systematic review - repository.bku.ac.id

42
ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN PENGGUNAAN ZAT BORAKS PADA LONTONG : SYSTEMATIC REVIEW SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat TRY NADYA GIOWATI NIM BK.1.16.022 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA 2020

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

PENGGUNAAN ZAT BORAKS PADA LONTONG :

SYSTEMATIC REVIEW

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

TRY NADYA GIOWATI

NIM BK.1.16.022

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020

Page 2: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

i

LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

PENGGUNAAN ZAT BORAKS PADA LONTONG (SYSTEMATIC

REVIEW)

NAMA : TRY NADYA GIOWATI

NIM : BK.1.16.022

Telah Disetujui Untuk Diajukan Pada Sidang Skripsi Program

Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Bhakti Kencana

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sri Komalaningsih, MS Dr. Ratna Dian K, M.Kes

NIP. 19612305 198609 2001 NIK. 02009030149

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Ketua

Agung Sutriyawan, SKM., M.Kes

NIK. 02018030186

Page 3: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan telah diperiksa sesuai dengan masukkan

Dewan Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bhakti Kencana

Pada Tanggal Juli 2020

Mengesahkan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bhakti Kencana

Penguji I

Supriyatni, SKM., MKM

NIK. 02002030111

Penguji II

Karlina, MKM

NIK. 020200303040

Fakultas Ilmu Kesehatan

Dekan

Dr. Ratna Dian K, M.Kes

NIK. 02009030149

Page 4: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : Try Nadya Giowati

Nim : BK.1.16.022

Program Studi : S-1 Kesehatan Masyarakat

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Penggunaan Zat Boraks Pada Lontong : Systematic

Review

Menyatakan :

1. Tugas akhir saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar sarjana baik di Program Studi S-1 Kesehatan

Masyarakat Universitas Bhakti Kencana maupun di perguruan tinggi

lainnya.

2. Tugas akhir saya adalah karya tulisan murni bukan hasil flagiat/jiplakan

serta asli dari ide dan gagasan saya sendiri tanpa bantuan pihak lain

kecuali arahan pembimbing.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila

dikemudian hari terdapat penyimpangan yang tidak etis, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh serta

sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Bandung, Juni 2020

Yang Membuat Pernyataan

TRY NADYA GIOWATI

Page 5: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

iv

ABSTRAK

Penggunaan bahan berbahaya pada makanan sebagai bahan tambahan pangan masih

sering dilakukan oleh masyarakat. Bahan tambahan pangan berupa pengemulsi,

penyedap, pemanis, pengawet, pewarna, aroma, zat gizi, antioksidan dan lain-lain.

Salah satu bahan berbahaya sebagai bahan tambahan pangan adalah zat boraks.

Penggunaan zat boraks oleh produsen bertujuan untuk mendapatkan keuntungan

lebih besar sebab boraks dapat sebagai pengawet dan pengenyal makanan. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap,

dan pengawasan dengan penggunaan zat boraks pada lontong. Metode penelitian ini

menggunakan Literature Review dengan pendekatan kualitatif teknik naratif (Meta-

Sintesis). Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian menggunakan 7 artikel

yang terkreditasi sebagai sumber analisa. Setiap artikel yang diperoleh dilakukan

analisis perbedaan dan persamaan. Hasil menunjukan bahwa produsen memiliki

tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terkategorikan rendah. Adanya faktor

kebiasaan, kebudayaan, dan ekonomi yang dapat mengarahkan sikap produsen untuk

menggunakan boraks. Pengawasan yang masih kurang menyebabkan produsen

dengan bebas memakai boraks sebagai bahan tambahan pangan. Perlunya langkah

preventif pembinaan dan penyuluhan oleh BPOM kepada produsen dan mengedukasi

masyarakat untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran keamanan pangan.

Melakukan pemantauan, pengawasan uji sampel dan kerjasama lintas sektor untuk

menindak penjualan bahan kimia secara ilegal.

Kata Kunci : Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Pengawasan, Boraks.

Daftar Pustaka : 4 Buku, 4 Dokumen Pemerintah, 20 Jurnal.

Page 6: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

v

ABSTRACT

The use of hazardous substances in food as food additives is still often done by the

community. Food additives such as emulsifiers, seasonings, sweeteners,

preservatives, dyes, aromas, nutrients, antioxidants, and others. One of the

dangerous ingredients as food additives is borax. The use of borax substances by

producers aim to get greater profits because borax can be a preservative and food

thickener. This study aims to determine the relationship of the level of education,

knowledge, attitudes, and supervision with the use of borax in rice cake. This

research method uses Literature Review with a qualitative approach to narrative

techniques (Meta-Synthesis). Based on the inclusion, and exclusion criteria the study

used 7 accredited articles as sources of analysis. Each article obtained was analyzed

differences and similarities. The results show that producers have a lowed level of

education and knowledge. The existence of customs, culture, and economic factors

that can direct the attitude of producers to use borax. The lack of supervision causes

producers to freely use borax as a food additive. The need for preventive steps for

guidance and counseling by BPOM to producers and educate the public to increase

insight and awareness of food safety. Monitor, monitor sample tests and cross-

sectoral collaboration to crack down on illegal chemical sales.

Keywords : Education, Knowledge, Attitude, Oversight, Borax.

Bibliography : 4 Books, 4 Government Documents, 20 Journals.

Page 7: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat illahi rabbi, Alloh SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya sebagai penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa saya panjatkan shalawat serta salam

bagi junjungan.kita Nabi Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini saya sebagai penulis sangat berbahagia karena telah

dapat meyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor -Faktor Yang

Berhubungan Penggunaan Zat Boraks Pada Lontong” Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan semangat dari

berbagai pihak, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan tepat waktu. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. H. Mulyana SH., MPd, M.H.Kes. selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana.

2. Dr Entris sutrisno, M.H.Kes, Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana.

3. Dr Ratna Dian K, M.Kes selaku Dekan Program Studi Kesehatan Masyarakat

dan selaku pembimbing 2 yang sudah bersedia membimbing mahasiswa.

4. Agung Sutriyawan, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat.

5. Dr. Sri Komala, MS. selaku pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan

dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kedua orangtua, keluarga dan teman – teman yang senantiasa memberikan

dukungan dan do’a untuk kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak

kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan

kesempurnaan pada skripsi ini.

