studos insyallah benar
DESCRIPTION
studi diagnosisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas
dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5
kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis A (HAV), Virus
Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus Hepatitis D (HDV), Virus
Hepatitis E (HEV).
Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya,
tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi
dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV ( Hepatitis A ) dan HBV (Hepatitis
B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan
hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non
parenteral.
Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkan sebagai Hepatitita A atau B
melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai Hepatitis non-A dan non-B (NANBH)
dan saat ini disebut Hepatitis C (Dienstag, 1990). Selanjutnya ditemukan bahwa jenis
hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral
(Parenterally Transmitted) atau disebut PT-NANBH dan yang kedua dapat ditularkan
secara enteral (Enterically Transmitted) disebut ET-NANBH (Bradley, 1990; Centers
for Disease Control, 1990). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai
Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai Hepatitia E (Bradley,1990; Purcell, 1990).
Virus delta atau virus Hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis B, HDV dapat
timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di
Amerika tetapi juga diseluruh Dunia. Penyakit ini menduduki peringkat ketiga
diantara semua penyakit menular yang dapat dilaporkan di Amerika Serikat (hanya
dibawah penyakit kelamin dan cacar air dan merupakan penyakit epidemi di
kebanyakan negara-negara dunia ketiga. Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke
Center for Disease Control di Amerika Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang
sebenarnya dari penyakit ini diduga beberapa kali lebih banyak. Walaupun mortalitas
akibat hepatitis virus ini rendah, tetapi penyakit ini sering dikaitkan dengan angka
morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut penyakit hepatitis B ?
2. Bagaimana Konsep penyakit dari Hepatitis B?
3. Bagaimana Pemeriksaan Studi Diagnostik pada penyakit Hepatitis B?
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit hepatitis BA
2. gar menegetahui bagaimana konsep dari penyakit Hepatitis B
3. Agar mengetahui bagimana cara pemeriksaan Studi Diagnostik pada Penyakit
Hepatitis B
BAB 2
KONSEP HEPATITIS B
2.1 DEFINISI
Hepatitis B adalah infeksi pada hati yang berpotensi menyebabkan kematian
yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan
global utama dan merupakan jenis yang paling serius dari semua jenis Hepatitis.
Penyakit ini dapat menyebabkan penyakit hati kronis dan bisa menyebabkan
penderitanya beresiko tinggi mengalami kematian akibat komplikasi lebih lanjut
menjadi sirosis hati dan kanker hati. (WHO, 2008)
Hepatitis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus disertai
dengan nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan
perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas. Hepatitis B merupakan
peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh HBV (Hepatitis B Virus) dan
ditularkan melalui kontak darah maupun cairan tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002:
1169).
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bersifat akut,
terutama ditularkan secara parenteral tetapi bisa juga secara oral, melalui hubungan
seksual antara penderita dan orang lain, dan dari ibu ke bayi. (Dorland, 1998: 502)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hepatitis B bersifat serius yang tersebar di seluruh dunia, dengan penderita
infeksi kronis lebih dari 300 juta orang. Di beberapa negara, terutama di Asia
Tenggara, Cina dan Afrika, HBV terjadi endemik, dengan separuh dari penduduknya
pernah terinfeksi dan lebih dari 8% penduduknya menjadi pembawa kronis virus
tersebut. (Elizabeth J. Corwin, 2009: 667)
Di dunia, setiap tahun sekitar 10-30 juta orang terkena penyakit Hepatitis B.
Walaupun penyakit Hepatitis B bisa menyerang setiap orang dari semua golongan
umur tetapi umumnya yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini berarti
merugikan baik bagi si penderita, keluarga, masyarakat atau negara karena sumber
daya potensial menjadi berkurang.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan
bagian lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa
terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10
persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati
yang disebabkan Hepatitis B merupakan satu dari tiga penyebab kematian dari kanker
pada pria, dan penyebab utama kanker pada perempuan.
Presiden Perkumpulan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Prof Dr Laurentius A
Lesmana, mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia
sebenarnya cukup tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 13,3 juta penderita.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi tahun 2003 (lampiran), di Indonesia
jumlah kasus Hepatitis B sebesar 6.654 sedangkan di Sumbar 649, berada pada urutan
ke tiga setelah DKI Jakarta dan Jatim. Dari sisi jumlah, Indonesia ada di urutan ketiga
setelah Cina (123,7 juta) dan India (30-50 juta) penderita. Tingkat prevalensi di
Indonesia antara 5-10%.
2.3 ETIOLOGI
Hepatitis disebabkan oleh infeksi dari HBV (Hepatitis B Virus). Beberapa
faktor predisposisi terjadinya penularan Hepatitis B adalah:
1. Kontak dengan darah, sekresi dan tinja dari manusia yang terkontaminasi.
2. Kontak melalui hubungan intim seksual.
3. Penularan perinatal (Lippincott William & Wilkins, 2008: 261)
Cara umum penularan Hepatitis B di negara berkembang adalah:
1. perinatal (dari ibu ke bayi saat kelahiran).
2. infeksi awal pada masa kanak-kanak (infeksi subklinis melalui kontak
interpersonal dengan kelompok yang terinfeksi).
3. penggunaan jarum suntik sembarangan.
4. transfusi darah.
5. hubungan seksual. (WHO, 2008)
HBV adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel Dane. Virus
ini memiliki beberapa antigen inti dan antigen permukaan yang telah diketahui
secara rinci dan dapat diidentifikasi dari sampel darah hasil pemeriksaan lab. HBV
memiliki masa tunas yang lama, antara 1-7 bulan dengan awitan rata-rata 1-2
bulan. (Elizabeth J. Corwin, 2009: 667)
2.4 PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel
inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat
Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat
pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan
nekrosis sel perenchym hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dalam
memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini
menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong
empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai
hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbunya sakit
dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3
bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan
sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati.
Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang
biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
Perjalanan infeksi virus hepatitis B kronik mengalami 3 fase, yaitu :
a) Fase replikasi virus yang tinggi tanpa menimbulkan kerusakan jaringan
hati, yang ditandai oleh adanya kerusakan jaringan hati oleh kadar
transaminase normal, kadar HbeAG dan DNA serum yang tinggi.
Dengan kelainan hitologis hati minimal terjadi pada pemeriksaan
jaringan hati secara histokimiawi ditemukan HbsAG dan HbeAg.
b) Fase hepatitis rendah berupa hepatitis kronik ekserbasi akut yang
terjadi secara spontan ditandai dengan kadar transminase (SGOT &
SGPT) meninggi dan menggambarkan usaha host yang peresisten
untuk mencoba mengeliminasi virus yang dari dalam tubuh.
c) Fase nonreplikasi ditemukan adanya anti Hbe tanpa adanya DNA virus
hepatitis B.
Gambaran klinis virus hepatitis B kronik adanya hubungan dengan
kemungkinan hepatitis B berasal dari daerah endemik yang mana virus hepatitis B
dengan carier rate yang meninggi bisa terjadi pada pengidap hepatitis kronik.
Hepatitis kronik berlangsung secara perlahan dan gejala penyakit tidak sesuai dengan
keluhan pasien. Kelainan hasil labolatorium terjadi pada bilirubin yang meningkat,
kadar HbsAG positif, dan DNA positif.
2.5 GEJALA KLINIS
Gejala Hepatitis B mirip gejala flu. Kadang-kadang sangat ringan bahkan tida
menimbulkan gejala sama sekali. Hanya sedikit orang yang terinfeksi menunjukkan
semua gejala. Karena alasan ini banyak kasus Hepatitis B yang tidak terdiagnosis dan
terobati. Gejala utama dari Hepatitis B adalah sebagai berikut:
1. Urtikaria atau artralgia sebelum terjadinya tanda sakit kuning menunjukkan
infeksi HBV (Lippincott William & Wilkins, 2008: 260)
2. Mudah lelah
3. Demam ringan
4. Nyeri otot dan persendian
5. Mual dan muntah
6. Sakit kepala
7. Kehilangan nafsu makan
8. Nyeri perut kanan atas
9. Diare
10. Warna tinja seperti dempul (keabu-abuan)
11. Warna urine seperti teh
12. Warna kulit dan sklera mata kuning (jaundice), sering disebut penyakit
kuning.
13. Penurunan berat badan 2.5 - 5 kg (sumber: Unit Transfusi Darah PMI Cabang
Kota Yogyakarta)
2.6 PEMERIKSAAN FISIK
a. KU (Keadaan Umum)
a) Kesadaran : compos mentis
b) Bentuk tubuh : sedang
c) Postur tubuh : normal
d) Warna kulit : putih
e) Turgor kulit : normal
b. Tanda-Tanda Vital
a) Suhu
b) Nadi
c) Tekanan darah
d) Respirasi
c. Keadaan Fisik (head to toe)
a) Kepala : bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut
dan kulit kepala baik, tidak ada nyeri saat ditekan.
b) Mata : Posisi mata simetris, pupil isokor, konjungtiva pucat,
penglihatan kabur, sklera ikterus.
c) Telinga : bentuk simetris, pendengaran baik, telinga tampak bersih, dan
tidak ada sekret.
d) Hidung : lubang hidung simetris, tidak terdapat sekret, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan gigi: keadaan bibir normal, bersih.
f) Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan.
g) Thorax: Bentuk thorax simetris, respirasi normal (16-20 kali/menit)
h) Abdomen: Permukaan asimetris, terdapat nyeri tekan dan bising
normal.
i) Ekstremitas :
- Atas : keadaan baik, lemah.
- Bawah : keadaan baik, lemah.
j) Genitalia :
Tidak dikaji.
2.7 Pemeriksaan diagnostik
1. CRP ( C- Reaktive Protein)
Pengukuran kadar CRP sering digunakan untuk memantau keadaan pasien
setelah operasi. Pada umumnya, konsentrasi CRP akan mulai meningkat pada 4-6
jam setelah operasi dan mencapai kadar tertinggi pada 48-72 jam setelah operasi.
Kadar CRP akan kembali normal setelah 7 hari pasca-operasi. Namun, bila setelah
operasi terjadi inflamasi atau sepsis maka kadar CRP di dalam darah akan terus
menerus meningkat
Pada kondisi terinfeksi aktif, kadar CRP di dalam tubuh dapat meningkat
hingga 100x kadar CRP pada orang normal sehingga pengukuran CRP sering
digunakan untuk mengetahui apakah pasien dalam kondisi terinfeksi atau
mengalami inflamasi tertentu. Pada saat terjadi infeksi bakteri atau inflamasi,
leukosit akan teraktivasi kemudian melepaskan sitokin ke aliran darah. Sitokin
akan merangsang sel-sel hati (hepatosit) untuk memproduksi CRP.
Pada tahun 2003, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan the
American Heart Association (AHA) merekomendasi penggunaan hsCRP untuk
memprediksi risiko penyakit kardiovaskular terutama untuk pasien penderita
sindrom koroner akut dan penyakit koroner stabil. Nilai yang dijadikan acuan
untuk penilaian risiko penyakit kardiovaskular tersebut adalah :
a. < 1 mg/L : risiko rendah
b. 1-3 mg/L : risiko menengah (intermediate)
c. > 3 mg/L : risiko tinggi
d. > 10 mg/L mengindikasikan adanya inflamasi atau infeksi aktif.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS B
3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status, agama, suku,
kewarganegaraan, bahasa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, no. Rekam
medis.
2. Alasan dirawat di rumah sakit
Alasan dirawat:
Terjadi penurunan fungsi hati
Keluhan utama:
Pasien merasa lemah, nyeri abdomen, mengeluh tubuhnya berwarna kuning.
3. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini:
Pasien pernah mengalami tifus 5 bulan yang lalu.
2. Riwayat kesehatan sekarang:
Pasien merasakan keluhan ini sejak 1 tahun terakhir, namun hal
tersebut belum sampai mengganggu aktivitasnya. Tetapi tiba-tiba saja
2 hari yang lalu pasien mengalami nyeri hebat pada ulu hati dan
langsung dilarikan ke rumah sakit.
3. Riwayat kesehatan keluarga:
Seluruh keluarga pasien (nenek ayah dan ibu) tidak pernah ada yang
menderita sakit yang parah, namun kakek pasien meninggal karena
mengidap Stroke.
4. Data Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan
pasien dapat dilakukan diantaranya dari segi:
1. Bernafas
Pada saat pengkajian pasien tidak mengalami kesulitan saat bernafas.
2. Makan
Pasien makan tiga kali sehari dan hanya habis sepertiga porsi karena
pasien merasa mual dan pasien mengatakan terjadi penurunan nafsu
makan.
3. Minum
Pada saat pengkajian pasien mengatakan minum kira – kira 7 kali
perhari dengan jumlah kira – kira 240 ml.
4. Eliminasi BAB & BAK
Pasien BAB 1 kali sehari dengan konsisitensi lembek. Pasien
mengatakan 3 – 4 kali sehari, baunya khas dan berwarna gelap, diare
feses berwarna seperti tanah liat.
5. Gerak aktivitas
1. Kemampuan ADL :
a) Kemampuan untuk makan: Pasien mampu menyuap makanan
sendiri.
b) Kemampuan untuk mandi: Sejak sakit pasien dibantu mandi oleh
keluarga 2 kali sehari.
c) Kemampuan untuk toileting: Pasien mampu ketoilet untuk BAB
dan BAK.
d) Kemampuan untuk berpakaian: Pasien mampu menggunakan
pakaian sendiri.
e) Kemampuan untuk instrumentalia : Pasien mampu mengunakan
alat – alat disekitarnya.
2. Kemampuan mobilisasi
Pasien mampu mengubah posisi di tempat tidur, mampu duduk di tempat
tidur, ketika pasien berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6. Istirahat tidur
Jumlah tidur pasien 10 jam, pasien tidur dari pukul 21.00 wita –
07.00 wita.
7. Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien normal yaitu 38° C.
8. Kebersihan diri
Kebersihan diri pasien terjaga. Untuk aktivitas mandi, pasien dibantu
oleh keluarga pasien.
9. Rasa nyaman
Pasien mengatakan sakit pada bagian kepala, terkadang disertai nyeri
ulu hati atau nyeri pada bagian abdomen.
10. Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien mengatakan cemas dan raut wajah pasien
tampak khawatir.
11. Sosial
Pasien mampu berkomunikasi dengan orang lain namun pada saat
berkomunikasi pasien tampak lemah.
Sosialisasi orientasi terhadap orang, waktu dan tempat baik.
12. Pengetahuan belajar
Pasien barsedia mengikuti prosedur keperawatan dan mampu
mengikuti pada saat pemberian informasi mengenai penyakit yang
diderita pasien. Pasien mampu mengikuti nasehat-nasehat yang
diberikan oleh tenaga medis.
13. Rekreasi
Pasien mengatakan untuk mengisi waktu luang, pasien menonton TV
dan kadang – kadang berbincang-bincang dengan keluarga atau
kerabat.
14. Spiritual
Pasien beragama hindu, dan hanya bersembahyang di tempat tidur saja.
Setiap hari keluarga pasien mengahaturkan banten dan bersembahyang
di padmasana rumah sakit.
5. Pemeriksaan Fisik
a. KU (Keadaan Umum)
1) Kesadaran : compos mentis
2) Bentuk tubuh : sedang ( TB : 160, BB : 58 )
3) Postur tubuh : normal
4) Warna kulit : putih
5) Turgor kulit : normal
b. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu
2) Nadi
3) Tekanan darah
4) Respirasi
c. Keadaan Fisik (head to toe)
1. Kepala : bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut
dan kulit kepala baik, tidak ada nyeri saat ditekan.
2. Mata : Posisi mata simetris, konjungtiva pucat, penglihatan kabur,
sklera ikterus.
3. Telinga : bentuk simetris, pendengaran baik, telinga tampak bersih, dan
tidak ada sekret.
4. Hidung : lubang hidung simetris, tidak terdapat sekret, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung.
5. Mulut dan gigi : keadaan bibir normal, gigi lengkap, tidak
menggunakan gigi palsu.
6. Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan.
7. Thorax : Bentuk thorax simetris, respirasi normal (16-20 kali/menit)
8. Abdomen : Permukaan asimetris, terdapat nyeri tekan dan bising
normal.
9. Ekstremitas :
- Atas : keadaan baik, lemah.
- Bawah : keadaan baik, lemah.
10. Genitalia :
Tidak dikaji.
Data subjektif :
~ Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri pada otot, nyeri pada perut bagian kanan atas,
mual, anoreksia
Data objektif :
~ Pasien muntah hingga 4 kali dalam 24 jam
~ Perut kanan atas membesar dan nyeri saat ditekan
~ Jumlah makanan yang dimakan sedikit
~ Sklera menjadi kuning dan selanjutnya diikuti oleh seluruh tubuh
~ Urin secara makroskopik berwarna seperti teh tua dan bila dikocok akan
mengeluarkan busa berwarna kuning kehijauan
~ Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinimia ringan dan
hiperbilirubinuria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (bilirubin indirek) dan
distensi abdominal ditandai dengan klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 3,
klien tampak meringis, klien tampak melindungi area yang nyeri.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan (gangguang emulsi lemak) ditandai dengan
IMT kurang dari batas normal (nilai normal IMT: 18,5 – 24,9), perasaan nyeri
perut saat makan.
3. Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin ditandai dengan kulit
klien teraba hangat, suhu aksila diatas normal (normal: 36,50 – 37,50 C).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik
(peningkatan garam empedu pada darah) ditandai dengan kulit tampak kemerahan,
adanya pruritus.]
5. Keletihan berhubungan dengan status penyakit (penurunan kadar glukosa darah)
ditandai dengan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas seperti
biasanya, klien tampak mengantuk, klien sering mengeluh mengenai fisiknya,
klien mengalami peningkatan kebutuhan dalam beristirahat.
6. PK: Anemia
7. PK: Perdarahan
8. PK: Infeksi
9. PK: Hipoalbuminemia
10. PK: Hiperglikemia
11. Gangguan sensori persepsi: pengelihatan berhubungan dengan perubahan dalam
ketajaman sensori (sklera ikterik) ditandai dengan pandangan kabur.
12. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
klien tidak mampu mengakses kamar mandi, ketidakmampuan membersihkan diri
sendiri.
13. Gangguan body image berhubungan dengan kondisi penyakit (ikterik) ditandai
dengan klien mengatakan malu dengan kondisi yang dialaminya.
14. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien
tampak gelisah, klien mengalami insomnia, klien tampak khawatir akan
kondisinya.
15. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi mengenai
penyakit ditandai dengan klien tampak gelisah, klien selalu bertanya-tanya
mengenai kondisinya.
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (bilirubin indirek) dan
distensi abdominal ditandai dengan klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 3,
klien tampak meringis, klien tampak melindungi area yang nyeri.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distensi abdominal ditandai dengan IMT kurang dari batas normal (nilai normal
IMT: 18,5 – 24,9), perasaan nyeri perut saat makan.
3. Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin ditandai dengan kulit
klien teraba hangat, suhu aksila diatas normal (normal: 36,50 – 37,50 C).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik
(peningkatan garam empedu pada darah) ditandai dengan kulit tampak
kemerahan, adanya pruritus.
5. Keletihan berhubungan dengan status penyakit (penurunan kadar glukosa darah)
ditandai dengan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas seperti
biasanya, klien tampak mengantuk, klien sering mengeluh mengenai fisiknya,
klien mengalami peningkatan kebutuhan dalam beristirahat.
C. PERENCANAAN
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (bilirubin indirek) dan
distensi abdominal ditandai dengan klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 3,
klien tampak meringis, klien tampak melindungi area yang nyeri.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat
teratasi dengan outcomes:
Klien tidak tampak meringis.
Klien tidak melindungi area nyeri.
Skala nyeri: 0 (skala 0-10)
Intervensi:
1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien. Kaji faktor yang dapat memperberat atau
mengurangi nyeri : lokasi, durasi, intensitas dan karakteristik nyeri serta gejala
psikologis.
Rasional : Memantau status nyeri pasien.
2. Minta pasien untuk menggunakan skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan tingkat
nyeri pasien.
Rasional : Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri
pasien.
3. Pantau dan catat TTV.
Rasional : Perubahan TTV dapat menunjukkan penurunan ataupun perkembangan
kondisi.
4. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex. Temperatur ruangan, penyinaran, dll)
Rasional : Suhu ruangan dan penyinaran yang berlebih dapat meningkatkan
ketidaknyamanan.
5. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan gunakan bantal untuk
membebat atau menyokong daerah yang sakit bila diperlukan.
Rasional : Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh.
6. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri.
Rasional : Kenyamanan menunjukkan manajemen nyeri yang adekuat.
7. Kolaborasi
Berikan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis.
Rasional : Analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distensi abdominal ditandai dengan IMT kurang dari batas normal (nilai normal
IMT: 18,5 – 24,9), perasaan nyeri perut saat makan.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi dapat teratasi dengan outcomes:
IMT dalam batas normal (18,5 – 24, 59)
Terjadi peningkatan dalam porsi makan.
Berat badan pasien bertambah ... kg setiap minggu.
Pasien makan secara mandiri tanpa didorong.
Intervensi:
1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat
masukan makanan pasien.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan kalori dan kualitas
2. kekurangan konsumsi makanan.
Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
3. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu
makan.
Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi gaster.
4. Berikan dan bantu higiene mulut dengan baik, sebelum dan sesudah makan.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
5. Kolaborasi
Konsul dengan ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
6. Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht, BUN, albumin, B12,
elektrolit serum
Rasional : Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin ditandai dengan kulit
klien teraba hangat, suhu aksila diatas normal (normal: 36,50 – 37,50 C).
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan hipertermi dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam batas normal (36,50 – 37,50 C)
Kulit teraba normal
Intervensi:
1. Pantau suhu klien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaphoresis.
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir
lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumotokal, demam scarlet atau
tifoid; demam remiten menunjukkan infeksi paru; kurva intermiten atau demam
yang kembali normal sekali dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic,
endokarditis septic, atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan yang adekuat (>2000
ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)
Rasional : Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh
yang tinggi.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu
mengurangi demam
5. Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik
(peningkatan garam empedu pada darah) ditandai dengan kulit tampak
kemerahan, adanya pruritus.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan kerusakan
integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Menunjukkan tidak adanya kerusakan kulit.
Menunjukkan turgor kulit yang normal.
Pruritus berkurang
Intervensi:
1. Inspeksi kulit pasien, jelaskan dan dokumentasikan kondisi kulit pasien dan
laporkan perubahan.
Rasional : Untuk menentukan keefektifan regimen perawatan kulit.
2. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang masalah
kulitnya.
Rasional : Tindakan ini membantu untuk mengurangi ansietas dan meningkatkan
keterampilan koping.
3. Laksanankan program regimen penanganan untuk kulit yang rusak dan pantau
kemajuannya. Laporkan respon terhadap regimen penanganan.
Rasional : Untuk mempertahankan atau memodifikasi terapi saat ini.
4. Berikan pengarahan kepada pasien dan keluarga dalam program perawatan kulit.
Rasional : Untuk mendorong kepaatuhan.
5. Atur posisi pasien supaya nyaman dan meminimalkan tekanan pada kulit yang
rusak. Ubah posisi pasien selama 2 jam. Pantau frekuensi pengubahan posisi
pasien dan kondisi kulitnya.
Rasional : Tindakan tersebut mengurangi tekanan, meningkatkan sirkulasi, dan
mencegah kerusakan kulit.
6. Bantu pasien untuk melakukan tindakan hygiene dan kenyamanan.
Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan dan untuk
mencegah infeksi.
7. Kolaborasi
Berikan obat nyeri sesuai program dan pantau keefektifannya.
Rasional : Pengurangan nyeri diperlukan untuk mempertahankan kesehatan.
Keletihan berhubungan dengan status penyakit (penurunan kadar glukosa
darah) ditandai dengan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasanya, klien tampak mengantuk, klien sering mengeluh mengenai
fisiknya, klien mengalami peningkatan kebutuhan dalam beristirahat.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan keletihan dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
Menunjukkan kemampuan dalam melakukan aktivitas
Kebutuhan dalam beristirahat kembali normal
Menunjukkan pengetahuan mengenai tindakan-tindakan untuk mengurangi
keletihan
Intervensi:
1. Ajarkan pasien untuk hemat energy dengan cara istirahat, perencanaan dan
penentuan prioritas.
Rasional : Untuk mencegah atau meringankan keletihan.
2. Anjurkan pasien untuk selingi aktivitas dengan periode istirahat.
Rasional : Penjadwalan periode istirahat yang teratur dapat membantu
menurunkan keletihan dan meningkatkan stamina.
3. Dorong pasien untuk makan makanan yang kaya zat besi dan mineral, jika tidak
dikontraindikasikan.
Rasional : Tindakan tersebut dapat membantu menghindari anemia dan
demineralisasi.
4. Tunda makan bila pasien mengalami keletihan.
Rasional : Agar kondisi pasien tidak memburuk.
5. Berikan makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
Rasional : Untuk menghemat energi pasien dan mendorong peningkatan asupan
diet.
6. Tetapkan pola tidur yang teratur.
Rasional : Tidur pada malam hari 8 sampai 10 jam dapat membantu mengurangi
keletihan.
7. Hindari situasi penuh emosional.
Rasional : Dapat memperburuk keletihan pasien.
8. Diskusikan efek keletihan terhaadap aktivitas hidup sehari-hari dan tujuan
personal. Gali bersama pasien hubungan antara keletihan dan proses penyakit.
Rasional : Membantu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal istirahat
dan aktivitas.
D. EVALUASI
1) Nyeri akut teratasi dengan respon:
Klien tidak tampak meringis.
Klien tidak melindungi area nyeri.
Skala nyeri: 0 (skala 0-10)
2) Kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dengan respon:
IMT dalam batas normal (18,5 – 24, 59)
Terjadi peningkatan dalam porsi makan.
Berat badan pasien bertambah ... kg setiap minggu.
Pasien makan secara mandiri tanpa didorong.
3) Hipertermi dapat teratasi dengan respon:
Suhu tubuh dalam batas normal (36,50 – 37,50 C)
Kulit teraba normal
4) Kerusakan integritas kulir dapat teratasi dengan respon:
Menunjukkan tidak adanya kerusakan kulit.
Menunjukkan turgor kulit yang normal.
Pruritus berkurang
5) Keletihan dapat teratasi dengan respon:
Menunjukkan kemampuan dalam melakukan aktivitas
Kebutuhan dalam beristirahat kembali normal
Menunjukkan pengetahuan mengenai tindakan-tindakan untuk mengurangi
keletihan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=37 (akses tanggal 17 Mei 2011)
Anonim. 2007. Hepatitis B. (online).
http://golongandarah.net/artikel_detail.php?act=view&id=1 (akses 17 Mei 2011)
Anonim. 2008. Hepatitis B. (online).
http://www.totalkesehatananda.com/hepatitisb1.htm