studi tekanan alira

12
61 STUDI TEKANAN ALIRAN AIRTANAH UNTUK KONSERVASI DI KECAMATAN RANOMEETO DAN RANOMEETO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Muhammad 1 , Moh. Sholichin 2 , Runi Asmaranto 2 1) Staf BWS Sulawesi IV Kementerian PUPR, Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia. 2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang. [email protected] Abstrak: Airtanah yang merupakan sumberdaya alam terbarukan dewasa ini telah menjadi barang ekonomis yang memiliki peran yang cukup strategis. Namun saat ini muka airtanah di sumur bor yang tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, cenderung turun yang berakibat sebagian pompa sumur tidak bisa lagi mengisap air untuk irigasi. Penelitian ini menggunakan basic perhitungan numeric finite element dengan alat bantu sofware Model Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. Tujuannya adalah untuk mengetahui tekanan aliran airtanah dan dampak penambahan sumur bor. Hasil hitung terhadap tekanan yang diperoleh dari permodelan GMS 4.0 membuktikan bahwa setiap penambahan 1 unit sumur terjadi penurunan tekanan sebesar 0,027 m sampai dengan 0,3 m. Tekanan airtanah terendah terjadi pada sumur P.40 KDI sebesar 8,863 m dan tertinggi pada sumur P.11 KDI nilai tekanan 45,992 m. Debit optimum pemompaan yang digunakan sebaiknya tidak melebihi 5,7 lt/det - 14,05 lt/det. Untuk mempertahankan keberadaan airtanah perlu dilakukan kegiatan konservasi berupa penghijauan pada daerah imbuhan, pembuatan sistem drainase resapan, pembangunan waduk kecil untuk menampung air hujan yang melimpas dan pemompaan berdasarkan debit optimum. Kata Kunci : Tekanan, Airtanah, GMS 4.0, Debit Optimum, Konservasi. Abstract: Groundwater which is a renewable natural resource today has become an economical item that has a strategic role. However, the current well groundwater levelthat was scattered in Ranomeeto and West Ranomeeto districts, tends to decrease so the well pump can no longer pump up the water for irrigation. This research uses basic numerical calculation by finite element software tools Model, it is Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. The goal is to know the groundwater pressure and the impact of additional wells. Results from GMS 4.0 modelling shows that each additional 1 unit well was decrease pressure from 0,027 m up to 0.3 m. The lowest pressure occurs in groundwater wells P.40 KDI as 8.863 m and the highest pressure occurs at P.11 KDI as 45.992 m. The recommended optimum discharge pumping should not exceed 5,7 lt/sec - 14,05 lt/sec. To maintain the sustainability of groundwater need to do conservation activities such as reforestation in recharge areas, catchment drainage system installment, construction of small reservoirs to collect the spill rain water run off and do pumping based on optimum discharge. Kata Kunci: Pressure, Groundwater, GMS 4.0, Optimum Discharge, Conservation. lation. Airtanah sebagai salah satu sumberdaya air yang memiliki nilai ekonomi sangat potensial, pemanfaatannya dewasa ini telah menjadi permasalahan nasional. Eksploitasi airtanah yang sangat pesat di berbagai sektor di Indonesia menuntut perlunya persiapan berupa langkah nyata untuk penanganan, khususnya kegiatan pemeliharaan dengan tujuan untuk memperkecil dampak negatif yang ditimbulkannya.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

61

STUDI TEKANAN ALIRAN AIRTANAH UNTUK KONSERVASI

DI KECAMATAN RANOMEETO DAN RANOMEETO BARAT

KABUPATEN KONAWE SELATAN

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Muhammad

1, Moh. Sholichin

2, Runi Asmaranto

2

1) Staf BWS Sulawesi IV Kementerian PUPR, Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia. 2)

Dosen Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang.

[email protected]

Abstrak: Airtanah yang merupakan sumberdaya alam terbarukan dewasa ini telah menjadi

barang ekonomis yang memiliki peran yang cukup strategis. Namun saat ini muka airtanah di

sumur bor yang tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, cenderung turun yang

berakibat sebagian pompa sumur tidak bisa lagi mengisap air untuk irigasi. Penelitian ini

menggunakan basic perhitungan numeric finite element dengan alat bantu sofware Model

Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. Tujuannya adalah untuk mengetahui tekanan aliran

airtanah dan dampak penambahan sumur bor. Hasil hitung terhadap tekanan yang diperoleh dari

permodelan GMS 4.0 membuktikan bahwa setiap penambahan 1 unit sumur terjadi penurunan

tekanan sebesar 0,027 m sampai dengan 0,3 m. Tekanan airtanah terendah terjadi pada sumur

P.40 KDI sebesar 8,863 m dan tertinggi pada sumur P.11 KDI nilai tekanan 45,992 m. Debit

optimum pemompaan yang digunakan sebaiknya tidak melebihi 5,7 lt/det - 14,05 lt/det. Untuk

mempertahankan keberadaan airtanah perlu dilakukan kegiatan konservasi berupa penghijauan

pada daerah imbuhan, pembuatan sistem drainase resapan, pembangunan waduk kecil untuk

menampung air hujan yang melimpas dan pemompaan berdasarkan debit optimum.

Kata Kunci : Tekanan, Airtanah, GMS 4.0, Debit Optimum, Konservasi.

Abstract: Groundwater which is a renewable natural resource today has become an

economical item that has a strategic role. However, the current well groundwater levelthat was

scattered in Ranomeeto and West Ranomeeto districts, tends to decrease so the well pump can

no longer pump up the water for irrigation. This research uses basic numerical calculation by

finite element software tools Model, it is Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. The goal is

to know the groundwater pressure and the impact of additional wells. Results from GMS 4.0

modelling shows that each additional 1 unit well was decrease pressure from 0,027 m up to 0.3

m. The lowest pressure occurs in groundwater wells P.40 KDI as 8.863 m and the highest

pressure occurs at P.11 KDI as 45.992 m. The recommended optimum discharge pumping

should not exceed 5,7 lt/sec - 14,05 lt/sec. To maintain the sustainability of groundwater need to

do conservation activities such as reforestation in recharge areas, catchment drainage system

installment, construction of small reservoirs to collect the spill rain water run off and do

pumping based on optimum discharge.

