surimi deboraanggiw 13.70.0032 e unika soegijapranata

30
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT `Disusun oleh: Nama : Debora Anggi W NIM : 13.70.0032 Kelompok: E4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan resmi praktikum teknologi pengolahan limbah bab Surimi

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

`Disusun oleh:

Nama : Debora Anggi W

NIM : 13.70.0032

Kelompok: E4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,

baskom, freezer, presser, texture analyzer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah es batu,daging ikan bawal, gula pasir,

garam, polifosfat.

1.2. Metode

1

Ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

Page 3: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

2

Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kain saring.

Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan

polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

Page 4: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

3

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan menggunakan presser.

Page 5: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

4

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Page 6: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ + +

2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ + + +

3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%152,62 290357,43 ++ + + +

4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,879 277594,52 ++ + + +

5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%123,41 327271,52 + + ++ +

Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Dari tabel diatas dapat dilihat hasil uji kekerasan, WHC dan uji sensori dari surimi dengan

berbagai perlakuan konsentrasi campuran sukrosa dan polifosfat. Nilai dari kekerasan

terbesar terdapat pada perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan nilai

terkecil pada perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%. Nilai WHC terbesar

terdapat pada perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan terkecil pada

perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%. Nilai kekenyalan berkisar kenyal

dan sangat kenyal, yang mendapatkan penilaian sangat kenyal adalah perlakuan Sukrosa

5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% dan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%.

Aroma surimi berkisar amis dan sangat amis, yang memiliki bau sangat amis adalah

perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%.

6

Page 7: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Surimi merupakan daginng ikan yang dipisahkan secara mekanis sehinggal didapatkan

konsentrat protein myofibril kemudian dicuci dengan air lalu ditambahkan cryoprotectant.

(Park & Lin, 2005). Proses pembuatan surimi bahwa setelah ikan dihilangkan bagian

tulangnya kemudian dilakukan pencincangan atau mengecilkan ukuran daging ikan,

pencucian, refining, kemudian screw pressing, penambahan krioprotektan dan pembekuan.

Metode tersebut agak sedikit berbeda dengan metode yang dilakukan pada saat praktikum,

pada praktikum hanya dilakukan metode pembuatan surimi secara sederhana (Santana,

Huda dan Yang., 2012). Pada praktikum ini dilakukan pembuatan surimi dari ikan bawal.

Tahap pertama adalah pemisahan daging, ikan bawal dicuci dengan air mengalir kemudian

difillet dengan menggunakan pisau, diambil bagian dagingnya saja lalu ditimbang sebanyak

100 gram. Tahap kedua penggilingan, daging ikan digiling saat penggilingan ditambahkan

beberapa butir es kecil. Penghalusan daging bertujuan untuk menghaluskan daging

sehingga protein pada daging menjadi lebih mudah untuk diekstrak (Tanikawa, 1985).

Setelah itu tahap ketiga pencucian, daging lumat dicuci sebanyak 3 kali dengan air es

kemudian disaring dengan kertas saring. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan

yang larut dalam air, lemak, darah (pigmen-pigmen), protein sarkoplasma, enzim

pencernaan protease, garam organik, substansi organik berbobot molekul rendah dan untuk

memperbaiki flavor dan warna, serta meningkatkan kekuatan gel (Toyoda et al, 1992).

Selain itu pencucian juga dapat menghilangakan substansi penyebab bau juga dapat

meningkatkan konsentrasi protein miofibrilar (aktomiosin) sehingga dapat memperbaiki gel

dari protein daging dan denaturasi protein selama penyimpanan beku (Lee, 1984).

