sudden deafness

35
BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA I. ANATOMI Sistem pendengaran manusia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu : 1. Sistem pendengaran perifer, terdiri atas struktur yang terletak di luar batang otak atau otak, yaitu telinga dan nervus koklearis. (Gambar 1) 2. Sistem pendengaran sentral, terdiri atas struktur saraf pendengaran setelah nervus koklearis, yaitu kompleks nukleus koklearis, kompleks nukleus olivarius superior, lemniskus lateral, kolikulus inferior, korpus genikulatum medial dan korteks pendengaran. 1

Upload: hendry-prasetyo-wibowo

Post on 09-Sep-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sudden deafness

TRANSCRIPT

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGAI. ANATOMI Sistem pendengaran manusia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :1. Sistem pendengaran perifer, terdiri atas struktur yang terletak di luar batang otak atau otak, yaitu telinga dan nervus koklearis. (Gambar 1)2. Sistem pendengaran sentral, terdiri atas struktur saraf pendengaran setelah nervus koklearis, yaitu kompleks nukleus koklearis, kompleks nukleus olivarius superior, lemniskus lateral, kolikulus inferior, korpus genikulatum medial dan korteks pendengaran.

Gambar 1. Anatomi telinga (Wikimedia, 2011)1.1 Sistem Pendengaran PeriferTelinga terdiri atas 3 bagian yaitu : Telinga luar terdiri dari Auricula yang menghimpun bunyi. Auricula yang terdiri dari beberapa bagian dengan nama sendiri-sendiri, terdiri dari tulang rawan kenyal yang ditutupi oleh kulit. (Moore, 2002). (Gambar 2)

Gambar 2. Auricula (catatanmahasiswafk, 2012) Meatus akutikius eksterna yang menghantar gelombang bunyi ke membrane timpani. Meatus akustikus eksterna meluas dari konka auricularis ke membrane timpani.bagian sepertiga lateral pipa ini yang berbentuk seperti S, terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh kulit yang sinambung dengan lapis luar membrane timpani. (Moore, 2002) Membran timpani memiliki diameter sekitar 1 cm, adalah selembar selaput yang tipis, jorong, dan setengah tembus pandang. Terentang pada ujung medial tuba auditoria. Selaput ini merupakan sekat antara telinga bagian luar dan tengah. Di sebelah luar, membrane timpani dilapisi oleh kulit yang tipis. Di sebelah dalam, membrane timpani dilapisi oleh membrane mukosa. Membrane timpani berbentuk cekung kearah telinga dalam, cekungan ini dikenal sebagai umbo. Dari umbo membrane timpani memancar daerah yang cerah ke anterior inferior yaitu daerah kerucut cahaya. (Moore, 2002). (Gambar 3)

Gambar 3. Membran timpani (Catatanmahasiswafk, 2012) Telinga tengah terdiri dari : Kavum timpani yakni rongga yang terletak langsung di sebelah dalam membran timpani. Kedepan auris media berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditori, berfungsi menjaga agar tekanan telinga tengah dapat sama dengan tekanan udara di luar. Ke arah posterosuperior cavutas timpani berhubungan dengan selulae mastoidea melalui antrum mastoideum. Kavum timpani dilapisi membrane mukosa yang bersinambung dengan membrane mukosa pelapis tuba auditoria, selulae mastoidea, dan antum mastoidea. (Moore, 2002) Otot tensor timpani dan otot stapedius. Otot tensor timpani berinsersi pada bagian atas manubrium maleus dan berorigo pada dinding depan kavum timpani, dipersarafi oleh N. Trigeminus. Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam. Otot stapedius berinsersi pada leher tulang stapes dan berorigo pada eminensia piramidalis, dipersarafi oleh cabang stapedial N. Fasialis. (Moore, 2002) Tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes), berfungsi pada proses penghantaran bunyi. Maleus merupakan tulang paling lateral dan sebagian melekat pada membran timpani. Inkus merupakan tulang yang terletak pada posisi antara maleus dan stapes. Stapes merupakan tulang paling medial dari rangkaian tulanng pendengaran ini. (Moore, 2002)

Telinga dalam terdiri dari : o Koklea yaitu saluran tulang dengan panjang 35 mm, berbentuk 2,5 lingkaran dan menyerupai rumah siput. Saluran tulang ini dibagi menjdi 3 bagian yaitu skala vestibuli, media dan timpani. Skala vestibuli dan timpani mengandung cairan perilimfe, sedangkan skala media mengandung endolimfe. Pada dasar skala media (duktus koklearis) terdapat membran basilaris, yang menjadi landasan organ Corti. Pada organ Corti terdapat sel sel rambut dalam yang tersusun satu lapis dan sel sel rambut luar yang tersusun tiga lapis. Setiap sel memiliki silia yang menembus membran tektoria. (Moore, 2002)o Vestibulum yaitu ruang kecil dan jorong (panjang kira-kira 5 mm) berisi utriculus dan sacculus, bagian-bagian yang mengatur keseimbangan. Ke anterior vestibulum bersinambung dengan koklea tulang, ke posterior dengan kanal semisirkulares ossei, dan dengan fossa cranii posterior melalui aqueductus vestibule. Aqueductus vestibule melintas ke permukaan posterior pars petrosa dan di sini bermuara di sebelah postero-lateral meatus akustikus internus. Di dalamnya terdapat ductus endolimfatikus dan dua pembuluh darah kecil. (Moore, 2002)o Kanalis semisirkularis yang merupakan organ keseimbangan. Terdiri dari kanalis semisirkularis posterior dan kanalis semisirkularis lateralis berhbungan dengan vestibulum labirin ossei. (Moore, 2002)1.2 Sistem Pendengaran SentralCabang koklearis dari N.VIII ( N. koklearis ) dibentuk oleh neuron bipolar dari ganglion spiral koklea. Kemudian saraf ini berjalan melalui liang telinga dalam, bergabung dengan cabang vestibularis, kemudian menyeberangi sudut cerebellopontin, dan masuk ke batang otak pada bagian terbawah dari pons, pada titik inilah sistem pendengaran sentral dimulai. Kemudian N. koklearis menuju ke kompleks nukleus koklearis, yang terdiri atas nukleus koklearis ventral dan dorsal. Serabut yang berasal dari nukleus koklearis ventral dan dorsal mengirimkan impuls ke kompleks olivarius superior dan kemudian ke lemniskus lateral. Impuls kemudian berlanjut ke kolikulus inferior, yang terletak pada otak bagian tengah. Kemudian serabut saraf bersinaps ke korpus genikulatum medial yang terletak di thalamus dan akhirnya mencapai korteks pendengaran. Pada manusia, letak korteks pendengaran primer terdapat pada area 41 Broodmann, yang terletak pada girus temporalis superior.

2. FISIOLOGI PENDENGARANProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga, dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Daun telinga berfungsi untuk menangkap serta menghimpun gelombang bunyi yang datang dari luar untuk kemudian diarahkan ke liang telinga dan selanjutnya bersama liang telinga tersebut menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10 15 dB pada membran timpani. Setelah sampai di membran timpani, getaran diteruskan ke telinga tengah. Fungsi organ dalam telinga tengah selain untuk meneruskan gelombang bunyi, juga memproses energi bunyi tersebut sebelum memasuki koklea. Dalam telinga tengah, energi bunyi mengalami amplifikasi melalui sistem rangkaian tulang pendengaran. Setelah diamplifikasi, energi tersebut akan diteruskan ke stapes, yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner, yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel sel rambut, sehingga terjadi pelepasan ion ion bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps dan menghasilkan potensial aksi yang kemudian diteruskan ke serabut serabut N.VIII menuju nukleus koklearis sampai ke korteks pendengaran.

BAB II SUDDEN DEAFNESS

2.1. DEFINISISudden deafness (disebut juga Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss/ ISSNHL) adalah suatu ketulian yang terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam sampai hari, biasanya unilateral tapi bisa juga bilateral, bersifat tuli syaraf dengan penyebab yang tidak diketahui (Ohno, 2010). Tuli syaraf dengan penurunan pendengaran 30 dB atau lebih dengan pemeriksaan audiometric paling sedikit tiga frekuensi dan terjadi dalam 3 hari atau kurang (Mathur, 2012). Tuli mendadak merupakan suatu keadaan emergency di bidang otology sehingga memerlukan tindakan segera untuk mencegah timbulnya kelaianan yang menetap dan menyelamatkan fungsi pendengaran selain itu juga bisa menimbulkan frustasi dan kecemasan pada penderitanya (Mathur, 2012).

2.2. EpidemiologiInsiden dari SHL yang dilaporkan mencapai 5-20 per 100,000 orang per tahun. Pria dan wanita memiliki kemungkinan yang sama. (Stachler et all, 2012)Bilateral sudden hearing loss terjadi sekitar 1-2% dari kasus.Setiap orang dari semua group usia dapat terkena hearing loss, insiden puncaknya terjadi pada dekade ke enam. (Mathur, 2012).

2.3. EtiologyPenyebab tuli mendadak belum diketahui secara pasti, tetapi teori-teori yang banyak berkembang menyatakan bahwa kebanyakaan penyebab tuli mendadak adalah virus dan gangguan vaskular.Beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus tuli mendadak adalah gangguan emosional, kelelahan, diabetes melitus, arterosklerosis, umur, dan kehamilan. Kelompok tuli mendadak sebagai berikut :1. Infeksi bakteri (contoh: meningitis, syphilis), infeksi virus (contoh: mumps, cytomegalovirus, varicella/zoster)2. Inflamasi Sarcoidosis,Wegener granulomatosis, Cogan syndrome3. Vaskularstatus hiperkoagulasi (contoh : Waldenstrom makroglobulinemia), emboli (contoh: postcoronary artery bypass graft [CABG] surgery).4. Tumor - Vestibular schwannoma,metastase ke tulang temporal, carcinoma meningitis5. Trauma Fraktur tulang temporal, trauma akustik, injuri yang menembus tulang temporal.6. Toxin - Aminoglikosid antimikrobial, cisplatin

2.4. PatofisiologiTuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain iskemik koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan atmosfer, autoimun dan obat ototoksik tetapi yang biasa dianggap sebagai etiologi yang sesuai adalah infeksi virus dan iskemik koklea. Infeksi virusBeberapa jenis virus seperti parotis, virus campak, virus influenza B dan mononucleosis menyebabkan kerusakan pada organ corti, membrane tektoria dan selubung myelin saraf akustik.Ketulian yang terjadi biasanya berat, terutama pada frekuensi sedang dan berat. Iskemik koklea Iskemik koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak.Keadaan ini dapat disebabkan oles spasme, thrombosis atau perdarahan arteri auditiva interna.Pembuluh darah ini merupaka ujung (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan.Iskemik mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vascularis dan ligament spiralis.Kemudian diikuti pembentukan jaringan ikat dan penulangan.Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrane basal jarang terjadi

2.5. SymtompsKadang-kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan.Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama. Tuli dapat unilateral maupun bilateral, dapat disertai dengan rasa penuh pada telinga, tinnitus dan vertigo (jenny, 2007).Pada infeksi virus, kemungkinan ada disertai dengan gejala dan tanda penyakit virus seperti parotis,varisela,variola atau pada anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak terdapat kelainan terlinga (jenny, 2007).

2.6. DiagnosisDiagnosis tuli mendadak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan diagnose. Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan.Pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang sakit.Pada pemeriksaan pendengaran (audiologi) ; Tes penala : Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga sehat, Swabach memendek. Audiometri nada murni : tuli sensorineural ringan sampai berat. Tes SISI (short increment sensitivity index)Skor : 100 % atau kurang dari 70 %Kesan : dapat ditemukan rekrutmen Tes tone devay atau reflek kelelahan negativeKesan : bukan tuli retrokoklea. SDS (speech discrimngination score)Kurang dari 100%Kesan : tuli sensorineuralAudiometri impedans Timpanogram tipe A (normal) reflex stapedius ipsilateral negative atau positif,sedangkan kontralateral positifKesan : tuli sensorineural koklea

2.7. ManagementPengobatan tuli mendadak sampai saat ini masih kontroversial, walaupun telah banyak cara yang dilakukan. Adanya penyembuhan yang spontan dari gangguan pendengaran menjadi normal ataupun mendekati normal membuat sulit diketahui apakah penyembuhan tersebut akibat pengobatan atau spontan.Pengobatan ditujukan pada 1. Faktor penyebab2. Faktor disfungsi neurovaskular 3. Faktor edemaPengobatan yang sering dilakukan adalah 1. Tirah baring total ( total bed rest )Istirahat fisik dan mental selama 2 minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stres yang besar pengaruhnya pada kegagalan neurovaskular.2. VasodilatorBerbagai vasodilator telah dicobakan beberapa ahli seperti Inhalasi Carbogen (5% karbon dioksida 95% oksigen), histamin fosfat, asam nikotinat dll. 3. Untuk menghilangkan edema- Diet rendah garam dan diuretik- Kortikosteroid, berperan pada keadaan infeksi, radang, dan reaksi imunologi. Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison dengan dosis 4 x 10 mg, tappering off tiap 3 hari.4. Anti virus- Acyclovir dan valacyclovir sangat terbatas digunakan pada penderita tuli mendadak. Digunakan apabila perkiraan disebabkan oleh virus.5. Hyperbaric oksigen terapi (HBOT)- Pemberian terapi tekanan oksigen 100%. Khasiat HBOT masih dalam tahap evaluasi sebagai terapi tuli mendadak. - Tetapi sebagian ahli meyakini bahwa penderita tuli mendadak yang cepat terdiagnosa menunjukan hasil yang baik dengan terapi HBOT.

2.8. PrognosisPrognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, derajat gangguan pendengaran, metode pengobatan yang digunakan, saat memulai pengobatan , ada tidaknya gejala vestibular dan faktor predisposisi lainya. Usia lanjut, gangguan pendengaran sangat berat, dan adanya gejala vestibular subjektif dikaitkan dengan rendahnya tingkat kesembuhan. Usia lanjut, hipertensi, diabetes melitus, dan hiperlipidemia berkaitan dengan disfungsi mikrovascular di coclea, yang merupakan faktor prognosis buruk. Saat mulai pengibatan lebih dini (dalam 7 hari pertama) berhubungan dengan prognosis baik bagi pemulihan fungsi pendengaran. Derajat gangguan pendengaran awal mempengaruhi potensi pemulihan pendengaran. Vertigo dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan lesi dan berkaitan dengan prognosis yang buruk. Namun 28 65% pasien tuli mendadak yang tidak diobati dapat mengalami pemulihan spontan. Pasien tuli mendadak disarankan melakukan pemeriksaan audiometri ulang dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis, untuk menentukan keberhasilan terapi. Filipo dkk menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh furuhashi untuk evaluasi perbaikan pendengaran pada tuli mendadak, terdiri atas pemulihan total , pemulihan bermakna, pemulihan minimal dan tidak ada pemulihan. Pasien tuli mendadak yang telah mendapat pengobatan, namun ketulian tetap bersifat permanen dan menimbulkan kecacatan, membutuhkan rehabilitasi auditorik.

BAB IIIHIPERBARIK OKSIGEN

3.1 PENDAHULUANRuang udara bertekanan tinggi (RUBT), diperkenalkan sejak tahun 1662 oleh dr. Henshaw dari Inggris. RUBT merupakan tabung yang terbuat dari plat baja atau aluminium alloy. (LAKESLA, 2013). (Gambar 4)

Gambar 4. RUBT monoplace (Baromedical, 2014)

Di dalam RUBT ini diberikan oksigen 100%, dan diberikan tekanan 1,5-2,4 ATA. Total waktu terapi 60-120 menit. Waktu interval antara penghirupan oksigen bergantung kondisi pasien (biasanya 5 menit).Bentuk dan jenis RUBT antara lain1. Large multi compartment chamber Dipakai dalam pengobatan Mampu diisi tekanan lebih dari 5 ATA Mampu menampung beberapa orang2. Large multi compartment for treatmen Dipakai dalam pengobatan Mampu diisi tekanan 2-4 ATA Mampu menampung beberapa orang3. Portable high pressure multi-man chamber Dapat dipindahkan Dipakai untuk pengobatan penyelaman Mampu menampung lebih dari 1 orang4. Portable high or llow pressure one-man chamber Dapat dipindahkan Untuk peengobatan penyelaman Mampu menampung 1 orang

3.2 EFEK DARI HBO (Mapua, 2014)Beberapa efek terapi hiperbarik oksigen pada tubuh antara lain:1. Angiogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi pertumbuhan dari kapiler-kapiler pada jaringan yang hipoksia sehingga dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka.2. Hiperoksigenasi. Terapi HBO dapat meningkatkan kadar oksigen karena oksigen dapat diangkut melalui plasma. 3. Osteogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi produksi dari sel-sel tulang baru.4. Microbiological. Dengan kadar oksigen tinggi dapat membunuh bakteri, terutama yang bersifat anaerob.5. Imunologi. Terapi HBO dapat meningkatkan kemampuan dari fungsi fagositosis dan sel-sel natural killer.6. Menurunkan inflamasi. Terapi HBO dapat menurunkan mediator-mediator inflamasi.7. Vasokonstriksi. Terapi HBO dapat meyebabkan penyempitan dari lumen pembuluh darah sehingga mengurangi oedema.8. Reduksi gelembung udara. Terapi HBO dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan penurunan volume dari gelembung udara termasuk gelembung nitrogen pada DCS.9. Perbaikan jaringan. Terapi HBO dapat meningkatkan kecepatan perbaikan jaringan.

3.3. INDIKASI TERAPI HBO (Mapua, 2014)1. Emboli gas atau udara2. DCS3. Keracunan CO4. Iskemik jaringan akut5. Luka-luka yang sulit sembuh6. Luka bakar7. Nekrosis infeksi8. Gas gangrene9. Keracunan sianida10. Clostridial myonekrosis11. Proktitis karena radiasi12. Kerusakan jaringan karena radiasi13. Setelah skin graft atau skin flaps14. Sindrom kompartmen (CTS)15. Stroke16. Multiple sklerosis17. Autis18. ADHD19. Idopatik sudden deafness20. Penurunan fungsi imun

3.4. KONTRAINDIKASI HBO (LAKESLA, 2009)1. Kontraindikasi absolutea. Pneumothorax yang belum dirawat.b. Keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatic.2. Kontraindikasi relatifa. Kehamilanb. ISPAc. Sinusitis kronisd. Penyakit kejange. Emfisema yang disertai dengan retensi karbon dioksidaf. Panas tinggi yang tidak terkontrolg. Riwayat pneumothrorax spontanh. Riwayat operasi dadai. Riwayat operasi telinngaj. Infeksi virusk. Riwayat neuritis optic

3.5. EFEK TEKANANSeiring dengan peningkatan tekanan pada chamber, volume udara diberbagai ruang kosong didalam tubuh menjadi tertekan. Rongga udara yang besar dalam tubuh, termasuk paru, teling tengah dan dalam, GIT, dan sinus. Sebagian besar tubuh pasien dapat menyesuaikan terhadap perubahan tekanan ini, tetapi ada beberapa yang membutuhkan bantuan penyesuaian. Paru-paru dapat menyesuaikan perubahan tekanan ini dengan nafas biasa. Satu hal yang harus diingat adalah, jangan pernah menahan nafas selama didalam RUBT. Selama perubahan tekanan juga dapat berpengaruh pada ruang yang ada ditelinga, pasien akan merasa ada rasa penuh pada telinga (rasa ini seperti saat di dalam elevator, atau di dalam pesawat), keadaan ini dapat diatasi dengan penyesuaian sederhana. Pasien akan diajarkan bagaimana melakukan penyesuaian ini sebelum masuk RUBT.Perubahan tekanan, berpengaruh juga pada temperatur. Peningkatan tekanan diikuti juga dengan peningkatan temperatur. Penurunan tekanan diikuti juga dengan penurunan temperatur dan ada kabut dipengaruhi oleh kelembapan dalam RUBT.

3.6. RESIKO TERAPI HBO1. BarotraumaDengan perubahan tekanan, memungkinkan terjadinya robekan kecil pada jaringan paru dimana bisa terjadi pneumothorax.2. Keracunan oksigenPeningkatan tekanan dan oksigen 100% akan meningkatkan kelarutan oksigen pada darah, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya keracunan oksigen pada CNS atau pada paru-paru. Oleh karena itu di antara penghirupan oksigen harus diselingi dengan menghirup udara biasa. Tanda-tanda keracunan oksigen antara lain: kedutan pada wajah, mual, rasa berdenging pada telinga, perubahan pada pengelihatan, atau peningkatan seinsitibilitas.

3. KejangSelama terapi HBO akan terjadi penurunan treshold kejang dan hal ini harus diperhatikan terutama pada pasien yang memiliki riwayat kejang sebelumnya. Pada pasien dengan riwayat kejang sebelumnya dapat ditingkatkan penggunaan obat anti kejang sebelum masuk RUBT.4. Decompression sicknessTekanan menyebabkan nitrogen larut kedalam darah dan diabsorpsi ke dalam jaringan. Dengan penurunan tekanan secara cepat dapat menyebabkan nitrogen yang larut tadi keluar kembali.dan dapat masuk kembali ke dalam pembuluh darah menjadi emboli gas. Oleh karena itu untuk meminimalkan kejadian DCS, pada penyelaman digunakan gas campuran.

BAB IVCASE REPORT

4.1 IDENTITAS PENDERITANama: Ny. Nana RiswanUmur: 44 tahunJenis Kelamin: PerempuanStatus: Sudah menikahPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamAlamat: BalikpapanTanggal MRS: 24 Pebruari 2014 Tanggal Pemeriksaan: 26 Pebruari 2014

4.2. ANAMNESA4.2.1 Keluhan Utama : Gangguan pendengaran pada telinga sebelah kiri

4.2.2 Riwayat Penyakit SekarangAutoanamnesa (26 Pebruari 2014, jam 08.00)Pasien datang pada tanggal 24 Pebruari 2014 dengan rujukan dari dokter di Balikpapan untuk terapi HBO dengan keluhan gangguan pendengaran pada telinga sebelah kiri. Sebelumnya kira-kira 1 bulan yang lalu, pasien merasakan tangan dan kaki kirinya mati rasa atau menebal, kemudian pasien MRS selama 4 hari dan keluhan hilang. 2 hari setelah KRS, pasien merasa telinga sebelah kirinya berdenging. Dengingnya hilang timbul. Kemudian pasien pergi ke dokter THT dan diberi obat tetes telinga, tapi denging tetap, tidak berkurang. Pasien juga merasa tidak nyaman berada di ruangan yg ramai, lebih suka di ruangan yang sepi. Kemudian pasien dirujuk dan telah diterapi HBO 2x, tetapi belum menunjukkan hasil.

4.2.3 Riwayat Penyakit DahuluDM 8 tahunHT 1 tahunPneumothorax : disangkalTumor : disangkalOperasi telinga : disangkalAsma : disangkalTrauma kepala : disangkalPPOK : disangkalKejang, epilepsi : disangkalGastritis : disangkal

4.2.4 Riwayat Pemakaian ObatPasien rutin meminum OHO + insulin4.2.5 Riwayat Alergi-

4.3.PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum- Keadaan Umum: Tampak sakit sedang- Kesadaran: Compos mentis- A/I/C/D: -/-/-/-- GCS: 4-5-6- Turgor Kulit: Normal- Status Gizi: Tinggi badan= 150 cmBerat badan= 54 kgBMI= 54 / (1.5)2 = 24 kg/m2 (23 26 overweight) Vital Sign: Tekanan darah= 150/90 mmHg Nadi= 88x/min Suhu Tubuh= 37C RR= 19x/min2. Kepala/Lehera. Umum: Kulit muka pucat (-)b. Mata: Mata cowong = (-) Conjungtiva anemis= (-) Sclera ikterik= (-) Pupil= Bulat, isokhor 3mm/3mmRefleks cahaya (+/+)c. Hidung: Bentuk simetris Deviasi septum nasi = (-) Sekret= (-) Pernafasan cuping hidung= (-)d. Telinga: Bentuk daun telinga= simetris Otorhea= (-) Membran tymphani intak= (+)e. Mulut: Bibir sianosis= (-) Lidah kotor/hyperemi/tremor= (-) Faring hyperemi= (-) Gigi berlubang= (-)f. Leher: Pembesaran KGB= (-) Pembesaran tiroid= (-) Bendungan v. Jugularis = (-) Deviasi trakea= (-) Otot bantu pernafasan= (-)3. Thoraxa. Paru: Suara nafas vesikuler Suara nafas tambahan :Rhonkhi -/- Wheezing -/-b. Jantung: S1 S2 tunggal regular Murmur (-), Gallop (-)

4. Abdomen: Inspeksi = Bentuk datar simetris Auskultasi= Bising usus (+) normal Palpasi= Nyeri tekan (-) Pembesaran Hepar, Lien, Renal (-) Perkusi= Tympani5. Ekstremitas- Akral hangat pada keempat ekstremitas + + + +- Odema pada keempat ekstremitas----4.4. RESUMESubjektif Perempuan, umur 44 tahun datang dengan keluhan gangguan pendengaran pada telinga sebelah kiri. Sebelumnya 1 bulan yang lalu, pasien merasakan tangan dan kaki kirinya mati rasa atau menebal, kemudian pasien MRS selama 4 hari dan keluhan hilang. Kemudian 2 hari setelah KRS, pasien merasa telinga sebelah kirinya berdenging. Dengingnya hilang timbul. Kemudian pasien pergi ke dokter THT dan diberi obat tetes telinga, tapi denging tetap, tidak berkurang

Objektif Status Gizi : Tinggi badan = 150 cmBerat badan = 54 kgBMI= 54 / (1.5)2 = 24 kg/m2 (23 - 26 overweight) Vital Sign: Tekanan darah= 150/90 mmHg Nadi= 88x/min Suhu Tubuh= 37C RR= 19x/min

Pemeriksaan fisikKepala dan leher : normalDada dan abdomen : normalExtremitas : normal

4.5. DIAGNOSIS KERJASudden deafness, DM tipe II dan HT

4.6. DD Infeksi bakteri, virus Autoimun SLE Trauma : fraktur os. Temporalis Trauma acoustik Fistula perilymph Rupture membran intratroclear Toxin : aminoglycoside, aspirin Tumor Vascular : tromboembolism Sickle cell Macroglobuinemia idiopatik

4.7. PLANNINGPlanning terapi terapi HBO

BAB VHUBUNGAN TERAPI HBO DENGAN SUDDEN DEAFNESS

Patofisiologi pada pasien dengan tuli mendadak dan tinnitus akut, bila bukan karena trauma suara, tidak dapat ditentukan dengan pasti penyebabnya. Beberapa hipotesis diajukan sebagai penyebab dari keadaan ini adalah karena kekurangan oksigen akut. Dari beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dari tekanan oksigen pada organ korti dan cairan limfe. (Heiden et all, 1998)Telinga dalam, berisi organ sensori untuk pendengaran dan keseimbangan. Oleh karena itu gangguan pada fungsi telinga dalam biasanya memiliki manifestasi klinis vertigo, kehilangan fungsi pendengaran, dan rasa berdenging pada telinga (tinnitus). Secara histology ganguan pada telinga tengah tampak dengan adanya pembengkakan dan kerusakan struktur dari dendrite, perubahan dari mitokondria dan struktur sel, pemisahan sel rambut dari lapisan membrane tektorial, edema dari endothelium, edema yang menyebabkan penekanan pada ujung arteri (menghambat mikrosirkulasi). Perubahan hingga kerusakan atau karena reaksi vascular ini yang menyebabkan penurunan fungsi dari telinga dalam. (Heiden et all, 1998)Peningkatan suplai oksigen dan perbaikan dari telinga dalam merupakan kunci untuk mengatasi gangguan pada telinga dalam tersebut. Terapi untuk gangguan telinga dalam antara lain hemodilusi (NaCl, Haes, Dextran), vasodilator (naftidrofuryl, Pentoxifyiline, Flunarizinem, Ginko biloba, Cinnarizine, Nicotinamide, dll), prednisolone, vitamin, inhibitor ganglion stellate, dan terapi HBO. (Heiden et all, 1998)Pada penelitian yang dilakukan pada binatang dengan paparan suara tembakan pistol atau ledakan untuk menyebabkan trauma suara. Didapatkan adanya penurunan tekanan partial oksigen di koklea dan cairan limfe. Setelah itu dilakukan terapi HBO, hasilnya ada peningkatan tekanan partial oksigen sebanyak 460% pada koklea dan pada 1 jam setelah selesai terapi HBO, peningkatan masih ada 60% diatas normal. (Lamm dkk, 1995)Dengan peningkatan tekanan partial oksigen pada koklea, perilimfe dan endolimfe, hal ini memungkinkan untuk meredakan gangguan pada telinga dalam. Sel-sel ini tidak memiliki suplai pembuluh darah secara langsung dan tergantung pada suplai oksigen secara difusi. Oleh karena itu, hanya dengan peningkatan tekanan partial oksigen dapat mengkompensasi dari keadaan kekurangan oksigen ini. Efek dari terapi HBO dapat dilihat dengan pengukuran potensial mikro dan potensi total dari saraf pendengaran setelah dan ditentukan juga kecepatan dan perbaikannya. (Heiden et all, 1998)Fungsi dari terapi HBO adalah HBO dapat meningkatkan tekanan oksigen pada telinga dalam. Penelitian yang dilakukan oleh Lamm dkk (1988), dengan memasukkan mikroelektroda yang sensitif oksigen pada telinga dalam binatang coba. Peningkatan dari suplai oksigen ini dapat memperbaiki keadaan hipoksia pada telinga dalam. Selain itu terapi HBO juga meningkatkan hemorrheologi (Matieu et all 1984) dan ikut berperan dalam meningkatkan mikrosirkulasi. Terapi HBO tidak hanya menurunkan HCT dan viskositas dari darah, tetapi juga meningkatkan elastisitas dari eritrosit (Pilgramm et all 1988).Terapi oksigen hiperbarik telah diterapkan sebagai terapi tambahan dalam kasus tuli mendadak. Terapi ini memberikan oksigen 100% dalam tekanan lebih dari 1 ATA. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi koklea dan perilimfe, sehingga diharapkan dapat menghantarkan oksigen dengan tekanan partialnya yang lebih tinggi ke jaringan, terutama koklea yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek yang kompleks pada imunitas tubuh, transport oksigen dan hemodinamik, peningkatan oksigen normal pejamu terhadap infeksi dan iskemia, serta mengurangi hipoksia dan edema.(Novita, 2013)Penelitian yang melibatkan 1100 pasien dari 8 kali penelitian, menyetujui hasil dari evaluasi kasus sebelumnya yang melibatkan 7280 pasien dalam 19 kali penelitian dengan tuli mendadak. Setelah terapi biasa tidak efektif (termasuk penggunaan plasmaexpander, hemodilusi, kortison, dll), pemberian terapi tambahan HBO memiliki peningkatan efektifitas sebanyak 50% pada pasien dengan hearing loss sekitar 20dB atau lebih. Sekitar 11 pasien sembuh sempurna. Penggunaan HBO dengan waktu jeda lebih dari 3 bulan dapat mengurangi kemungkinan keberhasilan sebanyak 30%. Semua peneliti menyetujui bahwa hasil terapi HBO lebih baik pada onset awal kehilangan fungsi pendengaran tersebut. (Heiden et all, 1998)Penelitian secara acak pada kelompok pasien dengan terapi primer HBO dibanding kelompok pasien dengan terapi konservatif di jerman. Menunjukkan bahwa pada kelompok dengan terapi HBO memiliki hasil yang lebih baik, perbaikan pada 80% pasien. Pada kelompok pasien setelah terapi konservatif (termasuk kortison) tidak ada perbaikan kemudian dilakukan terapi HBO (waktu jeda sebelum terapi lebih dari 3 bulan) menunjukkan adanya perbaikan lebih dari 30%.(Heiden et all, 1998)Menurut guideline AAO-HNS, terapi oksigen hiperbarik sebaiknya dilakukan dalam waktu 2 minggu- 3 bulan dari diagnosis tuli mendadak. Pasien muda memberikan respon yang lebih baik daripada pasien yang lebih tua (usia antara 50-60 tahun). (Novita, 2013)Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam terapi oksigen hiperbarik ini adalah manfaat dan resiko efek samping. Terapi ini memiliki efek samping berupa kerusakan pada dinding telinga, sinus, dan paru akibat perubahan tekanan, miopia yang memburuk sementara, klaustrofobia, dan keracunan oksigen. Dalam sebuah studi terhadap 80 pasien yang menjalani terapi oksigen hiperbarik, 5 pasien ( 6,25%) mengalami barotrauma pada telinga atau sinus.(Novita, 2013)

DAFTAR PUSTAKA1. Baromedical. 2014. Hyperbaric Oxygen Therapy. From http://baromedical.ca/services/hyperbaric-oxygen/hyperbaric-oxygen-therapy/ , Diaskes pada 1 Maret 20142. Bennett M, dkk. 2005. Hyperbaric Oxygen Therapy fo Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss and Tinnitus: a systemic review of randomized controlled trials. From http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23076907. Diakses pada 1 Maret 2014.3. Cambridge. 2009. Effectiveness of Hyperbaric Oxygen Therapy in Management of Sudden Hearing Loss. 13 Januari 2009. Volume 123, Issue 6, page 609-612.4. Catatanmahasiswafk (2012). Anatomi dan Fisiologi Telinga. From http://catatanmahasiswafk.blogspot.com/2012/06/anatomi-dan-fisiologi-telinga.html, Diakses pada 1Maret 20145. Guyton,2007 edisi 11 buku ajar fisiologi kedokteran, indra pedengaran hal 681-690.6. Heiden, Ch et all, 1998. Trauma Treated with Hyperbaric Oxygen (HBO2) Presentatio at the Congress on Cerebral Ischemia, Vascular Dementiam Epilepsy, and CNS Injury.7. Jenny, 2010, buku ajar ilmu kesehatan THT-KL fakultas kedokteran universitas indonesia edisi keenam,tuli mendadak,hal 46-48.8. LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.9. Mapua Health Centre. 2014. Hypebaric Oxygen Therapy: Patient Orientation Booklet.10. Mathur, Neeraj N. 2012. From http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview , Diakses pada 1 Maret 2014.11. Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates. 2002.12. Novita, stevani dan Natakia yuwono. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Tuli Mendadak. CDK-210/ Vol. 4 No.11.13. Ohno, kazuchika et all. 2010. Secondary Hyperbaric Oxygen Therapy for Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss in the Subacute and Chronic Phases. J Med Dent Sci. 57: 127-13214. Stachler, Robert J. et all, 2012. Clinical Practice Guideline: Sudden Hearing Loss. http://oto.sagepub.com/content/146/3_suppl/S1, Diakses pada 1 Maret 2014.15. Racic G et all, 2012, Hyperbaric Oxygen as a Method of Therapy of Sudden Sensorineural Hearing Loss. From http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage-=online&aid=5640208&fulltextType=RA&fileId=S0022215109004277, Diakses pada 1 Maret 2014.16. Ramsey, Theresia. Hyperbaric Oxygen Therapy. Center for Natural Healing. 2007. 17. Wikimedia (2011). Anatomi Telinga Manusia. From http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Anatomi_Telinga_Manusia.svg, Diakses pada 1 Maret 2014. 11