Kata Kunci: Pressure, Groundwater, GMS 4.0, Optimum Discharge, Conservation.

lation.

Airtanah sebagai salah satu sumberdaya air

yang memiliki nilai ekonomi sangat potensial,

pemanfaatannya dewasa ini telah menjadi

permasalahan nasional. Eksploitasi airtanah

yang sangat pesat di berbagai sektor di

Indonesia menuntut perlunya persiapan berupa

langkah nyata untuk penanganan, khususnya

kegiatan pemeliharaan dengan tujuan untuk

memperkecil dampak negatif yang

ditimbulkannya.

62 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

Gambar 1 : Status Kondisi Sumur Bor Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat

Tahun 2015 Sumber: BWS Sulawesi IV

Bisri (2012) menguraikan bahwa airtanah

(groundwater) merupakan air yang menempati

rongga-rongga pada lapisan geologi dalam

keadaan jenuh dan dalam jumlah yang cukup.

Airtanah merupakan salah satu sumber utama

bagi penghidupan mahluk hidup dimuka bumi

ini. Saat ini pemanfaatan dan pengambilan

airtanah dilakukan dengan menggunakan

berbagai cara dan teknik canggih. Salah

satunya adalah dengan cara pemboran sumur

dalam yang mempunyai kedalaman antara 50 -

150 meter, bahkan bisa lebih dalam lagi, serta

memasang pompa turbin untuk memompa air

tanah tersebut.

Cekungan Air Tanah (CAT) diartikan

sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologi dimana semua kejadian

hidrogeologi seperti terjadinya proses

pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan

airtanah berlangsung. CAT mempunyai batas

yang secara langsung dikontrol oleh kondisi

geologi dan hidraulik, CAT mempunyai daerah

imbuhan airtanah dan daerah lepasan airtanah

serta memiliki satu kesatuan sistem akuifer

(Ridha M, 2014).

Provinsi Sulawesi Tenggara yakni di

Kabupaten Konawe Selatan khususnya di

sebagian wilayah Kecamatan Ranomeeto dan

Ranomeeto Barat yang merupakan lokasi

penelitian ini, terdapat 14 sumur bor yang

dimanfaatkan oleh masyarakat petani untuk

irigasi dan sebagian lagi untuk air baku, seperti

pada Gambar 1. Namun sumur tersebut saat ini

terdapat 6 sumur tidak berfungsi karena alasan

operasional dan juga terjadi penurunan debit,

sedangkan 8 sumur lainnya masih berfungsi

namun pada saat ini dibeberapa sumur terjadi

penurunan debit. Berdasarkan gambar tersebut

diatas dapat dilihat bahwa lokasi sumur yang

sudah tidak berfungsi dan masuk kedalam zona

CAT Rawua terdapat dua sumur yaitu sumur

dengan kode inventarisasi P 66 KDI dan P 43

KDI, sedangkan empat sumur yang tidak

berfungsi berada diluar kawasan zona CAT

Ranomeeto, sumur tersebut yaitu sumur

dengan kode inventarisasi P16 KDI, P14 KDI,

P 15 KDI dan P 11 KDI.

Pada wilayah studi hingga saat ini

memang belum pernah dilakukan pengukuran

besar tekanan dan karakteristik aliran airtanah,

namun dengan indikator yang ada yaitu

fenomena tidak berfungsinya beberapa sumur,

dan terjadi penurunan debit di beberapa sumur

yakni dibagian hilir kecamatan Ranomeeto

tersebut memberikan kekhawatiran telah

terjadi penurunan tekanan Airtanah pada

sumur bor untuk irigasi di wilayah kecamatan

Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, sehingga

jika tidak ada penanganan yang konfrehensif

sedini mungkin akan mengakibatkan jumlah

sumur bor yang tidak berfungsi menjadi

bertambah dimasa mendatang. Berkaitan

dengan hal tersebut diatas, maka dibutuhkan

adanya studi tentang tekanan aliran airtanah

untuk konservasi di Kecamatan Ranomeeto

dan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe

Selatan terhadap sumur berfungsi dan yang

tidak berfungsi.

Tujuan dari studi ini untuk mengetahui

sebaran tekanan airtanah yang terjadi, dampak

penambahan sumur bor, arah kebijakan dan

peraturan berbasis konservasi serta

merekomendasikan arahan konservasi sebagai

bentuk upaya pemulihan dan pencegahan

kerusakan airtanah yang sesuai di Kecamatan

Ranomeeto dan Ranomeeto Barat yang

dimanfaatkan untuk irigasi.

Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 63

Gambar 2. Lokasi Sumur Bor di Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat Tahun 2015

Sumber : Hasil Ploting Koordinat Sumur Bor Pada Peta CAT

Sehingga diharapkan sebagai tindak lanjut

dari studi ini adanya suatu kebijakan untuk

mempertahankan keberlanjutan fungsi sumur

serta pengamanan airtanah di masa mendatang

yang dapat dilakukan dengan upaya konservasi

airtanah.

Konservasi tanah mempunyai hubungan

yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap

perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah

akan mempengaruhi tata air pada tempat itu

dan tempat-tempat di hilirnya. Keberadaan

airtanah memerlukan tindakan konservasi air

yang pada perinsipnya adalah penggunaan air

hujan yang jatuh ketanah untuk pertanian

seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran

agar tidak terjadi banjir yang merusak dan

terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.

Konservasi air mempunyai hubungan yang

sangat erat dengan konservasi tanah (Arsyad S,

2006).

Pengelolaan airtanah harus didasarkan

atas konsep pengelolaan cekungan air tanah

(Groundwater Basin Management), hal ini

dikarenakan terbatasnya sumber air permukaan

mengakibatkan ketergantungan terhadap

airtanah untuk penyediaan pasokan air bersih

bagi masarakat.

BAHAN DAN METODOLOGI

Lokasi studi berada dalam wilayah

administrasi Kabupaten Konawe Selatan pada

Kecamatan Ranometo dan Kecamatan

Ranometo Barat.