Bandung, Juni 2020

Try Nadya Giowati

Page 8: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5

1.3. Tujuan ................................................................................................................ 6

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 6

1.3.2 Tujuan khusus ........................................................................................ 6

1.4. Manfaat ............................................................................................................. 6

1.4.1 Teoritis ................................................................................................... 6

1.4.2 Aplikatif ................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 8

2.1. Kajian Teori ....................................................................................................... 8

2.1.1 Makanan ................................................................................................. 9

2.1.2 Sanitasi Makanan ................................................................................... 9

2.1.3 Bahan Tambahan Pangan ....................................................................... 9

2.1.4 Peraturan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ................................ 11

2.1.5 Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan ............................................ 13

2.1.6 Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang ............................................. 15

2.1.7 Pengawet .............................................................................................. 16

2.1.8 Boraks atau Asam Borat ....................................................................... 16

Page 9: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

viii

2.1.9 Karakteristik Boraks ............................................................................. 17

2.1.10 Kegunaan Boraks ................................................................................. 17

2.1.11 Penyalahgunaan Boraks ....................................................................... 18

2.1.12 Toksisitas Boraks ................................................................................. 18

2.1.13 Dampak Boraks Pada Kesehatan .......................................................... 20

2.1.14 Lontong ................................................................................................ 21

2.1.15 Ciri-ciri Lontong yang Mengandung Boraks ........................................ 21

2.1.16 Perilaku ................................................................................................ 22

2.1.17 Pendidikan ............................................................................................ 23

2.1.18 Pengetahuan ......................................................................................... 24

2.1.19 Sikap ..................................................................................................... 26

2.1.20 Pengawasan Petugas Kesehatan ........................................................... 28

2.2. Kerangka Teori ................................................................................................. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 31

3.1. Jenis Penelitian ................................................................................................. 31

3.2. Variabel Penelitian ........................................................................................... 31

3.2.1 Variabel Independen ............................................................................... 31

3.2.2 Variabel Dependen ................................................................................. 31

3.3. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 31

3.4. Sumber Data ..................................................................................................... 32

3.4.1 Inklusi ................................................................................................... 32

3.4.2 Ekslusi .................................................................................................. 32

3.4.3 Artikel Penelitian .................................................................................. 32

3.5. Pengumpulan Data ........................................................................................... 33

3.6. Analisis Data .................................................................................................... 34

3.7. Prosedur Penelitian ........................................................................................... 35

3.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 37

4.1. Hasil Penelitian ................................................................................................ 37

4.2. Pembahasan ...................................................................................................... 42

4.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Penggunaan Zat

Boraks Pada Lontong ............................................................................ 43

4.2.2 Hubungan Pengetahuan Dengan Penggunaan Zat Boraks

Page 10: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

ix

Pada Lontong ........................................................................................ 46

4.2.3 Hubungan Sikap Dengan Penggunaan Zat Boraks

Pada Lontong ........................................................................................ 49

4.2.4 Hubungan Pengawasan Dengan Penggunaan Zat Boraks Pada

Lontong ................................................................................................ 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 55

5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 55

5.2. Saran ................................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 58

LAMPIRAN

Page 11: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Analisis Jurnal 1 .................................................................................. 34

Tabel 3.2 Matriks Analisis Jurnal 2 .................................................................................. 34

Tabel 4.1 Matriks Analisis Jurnal 1 .................................................................................. 37

Tabel 4.2 Matriks Analisis Jurnal 2 ................................................................................... 39

Page 12: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 30

Gambar 3.1 Alur Penelitian Literature Review ....................................................... 35

Page 13: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan memiliki peranan penting dalam bidang kesehatan masyarakat.

Oleh sebab itu, seluruh masyarakat tanpa kecuali perlu memberikan perhatian

lebih pada makanan yang mereka konsumsi. Masyarakat sebagai konsumen

pangan masih kurang peduli dalam memilih makanan yang mereka konsumsi.

Masyarakat sering mengabaikan kualitas pada makanan itu sendiri. Pada proses

pengolahan dan produksi makanan harus menghindari penggunaan bahan

tambahan pangan yang dapat berdampak buruk kepada konsumen (Agung,

2016).

Pada sasaran pembangunan pangan perlu menyediakan pangan yang

cukup, bermutu dan aman. Perlu pencegahan dan menjauhkan masyarakat dari

berbagai jenis pangan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada tubuh

dan yang bertentangan dengan keyakinan. Dengan memaksimalkan

kelembagaan dibidang pangan agar diterapkannya peraturan-peraturan dan

perundang-undangan. Peraturan tersebut berfungsi sebagai pengatur pada mutu

gizi dan pada keamanan pangan oleh industri pangan maupun oleh masyarakat

sebagai konsumen (Fadilah, 2017).

Menurut Permenkes No.033 tahun 2012 bahan tambahan pangan (BTP)

yang ditambahkan ke dalam makanan dapat memengaruhi sifat dan bentuk

pangan. Bahan tambahan pangan harus memenuhi syarat gizi yang ditambahkan

dengan sengaja dengan bertujuan teknologi pada proses pembuatan pangan.

Bahan tambahan pangan tidak boleh masuk ke dalam bahan pencemar pada

makanan yang bertujuan dalam mempertahankan atau meningkatkan

Page 14: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

2

kandungan gizi. Bahan tambahan pangan terdapat kandungan nilai gizi atau

tidak terdapat kandungan nilai gizi sama sekali.

Berdasarkan data BPOM RI tahun 2016 menunjukkan bahwa makanan

yang memenuhi syarat dengan sampel 15,706 atau sebesar 91,51%. Pada izin

edar makanan sebesar 35,507. Pengawasan pasar oleh BPOM di tahun 2013,

diketahui terjadi penurunan jumlah persentase pangan yang tidak memenuhi

syarat dari 16% menjadi 6% pada akhir tahun 2017 bahan berbahaya dan pangan

yang mengadung bahan berbahaya dari jumlah total 8,950 sampel pangan yang

diduga mengandung bahan berbahaya yang disampling di pasar sebanyak 537

sampel tidak memenuhi syarat terhadap uji parameter uji boraks, formalin,

kuning metanil dan rhodamin B (Badan POM RI, 2019a).

Berdasarkan BPOM Bandung tahun 2018 melakukan pemeriksaan

sampel kasus penyelidikan pada laboratorium pangan sebanyak 16 sampel,

terdiri 5 sampel memenuhi syarat 31,25%, dan 11 sampel tidak memenuhi

syarat mutu 68,75%. Sampel tidak memenuhi syarat diketahui mengandung

serbuk putih boraks, cairan formalin, mie basah berformalin, dan terasi

mengandung rhodamin B. Pada sampel kasus penyelidikan awal di laboratorium

pangan sebanyak 17 sampel, terdiri dari 5 sampel memenuhi syarat 29,41%, 5

sampel tidak memenuhi syarat mutu 29,41%, dan 7 sampel tidak memenuhi

syarat label 41,18%. Makanan yang diperiksa berupa lontong mengandung

boraks, tahu bulat mengandung formalin dan terasi mengandung rhodamin B

(Badan POM RI, 2019b).

Banyaknya jenis bahan kimia berbahaya yang ditambahkan oleh para

produsen ke dalam makanan menjadi lebih kenyal dan dapat bertahan lama.

Salah satu bahan kimia yang dilarang dimasukkan ke dalam makanan adalah

Page 15: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

3

boraks. Boraks digunakan sebagai pengawet dan pengenyal pada makanan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Deny (2018) diketahui bahwa zat

boraks terdapat pada 13 sampel lontong 93% diantaranya positif mengandung

senyawa berbahaya boraks. Pada sampel bakso,dari 30 sampel yang dianalisa

17% diantaranya terdeteksi mengandung senyawa berbahaya boraks. Makanan

yang ditambahkan boraks diantaranya bakso, lontong, mie, dan kerupuk.

Produsen menggunakan zat boraks pada lontong karena tekstur dan sifatnya

yang kenyal dan mudah basi menjadi alasan para produsen menggunakan

boraks pada lontong yang mereka produksi (Nastiti, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisyah (2015) di

kelurahan Padang Bulan Kota Medan, dari 24 sampel lontong yang diperiksa

terdapat 15 sampel lontong mengandung boraks dengan kadar tertinggi sebesar

4,081 gr/kg dan terendah sebesar 0,989 gr/kg. Sedangkan hasil pemeriksaan

Rahmalia (2019) terhadap lontong yang dijual di wilayah Kecamatan Setu

Kabupaten Bekasi diperoleh data bahwa dari 10 sampel lontong yang diperiksa,

seluruhnya mengandung boraks dengan adanya kadar terendah sebesar 220,23

gr/kg dan tertinggi sebesar 314,58 gr/kg.

Penggunaan bahan tambahan makanan berbahaya boraks oleh produsen

masih sering dilakukan, dengan alasan ketidaktahuan penggunaan bahan

tambahan pangan yang diizinkan dan yang tidak diizinkan, pengawasan yang

dinilai masih kurang tegas sehingga masih banyak ditemukan penjual bahan

tambahan pangan berbahaya di pasar yang dapat diperoleh dengan mudah oleh

produsen, dan harga pada bahan tambahan pangan yang diizinkan relative lebih

mahal dibandingkan dengan yang tidak dizinkan. Penggunaan zat boraks oleh

produsen dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap

Page 16: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

4

produsen, dan pengawasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan

berbahaya (Nugroho, 2017).

Menurut konsep perilaku L.Green dalam Notoatmodjo (2011). Perilaku

dapat dipengaruhi oleh 2 faktor perilaku yaitu; faktor perilaku (behaviour

causes) dan faktor diluar perilaku non-behaviour causes. Faktor perilaku

seperti; faktor predisposisi yang terdiri umur, pendidikan, pengetahuan dan

sikap seseorang, faktor pemungkin (Enabling Factors) terdiri dari terwujudnya

lingkungan fisik, sarana, dan jarak fasilitas kesehatan, dan faktor penguat

(Reinforcing Factors) faktor pendukung diperoleh dari pengawasan, sikap

keluarga, hingga tokoh masyarakat. Pengaruh penggunaan bahan tambahan

pangan berbahaya yaitu; pendidikan memiliki peran penting dalam menentukan

pengetahuan seseorang, pengtahuan mempengaruhi untuk menentukan sikap

yang akan diambil, pengawasan dapat mempengaruhi seseorang dalam

penggunaan boraks, semakin tegas pengawasan semakin takut seseorang dalam

menggunakan boraks dan sebaliknya apabila kurang pengawasan semakin

sering atau banyak dalem menggunakan boraks (Darmawan, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Nastiti, 2016) diketahui

bahwa faktor yang diteliti tingkat pendidikan yang rendah pada produsen

memiliki hubungan dalam penggunaan zat boraks pada makanan, pada faktor

pengetahuan yang kurang baik memiliki hubungan dalam penggunaan zat

boraks pada makanan. Pengetahuan yang salah terhadap pada objek akan

mempengaruhi sikap yang terbentuk terhadap objek akan salah. Diketahui pada

faktor sikap yang rendah juga memiliki hubungan dalam pengguanaan zat

boraks. Sikap yang kurang baik dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pengetahuan. Keduanya ini dapat mempengaruhi sikap dari seseorang sehingga

Page 17: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

5

dapat melakukan tindakan/praktek. Sedangkan pada faktor pengawasan yang

tidak dilakukan oleh petugas kesehatan memiliki hubungan dalam penggunaan

zat boraks pada makanan. Pengawasan yang tidak dilakukan menyebabkan

maraknya penggunaan boraks oleh produsen.

Penggunaan boraks yang marak oleh produsen akan menimbulkan

gangguan kesehatan. Zat boraks yang berkontak langsung dengan tubuh seperti

terhirup, mengenai kulit, dan mata akan menimbulkan gatal-gatal, kemerahan,

rasa sensasi terbakar pada hidung dan tenggorokan dan mengalami kesulitan

dalam saat bernapas. Jika terkena mata menyebabkan mata berair, pandangan

menjadi kabur, hingga berakibat mengalami kebutaan. Sedangkan, penggunaan

zat boraks pada makanan dan mengkonsumsi makanan yang mengandung

boraks yang terlalu sering dapat meningkatkan resiko kesehatan dan

menimbulkan gangguan kesehatan pada system saraf otak, hati, anuria, depresi,

apatis, sianosis, kerusakan ginjal, pingsan, koma, kanker, dan dapat

menyebabkan kematian bila terkonsumsi 5 – 10 g/kg berat badan karena boraks

memeliki sifat akumulasi dan karsinogen (Agung, 2016).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Penggunaan Bahan

Tambahan Pangan Zat Boraks Pada Lontong.

