surimi_clara chikita eljo_13.70.0110_c3_unika soegijapranata

18
1 SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Chikita Eljo Brilliarien Mahardhika 13.70.0110 Kelompok E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 05-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Praktikum Surimi

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Chikita Eljo Brilliarien Mahardhika

13.70.0110

Kelompok E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,

timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,

plastik bening, dan milimeter blok.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,

polifosfat, dan es batu.

1.2. Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.

Daging ikan di-filllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Page 3: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan

ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.

Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain

saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.

Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan

sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam

sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%

(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Page 4: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Setelah di-thawing, surimi diuji kualitas

sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan

menggunakan presser.

Page 5: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok

untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 6: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pembuatan Surimi dengan Perlakuan Berbeda

Kel. Perlakuan Hardness

(gF) WHC

Sensoris

Kekenyalan Aroma

C1 Fillet ikan + sukrosa

2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,1%

137,22 293598,53 +++ +++

C2 Fillet ikan + sukrosa

2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

132,55 267004,22 + +

C3 Fillet ikan + sukrosa

5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

214,65 311814,35 ++ +

C4 Fillet ikan + sukrosa

5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

126,59 277084,60 ++ ++

C5 Fillet ikan + sukrosa

5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

159,03 254345,99 + +++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

++ : kenyal ++ : amis

+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan diketahui bahwa dilakukan pengukuran

yang terdiri dari hardness, daya ikat air (WHC) serta pengamatan secara sensoris yang

meliputi kekenyalan dan aroma. Masing-masing kelompok diberikan perlakuan yang

berbeda pada surimi. Nilai hardness tertinggi sebesar 214,65 gF diperoleh fillet ikan

kelompok C3 dengan penambahan 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat, dan

nilai hardness terendah sebesar 126,59 gF adalah kelompok C4 dengan penambahan 5%

sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat. Nilai WHC tertinggi sebesar 311814,35

diperoleh fillet ikan kelompok C3, dan nilai WHC terendah sebesar 277084,60 dan

diperoleh fillet ikan kelompok C4. Hasil pengamatan sensori menunjukkan surimi C1

sangat kenyal dan berbau sangat amis, surimi C2 tidak kenyal dan tidak amis, surimi C3

kenyal dan tidak amis, surimi C4 kenyal dan amis, dan surimi C5 tidak kenyal dan

sangat amis.

Page 7: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

3. PEMBAHASAN

Salah satu bab dalam praktikum Teknologi Hasil Laut adalah pembuatan surimi. Surimi

adalah salah satu produk semi olahan yang dapat diolah menjadi berbagai macam

produk olahan pangan dan sebagai campuran olahan seperti sosis, bakso atau nugget

ikan. Surimi diproses dari daging ikan lumat yang telah diekstraksi dengan air dan

diberi bahan anti denaturasi protein. Prinsipnya proses pembuatan surimi melalui 4

tahap, yaitu pencucian, penggilingan, pengemasan, dan pembekuan. Surimi menjadi

popular karena teksturnya unik dan memiliki nilai gizi tinggi (Jin et al., 2009). Surimi

memiliki karakteristik tekstur yang elastis dan kenyal. Hal ini disebabkan karena surimi

memiliki kandungan konsentrasi protein miofibril yang tinggi. Luo et al., (2001)

menyatakan kemampuan pembentuk gel surimi menurun dengan peningkatan kadar air

akibat rendahnya konsentrasi myofibril protein dan penurunan kepadatan pilinan. Dari

cara pengolahan surimi, terdapat 3 tipe surimi yaitu Mu-en Surimi adalah surimi yang

dibuat dengan cara menggiling daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula

dan fosfat, tanpa penambahan garam dan telah mengalami pembekuan, surimi tipe dua

adalah Ka-en Surimi adalah surimi yang dibuat dengan cara menggiling daging ikan

yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan fosfat dan

telah mengalami proses pembekuan, serta surimi tipe tiga adalah Na-ma Surimi adalah

surimi yang tidak mengalami pembekuan (Park et al., 1996). Faktor penting yang

berpengaruh dalam pembuatan surimi yaitu cara penyiangan, besarnya partikel daging

lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan dan cara tahap pencucian

bahan (Lee, 1984). Hamzah et al., (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

menentukan dampak dari siklus pencucian dan penambahan tetrasodium pirofosfat

(TSPP) dan dengan atau tanpa penambahan 0,4% kalsium klorida (CaCl2) terhadap

karakteristik fisik seperti tekstur, warna, kelembaban mikro Cobia (Rachycentron

canadu) gel surimi. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa nilai hardness

tertinggi diperoleh dengan penambahan 0,1% TSPP pada pencucian tahap kelima.

Kombinasi 0,1% dan 0,4% CaCl2 yang ditambahkan pada pencucian siklus kelima

mengakibatkan tingkat whiteness tertinggi, berkurangnya kadar air dan terjadi

deformasi. Kekuatan gel surimi tertinggi diperoleh setelah tiga siklus pencucian dengan

penambahan 0,1% TSPP dan 0,4% CaCl2. Sehingga dapat disimpulkan, sifat fisik ikan

Page 8: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

surimi dipengaruhi juga oleh jumlah siklus pencucian dan perlakuan pencucian dengan

penambahan TSPP dan CaCl2. Pada praktikum yang telah dilakukan, pencucian hanya

dilakukan dengan air es dalam 3 tahap pengulangan.

Dalam praktikum pembuatan surimi yang telah dilakukan, bahan utama yang digunakan

adalah daging ikan bawal, serta bahan tambahan lain meliputi gula pasir, garam,

polifosfat, dan es batu. Pemilihan ikan bawal sebagai bahan utama disebabkan karena

ikan bawal sesuai untuk pembuatan surimi yang memiliki daging berwarna putih, tidak

berbau lumpur, dan dapat membentuk gel yang baik. Hal ini didukung oleh pendapat

Miyake et al., (1985), yang menyatakan bahwa semua jenis ikan secara teknis dapat

dijadikan surimi dimana ikan tersebut berdaging putih, tidak berbau lumpur dan

memiliki kemampuan pembentukan gel yang bagus yang akan memberikan hasil akhir

surimi yang lebih baik. Pada umumnya ikan berdaging putih mempunyai kemampuan

membentuk gel yang lebih baik dibandingkan dengan ikan berdaging merah. Hal ini

sesuai dengan teori Winarno (1993) dimana kualitas surimi yang baik adalah yang

berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel. Langkah awal pembuatan surimi yaitu

ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir, yang bertujuan untuk membersihkan ikan

dari pengotor lain yang tidak diinginkan. Daging ikan dicuci dengan air, untuk

menghilangkan lemak dan komponen-komponen larut air agar dapat dihasilkan surimi

dengan kualitas yang baik (Ignacio S et al., 2006). Kemudian daging ikan di-fillet

dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Penghilangan beberapa bagian tersebut dikarenakan surimi hanya dibuat dengan daging

ikan, sedangkan bagian lain tidak diperlukan, bahkan isi perut harus dibuang karena

banyak mengandung lemak dan enzim protease, serta dapat menjadi sumber bakteri

yang dengan cepat akan menurunkan mutu ikan yang mengakibatkan turunnya

kemampuan pembentukan gel surimi. Di samping itu, menurut Suzuki (1981) isi perut

ikan dapat berpengaruh terhadap penampakan produk karena mengakibatkan warna

surimi dan produk olahannya menjadi gelap dan tidak menarik. Kemudian bagian

daging putih ikan yang telah di-fillet diambil sebanyak 100 gram, dan digiling hingga

halus, selama proses penggilingan dapat ditambahkan es batu yang bertujuan untuk

menjaga suhu tetap rendah sehingga dapat meminimalisir kerusakan dan mencegah

denaturasi protein karena adanya panas selama proses penggilingan berlangsung.

Page 9: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Selanjutnya daging ikan yang sudah halus dipindahkan ke kain saring dan dicuci dengan

air es sebanyak 3 kali, lalu disaring hingga tidak banyak mengandung air. Pengurangan

kadar air pada daging ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pembentuk gel,

hal ini didukung oleh Luo et al., (2001) yang menyatakan bahwa kemampuan

pembentuk gel surimi akan menurun seiring dengan peningkatan kadar air, akibat

rendahnya myofibril protein konsentrasi dan penurunan kepadatan pilinan. Kemudian

daging halus yang sudah disaring tersebut, dipindahkan ke dalam pengemas, pada

praktikum ini digunakan plastik bening.

Langkah selanjutnya penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat pada daging di dalam

plastik tersebut. Proses penambahan garam berfungsi untuk melepaskan miosin dari

serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat, selain itu juga

digunakan sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma, tetapi jika digunakan

dengan kadar yang cukup tinggi dapat mengubah cita rasa makanan. Cryoprotectant

merupakan zat tertentu yang apabila terdapat dalam konsentrasi tinggi akan

menstabilkan protein miofibrilar selama pembekuan dan penyimpanan pada suhu

freezing (Park, 2005). Cryoprotectant yang umum digunakan dalam industri pengolahan

surimi adalah campuran 1:1 dari sukrosa dan sorbitol (Zhou et al., 2006). Namun pada

praktikum ini, cryoprotectant yang digunakan hanya sukrosa saja. Menurut Lanier

(1992), cryoprotectant berupa sukrosa dapat meningkatkan tingkat N-aktomiosis dari

350 mg% menjadi 520 mg% dan meningkatkan kekuatan gel dari 400 gram menjadi

480 gram. Selain penambahan cryoprotectant, juga ditambahkan polifosfat yang dapat

memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas dan kelembutannya. Polifosfat yang

digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain adalah dinatrium fosfat

(disodium monophosphate), natrium heksametafosfat dan natrium tripolifosfat (sodium

tripoliphosphate). Polifosfat ditambahkan untuk memperbaiki daya ikat air (water

holding ability) dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk

olahan surimi. Jumlah polifosfat yang biasa ditambahkan adalah sebanyak 0,2-0,3%

dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat (Lanier, 1992).

Mekanisme kerja polifosfat adalah memisahkan aktomiosin dan akan berikatan dengan

miosin. Miosin dan polifosfat tersebut akan berikatan dengan air dan menahan mineral

dan vitamin.

Page 10: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Setelah ditambah dengan beberapa bahan tersebut, surimi dalam plastik dibekukan di

dalam freezer selama 1 malam. Penyimpanan surimi dalam suhu freezer ini bertujuan

untuk mempertahankan surimi agar tidak cepat busuk atau menurun kualitas mutunya.

Apabila disimpan dalam lingkungan dengan suhu yang cukup baik maksimal –20o

C,

tanpa banyak mengalami perubahan sifat fungsional, surimi dapat bertahan hingga

kurang lebih satu tahun. Menurut Winarno (2004), penyimpanan surimi pada suhu yang

tidak tepat dapat menimbulkan pecahnya sel-sel sehingga cairan dalam sel akan keluar

dari sel, warna bahan menjadi gelap, terjadi pembusukan dan pelunakan. Saat proses

pembekuan, surimi disimpan dalam wadah plastik bertujuan juga untuk menjaga

karakteristik fisik dari surimi. Hal ini juga dikemukakan oleh Lee (1984), bahwa pada

bahan pangan yang dibekukan tanpa dibungkus maka bagian luarnya akan menjadi

kering dan mengeras sehingga akan mempengaruhi tekstur produk akhir yang

dihasilkan. Pembekuan dapat mempertahankan nilai bahan pangan dan melindungi

produk dari kerusakan selama penyimpanan dalam jangka waktu lama.

Hasil pengamatan yang diperoleh dalam tabel pengamatan, menunjukkan surimi dengan

bahan campuran gula, protein, dan lemak yang berbeda antar kelompok. Dilihat dari

hasil nilai WHC yang tertinggi, dimiliki oleh kelompok C3 sebesar 311814,35 dengan

penambahan sukrosa sebanyak 5% dan polisakarida sebanyak 0,3%. Hasil yang

diperoleh sudah sesuai karena dengan dilakukannya penambahan sukrosa sebanyak 5%

(paling tinggi kadarnya daripada 0,1% dan 0,3%) akan menghasilkan nilai WHC yang

paling tinggi. Penambahan sukrosa sangat berpengaruh terhadap sifat daya ikat air,

semakin tinggi sukrosa maka kemampuan mengikat air akan semakin tinggi dan

menyebabkan nilai WHC meningkat. Hal ini didukung dengan pendapat Winarno et al.