Secara geografis letak Kabupaten

Konawe Selatan berada pada koordinat 03°45'

- 04°45' LS serta 121°45' - 123°00' BT. Jarak

dari Kota Kendari yang merupakan ibu kota

Provinsi Sulawesi Tenggara ke Kecamatan

Ranomeeto ± 10 km. (Konawe Selatan Dalam

Angka 2014)

Gambar 3. Peta Lokasi Studi Kabupaten

Konawe Selatan Sumber: Konawe Selatan Dalam Angka (2014)

Gambar 4. Rumah Pompa Sumur Bor

Berfungsi. Sumber : Hasil Survei

64 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

Gambar 5. Rumah Pompa Sumur Bor Tidak

Berfungsi. Sumber : Hasil Survei

Studi ini dilakukan dengan pendekatan

analisa pemodelan yang menggunakan alat

bantu model Groundwater Modeling Sistem

(GMS) Modflow Extensi 4.0. Prinsip kerja dari

sofware ini mengedepankan konsep dasar

perhitungan klasifikasi berupa kumpulan

elemen menurut angka yang disatukan

membentuk suatu model yang sesuai dengan

kondisi lapangan. Data input diperoleh dari

data sekunder berupa peta CAT, peta

Geohidrologi, debit pemompaan, litologi

sumur (log bor), elevasi dan kontur. (Jones,

Norman L, 2003)

Untuk menganalisa fenomena airtanah di

Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat,

Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara, dilakukanlah kegiatan studi secara

komprehensif, fokus penelitian dilakukan

terhadap pengaruh tekanan air tanah yang

terjadi di dalam sumur bor terhadap penurunan

muka airtanah.

Pengumpulan data

Pendekatan yang dilakukan untuk

pengumpulan data pada studi ini adalah

pengumpulan data primer dan data skunder

yang di peroleh dari hasil pengamatan

langsung dan instansi terkait, yang erat

hubungannya dengan kebutuhan data untuk

kegiatan studi ketersediaan akuifer.

Data sekunder diperoleh dari instansi

terkait serta hasil penelitian terdahulu. adapun

data yang dimaksud adalah sebagai berikut:

peta lokasi studi, peta hidrogeologi, peta CAT,

peta letak titik sumur, data pengeboran sumur,

dan data inventarisasi sumur. Untuk data

primer pada dasarnya diperoleh dari hasil

ploting data log litologi dan digitasi koordinat

14 titik sumur bor untuk irigasi dan air baku

yang tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan

Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan.

Tahapan Penelitian

Prosedur awal untuk mengetahui besar

tekanan airtanah yang terjadi di dalam sumur

bor diperlukan data litologi sumur bor dalam

bentuk bor log dan titik koordinat sumur yang

akan diploting pada peta serta dilakukan

pendigitasian kedalam paket pemodelan GMS

4.0. ekstensi FEMWATER.

Prosedur sebagai awal kegiatan adalah

pembuatan DEM, sedangkan untuk pembuatan

DEM sumber data yang digunakan adalah data

kontur lokasi studi yang diperoleh dari Peta

RBI BAKOSURTANAL, dengan tujuan untuk

mengetahui beda tinggi lokasi atau elevasi

permukaan tanah pada wilayah studi

Adapun tahapan penelitian tekanan aliran

airtanah adalah sebagai berikut:

- Melakukan pengeplotan dan mapping peta

kabupaten Konawe Selatan pada koordinat

titik sumur di Kecamatan Ranomeeto dan

Ranomeeto Barat terhadap perletakan sumur

berdasarkaan koordinat, kontur dan kode

sumur.

- Buat data lokasi sumur yang berada pada

lokasi penelitian, data lokasi ini berupa

identitas sumur (id) yang akan dimasukan

kedalam pemodelan GMS 4.0. kemudian

lakukan pendigitasian grip titik-titik sumur

yang selanjutnya akan diolah dengan paket

pemodelan sofware GMS 4.0 cara simulasi

FEMWATER.

- Intepretasi terhadap bentuk lapisan akuifer

berdasarkan data log bor untuk kedalaman

sumur, elevasi dan susunan lapisan tanah

dengan bantuan paket pemodelan GMS 4.0

menggunakan analisa boreholes sebagai

analisa awal untuk mengintegrasi data-data

hasil pengeboran dibeberapa titik terhadap

bentuk lapisan akuifer.

- Interpolasi layer data elevasi dan buat lapisan

akuifer atas dan akuifer bawah untuk

memudahkan proses simulasi modul airtanah.

Elevasi diperoleh dari data sumur yang

terdalam dan memastikan saat interpolasi

TIN yang diinterpolasi aktif. Ubah model

konseptual menjadi model 3D Mesh setelah

hasil interpolasi berjalan lancar.

- Lakukan simulasi model dengan GMS 4.0

dengan Run Options, atur iteration

parameters dan lakukan output kontrol untuk

menyimpan hasil simulasi. Untuk melihat

head countours dan water table iso-surface

lakukan dengan mengaktifkan running test

model.

Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 65

Kerangka Penelitian

Gambar 6. Kerangka Pikir Penelitian Sumber : Hasil Analisis

Metodologi

Groundwater Modelling System 4.0.

Konsep pendekatan model dalam

menggunakan GMS 4.0 adalah menetapkan

nilai-nilai editing secara langsung ke sel-sel

dengan pendekatan grid atau dengan

mengembangkan cara representasi tingkat

tinggi dari model dengan menggunakan fitur

obyek dalam modul Map sehingga

memungkinkan perangkat lunak GMS 4.0

mengaplikasikan secara otomatis menetapkan

nilai-nilai ke sel dalam bentuk grid.

Fitur objek dalam GMS 4.0 telah

terpolakan setelah dikonversi dari Geographic

Information System (GIS) terhadap benda yang

diamati juga termasuk point, node, busur dan

poligon. Penggunaan utama dari fitur objek

akan menghasilkan model konseptual tingkat

tinggi yang representatif dari sebuah situs.