1.2 Rumusan Masalah

Masih terdapat produsen yang menggunakan zat boraks pada lontong

yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan menjadi salah satu alasan dalam

penelitian dilakukan ”Analisis Faktor - Faktor Yang Berhubungan Penggunaan

Zat Boraks Pada Lontong”.

1.3 Tujuan Penelitian

Page 18: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

6

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah menganalisis faktor -

faktor yang berhubungan penggunaan zat boraks pada lontong.

Sehingga dapat mengetahui faktor yang berhubungan pada produsen

dalam penggunaan zat boraks pada lontong.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan produsen

dengan penggunaan zat boraks pada lontong.

2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan produsen dengan

penggunaan zat boraks pada lontong.

3. Untuk mengetahui hubungan sikap produsen dengan

penggunaan zat boraks pada lontong.

4. Untuk mengetahui hubungan pengawasan petugas kesehatan

dengan penggunaan zat boraks pada lontong.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

informasi dan sumber ilmu kesehatan masyarakat terutama peminatan

kesehatan lingkungan dalam penggunaan bahan tambahan pangan

berbahaya.

1.4 2 Manfaat Aplikatif

Page 19: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

7

1. Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu tambahn

referensi dan informasi kepada prodi kesehatan masyarakat

Universitas Bhakti Kencana sebagai instansi pendidikan yang masih

menjadi suatu permasalahan kesehatan di masyarakat dalam

penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya pada makanan.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

informasi dan referensi petugas kesehatan masyarakat kepada

masyarakat mengenai penggunaan bahan tambahan pangan

berbahaya dan dampak buruk yang timbul bagi kesehatan dengan

melakukan penyuluhan kesehatan.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi

untuk dilakukannya penelitian selanjutnya mengenai penggunaan

bahan tambahan pangan berbahaya.

Page 20: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Makanan

Pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 28 tahun 2004, adalah segala sesuatu yang bersumber dari hayati

dan air, baik yang diolah ataupun yang tidak diolah, diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman untuk dikonsumsi oleh manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku dan bahan lainnya yang

dipergunakan (Agung, dkk, 2016)

Makanan merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan

manusia. Makanan berfungsi dalam memelihara kesehatan tubuh untuk

pertumbuhan atau perkembangan, untuk mengganti jaringan maupun sel

tubuh yang rusak, untuk mendapatkan energi dalam melakukan aktivitas

harian, mengatur metabolisme tubuh dan sebagai keseimbangan cairan

tubuh, air, dan mineral. Memiliki peran dalam mekanisme system

imunitas terhadap berbagai penyakit (Anisyah, 2015).

Menurut WHO (World Health Organization) makanan

merupakan semua substansi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan harus

melalui proses pengelolaan yang tepat sehingga dapat bermanfaat bagi

tubuh. Makanan menjadi sumber bahaya bagi tubuh, jika telah

terkontaminasi oleh benda asing. Kontaminasi makanan dapat berasal

dari bahan tambahan makanan, air, hama, hewan peliharaan, penjamah

makanan (Food Handler), serangga, sampah, tanah, dan udara.

Page 21: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

9

2.1.2. Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah upaya dalam pencegahan dari kegiatan

dan tindakan untuk membebaskan makanan dan minuman dari

kontaminasi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Sanitasi proses dari sebelum makanan akan diproduksi, proses

pengolahan, saat penyimpanan, proses pengangkutan, dan sampai

makanan atau minuman tersebut siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat

atau konsumen. Sanitasi memiliki tujuan dalam menjamin keamanan

pangan dan kemurnian pangan, untuk mencegah konsumen dari

berbagai penyakit bersumber dari makanan, untuk mencegah penjualan

makanan yang dapat merugikan komsumen, mengurangi kerusakan atau

pemborosan makanan (Anisyah, 2015).

Menurut Sumantri (2010), sanitasi makanan yang kurang baik

dapat disebabkan oleh faktor kimia karena terdapat bahan kimia yang

dipergunakan untuk mengawetkan makanan, obat penyemprot hama,

menggunkan wadah bekas obat pertanian untuk kemasan makanan dan

lainnya. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh 8 faktor

mikrobiologi karena terdapat kontaminasi parasit, jamur, virus, dan

bakteri. Dampak sanitasi makanan yang buruk dapat menimbulkan

gangguan kesehatan pada komsumen.

2.1.3. Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan

No.1168/Menkes/PER/X/1999 membahas mengenai bahan tambahan

Page 22: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

10

pangan adalah bahan yang tidak dipergunakan sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan bahan baku khas makanan, memiliki atau

tidak memilikinya suatu nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam

makanan dengan maksud teknologi pada proses pembuatan, penyiapan,

perlakuan pengemasan, dan penyimpanan (Menteri Kesehatan RI,

1988).

Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan campuran,

bahan murni yang tidak termasuk pada bagian dari bahan baku pangan,

tetapi ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan agar dapat

mempengaruhi bentuk atau sifat pangan itu sendiri, seperti; bahan

pengawet, bahan pewarna, bahan penyedap rasa, bahan anti gumpalan,

bahan pemucat dan pengental makanan (Fadilah, 2017).

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi

pangan harus dalam pengawasan bersama, oleh produsen ataupun

konsumen. Dampak penggunaan bahan tambahan pangan dapat

berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat sebagai konsumen.

Penyimpangan pada penggunaan dapat membahayakan semua orang,

khususnya bagi generasi muda yang memiliki peran sebagai penerus

dalam pembangun bangsa. Pada bidang pangan perlu menjadi lebih baik

untuk masa depan, yaitu panganan yang aman untuk dikonsumsi, lebih

bermutu tinggi, bernilai gizi, dan dapat bersaing di pasar global

(Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi 2009. Tujuan dalam penggunaan bahan

tambahan pangan yaitu mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya

Page 23: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

11

simpan pangan, menjadikan bahan pangan lebih mudah untuk

dihidangkan ke konsumen, dan memudahkan prepasi bahan pangan.

Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Bahan tambahan pangan dengan sengaja ditambahkan ke dalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan yang digunakana

dengan tujuan mempertahankan kesegaran pada makanan, cita rasa,

dan membantu pengolahan sebagai pengawet, pewarna, dan

pengeras.

2. Bahan tambahan pangan tidak sengaja digunakan pada makanan,

yaitu bahan yang tidak memiliki fungsi pada makanan, secara tidak

sengaja dengan jumlah yang sedikit ataupun cukup banyak yang

berakibat perlakuan selama proses produksi, proses pengolahan, dan

proses pengemasan. Bahan ini dapat berupa kontaminan dari bahan

yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan bertujuan

untuk produksi bahan mentah.

2.1.4. Peraturan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Permenkes No.033 Tahun 2012 mengenai bahan

tambahan pangan masyarakat perlu untuk dilindungi dari penggunaan

bahan tambahan pangan berbahaya. Bahan tambahan pangan merupakan

bahan yang dimasukkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat

dan bentuk pangan. Bahan tambahan pangan harus memenuhi syarat

dengan tidak mngkonsumsi secara langsung atau tidak sebagai bahan

baku makanan.

Page 24: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

12

Bahan tambahan pangan dapat memiliki atau tidak memiliki nilai

mutu gizi, yang dengan sengaja ditambahkan pada makanan bertujuan

teknologis pada produksi, pengolahan, perlakuan, pengemasan,

penyimpanan dan distribusi untuk menghasilkan suatu komponen atau

pengaruh sifat pada makanan, baik secara langsung atau tidak langsung.

Bahan tambahan pangan tidak termasuk cemaran bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan agar dapat meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi pada makanan.

Bahan tambahan pangan apabila terdapat penambahan dan

pengurangan pada jenis bahan tambahan pangan perlu melakukan

laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan. Bahan tambahan pangan

yang diproduksi di Indonesia harus sesuai dengan persyaratan dan

standar pada Kodeks Makanan Indonesia. Makanan yang ditambahkan

BTP perlu dicantumkan label mengenai golongan jenis BTP, nama jenis

BTP, dan nomor indeks khusus untuk pewarna.

Pembinaan pada industri terhadap penggunaan bahan tambahan

pangan dilakukan oleh direktur jenderal dan pengawasan dilakukan oleh

kepala badan. Kepala badan akan melaporkan pengawasan kepada

menteri melalui direktur jenderal secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

Kepala badan dapat memberikan sanksi administratif terhadap pelaku

pelanggaran, yaitu dengan; peringatan tertulis, larangan mengedarkan

sementara waktu atau penarikan dari peredaran, pemusnahan, apabila

terbukti tidak memenuhi syarat keamanan pangan, pencabutan izin edar.

Sanksi tersebut diberikan oleh kepala badan dengan atau tanpa adanya

Page 25: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

13

usulan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota (Menteri Kesehatan RI, 2012).

2.1.5. Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 722/Menteri Kesehatan /Per/IX/88, mengenai Golongan Bahan

Tambahan Pangan yang diizinkan, yaitu :

1. Antioksidan (Antioxidant)

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi

pada bahan makanan. Penggunaan bahan seperti lemak hewani,

minyak nabati, produk pangan dengan kandungan lemak tinggi,

produk daging, produk ikan, dll.

2. Antikempal (Anticaking Agent)

Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang mencegah

terjadinya pengempalan pada makanan yang berupa serbuk dan

tepung.

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

Pengaturan keasaman (asidulan) yaitu senyawa kimia bersifat asam

yang termasuk bahan tambahan pangan yang secara sengaja

ditambah ke dalam makanan dengan tujuan yang beragam. Sifat

asam senyawa ini bisa mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba

dan berperan sebagai bahan pengawet makanan.

4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

Bahan tambahan pangan yang dapat menimbulkan rasa manis pada

makanan yang tidak memiliki atau hampir tidak memiliki nilai gizi.

Page 26: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

14

5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent)

Bahan tambahan pangan sering digunakan pada bahan tepung-

tepungan dan produk olahannya, bertujuan karakteristik warna putih

pada tepung merupakan ciri khas tepung yang memiliki mutu baik

dan tetap terjaga, sama halnya dalam memperbaiki mutu selama

proses pengolahan, seperti pengembangan adonannya selama

pemanggangan.

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer,

Thickener)

Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya sistem

dispersi homogen pada makanan. Biasa dipergunakan untuk

makanan yang mengandung air atau minyak.

7. Pengawet (Preservative)

Bahan pengawet umumnya digunakan bertujuan dalam

mengawetkan makanan yang memiliki sifat mudah rusak. Bahan ini

menjadi penghambat pada proses fermentasi, pengasaman, atau

penguraian yang disebabkan oleh mikrobakteri.

8. Pengeras (Firming Agent)

Bahan tambahan pangan untuk memperkeras atau mencegah

pelunakan pada makanan.

9. Pewarna (Colour)

Bahan tambahan pangan untuk memperbaiki atau memberikan

warna pada makanan, biasanya warna dapat dipakai sebagai

indicator kesegaran dan kematangan.

Page 27: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

15

10. Penyedap rasa, aroma, dan penguat rasa (Flavour, Flavour

Enhancer)

Bahan tambahan pangan bertujuan untuk memberikan,

menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma.

11. Seksuestran (Sequestrant)

Bahan tambahan pangan untuk mengikat ion logam yang terdapat

pada makanan sehingga mencegah terjadinya oksidasi yang

menimbulkan perubahan warna dan aroma pada makanan. Biasanya

ditambahkan makanan pada produk lemak dan minyak atau produk

yang memiliki mengandung lemak atau minyak seperti daging dan

ikan.

2.1.6. Bahan Tambahan Pangan Yang Dilarang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 722/Menteri Kesehatan /Per/IX/88, mengenai Golongan Bahan

Tambahan Pangan yang tidak diizinkan penggunaannya pada makanan,

yaitu:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

2. Formalin (Formaldehyd)

3. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

4. P-Phenetilkarbamida ( p - Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-

ethoxyphenyl urea)

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

Page 28: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

16

8. Asam Salisilat serta garamnya (Salicylic Acid and its Salt)

9. Minyak nabati yang di brominasi (Brominated Vegetable Oils)

2.1.7. Pengawet

Pengawet Bahan pengawet merupakan bahan tambahan pangan

yang mencegah atau sebagai penghambat pada proses fermentasi,

pengasaman atau penguraian terhadap makanan yang terjadi akibat

adanya mikroorganisme. Tetapi, tidak jarang produsen makanan

menggunakan pada pangan yang relatif lebih awet dengan bertujuan

dapat memperpanjang masa penyimpanan maupun memperbaiki tekstur

makanan. Saat ini, masih ditemukan penggunaan bahan pengawet yang

tidak diizinkan untuk dipergunakan pada makanan dan yang berbahaya

bagi kesehatan, seperti boraks, dan formalin (Cahyadi, 2008).

2.1.8. Boraks atau Asam Borat

Boraks merupakan bahan pengawet kayu, antiseptik kayu dan

sebagai Insectisida pengontrol kecoa, dengan nama kimia natrium

tetraborat dekahidrat (NaB4 O7 10H2O). Boraks juga memiliki nama

lain, yaitu; borax decahydrate, sodium borat, sodium biborate

decahydrate, disodium tetraborate decahydrate, sodium pyroborate

decahydrate, sodium tetraborate decahydrate, boron sodium oxide, dan

fused borax (Suhanda, 2012).

Asam Borat (H3 BO3) adalah senyawa bor dikenal dengan nama

lain yaitu boraks. Di daerah Jawa Barat sering dikenal oleh masyarakat

dengan nama “bleng”, sedangkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa timur

Page 29: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

17

sering dikenal oleh masyarakat dengan nama “pijer”. Penggunan bahan

tersebut ke dalam makanan berfungsi sebagai pengenyal dan pengawet

(Cahyadi, 2008). Boraks murni yang hanya diproduksi oleh industri

farmasi dan diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, tepung

dengan warna putih kekuningan, atau cairan tidak berwarna.

2.1.9. Karakteristik Boraks

Karakteristik Boraks atau yang sering disebut dengan asam borat

(Boric Acid) merupakan senyawa kimia turunan dari logam berat boron

(B). Asam borat terbagi tiga macam senyawa kimia, yaitu; asam

ortoborat, asam metaborate, dan asam piroborat (Suhanda, 2012).

Boraks adalah senyawa hidrat dari garam natrium tetraborat dengan

molekul Natrium Tetraborat Dekahidrat dengan garam natrium

tetraborat adalah garam natrium dari asam piroborat. Boraks adalah

senyawa bor yang berbentuk granular, tidak memiliki bau, tidak larut

dalam alkohol, dan stabil pada suhu dan memiliki tekanan normal.

Apabila larut di dalam air boraks akan berubah menjadi natrium

hidroksida dan asam borat. Dengan seperti itu bahaya boraks sama

dengan bahaya asam borat (Lubis U, 2016).

2.1.10. Kegunaan Boraks

Boraks atau borate mempunyai nama lain sodium tetraborate

biasa dipakai pada industri non-pangan untuk keperluan antiseptik dan

zat pembersih. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan detergen, pengawet kayu, antiseptik kayu, pengontrol kecoa

Page 30: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

18

(hama), dll (Lubis U, 2016). Boraks dapat dipakai pada perindustrian

elektronik seperti pembuatan kapasitor atau kondensor elektronik yang

digunakan pada sistem mesin auto mobil, pendingin eletrik, radio,

Televisi, dan barang elektronik lain (Suhanda, 2012).

2.1.11. Penyalahgunaan Boraks

Boraks disalahgunakan untuk bahan tambahan pangan dengan

tujuan untuk mempengaruhi sifat makanan itu sendiri seperti

mengenyalkan dan mengawetkan makanan. Boraks biasa dikenal oleh

masyarakat awam pijer, bleng, cetitet, dan gendar. Penggunaan boraks

dilakukan oleh produsen pada makanan seperti; kerupuk ketika digoreng

akan mengembang dan memiliki tekstur bagus serta renyah, lontong dan

bakso akan menjadi kenyal dan tahan lama begitu pun pada cendol dan

cincau. Penggunaan ini sudah terjadi sejak lama dan menjadi hal biasa

dilakukan oleh masyarakat sendiri.

2.1.12. Toksisitas Boraks

Mekanisme toksisitas boraks memiliki dua fase. Fase pertama,

adalah; fase kinetik berupa proses absorbsi, distribusi, metabolisme

tubuh, dan proses pembuangan (ekskresi). Pada fase pertama zat toksik

akan terjadi proses sinergestis atau antagonis. Pada fase kedua

merupakan fase dinamik yang berupa suatu proses lanjut dari fase

kinetik. Pada fase ini, zat toksik yang tidak dapat dinetralisir oleh tubuh

akan terjadi reaksi dengan senyawa hasil proses biosintesa seperti

Page 31: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

19

protein, enzim dan lemak dan hasilnya bersifat merusak terhadap proses

biomolekul dalam tubuh (Suhanda, 2012).

Proses masuknya boraks ke dalam tubuh manusia yaitu dengan

melalui oral disaat manusia mengkonsumsi makanan yang mengandung

boraks. Kemudian boraks yang masuk ke dalam tubuh terabsorbsi secara

kumulatif oleh saluran pencernaan dan selaput lendir (membran

mukosa) dan sedikit demi sedikit zat boraks akan terakumulasi dalam

tubuh. Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung zat boraks

dapat mengganggu pergerakan pada pencernaan usus dan bisa

menyebabkan usus tidak dapat mengubah zat makanan sehingga tidak

dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kemudian boraks

terdistribusikan melalui peredaran darah oleh vena porta ke hati. Hati

memiliki banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang melakukan

metabolisme xenobiotik di dalam hati tinggi terutama pada enzim

sitokrom P-450. Enzim ini menyaring toksikan besar menjadi kurang

toksik dan dapat lebih mudah larut dalam air sehingga mudah

diekskresikan oleh hati (Lubis U, 2016).

Masuknya boraks yang terlalu sering akan menyebabkan terjadi

kerusakkan pada membran sel hati, yang akan diikuti pada kerusakan

pada sel parenkim hati. Hal tersebut dapat terjadi akibat gugus aktif pada

boraks B=O yang akan mengikat zat protein dan lemak tak jenuh.

Sehingga, menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak. Peroksidasi

lemak dapat merusak permeabilitas pada sel. Sebab, membran sel kaya

akan lemak yang dapat berakibat semua zat dapat keluar masuk ke dalam

Page 32: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

20

sel yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati (Suhanda,

2012).

Ketika sel-sel hati telah rusak maka terjadi induksi enzim yang

terletak di dalam sel hati (enzim intraseluler) enzim intraseluler akan

dilepaskan ke aliran darah. Enzim tersebut merupakan Serum Glutamic

Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic

Transaminase (SGPT). Peningkatan pada kadar SGPT dan SGOT dalam

darah dapat dijadikan suatu indikator biologis secara tidak langsung

untuk mendeteksi keracunan boraks. Di dalam aliran darah boraks dapat

mengakibatkan gangguan metabolisme asam folat yang memiliki peran

untuk pembentukan sel darah (Lubis U, 2016).

2.1.13. Dampak Boraks Pada Kesehatan

1. Dampak Bersifat Akut

1) Terhirup (Inhalasi) dapat menyebabkan iritasi pada selaput

lendir dengan gejala batuk.

2) Kontak dengan kulit menimbulkan iritasi kulit.

3) Pada mata dapat menimbulkan iritasi, mata menjadi merah dan

terasa perih.

4) Apabila tertelan (Ingesti) menyebabkan gejala tertunda

meliputi badan terasa tidak enak, mual, muntah, terasa nyeri

pada perut bagian atas (Epigastrik), pendarahan lambung

(Gastroentritis) disertai dengan diare, muntah darah, lemah,

demam dan sakit kepala.

2. Dampak Bersifat Kronis

Page 33: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

21

Menyebabkan nafsu makan menjadi turun, gangguan

pada pencernaan, anemia, terjadinya rambut rontok, kanker,

gangguanm pada hati, tidak terbentuknya urin (Urinaria), koma,

menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun,

kerusakan pada ginjal, pingsan. Kematian pada orang dewasa

yang sering mengkonsumsi dapat terjadi pada dosis 15-25 gram.

Sedangkan pada anak-anak yang sering mengkonsumsi dapat

terjadi pada dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2009).

2.1.13 Lontong

Lontong merupakan makanan khas Indonesia yang telah dikenal

dan berkembang di masyarakat. Lontong terbuat dari beras yang

dibungkus oleh daun pisang yang kemudian dimasak secara dikukus di

atas air yang mendidih selama beberapa jam. Lontong biasa disajikan

dengan sate, dan gulai kambing. Lontong atau lepet berwarna hijau pada

bagian luarnya dan berwarna putih pada bagian dalam dan mempunyai

aroma yang khas pada lontong. Tekstur dan sifatnya yang kenyal dan

mudah basi pada lontong sering terdapat produsen yang sengaja

memasukan zat boraks pada lontong untuk bertujuan pengenya dan

pengawet pada lontong yang mereka jual (Rumanta, 2014).

2.1.14 Ciri – Ciri Lontong yang Mengandung Boraks

Makanan yang mengandung borkas ditandai dengan adanya;

memiliki aroma tajam seperti bahan kimia yang menyengat, bersifat

membal apabila ditekan terasa sangat kenyal dan padat, sedangkan yang

Page 34: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

22

tidak mengandung boraks apabila lontong ditekan akan meninggalkan

bekas, lebih tahan lama, tidak lengket atau berlendir saat dipotong, dan

tidak dihinggapi oleh serangga seperti lalat (Rumanta, 2014).

2.1.14. Perilaku

Perilaku adalah hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi yang sangat luas Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012)

yang telah membagi 3 ranah atau domain perilaku, yaitu; kognitif

(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Perilaku

adalah reaksi psikis dari seseorang terhadap lingkungan, reaksi tersebut

memiliki beragam jenis bentuk yang digolongkan menjadi 2, yaitu;

bentuk pasif (tanpa adanya tindakan yang nyata atau konkrit), dan

bentuk aktif (dengan adanya tindakan konkrit). Bentuk perilaku d apat

diamati dengan melihat sikap dan tindakan, tetapi bukan berarti bentuk

perilaku hanya bisa dilihat dari sikap dan tindakan. Perilaku bisa bersifat

potensial dalam bentuk pegetahuan, motivasi, dan persepsi.

Menurut L.Green (1993) yang dikutip Notoatmodjo (2014),

mengatakan bahwa kesehatan pada seseorang individu ataupun

masyarakat dapat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu; faktor perilaku dan

faktor diluar perilaku, dilanjutkan perilaku ditentukan atau dibentuk dari

3 faktor, sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi (Predisposing factors) yang terwujudkan pada

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

Page 35: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

23

2. Faktor pendukung (Enabling factors) yang terwujudkan pada

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana

prasarana.

3. Faktor pendorong (Reinforcing factors) yang terwujudkan pada

sikap dan perilaku petugas yang menjadi kelompok referensi atau

sebagai contoh dari perilaku masyarakat.

2.1.15. Pendidikan

Menurut Ki Hajar Dewantara pengertian pendidikan merupakan

pengalaman belajar secara berlangsung dalam lingkungan dan selama

hidup (long life education). Pendidikan adalah situasi hidup yang dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan seseorang. Secara simplistik

pendidikan sebagai sekolah, yaitu pembelajaran yang dilakukan di

sekolah sebagai peran lembaga pendidikan formal. Pendidikan

merupakan mempengaruhi suatu upaya kepada anak dan remaja yang

diserahkan kepada mereka agar memiliki kemampuan atau skill

sempurna dan kesadaran terhadap hubungan dan sosial mereka (Samho

& Yasunari, 2010).

Pendidikan adalah usaha sadar dilakukan oleh keluarga,

masyarakat dan pemerintah, dengan melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran atau latihan yang dilaksanakan di sekolah dan maupun luar

sekolah. Pengalaman belajar dalam pendidikan formal, nonformal

ataupun informal di sekolah berlangsung seumur hidup mempunyai

tujuan dalam mengoptimalisasi pertimbangan kemampuan seseorang,

agar dapat memainkan peran secara tepat. Peran sekolah progresivisme

Page 36: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

24

menempatkan sekolah sebagai agen dalam perubahan (agent of change)

yang bertugas mengenalkan dan memberikan nilai baru kepada peserta

didik (Mudzkirah, 2016).

2.1.16. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “Tahu” yang terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek dengan

menggunakan penginderaan, yaitu; penciuman, pendengaran,

penglihatan, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

didapatkan dengan melalui penginderaan penglihatan dan penginderaan

pendengaran. Pengetahuan dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan,

yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu didefinisikan sebagai mengingat suatu materi yang sudah

dipelajari sebelumnya. Pengetahuan pada tingkatan ini merupakan

pengingatan kembali terhadap suatu yang lebih spesifik dari seluruh

rangsangan yang sudah didapatkan atau dipelajari. Karena itu, hal

tersebut adalah tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Dalam

mengukur bahwa seseorang mengetahui mengenai apa yang

dipelajari, yakni; menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan.

Menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan dalam

menjelaskan dengan tepat mengenai objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan suatu materi secara benar. Orang yang sudah

Page 37: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

25

memahami terhadap suatu materi atau objek harus dapat

menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang sudah dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan dalam

menggunakan materi yang sudah dipelajari pada suatu situasi atau

kondisi yang nyata, aplikasi dapat diartikan sebagai pengaplikasian

atau penggunaan hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang berbeda.

4. Analisis (Analisys)

Analisis merupakan kemampuan dalam menjabarkan suatu

materi atau objek ke dalam suatu komponen. Akan tetapi, masih

masuk pada suatu struktur organisasi dan masih saling berkaitan

satu dengan yang lainnya. Kemampuan analisa dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja yang bisa membedakan, menggambarkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesa (Synthesis)

Sintesa merupakan kemampuan dapat meletakkan atau

menggabungkan bagian pada suatu bentuk keseluruhan yang baru,

atau sintesis merupakan kemampuan dalam menyusun suatu formasi

baru dari informasi yang sudah ada. Misalnya; menyusun,

memakai, menyimpulkan, dan menyesuaikan pada suatu teori atau

rumusan yang sudah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Page 38: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

26

Evaluasi memiliki hubungan dengan kemampuan dalam

melakukan justifkasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang sudah ada

(Nastiti, 2016).

Kemudahan untuk mendapatkan suatu informasi bisa membantu

untuk mempercepat seseorang dalam mendapatkan pengetahuan

yang baru. Pengukuran pengetahuan dapat menggunakan media

wawancara atau angket dengan menanyakan mengenai suatu materi

yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden (Nastiti,

2016).

2.1.17. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon individu terhadap suatu

objek atau rangsangan. Sikap adalah reaksi bersifat emosional terhadap

stimulus sosial. Sikap merupakan belum menuju suatu tindakan atau

aktivitas tetapi merupakan suatu faktor predisposisi tindakan atau

perilaku. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap mempunyai

berbagai tingkatan (Nastiti, 2016), yakni :

1. Menerima (Receiving)

Menerima dmerupakan seseorang (subyek) dapat dan

memperhatikan stimulus atau materi yang diberikan (obyek)

kepadanya.

2. Merespon (Responding)

Merespon merupakan dapat memberikan jawaban jika dapat

ditanya, dapat mengerjakan, dan dapat menyelesaikan tugas yang

Page 39: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

27

diberikan adalah salah satu indikator sikap. Karena, terdapat upaya

dalam menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan. Terlepas dari apa yang dikerjakan itu benar atau salah

berarti orang itu menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai dan mengajak orang lain dalam mengerjakan atau

berdiskusi terhadap suatu permasalahan merupakan suatu indikator

sikap pada tingkatan ketiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas semua hal yang sudah dipilih dengan

segala resiko merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi

(Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pada sikap dapat dilakukan dengan cara menilai

pernyataan sikap dari seseorang. Pernyataan sikap merupakan suatu

rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu tentang obyek sikap yang

qkqn diungkapkan. Pernyataan sikap berisikan hal yang positif

mengenai suatu obyek sikap, mengandung kalimat bersifat mendukung

atau memihak pada obyek sikap, pernyataan tersebut adalah pernyataan

favourable. Dan sebaliknya, apabila pernyataan sikap berisikan hal

negatif mengenai suatu obyek sikap bersifat tidak mendukung atau

kontra terhadap suatu obyek sikap. penyataan tersebut adalah

pernyataan yang tidak favourable.

Pengukuran pada sikap dapat dilakukan dengan secara langsung

atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek, dan secara

Page 40: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

28

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis kemudian

ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Nastiti, 2016).

2.1.17 Pengawasan Petugas Kesehatan

Tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur yang berada di

masyarakat dan pemerintah yang diperlukan dalam perannya untuk

dapat mencapai tujuan pada pembangunan kesehatan. Selama ini peran

yang dikenal dari seorang. Harapan pada masyarakat kepada tenaga

kesehatan adalah dapat memberikan solusi terbaik dalam penyelesaian

suatu permasalahan kesehatan baik keluhan pada hal yang dasar sampai

dengan hal yang paling kompleks.

Dalam Undang-undang (UU) tentang Tenaga Kesehatan (UU

No. 36 Tahun 2014) telah disebutkan bahwa tenaga kesehatan

merupakan setiap individu yang mengabdikan dirinya dalam bidang

kesehatan dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan

melalui pendidikan di bidang kesehatan pada jenis tertentu dengan

membutuhkan kewenangan dalam melakukan suatu upaya kesehatan.

Semakin maraknya peredaran makanan yang mengandung bahan

tambahan pangan berbahaya diperlukannya melakukan pengawasan

terhadap peredaran makanan yang mengandung kemungkinan

mengandung BTP berbahaya (Kartikasari, 2012).

2.2. Kerangka Teori

Berdasarkan teori L.Green dalam Notoatmodjo (2011) mengatakan

bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi

(predisposisi), faktor pemungkin (enabling), dan faktor penguat (reinforcing).

Page 41: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

29

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Nastiti, 2016)

faktor yang mempengaruhi penggunaan zat boraks pada lontong dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan pengawasan

oleh petugas kesehatan. Tingkat pendidikan pada seseorang dapat

mempengaruhi pengetahuan yang didapatkannya. Pengetahuan yang salah

pada suatu objek akan mempengaruhi sikap yang terbentuk terhadap objek

tersebut juga akan menjadi salah.

Sikap yang kurang baik dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pengetahuan. Keduanya dapat mempengaruhi sikap dari seseorang sehingga

dapat melakukan tindakan. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kecenderungan perilaku penggunaan zat boraks oleh produsen. Pengawasan

yang kurang oleh petugas kesehatan mempengaruhi banyaknya produsen yang

masih menggunakan zat boraks pada lontong.

Page 42: SYSTEMATIC REVIEW - repository.bku.ac.id

30

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Keterangan : Faktor – faktor yang berhubungan penggunaan zat boraks

Sumber :{Modifikasi Dari Teori Lawrence Green (1980) dan Nastiti (2016)}

Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Sikap

4. Kepercayaan

5. Keyakinan

6. Nilai – nilai

7. Persepsi

Faktor Pendukung (Enabling factors)

1. Sarana Kesehatan

2. Fasilitas Kesehatan

3. Jarak Tempat Tinggal

Faktor pendorong (Reinforcing factors)

1. Pengawasan Petugas Kesehatan

2. Dukungan Keluarga

3. Tokoh Masyarakat

4. Dukungan Pemimpin

Perilaku Produsen Dalam

Penggunaan Zat Boraks