(1980), sukrosa bersifat mengikat air sehingga menurunkan Aw. Selain ditambahkan

dengan gula, surimi juga ditambah dengan polifosfat. Penambahan polifosfat diketahui

berpengaruh terhadap kekenyalan surimi, dimana biasanya polifosfat ditambahkan

dalam bentuk garam natrium tripolifosfat. Menurut Ockerman (1983) natrium

tripolifosfat mempunyai fungsi yaitu untuk meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi,

dan kemampuan emulsi. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar

polifosfat yang ditambahkan pada surimi, akan menghasilkan surimi dengan kekenyalan

Page 11: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

yang tinggi dan nilai hardness yang rendah. Pada hasil perlakuan, diketahui nilai

hardness terendah dimiliki oleh kelompok C4 sebesar 126,59 gF, hasil ini sesuai seiring

kadar polifosfat yang ditambahkan paling tinggi yaitu 0,5%, namun kemudian dilihat

dari hasil pengamatan sensori menunjukkan sangat kenyal pada kelompok C1 dengan

penambahan polifosfat hanya sebesar 0,1%. Perbedaan hasil ini dapat dikarenakan

praktikan kurang teliti dalam membedakan kekenyalan antar kelima surimi tersebut,

pengamatan sensoris yang dilakukan praktikan dapat mengalami kekurangsesuaian

karena tingkat ketelitiannya tidak setinggi apabila dilakukan pengamatan dengan alat,

dan hasil pengamatan praktikan dapat lebih subyektif. Selain ditambah dengan sukrosa

dan polifosfat, surimi juga ditambah garam dengan konsentrasi 2,5% untuk seluruh

kelompok. Penggunaan garam pada proses pembentukan gel adalah sebagai bahan

pelarut myofibril, jika konsentrasi garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka

miofibril tidak dapat terlarut, sedangkan apabila konsentrasinya lebih dari 12% maka

miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting out atau keluarnya garam ke

permukaan jaringan ikan dan akan menyebabkan timbulnya rasa asin pada ikan.

Konsentrasi garam yang paling umum digunakan untuk membuat produk surimi adalah

sebesar 2-3%, maka penambahan garam sebesar 2,5% pada setiap surimi dalam

praktikum ini sudah sesuai dengan pendapat Tan et al., (1988) dan Shimizu et al.,

(1992). Penentuan mutu dan kualitas surimi setelah ditinjau dari kekenyalannya, dilihat

dari aroma yang dimiliki surimi. Surimi dengan kualitas yang baik, dapat dinilai dari

ada atau tidaknya aroma amis pada surimi, surimi yang tidak amis lebih memiliki

kualitas dan mutu yang baik. Kelompok C2 dan C3 memiliki aroma yang tidak amis,

kelompok C4 memiliki aroma yang amis, sedangkan C1 dan C5 memiliki aroma sangat

amis. Munculnya bau amis ini berasal dari reaksi oksidasi pada ikan sehingga

mengubah asam lemak menjadi off-flavor, biasanya bau ini dihilangkan pada tahap

pencucian daging surimi. Dari adanya aroma amis tersebut, maka diketahui kualitas

ikan dibedakan dari aromanya, kualitas surimi C2 dan C3 lebih baik daripada surimi

yang lain. Namun hasil pengamatan lain, seperti nilai hardness, nilai WHC dan

kekenyalan juga harus dipertimbangkan untuk menentukan kualitas dari surimi tersebut.

Page 12: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Menurut Lan et al (1995), faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas surimi adalah

bahan baku, jenis bahan dan jumlah bahan yang ditambahkan, kekuatan ion, pH, suhu

dan laju pemanasan, jenis ikan, dan tahap pembuatan.

Page 13: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

4. KESIMPULAN

Surimi adalah produk antara hasil olahan ikan yang siap untuk diolah menjadi

produk lanjutan (co: nugget, bakso, sosis) yang diperoleh dengan beberapa tahapan

pengolahan.

Tahapan pembuatan surimi adalah proses pencucian (leaching), penggilingan

(straining), penambahan bahan tambahan (food additive), pengemasan, dan

pembekuan.

Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya segar, memiliki daging

berwarna putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, memiliki kadar lemak

rendah, dan memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik.

Faktor yang berpengaruh dalam pembuatan surimi yaitu cara penyiangan, besarnya

partikel daging lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan dan

cara tahap pencucian bahan.

Kualitas surimi yang baik adalah memiliki warna putih, flavor baik, elastisitasnya

tinggi.

Penambahan es batu pada saat penggilingan bertujuan untuk mencegah denaturasi

protein karena panas akibat proses penggilingan.

Sukrosa dapat mencegah denaturasi protein, mengurangi keseimbangan kelembaban

relatif, dapat meningkatkan daya ikat air dan memiliki sifat kelarutan yang tinggi.

Semakin tinggi sukrosa yang ditambahkan, surimi yang dihasilkan semakin kenyal

Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang

sangat penting untuk pembentukan jeli yang kuat, sebagai bumbu, penyedap rasa,

dan penambah aroma surimi.

Kandungan protein miofibril yang tinggi merupakan faktor utama dalam

pembentukan gel yang baik.

Semakin banyak jumlah polifosfat yang ditambahkan maka nilai hardness yang

dihasilkan semakin rendah.

Kekenyalan berbanding terbalik dengan nilai hardness.

Konsentrasi polifosfat 0,5% menghasilkan surimi yang lebih kenyal dibandingkan

dengan surimi yang ditambahkan polifosfat 0,1% dan 0,3%.

Page 14: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Konsentrasi sukrosa 5% memiliki daya pengikatan air lebih baik daripada sukrosa

2,5%.

Semarang, 15 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

Chikita Eljo Brilliarien M. Yusdhika Bayu S.

13.70.0110

Page 15: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

5. DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, N; Sarbon: Amin. 2015. Physical Properties of Cobia(Rachycentron canadum)

Surimi: Effect of Washing Cycle at Different Salt Concentration. Journal Food

Science Technology. 13197-014-1622-1. 52(7): 4773-4784.

Ignacio S., et al. 2006. Protein And Water Structural Changes In Fish Surimi During

Gelation As Revealed By Isotopic H/D Exchange And Raman Spectroscopy.

Madrid: Instituto de Estructura.

Jin, S.K., Kim, I,S., Kim, S. J., Jeong, K. J., Choi, Y.J. & Hur, S. J. (2007). Effects of

Muscle Type and Washing Times on Physicochemical Characteristic and

Qualities of Surimi. Journal of Food Engineering. 81: 618-623.

Lan KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. 1978. Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono,

penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Lanier TC. 1992. Measurement of surimi composition and functional properties. Dalam:

Lanier TC, Lee CM (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

Lee, C. M. 1984. Surimi Process Technology. Journal Food Technology 38 (11):69-80.

Luo, Y.K. et al. 2001. Comparison of Gel Properties of Surimi from Alaska Pollock and

Three Freshwater Fish Species: Effect of Thermal Processing and Potein

Concentration. Journal of Food Science Vol 66, No 3, 2001.

Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanebe, 1985. Technology of Manufacturing. Info

Fish marketing Digest. 5: 29-32

Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. of Animal Science.

Ohio: The Ohio State University and the Ohio Agricultural Reserch and

Development Center.

Park, J.W. (2005). Surimi Seafood: Products, Market, and Manufacturing. Di dalam:

Surimi and Surimi Seafood 2nd

edition. J.W. Park (Ed.). Hlm. 375-433. Boca

Raton, FL: CRC Press (ISBN: 0-8247-2649-9).

Park S, Brewer MS, Novakovski J, Bechtel PJ, McKeith FK. 1996. Process and

characteristics for a surimi-like material made from beef or pork. Journal Food

Science 61(2):422-427.

Page 16: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-

Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology.

New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied

Science Publishing. Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the

Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine

Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.

Singapore.

Winarno F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Winarno F. G., Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT.

Gramedia.

Winarno, F. G. 2004. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Zuo., J. A. 2006.. Inhibition of modori-associated proteinases by legume seed extract in

surimi production. Journal Food Science 67(2):578-581.

Page 17: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok C1

Kelompok C2

Kelompok C3

Page 18: Surimi_Clara Chikita Eljo_13.70.0110_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Kelompok C4

Kelompok C5

6.2. Laporan Sementara

6.3. Jurnal