Data input seperti sungai, saluran air, sumur

bor dan danau, didalam model diwakili dalam

bentuk point, busur, dan polygon. Atribut

seperti konduktansi, debit pemompaan dan

beda tinggi diterjemahkan dalam bentuk objek.

Penterjemahan obyek fitur dalam GMS 4.0

mengikuti paradigma yang ada dalam

perangkat lunak GIS terhadap data vektor.

Adapaun penterjemahan dimaksud sebagai

berikut:

Identitas yang melekat pada busur yang

menjelaskan lokasi X dan Y dikatakan sebagai

point (points). Penggunaan point diperuntukan

untuk memberikan tanda pada lokasi sumur,

disamping itu poin juga digunakan untuk

melakukan proses impor secara menyeluruh

lokasi XY dengan maksud menciptakan busur

(arch) atau poligon pada GMS 4.0.

FEMWATER Model

Analisa FEMWATER pada GMS 4.0

adalah menggunakan element atau mesh 3D

sehingga penyusunan model FEMWATER

dengan alat bantu pemakaian program GIS

tersebut akan lebih mempercepat waktu

penyusunan.

FEMWATER adalah modul ekstensi pada

program GMS 4.0 yang bertujuan untuk

menganalisa kondisi sumur bor dan airtanah.

Model FEMWATER dibutuhkan data

penyusun model yang dibangun menggunakan

alat bantu GIS, seperti untuk pembuatan MAP

modul, Scattter modul dan TIN modul.

Model konseptual mengdefinisikan, grid

secara otomatis terhadap kondisi batas dan

parameter hasil hitung yang dilakuakn oleh

model ditugaskan ke sel yang tepat. Hasil

running FEMWATER tersebut memberikan

penjelasan dalam bentuk gambar menyerupai

kondisi sebenarnya yang menguraikan beda

tinggi serta lapisan geologi lokasi penelitian

seperti gambar berikut ini.

Gambar 7. Pemodelan FEMWATER GMS 4.0 Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0

Mulai

Studi Literatur:

- Hasil Penelitian Terdahulu

- Jurnal

- Buku pustaka

Data

Skunder

- Peta Topografi

- Peta CAT

- Peta Hidrogeologi

Survei

Lokasi Studi

- Log Litologi Sumur

- Pumping tes Sumur

Ploting Lokasi Sumur

Input Data ke GMS 4.0

Running Kondisi

Eksisting

Pembacaan hasil

GMS 4.0

Selesai

Peta fungsi lahan

pertanian sawah

tadah hujan

Skenario Penambahan

Sumur

Penentuan Lokasi Penambahan

sumur berdasrkan kebutuhan

lahan pertanian

Running Eksisting &

Penambahan sumur

Pembacaan hasil

GMS 4.0

Analisa Hasil

Pemodelan GMS 4.0

Upaya Konservasi

Airtanah

Kesimpulan

66 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

Pengertian Pressure Head (tekanan) dan

Total Head pada airtanah

Sifat hidrolik airtanah selalu bergerak dari

atas kebawah dan juga bergerak dari bawah

keatas atau disebut juga sebagai gaya kapiler.

Jika pergerakan airtanah tersebut mengikuti

hukum hidrolika maka gerakan airtanah akan

bergerak horisontal yang disebabkan adanya

perbedaan gradien hidrolik. Pergerakan

airtanah keatas dan kebawah serta gerakan

horisontal akan menimbulkan tekanan pada air

itu sendiri di dalam sumur, dalam hidrologi

kapiler menjelaskan penarikan molekul air

kepartikel tanah. Air yang berada didalam

tanah akan mengalir dari aliran airtanah karena

mempunyai daya kapiler untuk menaikkan air

ke vadose zone menjadi butiran air tanah (soil

moisture), demikian juga butiran airtanah ini

naik secara kapiler ke permukaan tanah

(Kodoatie, 2012).

Pressure Head (Tekanan)

Dalam mekanika fluida tekanan (pressure

head) merupakan istilah yang lazim digunakan

untuk mewakili energi atau tekanan merupakan

energi yang terjadi pada butiran airtanah yang

menekan ke permukaan tanah melalui suatu

wadah sebagai gaya kapiler airtanah. Dalam

penelitian ini pressure head merupakan batas

tinggi muka airtanah sampai pada lapisan

kedap air atau kedalaman sumur yang terjadi

akibat adanya tekanan airtanah di dalam

lubang sumur bor. Hal ini secara matematis

dinyatakan sebagai:

dimana

aadalah head tekanan ( Panjang,

biasanya dalam satuan m);

adalahcairan tekanan (gaya persatuan l

uas, sering sebagai Pa unit)

adalah beratjenis (gaya persatuan volume,

biasanya N/m3 unit)

adalah densitas fluida( massa persatuan v

olume, biasanya kg / m3)

adalah percepatan gravitasi ( laju per-

ubahan kecepatan, diberikan dalam m/s2)

Karena sifatnya yang tidak dapat dengan

mudah dimampatkan, sehingga fluida dapat

menghasilkan tekanan normal pada semua

permukaan yang berkontak dengannya. Pada

keadaan diam (statik), tekanan tersebut bersifat

isotropik, yaitu bekerja dengan besar yang

sama ke segala arah. Karakteristik ini membuat

fluida dapat mentransmisikan gaya sepanjang

sebuah pipa atau tabung, yaitu, jika sebuah

gaya diberlakukan pada fluida dalam sebuah

pipa, maka gaya tersebut akan ditransmisikan

hingga ujung pipa. Jika terdapat gaya lawan di

ujung pipa yang besarnya tidak sama dengan

gaya yang ditransmisikan, maka fluida akan

bergerak dalam arah yang sesuai dengan arah

gaya resultan.

Total Head (Ketinggian Total)

Aliran dalam tanah merupakan suatu proses

mekanis, yang terdiri dari energi potensial,

energi kinetik dan energi elastis. Dengan

adanya energi ini maka partikel air akan

bergerak (dalam bentuk aliran) dari suatu

tempat ketempat lainnya atau bergerak dari

atas kebawah dan sebaliknya dari bawah

keatas, sesuai dengan berapa besar energi yang

ditimbulkan pada butiran airtanah tersebut,

sehingga Total Head (ketinggian total)

merupakan nilai pressure head ditambahkan

dengan nilai elevation head dimana elevation

head adalah elevasi terendah pada lokasi

penelitian = 0. Hal ini diasumsikan bahwa

pada muka airtanah terendah tekanan yang

terjadi adalah = 0 (Otmospheric) dan ke-

tinggiannya = z, atau merupakan elevasi

terendah = 0 (Kodoatie, 2012).

Dalam mengaplikasikan Hukum Darcy untuk

analisa tekanan air tanah dapat dilakukan

dengan suatu pendekatan yang bertujuan untuk

mengukur besarnya potensi fluida disuatu

tempat. Besaran tekanan airtanah dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut (Kodoatie, 2012).

( )

Sehingga besar potensi fluida:

Dimana :

h = ketinggian total (total head)

= tekanan (pressure head) yaitu tinggi

muka air dalam sumur bor

z = elevation head

P = = Tekanan Fluida

Po = Tekanan Atmosfir

Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 67

Konservasi Airtanah.

Air hujan yang dapat mencapai

permukaan tanah, sebagian akan masuk

(terserap) kedalam tanah (infiltration). Air

hujan yang tidak terserap kedalam tanah akan

tertampung sementara dalam cekungan-

cekungan per-mukaan tanah (surface

detention), untuk selanjutnya mengalir diatas

permukaan tanah ketempat yang lebih rendah

(surface runoff) yang selanjutnya masuk

kesungai Alternatif lainnya, air hujan yang

masuk kedalam tanah akan bergerak vertikal

menuju lapisan tanah yang lebih dalam dan

menjadi bagian dari airtanah (Bisri ,2012).

Berikut ini akan di uraiakan beberapa

pendekatan yang dianggap dapat dilakukan

dalam konservasi tanah atau konservasi

airtanah yakni:

a. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah

agar tahan terhadap penghancuran dan

pengangkutan serta lebih besar daya

menyerap airnya.

b. Menutup tanah dengan tanaman atau sisa-

sisa tumbuhan agar terlindung dari pukulan

langsung air hujan yang jatuh dan

menyuburkan tanah.

c. Mengatur aliran permukaan agar air

mengalir dengan kekuatan yang tidak

merusak kondisi tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil hitung model GMS 4.0 terhadap

pergerakan pressure head itu dapat diketahui

dengan cepat tampa perhitungan yang banyak.

Sofware GMS 4.0 akan memberikan gambaran

dalam bentuk 2D untuk Total Head seperti

pada gambar berikut ini.

Gambar 8. Model 2D Total Head Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0

Nilai Tekanan Kondisi Eksisting

Sedangkan untuk nilai tekanan yang

terjadi terhadap sumur eksisting berdasarkan

gambar diatas yang merupakan ilustrasi hasil

hitung dengan menggunakan pemodelan GMS

4.0 diperoleh berupa nilai pressure head dan

total head yang beragam yang diperoleh dari

hasil penentuan titik koordinat sumur bor serta

berdasarkan elevasi muka tanah terhadap 14

sumur bor pada lokasi penelitian, adapun hasil

hitung dimaksud di sajikan pada Tabel. 1.

Sebuah model konseptual yang lengkap

terdiri dari beberapa coverage. Salah satu

cakupan data yang akan digunakan untuk

penentuannya adalah sumber air, sumur,

sungai, danau, dan saluran air. Cakupan lain

digunakan untuk menentukan zona resapan.

Sedangkan data-data tersebut digunakan untuk

menentukan zona konduktivitas hidrolik dalam

setiap lapisan. Setiap jumlah luasan dan nilai

koefisien dapat digunakan.

Berdasarkan hasil model GMS yang telah

dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil

yang memberikan gambaran mendekati bentuk

sesungguhnya dengan menguraikan bahwa

sumur eksisting yang memiliki tekanan

airtanah paling rendah terjadi pada sumur

dengan kode sumur P.40 KDI yakni besar

tekanan 8,863 m, sumur ini berada pada

elevasi 57,50 mdpl di Desa Ranomeeto

Kecamatan Ranomeeto dengan besaran

kebutuhan debit pemompaan sebesar 13,2

liter/detik yang merupakan debit awal saat

pembangunan sumur bor dengan tujuan untuk

mengairi areal persawahan seluas 10 ha.

Sedangkan sumur yang memiliki pressure

head terbesar terjadi pada sumur dengan

nomor kode sumur P.11 KDI yakni sebesar

45,992 m, sumur ini berada pada elevasi 85,01

mdpl di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto

Barat dengan besaran kebutuhan debit

pemompaan 13,10 liter/detik yang merupakan

debit awal pemompaan saat pembuatan sumur

dengan tujuan pemanfaatan untuk mengairi

areal perswahan seluas 13 ha.

Secara umum jika didasarkan terhadap

debit tersedia serta kebutuhan air pada areal

irigasi fungsional yang menggunakan sumber

air pemompaan dari sumur bor di Kecamatan

Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, dianggap

masih dalam tarap aman dan belum

dikategorikan kritis karena nilai pressure head

setiap sumur berada dalam range screen sumur

bor pada wilayah studi.

68 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

Tabel. 1. Hasil Pembacaan Nilai Head Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat

No Nama Sumur Debit

Luas Lahan Irigasi

Elevasi Sumur Bor

Kondisi Eksisting

Pressure

Head Total Head

l /detik m3/hari Ha Mdpl m m

1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 38,107 88,861

2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 41,775 104,294

3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 44,693 105,381

4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 45,992 110,372

5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 36,947 109,204

6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 38,378 113,801

7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 8,864 48,592

8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 11,765 43,334

9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 14,225 45,213

10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 16,416 43,248

11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 20,849 47,111

12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 20,186 45,246

13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 19,212 44,505

14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 17,161 42,461

Sumber: Hasil Perhitungan Model GMS 4.0

Berdasarkan hasil model GMS yang telah

dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil

yang memberikan gambaran mendekati bentuk

sesungguhnya dengan menguraikan bahwa

sumur eksisting yang memiliki tekanan

airtanah paling rendah terjadi pada sumur

dengan kode sumur P.40 KDI yakni besar

tekanan 8,863 m, sumur ini berada pada

elevasi 57,50 mdpl di Desa Ranomeeto

Kecamatan Ranomeeto dengan besaran

kebutuhan debit pemompaan sebesar 13,2

liter/detik yang merupakan debit awal saat

pembangunan sumur bor dengan tujuan untuk

mengairi areal persawahan seluas 10 ha.

Sedangkan sumur yang memiliki pressure

head terbesar terjadi pada sumur dengan

nomor kode sumur P.11 KDI yakni sebesar

45,992 m, sumur ini berada pada elevasi 85,01

mdpl di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto

Barat dengan besaran kebutuhan debit

pemompaan 13,10 liter/detik yang merupakan

debit awal pemompaan saat pembuatan sumur

dengan tujuan pemanfaatan untuk mengairi

areal persawahan seluas 13 ha.

Secara umum berdasarkan debit tersedia

serta kebutuhan air pada areal irigasi

fungsional yang menggunakan sumber air

pemompaan sumur bor di Kecamatan

Ranomeeto dan Ranomeeto Barat masih dalam

tarap aman dan belum dikategorikan kritis

karena nilai pressure head setiap sumur berada

dalam range screen sumur wilayah studi.

Kalibrasi Model GMS 4.0.

Hasil pemodelan GMS pada penelitian ini

sebelum dilakukan evaluasi dan kesimpulan

hasil pemodelan, perlu dilakukan proses

kalibrasi hasil pemodelan GMS terhadap

pembacaan di lapangan.

Kontrol hasil lapangan adalah dengan

membandingkan nilai pressure head GMS

pada masing-masing sumur yang ada terhadap

kebenaran posisinya pada struktur sumur,

dimana nilai pressure head tidak benar jika

berada dibawah lapisan screen sumur yang

ada, karena pada pemodelan ini salah satu data

input boundary condition adalah kedalaman

top screen dan bottom screen, dan dilapangan

semua sumur adalah tidak artesis.

Berikut ini pada Tabel. 2 akan diuraikan

hasil kalibrasi pemodelan terhadap kondisi

lapangan, yang merupakan hasil bacaan

pemodelan untuk nilai Pressure Head yang

terjadi didalam sumur bor, nilai tersebut

terlihat berada dibawa posisi screen sumur

berdasarkan data log bor sumur.

Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 69

Tabel. 2. Kalibrasi Nilai Pressure Head terhadap Sumur Wilayah Studi

No Nama Sumur

Elevasi

Sumur

Nilai

Pressure

Head

Posisi Screen Sumur

Keterangan Atas Bawah

mdpl Mdpl Mdpl mdpl

1 P.13 KD1 73,52 38,11 49,52 4,52 di dalam Screen

2 P.15KD1 83,49 41,78 53,49 -14,51 di dalam Screen

3 P.12 KD1 82,50 44,69 52,50 -1,50 di dalam Screen

4 P.11 KD1 85,01 45,99 48,01 10,01 di dalam Screen

5 P.16 KD1 94,54 36,95 59,54 -1,46 di dalam Screen

6 P.14 KD1 95,00 38,38 52,00 -1,00 di dalam Screen

7 P.40 KD1 57,50 8,86 33,50 -32,50 di dalam Screen

8 P.43 KD1 56,87 11,76 23,87 -33,13 di dalam Screen

9 P.38 KD1 49,50 14,23 25,50 -32,50 di dalam Screen

10 P.02 JICA 46,12 16,42 22,12 -46,88 di dalam Screen

11 P.66 KD1 45,31 20,85 27,31 -38,69 di dalam Screen

12 P.28 KD1 45,90 20,19 21,90 -53,10 di dalam Screen

13 P.27 KD1 45,20 19,21 24,20 -23,80 di dalam Screen

14 P.42 KD1 45,40 17,16 24,40 -23,60 di dalam Screen

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 9. Peta Sebaran Pressure Head Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Ranomeeto Barat

Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0

Uji Pemodelan GMS 4.0 Penambahan

Sumur

Kajian simulasi pemodelan GMS 4.0

dengan proyeksi penambahan sumur adalah

untuk tujuan mengetahui syarat batas ijin

penambahan sumur pada lokasi studi ini.

Skenario pemodelan penambahan sumur pada

lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi sumur baru ditentukan berdasarkan

wilayah lahan Irigasi yang belum mendapat

layanan air

70 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

2. Lokasi sumur baru berada pada lokasi

lokasi yang memiliki pressure head tinggi

pada hasil pemodelan eksisting

3. Penambahan dimulai penambahan satu

sumur hingga sejumlah kebutuhan lahan

irigasi.

Pengaruh Penambahan Sumur

Berdasarkan hasil pemodelan GMS maka

disimpulkan bahwa jika di Lokasi studi

dibangun sumur bor, berdampak pada

penurunan nilai head pada sumur-sumur

eksisting yang ada. Penurunan maksimal pada

pengujian penambahan 5 sumur bor adalah:

0,336 m P.15 KDI.

Kebutuhan air Irigasi di Kabupaten

Konawe Selatan khususnya Kecamatan

Ranometto dan Ranometto Barat ini adalah

tergolong tinggi sehingga untuk kondisi

dimasa yang akan datang dibutuhkan batasan

nilai besaran debit pemompaan sebagai

pedoman batas ijin jumlah pengeboran dan

syarat ijin lokasi pengeboran untuk memenuhi

layanan kebutuhan air Irigasi.

Pada penelitian ini dilakukan proyeksi uji

pemodelan untuk penambahan sumur , dengan

tujuan untuk mengetahui syarat batas jumlah

dan lokasi penambahan sumur dimasa yang

akan datang.

Secara umum pada Tabel. 3 dan Tebel. 4

menguraikan nilai pressure head dan Total

Head pada kondisi existing pada sumur bor,

serta dampak perubahan nilai pressure head

dan Total Head ketika terjadi penambahan

sumur yang dilakukan secara bertahap mulai

dari penambahan 1 sumur sampai dengan

penambahan 5 sumur.

Penambahan sumur dapat dilakukan

hingga 10 sumur, namun dilakukan dengan

syarat batas pengambilan air 5,7 lt/det hingga

14,05 lt/det, penambahan ini akan berdampak

pada penurunan pressure head sebesar 0,027 m

untuk setiap penambahan 1 sumur bor, jika

penambahan sumur dengan pemompaan debit

lebih besar dari 700 m3/hari maka berdampak

pada penurunan hingga 0,3 m.

Kriteria penambahan sumur pada studi ini

diupayakan dengan debit pemompaan 5,7

lt/det hingga 14,05 lt/det, untuk kebutuhan

irigasi kedepan pada kebutuhan debit lebih

besar dari 14,05 lt/det maka disarankan untuk

membagi beban layanan irigasi tidak hanya

pada 1 sumur saja.

Dalam hal rencana penempatan lokasi

pembangunan sumur baru untuk irigasi harus

dipertimbangkan kelayakannya agar tidak

berdekatan, karna sangat berpengaruh terhadap

penurunan muka airtanah serta untuk peletakan

secreen sumur sebaiknya berada pada lapisan

akuifer dan tidak melakukan pengambilan dan

peletakan secreen pada air permukaan, hal ini

akan berdampak pada penurunan muka air

pada sumur gali masyarakat disekitarnya dan

akan berakibat konflik warga.

Tabel. 3. Rekapitulasi Nilai Pressure Head di Semua Sumur

Sumber : Hasil Analisa

Kondisi

Existing

Penambahan

Sumur 1

Penambahan

Sumur 1 dan 2

Penambahan

Sumur 1, 2 dan 3

Penambahan Sumur

1, 2, 3 dan 4

Penambahan Sumur

1, 2, 3, 4 dan 5

l /detik m3/hari ha mdpl m m m m m m

1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 38,11 38,11 38,10 38,10 38,10 37,81

2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 41,78 41,77 41,77 41,77 41,77 41,44

3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 44,69 44,69 44,69 44,69 44,69 44,43

4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 45,99 45,99 45,99 45,99 45,99 45,79

5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 36,95 36,95 36,94 36,94 36,94 36,74

6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 38,38 38,38 38,38 38,38 38,37 38,23

7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 8,86 8,83 8,82 8,82 8,82 8,82

8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 11,76 11,71 11,71 11,71 11,71 11,71

9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 14,23 14,18 14,18 14,17 14,17 14,17

10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 16,42 16,37 16,36 16,36 16,36 16,36

11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 20,85 20,81 20,81 20,80 20,80 20,80

12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 20,19 20,14 20,14 20,14 20,14 20,13

13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 19,21 19,17 19,16 19,16 19,16 19,16

14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 17,16 17,11 17,11 17,10 17,10 17,10

15 Sumur 1 5,98 516,98 4,99 83,00 29,68 29,68 29,68 29,68 29,61

16 Sumur 2 8,40 726,18 7,00 52,00 37,52 37,46 37,46 37,36

17 Sumur 3 10,74 928,04 8,95 53,00 20,93 20,93 20,93

18 Sumur 4 14,06 1214,41 11,71 78,00 16,57 16,56

19 Sumur 5 24,09 2081,40 20,08 57,00 37,81

Luas

Lahan

Irigasi

Elevasi

Sumur

Bor

Nilai Head

NoNama

Sumur

Debit

Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 71

Tabel 4. Rekapitulasi Nilai Total Head di Semua Sumur

Sumber : Hasil Analisa

Kebijakan Konservasi Airtanah

Studi tekanan aliran airtanah ini dengan

bantuan peralatan model GMS 4.0, dilakukan

untuk memberikan arahan kebijakan yang

dapat dilakukan dengan sasaran utamanya

adalah untuk mempertahankan keberadaan

airtanah serta bagaimana upaya konservasi

yang akan dilakukan dimasa mendatang

khususnya pada daerah imbuhan airtanah

tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan

Ranomeeto Barat.

Kegiatan konservasi airtanah tidak lepas

dari konservasi tanah, oleh sebab itu untuk

mempertahankan daerah imbuhan agar tetap

sesuai dengan peruntukannya diperlukan

upaya-upaya konservasi. Adapun upaya

kegiatan konservasi dimaksud adalah sebagai

berikut:

1. Menjaga tinggi muka air sungai dapat

dilakukan dengan cara melakukan kegiatan

menambahkan kawasan potensi resapan,

mempertahankan luasan areal hutan, dan

merencanakan sistem drainasi resapan pada

lahan pertanian maupun pemukiman.

2. Kebijakan pemanfaatan sumur bor

dilakukan dengan cara pengeboran sumur

disyaratkan dengan debit pemompaan

antara 5,7 l/dt – 14,05 lt/dt

3. Pembuatan Waduk dilakukan dengan cara

membangun waduk-waduk di bagian hulu

untuk mengurangi kebutuhan pemakaian

airtanah. Uraian hasil hitung sebagai output

dari cara kerja GMS 4.0 telah memberikan

satu bentuk kebijakan konservasi dengan

memberikan gambaran penurunan muka air

tanah yang di akibatkan adanya

penambahan beberapa buah sumur.

Kegiatan kebijakan kon-servasi airtanah

dilakukan dengan cara pembatasan

pemompaan dengan mengacu pada debit

optimum yang disyaratkan serta tidak

melakukan penambahan sumur yang

berlebihan dalam jarak yang berdekatan.

Kesimpulan

Dari hasil analisa pemodelan tekanan

aliran airtanah menggunakan alat bantu model

GMS 4.0 yang telah dilakukan sebagai hasil

dari penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Nilai tekanan airtanah yang terjadi pada

sumur bor yang digunakan untuk irigasi di

Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto

Barat, yang terkecil terjadi pada sumur

dengan nomor kode P.40 KDI, debit

tersedia 13,20 liter/detik untuk mengairi

areal persawahan seluas 10,00 ha, yang

berada pada elevasi 37,50 mdpl, memiliki

tekanan airtanah senilai 8,863 m dan

ketinggian total 48,592 m, sumur ini berada

di Desa Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto.