Pencucian dengan menggunakan air es dapat mempertahankan protein khususnya protein

miofibril agar tidak mengalami denaturasi dan dapat menghilangkan protein sarkoplasma

(Santoso et al, 1997). Pencucian harus dapat menghilangkan protein sarkoplasma karena

dapat menghambat pembentukan gel (Suzuki, 1981). Karena protein sarkoplasma akan

menganggu “cross linking” miosin selama pembentukan matriks gel sehingga protein ini

tidak dapat membentuk gel dan mempunyai kapasitas pengikatan air yang rendah (Haard et

al, 1994). Dilakukan 3 kali pencucian karena frekuensi pencucian mempengaruhi parameter

kualitas surimi. Semakin sering daging giling dicuci maka semakin banyak protein, lemak,

abu dan rendemen yang hilang, tetapi dapat meningkatkan nilai daya mengikat air daging

dan kadar karbohidratnya (Mega, 2006). Jumlah protein miofibrilar pada daging lumat dan

8

Page 8: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

kadar air daging giling dipengaruhi banyaknya air yang digunakan dan lama pencucian

dalam satu kali pencucian. Semakin banyak air pencucian akan semakin basah daging

giling, sehingga semakin tinggi kadar air daging giling, maka diperlukan penyaringan untuk

menurunkan kadar air pada daging giling sehingga didapatkan miofibrilar yang lebih

terkonsentrat (Medina dan Garrote, 2001).

Tahap keempat pembekuan, daging kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik

dan ditambahkan 1,5 gram garam, 2,5 gram(kelompok 1,2) dan 5 gram (kelompok 3,4,5)

gula, dan polifosfat sebanyak 0,1 gram (kelompok 1), 0,3 gram (kelompok 2 dan 3), 0,5

gram (kelompok 4 dan 5). Kemudian daging lumat dibekukan ke dalam freezer selama 1

malam. Setelah itu pengujian, surimi diukur bau dan kekenyalan secara sensoris, WHC dan

hardness dengan teksture analyzer. Suzuki (1981), surimi dibedakan menjadi dua tipe yaitu,

Mu-en surimi yaitu surimi yang dibuat dengan dicampur dengan gula dan fosfat tanpa

penambahan garam (NaCl), serta telah mengalami proses pembekuan, dan Ka-en surimi,

yaitu surimi yang dibuat dengan dicampur gula dan garam (NaCl) tanpa penambahan fosfat

serta telah mengalami proses pembekuan. Pada praktikum ini surimi yang dibuat termasuk

pada surimi ka-en tetapi dimodifikasi dengan penambahan polifosfat. Penambahan garam

ditujukan untuk melepaskan miosin dari serat-serat daging ikan sehingga memudahkan

untuk berikatan dengan aktin membentuk aktomiosin yang berperan penting dalam

pembentukan gel yang kuat (Ditjen Perikanan 1990). Sedangkan penambahan polifosfat

bertujuan mencegah terjadinya rekahan serta terbentuknya permukaan yang kasar pada

produk daging layu sehingga teksurnya semakin padat (Elviera, 1988). Penambahan gula

akan mempengaruhi kestabilan protein myofibril pada proses pembekuan. Penambahan

gula yang tinggi, berkisar 8-10% akan membuat protein pada ikan menjadi lebih stabil pada

suhu dingin (Parvathy U. & Sajan George, 2014).

Uji WHC, yaitu banyaknya air yang dapat diikat oleh surimi. WHC akan

berhubungan dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air dengan ikatan

hydrogen yang mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan emulsi. Maka dari itu

pada praktikum ini dilakukan perhitungan terhadap jumlah H2O dalam mg (Santana, Huda

dan Yang., 2012). Texture analyzer digunakan sebagai alat pengukur kekuatan gel pada

9

Page 9: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

10

surimi, menurunnya kekuatan gel dapat disebabkan akibat proses pembekuan. Pembekuan

yang buruk menyebabkan terjadinya reaksi enzimatis seperti oksidasi lemak yang kemudian

mengakibatkan denaturasi protein sehingga protein kehilangan kemampuannya untuk

membentuk gel. Denaturasi dari protein akan dilanjutkan dengan terjadinya agregasi rantai

protein melalui ikatan disulfide dan interaksi hidrofilik, sehingga proses pembentukan gel

tidak dapat berlangsung (Huda, et all., 2011).

Dari hasil pengamatan dapat diketahui hasil pengukuran kekuatan gel yaitu, pada

konsentrasi penambahan garam dan sukrosa (2,5%) yang sama, namun penambahan

polifosfat ditingkatkan dari 0,1% menjadi 0,3% akan meningkatkan tingkat kekerasan pada

surimi. Penambahan polifosfat dapat mempengaruhi kekenyalan pada surimi, kekenyalan

menggambarkan kemampuan pembentukan gel. Kemampuan pembentukan gel atau tingkat

kekerasan pada surimi dapat menurun jika protein mengalami agregasi selama proses

penyimpanan, namun hal ini dapat dicegah dengan penambahan fosfat. Fosfat dapat

membuka struktur protein sehingga protein dapat mengikat lebih banyak air ( Nopianti,et

all., 2012). Sehingga penambahan polifofsat akan membuat produk tersebut semakin kenyal

dan keras terbukti dengan penambahan konsentrasi polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3%

dapat meningkatkan kekenyalan surimi (Sikorski, 2001). Namun pada konsentrasi

penambahan garam dan sukrosa (5%) yang sama, namun penambahan polifosfat

ditingkatkan dari 0,3% menjadi 0,5% justru menurunkan tingkat kekerasan pada surimi

secara signifikan. Penambahan polifosfat sebanyak 0,3% akan bersifat sebagai sebagai

pensinergi krioprotektan yang dalam praktikum ini digunakan sukrosa. Menurut penelitian

polifosfat memberikan efek perlindungan lebih besar dari sukrosa dan sorbitol selama 25

hari pembekuan ( Nopianti,et all., 2012). Namun ketika dilakukan penambahan konsentrasi

lebih lanjut akan memberikan dampak yang berbeda karena terlalu banyak air yang terikat

sehingga menciptakan tekstur yang lembek.

Sedangkan peningkatan penambahan sukrosa dari 2,5% menjadi 5% dengan

penambahan garam dan polifosfat yang sama memiliki efek peningkatan tingkat kekerasan

pada surimi. Pada penambahan konsentrasi sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0.5%

pada dua kali percobaan memiliki hasil tingkat kekerasan yang berbeda. Gula atau sukrosa

Page 10: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

11

bersifat sebagai krioprotektan. Krioprotektan merupakan bahan pengawet untuk surimi

karena dapat mencegah denaturasi protein selama pembekuan. Krioprotektan akan

berinteraksi dan mengikat molekul protein melalui gugus fungsi dibagian permukaan,

sehingga setiap molekul protein akan terselubungi dengan krioprotektan. Seperti penjelasan

tersebut pada praktikum ini juga ditambahkan krioprotektan berupa gula dan yang

bertujuan untuk melindungi protein (Parvathy U. & Sajan George, 2014). Dalam

praktikum ini penambahan gula akan mempengaruhi kestabilan protein myofibril pada

proses pembekuan. Penambahan gula yang tinggi, berkisar 8-10% akan membuat protein

pada ikan menjadi lebih stabil pada suhu dingin (Parvathy U. & Sajan George, 2014).

Pada jurnal juga disebutkan bahwa bahan krioprotektan seperti gula atau gula

alkohol akan mempercepat proses pembekuan pada surimi, maka pada praktikum kali ini

juga dilakukan penambahan gula, sehingga surimi akan cepat membeku sehingga

mencegah kerusakan akibat sobeknya sel karena kristal es. Penggunaan krioprotektan

sebesar 8% seperti gula sukrosa, laktiol, litesse, atau sorbitol dapat menghambat kehilangan

kekuatan pembentukan gel dari surimi pada saat proses pembekuan. Pada praktikum

digunakan gula sebesar 2,5% dan 5%, lebih rendah dari 8% maka persentase 5% akan lebih

efektif karena lebih mendekati 8% (Santana, Huda dan Yang., 2012). Maka semakin

banyak penambahan krioprotektan maka semakin membentuk gel yang kohesif sehingga

akan semakin memberikan efek perlindungan yang baik pada protein surimi, namun hal ini

juga tergantung pada kriopretektan yang digunakan (Huda, et all., 2011).

Pada hasil perhitungan WHC diketahui bahwa pengaruh peningkatan penambahan

polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3% pada penambahan sukrosa dan garam yang sama

memiliki efek peningkatan dari nilai WHC. Begitu pula pada peningkatan penambahan

polifosfat dari 0,3 menjadi 0,5 akan meningkatkan nilai WHC. WHC akan berhubungan

dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air dengan ikatan hydrogen yang

mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan emulsi (Santana, Huda dan Yang., 2012).

Daya mengikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ada dalam bahan

maupun yang ditambahkan selama proses pengolahan, atau kemampuan struktur bahan

untuk menahan air bebas dari struktur tiga dimensi protein. Jadi pada produk surimi,

semakin banyak air yang diikat maka tekstur, warna dan sifat sensoris yang dihasilkan

Page 11: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

12

semakin baik (Zayas, 1997). Penambahan polifosfat mencegah terjadinya agregasi selama

proses penyimpanan, dengan cara membuka struktur protein sehingga protein dapat

mengikat lebih banyak air. Sehingga semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang

ditambahkan akan semakin meningkatkan nilai WHC ( Nopianti,et all., 2012).

Namun peningkatan konsentrasi polifosfat tidak selalu terjadi peningkatan WHC seperti

pada percobaan kelompok 4 dibandingkan dengan percobaan kelompok 3 justru terjadi

penurunan WHC. Ketika konsentrasi sukrosa ditingkatkan dari 2,5% menjadi 5% pada

penambahan polifosfat dan garam yang sama akan memiliki efek penurunan nilai WHC.

seharunya penambahan sukrosa meningkatkan daya ikat air karena sukrosa berperan

sebagai krioprotektan yang dapat melindungi protein dari denaturasi, sehingga struktur

protein dapat dipertahankan dan tetap memiliki daya ikat air yang baik, namun pada

praktikum ini peningkatan penambahan sukrosan justru menurunkan daya ikat air. Hal

tersebut dapat disebabkan pada saat proses pencucian tidak memisahkan seluruh lemah

pada daging sehingga mengganggu kemampuan protein untuk mengikat air. Kandungan

lemak akan teroksidasi dan bereaksi dengan protein kemudian menyebabkan denaturasi,

polimerisasi dan perubahan gugus fungsi protein, maka protein akan kehilangan

kemampuannya dalam mengikat air sehingga menurunkan nilai WHC (Piotrowicz dan

Mellado, 2015). Pada penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0.5%

mendapatkan hasil yang sangat berbeda pada 2 kali pengulangan. Hal ini juga disebab

akibat proses pencucian dan penyaringan yang tidak sempurna, karena proses pencucian

menjadi kunci terhadap kualitas surimi yang dihasilkan, karena pada saat pencucian akan

menghilangkan atau memisahkan kandungan lemak, berbagai komponen larut air, sisa

darah,pigmen, dan pengotor lainnya yang dapat merubah struktur protein selama proses

pembekuan, terutama daya ikat air oleh protein (Santana, Huda dan Yang., 2012).

Pada hasil analisa sensori penambahan polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3% tidak berdampak

pada tingkat kekenyalan tetapi meningkatkan aroma amis pada surimi. Sedangkan pada

pengingkatan penambahan polifosfat dari 0,3% menjadi 0,5% tidak merubah tingkat

kekenyalan pada percobaan pertama tetapi menurunkan kekenyalan pada percobaan kedua,

begitu pula pada aroma, pada percobaan pertama pada pengingkatan penambahan polifosfat

Page 12: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

13

dari 0,3% menjadi 0,5% tidak merubah aroma, tetapi pada percobaan kedua meningkatkan

aroma amis dari surimi. Pada peningkatan penambahan sukrosa dari 2,5% menjadi 5%

memberi dampak peningkatan kekenyalan pada surimi dan penurunan aroma amis pada

surimi. Penambahan polifosfat, garam dan sukrosa tidak mempengaruhi aroma dari surimi.

Aroma dari surimi dipengaruhi oleh kandungan senyawa volatile yang terdapat didalamnya,

hal ini berhubungan dengan proses pencucian dan penyaringan. Pencucian bertujuan untuk

menghilangkan bahan yang larut dalam air, substansi organik berbobot molekul rendah dan

untuk memperbaiki flavor dan warna (Toyoda et al, 1992). Selain itu pencucian juga dapat

menghilangakan substansi penyebab bau (Lee, 1984). Sehingga jika pencucian dan

penyaringan dilakukan dengan benar akan menghasilkan surimi yang tidak berbau amis,

sesuai teori Mahdiah (2002), surimi memliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, mampu

membentuk gel bila dipanaskan setelah ditambah garam. Kekenyalan dari surimi

dipengaruhi oleh nilai WHC dari surimi, semakin tinggi nilai WHC maka surimi semakin

kenyal. WHC akan berhubungan dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air

dengan ikatan hydrogen yang mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan kekenyalan

surimi (Santana, Huda dan Yang., 2012). Namun pada jasil pengamatan didapatkan hasil

yang menyimpang, hal ini dikarenakan analisa dilakukan secara sensoris yaitu

penggunakan panelis, presepsi panelis tentang kekenyalan dapat berbeda-beda sehingga

dapat menghasilkan hasil yang berbeda dengan teori.

Elastisitas surimi dipengaruhi oleh jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian,

suhu dan waktu pemasakan dan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat,

monosodium glutamat, dan pati. (Heruwati et al, 1995). Sedangkan kekuatan gel dari

surimi dipengaruhi jumlah protein miofibrilar pada surimi, protein miofibril berperan pada

proses pembentukan gel dan emulsi yang menjadi penentu kemampuannya dalam

menstabilisasi produk pangan (Zhou & Regenstein, 2005). Daya mengikat air juga akan

mempengaruhi kualitas tekstur, warna dan sifat sensoris dari surimi. Pada jurnal disebutkan

bahwa pada proses pencucian menjadi kunci terhadap kualitas surimi yang dihasilkan,

karena pada saat pencucian akan menghilangkan atau memisahkan kandungan lemak,

Page 13: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

14

berbagai komponen larut air, sisa darah,pigmen, dan pengotor lainnya selain itu protein

miofibrilar akan terpisahkan (Santana, Huda dan Yang., 2012).

Teknik pencucian yang baik untuk pembuatan surimi adalah dengan air dingin bersuhu

5-10⁰C, semakin rendah suhu air akan semakin dapat menjaga kesegaran produk. Hal ini

juga diterapkan pada praktikum kali ini pencucian daging bawal lumat menggunakan air es

dan dilakukan sebanyak 3 kali. Kandungan akhir dari protein miofibrilar pada hasil

pencucian akan mempengaruhi sifat pembentukan gel dari surimi. Pada jurnal juga

disebutkan bahwa bahan krioprotektan seperti gula atau gula alkohol akan mempercepat

proses pembekuan pada surimi, maka pada praktikum kali ini juga dilakukan penambahan

gula, sehingga surimi akan cepat membeku sehingga mencegah kerusakan akibat sobeknya

sel karena kristal es (Santana, Huda dan Yang., 2012). Penambahan bahan kimia seperti

natrium klorida, sodium bikarbonat dan buffer sodium fosfat dapat ditambahkan selama

proses pencucian, hal ini dapat menghilangkan pigmen dan meningkatkan kapasitas

mengikat air dari surimi. Pada praktikum ditambahkan garam atau natrium klorida, namun

penambahan dilakukan setelah dilakukan pencucian jadi garam pada praktikum ini tidak

bertujuan untuk menghilangankan pigmen dan meningkatkan kapasitas mengikat air.

Kelembapan pada surimi jika diturunkan akan meningkankan kemampuan pembentukan

gel dari surimi, hal ini berkaitan dengan kelarutan protein, kelembapan diatas 74% menjadi

nilai kritis kelembapan, sedangkan kelembapan dibawah 80% akan memberikan kualitas

yang baik pada pembentukan gel dengan memperbaiki struktur serat dan meningkatkan

tekstur pada produk akhir. Sehingga dapat diketahui bahwa kelembapan yang baik yaitu

kisaran 74%-80% (Piotrowicz dan Mellado, 2015).

Pada proses pencucian protein sarkoplasma akan terekstrak, yang dapat mencegah

pembentukan gel surimi saat pemasakan. Kandungan protein sangat berpengaruh terhadap

sifat gel dari surimi, disisi lain kandungan lemak berefek negative pada kualitas surimi

karena lemak yang teroksidasi akan bereaksi dengan protein dan menyebabkan denaturasi,

polimerisasi dan perubahan gugus fungsi protein, maka dalam pembuatan surimi harus

digunakan ikan dengan kadar lemak rendah (Piotrowicz dan Mellado, 2015).

Page 14: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

15

Penambahan krioprotektan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas surimi yang

dihasilkan. Krioprotektan merupakan bahan pengawet untuk surimi karena dapat mencegah

denaturasi protein selama pembekuan. Krioprotektan akan berinteraksi dan mengikat

molekul protein melalui gugus fungsi dibagian permukaan, sehingga setiap molekul protein

akan terselubungi dengan krioprotektan. Seperti penjelasan tersebut pada praktikum ini

juga ditambahkan krioprotektan berupa gula dan yang bertujuan untuk melindungi protein

(Parvathy U. & Sajan George, 2014). Pada umumnya krioprotektan yang digunakan pada

surimi adalah campuran gula dan sorbitol dengan perbandingan 1:1 dengan tambahan

polifosfat sebanyak 0,3% sebagai pensinergi. Namun juga dapat digunakan gula yang tidak

terlalu manis seperti laktiol, palatint, dan polidekstrosa. Menurut penelitian polifosfat

memberikan efek perlindungan lebih besar dari sukrosa dan sorbitol selama 25 hari

pembekuan ( Nopianti,et all., 2012). Semakin banyak penambahan krioprotektan maka

semakin membentuk gel yang kohesif sehingga akan semakin memberikan efek

perlindungan yang baik pada protein surimi, namun hal ini juga tergantung pada

kriopretektan yang digunakan (Huda, et all., 2011).

Kemampuan pembentukan gel dan WHC pada surimi dapat menurun jika protein

mengalami agregasi selama proses penyimpanan, namun hal ini dapat dicegah dengan

penambahan fosfat. Fosfat dapat membuka struktur protein sehingga protein dapat

mengikat lebih banyak air. WHC akan sangat baik jika tercapai pH akhir yang tinggi

berkisar 7-7,5 pada surimi, karena akan banyak protein yang tidak mendekati titik

isoelektrisnya sehingga dapat lebih banyak mengikat air ( Nopianti,et all., 2012).

Page 15: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Semakin tinggikonsentrasi polipeptida yang ditambahkan maka semakin tinggi tingkat

kekerasan surimi, dan semakin tinggi nilai WHC.

Sukrisa merupakan krioprotektan pada proses pembuatan surimi

Semakin tiinggi konsentrasi sukrosa maka semakin tinggi tingkat kekerasan surimi,

dan semakin tinggi nilai WHC.

Aroma surimi dipengaruhi oleh prosesn pencucian dan penyaringan daging ikan

Semakin bersih proses pencucian maka surimi semakin tidak berbau amis.

Kekenyalan surimi dipengaruhi oleh nilai WHC, semakin tinggi WHC maka surimi

akan semakin kenyal.

Semarang, 3 November 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

Debora Anggi W. Yusdhika Bayu S.

13.70.0032

16

Page 16: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian.

Elviera, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Haard, N.F.; Simpson, B.K. and Pan, B.S. 1994. Sarcoplasmic Proteins and Other Nitrogenous Compounds. Dalam Sikorski ZE (ed). Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall.

Heruwati, E.S.; Murtini, J.T.; Rahayu, S. dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 1. No. 1. Jakarta.

Lee, C.M. 1984. Surimi process technology. Journal Food Technology. 38 (11): 69-80.

Mahdiah, E. 2002. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Medina, J.R. & R.L. Garrote. 2001. Determining washing conditions during the preparation of frozen surimi from suribi (pseudoplatystome coruscans) using response surface methodology. International Journal of Food Science. 67 (3): 1455-1461.

Mega, O. 2006. Beberapa karakteristik fisikokimia nukimi kuda dan sapi pada beberapa Ffrekuensi pencucian. Jurnal of Agriculture. 31 (1): 15-20.

N., Huda, O.H., Leng, and R., Nopianti. 2011. Cryoprotective Effect of Different Level of Polidextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of Fisheries and Aquatic Science.

Nopianti, R., et all. 2012. Effect Of Different Types Of Low Sweetness Sugar On Physicochemical Properties Of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021.

Park, J.W. and Lin, T.M.J. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Dalam Park JW (ed.). Surimi and Surimi Seafood. 2nd edition. New York: CRC Press. 2: 35-98.

Piotrowicz, I. B. B. dan Mellado, M. M. S. 2015. Chemical, Technological And Nutritional Quality Of Sausage Processed With Surimi. International Food Research Journal 22(5): 2103-2110.

Santana, P., Huda, N., and Yang, T. A. 2012. Technology For Production Of Surimi Powder And Potential Of Applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323.

Santoso, J.; Trilaksani, W.; Nurjanah dan Nurhayati, T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

18

Page 17: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

Sikorski, Z. E. 2001. Chemical and functional properties of food protein. Technomic Publishing Co.Inc, Pennysilvania.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science. Publishing. Ltd.

Tanikawa, E. 1985. Marine Productc In Japan. Koseisha-Koseikaku Company, Tokyo.

Toyoda, K.; Kimura, I.; Fujita, T., Noguchi, S.F.; and Lee, C.M. 1992. The surimi manufacturing process. Dalam: Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York: Marcel Dekker.

U, Parvathy & George, Sajan. 2014. Influence Of Cryoprotectant Levels On Storage Stability Of Surimi From Nemipterus Japonicus And Quality Of Surimi-Based Products. J Food Sci Technol (May 2014) 51(5):982–987.

Zayas, J.F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Berlin: Springer Verlag.

Zhou, A.; Benjakul, S.; Pan, K; Gong, J and Liu, X. 2006. Cryoprotectant Effect Of Trehalose And Sodium Lactate On Tilapia (Sarotherodon Nilotica) Surimi During Frozen Storage. International Journal of Food Chemistry. 96:96-103.

19

Page 18: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

LA=13

× (a )× (h0+4 (h1)+2 ( h2 )+4 ( h3 )+hn )

LB=13

× (a )× (h0+4 (h1 )+2 ( h2 )+4 (h3 )+hn)

Larea basa h=LA−LB

Mg H2 O=Larea basah - 8,0

0,0948

Kelompok E1

LA=13

× ( 46 )× (116+4 (188 )+2 (204 )+4 (196 )+110 )

LA=33273,33

LB=13

× ( 46 ) × (116+4 (35 )+2 (13 )+4 (30 )+110 )

LB=7850,67

Larea basa h=33273,33−7850,67=25422,66

Mg H2 O=25422,66-8,00,0948

=268087,13

Kelompok E2

LA=13

× ( 48,5 )× (120+4 (227 )+2 (238 )+4 (225 )+102 )

LA=40513,67

LB=13

× ( 48,5 )× (120+4 (33 )+2 (19 )+4 (41 )+102 )

LB=8988,67

Larea basa h=40513,67−8988,67=31525

Mg H2 O=31525 -8,00,0948

=332457,81

20

Page 19: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

Kelompok E3

LA=13

× (50 ) × (126+4 (199 )+2 (207 )+4 (202 )+93 )

LA=37284,079

LB=13

× (50 ) × (126+4 (36 )+2 (33 )+4 (39 )+93 )

LB=9750,195

Larea basa h=37284,079−9750,195=27533,884

Mg H2 O=27533,884 -8,00,0948

=290357,43

Kelompok E4

LA=13

× ( 49 )× (104+4 (183 )+2 (188 )+4 (176 )+103 )

LA=32970,27

LB=13

× ( 49 )× (104+4 (19 )+2 (10 )+4 (26 )+103 )

LB=6646,31

Larea basa h=32970,27−6646,31=26323,96

Mg H2 O=26323,96 -8,00,0948

=277594,52

Kelompok E5

LA=13

× (50 ) × ( 82+4 (204 )+2 (222 )+4 (203 )+76 )

LA=37166,67

LB=13

× (50 ) × ( 82+4 (21 )+2 (15 )+4 (24 )+76 )

LB=6133,33

21

Page 20: Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata

22

Larea basa h=37166,67−6133,33=31033,34

Mg H2 O=31033,34 -8,00,0948

=327271,52

6.2. Lapsem

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal