partisipasi masyarakat
yang terjadi dalam tahap perencanaan cenderung di tingkat tiga, representative
yaitu adanya perwakilan unsur masyarakat dalam pembuatan perencanaan
program, dalam hal ini diwakili oleh unsur Komite Sekolah. Masyarakat yang
terlibat dalam perencanaan program adalah pengurus Komite Sekolah, serta orang
tua murid.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program cenderung terjadi pada
pelaksanaan pembelian barang, dan sumbangan dana. Komite Sekolah dan kepala
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
87
Universitas Indonesia
pelaksana yang ahli di bidang nya membantu sekolah dalam pelaksanaan
perencanaan pembelian barang. Bentuk partisipasi ini ada di tingkat 3, atau
representative. Indikator adanya sumbangan dana, merupakan bentuk partisipasi
tingkat 2, yaitu instrumental. Masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan
program adalah pengurus Komite Sekolah, orang tua murid, dan tenaga ahli.
Partisipasi masyarakat dalam pengawasan program terjadi di tingkat 4
yaitu transformative. Komite Sekolah secara langsung melakukan pengawasan
pelaksanaan program. Masyarakat yang terlibat dalam pengawasan adalah
pengurus Komite Sekolah dan orang tua murid.
Selain hasil temuan di atas, penelitian ini juga menemukan adanya
beberapa indikator yang tidak melibatkan unsur masyarakat, yaitu, pertama,
keanggotaan P2S, tidak melibatkan unsur wakil wali murid; kedua, pengelolaan
keuangan tidak melibatkan wakil wali murid; dan ketiga, sekolah tidak melibatkan
pekerja yang berasal dari sekitar lokasi sekolah. Menurut pihak sekolah alasan
tidak melibatkan wakil wali murid dalam keanggotaan P2S, dan pengelolaan
keuangan karena pertama, faktor kesibukan pekerjaan dari orang tua murid,
sehingga sekolah tidak dapat melibatkan orang tua murid dalam pengelolaan
keuangan. Kedua, orang tua murid menganggap bahwa sekolah yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan program. Ketiga, orang tua murid merasa sekolah bisa
mengelola sendiri, karena ini adalah pekerjaannya.
Iya jadi diserahkan kepada sekolah, dalam rapat komite, jadi, apa namanya
ke guru. Begitu pula bendahara, bendahara kan pak Zulkasim,...tapi karena
mereka pada sibuk, jadi diserahkan kepada sekolah, kan sekolah memang
kerjaannya, tanggung jawabnya ”(wawancara dengan Kepala Sekolah
SMPN 3 Pamulang, 22 Januari 2010).
Alasan sekolah tidak melibatkan masyarakat sekitar lokasi sekolah adalah
karena pihak sekolah pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan
ketika menggunakan tukang dari sekitar lokasi sekolah, hal ini terlihat dalam
kutipan wawancara berikut:
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
88
Universitas Indonesia
....waktu itu kita pernah pake daerah sini yah belakang sekolahan, hanya
beberapa orang, hanya sebatas 2 minggu, atau berapa 3 minggu, kerjanya
malas, malas gitu aja, jadi kita cari lagi yang lain, yang biasa ikut pak
Nimin, warga komplek mah ...kerja malas, sudah ditegur, gitu lagi
(wawancara dengan Bendahara P2S, 22 Januari 2010).
Berbeda dengan SMPN 3 Pamulang, dalam sub bab berikut akan
dipaparkan hasil penelitian di SMPN 2 Curug.
2. SMPN 2 Curug Penelitian terhadap Program Bantuan Pembangunan RKB-SMPN 2 Curug
dilakukan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Januari 2010. Sumber data
dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara mendalam. Studi
dokumentasi meliputi profil sekolah, proposal administrasi, RAB, jadwal
pelaksanaan program, gambar, spesifikasi teknis, SK P2S, laporan program, serta
buku-buku literatur yang berhubungan dengan tema dalam penelitian ini.
Informan kunci dalam wawancara mendalam meliputi Kepala Sekolah,
Ketua P2S, dan administrasi keuangan P2S. Informan pelengkap adalah 2 orang
wakil wali murid, dan kepala tukang. Penelitian ini menggunakan teknis
wawancara mendalam dalam kelompok diskusi (FGD) focus group discussion
terhadap informan kunci, dan wawancara terpisah dengan unsur masyarakat. Hal
ini dimungkinkan karena, sebelum peneliti datang ke lokasi penelitian, peneliti
telah menghubungi lebih dahulu, agar, informan berada di lokasi penelitian.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah, peneliti tidak dapat melakukan
wawancara dengan Ketua Komite Sekolah, karena menurut Kepala Sekolah,
Ketua Komite hampir tidak pernah datang ke sekolah, karena Ketua Komite
adalah anggota DPRD tingkat II, sehingga jika sekolah memerlukan sesuatu,
Kepala sekolah yang datang menemui Ketua Komite. Penelitian ini juga tidak
melakukan wawancara dengan tenaga professional yang mengetahui tentang
konstruksi pembangunan, karena sulit untuk dihubungi. Sehingga penelitian ini
menggunakan jawaban dari informan kunci mengenai keterlibatannya dalam
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
89
Universitas Indonesia
program ini. Selain itu, penelitian ini juga tidak melakukan wawancara dengan
masyarakat sekitar sekolah karena berdasarkan hasil wawancara dengan informan
kunci, menunjukkan tidak ada keterlibatan tersebut.
Hasil penelitian tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan Program Bantuan Pembangunan Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP di SMPN 2 Curug cenderung bervariasi. Dalam perencanaan program,
partisipasi yang terjadi cenderung berada di tingkat 2, dengan karakteristik
instrumental, yaitu adanya kesediaan orang tua murid memberikan sumbangan
dana dan material. Dalam pelaksanaan program, partisipasi masyarakat cenderung
ada di tingkat 2, yaitu instrumental, adanya sumbangan dana dan material dari
orang tua murid, Komite Sekolah, dan tukang. Dalam tahap pengawasan program,
cenderung ada di tingkat 4, yaitu transformative, pengawasan program dilakukan
oleh orang tua murid, Komite Sekolah, penanggung jawab teknis, wartawan dan
LSM, yang sering datang ke sekolah menanyakan pelaksanaan program tersebut.
Berikut ini dalam tabel 5.2, hasil operasionalisasi faktor SMPN 2 Curug.
Untuk faktor yang pertama, yaitu adanya keterlibatan masyarakat dalam
perencanaan program. Bentuk partisipasi yang terlihat adalah adanya kesediaan
orang tua murid memberikan sumbangan dana sebagai dana pendamping untuk
pelaksanaan program. Bentuk partisipasi ini ada di tingkat 2, atau disebut sebagai
karakteristik instrumental. Hal ini terlihat jelas dalam hasil wawancara peneliti
dengan pihak sekolah berikut ini:
...alhamdulillah secara umum orang tua menanggapi dengan positif,
...kami kondisikan dengan konsep sumbangan, kekurangannya itu kami
mohon dengan konsep sumbangan sukarela, ...akhirnya ada yang
nyumbang...” (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 26
Desember 2009).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
90
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
91
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
92
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
93
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
94
Universitas Indonesia
Dari sudut pandang sekolah, partisipasi masyarakat yang diharapkan
dalam perencanaan program ini cenderung pada permohonan sumbangan dana
orang tua murid. Karakteristik ini disebut sebagai efficiency, atau partisipasi di
tingkat 2, yaitu sekolah melakukan berbagai usaha untuk mendorong partisipasi
dalam bentuk sumbangan tersebut, diantaranya sekolah mensosialisasikan
program kepada orang tua murid dalam rapat pertemuan antara pihak sekolah dan
orang tua murid, menginformasikan bahwa dana dari pusat kurang, sekolah
berusaha mengetuk hati orang tua murid untuk menyumbang, dengan
menggunakan konsep sumbangan sukarela
Berikut ini kutipan hasil wawancara yang menunjukkan usaha sekolah
untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan dana.
Kami dari awal, awal dana masuk, kami menyampaikan program sekolah
kepada orang tua murid, ...dari awal kami sudah ngomong sama orang tua,
seandainya nanti kami mendapat bantuan tambahan ruang kelas baru, dan
dananya ternyata kurang, kami akan mengadakan rapat lagi. ...kami
mohon dengan konsep sumbangan sukarela, tidak dengan paksa kepada
orang tua. ...kami rapat berkali-kali, rapatnya juga bukan menentukan
jumlah sumbangan, tapi menyampaikan masalah, dan mengetuk hati orang
tua, terutama yang mampu mau menyumbang. ...informasi rapat kami
sampaikan tertulis,...kami cantumkan RAB yang kami susun...(wawancara
dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Berdasarkan sudut pandang masyarakat dalam hal ini orang tua murid,
menunjukkan bahwa adanya kesediaan orang tua murid untuk menyumbang.
partisipasi ini ada di tingkat 2, atau disebut juga cost, yaitu orang tua murid
menganggap penting untuk berkontribusi dalam bentuk dana terhadap sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu orang tua murid, sekolah
memerlukan bantuan dana dari orang tua murid untuk menjalankan proses
pendidikan di sekolah. Jika tidak ada bantuan tersebut, maka proses pendidikan di
sekolah akan terhambat. Sejak kebijakan sekolah gratis diperkenalkan di publik,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
95
Universitas Indonesia
banyak kegiatan di sekolah berhenti karena tidak ada dana, kondisi ini dapat
dilihat dalam kutipan wawancara berikut ini:
...sama sekali tidak diminta dalam waktu beberapa bulan, dari Juli ...dan
itu kegiatan mandek, komputer mandek, kegiatan siswa mandek, akhirnya
orang tua malah berkomentar, kalau begitu udah lah kita mau ko
nyumbang gitu (wawancara dengan orang tua murid SMPN 2 Curug, 20
Januari 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanggung jawab teknis dalam
keanggotaan P2S berasal dari unsur masyarakat, seorang tenaga professional
insinyur teknis sipil. Keterlibatan ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat,
karena keberadaannya membantu sekolah dalam urusan teknis perencanaan
pekerjaan. Penanggung jawab teknis menjadi mitra bagi Ketua P2S melakukan
diskusi tentang pelaksanaan pekerjaan.
…konsultasi bangunan lah dengan pak Mamat (ketua P2S) konsultasinya
dengan Pak Teguh,...dia insinyur. Kehadirannya kalau sangat penting.
Kalau komunikasi jalan terus, ini begini...ini begini...misalnya pada hari
Minggu, begitu dibuka ternyata lahannya agak rawa, trus konsultasinya
bagaimana mengatasi rawa itu... (wawancara dengan Kepala Sekolah
SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Keterlibatan unsur masyarakat sebagai penanggung jawab teknis
merupakan bentuk partisipasi di tingkat 3, representative, yaitu keterlibatan unsur
masyarakat dalam membantu pihak sekolah berkonsultasi dalam perencanaan
program. Partisipasi penanggung jawab teknis ini lebih tinggi dari hanya sekedar
sumbangan tenaga. Menurut administrasi keuangan P2S, penanggung jawab
teknis ini tidak diberikan gaji. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut:
”harusnya begitu yah, tapi sampai hari ini belum” (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010). ”Belum ada yang di kasih”
(wawancara dengan Administrasi keuangan P2S SMPN 2 Curug, 20 Januari
2010).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
96
Universitas Indonesia
Hasil temuan yang menujukkan ketidakterlibatan unsur masyarakat dalam
faktor perencanaan program adalah, pertama, tidak ada keterlibatan Komite
Sekolah dalam perencanaan program, keterlibatan komite sebatas pada pemberian
dana saja. Menurut Kepala Sekolah, Ketua komite tidak pernah datang ke sekolah,
ia adalah orang tua murid SMPN 2 Curug yang bekerja sebagai anggota DPRD
kabupaten, karena faktor kesibukan dalam pekerjaan, Komite Sekolah tidak dapat
menjalankan tugasnya sebagai mediator dalam urusan pendidikan di sekolah. Hal
ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut ini:
Ia saya pun kesana, kepentingannya juga banyak. Bukan hanya
urusan...jadi ada sesuatu yang ingin saya capai, karena beliau anggota
dewan, jadi kita punya misi.... (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN
2 Curug, 20 Januari 2010).
Kedua, agenda rapat dibuat oleh sekolah. Inisiator bukan datang dari
Komite Sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut ini:
Sekolah menyampaikan ke komite permasalahan, lalu komite bilang
adakan rapat, setuju, maka diadakan pertemuan, kita saling lah
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Ketiga, seharusnya keterlibatan masyarakat dalam hal ini wali murid ada
dalam keanggotaan P2S, sebagai sekretaris dan administrasi keuangan. Hasil
penelitian menemukan tidak adanya keterlibatan wali murid dalam keanggotaan
P2S. Menurut Kepala sekolah, melibatkan wakil wali murid dalam keanggotaan
P2S tidaklah mudah. Alasannya adalah orang tua murid percaya saja ke sekolah.
Berikut ini kutipan hasil wawancaranya:
Iya ...emmm jadi...dalam prakteknya di lapangan, bahwa tidak segampang
itu, mengajak mereka untuk emmm secara langsung gitu. ...mereka
katakan ”kami percayalah ke orang sekolah” toh katanya ”saya engga tau
juga”, intinya walaupun tidak langsung ikut di dalamnya, mmmm, mereka
percaya, makanya kami pakai alasan itu. (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
97
Universitas Indonesia
Keempat, tidak adanya keterlibatan unsur masyarakat dalam pembuatan
dokumen perencanaan program. Semua dokumen administrasi dikerjakan oleh
pihak sekolah. Dokumen teknis dikerjakan oleh pihak lain yang dibayar oleh
sekolah.
Berikut ini beberapa alasan yang membuat tidak adanya keterlibatan
masyarakat dalam faktor perencanaan program. Pertama, anggapan orang tua
murid dan Komite Sekolah bahwa sekolah bisa mengerjakan sendiri; kedua,
percaya saja pada sekolah untuk mengerjakan program tersebut; ketiga, tidak ada
pendapatan yang jelas, pekerjaannya berat yaitu menyediakan dana pendamping.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:
Dugaan saya kenapa pihak komite itu tidak mau begitu karena mungkin
kalau saja pengurus komite itu jelas gajinya, nah...income nya. Tapi di sini
mah kerja harus, berat...bagaimana tidak berat, saya kan mau minta
sumbangan, sementara imbalannya terima kasih. Kerja tanpa pamrih.
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010.)
Faktor kedua adalah analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat terlihat dalam indikator adanya
sumbangan dana, dan material dari orang tua murid terhadap pelaksanaan
program. Bentuk partisipasi ini ada di tingkat 2, karakteristik instrumental, yaitu
kontribusi orang tua murid dalam sumbangan dana dan material. Hal ini terlihat
jelas dalam hasil wawancara berikut: “Kami menganggarkan, karena
pekerjaannya plus mendak, maka 3 RKB membutuhkan dana Rp. 351.000.000,
dikurangi Rp. 270.000 dana pusat 3 RKB” (wawancara dengan Ketua P2S, 26
Desember 2009).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selisih antara anggaran
pembangunan 3 RKB dengan dana bantuan 3 RKB dari pusat merupakan dana
pendamping yang harus disiapkan oleh sekolah. Sampai waktu ketika peneliti
datang ke lokasi sekolah, ketua P2S mengatakan sumbangan yang masuk sudah
berkisar 20-30% dari total dana pendamping yang harus disiapkan oleh sekolah.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
98
Universitas Indonesia
Sumbangan material ada dalam bentuk semen dan puing dari orang tua murid.
(wawancara dengan Ketua P2S SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Berbagai usaha dilakukan oleh sekolah dalam mendorong orang tua murid
untuk menyumbang. Diantaranya sekolah melakukan rapat per dua kelas,
dikelompokkan berdasarkan status sosial ekonomi orang tua murid. Pihak sekolah
menyampaikan masalah yang dihadapi, menyampaikan secara tertulis RAB, dan
biaya yang diperlukan secara transparan dengan menggunakan konsep sumbangan
sukarela. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:
Kami terus menyampaikan program apa yang mendesak harus segera
dilaksanakan, kami terus mengetuk hati orang tua yang mampu untuk
terus dan terus menyumbang, dan kami ucapkan sangat berterima kasih...
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Dengan usaha tersebut, akhirnya secara umum orang tua murid
menanggapi dengan positif. Banyak orang tua murid yang memberikan
kontribusinya dalam menyumbang dana maupun material. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara berikut ini : ”ada yang nyumbang...banyak yang belum.
...sumbangan dari orang tua itu tidak hanya dana, material pun mangga...”
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Meskipun hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat
cenderung ada di tingkat 2, namun penelitian ini menemukan juga adanya
partisipasi masyarakat dalam bentuk pemikiran dari masyarakat, dalam hal ini
penanggung jawab teknis, seorang lulusan teknik sipil, membantu sekolah dalam
hal teknis perencanaan pembangunan. Ini menunjukkan adanya keterlibatan
masyarakat, yaitu keterwakilan unsur masyarakat dalam hal sumbangan
pemikiran menyangkut teknis pembangunan. Hal ini merupakan bentuk
partisipasi masyarakat di tingkat 3 yaitu pihak sekolah memberikan kesempatan
untuk keterlibatan tersebut, dan bagi unsur masyarakat yang terlibat merasa
bahwa keterlibatannya penting ada di sekolah untuk membantu proses
pelaksanaan pembangunan.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
99
Universitas Indonesia
Hasil penelitian yang tidak menunjukkan adanya keterlibatan unsur
masyarakat dalam faktor pelaksanaan program, ada dalam indikator pertama,
tukang tidak berasal dari unsur masyarakat sekitar lokasi sekolah. Alasan sekolah
tidak menggunakan tenaga tukang dari masyarakat sekitar sekolah adalah
pertama, alasan professionalitas, bekerja sesuai dengan kemauan sekolah, dan
dibayar sesuai standar gaji daerah. Hal ini dimaksudkan agar efektif dan efisien;
alasan kedua, pengalaman yang tidak menyenangkan ketika menggunakan tenaga
sekitar lokasi sekolah. Hal ini sesuai dengan dalam kutipan hasil wawancara
antara peneliti dengan pihak sekolah berikut: ”Tukang dari luar yah, ...yang pasti
ngambil dari luar, itu yang professional aja gitu” (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010). Pendapat ini didukung pula oleh hasil
wawancara berikut:
...dulu pengalaman saya waktu di sini, ngambil tukang dari daerah sini,
karena harus masyarakat gitu yah, memberdayakan masyarakat, kita punya
kendala, kalau tukang sini, kita bilang pagi, mereka datangnya pagi,
selesainya sore, sore juga. Tapi kalau orang sini datangnya lambat,
pulangnya di cepetin ...partisipasi masyarakat maunya begini, taunya jadi
masalah, lebih susah jadinya (wawancara dengan petugas administrasi
keuangan SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Berdasarkan alasan itulah, pihak sekolah tidak melibatkan unsur
masyarakat sekitar lokasi sekolah. Tukang diambil dari daerah Cirebon. Sekolah
menggunakan alasan faktor professionalitas kerja, dan faktor kedekatan antara
tukang dengan pihak sekolah. Tukang yang digunakan adalah tukang yang sama
ketika membangun SMPN 2 Curug tahun 2007. Hal ini sesuai dengan pernyataan
berikut: ”Pak Maman, sudah kenal, sejak pembangunan USB dulu..”.(wawancara
dengan Kepala Tukang SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Selanjutnya mengenai indikator keterlibatan unsur masyarakat dalam
proses pembelian barang, ditemukan tidak adanya keterlibatan unsur masyarakat
dalam proses tersebut. Penanggung jawab teknis menyerahkan proses pembelian
barang langsung kepada Ketua P2S, dengan alasan jika proses pembelian barang
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
100
Universitas Indonesia
diarahkan oleh penanggung jawab teknis dikhawatirkan harganya akan mahal. Hal
ini sesuai dengan hasil wawancara berikut: ”...atur aja, karena kalau saya
mengarahkan takut kemahalan, nanti bapak yang harus
mempertanggungjawabkan” (wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug,
20 Januari 2010).
Indikator selanjutnya mengenai adanya keterlibatan unsur masyarakat
dalam pengelolaan keuangan, hasil penelitian menemukan tidak adanya
keterlibatan unsur masyarakat dalam pengelolaan keuangan yang meliputi
pencatatan penerimaan dan pengeluaran keuangan program, serta kegiatan
menggumpulkan dan melakukan pengarsipan terhadap alat bukti bayar seperti
kuitansi, nota dan lainnya. Hal ini terlihat ketika peneliti menggali siapa petugas
bendahara dan administrasi keuangan. Dalam SK P2S seharusnya administrasi
keuangan adalah wakil wali murid, dalam realisasinya administrasi keuangan P2S
adalah guru Bahasa Inggris SMPN 2 Curug. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan keuangan dilakukan sepenuhnya oleh pihak sekolah, tidak ada
keterlibatan wakil wali murid dalam pengelolaan tersebut. Menurut Kepala
Sekolah, dalam prakteknya tidak mudah melibatkan wali murid secara langsung
dalam pengelolaan program. Adapun alasan nya adalah pertama, orang tua murid
percaya kepada sekolah sebagai pengelola; kedua, alasan kesibukan pekerjaan;
dan ketiga, tidak jelas gajinya pekerjaannya berat. (wawancara dengan Kepala
Sekolah SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Faktor ketiga, yaitu tahap pengawasan program, orang tua murid, dan
penanggung jawab teknis secara langsung memberikan usulan, dan
pengawasannya terhadap pelaksanaan pekerjaan. Bentuk partisipasi ini ada di
tingkat 4, karakteristik transformative. Dari sudut pandang sekolah, keterlibatan
penanggung jawab teknis dan orang tua murid dalam melakukan pengawasannya
merupakan faktor penting keberhasilan program. Bagi sekolah, penanggung jawab
teknis adalah sumber utama informasi dalam pelaksanaan teknis pekerjaan. Dari
sudut pandang penanggung jawab teknis, keterlibatannya penting ada dalam
pelaksanaan program, karena sekolah memerlukan orang yang mengerti masalah
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
101
Universitas Indonesia
teknis pembangunan. Jika ada masalah, penanggung jawab teknis siap datang
untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Dalam arti usulannya merupakan
masukan bagi sekolah untuk melakukan perbaikan. Karakteristik ini disebut
sebagai empowered, yaitu pihak sekolah memberdayakan orang tua murid dan
penanggung jawab teknis untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan
pembangunan.
Pengawasan lainnya dilakukan oleh wartawan dan LSM. Sekolah
memberikan peluang cukup luas terhadap LSM dan wartawan untuk datang ke
sekolah, karena sekolah memerlukan LSM dan wartawan untuk mempublikasikan
sekolah kepada masyarakat. Sehingga posisi LSM dan wartawan adalah mitra
bagi sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut: ”Terus terang saya juga
membutuhkan anda sebagai seorang wartawan. Untuk mempublikasikan kami ke
masyarakat ”(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 26 Desember
2009).
Menurut pihak sekolah, sebelumnya LSM dan wartawan tersebut datang
untuk tujuan tertentu, biasanya melakukan pemerasan Adanya manajemen
transparansi baik secara tertulis dan lisan terhadap program sekolah, dan sekolah
memiliki nuansa power yaitu tidak menghindar dan tidak takut, LSM dan
wartawan menjadi mitra bagi sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
berikut:
Jadi mungkin kalau sekolah lain, sama wartawan itu takut, karena
sekolahnya engga siap, walaupun dia bener, manakala sekolahnya tidak
siap. Kalau kita, insyaallah bener, yang keduanya siap dengan yang
namanya laporan kan tidak di mulut, gitu loh, laporan itu adalah dalam
bentuk seperti ini, dan hasil kerja, maka di kita wartawan itu biasa pa, jadi
sekarang buat partner kita. Pengalaman, asalnya sekolah kami pun begitu,
mohon maaf wartawan tuh meres pa, tapi setelah kita berikan penjelasan,
disertai pelaporan yang tertulis, ...bukti fisik ada..., jadi judulnya power
tadi (wawancara dengan Ketua P2S SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
102
Universitas Indonesia
Berdasarkan fenomena ini, kontribusi wartawan dan LSM dalam
pengawasan ini berada pada tingkat 4, dengan karakteristik transformative.
Mereka datang ke sekolah dan menanyakan Program Bantuan Pembangunan
RKB, biaya yang diperlukan, dan sumber dana program. Keterbukaan yang
dilakukan oleh sekolah berada pada tingkat 4, karakteristik empowerment.
Sekolah membuka peluang yang cukup luas atas usulan, masukan dari masyarakat
untuk memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan program. Keberadaan
wartawan dan LSM sebagai unsur masyarakat dalam pengawasan ini disebut
empowered yaitu mereka merasa diberdayakan untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan program ini. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:
”Nanya...dari mana dananya.., saya jelaskan, ini pa dana dari APBN, program
imbal swadaya, kami dapat dana per ruangan 70 juta, imbasnya 55 juta...”
(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Faktor keterlibatan unsur masyarakat dalam pembuatan laporan
pelaksanaan program, menunjukkan tidak adanya keterlibatan tersebut.
Pembuatan laporan program dilakukan sepenuhnya oleh pihak sekolah.
Kesimpulan ini peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan pihak sekolah
mengenai: pertama, unsur masyarakat dalam keanggotaan P2S hanya ada di posisi
penanggung jawab teknis. Fungsi penanggung jawab teknis berkaitan erat dengan
persoalan teknis perencanaan program; kedua, sekretaris dan administrasi
keuangan adalah guru dan staf TU. Dalam aturan seharusnya kedua posisi ini
berasal dari unsur wakil wali murid. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sekolah tidak melibatkan unsur masyarakat dalam pembuatan laporan
program. Selanjutnya dalam sub bab berikut akan membahas perbandingan
operasionalisasi faktor di dua lokasi penelitian yaitu SMPN 3 Pamulang dan
SMPN 2 Curug.
3. Perbandingan Hasil Operasionalisasi Faktor Hasil analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB di dua SMP Kabupaten Tangerang menunjukkan adanya
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
103
Universitas Indonesia
perbedaan. Tingkat partisipasi masyarakat di SMPN 3 Pamulang cenderung lebih
tinggi dibandingkan SMPN 2 Curug. Pada bagian ini, peneliti akan menyimpulkan
perbandingan hasil operasionalisasi faktor berdasarkan faktor perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program. Sehingga akan terlihat jelas perbedaan
tingkat partisipasi masyarakat di dua sekolah tersebut.
Pertama, Gambar 5.2 menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
faktor rapat perencanaan program di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug.
Berdasarkan Gambar 5.2, tingkat partisipasi masyarakat dalam faktor perencanaan
Program Bantuan Pembangunan RKB, SMPN 3 Pamulang memiliki tingkat
partisipasi masyarakat lebih tinggi yaitu di tingkat 3. Tingkat 3 berarti bentuk
partisipasinya representative, kesempatan yang diberikan sekolah sudah pada
tahap sustainibility, dan bagi masyarakat keterlibatannya merupakan bentuk
leverage bagi pelaksanaan program ini. Representative adalah adanya bentuk
keterwakilan masyarakat dalam program, dan aktif terlibat dalam proses
perencanaan program. Sustainability terjadi ketika sekolah responsive terhadap
usulan dari masyarakat, dan Leverage berarti masyarakat yang terlibat memahami
bahwa keterlibatannya merupakan kekuatan keberhasilan program.
\
Gambar 5.2 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Rapat Perencanaan Program
Sumber : hasil penelitian
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Bentuk Sekolah Masyarakat
SMPN 3Pamulang
SMPN 2Curug
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
104
Universitas Indonesia
Hal ini dapat dilihat dengan adanya keterlibatan unsur masyarakat dalam
hal ini Ketua Komite Sekolah, dalam perencanaan program. Indikasi ini terlihat
jelas, ketika penelitian dilakukan. Ketua Komite Sekolah mampu menjawab
pertanyaan peneliti dengan jawaban yang jelas tentang keterlibatan komite dalam
perencanaan awal Program Bantuan Pembangunan RKB di sekolah. Pihak sekolah
terlihat memberikan ruang yang cukup luas kepada unsur masyarakat untuk
terlibat dalam manajemen sekolah, dan bagi Ketua Komite Sekolah pun merasa
keterlibatannya penting ada untuk membuat perencanaan program.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam faktor perencanaan program di
SMPN 2 Curug ada di tingkat 2, yaitu keterlibatannya ada pada bentuk
instrumental, kemudian dari sudut pandang sekolah, keterlibatan masyarakat ada
di tingkat efficiency, dan dari sudut pandang masyarakat, keterlibatannya cukup
pada tingkat cost. Tingkat Instrumental berarti keterlibatan masyarakat dalam
bentuk sumbangan dana, material, tenaga, dan pikiran. Tingkat efficiency adalah
sekolah menganggap partisipasi masyarakat yang penting adalah partisipasi dalam
bentuk dana, material, tenaga dengan berusaha mendorong adanya bentuk
partisipasi tersebut. Cost berarti masyarakat menganggap bahwa bentuk
partisipasi yang harus diberikan adalah sumbangan dana, material, tenaga, dan
pikiran.
Hal ini terlihat ketika Kepala sekolah memberikan gambaran awal
perencanaan awal dalam manajemen sekolah. Kecenderungan yang tampak adalah
pihak sekolah menjadi unsur penggerak dibandingkan unsur masyarakat dalam hal
ini komite. Sekolah yang membuat perencanaan, sekolah yang mengundang orang
tua murid dalam rapat-rapat pertemuan disekolah. Fenomena yang terlihat pun
cenderung sekolah lah yang aktif melakukan himbauan terus menerus kepada
orang tua murid untuk memberikan kontribusinya dalam bentuk sumbangan dana.
Kontribusi masyarakat pun lebih banyak dalam bentuk dana. Perencanaan dan
pembuatan keputusan diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Fenomena ini
cukup berbeda dengan partisipasi masyarakat yang terjadi di SMPN 3 Pamulang.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
105
Universitas Indonesia
Faktor yang kedua, dapat dilihat dalam Gambar 5.3. Gambar tersebut
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembuatan dokumen
perencanaan program di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug.
Gambar 5.3 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Dokumen Perencanaan Program
Sumber : Hasil olah pikir peneliti
Berdasarkan Gambar 5.3, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
masyarakat SMPN 3 Pamulang lebih tinggi dibandingkan SMPN 2 Curug dalam
pembuatan dokumen perencanaan program. Alasan dari fenomena ini adalah
SMPN 3 Pamulang memiliki Komite Sekolah yang cukup aktif dalam
pelaksanaan program di sekolah. Komite Sekolah mengetahui banyak hal tentang
pelaksanaan program, terlibat penuh dalam perencanaan, dan pembuatan
keputusan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa Komite Sekolah merupakan mitra
sekolah dalam melaksanakan program. Komite Sekolah merasa diberdayakan oleh
sekolah, terberdayakan, dan sekolah menganggap keberadaannya penting ada
untuk keberhasilan pelaksanaan program.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembuatan dokumen rencana
pelaksanaan pembangunan, ada di tingkat 3. Tingkat 3, berarti bentuk
partisipasinya representative, kesempatan yang diberikan sekolah ada di tingkat
sustainability, dan pemahaman masyarakat tentang keterlibatannya ada di tingkat
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Bentuk Sekolah Masyarakat
SMPN 3Pamulang
SMPN 2Curug
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
106
Universitas Indonesia
leverage. Representative terlihat saat anggota Komite Sekolah dalam hal ini wakil
orang tua murid yang memiliki kemampuan dalam infrastruktur, membantu
sekolah dalam membuat gambar perencanaan, dan spesifikasi teknis bangunan.
Sustainability terjadi ketika sekolah mendorong keterlibatan orang tua murid
tersebut dalam pembuatan dokumen teknis pembangunan. dan Leverage berarti
orang tua murid tersebut termotivasi untuk membantu dan memahami bahwa
keterlibatannya penting ada untuk keberhasilan program.
Adapun tingkat partisipasi masyarakat di SMPN 2 Curug dalam
pembuatan dokumen perencanaan program menunjukkan tidak adanya
keterlibatan unsur masyarakat. Menurut pihak sekolah di SMPN 2 Curug, alasan
pihak sekolah tidak melibatkan unsur masyarakat adalah, pertama, anggapan
orang tua murid dan Komite Sekolah bahwa sekolah bisa mengerjakan sendiri;
kedua, masyarakat percaya pada sekolah mampu mengerjakan; ketiga, tidak ada
pendapatan yang jelas.
Faktor ketiga adalah partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program di
SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug. Gambaran mengenai tingkat partisipasi
ini terlihat dalam gambar 5.4.
Gambar 5.4 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program
Sumber : Hasil olah pikir peneliti
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Bentuk Sekolah Masyarakat
SMPN 3Pamulang
SMPN 2Curug
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
107
Universitas Indonesia
SMPN 3 Pamulang memiliki tingkat partisipasi sedikit lebih tinggi di
bandingkan SMPN 2 Curug yaitu di tingkat 3. Tingkat 3, yaitu terdapat partisipasi
dalam bentuk pemikiran dari masyarakat yang ahli di bidang teknik sipil untuk
membantu sekolah dalam urusan teknis pembangunan. Hal ini menunjukkan
bahwa, bentuk partisipasi masyarakat tidak sebatas pada sumbangan dana,
material, ataupun tenaga, meningkat pada sumbangan pemikiran dalam
pelaksanaan program.
SMPN 2 Curug berada di tingkat 2. Tingkat 2 yaitu instrumental, dari
sudut pandang sekolah, keterlibatan masyarakat disebut efficiency, dan dari sudut
pandang masyarakat, keterlibatan masyarakat disebut cost. Instrumental berarti
partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan dana, material, dan tenaga.
Efficiency berarti sekolah berupaya mendorong adanya partisipasi bentuk
sumbangan dana, material, dan tenaga. Cost berarti masyarakat menganggap
bentuk partisipasi yang penting adalah dana, material, dan tenaga. Bedanya di
SMPN 2 Curug partisipasi masyarakat cenderung dalam bentuk dana, dan
material.
Menurut pihak sekolah, hal ini dikarenakan, pertama, bantuan Program
Bantuan Pembangunan RKB-SMP merupakan dana subsidi dan pasti kurang,
sehingga memerlukan dana tambahan untuk menutupi kekurangannya, dana
pendamping merupakan tanggung jawab sekolah bersama Komite Sekolah; kedua,
urusan teknis pelaksanaan program diserahkan oleh tenaga ahli, sehingga tidak
diperlukan keterlibatan unsur masyarakat; ketiga, masyarakat percaya bahwa
sekolah bisa melakukannya sendiri, sehingga masyarakat tidak merasa penting
untuk terlibat lebih jauh, karena telah ditangani oleh sekolah.
Faktor yang keempat adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap
pengawasan program di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug. Gambaran
mengenai tingkat partisipasi masyarakat tersebut terlihat dalam gambar 5.5.
Faktor adanya keterlibatan unsur masyarakat dalam pengawasan merupakan faktor
terakhir dalam mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
108
Universitas Indonesia
Gambar 5.5 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan Program
Sumber : Hasil olah pikir peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua sekolah tersebut memiliki
persamaan dalam keterlibatan unsur masyarakat dalam pengawasan program.
SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug, bentuk partisipasi dalam tahap
pengawasan program ada di tingkat 4, transformative yaitu pengawasan dilakukan
sepenuhnya oleh pihak Komite Sekolah dan orang tua murid. Keterbukaan pihak
sekolah terhadap pengawasan tersebut merupakan bentuk pemberdayaan sekolah
terhadap masyarakat, ini disebut empowerment, dan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam pengawasan
program merupakan gambaran diberdayakannya masyarakat dalam pengawasan
program, ini disebut empowered. Masyarakat di sini adalah orang tua murid,
pihak Komite Sekolah, LSM, dan wartawan
Berdasarkan hasil partisipasi masyarakat dalam pengawasan tersebut
menunjukkan bahwa orang tua murid yang memberikan sumbangan dananya,
merasa penting untuk mengetahui penggunaan dana tersebut. Kondisi ini
meningkatkan kepedulian orang-orang yang berpartisipasi dalam program. Dalam
artian orang tua murid tidak merasa berat memberikan sumbangan asal
peruntukannya jelas untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di sekolah
tersebut. Sehingga pihak sekolah terdorong untuk membuat laporan program
dengan terbuka, pertanggungjawabannya jelas dan menghasilkan bukti yang
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Bentuk Sekolah Masyarakat
SMPN 3Pamulang
SMPN 2Curug
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
109
Universitas Indonesia
nyata. Hal ini merupakan usaha sekolah untuk membangun kepercayaan orang tua
murid, sehingga mereka mau memberikan kontribusinya terhadap sekolah. Bagi
sekolah pun berusaha menggunakan sumbangan tersebut secara maksimal dengan
bukti yang nyata, karena orang tua murid pasti melakukan pengawasan terhadap
penggunaan dana tersebut.
Pengawasan program di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
dilakukan oleh Komite Sekolah, Orang tua siswa, LSM dan Wartawan. Bentuk
pengawasannya pun beragam diantaranya pertama, adanya orang tua murid yang
datang melihat-lihat pelaksanaan pembangunan ketika mengantar anak ke sekolah,
kemudian memberikan komentar; kedua, Ketua Komite Sekolah intensif datang,
melakukan pengecekan, koreksi, penilaian, usulan untuk perbaikan, ini terjadi di
SMPN 3 Pamulang; ketiga, LSM dan Wartawan datang ke sekolah dengan
berbagai maksud, ini terjadi di SMPN 2 Curug; dan keempat, dalam rapat-rapat
evaluasi program antara Komite Sekolah, orang tua murid dan unsur sekolah.
Berdasarkan hasil temuan di atas, penelitian ini menyimpulkan bahwa
secara umum masyarakat yang terlibat mencakup, pertama, orang tua murid,
Komite Sekolah, masyarakat yang ahli di bidang infrastruktur, wartawan, dan
LSM.
Bentuk partisipasi masyarakat yang terlihat adalah pertama, adanya
kehadiran orang tua murid di sekolah; kedua, adanya sumbangan dana dari orang
tua murid; ketiga, adanya sumbangan material dari orang tua murid; keempat,
adanya sumbagan tenaga dari orang tua murid; kelima, adanya sumbangan
pemikiran dari orang tua murid yang ahli dibidang teknik sipil; kelima adanya
keterlibatan orang tua murid yang ahli dibidang teknik sipil dalam pembuatan
dokumen perencanaan program; keenam, adanya unsur masyarakat yang ahli
dibidang infrastruktur terlibat dalam keanggotaan P2S; ketujuh, orang tua murid
dalam rapat Komite Sekolah bertindak sebagai pengawas dalam pelaksanaan
program, dan kedelapan, wartawan dan LSM bertindak sebagai pengawas dalam
program ini.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
110
Universitas Indonesia
B. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP
Hasil penelitian analisis tingkat partisipasi masyarakat, secara umum
menunjukkan adanya perbedaan tingkat partisipasi masyarakat di dua SMP
tersebut. SMPN 3 Pamulang memiliki tingkat partisipasi lebih tinggi
dibandingkan SMPN 2 Curug.
Tingkat partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor,
mencakup faktor pendukung dan penghambat. Berikut ini dalam tabel 5.3, faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP. Faktor tersebut adalah pertama, sikap orang tua murid.
Sikap ini mencakup kewajiban orang tua terhadap anak, kesadaran orang tua
murid terhadap pentingnya dukungan mereka terhadap pendidikan, serta
kesadaran orang tua murid agar sekolah berkembang dengan pesat.
Kedua, berhubungan dengan keadaaan sosial ekonomi masyarakat di
lingkungan sekolah. Kemampuan sosial ekonomi masyarakat mendukung
partisipasi masyarakat dalam program; ketiga adalah sekolah memberikan
pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya; Keempat, hubungan yang
dekat antara sekolah dan masyarakat berdasarkan latar belakang sejarah, dan
geografi; kelima, transparansi program oleh pihak sekolah kepada masyarakat;
keenam, sandaran terhadap nilai agama yang bernilai ibadah, dengan konsep
sumbangan sukarela; ketujuh, hubungan komunikasi yang cukup baik antara
sekolah dan masyarakat; dan terakhir adalah faktor akuntabilitas, program dapat
dipertanggungjawabkan secara tertulis dan adanya bukti fisik.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
111
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
112
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
113
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
114
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
115
Universitas Indonesia
Adapun faktor yang menghambat partisipasi masyarakat adalah pertama,
kebijakan sekolah gratis; kedua, faktor sikap, mencakup sikap masyarakat
terhadap sekolah, anggapan masyarakat terhadap sekolah negeri, anggapan
masyarakat bahwa sekolah dapat mengelola sendiri, serta sikap ketidakpedulian
masyarakat terhadap pendidikan. Sikap sekolah terhadap masyarakat adalah sikap
sekolah yang menganggap bahwa sekolah bisa melaksanakan program sendiri
sehingga sekolah tidak memerlukan bantuan masyarakat. Faktor ketiga adalah
status sosial ekonomi masyarakat yang kurang beruntung. Faktor ini mencakup
pendidikan, dan pendapatan masyarakat. Faktor terakhir adalah faktor tidak
adanya fasilitas pendukung yang disediakan oleh sekolah bagi unsur masyarakat
yang bekerja. Fasilitas di sini mencakup ruangan kerja, mesin ketik, material
pekerjaan, honor, reward, dan lainnya.
Faktor-faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP tersebut tergambar dalam gambar 5.6.
Gambar 5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP
Sumber: Hasil penelitian, dan hasil olah pikir peneliti
Partisipasi masyarakat
Sikap
Sosial ekonomi
Pelayanan pendidikan Hubungan dekat:
sejarah & geografis
Transparansi
Nilai-nilai agama
Komunikasi Akuntabillitas Kebijakan sekolah gratis
Fasilitas
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
116
Universitas Indonesia
Berdasarkan gambar tersebut, penelitian ini menyimpulkan faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah pertama, sikap; kedua, sosial
ekonomi; ketiga, pelayanan pendidikan yang diberikan sekolah; keempat,
hubungan yang dekat berdasarkan latar belakang sejarah dan geografis; kelima,
transparansi program; keenam, sandaran terhadap nilai agama; ketujuh,
komunikasi; kedelapan, akuntabilitas; kesembilan, kebijakan sekolah gratis; dan
kesepuluh, fasilitas. Pembahasan mengenai masing-masing faktor tersebut akan
dibahas dalam sub bab berikut ini.
1. Sikap Faktor sikap atau attitude dari masyarakat pemanfaat layanan pendidikan
di sekolah mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Pembangunan RKB-SMP. Menurut Edward III, faktor sikap menjadi faktor ketiga
yang juga penting dalam implementasi suatu kebijakan publik. Jika implementasi
kebijakan ingin dapat berjalan efektif, para pelaksanannya tidak hanya harus tau
apa yang dilakukan, dan para pelaksananya telah memiliki kemampuan itu,
mereka juga harus memiliki kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Edward III (1960) says that: The dispositions or attitudes of implementors
is the third critical factor in our approach to the study of public policy
implementation. If implementation is to proceed effectively, not only must
implementors know what to do and have the capability to do it, but they
must also desire to carry out a policy. (Edward III, 1960, p. 11).
Berdasarkan teori tersebut, mempertegas hasil temuan penelitian ini
bahwa faktor sikap dapat menjadi pendukung partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP, dan dapat pula menjadi faktor
penghambat partisipasi masyarakat dalam program. Faktor sikap yang mendukung
partisipasi masyarakat meliputi sikap orang tua yang merasa bahwa pendidikan
anak adalah tanggung jawabnya, sehingga penting bagi orang tua mendukung
proses pendidikan. Faktor sikap yang menghambat partisipasi masyarakat dalam
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
117
Universitas Indonesia
program mencakup sikap masyarakat bahwa ini adalah sekolah negeri. Anggapan
masyarakat bahwa sekolah dapat mengelola sendiri, sikap ketidakpedulian
masyarakat terhadap pendidikan, serta sikap pihak sekolah yang menganggap
bahwa sekolah bisa melaksanakan program sendiri sehingga tidak memerlukan
bantuan masyarakat.
Penelitian ini menemukan sikap peduli dan kewajiban orang tua terhadap
pendidikan anak-anaknya mendorong partisipasi masyarakat di SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug. Menurut pihak sekolah, rata-rata orang tua murid
dan Komite Sekolah SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug berharap agar
sekolah berkembang dengan pesat. Agar sekolah dapat berkembang dengan
pesat, maka sekolah memerlukan dukungan dari masyarakat. Sikap peduli
terhadap pendidikan, serta sikap orang tua murid untuk memenuhi kewajiban
pendidikan terhadap anak-anak, mendorong orang tua murid untuk memberikan
dukungannya terhadap program-program pendidikan di sekolah. Atas dorongan
sikap tersebut, partisipasi masyarakatpun terlihat jelas dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan Program Bantuan, pembangunan RKB-SMP.
Bentuk partisipasi masyarakat tersebut diantaranya adalah adanya sumbangan
dana pendamping dari orang tua murid, kehadiran orang tua murid dan Komite
Sekolah dalam rapat sosialisasi program dan pembentukan P2S, adanya orang tua
murid serta tenaga professional yang ahli di bidang teknis membantu sekolah
dalam urusan teknis pekerjaan program, serta adanya keterlibatan Komite Sekolah
dan orang tua murid dalam melakukan pengawasan terhadap keuangan program.
Faktor yang menghambat lainnya adalah faktor sikap masyarakat yang
cenderung tidak peduli terhadap pendidikan menyebabkan rendahnya partisipasi
tersebut. Sikap tidak peduli ini sebenarnya berkaitan erat dengan faktor
pendidikan dari orang tua murid tersebut. Untuk lebih jelasnya akan terlihat dalam
faktor sosial ekonomi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini
menyimpulkan bahwa faktor sikap mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi
masyarakat tersebut. Sikap peduli terhadap pendidikan, serta sikap sekolah yang
membuka diri untuk melibatkan masyarakat merupakan faktor pendorong
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
118
Universitas Indonesia
terlaksananya Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme
partisipasi masyarakat.
2. Sosial Ekonomi Sekolah yang berada di lingkungan status sosial ekonomi menengah
keatas, akan mendapatkan partisipasi masyarakat lebih tinggi dibandingkan
sekolah yang berada di lingkungan status sosial ekonomi rendah. Sekolah yang
berada dilingkungan perkotaan, dengan rata-rata muridnya berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi menengah keatas, partisipasi masyarakat yang
terjadi akan lebih tinggi dibandingkan sekolah yang berada di daerah pedesaan,
dengan murid rata-rata berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah.
Jalal dan Mustofa menyebutkan, bahwa partisipasi masyarakat dalam
pendidikan di daerah pedesaan dan perkotaan akan berbeda. Di daerah perkotaan,
yang cenderung status sosial ekonomi masyarakatnya lebih tinggi dibandingkan di
pedesaan, lembaga pendidikannya akan mendapat dukungan dalam bentuk dana
dari masyarakat lebih besar dibandingkan di daerah pedesaan. Sementara daerah
pedesaan yang miskin, partisipasi masyarakat yang ada akan lebih kecil
dibandingkan perkotaan.
However, it tends to be restricted to their district or municipall area. It
means that in a rich community, parents and community participation will
increasingly support the provisions for education, and more funds can be
raised for educational purposes. On the other hand, education in a poor
area will get less community support. It is therefore necessary to
implement a national policy which can apply a cross-subsidy system in
order to prevent public participation and decentralization from creating a
wider gap in the availability for educational facilities, which will in turn
widen economic and social discrepancies among the regions (Jalan &
Mustofa, 2001, p. xvii-xviii).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
119
Universitas Indonesia
Hasil penelitian lainnya yang juga mendukung adanya pengaruh dari
faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap partisipasi masyarakat adalah
penelitian yang dilakukan oleh Ternieden (2009). Ternieden mengatakan bahwa
The community’s cultural, social, and economicl context merupakan faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pendidikan. (Ternieden,
2009, p. 129).
SMPN 3 Pamulang merupakan contoh sekolah yang berada di lingkungan
sosial ekonomi lebih tinggi. Sekolah berada di daerah kompleks perumahan di
pusat kota Tangerang Selatan, dengan rata-rata pendapatan orang tua murid
menengah ke atas. Dengan dukungan lingkungan tersebut maka sekolah
mendapatkan partisipasi masyarakat dalam bentuk dukungan dana pendamping
cukup besar untuk melaksanakan program pembangunan. Dengan dukungan
masyarakat yang besar, maka program dapat berjalan dengan baik. Ruang kelas
yang dibangun telah selesai, dan dapat dipergunakan.
Berbeda sedikit dengan SMPN 3 Pamulang, SMPN 2 Curug merupakan
contoh sekolah yang berada di pinggiran Kabupaten Tangerang, dengan rata-rata
pendapatan orang tua murid menengah ke bawah. Dengan dukungan lingkungan,
sekolah menerima dukungan partisipasi masyarakat dalam bentuk dana
pendamping, meskipun tidak sebesar SMPN 3 Pamulang. Dengan dukungan
tersebut, sekolah dapat melaksanakan Program Bantuan Pembangunan RKB,
meskipun belum selesai 100%. Menurut pihak sekolah, belum selesainya proses
pembangunan ini dikarenakan dana pembangunan telah habis. Sehingga sekolah
perlu melakukan upaya lainnya untuk membantu penyelesaian program tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini menyimpulkan bahwa
faktor sosial dan ekonomi mempengaruhi rendah nya partisipasi masyarakat di
sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut ini bahwa kondisi ekonomi,
sosial masyarakat mempengaruhi pilihan masyarakatnya, dalam hal ini
kemampuan untuk berpartisipasi dalam program pendidikan atau tidak.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
120
Universitas Indonesia
Kondisi suatu masyarakat atau negara seperti kehidupan ekonomi dan
sosial, keadaan politik, letak geografis ikut menentukan bentuk-bentuk
keseimbangan antara kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.
Tingkat pendidikan suatu masyarakat sangat menentukan bentuk yang
dipilih oleh masyarakat itu di dalam masyarakatnya. (Tilaar dan Nugroho,
2008, p. 311).
3. Pelayanan Pendidikan Kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan sekolah terbukti
mendorong partisipasi masyarakat di sekolah. (Danim, 2006, p. 54) Pelayanan
pendidikan yang berkualitas berkaitan erat dengan manajemen sekolah, yaitu
hubungan antara sekolah dan masyarakat melalui proses komunikasi yang efektif
(communication, Edward III, 1960, p. 10; Mulyono, 2008, p. 208).
Kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan kepada murid SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug, mendorong partisipasi orang tua murid terhadap
proses pendidikan di sekolah. Kualitas pelayanan pendidikan ini meliputi
kesediaan sarana dan prasarana, proses pengajaran di kelas yang berkualitas,
hubungan komunikasi antara guru dengan orang tua siswa, pelayanan yang cepat
terhadap proses administrasi, kepedulian yang tinggi oleh pihak sekolah terhadap
kebutuhan siswa, dan pelayanan lainnya ternyata mendukung partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program pendidikan di sekolah, dalam hal ini
pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP.
4. Hubungan Dekat Faktor hubungan yang dekat antara sekolah dan masyarakat terbukti
mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Faktor kedekatan
ini berhubungan dengan history dan geografis. History di sini berhubungan
dengan pengalaman sekolah, contoh sekolah akan menggunakan tenaga tukang
yang sudah biasa digunakan oleh sekolah, karena berdasarkan pengalaman hasil
pekerjaannya memuaskan. Ini terjadi di dua sekolah tempat penelitian ini
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
121
Universitas Indonesia
dilakukan. SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug menggunakan tenaga ahli
berdasarkan kebiasaan, dan kualitas.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dua sekolah tersebut
memiliki pengalaman yang sama menyangkut tidak berkualitasnya tenaga tukang
dari masyarakat sekitar sekolah. Menurut pihak sekolah, meskipun itu jiwa dari
mekanisme partisipasi masyarakat, namun pihak sekolah lebih memilih tenaga
ahli yang berkualitas dibandingkan memiliki tenaga pekerja dari masyarakat
sekitar sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Ternieden yang
mengatakan bahwa faktor history mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pendidikan. (Ternieden, 2009, p. v).
Faktor kedekatan secara geografis ditemukan di SMPN 3 Pamulang.
Ketika peneliti menanyakan kepada Bendahara P2S, mengenai alasan tukang mau
bekerja di sekolah tersebut, maka bendahara tersebut mengatakan bahwa rumah
dari tukang tersebut dekat dengan bapak haji “Kepala sekolah”. Berdasarkan
contoh tersebut membuktikan rumah yang dekat dengan Kepala Sekolah, serta
adanya figur di sekolah tersebut yang tepat untuk dihormati akan mendorong
partisipasi mayarakat tersebut. (Faisal, 2007, p. xv-xvi).
Faktor hubungan yang dekat menjadi faktor pendukung dalam
mempengaruhi sikap masyarakat untuk berpartisipasi dalam program tersebut di
sekolah. Hasil temuan menunjukkan bahwa penting bagi sekolah untuk menjalin
hubungan yang baik dengan tokoh masyarakat setempat, dan masyarakat lainnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan ahli berikut:
Sekolah yang sering berkunjung kemasyarakat, kepala sekolah yang mau
bersosialisasi ke masyarakat dengan bagus, juga mau menganjurkan
gurunya untuk bermasyarakat dengan bagus, biasanya sekolah itu akan
mendapat dukungan masyarakat dengan baik (wawancara dengan
Konsultan Nasional Wajib Belajar 9 Tahun, Dit. PSMP, 12 Pebruari
2010).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
122
Universitas Indonesia
5. Transparansi Transparan berarti keterbukaan. Transparansi diperlukan dalam rangka
menciptakan kepercayaan timbal balik antar pemangku kepentingan melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai (www.mgp-be.depdiknas.go.id, 27 Juni 2010). Hasil
penelitian ini menunjukkan, adanya transparansi informasi program-program
pendidikan, keuangan sekolah oleh pihak sekolah dan Komite Sekolah kepada
masyarakat sekolah terbukti mendorong partisipasi masyarakat dalam program.
Faktor ini ditemukan di sekolah dengan partisipasi tinggi yaitu SMPN 3
Pamulang dan SMPN 2 Curug. Menurut kepala sekolah SMPN 3 Pamulang,
keterbukaan yang dilakukan oleh pihak sekolah dan Komite Sekolah mengenai
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dan program-program pendidikan
lainnya di sekolah terhadap masyarakat mendorong partisipasi mereka di sekolah.
Keterbukaan ini menyangkut kejelasan program, perencanaan program, prioritas
program, kebutuhan dana, kesediaan dana, pencapaian yang diinginkan, dan
adanya bukti yang menunjukkan bahwa sekolah telah menjalankan pelayanan
pendidikan dengan baik. Menurut Kepala sekolah SMPN 2 Curug, adanya
transparansi yaitu pertanggungjawaban program yang diinformasikan secara
tertulis dan lengkap oleh sekolah kepada orang tua murid mendorong adanya
partisipasi masyarakat tersebut. Hal ini didukung pula dengan pernyataan salah
satu orang tua murid di SMPN 2 Curug, yang mengatakan bahwa “orang tua
murid tidak akan merasa keberatan membantu sekolah untuk menyumbang dana
asalkan peruntukannya jelas, dan adanya bukti” (wawancara dengan orang tua
murid SMPN 2 Curug, 20 Januari 2010).
Menurut Bundu (2009) dalam penelitian mengenai partisipasi masyarakat
dalam pendidikan dasar dan menegah, menyatakan bahwa transparansi merupakan
salah satu syarat untuk mendorong partisipasi masyarakat. Transparansi adalah
salah satu indikator pola hubungan kemitraan antara sekolah dan masyarakat.
Kemitraan yang setara antara sekolah dan masyarakat akan terbentuk jika ada
transparansi atau keterbukaan dari semua pihak.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
123
Universitas Indonesia
Pola organisasi yang setara akan terwujud jika ada transparansi
(keterbukaan) dari semua pihak. Sering rusaknya pola organisasi baik dari
segi kolektivitas dan kesetaraan karena transparansi yang tidak tercipta
pada setiap level organisasi” (p. 464-465).
6. Sandaran Terhadap Nilai Agama Hasil penelitian Faisal dkk (2007), menemukan bahwa sandaran terhadap
nilai-nilai agama mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pendidikan di
sekolah (p. xv-xvi). Faktor sandaran terhadap nilai-nilai agama mendorong
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-
SMP. Nilai-nilai tersebut adalah kegiatan sumbangan sukarela merupakan sesuatu
yang bernilai ibadah.
Hasil penelitian di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug menunjukkan
bahwa sandaran terhadap nilai agama mendorong orang tua murid untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP.
SMPN 2 Curug menggunakan konsep pendekatan atas dasar ibadah dengan
konsep sumbangan sukarela untuk menggali partisipasi masyarakat.
Nilai-nilai agama terlihat dalam surat laporan keuangan sekolah yang
biasanya dibagikan secara tertulis oleh sekolah kepada orang tua murid. Dalam
surat laporan tersebut terdapat kalimat berikut ini:
…terimakasih atas sumbangan yang diberikan oleh bapak-bapak dan ibu-
ibu, semoga amal ibadahnya mendapatkan balasan dari Allah SWT
(kutipan kalimat dalam laporan keuangan bulan Desember tahun 2009
SMPN 2 Curug).
Konsep sumbangan sukarela pun konsisten dilaksanakan oleh sekolah.
Pihak sekolah tidak menetapkan besaran sumbangan, dan juga waktunya. Pihak
sekolah memberikan kebebasan kepada orang tua murid untuk menyumbang
berapa pun, kapan pun, asalkan dengan ikhlas. Bagi yang tidak mampu, pihak
sekolah tidak memaksakan.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
124
Universitas Indonesia
SMPN 3 Pamulang menggunakan konsep hampir sama dengan SMPN 2
Curug, yaitu dengan dengan konsep sumbangan sukarela. Bedanya SMPN 3
Pamulang menetapkan jumlah sumbangan tersebut, yang dibayarkan setiap bulan,
dengan catatan bagi yang mampu. Bagi yang tidak mampu, pihak sekolah
memberikan pembebasan sumbangan.
7. Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin antara
pihak sekolah dengan masyarakat mendorong munculnya partisipasi mayarakat di
sekolah. Menurut Edward III (1960), komunikasi merupakan faktor penting dan
pertama dalam teori implementasi kebijakan.
For implementation to be effective, those whose responsibility it is to
implement a decision must know they are supposed to do. Orders to
implement policies must be transmitted to the appropriate personnel, and
they must be clear, accurate, and consistent”. (Edward III, 1960, p. 10).
Menurut Edward III, agar implementasi suatu program dapat berjalan
efektif, maka orang-orang yang terlibat sebagai pelaksana program harus
mengetahui apa tugasnya, apa yang seharusnya dilakukan. Perintah menyangkut
implementasi program tersebut harus diberikan kepada orang yang tepat dengan
jelas, tepat, dan konsisten.
Pentingnya komunikasi ini terlihat dalam hasil penelitian di dua lokasi
penelitian ini. Kepala sekolah SMPN 3 Pamulang mengatakan bahwa komunikasi
yang berjalan antara pihak sekolah, orang tua murid, dan Komite Sekolah
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Komunikasi ini tidak hanya
menyangkut program, melainkan menyeluruh, menyangkut perencanaan sekolah,
program-program sekolah, penangganan siswa-siswa yang bermasalah melalui
hubungan telephone dengan orang tua murid, home visit, pelibatan orang tua
murid dalam kegiatan-kegiatan di sekolah, serta transparansi dan akuntabilitas
program-program di sekolah.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
125
Universitas Indonesia
Hal ini terjadi pula di SMPN 2 Curug, pihak sekolah melakukan
pertemuan yang cukup sering dengan orang tua murid. Pertemuan tersebut,
dilakukan per dua kelas, serta menggumpulkan orang tua siswa berdasarkan
pendapatannya. Menurut pihak sekolah cara ini adalah cara yang tepat agar proses
komunikasi dapat berjalan lebih efektif. Sekolah menyampaikan program-
program, kebutuhan dana, dan pencapaian sekolah. Dengan cara tersebut efektif
memunculkan partisipasi masyarakat terhadap program.
Proses komunikasi antara sekolah dan masyarakat merupakan salah satu
bentuk manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat (school public relation)
Kindred Leslie mengemukakan:
School public relation is a process for communication between the school
and community for purpose for the increasing citizen understanding for
educational needs and practices and encourageing inteligent citizent
interest and cooperation in the work for improving the school. (Mulyono,
2008, p. 208).
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi
antara sekolah dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian anggota
masyarakat tentang kebutuhan dari praktik pendidikan serta mendorong minat dan
kerja sama para anggota masyarakat dalam rangka usaha memperbaiki sekolah.
Tujuan diselenggarakannya hubungan masyarakat dan sekolah adalah
pertama, untuk mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat; kedua,
mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun finansial yang diperlukan bagi
pengembangan sekolah; ketiga, memberikan informasi kepada masyarakat tentang
inti dan pelaksanaan program sekolah; dan keempat, memperkaya atau
memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat; dan kelima, mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara
keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak (Mulyono, 2008, p. 211).
Dalam hubungannya dengan manajemen humas, maka seharusnya kepala
sekolah dan guru-guru mengetahui apa tugas mereka, pelayanan apa yang
seharusnya diberikan oleh sekolah kepada murid-muridnya, orang tua murid, dan
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
126
Universitas Indonesia
masyarakat sekitar sekolah. Penyampaian informasi yang jelas oleh unsur sekolah
kepada unsur masyarakat menyangkut pelaksanaan program ini, akan mendorong
masyarakat sekolah untuk berpartisipasi dan mendukung program-program
pendidikan lainnya.
Dengan menjalankan manajemen humas dengan baik di sekolah,
diharapkan mampu menjadi salah satu upaya atau strategi bagi sekolah untuk
mendorong keterlibatan masyarakat dalam program-program pendidikan di
sekolah lainnya. Kesimpulan peneliti di sini diperkuat dengan pernyataan
informan ahli berikut:
… gimanalah agar masyarakat itu, sekolah itu bermasyarakat dengan
masyarakat sekitar. Kalau dalam manajemen kan ada humas, manajemen
humasnya, Kepala Sekolah itu mestinya harus menggunakan cara-teknik,
agar sekolah itu menjadi bagian dari masyarakat di situ, dan sekolah itu
menjadi agen pembaharu di masyarakat itu (wawancara dengan Konsultan
Nasional Wajib Belajar 9 Tahun, Dit. PSMP, 12 Pebruari 2010).
8. Akuntabilitas Akuntabilitas berhubungan dengan pertanggungjawaban untuk
melaporkan, menjelaskan dan membuktikan kebenaran sebuah kegiatan atau
keputusan kepada pemangku kepentingan. (www.mgp-be.depdiknas.go.id, 27 Juni
2010). Akuntabilitas berarti pula, para pengambil keputusan di pemerintah, sektor
swasta, dan organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada masyarakat
maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
(www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Good Governance, 27 Juni 2010).
Dalam hubungannya dengan penelitian ini, maka akuntabilitas berarti
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pihak sekolah dan Komite Sekolah
kepada masyarakat tentang informasi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan
program baik secara administratif keuangan maupun pembuktian hasil program
tersebut secara nyata.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
127
Universitas Indonesia
Penelitian ini menemukan bahwa akuntabilitas pihak sekolah menyangkut
pelaksanaan program-program sekolah terhadap masyarakat sekolah, menjadi
faktor yang mendorong munculnya partisipasi masyarakat dalam program
pembangunan RKB-SMP. Faktor ini ditemukan di SMPN 3 Pamulang dan SMPN
2 Curug. Wakil orang tua murid SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug
mengatakan bahwa orang tua murid tidak akan berat memberikan sumbangan
asalkan peruntukannya jelas, dan ada buktinya. Bagi sekolah untuk menunjukkan
kejelasan peruntukan dana tersebut, serta buktinya merupakan bagian dari
akuntabilitas yang harus dilaksanakan oleh sekolah..
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian berikut ini: “…dengan terciptanya
akuntabilitas yang baik, maka pencitraan sekolah yang positif dalam pandangan
semua unsur masyarakat akan mendorong mayarakat untuk berpartisipasi”
(Bundu, 2009, p. 466).
Teori organisasi yang dinyatakan oleh Murphy dalam Philips (1997)
menyebutkan bahwa:
Organizational theory suggests that in decentralization, employees that
are responsible for decision and are empowered to make decisions have
more control over their work and are accountable for their decisions. The
effectiveness for organization is improved because the employee, who
deals with and knows the client, can alter the product or service to meet
the client’s needs (Baedhowi, 2007, p. 52).
Teori ini menekankan bahwa jika suatu organisasi dalam hal ini sekolah
diberikan kesempatan dan diberdayakan dalam pengambilan keputusan, maka
organisasi tersebut akan lebih mudah untuk mengurus kebutuhannya, dan akan
lebih accountable dan organisasi akan lebih efektif karena mereka lebih tau
program dan kebutuhan mereka sendiri. Teori organisasi ini menekankan perlunya
pengambilan keputusan secara partisipatif dari semua anggota organisasi dan
masyarakat pengguna, dengan harapan akan mampu meningkatkan kualitas
layanan pendidikan kepada publik. Hal ini didukung pula dengan pernyataan
berikut bahwa semakin tinggi partisipasi akan semakin besar tanggung jawab,
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
128
Universitas Indonesia
keterbukaan, dan dukungan terhadap keberhasilan pelaksanaan program dan
ketercapaian tujuan dari suatu program. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:
Cheng (1996), “Greater participation can promote greater responsibility,
accountability, commitment support for implementation and results” (Hapsari,
2006, p. 56).
9. Kebijakan Sekolah Gratis Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kebijakan sekolah gratis
menghambat partisipasi masyarakat di sekolah. Masyarakat menganggap bahwa
sekolah itu sudah gratis, sehingga sekolah tidak bisa melakukan pungutan kepada
orang tua murid.
Bentuk dari kebijakan sekolah gratis tersebut adalah adanya bantuan bea
operasional sekolah (BOS) kepada setiap murid yang diberikan langsung kepada
sekolah. Sekolah penerima BOS tidak boleh melakukan pungutan kepada orang
tua murid. Kemudian berkembang menjadi tidak boleh memungut, namun boleh
menerima sumbangan asal tidak memaksa, tidak ditetapkan jumlahnya, dan tidak
ditentukan waktunya.
Akibat kebijakan ini, pihak sekolah di dua lokasi penelitian menyatakan
bahwa kebijakan sekolah gratis menghambat partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi
masyarakat. Menurut pihak sekolah kebijakan sekolah gratis tidak konsisten
dengan kebijakan pembangunan RKB-SMP dengan mekanisme partisipasi
masyarakat. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Sekolah SMPN 2 Curug
berikut ini:
Iklan itu sangat berpengaruh, gitu. Eee…. di mata masyarakat pada
umumnya, gratis tis tis sampai, bahkan ketika kami mendapat bantuan ini
pun, pak kadis itu pun nanya, berkomentar begini, harusnya kalau dalam
nuansa pendidikan gratis, pemerintah itu memberikan batuan proyek
bangunan dananya sesuai kebutuhan (wawancara dengan Kepala Sekolah
SMPN 2 Curug, 26 Desember 2009).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
129
Universitas Indonesia
Pernyataan lainnya disampaikan oleh Ketua Komite SMPN 3 Pamulang,
berikut ini: ”memang bertepatan dengan kebijakan pemerintah pusat itu,
mengratiskan sekolah SMP, itu menjadi pukulan telak buat sekolah-sekolah,
karena kami membangun” (wawancara dengan Ketua Komite Sekolah SMPN 3
Pamulang, 21 Desember 2009).
Untuk memperkuat hasil penelian ini bahwa kebijakan sekolah gratis
ternyata menjadi faktor penghambat partisipasi masyarakat, peneliti menanyakan
kepada informan ahli. Informan ahli mengakui bahwa ternyata kebijakan sekolah
gratis menghambat partisipasi masyarakat. Berikut ini kutipannya:
Ada kebijakan sekolah gratis itu strick yah, artinya dengan sekolah gratis,
tidak boleh sekolah itu menarik partisipasi masyarakat, itu dasarnya. Saya
kira iya, menurut saya pribadi itu tuntutan mereka, kaya SSN, SSN kan
punya standar minimal kelulusan kan sekian, sementara dana yang
dikelola oleh sekolah kan sama dengan sekolah yang bukan SSN, bahkan
sekolah yang paling bawahpun sama, sementara kita tuntut mutu yang
tinggi, dengan uang yang sama untuk bea operasional. Keluhan disekolah
rata-rata begitu, inovasi dari guru juga terbatas (wawancara dengan
penanggung jawab perluasan Akses SMP Dit. PSMP, 15 Januari 2010).
Pernyataan di atas didukung oleh pernyataan informan ahli lainnya berikut
ini:
Sekarang ini, saya kira karena ada BOS, partisipasi masyarakat itu
menjadi kurang, pendidikan kan sudah gratis, yah itu harus kita pulihkan
kembali yah, kalau kita lihat sebenarnya pendidikan itu kan intinya
sebenarnya tanggung jawab bersama antara pemerintah, kemudian
masyarakat dan orang tua. meskipun dalam undang-undang disebutkan
bahwa pendidikan itu tanggung jawab pemerintah, tapi sebenarnya engga
bisa pemerintah saja, sementara kita tau, pendidikan yang baik itu mahal,
soal pendidikan itu bagi masyarakat gratis, itu bisa berarti, tapi itu yang
membiayaikan pemerintah, untuk membuat pendidikan itu bagus,
sementara keuangan pemerintah kita tidak bisa membiayai semuanya
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
130
Universitas Indonesia
untuk pendidikan yang bagus, sehingga masih diperlukan sebenarnya
partisipasi masyarakat (wawancara dengan Konsultan Nasional Wajib
Belajar 9 Tahun, Dit. PSMP, 12 Pebruari 2010).
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, menunjukkan bahwa kebijakan
sekolah gratis menghambat kebijakan peningkatan peran serta masyarakat dalam
pendidikan. Alasan nya adalah karena pertama, sekolah tidak diperbolehkan
melakukan pungutan padahal untuk menyelenggarakan pendidikan, sekolah
memerlukan dana yang tidak sedikit, dan pemerintah belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan pendidikan di sekolah, akhirnya banyak kegiatan sekolah
berhenti. Kedua, Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP bersifat subsidi
dengan mekanisme partisipasi masyarakat. Artinya dana tersebut kurang, sehingga
memerlukan dana pendamping. Dalam konteks kebijakan sekolah gratis,
aturannya menyebutkan dana pendamping berasal dari pemerintah daerah,
realitasnya menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan dana
pendamping untuk pelaksanaan program ini, akhirnya kekurangannya dibebankan
kepada sekolah. Sekolah tidak boleh melakukan pungutan terhadap orang tua
murid, akhirnya sekolah terpaksa harus melakukan upaya untuk memenuhi
kekurangan pendanaan tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerintah perlu meninjau ulang
kebijakan sekolah gratis tersebut, agar tidak menjadi penghambat terhadap
kebijakan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
10. Fasilitas Menurut Edward III (1960). Faktor yang mendukung keberhasilan
implementasi program, adalah adanya resources atau sumber daya.
Implementation orders may be accurately transmitted, clear, and
consistent, but if implementors lack the resources necessary to carry out
policies, implementation is likely to be ineffective (Edward III, 1960, p.
33).
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
131
Universitas Indonesia
Menurut Edward III (1960), salah satu indikator dalam sumber daya
adalah fasilitas. Tidak adanya fasilitas pendukung bagi unsur masyarakat yang
bekerja di sekolah, mengakibatkan tidak efektifnya pelaksanaan mekanisme
partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug berikut ini:
…kalau bisa ada kantor komite, mereka bukan hanya nama, ada kantor
komite, kalau dugaan saya kenapa pihak komite itu tidak mau begitu
karena mungkin kalau saja pengurus komite itu jelas
gajinya...nah....(wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Curug, 20
Januari 2010).
Menurut sekolah tidak akan ada orang yang mau bekerja tanpa ada
pendapatan yang jelas. Sehingga faktor tidak adanya fasilitas menyebabkan
pelaksanaan mekanisme partisipasi masyarakat tidak berjalan dengan efektif.
Mengenai pendapatan dalam teori facilities Edward III (1960), menunjukkan
pengaruh yang cukup besar tehadap perubahan sikap dari petugas pelaksana
kebijakan. Edward III (1960) menyebutnya sebagai insentives.
Another potential technique to deal with the problem of implementors
dispositions is to alter the dispositions of existing implementors through
the manipulation of incentives. Since people generally act in their own
interest, the maniputlation of incentives by high-level policymakers may
influence their action. Incerasing the benefits or costs of a particular
behavior may make implementors more or less likely to choose it as a
means of advancing their personal organizational, or substantive policy
interest. (p. 107).
Menurut Edward III (1960), insentif efektif mampu mengubah sikap para
pelaksana kebijakan dari memilih urusan mereka sendiri menjadi memilih untuk
mengikuti apa yang diminta oleh pembuat kebijakan. Dalam realisasinya
partisipasi masyarakat yang dimaksud berhubungan cukup dekat dengan kegiatan
sosial. Sekolah menuntut orang tua murid, atau Komite Sekolah untuk
berkontribusi, tanpa pendapatan yang jelas. Padahal pekerjaannya berat misalnya
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
132
Universitas Indonesia
mencarikan dana pendamping, akibatnya kepedulian masyarakat pun rendah.
Dengan insentif atau reward, bisa menjadi faktor yang akan mempengaruhi
partisipasi masyarakat terhadap sekolah
C. Perbandingan Antara Hasil Penelitian dengan Hasil Penelitian Terdahulu
Jika dilakukan perbandingan antara hasil penelitian tingkat partisipasi
masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP dengan hasil
penelitian partisipasi masyarakat terdahulu, menunjukkan terdapat kesamaan, dan
perbedaan. Kesamaan yang terlihat adalah terdapat tingkat partisipasi masyarakat
yang rendah, partisipasi masyarakat cenderung rendah, karena bentuk partisipasi
terbatas pada partisipasi dalam bentuk dana, material maupun tenaga. Pihak
sekolah pun cenderung mengharapkan bentuk partisipasi tersebut. Hal ini
dikarenakan sekolah merasa urusan manajemen, pengelolaan program bisa
dilakukan oleh pihak sekolah. Sekolah hanya memerlukan bantuan dana, tenaga,
material untuk menutupi kekurangan dana subsidi yang diberikan. Sehingga
sekolah cenderung mendorong partisipasi masyarakat ke arah tersebut. Begitu
pula dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, terdapat
banyak kesamaan. Diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomi masyarakat,
komunikasi, sandaran terhadap nilai agama, transparansi, dan akuntabilitas.
Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan dengan hasil
penelitian terdahulu adalah terdapat partisipasi masyarakat yang mengarah pada
keterlibatan Komite Sekolah secara aktif dalam pengelolaan program. Hal ini
dikarenakan adanya dorongan yang kuat untuk memajukan pendidikan di sekolah.
Fenomena ini hanya ditemui di SMPN 3 Pamulang. Partisipasi masyarakat di
SMPN 2 Curug cenderung belum mengarah pada partisipasi aktif masyarakat
dalam program pendidikan di sekolah. Hasil temuan faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat cenderung berbeda adalah faktor sikap,
pelayanan pendidikan, hubungan dekat, kebijakan sekolah gratis, dan fasilitas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 5.4 berikut:
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
133
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
134
Universitas Indonesia
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
135
135 Universitas Indonesia
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab 6 berikut, akan dipaparkan secara berturut-turut simpulan, serta
saran-saran yang akan menjadi masukan bagi Pemerintah, Sekolah, serta Komite
Sekolah dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat
partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan RKB-SMP di dua
lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan. Tingkat partisipasi masyarakat
di SMPN 3 Pamulang cenderung lebih tinggi yaitu ditingkat 3 dibandingkan
SMPN 2 Curug. Tingkat 3 berarti terdapat partisipasi masyarakat secara aktif
dalam program. Aktif disini meliputi pertama, terlibat aktif membantu membuat
perencanaan program, mengusulkan sesuatu, mengutarakan pemikiran dalam
pelaksanaan program, serta mengutarakan penilaian dalam proses pengawasan
program. Pada kondisi ini sekolah pun aktif mendorong keterlibatan unsur
masyarakat untuk ikut serta bersama-sama pihak sekolah dalam membuat
perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan program. Masyarakat pun
menganggap bahwa keterlibatannya penting untuk memberikan sumbangan
pemikiran dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program.
Tingkat partisipasi masyarakat di SMPN 2 Curug cenderung lebih rendah
dibandingkan SMPN 3 Pamulang, yaitu ada di tingkat 2. Tingkat 2 terjadi ketika
keterlibatan unsur masyarakat terbatas pada sumbangan dana, material, dan tenaga
dalam pelaksanaan program. Pihak sekolah menganggap bahwa partisipasi
masyarakat dalam bentuk dana merupakan hal yang paling dibutuhkan sekolah,
sehingga sekolah pun melakukan berbagai usaha untuk mendorong partisipasi
masyarakat dalam bentuk dana, dan material. Bagi masyarakat pun, partisipasi
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
136
Universitas Indonesia
yang penting menurut mereka adalah sumbangan dana dan material sebagai
bentuk dukungan mereka terhadap program
Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan
RKB-SMP. Faktor-faktor tersebut adalah sikap, sosial ekonomi, pelayanan
pendidikan, hubungan dekat, transparansi, sandaran terhadap nilai agama,
komunikasi, akuntabilitas, kebijakan sekolah gratis, dan fasilitas.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan upaya-upaya yang
bisa dilakukan oleh sekolah dan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program pendidikan lainnya di sekolah.
Pertama, sekolah perlu melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat
di sekitar lokasi sekolah. Tokoh masyarakat ini di sini adalah seseorang yang
dihormati oleh lingkungan, biasanya tokoh agama.
Kedua, kebutuhan orang tua murid adalah sekolah memberikan pelayanan
pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka, seperti: tersedianya ruang kelas,
meja, kursi, buku-buku, perhatian para guru terhadap pendidikan anak-anaknya,
guru-guru memberikan informasi dengan terbuka menyangkut perkembangan
anak-anak mereka, serta pelayanan lainnya. Jika sekolah mampu memberikan
pelayanan tersebut, maka orang tua akan dengan senang hati berpartisipasi
terhadap sekolah tersebut.
Ketiga, persandaran terhadap nilai-nilai agama mendorong masyarakat
untuk berpartisipasi terhadap sekolah. Sekolah dapat menggunakan nuansa nilai-
nilai agama sebagai suatu usaha mendorong partisipasi masyarakat.
Keempat, anggapan bahwa sekolah mampu melaksanakan pelayanan
pendidikan sendiri sebenarnya berawal dari sekolah itu sendiri. Sekolah cenderung
mendorong keterlibatan masyarakat dalam bentuk dana, selain urusan dana,
sekolah dapat melakukannya sendiri. Kecenderungan ini peneliti temukan di
kedua lokasi penelitian. Ini berarti sekolah perlu meluruskan pemahaman yang
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
137
Universitas Indonesia
keliru tersebut. Mulailah sekolah membuka diri mengkomunikasikan dan
melibatkan masyarakat mulai dari manajemen, kurikulum, hingga kegiatan
sekolah lainnya.
Kelima, jika ingin melibatkan unsur masyarakat dalam program, maka
sekolah perlu menyediakan fasilitas bagi mereka, seperti meja kerja, bahan-bahan
material, pendapatan, dan lainnya yang mendukung pekerjaan tersebut. Jika tidak,
barangkali mereka tidak akan tertarik untuk terlibat dalam pengelolaan program.
Keenam, sekolah perlu memiliki manajemen humas. Sebagai salah satu
upaya, strategi, teknik-teknik sekolah untuk mendorong keterlibatan masyarakat
dalam program-program pendidikan di sekolah lainnya. Misalnya Kepala sekolah
dan guru harus sering melakukan kunjungan, bersosialisasi, membaur dengan
masyarakat sekitar sekolah, melakukan home visit ke rumah orang tua murid.
Ketujuh, perlu adanya dukungan kebijakan dari pemerintah dengan
memperhatikan lingkungan sosial dan ekonomi sekolah. Faktor sosial ekonomi
mempengaruhi partisipasi masyarakat di sekolah. Sekolah yang berada di daerah
kaya, partisipasi masyarakat akan tinggi, sebaliknya sekolah yang berada di
daerah miskin partisipasi masyarakat akan rendah. Sehingga pemerintah perlu
mendesain ulang bantuan-bantuan block grant yang menggunakan mekanisme
partisipasi masyarakat berdasarkan status sosial ekonomi lokasi sekolah itu
berada. Seharusnya jumlah bantuan untuk daerah miskin harus lebih besar
dibandingkan dengan daerah kaya. Menurut peneliti, bantuan antara sekolah yang
berada di daerah kaya dan daerah miskin harus berbeda, penting adanya subsidi
silang yang dimaksud oleh Jalal dan Mustofa (2001, p. xvii) yaitu penting untuk
mengimplementasikan kebijakan sistem subsidi silang untuk mencegah partisipasi
masyarakat dan desentralisasi yang menimbulkan lebarnya kesenjangan dalam
pendidikan akibat perbedaan status ekonomi dan sosial di daerah-daerah.
Kedelapan, pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan sekolah gratis.
Berdasarkan hasil penelitian, kebijakan ini menghambat partisipasi masyarakat di
sekolah, padahal sekolah memerlukan partisipasi dari masyarakat dalam
pelaksanaan program-program di sekolah.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
138
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
I. BUKU
Baedhowi, Dr. (2007). Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Konsep Dasar dan Implementasi. Semarang: UPT UNNES Press.
Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Cutlip, Scott M, Allen H Center, & Glen M. Broom. (2009). Effective Public Relations. Jakarta: Kencana.
Creswell, John W. (2002). Research Design. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. (Angkatan III & IV KIK-UI & Nur Khabibah, Penerjemah). Jakarta: KIK Press.
Campbell, Roald F., Bridges, Edwin M., Corbally,Jr., & Nystrand, Raphael. (1976). Introduction to Educational Administration. United States of America: Allyn and Bacon, Inc.
Cheng, Yin Cheong. (1996). School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development. Washington, DC : The Falmer Press.
Davis, Keith. (1962). Human Relations At Work. Tokyo: Tosho Printing, Co. Ltd.
Danim, Sudarwan. (2006). Visi Baru manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Dunn, William N. (2000). Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. (Fakultas Isipol UGM, Penerjemah). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Direktorat Pembinaan SMP. (2007). Wajib Belajar Pendidikan Dasar 1945-2007. Jakarta: Depdinas, Dit.PSMP.
Direktorat PSMP. (2009). Panduan Pelaksanaan & Teknis, Program Pembangunan RKB-SMP dengan Mekanisme Partisipasi Masyarakat, Jakarta: Depdiknas.
Edward III, George. (1980). Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Press.
Friedmann, John. (1992). Empowerment: The Politics of Alternative Development. Cambridge : Blackwell.
Faisal, Sanapiah & dkk. (2007). Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
139
Universitas Indonesia
Fattah, Nanang. (2006). Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Harris, Alma., & Bennet, Nigel. (2001). School Effectiveness and School Improvement. London & New York: Continuum.
Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: Fisip UI.
Kathleen Bewland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, eds. (1997). Menjelajah Cakrawala : Kumpulan Karya Visioner Soedjatmoko. Jakarta: Gramedia.
Koehon, Larry. (1996). The Family School Relation and Child’s School Performance. Child Development.
Leslie W, Kindered. The School and Community Relations, Third Edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs.
Lester, James P & Steward, Joseph, Jr. Public Policy : An Evolutionary Approach. Stamford: Wadsworth, 2000.
PT Bigsat Nusantara. (2008). Laporan Akhir Program Subsidi Pembangunan RKB/RBL Dengan mekanisme Partisipasi Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.
Maskun, Sumitro. (1994). Pembangunan Masyarakat Desa: Asas, Kebijakan, dan Manajemen. Yogyakarta: MW Mandala.
Mulyono, MA. (2008). Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Milton H. Spencer & Orley M. Amos, Jr. (1993). Contemporary Economics, Edisi ke-8. Worth Publishers, New York.
Nugroho, Riant. (2008). Kebijakan Pendidikan yang Unggul, Kasus Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Jembrana 2000-2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nugroho, Riant. (2008). Public Policy : Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Manajemen Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate, Metode penelitian Kebijakan. Jakarta: Alex Media Computindo.
Neuman, W. Lawrence. (2006). Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. USA: Library of Congress Cataloging in Publication Data.
Ruslan, Rosady. (2007). Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soedjatmoko, Kemala Candrakirana. (1996). Etika Pembebasan. Jakarta: LP3ES.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
140
Universitas Indonesia
Sidhi, Indrajati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu.
Senge, Peter M. (1996). Disiplin Kelima: Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar. (Ir. Nunuk Adiarni MM & Dr. Lyndon Saputra, Penerjemah). Jakarta : Binarupa Aksara.
Silalahi, Ulbert. Drs. MA. (1996). Asas-Asas Manajemen, Pemahaman Praktis. Bandung: Mandar Maju.
Sule, Ernie Trisnawati & Kurniawan Saefullah. (2006). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukanto. (1983). Beberapa Upaya Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan. Analisa
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tilaar, H.A.R., & Nugroho, Riant. Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tan, Mely G. (1982). Masalah Perencanaan Penelitian, dalam Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
United Nations. (1975). Development Administration: Current Approaches and Trends in Public Administration for national Development. New York: UN.
Vroom & Jago dalam Bakri, Henri & Jon Hartwick. (March 1994). Measuring User Participation, User Involvement, and User Attitude. MIS Quarterly.
White, Sarah., & Pettit, J. (2007). Participatory Approaches and The Measurement of Well Being. Human Well-Being : Concept and Measurement. London: Palgrave Macmillan.
Young, Joyce., Wyman, Ken., & Swaigen, John. (2007). Menggalang Dana Untuk Organisasi Nirlaba. Jakarta: PT Ina Publikatama.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
141
Universitas Indonesia
II. SERIAL
Bundu, Patta. (Mei, 2009). Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.15, No. 3. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
InfoManajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Edisi II, Pendidikan Gratis Berkualitas. (2009). Jakarta: Ditjenmandikdasmen.
Murni, Sylviana. (Maret 2006). Pengaruh Karakteristik Sekolah, Partisipasi Masyarakat, Iklim Sekolah, dan Kemampuan Manajemen terhadap Keefektifan Sekolah pada SMPN di DKI Jakarta (2005). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.059, tahun ke-12. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Suryadi, Ace. (Maret 2009). Otonomi Sekolah, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 15, No. 2. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Siskandar. (Juli 2008). Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.073, tahun ke-14. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Wiratno, Siswo. (Maret 2009). Otonomi Sekolah, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 15, No. 2. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
III. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Ellis, C. Shannon. (2009). Disertation: An Analysis of School Community Relations Programs In Rapidly Growing School Systems. Faculty in the Educational Leadership Program of The Tift College of Education. Mercer University, Atlanta, Georgia. http://www.proquest.umi.com/pqdweb
Hastuti, Sih Retno. Mengelola Sinergi Masyarakat. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.69-75%20Mengeloka%20Sinergi%20Masyarakat.pdf.
Harjosoemantri, Kusnadi. Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Good%20Governance%20-%20koesnadi%20hardjasoemantri.pdf, 27 Juni 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
142
Universitas Indonesia
Metekohy, Elisabeth Yansye. (2000). Tesis: Peranan Humas Dalam Reposisi Organisasi (suatu Studi Kasus Di Politeknik Negeri Jakarta. Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia. http://www.lib.ui.
Nurudin. (2007). Tesis: Efektifitas Kebijakan Pendidikan Gratis di Kabupaten Banyuwangi. Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik , Departemen Ilmu Administrasi. FISIP Universitas Indonesia. http://www.lib.ui
Nila, Safrida. (2007). Tesis: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Penataan Ruang Kota (Studi Terhadap : Penyusunan Rencana Lingkungan RW 08, kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur). Program Studi Manajemen Pembangunan Sosial. Departemen Sosiologi. FISIP Universitas Indonesia. http://www.lib.ui
Philip, L. (1997). Advantages and Disadvantages of School Based Management. http://home.ecn.ab.ca/
Ternieden, Marie DeLucia. (2009). Disertation: A Case Study of Community Participation in Primary Education in Three Rural Village Schools in Ethiopia. The Faculty of The Graduate School of Education and Human Development of The George Washington University. http://www.proquest.umi.com/pqdweb
Weda, Sukardi. (2006). Tesis: Efektifitas Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan Dasar 9 tahun, Studi Evaluasi Program BOS Pada SDN 07 dan SDN 09 Di Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen Kotamadya Jakarta Pusat. Program Pasca Sarjana Sosiologi. Program Studi Manajemen Pembangunan Sosial. FISIP Universitas Indonesia. http://www.lib.ui
Wesly, Pandjaitan. (2000). Tesis: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Program Inpres Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan Tambun Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik , Departemen Ilmu Administrasi. FISIP Universitas Indonesia. http://www.lib.ui
Wilcox, David. (1994). Community Participation and Empowerment: Putting Theory Into Practice. RRA Notes, Issue 21, pp. 78-82. IIED London. http://www.planotes.org/documents/plan_02112.PDF
Wikipedia Ensiklopedi. Education Policy. http://en.wikipedia.org/wiki/Education_policy, 27 Pebruari 2010
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
143
Universitas Indonesia
Wikipedia Ensiklopedi. Transparansi. http://id.wikipedia.org/wiki/Transparansi, 27 Pebruari 2010
Wikipedia Ensiklopedi. Akuntabilitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntabilitas, 27 Pebruari 2010
……….Subsidy definitions. http://www.investorwords.com/4807/subsidy.html,
………Transparansi dan Akuntabilitas Publik, http://www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/publikasi/m01u03c.pdf, 27 Juni 2010.
IV. UNDANG -UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Peraturan Presiden RI No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Pendidikan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 Keppres No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaaan Barang/Jasa
Pemerintah. Permen Diknas No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA), Juni 2007.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 133/U/2003 tentang Pemberian
Bantuan Block Grant Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
144
Universitas Indonesia
Panduan Wawancara Bagi Kepala Sekolah
1. Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan program
2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
3. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan program
4. Usaha yang dilakukan oleh sekolah dalam melibatkan masyarakat dalam program
pembangunan RKB SMP
5. Hambatan yang dihadapi sekolah dalam melibatkan masyarakat dalam program
pembangunan RKB SMP
6. Faktor yang mendukung keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
7. Faktor yang menghambat keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
Panduan Wawancara Bagi Ketua Panitia Pembangunan Sekolah
1. Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan program
2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
3. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan program
4. Usaha yang dilakukan oleh P2S dalam melibatkan masyarakat dalam program
pembangunan RKB SMP
5. Hambatan yang dihadapi P2S dalam melibatkan masyarakat dalam program
pembangunan RKB SMP
6. Faktor yang mendukung keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
7. Faktor yang menghambat keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
Lampiran 1: Panduan Wawancara
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
145
Universitas Indonesia
Panduan Wawancara Bagi Ketua Komite Sekolah
1. Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan program
2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
3. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan program
4. Usaha yang dilakukan oleh Komite sekolah dalam melibatkan masyarakat dalam
program pembangunan RKB SMP
5. Hambatan yang dihadapi komite sekolah dalam melibatkan masyarakat dalam
program pembangunan RKB SMP
6. Faktor yang mendukung keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
7. Faktor yang menghambat keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
Panduan Wawancara Bagi Unsur Masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program (3 orang wali murid yang duduk dalam keanggotaan P2S, kalangan professional : 1 orang, masyarakat lokal : 1 orang, tokoh masyarakat : 1 orang)
1. Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan program
2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
3. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan program
4. Usaha yang dilakukan oleh sekolah dalam melibatkan masyarakat dalam program
pembangunan RKB SMP
5. Faktor yang mendukung keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
6. Faktor yang menghambat keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
RKB SMP
Lampiran 1: Panduan Wawancara (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
152
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 3 Pamulang
Kode Kata Kunci1 Adanya dukungan masyarakat2 Bentuk partisipasi masyarakat: dana, tenaga3 Pemerintah Daerah tidak menjalankan tugasnya yaitu : tidak menyiapkan
dana pendamping 4 Dana pendamping dari swadaya masyarakat5 Dana bantuan pembangunan ruang kelas baru (RKB) dari pemerintah
kurang, sekolah harus berusaha menyiapkan kekurangannya 6 Masyarakat : orang tua murid, masyarakat yang punya usaha, masyarakat
sekitar sekolah 7 Upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam melibatkan masyarakat :
komunikasi dengan orang tua murid 8 Orang tua murid siap mendukung9 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: untuk anak10 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: tidak ingin
sekolah menanggung sendiri masalahnya 11 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: untuk
keberhasilan pelaksanaan program 12 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: agar sekolah
maju pesat 13 Kesadaran orang tua murid yang tinggi terhadap pendidikan 14 Upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam melibatkan masyarakat :
Sekolah melakukan pendekatan dengan orang tua siswa yang mengetahui pembangunan, agar mereka dapat meyakinkan kepada orang tua lainnya
15 Besaran dana sumbangan tidak ditetapkan16 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah:
perkembangan sekolah 17 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: kualitas
sekolah 18 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah: prestasi
sekolah 19 Upaya menjaga mutu sekolah : pelatihan guru20 Upaya menjaga mutu sekolah : evaluasi KBM 21 Upaya menjaga mutu sekolah : penangganan secara cepat masalah yang
berhubungan dengan pelanggan (siswa) 22 Cara sekolah mengatasi masalah yang berhubungan dengan siswa :
melakukan komunikasi dengan telephon 23 Cara sekolah mengatasi masalah yang berhubungan dengan siswa :
melakukan homevisit
Lampiran 3: Koding Data
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
153
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 3 Pamulang
24 Cara sekolah mengatasi masalah yang berhubungan dengan siswa : kepala sekolah, wali kelas, dan guru BK segera bertindak
25 Upaya sekolah dalam berhubungan dengan masyarakat : sosialisasi program
26 Upaya sekolah dalam berhubungan dengan masyarakat : sekolah melakukan komunikasi secara terbuka kepada masyarakat
27 Dana bantuan dari pusat kurang28 Sekolah memerlukan tambahan dana untuk program ini 29 Komite sekolah terlibat dalam menyiapkan dana pendamping 30 Kebijakan pendidikan gratis merupakan hambatan bagi sekolah 31 Faktor komitmen sekolah mendukung pelaksanaan program 32 Dukungan masyarakat33 Masalah yang dihadapi sekolah : Sekolah memerlukan bantuan untuk
kelengkapan sarana dan prasarana sekolah 34 Sekolah fokus pada Hasil bangunan RKB yang berkualitas 35 Hambatan pelaksanaan program : Pemda tidak menyiapkan dana
pendamping 36 Hambatan pelaksanaan program : Dinas pendidikan menyerahkan urusan
dana pendamping kepada sekolah 37 Partisipasi masyarakat terlibat dalam perencanaan program sekolah 38 Bentuk keterlibatan masyarakat di sekolah : memberikan usulan kepada
sekolah agar menjadi sekolah unggulan, 39 Sekolah memerlukan bantuan yang banyak untuk berkembang : sarana
prasarana sekolah 40 Efektivitas bantuan RKB : Sekolah menjalankan proses KBM satu shift41 Bentuk keterlibatan masyarakat di sekolah : menjadi anggota panitia
pembangunan sekolah (P2S) 42 Komite sekolah : orang tua murid43 Unsur masyarakat dalam P2S : orang tua murid sebagai bagian dalam
komite 44 Bentuk keterlibatan masyarakat di sekolah : hadir dalam rapat evaluasi
program 45 Hambatan pelaksanaan program : kebijakan pendidikan gratis 46 Hambatan pelaksanaan program : dana47 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat: meyakinkan
orang tua murid 48 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat: membangun
kepercayaan orang tua murid 49 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat: adanya
bukti
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
154
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 3 Pamulang
50 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat: komunikasikan secara lengkap
51 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat: adanya transparansi
52 Hambatan di lapangan : sekolah memerlukan dana pendidikan yang besar untuk menjadi sekolah yang berkualitas
53 Upaya yang dilakukan sekolah dalam mengatasi masalah dana : sumbangan yang tidak mengikat
54 Upaya yang dilakukan sekolah untuk melibatkan masyarakat : membebaskan SPP bagi orang tua siswa yang tidak mampu
55 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah : kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak
56 Faktor yang menghambat orang tua untuk berpartisipasi di sekolah : kebijakan pendidikan gratis
57 Faktor yang menghambat orang tua untuk berpartisipasi di sekolah : sekolah negeri
58 Faktor pendukung orang tua untuk berpartisipasi di sekolah : sekolah memberikan kenyamanan dalam proses KBM
59 Mayoritas masyarakat mendukung60 Hubungan kerja yang saling mendukung antara kepala sekolah dan komite
sekolah 61 Masyarakat mengawasi sekolah62 Masyarakat merasa puas terhadap pelaksanaan program 63 Diskusi dilakukan untuk membuat perencanaan program antara orang tua
murid dan sekolah 64 Perencanaan program melibatkan wakil wali murid : Pembuatan RAB 65 Perencanaan program melibatkan wakil wali murid : Gambar, jadwal
pelaksanaan, spesifikasi bangunan dan dokumen administrasi lainnya 66 Sekolah melakukan pertemuan antara pihak sekolah dan orang tua murid67 Dana dari pusat kurang68 Administrasi keuangan bukan dari unsur wali murid69 Pelaksanaan program dilakukan oleh sekolah, tidak menggunakan pihak
ke 3 (pemborong) 70 Penanggung jawab teknis berasal dari unsur masyarakat yang ahli
dibidangnya 71 Pemilihan pekerja berdasarkan faktor kedekatan72 Pihak sekolah telah memberikan kesempatan untuk keterlibatan
masyarakat dalam P2S 73 Sekretaris bukan dari wakil wali murid74 Alasan penyerahan tersebut : karena kesibukan pekerjaan
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
155
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 3 Pamulang
75 Masyarakat menyerahkan kembali kepada sekolah (percaya kepada sekolah)
76 Pengelolaan keuangan tidak melibatkan wakil wali murid 77 Program ini tanggung jawab sekolah78 Komite sekolah menjadi inisiator dalam rapat komite79 Alasan membantu pekerjaan di sekolah : karena kedekatan dengan kepala
sekolah, kepala sekolah sebagai tokoh masyarakat 80 Alasan tidak memakai tukang dari sekitar sekolah : pengalaman
menunjukkan ketidak memuaskannya pekerjaan mereka 81 Alasan orang tua mau menyumbang : kewajiban sebagai orang tua 82 Alasan orang tua berat menyumbang : karena PHK sehingga menggangur83 Alasan orang tua berat menyumbang : karena pekerjaan yang tidak tetap84 Upaya komite melakukan pendekatan yang baik dengan orang tua murid :
melalui rapat 85 Mayoritas orang tua siswa di SMPN 3 Pamulang status sosial ekonominya
menengah keatas 86 SPP tidak dipaksakan kepada orang tua yang tidak mampu 87 Tidak ada hukuman bagi siswa yang tidak mampu membayar 88 Variasi jumlah sumbangan89 Pendapat masyarakat : tidak mungkin pendidikan itu gratis 90 Variasi kebutuhan Pendidikan di sekolah : KBM 91 Variasi kebutuhan Pendidikan di sekolah : Kegiatan ekskul 92 Variasi kebutuhan Pendidikan di sekolah : operasional sekolah seperti
kapur tulis 93 Variasi kebutuhan Pendidikan di sekolah : Honor guru94 Transparansi sekolah tentang berbagai kebutuhan sekolah terhadap orang
tua murid 95 Orang tua murid pasti memahami96 Menyumbang dengan ikhlas97 Keterbukaan antara sekolah dan orang tua murid98 Orang tua murid memahami kebutuhan sekolah
Koding data: SMPN 2 Curug
Kode Kata Kunci1 Dana bantuan @ RKB = Rp. 70.000.000, 3 RKB = Rp.351.000.000. Dana
@ Lap IPA = Rp. 95.000.000 2 Rapat pembentukan Panitia pembangunan sekolah (P2S) 3 Hadir dalam rapat pembentukan P2S : Kepala sekolah, guru, komite
sekolah
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
156
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug
Kode Kata Kunci4 Sekolah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten 5 Hambatan pelaksanaan program : kebijakan pendidikan gratis 6 Program pembangunan RKB : imbal swadaya7 Hambatan pelaksanaan program : Dana pendamping8 Hambatan pelaksanaan program : sekolah harus menyiapkan dana
pendamping 9 Dana pendamping yang harus disiapkan untuk 3 RKB : Rp. 81.000.000,
sementara Lab IPA = Rp. 133.644.000 10 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program :
mensosialisasikan program sekolah kepada orang tua murid 11 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program :
mensosialisasikan perencanaan sekolah 12 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program :
menginformasikan kepada orang tua murid bahwa sekolah mendapatkan bantuan pembangunan sarana sekolah
13 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program : menginformasikan kepada orang tua murid bahwa dana bantuan tersebut kurang
14 Faktor pendukung pelaksanaan program : orang tua siswa mendukung pelaksanaan program ini
15 Bentuk partisipasi orang tua siswa : adanya sumbangan sukarela dalam bentuk dana
16 Faktor pendukung pelaksanaan program : sumbangan sukarela tidak memaksa
17 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program: sekolah melakukan rapat dengan orang tua murid
18 Upaya yang dilakukan sekolah dalam rapat : Rapat dibagi per 2 kelas 19 Upaya yang dilakukan sekolah dalam rapat : pihak sekolah menyampaikan
masalah yang dihadapi sekolah dalam forum rapat 20 Upaya yang dilakukan sekolah dalam rapat : pihak sekolah mengetuk pintu
hati orang tua siswa 21 Upaya yang dilakukan sekolah dalam dalam rapat : pihak sekolah
menuliskan informasi rapat secara tertulis dalam hal ini menyangkut dana 22 Faktor pendukung pelaksanaan program : Transparan23 Upaya-upaya yang dilakukan sekolah, efektiv meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam bentuk dana 24 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program : menjalin
hubungan dengan dunia usaha 25 Dunia usaha tidak memberikan respon positif
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
157
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug
26 Hambatan pelaksanaan program : Iklan pendidikan gratis mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pendidikan, bahwa semua gratis
27 Faktor penghambat pelaksanaan program : persepsi masyarakat , dalam konteks pendidikan gratis, seharusnya bantuan pemerintah sesuai kebutuhan
28 Sumbangan : sukarela, tidak dipaksa 29 Sekolah berusaha memberikan pengertian tentang sumbangan 30 Bentuk partisipasi orang tua siswa : adanya sumbangan sukarela dalam
bentuk material 31 Bentuk partisipasi orang tua siswa : adanya sumbangan sukarela dalam
bentuk dukungan moril (senyuman) 32 Berdasarkan aturannya dana pendamping dari Pemda33 Alasan tidak ada dana pendamping dari Pemda : pertama, kebijakan itu
muncul setelah APBD I tahun 2010 udah di ketok palu, kedua, dalam APBD tidak hanya dinas pendidikan, ada dinas-dinas yang lain
34 Komitmen pemda kurang terhadap pendidikan35 Sekolah yang harus berusaha sendiri36 Upaya yang dilakukan sekolah melalui rapat : Rapat dibagi berdasarkan
status sosial ekonomi orang tua siswa 37 Sekolah menerima usulan dari orang tua siswa38 Faktor pendukung orang tua siswa mau menyumbang : konsep agama 39 Faktor pendukung orang tua siswa mau menyumbang : sekolah
melaksanakan program dengan baik, jelas, rasional, transparan 40 Transparan : pertanggungjawabannya tertulis dan lengkap 41 Transparan : pertanggungjawabannya diinformasikan kepada warga
sekolah melalui papan informasi 42 Transparan : laporan sumbangan yang diterima dan dikeluarkan
diinformasikan kepada warga sekolah secara tertulis 43 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program : sekolah terus
menyampaikan program apa yang mendesak harus segera dilaksanakan kepada orang tua siswa
44 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program : sekolah terus mengetuk hati orang tua yang mampu untuk terus dan terus menyumbang
45 Upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan program : Sekolah mengucapkan sangat berterima kasih kepada orang tua siswa atas sumbangan yang diberikan
46 Secara umum bentuk partisipasi masyarakat : orang tua siswa mendukung penuh terhadap program pembangunan RKB
47 Wartawan dan LSM sebagai mitra kerja sekolah48 Wartawan dan LSM akan membantu meyakinkan kepada masyarakat
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
158
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug tentang sekolah
49 Alasan banyak sekolah takut dengan wartawan dan LSM, karena sekolah tidak siap dengan laporan yang lengkap tentang pelaksanaan program
50 Laporan : laporan lengkap tertulis dan hasil kerja51 Wartawan dan LSM mempunyai tujuan tertentu yaitu : uang 52 Cara agar wartawan dan LSM tidak melakukan pemerasan kesekolah :
sekolah memberikan penjelasan tentang program secara jelas 53 Cara agar wartawan dan LSM tidak melakukan pemerasan kesekolah :
sekolah harus memiliki pelaporan tertulis 53 Cara agar wartawan dan LSM tidak melakukan pemerasan kesekolah :
sekolah memberikan penjelasan kepada wartawan tersebut, bahwa himbawan menyumbang itu bukan dalam konteks menagih
54 Cara agar wartawan dan LSM tidak melakukan pemerasan kesekolah : sekolah harus yakin bahwa sekolah telah melakukan hal yang benar
55 Faktor pendukung : adanya payung hukum yang memperbolehkan sekolah meminta sumbangan kepada masyarakat asal jelas, contoh di kabupaten Tangerang Selatan
56 Hambatan keuangan disekolah : kabupaten Tangerang tidak memiliki payung hukum mengenai bolehnya sekolah menerima sumbangan
57 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut : sekolah membuat program secara jelas
58 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut : Program kerja disampaikan secara jelas kepada orang tua siswa
59 UU, Agama, tidak melarang kegiatan meminta sumbangan 60 Upaya sekolah untuk menarik simpati masyarakat : menunjukkan hasil
kerja yang telah dilakukan oleh sekolah 61 Kepala sekolah, guru, tenaga administrasi bekerja bersama untuk meminta
dukungan dari orang tua siswa 62 Administrasi keuangan bukan dari unsur wakil wali murid 63 Penanggung jawab teknis : masyarakat dari kalangan profesional 64 Pembukuan keuangan program tidak melibatkan wakil wali murid 65 Dalam prakteknya : pelibatan partisipasi masyarakat tidak mudah
dilakukan 66 Faktor penghambat keterlibatan komite sekolah dalam pelaksanaan
program : komite menganggap sekolah bisa melakukannya sendiri 67 Komite sekolah adalah organisasi sosial68 Alasan komite sekolah tidak terlibat : tidak ada gajinya, sementara
pekerjaannya berat : menyiapkan dana pendamping 69 Perbedaan antara pengurus yayasan dan pengurus komite 70 Ketua komite : anggota DPRD
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
159
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug
71 Ketua komite sekolah tidak menjadi inisiator, hanya menunggu kebutuhan dari sekolah
72 Inisiator datang dari sekolah, bukan dari komite sekolah 73 Adanya pergantian ketua komite sekolah, pemilihan berdasarkan kesamaan
latar belakang pendidikan yang dimiliki ketua komite dengan profil sekolah
74 Faktor agama menjadi perekat antara komite sekolah dan sekolah 75 Kepala pelaksana dari unsur masyarakat yaitu kalangan professional 76 Kepala pelaksana memberikan masukan-masukan dan sebagai wadah bagi
sekolah untuk berkonsultasi tentang pekerjaan 77 Pembuatan gambar dilakukan oleh tenaga ahli78 Komunikasi terus dilakukan oleh ketua P2S dan kepala pelaksana 79 Partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga : kepala pelaksana membantu
sekolah tanpa honor 80 Gaji tukang diberikan standar (tukang bekerja secara professional) 81 Faktor pendukung unsur masyarakat terlibat : faktor kedekatan unsur
masyarakat dengan sekolah 82 Tukang tidak berasal dari masyarakat sekitar sekolah83 Faktor penghambat bagi sekolah untuk melibatkan masyarakat sekitar
lokasi : faktor pengalaman yang menunjukkan ketidakberesan pekerjaan jika mengambil dari masyarakat sekitar lokasi sekolah
84 Alasan pemilihan tukang : pekerja yang professional agar efektif dan efisien
85 Alasan tukang bekerja di sekolah ini : untuk bekerja86 Dalam prakteknya pelibatan masyarakat sekitar sekolah dalam pelaksanaan
program menghasilkan masalah 87 Pembelian barang dilakukan sendiri oleh P2S (tidak ada keterlibatan unsur
masyarakat) 88 Keluhan sekolah terhadap pelaksanaan program ini : program ini
memberikan beban berat bagi sekolah, sehingga tanggungjawab utama pendidikan menjadi tidak fokus
89 Perbedaan antara bantuan yang diberikan oleh pusat dan APBD 90 Sekolah merasa puas jika mengelola sendiri, karena hasilnya lebih baik,
namun membebani sekolah 91 Faktor utama yang membebani sekolah : sekolah harus menyiapkan
kekurangan dana tersebut 92 Faktor utama yang membebani sekolah : terlalu banyak aturan, dan
mekanisme partisipasi masyarakat tidak mudah dalam prakteknya 93 Harapan kepala sekolah : sekolah telah siap dan lengkap 94 Sekolah merasa berat dengan beban bantuan-bantuan blockgrant ke
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
160
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug sekolah
95 Harapan kepala sekolah : seharusnya tipe sekolah sudah direncanakan dari awal, sehingga anggarannya telah ada
96 Orang tua murid akan menyumbang jika kebutuhannya jelas 97 Sekolah berusaha menjelaskan kebutuhan sekolah dengan mengundang
orang tua murid 98 Sekolah memerlukan dukungan dana dari orang tua murid 99 Dukungan dana sangat diperlukan untuk melancarkan kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah 100 Mayoritas orang tua murid bersedia memberikan sumbangan, jika
kebutuhannya jelas 101 Sumbangan yang diterapkan tidak memaksa102 Sekolah selalu menginformasikan laporan penerimaan dan pengeluaran
keuangan sekolah 103 Sekolah menjelaskan : dana yang dimilki sekolah dan kebutuhannya 104 Faktor penghambat bagi orang tua murid memberikan sumbangan : faktor
sosial ekonomi yang lemah 105 Faktor pendukung bagi orang tua murid memberikan sumbangan : faktor
kejelasan dari kebutuhan sekolah 106 Faktor pendukung bagi orang tua memberikan sumbangan : faktor
kejelasan peruntukan dari dana tersebut 107 Faktor pendukung bagi orang tua memberikan sumbangan : orang tua
murid mendapatkan informasi yang jelas dari sekolah 108 Penggerak dalam rapat komite adalah sekolah109 Komite sekolah tidak bisa memberikan informasi dengan jelas (pihak
sekolah yang harus memberikan informasi tersebut) 110 Faktor agama menjadi faktor pendukung partisipasi masyarakat 111 Sekolah harus bisa membuktikan prestasi yang telah didapatkan sekolah112 Pengawasan dilakukan oleh wartawan dan LSM113 Pengawasan dilakukan oleh masyarakat sekitar sekolah114 Hal-hal yang ditanyakan oleh wartawan, LSM, dan masyarakat : biaya
pembangunan, sumber dana 115 Pihak sekolah memberikan informasi tentang program ini kepada
wartawan, LSM, dan masyarakat 116 Tanggapan masyarakat terhadap program : mengapa dana tidak sesuai
dengan kebutuhan 117 Aturan menyebabkan dana yang diberikan tidak mampu memenuhi semua
kebutuhan 118 Sekolah mendorong agar sumbangan tidak hanya berupa dana, dapat
berupa material, tenaga, dan senyuman 119 Usaha Kepala sekolah mendorong partisipasi masyarakat adalah dengan
mendorong faktor emosionalnya
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
161
Universitas Indonesia
Koding data: SMPN 2 Curug
120 Faktor penghambat orang tua murid menyumbang : peruntukan dana tidak jelas
121 Faktor penghambat orang tua murid menyumbang : sekolah kurang melayani
122 Faktor penghambat orang tua murid menyumbang : sekolah kurang amanah
123 Tukang tidak berasal dari masyarakat sekitar sekolah124 Alasan tukang mau bekerja di sekolah ini : faktor kedekatan dengan pihak
sekolah 125 Alasan tukang mau bekerja di sekolah ini : untuk bekerja cari uang 126 Pemilihan tukang berdasarkan profesionalitasnya
Koding data: Informan Ahli (Penanggung Jawab Kegiatan Perluasan SMP)
Kode Kata Kunci1 Latar belakang kebijakan dengan mekanisme partisipasi masyarakat : kriris
finansial 1997, agar masyarakat merasa terlibat, merasa memiliki, kemudian ikut berpartisipasi, agar dana itu tidak kemana-mana, dan membantu perputaran perekonomian
2 Dasar hukum program3 Pengertian mekanisme kontrak4 Masyarakat menurut pemerintah : masyarakat sekitar lokasi 5 Pelaksana program RKB di sekolah : P2S6 Bentuk partisipasi masyarakat di sekolah yang terletak di kota : uang 7 Bentuk partisipasi masyarakat lainnya : tenaga dari orang tua yang punya
keahlian 8 Bentuk partisipasi masyarakat di sekolah yang terletak di desa : material,
tenaga 9 Bentuk partisipasi masyarakat lainnya : pemikiran10 Komite merupakan perwakilan dari masyarakat : orang tua, tokoh
masyarakat 11 Sumber dana pendamping : yayasan 12 Yayasan termasuk unsur masyarakat13 Pengertian yayasan 1: satu organisasi yang dibentuk masyarakat khusus
untuk berbuat sesuatu 14 Pengertian yayasan 2: yayasan itu kan tidak hanya bergerak di bidang
pendidikan
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
162
Universitas Indonesia
Koding data: Informan Ahli (Penanggung Jawab Kegiatan Perluasan SMP)
15 Pengertian yayasan 3 : keuntungan yayasan untuk kepedulian kepada masyarakat
16 Faktor penghambat pembangunan pendidikan : keterbatasan anggaran pemerintah untuk pendidikan
17 Faktor pendukung pembangunan pendidikan : adanya masyarakat yang punya kepedulian
18 Dana sharing dari yayasan di SMP Maestro termasuk bentuk partisipasi masyarakat
19 Aturan program sekolah SSN kebawah : engga boleh menarik dana dari masyarakat
20 Himbauan untuk menyumbang diperbolehkan : engga ada tekanan, engga ada keharusan
21 Target program : Goalnya bisa terwujud22 Cara agar tujuan terwujud 1 : dengan dana bagi sekolah yang kaya 23 Cara agar tujuan terwujud 2 : dengan material, tenaga , pemikiran 24 Nilai dari sumbangan tenaga25 Pemda tidak mengaloksikan dana pendamping untuk sekolah negeri 26 Bantuan Pembangunan RKB SMP : dana imbal swadaya, harus ada dana
pendamping 27 Perbedaan dana Block grant dan dana imbal swadaya28 Upaya sekolah untuk menyiapkan dana pendamping : menghimbau orang
tua siswa untuk menyumbang 29 Faktor penghambat partisipasi masyarakat : Kebijakan sekolah gratis 30 Kondisi sekolah saat ini : terjadi kesenjangan yang terjadi antara tuntutan
mutu dengan bea operasional yang sama antara sekolah SSN dengan sekolah dibawahnya.
31 Kondisi sekolah saat ini : Inovasi guru jadi terbatas32 Kondisi sekolah saat ini : Kebutuhan seklah banyak, dana terbatas. 33 Partisipasi masyarakat tinggi : hasil dari program bagus, dan keterlibatan
masyarakat dalam prosesnya banyak 34 Faktor utama keberhasilan program secara konsep : adanya partisipasi
masyarakat 35 Jiwa dari partisipasi masyarakat : rasa memiliki, rasa ikut terlibat,
harapannya masyarakat menikmati hasil ini lebih baik, menjaga program ini lebih baik
36 Yang berpartisipasi hanya satu orang, sekolah tidak membuat P2S, itu bisa dikatakan ada partisipasi
37 Tidak ada batasan jumlah partisipasi, atau jumlah orang yang terlibatdalam program
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
163
Universitas Indonesia
Koding data: Informan Ahli (Konsultan Nasional Program Perluasan Akses Dit. PSMP)
Kode Kata Kunci
1 Partisipasi masyarakat adalah kebijakan pemerintah yang bersifat Top-Down
2 Pengertian Top-down dalam kebijakan partisipasi masyarakat 3 Pengertian Buttom-Up dalam partisipasi masyarakat4 Partisipasi masyarakat adalah kebijakan5 Tujuan kebijakan partisipasi masyarakat : memberdayakan masyarakat,
sehingga pembangunan mempunyai kapasitas lebih besar, merasakan bagian dari pembangunan, ikut memiliki, ikut memelihara keberlangsungannya.
6 Implementasi kebijakan tersebut dalam bentuk surat edaran, petunjuk pelakssanaan program,
7 Dalam rangka pemberdayaan tersebut, sekolah sebagai implementor harus memobilisir masyarakat.
8 Masyarakat : warga disekitar, orang tua siswa, tokoh masyarakat terutama yang tinggal di sekitar lokasi sekolah
9 Yayasan termasuk masyarakat10 Masyarakat harus dibatasi dalam penelitian11 Tidak boleh adanya dominasi dari masyarakat dalam Infrastucture based
community, (pembangunan infrastuktur berbasis masyarakat) 12 Adanya dominasi dari kelompok masyarakat tertentu melanggar
pemberdayaan masyarakat
Koding data: Informan Ahli(Konsultan Nasional Wajib Belajar 9 tahun Direktorat PSMP)
Kode Kata Kunci
1 Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Masyarakat dan orang tua.
2 Berdasarkan Undang-undang, pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah
3 Dalam realisasinya pemerintah tidak memiliki kemampuan mencukupi semua kebutuhan pendidikan
4 Pendidikan yang baik itu mahal5 Keterbatasan keuangan pemerintah dalam melayani kebutuhan pendidikan,
maka diperlukan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. 6 Pemerintah membidik masyarakat yang mampu untuk membantu
pendidikan
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
164
Universitas Indonesia
Koding data: Informan Ahli(Konsultan Nasional Wajib Belajar 9 tahun Direktorat PSMP)
Kode Kata Kunci
7 Pemerintah berusaha semaksimal mungkin mengratiskan pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu.
8 Masyarakat : orang tua, dunia usaha, dunia industri, stake holder 9 Pengertian stakeholder
10 Bentuk partisipasi masyarakat : pemikiran, dana, tenaga11 Contoh partisipasi masyarakat tidak dalam bentuk dana, yaitu partisipasi
dalam bentuk tenaga 12 Pemerintah menginginkan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
dalam bentuk apa saja. 13 Partisipasi tersebut tergantung pada apa yang dimiliki masyarakat tersebut.
Masyarakat yang mampu : partisipasi dalam bentuk dana. Masyarakat yang tidak mampu, partisipasi dalam bentuk tenaga.
14 Masyarakat yang memberi informasi juga bentuk partisipasi 15 Contoh partisipasi masyarakat, masyarakat sekitar sekolah menyediakan
lahan untuk membangun sekolah 16 Contoh partisipasi masyarakat, masyarakat pemiliki lahan menjual dengan
harga murah kepada sekolah 17 Faktor penghambat partisipasi masyarakat : adanya program BOS 18 Kebijakan partisipasi masyarakat dan program BOS harus di luruskan
kembali. 19 Contoh partisipasi masyarakat : masyarakat yang punya lahan
menghibahkan lahannya 20 Contoh partisipasi masyarakat : mereka yang kayu dikebun, kayunya boleh
di potong, untuk membuat bangunan itu 21 Contoh partisipasi masyarakat : mereka yang tidak punya uang, tidak
punya kebun, bisa menyediakan sarapan. 22 Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat : faktor pendidikan 23 Faktor penghambat partisipasi masyarakat : berpendidikan rendah,
penghasilan rendah, pola pikir rendah 24 Faktor penghambat partisipasi masyarakat : faktor kemiskinan 25 Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat : Faktor lingkungan
sekolah ( sekolah dengan lingkungan yang kaya partisipasi tinggi, dan sebaliknya)
26 Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat : Faktor pendidikan dan faktor ekonomi
27 Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat : faktor kebijakan sekolah gratis melalui program BOS
28 Faktor penghambat partisipasi masyarakat : faktor sikap, kepedulian masyarakat terhadap pendidikan masih rendah
29 Komite sekolah tidak berfungsi dengan baik sebagai mitra sekolah
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
165
Universitas Indonesia
Koding data: Informan Ahli(Konsultan Nasional Wajib Belajar 9 tahun Direktorat PSMP)
Kode Kata Kunci
30 Konsepnya yayasan tidak mencari keuntungan (non profit) 31 Faktor penghambat partisipasi masyarakat di sekolah swasta adalah
yayasan tidak percaya kepada orang tua murid, dan masyarakat karena yayasan mencari keuntungan, sehingga pengelolaan keuangan dipegang oleh yayasan.
32 Perbedaaan antara sekolah negeri dan sekolah swasta 33 Ciri khas pemberian bantuan melalui dana DAK (dana alokasi khusus) :
adanya IKK (indeks kemahalan konstruksi) 34 Pemberian bantuan dalam bentuk subsidi dimaksudkan untuk mengundang
partisipasi masyarakat 35 Pemberian bantuan dalam bentuk subsidi dengan jumlah nilai sama rata
seluruh Indonesia mengundang banyak protes 36 Bantuan melalui DAK tahun 2010 untuk pembangunan RKB merupakan
bentuk akomodasi dari protes negative yang terjadi dilapangan. 37 Perbedaan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pendidikan yang
melibatkan masyarakat dengan yang tidak melibatkan masyarakat. 38 Upaya sekolah meningkatkan partisipasi masyarakat : berkunjung ke
masyarakat, Kepala sekolah mau bersosialisasi ke masyarakat, guru-guru mau bermasyarakat,
39 Upaya sekolah meningkatkan partisipasi masyarakat : tidak menjadi sekolah yang tertutup dari lingkungannya
40 Upaya sekolah meningkatkan partisipasi masyarakat : mengaktifkan manajemen humas sekolah
41 Sekolah seharusnya menjadi bagian dari masyarakat, dan menjadi agen pembaharu dalam masyarakat
Lampiran 3: Koding Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
166
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 3 Pamulang
No Kategori Rincian Isi Kategori
1 Pendapat pihak sekolah tentang bantuan program pembangunan RKB SMP
Dana bantuan pembangunan RKB dari pemerintah kurang
Sekolah harus berusaha menyiapkan kekurangannya dengan swadaya masyarakat
Pemda tidak menyiapkan dana pendamping Dinas pendidikan kabupaten menyerahkan
urusan dana pendamping kepada sekolah 2 Masyarakat Orang tua murid
Komite sekolah Masyarakat yang punya usaha Masyarakat sekitar sekolah Tenaga professional
3 Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan program
Kehadiran orang tua murid dan komite sekolah dalam rapat sosialisasi program dan pembentukan P2S
Keterlibatan tenaga profesional sebagai penanggung jawab teknis dalam keanggotaan P2S
Keterlibatan orang tua murid dalam pembuatan RAB
Keterlibatan orang tua murid dalam pembuatan gambar
Keterlibatan orang tua murid dalam pembuatan spesifikasi teknis
Keterlibatan komite sekolah dalam pembuatan RAB
Keterlibatan komite sekolah dalam pembuatan jadwal pelaksanaan
Keterlibatan komite sekolah dalam perencanaan sumber dana pendamping
Lampiran 4: Kategorisasi Data
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
167
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 3 Pamulang
4 Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
Adanya sumbangan dana dari orang tua murid Adanya keterlibatan komite sekolah dalam
proses pembelian barang Keterlibatan komite sekolah dalam mengelola
program menyangkut dana pendamping Adanya keterlibatan komite sekolah dalam
membuat pelaporan pelaksanaan program 5 Bentuk partisipasi
masyarakat dalam pengawasa program
Adanya keterlibatan komite sekolah dalam melakukan pengawasan terhadap keuangan program
Adanya keterlibatan komite sekolah dalam melakukan evaluasi program
6 Faktor pendukung yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program
Tidak ingin sekolah menanggung sendiri masalahnya
Kewajiban terhadap anak Untuk keberhasilan program Agar sekolah berkembang dengan pesat Kesadaran orang tua siswa yang tinggi
terhadap pendidikan Kualitas sekolah Prestasi sekolah Sekolah memberikan kenyamanan dalam
proses KBM Masyarakat puas terhadap pelaksanaan
program Kedekatan dengan pimpinan di sekolah
(kepala sekolah sebagai tokoh masyarakat) Status sosial ekonomi orang tua murid 90%
menengah keatas Pendapat orang tua murid yang mengatakan
tidak mungkin pendidikan itu gratis Keterbukaan yang dilakukan oleh pihak
sekolah dan komite sekolah terhadap masyarakat
Komite sekolah menjadi inisiator dalam rapat komite
Faktor agama Sumbangan bersifat sukarela tidak memaksa Komunikasi
Lampiran 4: Kategorisasi Data ( Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
168
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 3 Pamulang
7 Faktor penghambat yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program
Dana yang diperlukan cukup besar untuk kegiatan pendidikan di sekolah
Kebijakan pendidikan gratis dari pemerintah Anggapan masyarakat bahwa ini adalah
sekolah negeri Masyarakat percaya kepada sekolah sebagai
pengelola Karena kesibukan dalam pekerjaan Program ini tanggung jawab sekolah Pengalaman yang tidak memuaskan bagi
sekolah ketika melibatkan masyarakat sekitar lokasi sekolah
Orang tua murid di PHK sehingga mengganggur
Pekerjaan orang tua murid yang tidak tetap 8 Profil SMPN 3
Pamulang Status sosial ekonomi orang tua murid 90% menengah keatas
SMPN 3 Pamulang berada di tengah kota Tangerang Selatan
SMPN 3 Pamulang adalah sekolah SSN 9 Beberapa hal yang tidak
sesuai dengan mekanisme partisipasi masyarakat
Administrasi keuangan bukan dari unsur wali murid
Sekretaris bukan dari wakil wali murid Pengelolaan keuangan tidak melibatkan wakil
wali murid 10 Usaha yang dilakukan
sekolah dan komite agar masyarakat berpartisipasi terhadap sekolah
Komunikasi dengan orang tua siswa secara intensif
Sekolah melakukan pendekatan dengan orang tua siswa yang mengetahui pembangunan, agar mereka dapat meyakinkan kepada orang tua lainnya
Besaran dana sumbangan tidak ditetapkan, dan tidak mengikat
Sekolah membebaskan SPP bagi orang tua siswa yang tidak mampu
Sekolah berupaya menjaga mutu sekolah melalui pelatihan guru
Sekolah berupaya menjaga mutu sekolah melalui evaluasi KBM
Sekolah menanggani secara cepat masalah yang berhubungan dengan siswa
Lampiran 4: Kategorisasi Data ( Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
169
Universitas Indonesia
Sekolah melakukan homevisit bagi siswa yang minimal 2 hari tidak masuk sekolah
Kepala sekolah, wali kelas, dan guru BK secara langsung turun tangan terhadap siswa yang bermasalah
Sosialisasi program secara terbuka kepada masyarakat
Sekolah berupaya meyakinkan orang tua murid
Sekolah berusaha membangun kepercayaan orang tua siswa
Adanya bukti Adanya transparansi Hubungan kerja yang saling mendukung
antara kepala sekolah dan komite sekolah Sekolah mengajak orang tua siswa berdiskusi
terhadap program sekolah Sekolah mengundang orang tua siswa untuk
hadir dalam pertemuan-pertemuan di sekolah Sekolah telah memberikan kesempatan kepada
unsur masyarakat untuk terlibat dalam P2S Tidak ada hukuman bagi siswa yang tidak
mampu membayar Pihak sekolah telah memberikan kesempatan
untuk keterlibatan masyarakat dalam P2S 11 Pendapat Masyarakat
tentang program Program ini tanggung jawab sekolah
Tidak mungkin pendidikan itu gratis Sekolah membutuhkan dana untuk
melaksanakan berbagai kegiatan Pendidikan di sekolah
Orang tua murid memahami kebutuhan tersebut jika peruntukannya jelas dan transparan
Lampiran 4: Kategorisasi Data ( Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
170
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 2 Curug
No Kategori Rincian Isi Kategori
1 Pendapat pihak sekolah tentang bantuan program pembangunan RKB SMP
Dana bantuan program pembangunan RKB SMP dalam bentuk imbal swadaya
Sekolah harus menyiapkan dana pendamping Sekolah perlu melakukan koordinasi dengan
dinas pendidikan kabupaten Seharusnya dana pendamping berasal dari
pemerintah daerah Komitmen pemerintah daerah kurang terhadap
pendidikan Dalam prakteknya : pelibatan partisipasi
masyarakat tidak mudah dilakukan Program ini memberikan beban berat bagi
sekolah, sehingga tanggungjawab utama pendidikan menjadi tidak fokus
Sekolah merasa puas jika mengelola sendiri, karena hasilnya lebih baik, namun membebani sekolah
Terlalu banyak aturan, dan mekanisme partisipasi masyarakat tidak mudah dalam prakteknya
Sekolah memerlukan dukungan dana dari orang tua murid dalam pelaksanaan program ini
Dukungan dana sangat diperlukan untuk melancarkan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
Aturan menyebabkan dana yang diberikan tidak mampu memenuhi semua kebutuhan
2 Masyarakat Orang tua siswa Tenaga professional : insinyur, tukang Wartawan LSM Masyarakat lokal sekitar sekolah
3 Bentuk partisipasi masyarakat dalam
Kehadiran orang tua murid dalam rapat sosialisasi program dan rapat pembentukan P2S
Adanya sumbangan pemikiran dari orang tua
Lampiran 4: kategorisasi Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
171
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 2 Curug
No Kategori Rincian Isi Kategori
perencanaan program murid dalam mencari sumber dana pendamping Keterlibatan tenaga professional sebagai
penggungjawab teknis dalam keanggotaan P2S Keterlibatan tenaga professional dalam
membuat gambar kerja 4 Bentuk partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program
Adanya sumbangan dana dari orang tua murid Adanya sumbangan material dari orang tua
murid Adanya sumbagan tenaga dari tenaga
professional Adanya sumbangan pemikiran dari tenaga
professional (penanggung jawab teknis) untuk berkonsultasi tentang pelaksanaan program
5 Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan program
Adanya LSM dan wartawan yang bertanya dan mencari tahu tentang pelaksanaan program
Adanya masyarakat sekitar lokasi yang datang dan bertanya tentang pelaksanaan program
6 Faktor pendukung yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program
Sumbangan bersifat sukarela tidak memaksa Program dilaksanakan dengan baik, dan
rasional Adanya transparansi : pertanggungjawabannya
diinformasikan secara tertulis dan lengkap oleh sekolah kepada orang tua murid
Faktor kedekatan dengan sekolah Konsep agama Faktor kejelasan peruntukan dari dana tersebut Adanya bukti Kewajiban orang tua murid terhadap
pendidikan anak Kesadaran orang tua murid bahwa sekolah
memerlukan bantuan dana untuk mendukung aktivitas pendidikan di sekolah
Status sosial ekonomi menengah keatas Komunikasi
7 Faktor penghambat yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
Kebijakan pendidikan gratis dari pemerintah Tidak adanya payung hukum yang
memperbolehkan sekolah meminta sumbangan kepada orang tua siswa asal jelas
Kurangnya kepedulian dunia usaha terhadap
Lampiran 4: kategorisasi Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
172
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 2 Curug
No Kategori Rincian Isi Kategori
dalam program pendidikan Komite menganggap sekolah bisa
melakukannya sendiri Karena komite memiliki pekerjaan yang berat
yaitu menyiapkan dana pendamping, sementara tidak ada gajinya
Faktor pengalaman yang menunjukkan ketidakberesan pekerjaan bila diserahkan kepada masyarakat sekitar sekolah
Faktor sosial ekonomi yang kurang beruntung Kesibukan pekerjaan
8 Profil SMPN 2 Curug Mayoritas siswa SMPN 2 Curug berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah keatas
Sekolah berada di daerah kota kabupaten Tangerang
Sekolah berada di daerah perumnas Sekolah membebaskan biaya SPP Sekolah terbuka menerima sumbangan dari
orang tua murid 9 Beberapa hal yang tidak
sesuai dengan aturan dalam mekanisme partisipasi masyarakat
Administrasi keuangan bukan dari unsur wakil wali murid
Pembukuan keuangan program tidak melibatkan wakil wali murid
Ketua komite sekolah tidak menjadi inisiator, hanya menunggu kebutuhan dari sekolah
Tukang tidak berasal dari masyarakat sekitar sekolah
Pembelian barang dilakukan sendiri oleh P2S (tidak ada keterlibatan unsur masyarakat)
Penggerak dalam rapat komite adalah sekolah 10 Upaya sekolah agar
masyarakat berpartisipasi terhadap sekolah
Sekolah mensosialisasikan program kepada orang tua siswa
Sekolah menginformasikan kepada orang tua siswa bahwa dana tersebut kurang
Sekolah mengundang orang tua murid untuk rapat bersama dengan pihak sekolah
Pihak sekolah mengumpulkan orang tua murid dalam rapat berdasarkan status sosial ekonomi
Lampiran 4: kategorisasi Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.
173
Universitas Indonesia
Kategorisasi Data: SMPN 2 Curug
No Kategori Rincian Isi Kategori
Sekolah berusaha mengetuk hati orang tua siswa
Pihak sekolah menginformasi bahan rapat secara tertulis
Sekolah berusaha transparan terhadap pelaksanaan program
Sekolah menetakan sumbangan sukarela tidak memaksa
Sekolah mengucapakan kata terimakasih kepada orang tua siswa atas sumbangan yang diberikan
Ada bukti sebagai hasil kerja Sekolah menjelaskan program secara jelas Himbauan menyumbang bukan dalam konteks
sekolah menagih dana kepada orang tua siswa Tidak ada UU atau agama yang melarang
kegiatan meminta sumbangan Sekolah selalu menginformasikan laporan
penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah Sekolah mendorong agar masyarakat mau
menyumbang 11 Pendapat Dinas
pendidikan tentang tidak adanya dana pendamping
Kebijakan itu muncul setelah APBD I tahun 2010 sudah diketok palu
Dalam APBD tidak hanya dinas pendidikan, ada banyak dinas lainnya
12 Pengawasan Pengawasan dilakukan oleh wartawan , LSM, dan masyarakat sekitar sekolah
Mereka hanya datang melihat dan bertanya tentang biaya yang dibutuhkan, dan sumber dana
13 Pendapat masyarakat tentang program
Dana yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan
Lampiran 4: kategorisasi Data (Lanjutan)
Analisis tingkat..., Syahda Sukma Indira, FISIP UI, 2010.