Sedangkan sumur yang memiliki tekanan

terbesar terjadi pada sumur dengan nomor

kode P.11 KDI, debit tersedia 13,10

liter/detik untuk mengairi sawah seluas

13,00 ha, sumur berada pada elevasi 65,01

mdpl, memiliki tekanan airtanah senilai

45,992 m dan ketinggian total 110,372 m,

Kondisi

Existing

Penambahan

Sumur 1

Penambahan

Sumur 1 dan 2

Penambahan

Sumur 1, 2 dan 3

Penambahan Sumur

1, 2, 3 dan 4

Penambahan Sumur

1, 2, 3, 4 dan 5

l /detik m3/hari ha mdpl m m m m m m

1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 88,86 88,86 88,86 88,86 88,86 88,56

2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 104,29 104,29 104,29 104,29 104,29 103,96

3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 105,38 105,38 105,38 105,38 105,37 105,11

4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 110,37 110,37 110,37 110,37 110,37 110,17

5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 109,20 109,20 109,20 109,20 109,20 109,00

6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 113,80 113,80 113,80 113,80 113,80 113,65

7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 48,59 48,55 48,55 48,55 48,55 48,55

8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 43,33 43,28 43,28 43,28 43,28 43,28

9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 45,21 45,17 45,16 45,16 45,16 45,16

10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 43,25 43,20 43,19 43,19 43,19 43,19

11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 47,11 47,07 47,07 47,06 47,06 47,06

12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 45,25 45,20 45,20 45,19 45,19 45,19

13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 44,50 44,46 44,46 44,45 44,45 44,45

14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 42,46 42,41 42,40 42,40 42,40 42,40

15 Sumur 1 5,98 516,98 4,99 83,00 125,78 125,77 125,77 125,77 125,70

16 Sumur 2 8,40 726,18 7,00 52,00 72, 455 72,45 72,45 72,45

17 Sumur 3 10,74 928,04 8,95 53,00 55,30 55,30 55,30

18 Sumur 4 14,06 1214,41 11,71 78,00 105,73 105,72

19 Sumur 5 24,09 2081,40 20,08 57,00 96,09

Luas

Lahan

Irigasi

Nilai HeadElevasi

Sumur

Bor

DebitNo

Nama

Sumur

72 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72

sumur ini berada di Desa Jati Bali

Kecamatan Ranomeeto Barat.

2. Pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya

penambahan sumur mengakibatkan tekanan

berkurang secara keseluruhan, proyeksi

penambahan 1 unit sumur dengan

pengambilan 5,98 liter/detik untuk mengairi

areal sawah seluas 4,55 ha, memberikan

dampak terbesar pada penurunan tekanan

airtanah pada sumur P.42 KDI sebesar

0.053 m, selanjutnya penambahan 2 unit

sumur dengan pengambilan 8,40 liter/detik

untuk mengairi sawah seluas 7 Ha, terjadi

penurunan juga terbesar pada sumur P42

KDI sebesar 0.057 m. Sampai dengan

penambahan sumur ke 4 sumur P.42 Kdi

mengalami penurunan sampai dengan 0,06

m. Hal ini dikarenakan sumur P42 adalah

sumur terjauh dari arah hulu sehingga pada

sumur ini sudah mengalami pengurangan

debit akibat pengambilan Sumur lainnya.

Namun berbeda dengan pengambilan di

wilayah Ranomeeto Barat untuk mengairi

68,3 Ha sawah yaitu sebesar 24,09

liter/detik, berdampak besar terhadap sumur

sumur terdekat yaitu P15 KDI dan P 11

KDI, yaitu secara berurutan sebesar 0,336

m, dan 0,198 m.

3. Untuk mempertahankan keberlanjutan dan

fungsi sumur bor yang ada, debit optimun

untuk pemompaan direkomendasikan

sebesar 5,7 lt/det hingga 14,05 lt/det, hal

ini dikarenakan apabila pemompaan lebih

besar dari debit tersebut mengakibatkan

penurunan muka air hingga 0,027 m sampai

0,3 m.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi masukan kepada PAT Balai Wilayah

Sungai Sulawesi IV bahwa dalam pengelolaan

pemanfaatan dan pengembangan Sumur Bor di

masa mendatang harus mempertimbangkan

debit pengambilan sebesar 5,7 lt/det hingga

14,05 lt/det. Jika di butuhkan debit

pengambilan lebih dari 14,05 lt/det maka di

upayakan dengan penambahan 2 sumur atau

lebih di lokasi yang tidak berdekatan.

Penelitian ini juga mengharapkan adanya

pengembangan Studi lanjutan tentang adanya

Studi Analisa keberhasilan Konservasi terha-

dap mempertahankan kondisi Airtanah di

wilayah Studi. Penataan kawasan hijau atau

resapan akan mempengarui jumlah air yang

teresapkan kedalam tanah sebagai satuan

volume air yang menjadi recharge pemodelan

GMS berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2011) Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2011,

Penetapan Cekungan Air Tanah Di

Indonesia, Jakarta; Pemerintah Republik

Indonesia

Anonim (2014) Sulawesi Tenggara Dalam

Angka Tahun 2014, Kendari; BPS

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Asdak, Chay (2007) Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,

Bandung: Gadjah Mada University Press.

Bisri, Muhammad (1988) Aliran Airtanah,

Malang: Himpunan Mahasiswa

Pengairan.

Bisri, Muhammad (2012) Air Tanah, Malang:

Universitas Brawijaya Press.

Jones, Norman L (2003) GMS 4.0 Tutorials,

Environmental Modeling Research

Laboratory: Brigham Young University.

Kodoatie, Robert J (2012) Tata Ruang Air

Tanah, Yogyakarta; Andi Offset.

Ridha, M Nuristyan (2014) Analisa aliran

airtanah dengan menggunakan

Groundwater Modeling System studi

daerah Kecamatan Kejayan Kabupaten

Pasuruan, Jurnal Teknik Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya.