studi sektoral (4) - open_jicareport.jica.go.jpopen_jicareport.jica.go.jp/pdf/11834140_03.pdf ·...
TRANSCRIPT
Studi Implementasi
Rencana Tata Ruang Terpadu
Wilayah Metropolitan Mamminasata
STUDI SEKTORAL (4)
PERTANIAN
KRI International Corp.
Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
Daftar Isi
1. GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN............................................................1
1.1 Sektor Pertanian ..........................................................................................................1
1.2 Sub-sektor Peternakan.................................................................................................5
1.3 Sub-sektor Perikanan...................................................................................................6
1.4 Sub-sektor Kehutanan .................................................................................................7
1.5 Sub-sektor Irigasi ........................................................................................................8
2. ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN..................................................................................10
2.1 Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan ....................................................10
2.2 Gambaran Umum Produk Pertanian .........................................................................11
2.3 Isu-Isu yang akan Dikemukakan ...............................................................................15
3. RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA ..........17
3.1 Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan ...........................................17
3.2 Tata Guna Lahan Pertanian Strategis ........................................................................17
3.3 Pengembangan Perikanan dan Peternakan................................................................24
3.4 Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan ............................................................26
3.5 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB .................................................................29
4. PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI .................................................................30
4.1 Program Aksi Jangka Pendek....................................................................................30
4.2 Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang ..............................................31
4.3 Rekomendasi untuk Dilaksanakan ............................................................................33
Lampiran 1 Luas Produksi Tanaman di Mamminasata
Lampiran 2 Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products)
Lampiran 3 Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-1
1. GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN
1.1 Sektor Pertanian
1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Propinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu lumbung pangan terpenting di Indonesia. Secara khusus, Propinsi Sulawesi Selatan memasok padi dan tanaman pangan lainnya untuk propinsi lain di Sulawesi. Selain itu, wilayah Mamminasata memainkan peranan penting sebagai pintu gerbang bagi produk-produk pertanian dan perikanan ke wilayah-wilayah lain dan negara-negara asing.
Di seluruh wilayah propinsi ini, sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar pada struktur PDRB yang menampung tenaga kerja lebih dari 1,83 juta jiwa atau 57% dari angkatan kerja tahun 2003. Kecuali Kota Makassar, sektor pertanian di tiga kabupaten menyumbang sekitar 45% pada struktur PDRB seperti pada Tabel 1-1.
Tabel 1-1 Sumbangan Sektor Pertanian pada PDRB menurut Kabupaten/Kota (2003)
Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Pertanian (Juta Rp.)
Persentase terhadap PDRB
PDRB menurut Kabupaten/Kota
(Juta Rp.) Makassar 74.408 2,2 3.442.520 Maros 183.471 44,2 415.111 Gowa 260.494 45,0 579.436 Takalar 112.659 43,5 259.115 Total 631.032 13,4 4.696.182 Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
Sektor pertanian terdiri atas empat sub-sektor yaitu tanaman pangan/non-tanaman pangan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tabel 1-2 berikut menunjukkan struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 20021. Di Maros dan Takalar, sub-sektor tanaman pangan/ non-tanaman pangan dan perikanan menyumbang lebih dari 95%, sementara di Gowa hampir mencapai 95%.
Tabel 1-2 Struktur Pertanian menurut Sub-sektor (2002)
Persentase terhadap Pendapatan Sektor Pertanian Sub-sektor Makassar Maros Gowa Takalar Tanaman Pangan/ Non-Tanaman Pangan N/A 48,4 94,9 48,9Peternakan N/A 4,7 4,3 4,2Kehutanan N/A 0,2 0,03 0,04Perikanan N/A 46,7 0,7 46,9
Total - 100,0 100,0 100,0Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2002 dan 2003
Luas kepemilikan lahan diperkirakan rata-rata sekitar 1,28 ha/rumah di tingkat propinsi, dimana lahan sawah menempati sekitar 0,55 ha (43%), sedangkan rumah
1 Data tentang struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 2003 tidak tersedia pada dokumen sumber.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-2
tangga yang memiliki kurang dari 0,5 ha adalah sekitar 29% dari total kepemilikan lahan2.
2) Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di Mamminasata saat ini diperkirakan seperti pada Tabel 1-3.
Tabel 1-3 Tata Guna Lahan di Mamminasata Saat Ini
(Unit: ha)Kategori Makassar Maros Gowa Takalar Total Daerah Perkotaan 9.090 1.280 3.780 780 14.930 Kawasan Permukiman 7.310 1.280 3.780 770 13.140 Komersil 810 0 0 10 820 Bisnis/Perkantoran 470 0 0 0 470 Kawasan Perindustrian 500 0 0 0 500Pertanian 3.980 36.900 38.670 26.490 106.050
Tanaman Campuran Teririgasi 100 0 7.070 3.320 10.500
Sawah Irigasi 830 0 18.870 8.450 28.140 Tanaman Campuran 830 7.580 8.040 8.540 24.990 Persawahan 2.220 29.290 1.690 6.190 39.390 Perkebunan 0 30 3.000 0 3.030Kawasan Hijau 430 46.610 14.300 10.440 71.780 Padang Rumput 0 1.180 0 1.000 2.180 Semak 0 3.830 470 0 4.300 Hutan 430 41.600 13.830 9.440 65.310
Perairan 2.690 8.760 5.480 3.620 20.550 Sungai 750 1.990 1.430 850 5.020 Daerah Berawa/Tambak 1.840 6.770 0 2.670 11.280 Waduk 90 0 4.050 110 4.250
Lain-lain 1.790 11.030 9.980 13.640 36.440 Lahan Kering 850 10.300 9.970 13.610 34.730 Bukit Pasir 70 0 0 0 70 Ruang Terbuka 870 730 10 30 1.640 Total 17.980 104.860 72.210 54.980 250.030
Sumber: Badan Pertanahan Negara
Luas lahan pertanian di Mamminasata diperkirakan berkisar 106.050ha, yang berarti sekitar 42% dari total luas lahan. Sebagian besar lahan tanaman campuran dan sawah irigasi berada pada sistem irigasi teknis Proyek Irigasi Bili-Bili. Lahan tanaman campuran, sawah, dan perkebunan merupakan lahan pertanian semi-teknis, non-teknis, dan tadah hujan.
Sejumlah besar lahan di Maros, Takalar, dan Makassar, digunakan sebagai tambak dimana budidaya tambak dikembangkan secara intensif. Kawasan hijau (padang rumput, semak-semak, dan hutan) terhampar luas di Maros, dimana produk-produk kayu dan madu diproduksi.
2 Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA Maret 2004.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-3
3) Produksi Pertanian
Tanaman pangan utama di Sulawesi Selatan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah. Dari tanaman-tanaman pangan tersebut, Sulawesi Selatan menyumbang sekitar 40% pada stok padi nasional. 3 Daerah penghasil padi utama adalah kabupaten Bone, Wajo, dan Pinrang yang menyumbang lebih dari 30% dari total volume produksi di tingkat propinsi.
Tabel 1-4 Luas Lahan dan Produksi Padi
Luas Panen (ha) Produksi (ribu ton) Panen (ton/ha) 1999 2003 1999 2003 1999 2003
Sulawesi Selatan 902.286 847.305 3.870,0 4.003,1 4,29 4,72 Makassar 4.139 2.269 19,5 11,5 4,71 5,07 Maros 39.757 38.590 218,6 213,2 5,50 5,52 Gowa 45.953 49.060 205,9 232,5 4,48 4,74 Takalar 23.857 21.374 124,0 118,7 5,20 5,55
Total 4 Kabupaten/Kota 113.706 111.293 568 575,9 5,00 5,17 Persentase terhadap Propinsi 12,6% 13,1% 14,7% 14,4% - -
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
Seperti terlihat pada Tabel 1-4 di atas, Mamminasata menyumbang sekitar 14,4% pada produksi padi propinsi yang jumlahnya relatif kecil. Meskipun demikian, unit produksinya mencapai 5,17 ton/ha, melebihi angka rata-rata propinsi yang berada pada kisaran 4,72 ton/ha pada tahun 2003. Budidaya padi dengan irigasi menyumbang sekitar 89%, dan sisanya (11%) adalah budidaya padi pada sawah tadah hujan.
Produksi jagung dalam lima tahun terakhir sangat populer terutama di Gowa dan Takalar, karena peningkatan permintaan untuk penggilingan pakan ternak. Pada tahun 2003, lebih dari 90% (150.000 ton) jagung diproduksi di Gowa dan Takalar. Kabupaten Gowa merupakan salah satu produsen ubi kayu terbesar yang menyumbang lebih dari 33% untuk produksi tingkat propinsi, dan 46% untuk tingkat Mamminasata. (lihat juga Lampiran-I).
Tabel 1-5 Produksi Tanaman Pangan Lainnya (2003)
Luas Panen (ha) Produksi (ton) Tanaman Propinsi Mamminasata (%) Propinsi Mamminasata (%) Jagung 213.818 34.818 (16%) 650.832 161.578 (25%) Ubi Kayu 40.808 14.927 (37%) 590.717 271.319 (46%) Ubi jalar 5.748 768 (13%) 61.789 16.967 (27%) Kcg. Tanah 43.385 3.867 (9%) 52.763 5.650 (11%) Kedelai 16.992 1.327 (8%) 24.140 1.890 (8%) Kcg. Hijau 33.180 11.180 (34%) 38.608 8.055 (21%)
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
3 Direktori Sulawesi Selatan, Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, 2004.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-4
Paddy(Wet&Dry)
Maize
Cassava
0
100
200
300
400
500
600
700
2000 2001 2002 2003Year
1,00
0 To
n
Cowpea
Groundnuts
Mungbean
Soybean
SweetPotato
0
5
10
15
20
2000 2001 2002 2003Year
1,00
0 To
n
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Gambar 1-1 Tren Produksi Tanaman Pangan di Mamminasata
Gambar 1-1 menunjukkan tren produksi tanaman pangan utama selama periode 2000-2003. Padi, jagung dan ubi kayu telah mencapai produksi yang relatif stabil, sedangkan produksi kedelai dan kacang tanah mengalami penurunan.
Tanaman perkebunan telah dibudidayakan secara luas, misalnya kopi di Gowa, tebu, kelapa, jambu mete dan kapok di Gowa dan Takalar. Namun demikian, sebagian besar produksi tanaman perkebunan tersebut dikelola pada lahan perkebunan skala kecil, dan sebagaimana yang diamati, perkebunan berskala besar hanya budidaya tebu di Takalar.
Salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan adalah kakao, meski skala produksinya di Mamminasata relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah-daerah di utara Sulawesi Selatan (misalnya, Mamuju, Luwu Utara, Polmas dan Bone).
Gambar 1-2 menunjukkan tren produksi tanaman perkebunan utama. Produksi kelapa, kopi, jambu mete dan kakao sedikit meningkat sejak tahun 1999, sedang tebu merosot di tahun 2000-2002.
Coffee
Cacao
Cashew
Coconuts
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
1999 2000 2001 2002 2003
Year
Ton
Sugarcane
01020304050607080
1999 2000 2001 2002 2003Year
1,00
0 To
n
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Gambar 1-2 Tren Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Mamminasata
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-5
Produksi buah-buahan juga berjalan dengan baik di Mamminasata, misalnya, mangga, pepaya, jeruk, dan pisang, serta markisa (di Gowa). Tana Toraja dan Gowa (Malino) merupakan produsen buah-buahan utama (lihat juga Lampiran-I).
Produksi sayur-mayur berlangsung sangat intensif di Gowa, diikuti oleh Maros. Sayur-mayur biasanya dibudidayakan sebagai sarana penyambung hidup oleh petani. Meski demikian, kelebihan produksi juga dipasarkan terutama di pusat-pusat kota di Makassar.
1.2 Sub-sektor Peternakan
Hewan ternak yang paling banyak dikembangbiakkan di Mamminasata adalah sapi potong, kerbau, kambing, itik dan ayam, sedangkan sapi perah, kuda, domba dan babi dikembangbiakkan dalam jumlah relatif kecil seperti terlihat pada Tabel 1-6.
Tabel 1-6 Populasi Hewan Ternak (2003) (Unit: ekor)
Sapi Perah
Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Itik Ayam
Potong Ayam
KampungMakassar 29 1.322 665 126 4.152 0 3.247 36.669 9.058 300.567Maros 0 40.488 10.465 4.403 17.490 0 60 311.511 318.709 773.304Gowa 0 70.572 22.568 8.380 17.822 0 5.159 215.913 709.680 831.217Takalar 0 17.392 5.137 1.079 20.237 7 0 101.867 236.900 359.952
Total 29 129.774 38.835 13.988 59.701 7 8.466 665.960 1.274.347 2.265.040Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Pengembangbiakan sapi perahan hanya dilakukan di Makassar, dan jumlahnya pun sangat terbatas yakni 29 ekor. Jumlah ini menunjukkan bahwa produksi susu tidak begitu aktif di Mamminasata. Sedangkan sapi potong, kerbau dan kuda dikembangbiakkan terutama sebagai hewan peliharaan untuk keperluan pertanian dan transportasi.
Tabel 1-7 Produksi Hewan Ternak di Mamminasata (2003) (Unit: ton)
Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Babi Itik Ayam
PotongAyam
Kampung Ayam Petelur
Itik Petelur
Makassar 2.590 1.789 0 59 829 26 186 183 2.927 294Maros 234 214 0 0 0 199 221 472 1.466 1.930Gowa 1.953 427 10 9 0 149 512 531 829 1.220Takalar 199 210 76 0 0 18 137 270 762 281Total 4.976 2.639 85 68 829 392 1.057 1.457 5.984 3.725
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Produksi sapi potong, kerbau, babi dan ayam petelur terkonsentrasi di Makassar, sedangkan ayam potong, itik potong dan itik petelur diproduksi secara intensif di Maros dan Gowa. Kambing, ayam, itik dan telur dipasarkan secara lokal untuk konsumsi rumah tangga.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-6
1.3 Sub-sektor Perikanan
Produksi perikanan di Sulawesi Selatan berada pada posisi ketiga terbesar di Indonesia dan merupakan sub-sektor terbesar kedua di Mamminasata. Perikanan laut menyumbang sekitar 20,4% dari volume produksi tingkat propinsi, diikuti oleh budidaya tambak air payau. Total produksi perikanan di Sulawesi Selatan meningkat kira-kira 8% pada tahun 2000-2003. Total produksinya sebesar 468.000 ton. Takalar merupakan daerah penghasil ikan terbesar yang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Perikanan darat, kecuali budidaya tambak air payau, tidak begitu populer. Ini menunjukkan bahwa permintaan di tingkat propinsi terhadap ikan laut lebih tinggi daripada ikan air tawar.
Tabel 1-8 Produksi Perikanan di Mamminasata (2003)
Perikanan Darat Wilayah Adminstratif
Perikanan Laut Tambak Air
Payau Tambak Air
Tawar Tambak Sawah Danau Sungai Rawa
Total (ton)
Sulawesi Selatan 354.425 122.571 2.301 3.925 14.252 2.102 6.057 505.633Makassar 17.958 373 0 0 0 0 0 18.331Maros 14.743 9.219 9 16 0 0 0 23.986Gowa 0 60 88 119 0 101 77 444Takalar 39.544 7.540 0 0 0 0 0 47.083
Mamminasata 72.244 17.192 96 135 0 101 77 89.844Persentase terhadap Propinsi 20,4% 14,0% 4,2% 3,4% 0,0% 4,8% 1,3% 17,8%
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
Produk ikan laut sangat beragam, misalnya ikan terbang, tuna, cakalang, cumi-cumi, kepiting dan lain sebagainya. Ada peraturan do Kota Makassar yang membatasi penangkapan ikan laut dalam rangka konservasi sumberdaya kelautan melalui penetapan berbagai aturan dan program pendukung, meskipun penerapannya tidak efektif. Budidaya tambak air payau dilakukan secara sangat intensif di Maros dan Takalar. Produksi ikan mujair (mozambique tilapia) adalah yang paling populer, menyumbang sekitar 33,8% dari produksi tingkat propinsi.
Tabel 1-9 Produksi Budidaya Ikan Air Payau (2003)
Wilayah Administratif Mujair Bandeng Balanak Kakap
Putih Lainnya Total (ton)
Sulsel 3.073 59.128 201 82 3.668 66.151 Makassar 5 158 7 33 203 Maros 725 5.933 0 229 6.887 Gowa 0 36 0 5 41 Takalar 309 1.796 0 228 2.333
Total 4 Kab/Kota 1.040 7.923 7 0 495 9.464 Persentase thdp Propinsi 33,8% 13,4% 3,3% 0,0% 13,5% 14,3%
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-7
Budidaya udang berkembang sangat baik di sepanjang pantai barat Sulawesi Selatan, dengan kabupaten Pinrang sebagai pusatnya. Budidaya udang windu cukup aktif di Maros. Belakangan ini, produksi udang mengalami penurunan akibat adanya serangan penyakit. Pemerintah propinsi telah meluncurkan beberapa program pendukung budidaya udang dengan menyiapkan buku petunjuk mengenai pengelolaan budidaya ikan yang baik.4
Tabel 1-10 Produksi Budidaya Krustacea (Udang, Kepiting) di Air Payau (2003)
Wilayah Administratif
Udang Windu
Udang Jerbung
Udang Dogol
Udang Rebon
Kepiting Lumpur
Total (ton)
Sulsel 14.840 1.184 3.185 129 2.092 21.430Makassar 134 7 0 0 30 170Maros 1.830 0 503 0 0 2.332Gowa 15 0 0 0 4 19Takalar 98 79 56 0 0 233
Total 4 Kab/Kota 2.077 86 559 0 33 2.755Persentase terhadap Propinsi 14,0% 7,2% 17,6% 0,0% 1,6% 12,9%
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
Produksi rumput laut meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Takalar memproduksi hampir 5.000 ton pada tahun 2003. Budidaya rumput laut juga terlihat jelas di Maros. Daerah-daerah di luar Mamminasata, seperti Bantaeng, Selayar, Sinjai, dan Mamuju memproduksi 30.000 ton rumput laut pada tahun yang sama. Budidaya rumput laut semakin meningkat, rumput laut tersebut diekspor terutama untuk keperluan bahan baku agar-agar dan bahan campuran kosmetik.
1.4 Sub-sektor Kehutanan
Sumberdaya hutan berada di daerah pegunungan Maros dan Gowa seperti ditunjukkan pada Tabel 1-11 di bawah ini.
Tabel 1-11 Sumberdaya Kehutanan (2003) (Unit: ha)
Wilayah Administratif
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi
Biasa Hutan PPA Hutan
Konversi Total
Sulawesi Selatan 1.928.597 811.105 203.816 208.301 102.073 3.253.892Makassar 0 0 0 0 0 0Maros 25.817 7.886 25.765 9.041 0 68.509Gowa 24.226 13.445 22.100 3.309 0 63.080Takalar 86 0 3.482 4.696 0 8.264
Total 4 Kab/Kota 50.129 21.331 51.347 17.046 0 139.853Persentase terhadap Propinsi 2,6% 2,6% 25,2% 8,2% 0,0% 4,3%
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
4 Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya (Udang Windu), Dinas Perikanan & Kelautan, Prop. Sul-Sel,
2003.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-8
Tercatat hampir seperempat dari hutan produksi biasa terkonsentrasi di Maros dan Gowa, dimana produk-produk hutan seperti kayu, damar, rotan dan budidaya lebah madu5 dikembangkan.
1.5 Sub-sektor Irigasi
Daerah-daerah irigasi potensial yang ada di propinsi Sulawesi Selatan adalah seluas 503.748 ha, yang mencakup 320.907 ha pada 250 sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan 182.841 ha pada 1.287 sistem irigasi pedesaan. Sistem irigasi yang dibangun pemerintah terdiri atas 57 sistem irigasi teknis dengan daerah irigasi potensial seluas 237.657 ha, 132 sistem irigasi semi-teknis dengan daerah irigasi potensial seluas 72.981 ha, dan 61 sistem irigasi sederhana dengan daerah irigasi potensial seluas 10.269 ha.6
Di Mamminasata, proyek pengembangan wilayah sungai Jeneberang telah dilaksanakan dengan bantuan finansial dari OECF (sekarang JBIC) sejak 1983. Waduk Serbaguna Bili-Bili dibangun pada 1986-1987, diikuti dengan pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi Bili-Bili. Sistem irigasi Bili-Bili terdiri atas tiga sub-sistem yaitu Bili-Bili (yang sudah ada), Bissua (baru) dan Kampili (yang sudah ada).
Lokasi proyek irigasi Bili-Bili terbentang di daerah hilir Sungai Jeneberang, sebagian besar di Takalar dan Gowa, dan sebagian kecil di Makassar. Luas kotor daerah layanan irigasi tersebut adalah 45.500 ha, sedangkan luas bersihnya adalah 23.602 ha,7 seperti ditunjukkan pada Tabel 1-12.
Tabel 1-12 Luas Kotor dan Luas Layanan Irigasi Bili-Bili
Sistem Irigasi Luas Bersih (ha) Luas Layanan Irigasi (ha) Bili-Bili (yang ada) 7.050 2.369 Bissua (yang ada dan baru) 20.000 10.686 Kampili (yang ada) 18.450 10.547
Total 45.500 23.602 Sumber: (i) Laporan Desain Akhir. Supervisi Desain & Konstruksi Proyek Irigasi Bili-Bili,
Desember 1999, dan (ii) Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA 2004
5 Kegiatan budidaya lebah-madu merupakan wewenang Dinas Kehutanan dan produk-produk olahan madu di Maros dipilih sebagai salah satu komoditas unggulan untuk Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas), yang disponsori bersama oleh sektor swasta dan pemerintah propinsi.
6 Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA 2004 7 Menurut kantor proyek irigasi Bili-bili, luas sebenarnya sedikit lebih luas dari itu karena adanya irigasi pompa pada
blok-blok tersier.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-9
Gambar 1-3 Sistem Irigasi Teknis yang Ada (Proyek Irigasi Bili-Bili) di Mamminasata
Luas bersih rata-rata lahan pertanian yang ada di wilayah proyek irigasi Bili-Bili berkisar 0,3~0,5 ha, meskipun 50% petani hanya memiliki lahan kurang dari 0,45 ha.8 Sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani. Rasio rata-rata petani yang memiliki lahan berkisar 88% (1993), bervariasi dari 91% di Gowa sampai 73 % di Makassar.
Pola tanam yang diterapkan di wilayah proyek irigasi Bili-Bili adalah tiga kali tanaman beririgasi setahun, yakni dua kali tanaman padi rendeng dan gadu (200%) dan sebagian tanaman palawija (40%). Palawija yang ditanam terdiri atas kedelai (15%), kacang hijau (10%), kacang tanah (8%) dan jagung (7%). Perkiraan hasil panen padi berkisar 5,5 tons/ha pada musim padi rendeng dan 6,0 ton/ha pada musim padi gadu. Keuntungan kotor dan bersih (diluar biaya tenaga kerja keluarga) diperkirakan sekitar Rp. 13,2 juta/ha (setara dengan US$ 1.833/ha) sesuai dengan hasil studi kelayakan (1999).
8 Berdasarkan hasil dengar pendapat di Kantor Proyek Irigasi Bili-Bili di bulan Juni 2005.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-10
2. ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN
2.1 Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan
Gambar 2-1 dan 2-2 menunjukkan konsumsi kalori harian per kapita di daerah perkotaan Propinsi Sulawesi Selatan selama periode 1993-2002.
Gambar 2-1 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk Sereal (Daerah Perkotaan) di Indonesia dan Sulawesi
Selatan
Gambar 2-2 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk Sumber Makanan Lainnya (Daerah Perkotaan) di
Sulawesi Selatan Sumber: Konsumsi Kalori dan Protein Indonesia dan Propinsi (Susenas), 1999 dan 2002, BPS.
Dari kedua grafik di atas diketahui bahwa konsumsi kalori untuk sereal (nasi) menurun, sedangkan total konsumsi kalori rata-rata harian per kapita meningkat. Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa kebutuhan pangan per kapita cenderung meningkat, kecuali untuk sereal, dan tren ini bisa diterapkan di Mamminasata. Konsumsi pangan di Mamminasata akan bervariasi, beralih ke pola konsumsi sedikit nasi dan lebih banyak konsumsi daging, sayuran, buah-buahan, minyak dan makanan olahan siap saji. Tabel 2-1 menunjukkan kecenderungan umum kebutuhan pangan di Sulawesi Selatan dan Mamminasata.
Tabel 2-1 Tren Kebutuhan menurut Jenis Pangan
Jenis Pangan Tren Sereal Ikan Daging Telur dan Susu Sayuran Kacang-kacangan/Umbi-umbianBuah-buahan Minyak dan Lemak Minuman Makanan dan Minuman Jadi Total (Kilo kalori/kapita/hari)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
1993 1996 1999 2002 Year
KC
al.
National Average South Sulawesi Average
Average Daily Per Capita Calorie
Calorie from Cereals
0
50
100
150
200
250
1993 1996 1999 2002 Year
KC
al.
Fish MeatEggs and Milk VegetablesLegumes/Tubers FruitsOil and Fats Beverage StuffsPrepared Food and Beverages
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-11
2.2 Gambaran Umum Produk Pertanian
Propinsi Sulawesi Selatan memiliki sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan yang melimpah. Sebagian besar komoditas memiliki jenis-jenis penggunaan dan pengolahan seperti ditunjukkan pada Lampiran-II. Namun demikian, tingkat pemanfaatannya masih lebih rendah dari target yang diharapkan propinsi9.
1) Tanaman Pangan
Beras merupakan makanan pokok paling penting di Indonesia. Padi hasil panen biasanya dikeringkan dan digiling di penggilingan padi dimana pedagang kota datang membelinya untuk dijual ke konsumen. Kulit padi yang dihasilkan selama proses penggilingan digunakan untuk makanan ternak. Sebagai produk yang siap konsumsi, beras juga diolah menjadi mie dan makanan ringan. Beberapa perusahaan mie yang bahan dasarnya terbuat dari beras sudah beroperasi di Makassar dan Maros.
Jagung ditanam untuk konsumsi manusia dan makanan ternak. Sekitar 50% dari produksi jagung propinsi diolah menjadi makanan unggas. Di Mamminasata, ada dua pabrik pengolahan makanan ternak (Investasi AS - Japfa Comfeed dan Cargill). Baru-baru ini, Lembaga Keuangan Internasional (IFC) memprakarsai Program Mata Rantai Agribisnis (ALP) untuk jagung/unggas dan kakao bekerjasama dengan PENSA (Program Bantuan untuk UKM di Indonesia Timur). Program tersebut bertujuan untuk memperkuat rantai nilai agribisnis melalui pemberian bantuan teknis kepada para petani jagung dan industri ternak unggas berskala kecil. IFC melaporkan bahwa kerugian pemasaran relatif tinggi akibat proses pengeringan yang tidak tepat serta kehilangan selama proses pengangkutan.
Ubi Kayu dimanfaatkan untuk berbagai jenis produk olahan, misalnya tapioka, keripik, kanji untuk obat nyamuk bakar, ubi kering untuk makan ternak, glukosa, sirup maltose, alkohol dan aseton. Permintaan ubi kayu sebagai komoditas pangan dan bahan kimia sangat tinggi.
Kedelai dikenal luas sebagai bahan baku tahu, tempe, susu kedelai dan minyak goreng. Jerami dan polongnya juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan makanan ternak. Di Mamminasata, terdapat pabrik pengolahan tahu/tempe dan saus kedelai, sedang pabrik pengolahan minyak kedelai belum ada.
2) Tanaman Perkebunan/Tanaman Buah
Kakao (coklat) umumnya diekspor dalam bentuk biji kakao. Di Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 20 perusahaan eksportir. Beberapa perusahaan mengolah biji kakao
9 Pada tahun 2003, Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan meluncurkan Program Pembangunan Agri-bisnis Hortikultura
untuk sejumlah tanaman pilihan. Rincian kegiatan dan kondisi perkembangannya belum terindentifikasi.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-12
menjadi mentega kakao berbentuk bubuk. Secara umum, kualitas kakao Sulawesi Selatan dianggap rendah dalam hal cita rasa akibat buruknya penanganan pasca-panen (fermentasi) terhadap varietas asli Malaysia ini di tingkat petani, serta pada proses pengangkutan. Tidak adanya perbedaan harga antara biji kakao hasil fermentasi dan tanpa fermentasi yang ditawarkan oleh para pedagang menyebabkan para petani menjadi tidak termotivasi dalam mengupayakan perbaikan mutu. Pemerintah pusat belum lama ini menetapkan standar nasional untuk para produsen kakao, dan tenaga-tenaga sosialisasi ditugaskan untuk memberikan penyuluhan tentang standar tersebut di tingkat propinsi.
Budidaya Kelapa dan industri kelapa terpadu direkomendasikan dalam studi yang dilaksanakan oleh Universitas Hasanuddin. 10 Studi tersebut merekomendasikan pengembangan industri kelapa untuk minyak kelapa mentah (crude coconut oil), serat kelapa, sirup kelapa, tempurung kelapa, nata de coco, papan dan berbagai produk sampingan lainnya, secara khusus, di Polewali, Mamuju, Luwu Utara dan Selayar. Studi tersebut juga menyarankan agar membangun industri hilir di Pare-Pare dan Makassar untuk mengolah produk-produk yang diperuntukkan bagi konsumen di perkotaan, seperti asam bebas lemak, jok mobil, karbon aktif, santan beku, tepung, kerajinan tangan dan aneka produk kelapa siap pakai.
Tebu: Pabrik gula (3.000 ton/hari) terletak di Takalar. Pabrik Gula Takalar hanya beroperasi selama 70 hari atau bahkan 50 hari dalam setahun karena kurangnya pasokan tebu. Dari 6.000 ha lahan perkebunan tebu yang dimiliki, hanya 4.000 ha saja yang ditanami. Tanaman tebu yang mendapatkan air irigasi hanya sekitar 400 ha. Berbagai masalah berakar dari manajemen pabrik gula tersebut. Sebagian petani kontrak ingin beralih menanam jagung karena keuntungan yang diperoleh dari penanaman tebu yang tidak beririgasi tersebut sedikit.
Markisa merupakan komoditas tradisional di Sulawesi Selatan. Terdapat sejumlah perusahaan skala kecil yang memproduksi jus markisa. Markisa yang diproduksi di Gowa kualitasnya lebih rendah dari markisa Tana Toraja dalam hal keseimbangan antara rasa manis dan asam. Permintaan dalam negeri (ke pulau Jawa) dan ekspor ke negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Australia cukup tinggi (untuk markisa setengah jadi yang isinya dikeruk bersama bijinya).
Jambu Mete merupakan salah satu produk bernilai tinggi jika diolah secara tepat. Pemanfaatan produk berbahan jambu mete bermacam-macam, antara lain kacang mete, minyak industri yang digiling dari kulit jambu mete, buah jambu mete (cashew
10 Rancangan Laporan Akhir Cetak Biru Rencana Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan di Sulawesi Selatan,
Juli 2004. Pusat Penelitian Universitas Hasanuddin. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdaganan Propinsi, perusahaan-perusahaan minyak kelapa terdapat di Bulukumba, Luwu, Polmas, Soppeng, Majene, dan Selayar.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-13
apple) sebagai makanan ternak dan pupuk organik. Sampai saat ini, sudah ada enam perusahaan pengolahan kacang mete yang beroperasi di Makassar. Meskipun demikian, hanya dua diantaranya yang betul-betul aktif beroperasi. Salah satu alasan mengapa kedua perusahaan tersebut mampu bertahan adalah karena perusahaan-perusahaan tersebut bekerjasama dengan produsen jambu mete sehingga keduanya dapat membeli kacang mete yang belum dikupas dari para produsen tersebut, sehingga biaya pengolahan dapat dikurangi. Kualitas produk kacang mete dalam bentuk produk siap konsumsi umumnya rendah, sementara itu kulit jambu mete dibuang atau digunakan sebagai pupuk organik. Selain itu, beberapa pedagang mengumpulkan jambu mete tanpa kulit dan mengekspornya ke India untuk digiling menjadi minyak industri dan kacang mete yang diolah dengan baik sehingga semakin meningkatkan andil pasar global India.
3) Produk Peternakan
Lahan penggembalaan ternak intensif terdapat di Bone, Gowa dan Polmas. Hewan ternak dibawa ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan melalui Pelabuhan Pare-Pare. Kambing dapat menghasilkan berbagai macam produk (kulit dan susu). Ayam dan itik hewan ternak kecil yang dapat menghasilkan daging segar/beku, daging cincang, makanan instan, rempah-rempah, makanan pembuka, dan bulunya dapat dibuat pakaian. Secara khusus, konsumsi daging ternak dan ayam di daerah perkotaan tergolong tinggi, sekitar 8 ton daging per hari dibutuhkan oleh warga Makassar. Namun, pasokan daging baru mencapai 3-4 ton per hari. 11 Ini menunjukkan rendahnya kapasitas produksi di dan sekitar daerah perkotaan, unit produksi berskala kecil, atau sistem pemasaran yang tidak tepat.
4) Produk Perikanan
Terdapat sejumlah perusahaan penyedia layanan cold storage (penyimpanan beku) di Mamminasata. Sebagian besar adalah eksportir udang dan ikan beku ke negara-negara Eropa, AS, Jepang, China (Hong Kong), Taiwan, Korea, Singapur, Malaysia, Thailand dan Australia. Tuna segar juga diekspor ke Hong Kong dan Jepang. Dilaporkan bahwa sekitar 50% dari total produksi perikanan di Sulawesi Selatan dipasarkan di Makassar, dimana 60% merupakan konsumsi lokal dan 40% diekspor.
Ikan laut/darat juga bisa diolah menjadi berbagai jenis produk seperti bakso ikan, tepung ikan, ikan asin dan sebagainya. Sebagian kecil produk ikan dan udang laut/darat dialihkan untuk pemeliharaan bibit ikan dan udang dalam bentuk budidaya tambak. Sebenarnya, usaha pembiakan udang dan ikan bandeng terdapat di daerah
11 Pembangunan Daerah Makassar 2002-2003.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-14
pesisir pantai Takalar. Meski demikian, aktivitasnya tidak terlalu luas karena lemahnya manajemen dan kurangnya jaringan bisnis. Oleh karena itu, fleksibilitas produksi dan keragaman industri pengolahan di Mamminasata masih tetap rendah. Tidak ada pabrik pengalengan yang memproduksi barang-barang siap konsumsi.
Ada dua perusahaan pengolahan rumput laut di Mamminasata; satu di Maros dan satunya lagi di Takalar. Karena sebagian besar permintaan ekspor adalah bahan baku untuk agar-agar (gelatin) dan bahan campuran kosmetik, maka metode pengolahannya sangat sederhana (hanya berupa serpihan atau tepung). Dengan demikian, peluang untuk memproduksi barang-barang jadi yang bernilai tambah lebih untuk ekspor sangat terbuka. Usaha rumput laut memberikan hasil yang lebih tinggi (Rp. 300-500.000/kapita/bulan tergantung musim) bagi petani atau nelayan, dan untuk masuk ke bisnis ini cukup mudah. Beberapa produsen mangga di sekitar pesisir pantai Takalar beralih ke bisnis ini, sambil tetap memelihara pohon mangga, meski tidak secara sungguh-sungguh.
Tahun 2001, Penaksiran Stok Ikan Laut Nasional12 dilakukan di Selat Makassar dan Laut Flores. Survei tersebut mengungkapkan bahwa 72% dari potensi sumberdaya ikan telah terekspolitasi pada tahun 2001, meningkat dari 67% pada tahun 1997. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa beberapa jenis ikan telah tereksploitasi melebihi perkiraan daya produksinya.
Juga terdapat isu-isu mengenai prasarana perikanan seperti berikut :
(a) Terdapat dua tempat pelelangan ikan besar yang tidak memiliki cold storage di Galesong, Takalar (utara dan selatan). Terdapat juga pelabuhan ikan yang relatif baru di bangun oleh pemerintah di dekat pelelangan ikan di utara, namun tidak dimanfaatkan secara intensif oleh para nelayan. Pemerintah propinsi berencana untuk memperbaharui dan menggabungkan kedua pelelangan ikan tersebut dengan membangun cold storage berskala besar.
(b) Di Makassar, terdapat dua tempat pelelangan ikan (TPI), yakni Paotere dan Rajawali. Karena kapasitas kedua TPI tersebut terbatas, maka pemerintah propinsi berencana untuk membangun TPI baru di Barambong dan telah menyiapkan anggaran untuk studi kelayakan. Meski demikian, rencana tersebut perlu dikaji ulang karena bertentangan dengan rencana peruntukan lahan komersial dan permukiman yang telah dipersiapkan di Barambong.
5) Kehutanan
Hasil hutan sangat beragam, misalnya damar dari pohon cemara untuk keperluan
12 Penaksiran stok ikan di perairan Indonesia, Badan Penelitian Perikanan dan Kelautan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi LIPI, Kementerian Perikanan dan Kelautan Indonesia, 2001.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-15
industri kimia, perabot bambu/rotan, kerajinan tangan dari kayu, produk dari madu seperti suplemen nutrisi (propolis, royal jely). Meski demikian, kualitas produk dari kayu relatif rendah jika dibandingkan produk dari pulau Kalimantan karena perbedaan jenis tanah dan rendahnya kualitas bibit. Pusat penelitian diharapkan dapat menetapkan sertifikasi yang ilmiah terhadap bibit-bibit yang potensial. Perkembangan industri perabot dari kayu/rotan di Sulawesi Selatan agak lambat karena rendahnya mutu desain dan kualitas, hal ini terutama diakibatkan oleh kurangnya keterampilan dan buruknya peralatan.
2.3 Isu-Isu yang akan Dikemukakan
Isu-isu yang perlu mendapatkan perhatian khusus pada sektor pertanian dan perikanan adalah sebagai berikut:
(1) Tren Permintaan dan Penawaran terhadap Produk Pertanian
(a) Kebutuhan atas sereal, khususnya padi, menunjukkan tren yang menurun selama dekade yang lalu dan akan terus turun pada dekade selanjutnya.
(b) Sumber konsumsi protein kelihatannya akan beralih dari sereal ke daging (sapi, dan unggas), ikan, dan susu.
(c) Kebutuhan atas sayuran, makanan dan minuman olahan meningkat, dan akan terus berlanjut pada dekade selanjutnya.
(d) Konsumsi makanan di Mamminasata sepertinya mengikuti pola khas daerah perkotaan, pola konsumsi makanan yang beragam menunjukkan perlunya produksi (pasokan) produk pertanian yang juga beragam untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
(2) Pihak produsen
(a) Kurangnya fasilitas pasca-panen, terutama tempat pengeringan dan penyimpanan padi, memperburuk mutu hasil panen dan menyebabkan kerugian pada saat panen di sawah.
(b) Tidak ada sistem pemasaran yang teratur untuk hasil-hasil panen . Sebagian besar produsen menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul (off-gate) dengan harga yang lebih rendah. (Insentif harga bagi produsen rendah).
(c) Informasi pasar ke produsen kurang dan harga ditentukan oleh perantara.
(d) Para petani tidak peduli dengan kualitas buah-buahan, sayuran, dan tanaman perkebunan dan sepertinya puas dengan pendapatan yang biasa-biasa saja.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-16
(e) Mutu varitas bibit rendah, memandekkan perkembangan unit produksi dan kualitas produk.
(f) Tidak ada sistem pengembangbiakan ternak yang teratur, dan skala produksi terlalu kecil.
(f) Perikanan laut bisa diintensifkan hanya jika penangkapan ikan yang berlebihan diatur secara tepat untuk menjaga daya produksi.
(g) Perikanan darat juga bisa diintensifkan hanya jika budidaya tambak di kelola dengan baik untuk mencegah serangan penyakit yang merusak, dan menjaga pasokan bibit ikan yang cukup dan tepat waktu.
(3) Pihak manufaktur pertanian
(a) Pasokan bahan baku tidak cukup. Kualitas bahan baku yang homogen sangat penting, dengan tingkat kontrol mutu yang tinggi dan pengelolaan biaya tenaga kerja yang baik.
(b) Teknologi pengolahan mandek atau berjalan di tempat, dan sebagian besar produk diolah di tingkat primer. Para pengolah daging skalanya kecil dengan pengelolaan yang kurang higenis. Kurangnya teknologi tepat guna merupakan hambatan utama dalam mengembangkan pertanian dan aquakultur berorientasi ekspor.
(c) Kurangnya cold chain (sistem pemasaran dengan fasilitas cold storage) merupakan salah satu rintangan dalam pengolahan dan pemasaran ikan dan daging.
(d) Tingkat pemanfaatan produk sampingan rendah. Sebagian besar produk primer dapat menurunkan lebih dari satu jenis produk sampingan, yang akan memberikan nilai tambah komersil jika diolah secara tepat.
(e) Berdasarkan hasil observasi di toko-toko ritel di Makassar, kualitas dan desain kemasan produk kurang bagus dibandingkan produk yang sama di pulau Jawa. Hal ini terjadi pada sebagian besar barang-barang konsumen seperti coklat, kacang mete, kacang tanah, jus markisa, dan produk-produk ikan beku.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-17
3. RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA
3.1 Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan
Konsep dasar pengembangan pertanian dan perikanan di Mamminasata akan difokuskan pada aspek pembangunan sosial-ekonomi, dan juga akan dikoordinasikan dengan sektor lainnya yang mencakup sebagai berikut:
(a) Meningkatkan pendapatan petani dengan meningkatkan produktivitas pertanian melalui (i) peningkatan hasil panen, (ii) penerapan tata guna lahan intensif, (iii) pengenalan usaha tani campuran dan terpadu dengan budidaya tambak dan ternak, dan (iv) pengembangan dan pengenalan varitas unggul untuk tanaman-tanaman utama.
(b) Memanfaatkan sumberdaya lahan dan air yang ada, mengubah lahan tidur menjadi produktif.
(c) Menyediakan bahan makanan secara layak untuk memenuhi kebutuhan perkotaan yang semakin meningkat, dan meningkatkan produksi komoditas ekspor.
(d) Menyediakan jumlah dan mutu bahan baku yang cukup untuk industri pengolahan berbasis pertanian/perikanan dengan jalan memperkuat hubungan dengan industri-industri tersebut.
(e) Memperkuat sistem pemasaran, termasuk penyebarluasan informasi pasar kepada para produsen dan memberdayakan asosiasi/organisasinya.
(f) Mewujudkan perikanan laut/darat yang berkelanjutan melalui peningkatan pengelolaan dan regulasi yang tepat.
(g) Mewujudkan pertumbuhan yang stabil terhadap nilai tambah, yang akan memberikan andil pada pembangunan wilayah yang seimbang di Mamminasata.
3.2 Tata Guna Lahan Pertanian Strategis
1) Asumsi terhadap Pengurangan Lahan Pertanian
Telah direncanakan bahwa kawasan industri dan permukiman akan dikembangkan untuk urbanisasi dan pengembangan industri di Mamminasata. Sebagian dari lahan pertanian yang ada akan dikonsversi untuk pemanfaatan alternatif. Lahan yang dikonversi untuk tujuan tersebut diperkirakan seperti pada Tabel 3-1 dan Gambar 3-1.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-18
Tabel 3-1 Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020
(Unit: ha)
Luas Daerah Irigasi (Bili-Bili)
Tanaman Campuran
Padi Sawah Total
Makassar 100 0 0 100 Maros 0 30 760 790 Gowa 850 390 0 1.240 Takalar 10 30 80 120
Total 960 450 840 2.250 Sumber: Estimasi Tim Studi JICA
Gambar 3-1 Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020
Pada sistem irigasi teknis Bili-Bili, luas lahan yang harus dikurangi adalah 960 ha. Daerah irigasi semi-teknis, non-teknis dan tadah hujan juga akan dikurangi hingga 1.290 ha. Secara keseluruhan, sekitar 2.250 ha lahan pertanian akan dikonversi menjadi daerah urbanisasi dan industri.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-19
2) Strategi Peruntukan Lahan13
Dengan kondisi seperti tersebut di atas, kebijakan pemanfaatan lahan strategis berikut ini harus diterapkan pada (a) proyek irigasi Bili-Bili, (b) lahan pertanian lainnya, (c) proyek irigasi bendung Pamukkulu, d) lahan kering dan, (e) pertanian dataran tinggi. Setiap klasifikasi peruntukan lahan dibahas sebagai berikut.
(a) Proyek Irigasi Bili-Bili
Proyek Irigasi Bili-Bili hampir rampung, kecuali beberapa bangunan tersier dan kuarter (sejak September 2005). Manfaat proyek tersebut akan berkurang karena pengurangan daerah irigasi seluas 960 ha. Pengurangan nilai produksi diperkirakan dalam Tabel 3-2.
Tabel 3-2 Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi pada Proyek Irigasi Bili-Bili14
Estimated Present Condition (2005) Initial Plan toward Full Development in 2008 Future Condition in 2020
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha)
*AnnualProductionValue (Mil.
Rp.)
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha)
AnnualProductionValue (Mil.
Rp.)
Irrigation Area Type of Crop Area Planted(ha)
AnnualProductionValue (Mil.
Rp.)
Reduction inAnnual
ProductionValue (Mil.
Rp.)Dry Paddy 2,369 3,993 Dry Paddy 2,369 4,698 Dry Paddy 1,519 3,012 -1,686Wet Paddy 2,369 2,886 Wet Paddy 2,369 3,395 Wet Paddy 1,519 2,177 -1,218Palawija 2,369 1,675 Palawija 2,369 1,675 Palawija 1,519 1,074 -601
Subtotal 7,107 8,554 Subtotal 7,107 9,768 Subtotal 4,557 6,263 -3,505
Dry Paddy 10,547 17,777 Dry Paddy 10,547 20,915 Dry Paddy 10,447 20,716 -198Wet Paddy 10,547 12,847 Wet Paddy 10,547 15,114 Wet Paddy 10,447 14,971 -143Palawija 10,547 7,459 Palawija 10,547 7,459 Palawija 10,447 7,389 -71
Subtotal 31,641 38,084 Subtotal 31,641 43,488 Subtotal 31,341 43,076 -412
Dry Paddy 10,686 18,012 Dry Paddy 10,686 21,190 Dry Paddy 10,676 21,171 -20Wet Paddy 10,686 13,016 Wet Paddy 10,686 15,313 Wet Paddy 10,676 15,299 -14Palawija 10,686 7,558 Palawija 10,686 7,558 Palawija 10,676 7,551 -7
Subtotal 32,058 38,585 Subtotal 32,058 44,061 Subtotal 32,028 44,020 -41
Total 85,223 Total 97,317 Total 93,358 -3,958Annual Production Value/ha 3.61 Annual Production Value/ha 4.12 Annual Production Value/ha 4.12
*85% less than Full Development Level % Change in Production Value 14.19% % Change in Production Value -4.07%
Bili Bili Area(1,519ha)
Kampili Area(10,447ha)
Bissua Area(10,676ha)
Bissua Area(10,686ha)
Kampili Area(10,547ha)
Bili Bili Area(2,369ha)
Bili Bili Area(2,369ha)
Kampili Area(10,547ha)
Bissua Area(10,686ha)
Manfaat proyek pada tingkat pembangunan maksimum diharapkan bisa diperoleh pada tahun 2008, dan tingkat tersebut digunakan sebagai dasar perbandingan kondisi pada tahun 2020. Pengurangan nilai produksi diperkirakan sebesar Rp. 4.000 juta atau 4,1% dibandingkan dengan nilai produksi yang bisa dicapai tanpa perubahan peruntukan lahan.
Untuk menutupi berkurangnya manfaat yang bisa diperoleh sebagai akibat pengurangan wilayah, maka diusulkan untuk menanam dua jenis semaian tanaman pohon (mis. kelapa, mangga, jeruk, limau, jambu mete, lada). Selanjutnya, pola tanam akan diubah dari pola orientasi padi menjadi pola aneka tanaman bernilai tinggi seperti buah-buahan, sayuran untuk memenuhi kebutuhan aneka makanan yang semakin meningkat.
Gambar 3-2 menunjukkan perbandingan keuntungan bersih per hektar untuk tanaman-tanaman tersebut diatas dengan kondisi lahan beririgasi. Gambar 3-2
13 Kalkulasi detil menyangkut bagian ini dapat dilihat pada Apendiks-III. 14 Keuntungan bersih per hektar berdasarkan anggaran tanaman terbaru sejak studi kelayakan. Karena sumber data berbeda,
maka nilai produksi pada tabel juga berbeda dari nilai PDRB yang ditunjukkan pada statistic BPS.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-20
menunjukkan bahwa sayuran dan buah-buahan lebih menguntungkan daripada padi. Keuntungan tebu kelihatannya tinggi tetapi memerlukan waktu yang lama untuk dipanen.
0
3,000
6,000
9,000
12,000
15,000
18,000
1,00
0 R
p
Paddy (Dry) Paddy(Wet)
Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cabbage Carrot Chili Watermelon Sugarcane
Crop
Annual Crop: Net Return per Hectare Under Irrigated Condition
Source: Dinas Pertanian, Perkebunan, and DISIMP Office Gambar 3-2 Keuntungan Bersih Panen per Hektar untuk Tanaman-Tanaman Pilihan dengan
Kondisi Lahan Beririgasi
Meski diketahui bahwa padi masih merupakan tanaman penting bagi para petani, namun sedikit perubahan pada pola tanam perlu dipromosikan secara bertahap untuk mencapai keuntungan maksimum dari lahan mereka. Tabel 3-3 menunjukkan hasil simulasi intensitas tanam dengan kondisi lahan beririgasi di Bili-Bili.
Tabel 3-3 Intensitas Tanam Alternatif Proyek Irigasi Bili-Bili (2020)
Daerah Irigasi Bili-Bili
Jenis Tanaman Aneka Tanaman Pertanian Urban
Beririgasi
Aneka Pertanian Beririgasi Lainnya
Padi Sawah 94% 94%Padi Lahan Kering 94% 94%Palawija 40% 45%Sayuran 10% 0%Tanaman Buah Musiman 0% 5%Tanaman Pohon Sepanjang Tahun 1% 1%Total 239% 239%Keuntungan Bersih per hektar Rp. 5,1 Juta/ha Rp. 4,8 Juta/ha
Tabel 3-3 menunjukkan intensitas tanam di masa yang akan datang untuk menjaga kestabilan unit produksi pada tingkat yang diharapkan sesuai dengan studi kelayakan terhadap Proyek Irigasi Bili-Bili. Perubahan pada pola tanam tersebut akan menjaga tingkat keuntungan yang sama seperti perkiraan sebelumnya pada Proyek Irigasi Bili-Bili.
Selanjutnya diketahui bahwa dengan kombinasi pola tanam, budidaya tambak ikan di dalam area sawah akan menyumbang banyak bagi peningkatan pendapatan atau keuntungan petani pada lahan beririgasi.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-21
Berkaitan dengan kebutuhan air irigasi yang berkurang karena intensitas penanaman padi, maka air irigasi yang berkurang tersebut akan dialihkan untuk meningkatkan produksi tebu di Takalar. Saat ini, Pabik Gula Takalar mengalami kekurangan air irigasi meskipun ia memainkan peranan penting dalam menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 5.000 orang. Jika air irigasi bisa terjamin dan manajemennya dibenahi, maka Pabrik Gula Takalar akan bisa bangkit kembali.
(b) Lahan Pertanian Lainnya
Untuk lahan pertanian lainnya yang dialiri irigasi semi-teknis, non-teknis dan sawah tadah hujan, intensitas tanam dan penetapan wilayah berikut ini akan diterapkan menjelang tahun 2020.
Tabel 3-4 Intensitas Tanam pada Lahan Pertanian Lainnya (2020)
Lahan Pertanian Lainnya Jenis Tanaman Diversifikasi
Pertanian Perkotaan Diversifikasi
Pertanian Lainnya Pertanian Lahan
Kering Padi Sawah 89% 70% 0%Padi Kering 0% 0% 0%Palawija 40% 55% 37%Sayuran 10% 0% 3%Tanaman Buah Musiman 0% 5% 10%Tanaman Pohon Sepanjang Tahun 1% 0% 20%Total 140% 130% 70%Keuntungan Bersih per hektar Rp. 3,2 Juta/ha Rp. 2,9 Juta/ha Rp. 1,5 Juta/ha
Intensitas tanam saat ini diperkirakan rata-rata sekitar 130%,15 dan intensitas tanam ke depan akan ditingkatkan sebesar 10% pada aneka lahan pertanian perkotaan tidak beririgasi. Ini akan tercapai dengan menggunakan air pompa dari sumber air terdekat seperti sungai, danau dan kolam, atau pembangunan fasilitas air bawah tanah untuk menutupi kebutuhan air.
(c) Proyek Bendungan/Irigasi Pamukkulu
Rencana irigasi teknis di bagian selatan Takalar yakni Proyek Irigasi Pamukkulu telah direncanakan dan diusulkan sebelumnya, dalam rangka meningkatkan intensitas tanam dari 123% menjadi 220% (padi: 200%, palawija: 20%) dengan memperluas daerah beririgasi dari 3.000 ha menjadi 6.430 ha. Jika rencana ini terlaksana, maka akan meningkatkan produksi pertanian di daerah tersebut.
15 Berdasarkan Laporan Desain Akhir, Supervisi Desain Detil dan Konstruksi Proyek Irigasi Bili-bili, Desember 1999, dan
Desain Detil Irigasi dan Studi Kelayakan Proyek Bendung Irigasi Pamukkulu.
Gambar 3-3 Rencana Proyek Irigasi Pamukkulu yang Ada
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-22
Namun demikian, biaya proyek diperkirakan lebih dari US$11.000 per hektar termasuk konstruksi bendungan dan prasarana irigasi Pamukkulu. Biaya tersebut terlalu mahal. Pemanfaatan alternatif untuk lahan ini harus diperuntukan untuk kebun buah-buahan, peternakan dan fungsi lainnya.
(d) Lahan Kering
Terdapat lahan kering yang cukup luas di Mamminasata (sekitar 35.000 ha). Dari luas lahan tersebut, sekitar 3.000 ha akan dikembangkan untuk pemanfaatan produktif. Lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk budidaya campuran dengan peternakan (sebagai sebuah lahan peternakan terpadu), dengan mengembangkan irigasi tetes atau irigasi air bawah tanah. Ternak akan menjadi lebih penting sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan produk unggas/harian per kapita. Tabel 3-5 menunjukkan gambaran pertumbuhan populasi ternak hingga tahun 2020.
Tabel 3-5 Pertumbuhan Populasi Ternak
(Unit: ekor) Jenis Ternak 2005 2010 2015 2020 Sapi 136.885 156.414 194.279 214.500 Kerbau 40.963 46.807 58.138 64.189 Kuda 14.754 16.859 20.941 23.120 Kambing 62.972 71.956 89.376 98.678 Babi 8.930 10.204 12.674 13.993 Itik 702.451 802.667 996.981 1.100.746 Ayam Potong 1.344.174 1.535.942 1.907.771 2.106.332 Ayam Kampung 2.389.151 2.730.003 3.390.896 3.743.821 Sumber: Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar dalam Angka, 2002, 2003. BPS
Lahan peternakan dikombinasikan dengan budidaya tanaman dataran tinggi (budidaya campuran) akan menjadi alternatif pemanfaatan lahan pada daerah seperti direncanakan di dalam Proyek Irigasi Pamukkulu. Berkaitan dengan hal tersebut, produksi tanaman untuk makanan ternak perlu dipercepat untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak.
(e) Pertanian Dataran Tinggi
Pertanian dataran tinggi terbentang di daerah pegunungan Gowa, Maros dan sebagian Takalar. Di daerah ini akan dipromosikan produksi sayuran, tanaman bernilai tambah tinggi (teh, kopi, kapok, vanili, coklat), dan budidaya lebah-madu. Untuk peningkatan produksi, pengembangan dan penyuluhan varitas unggul perlu dipromosikan melalui prakarsa pemerintah, sedangkan petani diharapkan untuk lebih memperhatikan pengawasan mutu di tingkat usaha tani. Irigasi pompa dan sprinkler skala kecil akan meningkatkan unit produksi secara signifikan.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-23
3) Peruntukan Lahan Pertanian
Secara singkat, peruntukan lahan pertanian di Mamminasata berikut diusulkan untuk diterapkan.
Jenis Irigasi Zonasi Intensitas Tanam Luas (ha) Nilai Produksi
Bersih (Juta Rp.)**Aneka Lahan Pertanian Perkotaan Beririgasi 239% 10.000 50.735
Aneka Lahan Pertanian Beririgasi Lainnya 239% 9.142 44.117
Lahan Perkebunan Tebu Beririgasi 100% 3.500 62.767
Irigasi Teknis *
Sub-Total 22.642 157.619Lahan Pertanian Perkotaan Beririgasi 140% 5.614 18.185Aneka Lahan Pertanian Lainnya 130% 57.476 164.537Pertanian Lahan Kering 70% 3.000 4.593Pertanian Dataran Tinggi 130-160% 12.400 --Lahan Peternakan Terpadu -- 9.000 --
Irigasi Semi/Non-Teknis dan Tadah Hujan
Sub-Total 87.490 187.315 Total 110.132 344.934
Cat.: *Luas lahan untuk irigasi teknis adalah luas bersih, sedangkan sisanya adalah luas kotor. **Nilai produksi bersih dari pertanian dataran tinggi dan lahan peternakan terpadu tidak dihitung.
Gambar 3-4 Pemeruntukan Lahan Pertanian tahun 2020
Nilai produksi bersih dari usulan zonasi tersebut diharapkan sekitar Rp. 345 milyar, 1,5 kali lebih besar dari produksi bersih Rp. 225 milyar pada tahun 2005.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-24
3.3 Pengembangan Perikanan dan Peternakan
Produksi perikanan akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan warga kota yang semakin tinggi dengan target seperti pada Tabel 3-6.
Tabel 3-6 Target Produksi Perikanan di Mamminasata
(Unit: ton) Jenis Perikanan 2005 2020
Perikanan Laut 76.203 119.410 Tambak Air Payau 18.134 28.416 Tambak Air Tawar 102 159 Tambak Sawah 142 222 Danau 0 0 Sungai 106 166
Perikanan Darat
Rawa 81 126 Total 94.767 148.501
Sumber: Dikalkulasi dari data Sulawesi Selatan dalam Angka 2003, BPS, dan Laporan Statistik Perikanan Sul-Sel, 2003
Produksi perikanan laut akan menjadi yang terbesar, diikuti oleh tambak air payau. Tapi ternyata, ikan laut lebih populer dari pada ikan darat di Mamminasata. Oleh karena itu, pengembangan perikanan akan memberikan perhatian utama pada perikanan laut.
Di lain pihak, produktivitas perikanan darat di Maros dan Gowa cukup tinggi seperti terlihat pada Tabel 3-7.
Tabel 3-7 Unit Produksi Perikanan Darat (2003)
Wilayah Luas Produksi (ha) Produksi (ton) Nilai (Rp. 1. 000) Produktivitas
(Rp. 1.000/ha) Makassar 1.360 373 9.929.150 7.301 Maros 8.068 9.219 157.328.030 19.500 Gowa 321 443 4.621.790 14.398 Takalar 4.100 7.540 25.903.800 6.318
Total 13.849 17.575 197.782.770 Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2003
Produktivitas per hektar di Maros tercatat sebesar Rp. 19 juta. Tingginya produktivitas ini menunjukkan adanya budidaya udang yang intensif di tambak/lahan basah di sepanjang pesisir pantai dan Bantimurung. Sebuah target alternatif untuk perikanan darat akan ditetapkan untuk mencapai tingkat produktivitas yang sama di daerah-daerah lain.
(a) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Karena lebih dari 70% sumberdaya perikanan di daerah pesisir telah tereksploitasi sejak 2001, maka sejumlah besar potensi perikanan dianggap telah tereksploitasi per tahun 2005. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan pantai perlu
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-25
dilakukan untuk mencegah eksploitasi berlebihan dalam rangka menjaga daya produksi perikanan laut secara berkelanjutan (Sustainable Marine Yields atau SMY). Saat ini, perlu dilakukan analisis stok sumberdaya laut yang bisa dipercaya sehingga informasi mengenai SMY di daerah pesisir pantai dapat diperbarui untuk menetapkan pedoman bagi perikanan laut. Selain itu, penegakan hukum yang tepat perlu dilakukan, termasuk perizinan, denda, peraturan mengenai jenis alat tangkap, ukuran jaring, dan musim tertutup.
(b) Pengembangan Perikanan Lepas Pantai dan Laut Dalam
Perikanan laut saat ini terbatas hanya pada daerah pesisir pantai saja karena kapal yang dipakai kecil dan sudah tua, akan lebih baik jika mendorong pengembangan perikanan lepas pantai yang terkendali dengan menggunakan kapal moderen. Oleh karena itu, diperlukan beberapa program kredit dan pelatihan untuk perikanan lepas pantai.
(c) Pengembangan Balai Penetasan di Daerah Pesisir Pantai
Salah satu isu utama dalam pengembangan perikanan adalah lemahnya pemasaran dan pengawasan produksi. Pendirian beberapa perusahaan penetasan ikan di sepanjang pesisir pantai perlu diprogramkan untuk memproduksi dan menyediakan bibit ikan pada saat yang tepat dan dengan jumlah yang cukup. Oleh karena itu, usaha penetasan ikan perlu diperkuat dan diperluas untuk memenuhi berbagai kebutuhan bibit ikan. Kemungkinan lokasi pengembangan usaha penetasan ikan yang baru dapat dilihat pada Gambar 3-5.
(d) Peningkatan Kapasitas Perikanan Darat
Sejalan dengan pengembangan usaha penetasan ikan, akan dilakukan peningkatan kapasitas nelayan perikanan darat untuk budidaya udang dan ikan. Program peningkatan kapasitas memberikan perhatian khusus pada manajemen budidaya tambak yang baik, seperti pemeliharaan kualitas air, pemberian makanan dan pemanenan yang tepat. Pelatihan bagi nelayan akan menghindarkan lingkaran setan bahwa kepadatan ikan dan pemberian makanan yang berlebihan akan menyebabkan resiko tinggi terhadap serangan penyakit.
Gambar. 3-5 Kawasan Pengembangan Usaha Pembenihan Masa depan
Hatchery Development Area
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-26
3.4 Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan
Rencana pengembangan sejauh ini telah dibahas dari sudut pandang produksi. Di pihak lain, sektor pertanian diharapkan dapat menyumbang lebih banyak ke sektor manufaktur melalui pengembangan agro-industri. Kunci utama untuk promosi pengembangan agro-industri adalah:
a) Perkuatan hubungan antara produksi dan klaster industri pengolahan.
b) Penetapan sistem pasokan bahan baku yang stabil untuk industrialisasi.
(a) Formulasi Klaster Industri
Pengembangan industri berbasis pertanian/perikanan merupakan kunci bagi penyediaan lapangan kerja dan peningkatan perekonomian di Mamminasata. Melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada di Mamminasata, atau di Sulawesi Selatan secara umum, diharapkan dapat menyusun dan memperkuat klaster-klaster industri. Sebuah konsep pengembangan klaster industri pertanian dapat dilihat pada Gambar 3-6.
Milk
Honey
Cacao
Vanilla
Soybean
Coconut
Cashew
Shrimp
Maize
Groundnut
Sugar
Vegetables
Fruits
Coffee
Seaweed
Fish
Cattle
Goat
Chicken
MilkHoney
Cacao
Vanilla Soybean
Cashew
Maize
Groundnuts
SugarFruits
Seaweed
Chicken
Ice Cream Chocolate Bar/Candy Chicken Production Various Juice/BeverageSoy Milk, Tofu, Tempe
Milk Cacao
VanillaSugarVegetables
By-Products
By-Products
Cluster Cluster
Cluster Sugar
ClusterCluster
Unorganized / UnclusteredGroup of Products
Clustering
Processed into More Value-Added Products
Gambar 3-6 Konsep Klaster Industri Pertanian
Melalui pengembangan klaster, akan dikombinasikan lebih dari satu produk atau sekelompok individu untuk memproduksi barang-barang bernilai tambah lebih. Contohnya, produksi susu, gula, vanili, coklat (untuk perencah coklat) dan banyak lagi jenis buah-buahan dan kacang-kacangan yang akan dikombinasikan untuk membangun klaster es krim untuk meransang permintaan positif terhadap bahan-bahan baku komiditas tersebut. Jenis klaster lain adalah sebuah pertalian dengan mekanisasi seperti mesin penabur benih, pemanen dan peralatan lain yang akan menggantikan pekerjaan tenaga kerja terampil. Pengembangan klaster dengan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-27
industri kemasan/pengepakan juga direkomendasikan. Boks dari kayu dan/atau plastik untuk pemasaran sayuran dan buah-buahan dapat dengan mudah dikembangkan di Mamminasata.
Klaster-klaster seperti itu tidak tidak mesti terbatas hanya di wilayah Mamminasata dan Sulawesi Selatan saja. Melainkan, klaster-klaster ini dapat dikembangkan secara lebih luas hingga mencakup seluruh Sulawesi sehingga membentuk klaster Pulau Sulawesi. Upaya-upaya pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu dijabarkan lebih jauh, namun difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara. Jika usulan pemindahan fungsi-fungsi pusat pengolahan dari Surabaya ke Mamminasata bisa terwujud, secara bertahap tapi pasti, maka perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Gambar 3-7 Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan
Pengembangan klaster pertama-tama akan dipromosikan untuk pasar domestik dalam rangka mendorong para pengusaha atau klaster industri baru untuk meningkatkan daya saing. Ini secara bertahap akan masuk ke pasar internasional yang berbasis klaster dengan mengoptimalkan pengetahuan dalam bidang pemasaran seperti kualitas yang dibutuhkan, keragaman produk, kemasan yang menarik, manajemen dan lain sebagainya. Sebuah konsep promosi pemasaran produk berbasis pertanian dapat dilihat pada Gambar 3-8.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-28
Futu
re
Other Parts of Indonesia Foreign CountriesMAMMINASATA
Pres
ent Harvested Commodities
Harvested Commodities
Domestic Markets International Markets
Processed into Ready-to-Consume Products
Domestic Markets International Markets
Value-Added
Packaging
Value-Added
Marketed as Raw Materials
Increase Competitiveness
Advance into Foreign Countries
Step 1: Effort for Producing the Value-Added
Step 2: Learning Process in DomesticMarkets
Step 3: Going into InternationalMarkets by Full Use of LessonsLearned in Domestic Markets
Gambar 3-8 Konsep Strategi Pemasaran untuk Klaster Berbasis Pertanian
Sebagai contoh, buah markisa di Mamminasata terkenal karena kelezatannya, dan proses pengolahannya menjadi jus Markisa begitu menjanjikan untuk konsumsi domestik dan ekspor. Proses pengolahannya, uji kualitas, pengisian ke dalam botol, pemberian label, dan pengemasannya harus dimodernisasi sehingga dapat dipasarkan ke wilayah lain di Indonesia dan juga di pasar luar negeri. Karena musim panennya relatif pendek, maka fasilitas pengelolahannya harus juga dapat dimanfaatkan untuk proses pengolahan buah atau produk lainnya. Berkaitan dengan strategi pemasaran, perlu dicatat pula bahwa sebaiknya pasar produk-produk pertanian dibangun di Mamminasata untuk memudahkan pemasaran produk-produk pertanian secara grosir untuk pasar domestik.
(b) Pasokan Bahan Baku yang Stabil
Untuk memulai pengoperasian sebuah pabrik pengolahan produk pertanian, maka diperlukan pasokan bahan baku yang konstan dan stabil. Pertanian sangat bergantung pada iklim, oleh karena itu kontrol produksi dan/atau pasokan menjadi perhatian serius. Untungnya, Sulawesi Selatan berada pada posisi yang siap untuk mengambil keuntungan dari kondisi iklim pertanian yang bervariasi di pantai barat dan timur, dan untuk memproduksi tanaman- tanaman yang sama pada musim-musim yang berbeda. Jika ini dapat dikelola dengan baik, maka pasokan bahan baku yang konstan atau berkelanjutan akan terwujud. Gambar 3-9 menunjukkan pola curah hujan tahunan dan masa panen pada sawah beririgasi di pantai barat dan timur Sulawesi Selatan. Mengingat masa panen tersebut, maka
Gambar. 3-9 Pola Curah Hujan dan Masa Panen Tanaman Musiman (Beririgasi) di
Sulawesi Selatan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121
Note: Harvesting period in the west is based on cropping pattern in Bili BiliIrrigation Project, while in the east on cropping pattern in Salomekko IrrigationSource: Feasibility Study Report on Bili Bili Irrigation Project, and Data fromDISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project) Office.
Harvest in WestHarvest in East
Western Coast of South Sulawesi
Eastern Coast of South Sulawesi
Month
Deg
ree
of R
ainf
all
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-29
pasokan bahan baku pertanian yang lebih konstan dan stabil akan terwujud di Mamminasata.
Keuntungan ini dapat diterapkan tidak hanya untuk tanaman-tanaman musiman (mis. padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, semangka) tetapi juga tanaman-tanaman pohon (mis. coklat, jambu mete, lada, mangga). Untuk pengolahan berbasis perikanan, pengembangan usaha penetasan dan cold storage (penyimpanan beku) juga akan menjamin pasokan bahan baku yang stabil. Pada tahap ini, penguatan pengangkutan laut atau darat antar pulau juga harus dipromosikan untuk mendukung rantai pasokan dan pengembangan klaster.
3.5 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB
Kerangka ekonomi makro untuk rencana pengembangan ruang Mamminasata telah ditetapkan berkaitan dengan PDRB. Meskipun Bappeda telah memiliki proyeksi tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5%, namun studi ini merekomendasikan tingkat pertumbuhan rata-rata yang lebih layak sebesar 3%.
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
Year
Billi
on R
p.
BAPPEDA 5% Growth Case
3% Moderate Growth Case
Gambar 3-10 Kurva Pertumbuhan PDRB dari Dua Proyeksi
Produksi pertanian seperti diusulkan pada bagian sebelumnya untuk produk pangan/ non-pangan, ternak, hasil hutan dan perikanan secara keseluruhan akan meningkat lebih dari 1,5 kali menjelang tahun 2020 dari angka tersebut pada tahun 2005. Pencapaian ini setara dengan tingkat pertumbuhan PDRB sebesar 3% per tahun untuk sektor pertanian, produktivitas, dan pemanfaatan lahan tidur menjadi produktif. Proyeksi PDRB dapat di lihat pada Tabel 3-8.
Tabel 3-8 Proyeksi PDRB Sektor Pertanian (Harga Tetap 1993) (Unit: Juta Rp.)
Kab/Kota 2005 2010 2015 2020 Makassar 74.910 85.597 106.319 117.385 Gowa 273.519 312.541 388.203 428.607 Maros 197.267 225.410 279.978 309.118 Takalar 119.912 137.020 170.190 187.903
Total 665.608 760.568 944.690 1.043.014 Sumber: Perkiraan berdasarkan data dari Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam
Angka, BPS, 2003
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-30
4. PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI
4.1 Program Aksi Jangka Pendek
Berdasarkan strategi pembangunan seperti dibahas sebelumnya, program-program khusus disusun dan direkomendasikan untuk dilaksanakan.
Program-program aksi jangka pendek yang diusulkan untuk pelaksanaan periode 2006-2010 mencakup program-program seperti terangkum pada Tabel 4-1.
Tabel 4-1 Program-Program Aksi Jangka Pendek Pengembangan Pertanian
No. Program Uraian Pelaksana Utama Pendukung
(S1) Pelatihan Metode Penanganan Pasca Panen Komoditas
Para produsen harus betul-betul sadar akan kualitas produk dan kecenderungan pasar. Untuk pengendalian mutu di tingkat produksi, program-progam pelatihan mengenai penanganan pasca-panen komoditas perlu disusun dan dilaksanakan untuk kepentingan produsen.
Produsen (petani)
Pemerintah
(S2) Program Studi Kelompok Produsen
Studi banding secara berkala perlu dilaksanakan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai industri pengolahan pertanian bagi produsen tanaman pilihan. Para peserta diharapkan memahami bagaimana hasil-hasil panen mereka diolah menjadi barang-barang komersial. Ini merupakan ujicoba dalam meningkatkan kesadaran produsen terhadap kualitas produk.
Produsen (petani)
Pemerintah/ Perusahaan Manufaktur
(S3) Program Kerjasama Antar Instansi Pemerintah Daerah
Untuk memperkuat hubungan antara aspek produksi dan pengolahan, kerjasama antar dinas pertanian, perkebunan, perikanan dan industri, atau program seperti Gerbang Emas harus dilaksanakan secara konsisten. Tujuan program tersebut adalah untuk meningkatkan prakarsa masing-masing dinas seperti yang dilakukan pelaksana program Gerbang Emas tersebut. Agar dapat terealisasi, disarankan agar personil kunci dari masing-masing dinas memimpin lembaga baru tersebut dengan kepemimpinan yang kuat agar tetap fokus terhadap kegiatan-kegiatan antar departemen dalam rangka memperkuat hubungan. Personil kunci lembaga baru tersebut diharapkan menghasilkan kinerja yang efisien dan logis.
Pemerintah Pemerintah
(S4) Perkuatan Kapasitas Riset & Pengembangan
Kapasitas Riset dan Pengembangan varitas benih/semaian tanaman Pertanian dan Perkebunan perlu ditingkatkan untuk mempercepat jumlah dan kualitas produk.
Pemerintah Institusi Akademik
(S5) Penaksiran Stok Perikanan Laut
Analisis stok ikan laut perlu dilakukan dalam rangka menetapkan pedoman dan peraturan yang jelas, kawasan konservasi laut dan musim tertutup atau larangan penangkapan ikan menurut jenisnya sesuai dengan petunjuk dari Komite Stok Perikanan Nasional. Analisis ini kiranya harus dilakukan secara ilmiah oleh sebuah institusi akademik bekerjasama dengan lembaga riset pemerintah sehingga hasil analisis tersebut mempunyai landasan ilmiah yang kuat.
Pemerintah Institusi Akademik
(S6) Perkuatan Sistem Pemasaran Perikanan
Cold storage perlu dibangun di dekat tempat-tempat pelelangan ikan, tempatnya hampir bisa dipastikan di Makassar dan Takalar untuk mengurangi kerugian dan memberdayakan nelayan dalam membuka peluang pemasaran. cold storage baru tersebut diharapkan pula bisa menyerap produksi perikanan yang meningkat.
Nelayan/ Pemerintah
--
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-31
4.2 Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang
Program-program aksi untuk jangka menengah dan jangka panjang yang diusulkan untuk tahun 2010-2015 atau setelahnya, mencakup program-program seperti pada Tabel 4-2 dan 4-3.
Tabel 4-2 Program Aksi Jangka Menengah untuk Pengembangan Pertanian
No. Program Uraian Pelaku Utama Pendukung
(M1) Program Pengembangan Ternak Terpadu
Lahan penggembalaan ternak yang dikombinasikan dengan budidaya tanaman dataran tinggi (budidaya tanaman campuran) perlu dikembangkan melalui sebuah pertukaran dengan Proyek Irigasi Pamukkulu. Pemerintah daerah harus melaksanakan kegiatan-kegiatan penyuluhan dalam hal pengembangbiakan ternak seperti sapi perah, kerbau, kambing dan ayam. Upaya ini harus dikombinasikan dengan memberikan perhatian terhadap penurunan tingkat kematian. Untuk pengembangan lahan pertanian konvensional (on-farm), produksi tanaman untuk makanan ternak seperti jagung, ubi kayu perlu diperkenalkan melalui sistem irigasi pompa/tetes/air bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak. Terakhir, fasilitas-fasilitas terkait seperti rumah potong, rumah pemerahan susu, peternakan ayam dan lain-lain. Juga, pemanfaatan kulit dan jangat perlu direncanakan untuk jangka menengah dalam rangka peningkatan industri kulit.
Produsen (petani) /
Pemerintah
Lembaga Riset
Peternakan Universitas/
Negara
(M2) Program Perkuatan Hubungan Kerjasama
Bersamaan dengan program (S2), hubungan kerjasama antara produsen dan pabrikan perlu diperkuat agar pabrikan dapat memperoleh pasokan tetap untuk bahan-bahan baku pertanian sepanjang tahun. Karakteristik unik pertanian dengan variasi produksi musiman perlu diatasi. Hal ini memerlukan studi lebih lanjut mengenai perputaran dan penanggalan panen tanaman pangan untuk memilih dan menentukan tanaman strategis yang akan dipilih. Program ini berfungsi untuk mendukung permulaan pengembangan klaster.
Pabrikan / Produsen
Pemerintah
(M3) Pengembangan dan Promosi Industri Produk Sampingan (By-product)
Industri produk sampingan perlu dikembangkan. Apabila produk sampingan betul-betul dimanfaatkan sebagai barang komersial, maka nilai ekonomi komoditas utamanya diharapkan menjadi lebih tinggi. Ini bisa meningkatkan harga produk yang akhirnya menjadi insentif bagi para produsen. Studi lebih lanjut mengenai teknik pemanfaatan, pengembangan jaringan pengumpulan, pasar-pasar potensial perlu dilakukan untuk komoditas strategis seperti coklat, kelapa, jambu mete, ikan, udang dan kayu/rotan. Pabrik minyak dari jagung, kedelai, kelapa, jambu mete, kacang tanah dan ikan merupakan salah satu komoditas potensial untuk dikembangkan.
Pabrikan Pemerintah
(M4) Pengembangan Teknologi Maju untuk Industri Pengolahan Pertanian
Teknologi pengolahan yang lebih maju perlu dikembangkan untuk dua tujuan yakni: i) mensasar konsumen dalam negeri melalui produksi barang-barang konsumen akhir (produk-produk siap konsumsi seperti coklat, permen, aneka snack, ikan kaleng dan buah kaleng), dan ii) memproduksi lebih lanjut barang-barang setengah jadi yang saat ini diekspor dan diolah di negara-negara tujuan, daripada mengekspornya sebagai bahan baku. Hal ini memerlukan bantuan teknis dari sektor swasta baik perusahaan dalam negeri maupun asing.
Pabrikan Pemerintah
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-32
(M5) Pengembangan Dan Promosi Industri Kemasan/Pengepakan
Industri kemasan/pengepakan perlu diperkuat agar bisa bersaing secara sehat dengan industri yang sama di luar pulau Sulawesi, terutama di tingkat pedagang pengecer. Khususnya teknologi pengepakan hampa udara untuk produk-produk beku, teknik desain kemasannya merupakan hal yang paling penting. Dengan demikian, diharapkan dapat merangang industri sekitar seperti industri bahan dan kimia yang juga memerlukan bantuan teknis dari sektor swasta, baik perusahaan dalam negeri maupun asing.
Pabrikan Pemerintah
(M6) Program Pengembangan Usaha Penetasan Ikan
Usaha penetasan aneka jenis hasil laut perlu dikembangkan di sepanjang pesisir pantai Mamminasata, antara lain udang windu, ikan bandeng, ikan kerapu, ikan tuna, ikan terbang, kuda laut dan lain-lain. Pada saat yang sama, penggunaan keramba jaring ikan perlu dipromosikan kepada para nelayan darat dalam rangka memperkenalkan praktek budidaya yang tepat.
Pemerintah Institusi Akademik
(M7) Studi Pembangunan TPI di Wilayah Mamminasata
Studi mengenai pembangunan TPI perlu dilaksanakan untuk menaksir skala optimal TPI di Makassar dan Takalar. Untuk prospek jangka panjang, promosi perikanan lepas pantai perlu dipertimbangkan dalam hal kapasitas TPI terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.
Pemerintah --
Tabel 4-3 Program Aksi Jangka Panjang untuk Pengembangan Pertanian
No. Program Uraian Pelaku Utama Pendukung
(L1) Promosi Pelatihan Agribisnis
Pelatihan agribisnis di seluruh wilayah propinsi, khususnya di Maros, Gowa, Takalar, perlu diperkenalkan kepada generasi muda yang merupakan pewaris lahan pertanian dalam rangka memperkuat daya tawar produsen terhadap para pedagang kota di masa yang akan datang.
Produsen (petani)
Pemerintah/ Institusi
Akademik
(L2) Program Formulasi Usaha Pertanian
Melihat kenyataan bahwa para produsen sendiri hanya memiliki sedikit kapasitas dalam hal pengolahan dan pemasaran, maka direncanakan agar mereka bisa dibimbing dalam mengatur Asosiasi Produsen (AP) dengan pengolahan dan pemasaran dasar yang akan dilakasanakan melalui pembentukan Badan Usaha Pertanian. Pada tahap awal, saham para petani di BUP akan dibatasi tetapi bisa ditingkatkan secara bertahap melalui pendapatan mereka. Pusat Informasi dan Pemasaran (PIP) akan dibangun untuk memudahkan pemasaran produk-produk di tempat-tempat strategis di wilayah studi yang dilaksanakan oleh BUP. PIP tersebut akan berfungsi sebagai pusat pemasaran, pelayanan informasi (penyuluhan) dan pembiayaan. Dalam hal pemasaran, PIP akan melakukan riset dan membuka pasar-pasar distribusi grosir sampai ke tingkat pengecer di supermarket, hotel, pasar lokal dan untuk keperluan ekspor.
Produsen (petani)
Pemerintah/ Investor Swasta
(L3) Pengembangan Perikanan Lepas Pantai
Berkonsultasi dengan para tenaga ahli yang memiliki pemahaman dan pengalaman komprehensif mengenai perikanan lepas pantai, pemerintah daerah harus membentuk komite pengembangan perikanan lepas pantai yang terdiri atas mereka-mereka yang berasal dari institusi akademik. Perlu dilaksanakan studi mengenai berbagai aspek seperti hukum perairan internasional, teknik penangkapan di laut terbuka, teknik pelayaran dengan menggunakan peta laut, peta sumberdaya ikan di laut terbuka dan sebagainya. Juga yang berkaitan dengan program (M7), kapasitas pelabuhan juga perlu dipertimbangkan.
Pemerintah Institusi Akademik
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4)PERTANIAN
4-33
4.3 Rekomendasi untuk Dilaksanakan
Berdasarkan tinjauan terhadap rencana-rencana yang ada (misalnya, Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata, Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, dan Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015), direkomendasikan untuk menguraikan kebijakan dan strategi-strategi yang lebih kongkrit mengenai pengembangan pertanian dan perikanan dan yang berindikasi pada peningkatan-peningkatan pusat, prasarana, pengolahan dan pemasaran pangan. Di pihak lain, terdapat proyek-proyek dan rencana-rencana pengembangan yang sedang berlangsung yang akan dilaksanakan di Mamminasata yang akan berdampak pada pemanfaatan lahan dan air. Karena jumlah penduduk di daerah perkotaan Makassar bertambah, maka permukiman-permukiman, pusat-pusat perdagangan dan industri, dan jalan-jalan baru perlu dibangun. Pada prinsipnya, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan untuk pengembangan ruang Mamminasata ke depan:
(a) Pembongkaran saluran irigasi harus dihindari atau dikurangi dalam tata guna lahan di Mamminasata ke depan.
(b) Nilai produksi yang berkurang karena pengurangan lahan pertanian (kemungkinan besar padi) harus dikompensasikan dengan peningkatan unit produksi pada lahan-lahan yang tersisa dengan menanam tanaman-tanaman bernilai tambah lebih tinggi (misalnya buah-buahan, sayuran, dan tanaman-tanaman pohon industri).
(c) Pembangunan irigasi teknis pada lahan-lahan baru yang dapat diairi perlu dikaji ulang secara cermat, dengan membandingkan biaya investasi dan laba, dengan memperhatikan bahwa kebutuhan terhadap padi akan menurun.
(d) Pemanfaatan lahan alternatif untuk penggembalaan ternak, penanaman tanaman pohon dan sebagainya perlu dikembangkan di daerah beririgasi tandus yang secara ekonomi tidak menguntungkan.
(e) Berkaitan dengan pengembangan agro-industri, Pabrik Gula Takalar perlu mendapat perhatian khusus. Jika langkah-langkah penanganan yang tepat tidak diambil untuk perbaikan manajemen, maka PGT tidak akan mampu bertahan di masa yang akan datang.
(f) Mendatangkan lebih banyak investasi swasta dalam usaha pengolahan dan pemasaran pertanian dan perikanan, dengan tetap memberikan perhatian khusus pada perlindungan lingkungan di Mamminasata.
Lampiran 1
Luas Produksi Tanaman di Mamminasata Food Crops
Area and Production Trend of Wetland Paddy1999 2000 2001 2002 2003
Regency HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
Yield(ton/ha)
Makassar 4,139 19,458 2,779 15,962 2,763 14,116 2,172 11,033 2,269 11,468 5.1Maros 39,534 217,973 41,191 226,960 41,377 226,127 41,123 223,325 38,458 212,676 5.5Gowa N/A N/A 45,323 204,681 45,728 206,912 44,724 229,993 48,445 230,209 4.8Takalar 22,620 120,449 23,117 120,449 22,760 119,992 20,466 115,975 20,547 116,198 5.7Total 66,293 357,880 112,410 568,051 112,628 567,147 108,485 580,326 109,719 570,551 5.2
Area and Production Trend of Dryland PaddyMaros 231 626 205 103 370 196 134 536 132 516 3.9Gowa N/A N/A 630 1,266 540 1,780 517 2,001 615 2,293 3.7Takalar 2,284 8,398 740 3,515 893 4,019 943 2,275 827 2,481 3.0Total 2,515 9,024 1,575 4,884 1,803 5,995 1,594 4,811 1,574 5,290 3.4
Area and Production Trend of Paddy (Dry and Wet)Makassar 4,370 20,084 2,984 16,065 3,133 14,313 2,306 11,568 2,401 11,984 5.0Maros 39,534 217,973 41,821 228,226 41,917 227,907 41,640 225,326 39,073 214,969 5.5Gowa N/A 8,398 46,063 208,196 46,621 210,931 45,667 232,268 49,272 232,690 4.7Takalar 25,135 129,473 24,692 125,333 24,563 125,987 22,060 120,787 22,121 121,488 5.5Total 69,039 375,929 115,560 577,819 116,234 579,137 111,673 589,948 112,867 581,131 5.1
Area and Production Trend of MaizeMakassar 103 151 403 598 322 439 205 277 137 185 1.4Maros 4,384 11,972 6,992 17,581 3,765 6,485 2,537 9,417 3,537 11,163 3.2Gowa N/A N/A 32,485 94,540 26,699 93,767 26,478 115,597 25,706 122,905 4.8Takalar 6,188 29,313 5,877 29,079 6,457 32,214 4,850 24,905 5,438 27,325 5.0Total 10,675 41,436 45,757 141,798 37,243 132,905 34,070 150,196 34,818 161,578 4.6
Area and Production Trend of CassavaMakassar 351 4,740 323 4,409 199 2,683 409 5,515 502 2,462 4.9Maros 2,562 75,703 2,882 42,157 5,168 75,278 3,038 44,161 3,712 51,968 14.0Gowa N/A N/A 12,684 103,087 10,377 193,882 10,071 197,893 9,551 195,722 20.5Takalar 971 12,097 951 11,983 1,387 24,818 864 20,985 1,162 21,167 18.2Total 3,884 92,541 16,840 161,635 17,131 296,661 14,382 268,554 14,927 271,319 18.2
Area and Production Trend of CowpeaMakassar 24 87 29 105 37 147 37 108 11 44 4.0Gowa N/A 1,351 546 6,600 6,734 6,903Takalar 364 1,274 304 1,414 286 1,135 399 1,585 423 1,675 4.0Total 388 2,712 333 2,065 323 7,882 436 8,426 434 8,621
Area and Production Trend of GroundnutsMakassar 8 10 4 5 4 5 1 1 4 5 1.3Maros 2,984 2,984 3,257 2,147 2,130 2,528 2,545 3,790 2,752 3,907 1.4Gowa N/A N/A 1,468 2,693 1,859 3,344 1,180 2,109 953 1,574 1.7Takalar 395 486 398 486 348 1,126 249 259 158 164 1.0Total 3,387 3,480 5,127 5,331 4,341 7,003 3,975 6,159 3,867 5,650 1.5
Area and Production Trend of MungbeanMakassar 10 11 52 61 153 173 267 302 95 108 1.1Maros 1,523 381 576 660 1,833 3,059 1,425 2,280 886 1,063 1.2Gowa N/A N/A 4,655 3,353 7,852 5,653 6,266 4,059 5,511 3,605 0.7Takalar 3,870 2,631 3,981 2,830 3,755 2,677 4,266 2,986 4,688 3,279 0.7Total 5,403 3,024 9,264 6,905 13,593 11,561 12,224 9,628 11,180 8,055 0.7
Area and Production Trend of SoybeanMakassar 6 10 8 13 14 22 9 12 7 11 1.6Maros 2,093 3,205 691 1,008 670 485 876 1,009 583 759 1.3Gowa N/A N/A 1,299 3,022 722 1,609 378 764 335 623 1.9Takalar 291 383 781 1,017 556 652 412 494 402 497 1.2Total 2,390 3,598 2,779 5,060 1,962 2,767 1,675 2,280 1,327 1,890 1.4
Area and Production Trend of Sweet PotatoMakassar 30 202 35 235 21 142 42 283 20 142 7.1Maros 253 3,036 165 1,980 288 1,257 248 3,338 241 2,958 12.3Gowa N/A N/A 499 4,602 875 7,499 565 5,173 219 4,984 22.8Takalar 373 3,783 291 4,172 249 4,221 285 8,868 288 8,883 30.8Total 656 7,021 990 10,989 1,433 13,118 1,140 17,662 768 16,967 22.1
Estate CropsArea and Production Trend of Coffee
1999 2000 2001 2002 2003
Regency HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
Yield(ton/ha)
Gowa 2,354 1,501 2,512 1,750 2,639 1,926 2,423 1,916 4,410 1,803 0.4Takalar 6 3 6 3 6 3 6 4 6 4 0.7Total 2,360 1,504 2,518 1,753 2,645 1,929 2,429 1,920 4,416 1,807 0.4
Area and Production Trend of CacaoGowa 230 69 230 73 256 89 294 103 465 168 0.4Takalar 34 20 34 21 34 22 34 23 34 23 0.7Total 264 89 264 94 290 111 328 126 499 191 0.4
Area and Production Trend of CandlenutsGowa 1,065 495 1,260 577 1,340 610 1,286 615 1,928 553 0.3Takalar 255 255 255 255 52 255 52 0.2Total 1,320 495 1,515 577 1,595 610 1,541 667 2,183 605 0.3
Area and Production Trend of CashewnutsGowa 1,157 356 1,656 906 1,844 616 1,656 580 3,003 636 0.2Takalar 1,721 321 1,721 386 1,790 420 1,790 822 1,790 980 0.5Total 2,878 677 3,377 1,292 3,634 1,036 3,446 1,402 4,793 1,616 0.3
Area and Production Trend of CloveGowa 271 67 271 76 271 79 275 91 418 93 0.2
Area and Production Trend of CoconutsGowa 1,044 975 1,139 1,081 1,179 1,121 1,222 1,288 1,654 1,343 0.8Takalar 1,697 299 1,697 1,114 1,709 1,217 1,709 1,296 1,712 1,319 0.8Total 2,741 1,274 2,836 2,195 2,888 2,338 2,931 2,584 3,366 2,662 0.8
Area and Production Trend of CottonGowa 52 16 78 16 47 33,475 262 307 400 7 0.02Takalar 39 15 73 8 42 71 200 370 70 370 5.3Total 91 31 151 24 89 33,546 462 677 470 377 0.8
Area and Production Trend of KapokGowa 759 461 907 530 907 334 907 560 1,262 548 0.4Takalar 435 198 435 200 435 218 435 229 435 230 0.5Total 1,194 659 1,342 730 1,342 552 1,342 789 1,697 778 0.5
Area and Production Trend of PepperGowa 2 1 2 1 36 1 0.01
Area and Production Trend of SugarcaneGowa 1,455 41,460 1,165 37,531 801 20,959 667 21,495 762 57,543 75.5Takalar 58 147 4,844 147 7,344 150 270 350 10,500 30.0Total 1,513 41,460 1,312 42,375 948 28,303 817 21,765 1,112 68,043 61.2
Area and Production Trend of TeaGowa 86 117 97 120 97 110 97 110 131 170 1.3
Area and Production Trend of VanillaGowa 5 1 8 3 122 4 0.03
VegetablesArea and Production Trend of Cabbage
1999 2000 2001 2002 2003
Regency HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
HarvestedArea (ha)
Production(ton)
Yield(ton/ha)
Makassar 37 175 50 237 63 291 103 484 103 508 4.9Maros 2 7Gowa 7,713 13,878 12,313 1,097 1,123Gowa 806 975 2,389 3,279 7,748Total 39 8,701 50 15,090 63 14,993 103 4,860 103 9,379
Area and Production Trend of CarrotMaros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/AGowa 171 5,460 715 69 2,825Total 0 171 0 5,460 0 715 0 69 0 2,825
Area and Production Trend of ChiliMakassar 31 138 36 161 30 134 25 112 37 165 4.5Maros 395 227 130 93 415 326 65 145 45 134 3.0Gowa 2,686 1,557 2,203 19,832 1,728Takalar 81 385 121 592 172 753 161 757 187 852 4.6Total 507 3,436 287 2,403 617 3,415 251 20,845 269 2,881
Area and Production Trend of CucumberMakassar 4 16 5 21 14 57 3 13 1 4 4.1Maros 35 436 111 73 30 195 16 157 10.1Gowa 182 280 320 132 11,322Takalar 107 2,140 113 2,289 121 2,435 100 1,923 102 1,965 19.3Total 146 2,774 118 2,590 246 2,885 133 2,262 119 13,449
Area and Production Trend of EggplantMakassar 11 29 6 16 10 34 6 21 4 14 3.5Maros 108 90 361 199 193 132 29 45 25 43 1.7Gowa 991 4,732 1,054 16,725 5,144Takalar 55 156 94 282 105 516 122 624 124 632 5.1Total 174 1,266 461 5,229 308 1,737 157 17,415 153 5,833
Area and Production Trend of GarlicMaros 117 68Gowa 1 2Total 0 1 117 68 0 2 0 0 0 0
Area and Production Trend of Green MustardMakassar 25 126 32 163 32 105 26 85 35 111 3.2Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/AGowa 6,166 7,333 12,313 819 6,883Takalar 160 2,433 158 2,433 169 2,497 173 1,816 267 2,786 10.4Total 185 8,725 190 9,929 201 14,914 199 2,720 302 9,780
Area and Production Trend of PotatoMaros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/AGowa 10,156 12,916 1,996 1,198 1,985Total 0 10,156 0 12,916 0 1,996 0 1,198 0 1,985
Area and Production Trend of Red OnionTakalar 14 135 14 135 12 144 38 1,182 13 149 11.4Maros 29 123 1 2 10 2 13 31 2.3Gowa 71 127 90 1,940 10Total 43 329 15 264 12 234 48 3,124 26 190
Area and Production Trend of SpinachMakassar 12 55 41 191 18 83 17 79 32 93 2.9Gowa 57 132 399 3,465 625Total 12 112 41 323 18 482 17 3,543 32 717
Area and Production Trend of Spring OnionMakassar 6 19 4 12 3 9 2 6 7 22 3.1Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/AGowa 5,228 13,608 11,873 795 1,978Total 6 5,247 4 13,620 3 11,882 2 801 7 2,000
Area and Production Trend of String BeanMaros 26 31 63 38 35 20 3 6 2.0Gowa 4,764 3,212 9,162 392 3,376Total 26 4,795 63 3,250 35 9,182 0 392 3 3,382
FruitsProduction Trend of Avocado
1999 2000 2001 2002 2003
Regency Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Makassar 1 1 2 1Maros 51 100 67 170Gowa 2,828 1,724 8,061 1,352 6,009Total 2,880 1,725 8,163 1,421 6,180
Production Trend of BananaMakassar 145 110 324 945 113Maros 6,267 5,792 3,305 4,169 6,664Gowa 22,857 24,522 40,422 68,223 74,553Takalar 5,528 13,501 1,909 824 14,524Total 34,797 43,925 45,960 74,161 95,854
Production Trend of BreadfruitMakassar 9 - 8Gowa 565 13,037 3,825 455 21,379Takalar 83 360 162 46 52Total 647 13,406 3,987 508 21,431
Production Trend of CarambolaMakassar 399 29 71 71 120Gowa 15 24 17 25 120Total 414 53 88 97 240
Production Trend of CitrusMakassar 52 44 45 23 96Maros 501 439 2,907 2,732Gowa 1,421 601 1,074 110 3,605Takalar 2,419 200 698 1,332 1,881Total 4,392 845 2,256 4,371 8,314
Production Trend of DurianGowa 174 6,628 9,991 416 47,141Takalar 11 12 485 262 176Total 185 6,640 10,476 678 47,317
Production Trend of GuavaMakassar 75 33 158 144 101Takalar 21 720 160 14 24Total 96 753 318 158 125
Production Trend of JackfruitMakassar 362 349 281 336Gowa 60,703 3,982 16,197 6,010 1,562Takalar 613 83 2,443 6,866 7,302Total 61,316 4,427 18,988 13,158 9,200
Production Trend of Rose Apple (Jambu Air)Makassar 5 14 8 21Gowa 21 47 27 10 13Maros 119 70 600 1,011Gowa 236 190 219 227 295Total 377 242 331 845 1,340
Production Trend of LanzonGowa 11 4,824 6,655 64 26,842Takalar 2,217 1,927 602 276 685Total 2,229 6,751 7,257 339 27,528
Production Trend of MangoMakassar 2,764 4,912 5,125 5,705 4,607Maros 1,179 139 6,465 5,712Gowa 9,132 9,820 2,877 3,296 2,777Takalar 2,319 5,243 4,443 4,455 4,531Total 15,394 19,974 12,585 19,921 17,627
Production Trend of PapayaMakassar 101 111 104 131 67Maros 672 662 175 999 2,775Gowa 631 891 1,487 847 4,770Takalar 65 22 46 79 163Total 1,469 1,687 1,812 2,056 7,776
Production Trend of Markisa (Passion Fruit)1999 2000 2001 2002 2003
Regency Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Production(ton)
Gowa 7,190 9,591 11,517 22,724 57,135
Production Trend of PineappleMakassar 1 3 1 4 2Maros 84 33 76 71 282Gowa 160 302 243 133 2,222Takalar 25 31 77 14 15Total 270 369 397 221 2,521
Production Trend of RambutanMakassar 1 1 4 3 4Gowa 339 4,760 1,414 110 7,455Takalar 1 4Total 340 4,761 1,419 117 7,459
Production Trend of AppleGowa 191 236 1,199 237 295
Production Trend of SalakMaros 53 6 38 3 14Gowa 18 21 27 27 1,651Total 71 26 64 30 1,665
Production Trend of SapodilaMakassar 6 32 6Gowa 1 0 4 5
Production Trend of SoursopMakassar 17 38 30 36 4Gowa 3,223 1,726 566 6,434 1,274Takalar 353 28 409 80 127Total 3,594 1,792 1,005 6,550 1,404
Production Trend of WatermelonMakassar 60 61 60 90 181Gowa 1,725 2,376 2,075 22,724 19,774Takalar 2,493 5,040 5,256 5,197 3,668Total 4,279 7,477 7,392 28,011 23,622
Lampiran 2
Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products)
Cacao
Cacao pod
Leaf
Cocoa Beans
Pulp
Solid Waste
Compost industrialmaterials
- Liquor - Powder - Butter - Cake
- Ice cream - Snack - Chocolate bar, chips - Candy, Drink
PharmacyIndustry
- Ingredient of medicine - Cosmetic additives
Organic fertilizer
Coffee
Fruit
Leaf
Coffee Berry
Residues
Compost industrialmaterials
- Pharmacy industry - Coffee beans for export - Instant coffee - Caffeine
Organic fertilizer
Coconut
Leaf rib
Leaf
Coconut water
Endosperm
Shell
Cooking fuel
- Coconut essence - Coconut wine - Coconut sauce - Drink
- Furniture - Construction materials
Coconut oilCoconut fruit
Stem
Knot
Outer husk
Copra
- Coconut milk - Coconut cake - Desiccated coconut - Cosmetic additives
Residual coconut cake
Charcoal
- Charcoal flour - Active carbon
Craft material
- Coir - Mattress - Car seat
Animal feed
Cooking utensils
Cashew
Fruit
Leaf
Cashew nut
Cashew apple
Shell
- Syrup - Sweetener
Organic fertilizer
Markissa
Fruit
Rind
Fruit essence
Fresh fruit
Jam / Jelly
Cake / drinkindustries
Organic fertilizer
Alcohol
Paddy
Paddy
Straw
Rice
Residue
Bran
Cake / snack /noodle industries
Husk
Electricity
Alcohol
Rice flour
Animal feed
- Steel polisher - Fuel
Biomass energy
Paper industry Paper
Maize
Cobs with grain
Stalk
Grain
Dried husk
Cobs
Craft industry
Organic fertilizer
Fuel
- Corn - Maize flour - Animal feed - Corn oil
Food / restaurant industry
Animal feed
Soybean
Bean
Stem / root
Dried bean
Bean skin
- Tofu / Tempe - Bean sprout - Soy milk - Soybean flour - Other food industries - Animal feed
Organic fertilizer
Cassava
Tuber
Leaf
Wet tuber
Tapioca
Dried chips
Confectionery industry
- Vegetable - Organic fertilizer
Animal feed
Home consumption
Cassava starch
Alcohol industry
Ingredient for mosquito coil
- Alcohol - Methylated spirits
Shrimp
Frozen shrimp
Shell & head
Shrimp processing industry
Export
- Shrimp crisp / snack - Dried shrimp - Other products
Organic fertilizer
Seaweed
Waste
Dried seaweed
Wet seaweed
Food industry
Pharmacy industry
Beverage industry
- Fish pond culture - Restaurant
Fish
Fish egg
Fresh fish
Home consumption
Fish industry
Salted fish
Fish powder
Bamboo
Stem
Bamboo shoot
Construction materials
Furniture materials
Handcraft materials
- Chair, shelf, bed, etc.
- Dried bamboo shoot - Salted bamboo shoot
- Wall, pole, roof, floor
Handcraft materials
- Tooth pick, chopsticks, fan, lamp cap, etc.
Leaf
Organic fertilizer
Pine resin
Chemical industry
Paint industry
Tanning industry
Paint essence
Leather processing supplement
Lampiran 3
Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan
Tabel A3-1 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Irigasi
(Unit: Rp.)Paddy (Dry) Paddy (Wet) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cabbage Carrot Chili Watermelon SugarcaneInput Cost 4 617 000 4 617 000 1 000 000 2 334 000 3 177 500 605 000 6 000 000 7 538 500 8 946 000 2 200 000 10 066 512Production Cost 4,617,000 4,617,000 1,800,000 2,334,000 3,177,500 1,405,000 6,000,000 7,538,500 8,946,000 3,700,000 10,066,512
Yield (kg) 6,000 5,500 4,300 1,700 1,800 1,200 15,000 5,000 8,000 12,300 80,000Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 1000 2,500 2,000 1,000 350Gross Income 6,600,000 6,050,000 4,300,000 3,910,000 6,300,000 2,760,000 15,000,000 12,500,000 16,000,000 12,300,000 28,000,000Net Return 1,983,000 1,433,000 2,500,000 1,576,000 3,122,500 1,355,000 9,000,000 4,961,500 7,054,000 8,600,000 17,933,488Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Tabel A3-2 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2005)
(Unit: Rp.)Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cassava Cabbage Carrot Chili WatermelonInput Cost 4 360 500 3 334 500 1 000 000 1 896 375 2 859 750 550 000 4 758 750 5 400 000 6 407 725 7 604 100 1 980 000Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 1,110,000 4,758,750 5,400,000 6,407,725 7,604,100 3,330,000
Yield (kg) 5,500 3,400 3,300 1,400 1,500 800 18,000 11,000 3,500 5,000 8,000Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 300 1000 2,500 2,000 1,000Gross Income 6,050,000 3,740,000 3,300,000 3,220,000 5,250,000 1,840,000 5,400,000 11,000,000 8,750,000 10,000,000 8,000,000Net Return 1,689,500 405,500 1,740,000 1,323,625 2,390,250 730,000 641,250 5,600,000 2,342,275 2,395,900 4,670,000Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Tabel A3-3 Perkiraan Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2020)
(Unit: Rp.)Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cassava Cabbage Carrot Chili Watermelon
Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 1,110,000 4,758,750 5,400,000 6,407,725 7,604,100 3,330,000Yield (kg) 5,800 4,000 3,600 1,500 1,600 1,000 20,000 12,000 4,000 5,500 9,000Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 300 1000 2,500 2,000 1,000Gross Income 6,380,000 4,400,000 3,600,000 3,450,000 5,600,000 2,300,000 6,000,000 12,000,000 10,000,000 11,000,000 9,000,000Net Return 2,019,500 1,065,500 2,040,000 1,553,625 2,740,250 1,190,000 1,241,250 6,600,000 3,592,275 3,395,900 5,670,000Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Tabel A3-4 Biaya Tanaman menurut Tanaman Pohon Perennial (2005)
(Unit: Rp.)Coconuts Mango Markissa Pepper Cashew
Year 1. Investment &Maintenance
2. ProductionValue Net (2.-1.) 1. Investment
&2. Production
Value Net (2.-1.) 1. Investment&
2. ProductionValue Net (2.-1.) 1. Investment
&2. Production
Value Net (2.-1.) 1. Investment &Maintenance
2.Production Net (2.-1.)
1 6,000,000 0 -6,000,000 4,900,000 0 -4,900,000 7,900,000 0 -7,900,000 10,200,000 0 -10,200,000 3,242,800 0 -3,242,8002 4,800,000 0 -4,800,000 1,950,000 0 -1,950,000 1,950,000 0 -1,950,000 3,900,000 0 -3,900,000 460,000 0 -460,0003 2,600,000 0 -2,600,000 1,500,000 0 -1,500,000 1,500,000 0 -1,500,000 3,000,000 0 -3,000,000 620,000 0 -620,0004 1,800,000 0 -1,800,000 1,500,000 0 -1,500,000 1,500,000 0 -1,500,000 6,300,000 0 -6,300,000 620,000 0 -620,0005 1,800,000 0 -1,800,000 1,500,000 1,728,000 228,000 1,500,000 1,472,000 -28,000 6,300,000 10,000,000 3,700,000 620,000 1,200,000 580,0006 1,800,000 4,200,000 2,400,000 500,000 2,592,000 2,092,000 500,000 2,208,000 1,708,000 6,300,000 15,000,000 8,700,000 620,000 1,800,000 1,180,0007 800,000 6,300,000 5,500,000 500,000 3,456,000 2,956,000 500,000 2,944,000 2,444,000 6,300,000 20,000,000 13,700,000 620,000 2,400,000 1,780,0008 800,000 8,400,000 7,600,000 500,000 4,320,000 3,820,000 500,000 3,680,000 3,180,000 6,300,000 25,000,000 18,700,000 620,000 3,000,000 2,380,0009 800,000 10,500,000 9,700,000 500,000 5,184,000 4,684,000 500,000 4,416,000 3,916,000 6,300,000 30,000,000 23,700,000 620,000 3,600,000 2,980,000
10 800,000 12,600,000 11,800,000 500,000 6,048,000 5,548,000 500,000 5,152,000 4,652,000 6,300,000 35,000,000 28,700,000 620,000 4,200,000 3,580,00011 800,000 14,700,000 13,900,000 500,000 6,912,000 6,412,000 500,000 5,888,000 5,388,000 6,300,000 40,000,000 33,700,000 620,000 4,800,000 4,180,00012 800,000 16,800,000 16,000,000 500,000 7,776,000 7,276,000 500,000 6,624,000 6,124,000 6,300,000 45,000,000 38,700,000 620,000 5,400,000 4,780,00013 800,000 18,900,000 18,100,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,00014 800,000 21,000,000 20,200,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,00015 800,000 21,000,000 20,200,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,000
Total 26,000,000 134,400,000 25% 16,350,000 63,936,000 22% 19,350,000 54,464,000 15% 92,700,000 370,000,000 35% 11,762,800 44,400,000 25%Benefit/year 7,226,667 (IRR) 3,172,400 (IRR) 2,340,933 (IRR) 18,486,667 (IRR) 2,175,813 (IRR)Benefit/2tree/year 120,444 63,448 33,442 132,048 15,542Source: Dinas Perkebunan, 2005
Tabel A3-5 Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi di Kawasan Irigasi Bili Bili Estimated Present Condition (2005) Initial Plan toward Full Development in 2008 Future Condition in 2020
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha)*Annual
Production Value(Mil. Rp.)
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha)Annual
Production Value(Mil. Rp.)
Irrigation Area Type of CropArea Planted
(ha)
AnnualProduction
Value (Mil. Rp.)
Reduction inAnnual
ProductionValue (Mil.
Rp.)Dry Paddy 2,369 3,993 Dry Paddy 2,369 4,698 Dry Paddy 1,519 3,012 -1,686Wet Paddy 2,369 2,886 Wet Paddy 2,369 3,395 Wet Paddy 1,519 2,177 -1,218Palawija 2,369 1,675 Palawija 2,369 1,675 Palawija 1,519 1,074 -601
Subtotal 7,107 8,554 Subtotal 7,107 9,768 Subtotal 4,557 6,263 -3,505
Dry Paddy 10,547 17,777 Dry Paddy 10,547 20,915 Dry Paddy 10,447 20,716 -198Wet Paddy 10,547 12,847 Wet Paddy 10,547 15,114 Wet Paddy 10,447 14,971 -143Palawija 10,547 7,459 Palawija 10,547 7,459 Palawija 10,447 7,389 -71
Subtotal 31,641 38,084 Subtotal 31,641 43,488 Subtotal 31,341 43,076 -412
Dry Paddy 10,686 18,012 Dry Paddy 10,686 21,190 Dry Paddy 10,676 21,171 -20Wet Paddy 10,686 13,016 Wet Paddy 10,686 15,313 Wet Paddy 10,676 15,299 -14Palawija 10,686 7,558 Palawija 10,686 7,558 Palawija 10,676 7,551 -7
Subtotal 32,058 38,585 Subtotal 32,058 44,061 Subtotal 32,028 44,020 -41
Total 85,223 Total 97,317 Total 93,358 -3,958Annual Production Value/ha 3.61 Annual Production Value/ha 4.12 Annual Production Value/ha 4.12
*85% less than Full Development Level % Change in Production Value 14.19% % Change in Production Value -4.07%
Bili Bili Area(2,369ha)
Kampili Area(10,547ha)
Bissua Area(10,686ha)
Bili Bili Area(1,519ha)
Kampili Area(10,447ha)
Bissua Area(10,676ha)
Bissua Area(10,686ha)
Kampili Area(10,547ha)
Bili Bili Area(2,369ha)
Tabel A3-6 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Irigasi Teknis
(Perbandingan 2005 dan 2020)
Technical Irrigation Area Present Condition in 2005
Crops Yield(ton/ha)
Net Return percrop (Rp./ha) Intensity % to Full
Dev. LevelNet Return
from 1ha Plot Intensity Net Returnfrom 1ha Plot Intensity Net Return
from 1haDry Paddy 6.0 1,983,000 100% 85% 1,685,550 94% 1,864,020 94% 1,864,020Wet Paddy 5.5 1,433,000 100% 85% 1,218,050 94% 1,347,020 94% 1,347,020Maize 4.3 2,500,000 7% 85% 148,750 10% 250,000 15% 375,000Soybean 1.7 1,576,000 15% 85% 200,940 8% 126,080 8% 126,080Groundnuts 1.8 3,122,500 10% 85% 265,413 15% 468,375 15% 468,375Mungbean 1.2 1,355,000 8% 85% 92,140 7% 94,850 7% 94,850
Vegetable (Cabbage) 15.0 9,000,000 0% 0 5% 450,000 0% 0Vegetable (Chili) 8.0 7,054,000 0% 0 5% 352,700 0% 0Annual Fruit Crop (Watermelon) 12.3 8,600,000 0% 0 0% 0 5% 430,000Sugarcane 80.0 17,933,488 0% 0 0 0Tree Crop (Coconut) per 2 trees - 120,444 0% 0 1% 120,444 1% 120,444
240% 3,610,843 239% 5,073,489 239% 4,825,789
Diversified IrrigatedUrban Agriculture
Other DiversifiedIrrigated Agriculture
Tabel A3-7 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Semi-Irigasi, Irigasi Non-Teknis
(Perbandingan 2005 dan 2020) Semi/Non-Technical Irrigation
Area/Rainfed Area Present Condition (130%) Future Condition in 2020 Urban Agriculture (140%) Other Area (130%) Dryland Area (70%)
Crops Yield(ton/ha)
Net Return percrop (Rp./ha) Intensity Net Return
from 1ha Plot Yield (ton/ha)Net Return
per crop(Rp./ha)
Intensity Net Returnfrom 1ha Plot Intensity Net Return
from 1ha Plot IntensityNet Returnfrom 1ha
PlotWet Paddy 5.5 1,689,500 100% 1,689,500 5.8 2,019,500 89% 1,797,355 70% 1,413,650 0% 0Dry Paddy 3.4 405,500 0% 0 4.0 1,065,500 0% 0 0% 0 0% 0Maize 3.3 1,740,000 7% 121,800 3.6 2,040,000 10% 204,000 15% 306,000 10% 174,000Soybean 1.4 1,323,625 5% 66,181 1.5 1,553,625 7% 108,754 7% 108,754 0% 0Groundnuts 1.5 2,390,250 10% 239,025 1.6 2,740,250 15% 411,038 15% 411,038 12% 286,830Mungbean 0.8 730,000 5% 36,500 1.0 1,190,000 3% 35,700 8% 95,200 0% 0Cassava 18.0 641,250 3% 19,238 20.0 1,241,250 5% 62,063 10% 124,125 15% 96,188
Vegetable (Cabbage) 11.0 5,600,000 0% 0 12.0 6,600,000 5% 330,000 0% 0 0% 0Vegetable (Chili) 5.0 2,395,900 0% 0 5.5 3,395,900 5% 169,795 0% 0 3% 71,877Annual Fruit Crop (Watermelon) 8.0 4,670,000 0% 0 9.0 5,670,000 0% 0 5% 283,500 10% 467,000Sugarcane 40.0 4,772,364 0% 0 50.0 8,272,364 0% 0 0% 0 0Tree Crop (Coconut) per 2 trees - 120,444 0% 0 120,444 1% 120,444 0% 120,444 0% 0Tree Crop (Cashew) /ha/year - 2,175,813 0% 0 - 2,175,813 0% 0 0% 0 20% 435,163
130% 2,172,244 140% 3,239,148 130% 2,862,711 70% 1,531,057
Tabel A3-8 Luas Lahan Pertanian dan Perkiraan Nilai Produksi Bersih pada Saat Ini
Type of Land Use Area Net Production Value(Mil. Rp.)
Technical Irrigation Area 23,602 85,223Semi-/Non-Technical Irrigation, Rainfed Area 64,380 139,849
Total 87,982 225,072
Tabel A3-9 Tata Guna Lahan Pertanian dan Perkiraan Nila Produksi Bersih pada Tahun 2020
Zone Area Net Production Value(Mil. Rp.)
Diversified Irrigated Urban Agriculture 10,000 50,735Other Diversified Irrigated Agriculture 9,142 44,117Irrigated Sugarcane Area 3,500 62,767Diversified Urban Agriculture 5,614 18,185Other Diversified Agriculture 57,476 164,537Dryland Agriculture 3,000 4,593
Total 88,732 344,934
Studi Implementasi
Rencana Tata Ruang Terpadu
Wilayah Metropolitan Mamminasata
STUDI SEKTORAL (5)
PENGEMBANGAN INDUSTRI
KRI International Corp.
Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Daftar Isi
1. KONDISI SAAT INI ............................................................................................................................1
1.1 Gambaran Umum ..................................................................................................1
1.2 Daya Saing ............................................................................................................3
1.3 Sub-Sektor Utama .................................................................................................4
1.4 Lembaga Penunjang............................................................................................10
1.5 Kegiatan Klaster..................................................................................................12
2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN .......................................................................................18
2.1 Pendekatan Analitik.............................................................................................18
2.2 Kondisi Permintaan .............................................................................................18
2.3 Kondisi Faktor.....................................................................................................18
2.4 Industri Terkait dan Penunjang............................................................................20
2.5 Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan .................................................................22
3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN.........................................................24
3.1 Strategi Pengembangan .......................................................................................24
3.2 Skenario Pengembangan .....................................................................................29
4. RENCANA AKSI.................................................................................................................................35
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-1
1. KONDISI SAAT INI
1.1 Gambaran Umum
1) Kontribusi PDRB
Kontribusi PDRB dari sektor manufaktur di Mamminasata1 (20% pada tahun 2003) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Sulawesi Selatan (12%), tapi relatif masih rendah terhadap Indonesia (31%).
Trade, Hotel,Restaurant
21%
Agriculture,Livestock,Forestry,Fishery
15%
Consturction7%
Electricity,Gas, Water
2% Mining,Quarrying
1%
FinancialService
8%
Transport,Communi-
cation11%
ManufacturingIndustry
20%Service
15%
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar
Gambar 1- 1 Kontribusi PDRB dalam Area Studi (2003)
Konsentrasi sektor manufaktur yang relatif tinggi ini kebanyakan berasal dari Makassar karena kontribusi tiga kabupaten lainnya hanya 16% dari kontribusi Makassar.
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
Makassar Maros Gowa Takalar
Millio
n R
p.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
GRDP Breakdown
GRDP Share
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar
Gambar 1- 2 Kontribusi PDRB Sektor Manufaktur (2003)
2) Kontribusi Sektor
Meski 71% dari tenaga kerja bekerja pada UKM, namun kontribusi UKM terhadap PDRB di sektor manufaktur hanya 12%. Dua sektor utama, makanan/minuman dan produk kayu/furnitur yang dihasilkan oleh usaha besar dan menengah mendominasi
1 "Mamminasata" dalam laporan ini merujuk pada Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar secara
keseluruhan.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-2
PDRB sektor manufaktur sebesar 83% di tahun 2003. Sektor-sektor lain dari usaha besar dan menengah hanya menyumbang 4% dari total PDRB.
food, beverages(L&M)41%
equipment,machinery,apparatus
(L&M)2%
other (L&M)
1%fertilizers,chemical,rubber(L&M)
1%
non-metalicmineral
products(L&M)
1%
small and micro12%
wood products,furniture(L&M)42%
small and micro71%
equipment,machinery,apparatus
(L&M)2%
mineralproducts (L&M)
2%
other (L&M)3%
wood products,furniture (L&M)
7%
food,beverages
(L&M)15%
Gambar 1- 3 Bagian PDRB dalam Area Studi (2003) Gambar 1- 4 Distribusi Tenaga dalam Area Studi (2003)
Di samping itu, kecuali dua sektor dominan (makanan/minuman dan produk kayu/furnitur), produktivitas tenaga kerja pada sektor manufaktur di Mamminasata jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas tenaga kerja nasional. (Lihat Gambar 1-5).
paper, printing
equipment, m
achinery, apparatus
iron & basic metal
fertilizers, chemical, rubber
food, beverages
non-metalic m
ineral products
wood products, furniture
textile, leather, footware
other
Mamminasata
Indonesia
0
50
100
150
200
250
300
Million Rp.
Gambar 1- 5 Nilai Tambah per Pekerja Usaha Besar dan Menengah (2003)
3) Kecenderungan
Ditandai dengan berdirinya PT. Semen Bosowa Maros, sebuah perusahaan semen berskala besar, PDRB sektor manufaktur meningkat hingga 13% di tahun 1999; namun, tingkat pertumbuhannya cenderung menurun sejak itu. Tingkat pertumbuhan rata-rata sektor manufaktur dari tahun 2000 hingga 2003 kurang dari 5% baik di tingkat nasional maupun lokal. Di tengah-tengah persaingan global yang semakin meningkat, kecenderungan masa depan kelihatannya tidak begitu menjanjikan, kecuali jika ada langkah-langkah antisipasi yang tepat diambil.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-3
IndonesiaSouth Sulawesi
Mamminasata0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
1999 2000 2001 2002 2003
Gambar 1- 6 Tingkat Pertumbuhan Sektor Manufaktur
1.2 Daya Saing
Keuntungan komparatif yang nampak (Revealed Comparative Advantage atau RCA) adalah sebuah tindakan untuk mengidentifikasi barang-barang ekspor yang memiliki keuntungan komparatif di daerah tertentu. Gambar 1-7 memperlihatkan RCA komoditi ekspor Sulawesi Selatan dibandingkan dengan rata-rata nasional. Semakin tinggi nilai sumbu x, semakin maka tinggi pula daya saing komoditi tersebut di Indonesia. Namun demikian, komoditas paling kompetitif, yaitu nikel, yang memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total ekspor di Sulawesi Selatan, diproduksi di Luwu oleh PT. Inco dan tidak memiliki hubungan industri dengan kawasan Mamminasata. Status komoditas utama lainnya dibahas sebagai berikut.
p p ( )(RCA: 10.1-100.0)
0
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
Revealed Comparative Advantage
Val
ue o
f Exp
ort
s (U
SD
)
(More competitive→)
Lime, cement andfabricatedcostruction materials
Cocoa
Crude animalmaterials, N.E.S
Nickel ores andconcentrates
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-4
p p(RCA: 3.1-10.0)
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00
Revealed Comparative Advantage
Val
ue o
f Exp
ort
s (U
SD
)
(More competitive→)
Feeding stufffor animals
Fish, dried salted orin brine; smoked fish
Sugar, molasses andhoney
RiceCrude vegetablematerials, N.E.S
Crustanceansmoluscs andaquaticinvertebrates
(RCA: 1.0-3.0)
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50Revealed Comparative Advantage
Val
ue o
f Exp
ort
s (U
SD
)
Woodmanufactures,N.E.S
Wood, simplyworked andrailwaysleeper of wood
Fruit and nut,fresh or dried
Stone, sandand gravel
Coffee andcoffee substitues
Fish, fresh,chilled or frozen
Wood in therough or roughlysquared
Measuring, checking,and controlling instr.
(More competitive→) Catatan: RCA i=(Xi, Sulawesi Selatan/ΣX Sulawesi Selatan)/ (Xi, Indonesia/ΣXIndonesia)
dimana RCA i adalah revealed comparative advantage (RCA) komoditas i, Xi, Sulawesi Selatan adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan, ΣXSulawesi Selatan adalah total nilai ekspor dari Sulawesi Selatan, Xi, Indonesia adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan, dan ΣXIndonesia adalah total nilai ekspor dari Indonesia.
Sumber: BPS (2004) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Expor 2003
Gambar 1- 7 Daya Saing Ekspor Sulawesi Selatan (2003)
1.3 Sub-Sektor Utama
1) Produk Makanan
Oleh karena produk pertanian dan kelautan merupakan sumber daya utama yang ada di Sulawesi Selatan, sektor makanan/minuman memperoleh prioritas kebijakan tertinggi. Berikut adalah status terkini produk utama pertanian dan kelautan yang
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-5
diolah di Mamminasata.
Kakao
Biji dan produk kakao merupakan komoditi ekspor terbesar kedua Sulawesi Selatan setelah nikel. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana, sementara 70% kakao ekspor Indonesia diproduksi di Sulawesi Selatan. Namun demikian, kualitas kakao Indonesia di anggap berbeda dari biji kakao Afrika. Kakao Indonesia bercita rasa rendah, sementara kakao Afrika unggul dalam hal cita rasa dan aroma. Kakao dari Sulawesi Selatan saat ini dicirikan sebagai berikut: biji kecil, mentega berkadar lemak rendah, dan berkadar ampas tinggi. Reputasi tersebut menjadikan harga biji kakao fermentasi tidak didasarkan atas kualitas, meski biji kakao hasil fermentasi memiliki aroma yang lebih baik bila dibandingkan dengan biji yang tidak difermentasi.2 Hal ini membuat para petani enggan untuk melakukan fermentasi. Dengan demikian, pasaran biji kakao Sulawesi Selatan masih didominasi oleh kakao yang tidak difermentasi.
Pasar terbesar kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, di mana biji-biji kakao dari Indonesia dicampur dengan kakao berkualitas lebih tinggi agar cita rasanya lebih baik. Dengan demikian, perusahaan pengelola kakao terbesar di Mamminasata, PT Effem Indonesia, berasal dari AS. Namun, hanya 10% kakao yang diproses di Sulawesi Selatan, sementara sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk biji kakao.
Ancaman terbesar terhadap industri ini adalah tingkat produksi kakao. Masalah yang timbul adalah serangga perusak kakao (Cacao Pod Borer), ngengat yang bertelur di polong kakao. Serangga perusak ini telah mempengaruhi produksi biji kakao hingga lebih dari 50%. Masalah lain adalah pohon kakao yang terlalu tua. Produksi biji kakao mencapai puncaknya pada umur sekitar 8 - 10 tahun sementara kebanyakan pohon kakao di Sulawesi Selatan sudah berumur lebih dari 20 tahun.
Baik petani maupun industri dapat memperoleh keuntungan apabila teknik penanaman yang tepat diadopsi untuk meningkatkan produktivitas. Ada beberapa proyek yang sedang berlangsung untuk mensosialisasikan teknik-teknik penanaman yang tepat. Proyek yang paling menonjol adalah pembentukan desa-desa kakao percontohan yang dipelopori oleh ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia), yang menetapkan 3 ladang percontohan di 12 kabupaten, dan proyek Prima PT. Effem, yang memberikan pembinaan/bimbingan mengenai teknik penanaman bagi 1.000 petani di Luwu.
2 Harga kakao non fermentasi di Sulawesi Selatan adalah Rp. 10.300, semi fermentasi Rp. 10.800, dan cokelat
hasil fermentasi Rp 11.300 per kilogram pada tgl 10 November. Harga didasarkan pada transaksi bursa New York.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-6
Gula
Pabrik Gula Takalar, di bawah PTP Nusantara XIV, paling banyak menyerap tenaga kerja untuk sektor manufaktur, mempekerjakan sekitar 1.500 orang; namun produksi gulanya rendah dikarenakan kurangnya pasokan tebu dan penggunaan mesin yang sudah tua.
Masalah menyangkut industri gula tidak hanya disebabkan oleh faktor lokal. Produksi gula sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan nasional sejak 1967. Kira-kira setengah konsumsi nasional mengandalkan impor. Pemerintah telah mencoba untuk meningkatkan produksi tebu dengan mempertahankan ketertarikan para petani pada tanaman tebu. Ini telah dilakukan dengan mengontrol harga melalui BULOG (Badan Urusan Logistik) dan menerapkan batas perdagangan dalam hal ini impor gula. Namun, tak ada insentif yang diberikan kepada petani penanam tebu. Ladang tebu di Mamminasata juga telah berubah dan ditanami tanaman lain seperti jagung.
Produktivitas tebu yang rendah (rata-rata 35 ton/ha) sebagai akibat dari kurangnya air irrigáis dan varitas yang kurang memadai untuk pengolahan irigasi, serta aplikasi dan peralatan yang tidak memadai.
Untuk mengubah situasi tersebut di atas, maka perlu menciptakan persaingan industri gula dengan mengundang investor swasta. Sebenarnya, pemerintah telah meliberalisasi produksi gula dan mempromosikan investasi publik. Namun, lebih mudah menarik investor swasta di mana kesempatan besar terbuka, seperti misalnya di Lampung.
Cara lain untuk meningkatkan dinamika industri gula adalah menciptakan kegiatan komersial melalui produk sampingan tanaman tebu seperti sirup/tetes gula dan ethanol. Sementara gula tak mampu memenuhi permintaan daerah dan diimpor dari negara-negara tetangga seperti, Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong; maka sirup/tetes gula diekspor ke Korea Selatan dan Taiwan. Produk bernilai tambah tersebut dapat menciptakan kesempatan pasar jika ditunjang terus oleh pasokan tebu dan cara pengolahan yang baik. Selain itu, ethanol dapat diproduksi dari biomass, bahan sisa setelah memeras jus gula. Dengan teknologi moderen, biomass dapat memperoleh nilai komersial dan ekologis.
Udang Beku
Udang beku merupakan salah satu produk ekspor yang cukup pupoler dari Mamminasata, dan Jepang merupakan negara importir terbesar untuk komoditi udang windu. Udang windu Sulawesi Selatan saat ini menghadapi persaingan ketat dengan udang windu Kalimantan. Udang di Kalimantan dibudidayakan secara alami dalam
Pabrik Gula Takalar
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-7
tambak seluas 10 ha. Sementara, udang di Sulawesi Selatan dibudidayakan dalam kolam kecil berukuran sekitar 1 ha. Perbedaan dalam metode pembudidayaan ini mempengaruhi kualitas udang yang rentan terhadap perubahan konsentrasi garam dalam tambak kecil.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai jual udang beku, misalnya memproduksi udang siap goreng yang dilumuri tepung. Namun, Mamminasata tertinggal dibandingkan dengan Vietnam dan China dalam hal produksi bernilai tambah semacam itu.
Rumput Laut
Indonesia merupakan produsen rumput laut merah terbesar keempat. Khususnya, daerah pantai Takalar adalah daerah penghasil terbesar untuk spesis cottonnii, yang potensial dan memiliki banyak kegunaan untuk membuat jelly dan bahan pengental. Saat ini, sekitar 1% dari total volume produksi di Sulawesi Selatan diolah hingga berbentuk keripik dan bubuk, dan sebagian besar diekspor dalam bentuk yang telah dikeringkan. Keripik dan bubuk tersebut kemudian diolah menjadi carragenan setengah jadi, yang akan diolah lebih lanjut di luar negeri menjadi produk non-diet seperti kosmetik.
Serupa dengan kakao, upaya pengadaan rumput laut harus melalui berbagai tingkatan penghubung/tengkulak dan pedagang; sehingga sulit untuk mengontrol kualitas bahan baku. Ada dua masalah utama yang berkenaan dengan kualitas bahan baku. Pertama, rumput laut dipanen sebelum waktunya atau rumput laut yang dipanen sebelum genap berumur 45 hari. Rumput laut semacam ini mengandung lebih sedikit gelatin. Namun, para pedagang biasanya tidak memeriksa tingkat kematangan dan membeli berdasarkan kuantitas saja. Kedua, rumput-rumput laut tersebut sering dikeringkan langsung di atas pasir, sehingga mudah terkontaminasi. Sementara permintaan akan rumput laut meningkat dari 5 sampai 10% per tahun. Dengan demikian, perlu mengadopsi langkah-langkah untuk mengendalikan mutu produk agar sektor ini dapat lebih memaksimalkan peluang dalam pasar yang semakin bertumbuh.
2) Produk Kayu dan Furnitur
Hutan merupakan sumber daya yang penting di Sulawesi Selatan, yang menghasilkan kayu jati, kayu hitam dan nyatoh. Sektor perkayuan dan furnitur menghasilkan nilai tambah tertinggi per karyawan untuk sektor manufaktur di Mamminasata.
Perusahaan afiliasi Jepang yang memproduksi udang beku
cottonii
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-8
Kebanyakan usaha kayu memproduksi furnitur kayu untuk pasar lokal dan kayu untuk konstruksi. Mamminasata beruntung sebab tidak hanya memiliki sumber daya yang berlimpah, tapi juga memiliki tenaga kerja berbakat alami dan berjangka panjang. Faktor-faktor ini mengatasi masalah jarak yang jauh dari pasar dan memudahkan untuk menargetkan pasar yang bukan hanya pasar dalam negeri, tapi juga luar negeri. Kemudian, permintaan jasa konstruksi di Mamminasata juga memberikan dampak yang positif. Namun, pasokan kayu semakin berkurang sehubungan dengan melemahnya upaya perlindungan hutan. Juga disebabkan oleh semakin maraknya penebangan liar yang mengancam perdagangan sehat di pasar.
Tripleks
Sebagian besar tripleks dari Mamminasata diekspor ke Jepang. Sebuah perusahaan penghasil tripleks, dulunya milik pemerintah Jepang, menyerap tenaga kerja terbesar kedua di Mamminasata, yang mempekerjakan kurang lebih 1.500 orang.
Furnitur
Sebagain besar furnitur diproduksi untuk pasar domestik, sementara terdapat sebuah perusahaan Jepang yang secara khusus memproduksi furnitur dengan memanfaatkan seni ukir artistik Bali dan Jepara.
Furnitur buatan UKM lokal Perusahaan pembuat furnitur
khusus untuk pasar Jepang
3) Semen dan Bahan Galian
Sub-sektor semen dan bahan galian merupakan industri penting lain di Mamminasata. Bosowa group memiliki dua perusahaan bahan galian besar di Maros yang memproduksi semen dan marmer, 3 sementara ada banyak perusahaan yang memproduksi produk-produk semen seperti ubin dan tiang listrik. PT. Semen Bosowa, yang didirikan tahun 1999, memproduksi 1,8 juta ton per tahun. Terdapat juga pabrik semen yang lebih besar di Pangkep, PT. Semen Tonasa, dengan kapasitas
3 Kapasitas produksinya 1,5 juta/ton semen dan 0,1 juta/ton marmer di Maros. Diperkirakan terdapat kapasitas
2,6 milyar cadangan marmer di Maros (Direktori Sulawesi Selatan 2004 pp.90-91).
Bekas perusahaan afiliasi Jepang yang memproduksi Tripleks
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-9
Besi di daur ulang dalam pabrik berskala
kecil.
produksi 3,5 juta ton per tahun.
Semen Bosowa Maros
(semen) Tambang Bosowa (ubin marmer)
Produk semen lainnya 1 (trotoar)
Produk semen lainnya
(tiang listrik)
Bahan galian merupakan sumber pendapatan yang cukup bagus, bukan hanya untuk usaha menengah dan besar tapi juga untuk usaha kecil dan mikro. Terdapat sebuah “sentra” keramik berskala besar4 di Takalar dan Gowa. Baik JICA dan CIDA (Canadian International Development Agency) telah membantu peningkatan nilai produk dan pasar bagi para pembuat keramik. Selain itu, terdapat pula sentra batu bata yang memiliki 1.072 unit sedang beroperasi di Gowa.
Produk keramik tradisional
Produk keramik kecil bantuan CIDA
Produk keramik hias bantuan JICA
Batu tanah liat tradisional di Gowa
4) Sektor Daur Ulang
Guna melindungi lingkungan, fungsi-fungsi sub-sektor daur ulang semakin lama menjadi semakin penting. Bisnis daur ulang adalah berupa plastik, kertas, besi dan botol; tapi masih sedikit jumlah perusahaan yang menggeluti bidang daur ulang ini di Mamminasata. Kebanyakan sampah yang dapat didaur ulang dikumpulkan dan dikirim ke Surabaya. Walaupun kontribusi perusahaan tersebut ke PDRB hanya 0,1% dari sektor manufaktur, namun sub-sektor daur ulang telah mengalami pertumbuhan sebesar 10% di Indonesia dan 7% di Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir.
Hanya terdapat tiga perusahaan yang mengolah kembali limbah daur ulang; yang pertama, perusahaan pembuat ember, gantungan, dan pot plastik; yang kedua, perusahaan pembuat perkakas rumah tangga aluminium; dan yang ketiga
4 "Sentra" artinya secara geografis menjadi pusat usaha produksi dan penjualan barang-barang serupa. "Sentra"
biasanya terdiri dari banyak usaha berskala mikro.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-10
pembuat logam. Ada lagi beberapa usaha yang memanfaatkan botol yang dapat di daur ulang untuk produk kecap dan saus tomat.
Tabel 1- 1 Daftar Sampah Daur Ulang di Mamminasata
Plastik Keranjang, Balok Plastik, Botol Plastik, Damar, Kantong Plastik
Logam Besi Tipis, Besi Tebal, Aluminum Tebal, Kawat Tembaga
Kertas Karton, Kertas Berwarna, Surat Kabar, Kertas HVS
Botol Botol Soda, Botol Kecap, Botol Markisa, Botol Fanta, Botol Sirup ABC
1.4 Lembaga Penunjang
1) Dinas Perindustrian dan Pergadangan.
Ada 6 industri penunjang di bawah Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan).
BPTTL
BPTTL (Balai Pengembangan Teknologi Tekstil & Logam) dibentuk di bawah Disperindag Sulawesi Selatan. BPTTL mempunyai enam UPT (Unit Pelayanan Teknis): tiga untuk tekstil (Soppeng, Wajo, Enrekang) dan tiga lainnya untuk kerajinan logam (Makassar, Parepare, Sidrap). UPT memberikan pelatihan dan penyuluhan bagi Industri Kecil dan Menengah (UKM). UKM-UKM tersebut juga dapat berkunjung ke UPT untuk menggunakan alat-alat mesin.
UPT di Indonesia memiliki reputasi rendah dalam hal pemeliharaan mesin dan hanya memiliki alat dasar yang hanya dapat digunakan untuk mendirikan usaha-usaha mikro. Tak terkecuali juga kerajinan logam di Makassar. Mesin yang digunakan untuk kerajinan logam di UPT yang terdapat di Makassar tidak dipelihara dengan baik, dan sampah berserakan di lantai.
Fasilitas yang dipergunakan
UKM UPT Makassar tidak menerapkan
prinsip "5S".
P3ED
P3ED (Pusat Promosi Perdagangan dan Ekspor Daerah) Makassar didirikan pada tahun 2004 di bawah kerjasama JICA. Institusi ini bertujuan mengembangkan produk bernilai tambah guna promosi ekspor. Staffnya bekerja sama dengan Disperindag
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-11
Sulawesi Selatan. Kegiatannya meliputi penyelenggaraan pelatihan, penyediaan informasi pasar dan masukan-masukan teknis, dan berpartisipasi dalam pameran.
Ada dua hal utama yang dapat mempengaruhi kinerja P3ED. Pertama, P3ED di Makassar kemungkinan berafiliasi dengan Dinas Perdagangan setelah adanya pemisahan Dinas Industri dan Dinas Perdagangan. Pemisahan ini dapat mengakibatkan P3ED mengurangi perhatiannya pada pengembangan produk bernilai tambah dan berkonsentrasi pada perdagangan. Kedua, tiga staf yang di kirim dari NAFED (National Agency for Export Development) dijadualkan kembali ke Jakarta tahun ini, dan manajemen akan diserahkan ke Dinas Perdagangan. Belum bisa dipastikan, apakah pegawai lokal siap mengemban tugas besar tersebut atau tidak.
BDI
BDI (Balai Diklat Industri) merupakan organisasi di bawah PUSDIKLAT-INDAK (Pusat Pendidikan dan Pelatihan - Industri Kecil dan Dagang Kecil). BDI meyelenggarakan pelatihan bagi para pegawai Disperindag. Balai ini telah menyelesaikan pembangunan asrama yang mampu mengakomodasi 72 orang. Saat ini, pelatihan yang ada khusus untuk para pegawai Disperindag. BDI telah menerima rekomendasi dari JICA mengenai pengembangan sumber daya manusia dan akan memulai pelatihan shindan-shi, atau konsultan resmi bagi UKM-UKM.
LPT-Indak
LPT-Indak (Lembaga Pembinaan Terpadu Industri Kecil dan Dagang Kecil) memberikan pinjaman ke UKM sebesar Rp 5 sampai 25 juta per usaha. Jangka waktu peminjaman adalah dua tahun untuk sektor manufaktur dan satu tahun untuk sektor perdagangan. Ada 10 hingga 15 UKM yang menerima pinjaman per tahun, tergantung ketersediaan dana. Saat ini, sebagian besar pinjaman diberikan kepada para pedagang. Proses atau kinerja pengembalian tidaklah berjalan sebagaimana mestinya oleh karena beberapa UKM tidak merasa berkewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut.
BPSMB
BPSMB (Balai Pengujian & Sertifikasi Mutu Barang) melakukan pengujian terhadap produk-produk fakultatif dan wajib guna menerbitkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk fakultatif meliputi kakao, kopi, pala dan bunga pala. Produk wajib meliputi kacang mente, biji mete, teh hitam, karet biasa, merica, cengkeh, vanila, beras, pupuk, garam dan air mineral. BPSMB melakukan pengujian terbatas yang tidak memenuhi keseluruhan pengujian ISO. Terdapat dua perusahaan swasta di Mamminasata yang melakukan pengujian ISO.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-12
Balai Metrologi
Balai Metrologi menerbitkan sertifikat untuk alat-alat pengukuran. Dalam peraturan disebutkan bahwa alat-alat ukur seperti timbangan di pasar harus disertifikasi setiap tahunnya untuk melindungi kepentingan konsumen yang membeli produk yg melalui proses timbangan.
2) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki BLKI (Balai Latihan Kerja Industri). Pelatihan dirancang untuk anak muda yang mencari kerja, dan juga buruh pabrik. Kursus meliputi otomotif, mesin, las, listrik, konstruksi, servis, menjahit dan kecantikan. Kurang lebih 370 anak muda menerima pelatihan tiap tahun.
BLKI telah menerima kerja sama teknis dari JICA. Efek dari kerja sama tersebut dilihat berdasarkan tingkat penerapan 5S.5 Peralatan dan mesin terawat dengan baik dan 5S dipraktekkan dengan baik pula.
1.5 Kegiatan Klaster
Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkenalkan sebuah pendekatan klaster guna pengembangan industri. Pendekatan ini dapat memperkuat ikatan di antara pihak-pihak terkait dan membenahi kapasitas usaha individu.
Satu upaya pemerintah yang terlihat adalah sebuah program yang di sebut Gerbang Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat). Sebelas produk, utamanya produk pertanian dan kelautan, telah dipromosikan. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pilihan melalui pemberdayaan masyarakat lokal dan memperkuat ikatan di antara institusi lokal. Dalam Gerbang Emas, pemerintah berperan sebagai fasilitator sementara bank diharapkan berperan sebagai penyandang dana.
5 5S merupakan prinsip dasar menciptakan lingkungan kerja produktif , berasal dari istilah Jepang Sort (seiri),
Set in Order (Seiton), Shine (seiso), Standardize (Seiketsu), dan Sustain (Shitsuke)
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-13
Tabel 1-2 Sebelas Produk Pilihan dalam Gerbang Emas
Produk Area Produksi Kegiatan Utama
Kelapa Pinrang • Pelatihan pasca panen
• Pemasaran Sutera Wajo,
Enrekang, Soppeng
• Pengembang- biakkan
• Pemintalan benang
Rumput lauit
Takalar, Maros
• Produksi • Pengadaan
Garam Jeneponto • Produksi Madu Maros,
Makassar • Pengembang-
biakkan • Pelatihan
produksi madu Jagung Bantaeng,
Makassar • Pembudidayaan • Pengadaan • Pengolahan
Beras Pinrang, Pare-pare
• Pembudidayaan • Pengadaan
Susu Sinjai, Gowa
• Pengembang- biakan
• Pengolahan Kerajinan tangan (souvenir)
Gowa, Makassar
• Pengolahan
Kopi Toraja, Enrekang
• Pembudidayaan • Pengadaan
Kakao Luwu • Budidaya kakao • Perdagangan • Pengolahan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-14
Sebagai referensi, lokasi distribusi industri utama di Mamminasata telah dipetakan seperti terlihat dalam gambar 1-8 sampai 1-11.
Gambar 1-8 Pemetaan Industri Makassar
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-15
Gambar 1-9 Pemetaan Industri Gowa
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-16
Gambar 1-10 Pemetaan Industri Maros
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-17
Gambar 1-11 Pemetaan Industri Takalar
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-18
2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN
2.1 Pendekatan Analitik
Isu yang mengemuka dalam sektor manufaktur di Mamminasata di analisa berdasarkan empat faktor penentu dalam Model Berlian Michael Porter (Michael Porter's Diamond Model6); yaitu, i) kondisi permintaan, ii) industri terkait dan penunjang, iii) kondisi faktor, dan iv) strategi jitu, struktur, dan persaingan. Isu pada perdagangan dan investasi berhubungan erat dengan perkembangan sektor manufaktur.
2.2 Kondisi Permintaan
Secara umum, ada dua jenis pilihan untuk lokasi industri; berbasis sumber daya dan berbasis konsumen. Usaha yang beroperasi dekat dengan konsumen mudah untuk dipelajari konteks permintaannya. Jika permintaan pasar lokal untuk produk berkualitas tinggi, maka ini memberikan insentif ke usaha tersebut dalam mengembangkan industri berbasis konsumen yang kompetitif. Namun, pasar-pasar di Sulawesi Selatan umumnya menghargai produk bukan dari kualitasnya tapi dari harganya. Ini menjadi sebuah kondisi lemah bagi suatu usaha yang menargetkan nilai lebih tinggi kecuali jika usaha tersebut di bawah industri berbasis sumber daya, yang menargetkan pasar di luar.
2.3 Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi ketersediaan material dan SDM dan kesiapan prasarana. Meskipun Mamminasata mempunyai keunggulan dalam ketersediaan material sebagaimana yang dijelaskan di bagian sebelumnya, namun ada banyak isu yang muncul dalam pengembangan SDM dan prasarana.
6 Teori klaster Michael Porter diambil dalam bukunya yang berjudul The Competitive Advantage of Nations
tahun 1990. Dia berkata bahwa klaster yang sukses adalah klaster di mana keempat faktor penentu paling terkait secara dinamis seperti dalam Gambar 1.8.
STRATEGI JITU, STRUKTUR, DAN
PERSAINGAN
INDUSTRI TERKAIT DAN PENUNJANG
KONDISI FAKTOR
KONDISI PERMINTAAN
Gambar 2-1 Porter's Diamond Model
(Model Berlina dari Porter)
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-19
1) Pengembangan Sumber Daya Manusia
Mamminasata memiliki banyak institusi untuk pendidikan tinggi, namun kontribusinya terhadap sektor manufaktur belum banyak berarti. Oleh karena kesempatan kerja dalam sektor manufaktur terbatas, lulusan dari universitas belum terserat secara maksimal di sektor manufaktur. Sebagai contoh, dari 700 lulusan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (UNHAS) tiap tahunnya, hanya 30% yang bekerja di sektor manufaktur.
Terlebih lagi, pendidikan di perguruan tinggi tidak mampu memberikan pengetahuan praktis yang diperlukan untuk sektor manufaktur, khususnya tentang produksi dan pengendalian mutu. Fakultas Teknik UNHAS memiliki program magang wajib, di mana para mahasiswa bekerja di pabrik selama 2 hingga 6 bulan. Kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa yang tinggal di Makassar begitu terbatas untuk mendapatkan pengalaman di perusahaan manufaktur yang menunjukkan praktek terbaik di bidang produksi dan pengendalian mutu.
Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS hanya dilengkapi dengan peralatan dan mesin dasar. Selain itu, mereka tidak menerapkan prinsip 5S seperti BLKI.
Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS
2) Prasarana
Pengembangan prasarana merupakan prasyarat untuk menarik investor ke Mamminasata. Namun, tingkat prasarana masih rendah.
Jalan
Makassar merupakan lokasi strategis untuk mengirim berbagai produk dari Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, kondisi jalan sangat vital untuk menghubungkan kawasan produksi dan Makassar. Khususnya, lokasi produk-produk pertanian dan laut segar yang akan dipadukan ke dalam perekonomian Mamminasata sangat bergantung pada waktu pengangkutan. Selain itu, semua kawasan industri baru yang direncanakan di Mamminasata harus dilengkapi dengan jalan akses yang layak ke pelabuhan laut dan udara.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-20
Listrik
Mamminasata sering mengalami pemadaman listrik. Meskipun pengendalian pemakaian listrik sangat penting untuk kelestarian lingkungan, namun pemadaman listrik yang lama dan/atau tiba-tiba tentu saja bukan pertanda yang baik bagi perkembangan industri. Sebagai persyaratan dasar, pemadaman tiba-tiba harus dicegah karena dapat mengganggu proses pengolahan dan menghalangi pelaksanaan rencana produksi perusahaan.
Air
Banyak lokasi di Mamminasata juga tidak mendapat pasokan air yang cukup. Banyak perusahaan mengatasi masalah ini dengan menggunakan air sumur.
2.4 Industri Terkait dan Penunjang
Kekurangan lain dari industri di Mamminasata adalah lemahnya industri terkait dan penunjang. Meskipun sektor makanan dan minuman merupakan sektor yang difokuskan untuk promosi, namun kelemahan industri terkait dan pendukung tersebut menjadi penghalang bagi pertumbuhannya.
1) Pemasok Dalam rangka Mamminasata menargetkan promosi industri berbasis sumber daya, maka penguatan ikatan vertikal di antara para pemasok bahan mentah, pabrik, dan pedagang sangat diperlukan. Meskipun demikian, komunikasi vertikal antar pihak terkait tersebut masih terlihat sangat lemah di Mamminasata. Ini disebabkan para produsen beroperasi dalam skala kecil, makelar dan pedagang tingkat tiga hingga empat berada di antara para produsen dan pabrik (Lihat Gambar 1-9). Pohon vertikal yang kompleks ini menyulitkan pihak pabrik dalam menyampaikan permintaan kepada produsen untuk membenahi kualitas bahan mentah. Akibatnya, komoditas diperjualbelikan berdasarkan kuantitas di sepanjang rantai tersebut. Terlebih lagi, pihak pabrik hampir tidak membedakan harga menurut kualitas dan melakukan pemeriksaan setelah membeli.
exporter / glinder
・・・・・
x 6~8 penadah
x 5 penadah
penadah di kota
penadah di desa
penadah komunitas
petani (70-80 rumah
tangga)
Sumber: PENSA (2003) Program Ikatan Agribisnis: Laporan Program Kakao, IFC Gambar 2-2 Rantai Perdagangan (Studi Kasus tentang Kakao)
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-21
2) Industri Terkait
Selain itu, sub-sektor makanan dan minuman tidak mempunyai industri terkait yang kompetitif. Gambar 1-10 menggambarkan klaster makanan. Hanya sejumlah kecil usaha yang bergerak dalam bidang permesinan, termasuk sektor percetakan dan pengepakan. Pada akhir tahun 90-an, GTZ telah memberikan bantuan pelatihan pembuatan prototipe mesin pertanian di UPT. Kursus pelatihan tersebut dirancang untuk mengembangkan industri penunjang bagi sektor pertanian. UPT saat ini masih memberikan kursus pelatihan serupa tiga kali dalam setahun. Pelatihan serupa juga diperlukan untuk sektor percetakan dan pengepakan.
petani
perusahaanpupuk
perusahaanpembuat mesin
Agen cetak &pengepakan
perusahaan Kertas & tinta nelayan
pedagang
perusahaanmakanan
konsumen
Retailer
pedagang
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 2-3 Hubungan Industri Klaster Makanan
3) Penyedia BDS Satu gejala yang menunjukkan rendahnya perkembangan industri adalah kurangnya penyedia BDS (Business Development Service) aktif yang bergerak dalam pengembangan bisnis dengan basis komersial, termasuk pelayanan konsultasi dan pelatihan. Berdasarkan rekomendasi dari Committee of Donor Agencies (Komite Agen Donor), pemerintah pusat mencoba untuk mempromosikan pasar kepada penyedia BDS tersebut. Namun, arahan kebijaksanaan ini tak banyak dipraktekkan di Mamminasata, dan pemerintah daerah masih mempertimbangkan bahwa para PNS merupakan pelaku utama dalam penyediaan BDS bagi UKM. Di lain pihak, di Jawa Timur Disperindak memegang daftar penyedia BDS termasuk pekerja-pekerja di usaha besar, dan mengirim penyedia BDS yang tepat guna memberikan pelayanan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-22
konsultasi dan pelatihan bagi UKM-UKM.
Dinkop (Dinas Koperasi dan UKM) pernah melaksanakan proyek MAP (Modal Awal Padanan) dari tahun 2001 sampai 2003. Dalam proyek ini, satu penyedia BDS dirangkul untuk membantu satu koperasi selama tiga tahun. Masing-masing penyedia BDS menerima hingga Rp 50 juta untuk tiga tahun operasi. Walaupun sekitar 50 penyedia BDS ditunjuk dalam program ini, namun kinerja mereka secara umum kurang memuaskan. Ada dua masalah yang teridentifikasi; pertama, kebanyakan penyedia BDS tersebut tidak melaksanakan kewajiban mereka selama tiga tahun penuh karena pembayaran dilakukan di awal pengoperasian. Kedua, proyek ini dimulai sebelum penyedia BDS memiliki kapasitas yang memadai, sehingga mereka belum siap berperan sebagai konsultan swasta. Berdasarkan hasil tersebut, kebijakan diubah dan Dinkop tidak lagi memberi dukungan terhadap para penyedia BDS dalam upaya pengembangan koperasi.
Saat ini, terdapat kesempatan pasar yang terbatas bagi penyedia BDS. Salah satunya adalah kursus pelatihan finansial dari Bank Indonesia (BI) yang bertujuan membantu pengembangan penyedia BDS sebagai perantara finansial. Satu kursus berlangsung selama tiga hingga empat hari. Sehubungan dengan singkatnya waktu kursus tersebut, maka hanya pengetahuan dasar yang diberikan. Kesempatan pasar lainnya adalah bantuan finansial dari sejumlah BUMN, yang diharuskan untuk membelanjakan 5% dari keuntungan mereka untuk keperluan pengembangan UKM.
2.5 Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan
Rantai nilai menunjukkan garis kegiatan manufaktur, dimulai dari hulu (Penelitian & Pengembangan dan pengembangan produk), pengolahan, hingga ke hilir (penjualan dan pemasaran). Smile curve7 memperlihatkan bahwa di sepanjang garis proses produksi, titik arus tengah menghasilkan nilai tambah yang lebih rendah dibandingkan dengan titik hulu dan hilir.
R&D Pengembangan produk
Manufaktur Penjualan &pemasaran
Nilai tam
bah
Hulu Hilir Gambar 2-4 Smile Curve (Kurva Tersenyum)
Industri di Mamminasata sebagian besar terfokus pada logistik ke dalam dan kegiatan- kegiatan operasional. Mayoritas usaha tidak berkaitan dengan logistik ke luar, pemasaran/ penjualan, dan kegiatan pelayanan guna menjangkau pasar akhir. Mereka memproduksi produk setengah jadi dan tetap berperan sebagai pemasok bagi
7 Ide "smile curve" diusulkan oleh Pimpinan Acer Co. Ltd di Taiwan.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-23
pabrik di pasar akhir. Ini merupakan tantangan bagi sektor industri di Mamminasata untuk bergerak ke arah hulu maupun hilir.
Tabel 2-1 memperlihatkan analisis SWOT (strength=kekuatan, weakness=kelemahan, opportunity=peluang, dan threats=ancaman) untuk industri makanan Mamminasata.8
Tabel 2-1 Analisis SWOT pada Industri Makanan di Mamminasta (sementara)
Kondisi faktor Kondisi kebutuhan rumah tangga
Industri terkait dan penunjang
Strategi jitu, struktur, dan persaingan
Kekuatan Bahan baku berlimpah
Kegiatan penunjang oleh Gerbang Emas,
P3ED, dll.
Kelemahan • Prasarana tidak memadai
• Lahan datar yang tersedia untuk investor baru terbatas
Kualitas terbaik hanya untuk ekspor
Kurangnya industri
penunjang
Tidak mengarah ke produk
bernilai tambah lebih tinggi
Peluang Rencana pengembangan Mamminasata
Peningkatan taraf hidup
Ancaman Persaingan pasar dengan barang
impor Sumber: Tim Studi JICA
8 Praktek ini paling baik diterapkan dalam sebuah workshop oleh anggota pimpinan industri bersangkutan.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-24
3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
3.1. Strategi Pengembangan
1) Pelaku
Hanya ada 180 usaha menengah dan besar yang menghasilkan Rp 2,5 milyar nilai tambah bagi Mamminasata. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bukan hanya jumlah pasti usaha tapi juga keragaman sektor terbatas. Membantu usaha yang ada saja tidak akan cukup untuk pembangunan industri di Mamminasata. Selain membantu usaha yang ada, dua arahan harus secara simultan dicari untuk meningkatkan jumlah pelaku dalam sektor manufaktur; yaitu, (i) mengundang investor baru dari luar Sulawesi, dan (ii) membantu perkembangan pengusaha-pengusaha baru dari daerah untuk ikut berkiprah. Hingga kondisi investasi membaik, maka akan lebih realistis untuk menargetkan investor yang sedang beroperasi di Indonesia dan mau memperluas kegiatannya di Mamminasata. Investor baru secara bertahap akan diundang sejalan dengan membaiknya kondisi investasi.
2) Pasar Target
Sementara permintaan lokal tidak melihat produk berkualitas tinggi, maka akan lebih masuk akal jika pihak industri menargetkan pasar di luar Mamminasata dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di Indonesia Timur. Namun demikian, lokasi terpencil semakin menambah biaya transportasi dan waktu pengangkutan yang diperlukan lebih lama. Tiga syarat berikut harus dipenuhi untuk mengatasi faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut.
a) Produksi padat karya b) Stabilitas mutu terhadap waktu dan suhu c) Nilai tambah melebihi nilai investasi dan biaya operasi
Melihat kondisi di atas, maka dapat dipahami bahwa industri kayu seperti tripleks pernah menjadi sektor yang populer untuk investasi. Di lain pihak, beberapa produk makanan tidak memenuhi syarat di atas. Sebagai contoh, es krim, produk ini sangat memerlukan pengendalian temperatur, sehingga tidak cocok untuk menargetkan pasar di luar sebab prasarana yang diperlukan belum sepenuhnya dikembangkan. Udang beku, yang pernah menjadi produk ekspor populer bagi produsen-produsen Jepang, saat ini telah kehilangan daya saingnya karena sektor ini menyerap biaya tenaga kerja, listrik, dan pajak yang tinggi sementara nilai tambahnya tetap rendah. Sebaliknya, makanan kaleng atau diawetkan dapat memenuhi syarat stabilitas mutu
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-25
terhadap waktu dan temperatur.
Industri makanan juga memerlukan biaya investasi tinggi guna memenuhi syarat kesehatan bila menargetkan pasar internasional. Bahan yang sama seperti minyak kelapa dan bubuk rumput laut dapat digunakan untuk makanan maupun kosmetik. Dilihat dari sisi investasi dan biaya operasi, maka target pada industri kosmetik akan membutuhkan biaya yang lebih kecil dan cukup berpotensi untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi jika perusahaan bersangkutan memiliki teknologi, desain pengepakan, dan strategi pemasaran yang tepat.
Namun karena perusahaan lokal tidak memiliki kemampuan teknologi yang cukup, maka pasar target awalnya adalah pasal lokal. Setelah memiliki cukup modal, pengetahuan tentang pasar dan teknologi, maka baru sedikit demi sedikit merambah ke pasar tingkat nasional dan internasional.
3) Penekanan pada Pengembangan SDM
Untuk meningkatkan usaha yang telah ada dan membantu usaha-usaha baru, kapasitas lembaga untuk pengembangan SDM harus diperkuat; yaitu universitas, UPT, dan BDI.
Fakultas Teknik
Fakultas teknik atau lembaga pendidikan teknik mempunyai dua mandat berkaitan dengan pengembangan SDM: mengembangkan SDM yang mampu melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan dan mengembangkan para praktisi yang secara efektif bekerja atau membantu industri. Saat ini, Fakultas atau lembaga pendidikan teknik di Mamminasata belum mampu memenuhi kedua target di atas. Dilihat dari kebutuhan mendesak industri di Mamminasata, maka dibutuhkan lebih banyak lagi praktisi untuk dikembangkan melalui pendidikan perguruan tinggi dengan memberi perhatian lebih pada pendidikan kewiraswastaan dan pengetahuan praktis mengenai manufaktur.
UPT
Pada beberapa tahap pengembangan industri, kapasitas swasta dapat melampaui apa yang ditawarkan oleh sektor publik. Mungkin benar bahwa fungsi UPT menjadi kurang efektif dikarenakan sektor swasta memiliki konpetensi lebih dibandingkan apa yang ditawarkan oleh sektor publik di kawasan yang lebih maju di Indonesia. Namun demikian, fungsi UPT masih vital di kawasan Mamminasata di mana pemain industri begitu terbatas. Kapasitas UPT harus ditingkatkan dan mengajarkan pengetahuan kepada UKM tidak hanya dalam produksi produk prototipe tapi juga dalam produksi dan pengendalian kualias. UPT sendiri harus betul-betul mempraktekkan 5S dan proses produksi. (walaupun belum mampu memproduksi
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-26
secara massal). Lebih dari itu, UPT harus bekerja sama dengan perguruan tinggi guna menghasilkan lulusan baru untuk memanfaatkan fasilitas dan melahirkan bisnis baru. Untuk ini, UPT harus menjadi tempat yang menarik bagi lulusan baru tersebut dalam hal kebersihan, disiplin dan kualitas pelayanan konsultasi.
BDI
Saat ini, BDI di Mamminasata hanya dimanfaatkan oleh pegawai Disperindag. Oleh karena beberapa BDI telah melaksanakan uji coba, maka kesempatan pelatihan di BDI harus pula diperluas ke UKM dan penyedia BDS.
4) Kemitraan Pemerintah-Swasta
Untuk melahirkan industri yang dinamis, sektor swasta harus menjadi pelaku utama bagi pengembangan industri sementara sektor pemerintah sebagai fasilitator atau penunjang kegiatan. Berdasarkan kebijaksanaan ini, maka ada dua prinsip yang harus dipenuhi.
Pertama, pemerintah harus meningkatkan kemampuan penyedia BDS dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan pasar. Khususnya, personil yang bekerja di sektor swasta harus diikutkan dalam pasar BDS. Guna memperluas pelayanan, jaringan penyedia BDS akan jauh lebih efektif dimanfaatkan untuk menyentuh UKM-UKM yang tersebar di mana-mana. Dari pada mencoba langsung berhubungan dengan UKM, maka sebagiknya lembaga pemerintah seperti P3ED bekerja sama dengan penyedia BDS.
Kedua, pemerintah harus meminimalkan campur tangannya dalam pasar. Perusahaan pemerintah harus diarahkan untuk memberi kesempatan bagi sektor swasta untuk ikut dalam pasar. Mamminasata pernah memiliki pengalaman yang kurang baik dalam mengelola sebuah perusahaan kertas pemerintah di Gowa. Kesalahan yang sama tidak boleh terulang pada pabrik gula pemerintah di Takalar. Sebelum industri benar-benar kehilangan daya saingnya dan para petani berhenti memproduksi tebu, maka investasi swasta harus dicari untuk industri gula ini.
5) Promosi Industri Terkait dan Penunjang
Industri dan pasar sangat bergantung pada Jawa Timur, sebab Mamminasata hanya menawarkan ragam produksi yang terbatas. Dalam merancang pengembangan industri, pihak penerima manfaat yang ditargetkan harus selalu menyertakan industri penunjang dan industri terkait. Negara seperti Malaysia memberikan perlakuan pajak istimewa untuk investor baru yang menjadi pioneer (pelopor). Jenis perlakuan pajak seperti ini harus dipelajari dengan baik. Pada saat yang sama, program-program pelatihan baru harus dirancang untuk keperluan pengembangan kapasitas perusahaan dan pengusaha baru yang sudah ada.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-27
6) Promosi Klaster
Promosi klaster memperkuat ikatan antar stakeholder. Ini merupakan pendekatan yang efektif untuk menciptakan persaingan dalam industri. Gerbang Emas merupakan prakarsa yang sedang berlangsung sesuai dengan arahan ini. Untuk suksesnya kegiatan dalam promosi klaster ini, ada lima hal yang perlu dipelajari dan diingat dari Studi JICA guna meningkatkan kemampuan UKM di Indonesia (2001-2004).
Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Kegiatan promosi klaster harus menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang dapat memberikan keuntungan pada para peserta. Tujuan jangka pendek harus dapat dicapai dalam periode yang terukur karena minat peserta kemungkinan besar akan hilang jika mereka tidak memperoleh keuntungan dalam jangka waktu yang telah disepakati sebelumnya.
Fasilitator Klaster
Fasilitator klaster memainkan peranan yang vital dalam menentukan kesuksesan promosi klaster. Sementara mayoritas peserta cenderung pasif pada tahap awal pengembangan klaster, maka fasilitator klaster adalah seseorang yang memiliki motivasi, berdedikasi tinggi dan mempertimbangkan keuntungan seluruh peserta kegiatan. Ia dapat berasal dari kalangan pemerintahan, salah satu perusahaan anggota, atau penyedia BDS. Tugas yang terpenting dari seorang fasilitator adalah membawa para stakeholder ke dalam kegiatan tersebut dan membantu membangun ikatan di antara para peserta.
Studi JICA untuk penguatan kemampuan klaster UKM mengusulkan pemanfaatan fungsi LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) di perguruan tinggi karena fungsi ideal fasilitator klaster menghendaki sebuah ide agar dapat berkontribusi ke masyarakat. Tugas sebagai fasilitator klaster juga memberi kesempatan pendidikan yang baik kepada mahasiswa. UNHAS (Universitas Hasanuddin) di Mamminasata diharapkan berperan lebih aktif dalam UKM melalui penguatan LPM-nya.
Partisipasi Terbuka
Keanggotaan dalam kegiatan promosi klaster harus bersifat terbuka karena para stakeholder berubah sesuai dengan topik. Apabila masa keanggotaannya habis, maka para anggota akan kembali mengurus urusan mereka masing-masing yang mungkin dapat menciptakan konflik dengan mereka yang bukan anggota. Para peserta harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan secara sukarela. Kelompok kecil yang aktif lebih baik dari pada kelompok besar yang pasif.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-28
Belajar dari Pembeli
Salah satu kegiatan promosi klaster yang paling efektif adalah kegiatan dimana para peserta dapat mengetahui keinginan pembeli secara langsung. Pihak DINAS harus membantu mengatur pertemuan dengan para pembeli. Dalam beberapa pengalaman kegiatan klaster yang sukses di dunia, para pembeli terlibat secara aktif sebab mereka memberikan masukan menyangkut teknologi dan pelatihan.
Belajar dari Praktek Terbaik
Kegiatan efektif lainnya adalah belajar dari praktek terbaik. Satu cara untuk melakukannya adalah mengatur pelaksanaan studi tur ke sebuah contoh kasus yang memperlihatkan kinerja yang tinggi dengan level terukur. Kerjasama dari DINAS diperlukan guna mengatur pertemuan dalam studi tur tersebut.
7) Pasokan Stabil yang disertai Peningkatan Mutu
Pihak produsen sepertinya bersedia mengupayakan peningkatan mutu bila upaya mereka diganti dengan bunga ekonomis. Oleh karena itu, beberapa insentif perlu ditetapkan dengan cara memberikan harga lebih tinggi untuk produk yang lebih baik. Harga beberapa produk seperti kakao dikendalikan oleh harga pasar internasional, di mana perubahan kecil pada sistem di Sulawesi Selatan tidak akan mempengaruhi harga. Salah satu cara yang memungkinkan untuk membuat perubahan adalah dengan mengundang para pembeli ke pasar yang memanfaatkan sebuah produk dengan berbagai macam cara. Dalam hal ini kasus gula dapat dijadikan sebagai contoh. Kebijakan diarahkan untuk mempertahankan harga gula agar tetap rendah demi kepentingan masyarakat, namun harga gula yang rendah membuat para petani enggan untuk menanam tebu. Jika tebu dipakai bukan hanya sebagai bahan pembuat gula, tapi juga untuk produk sampingan seperti sirup gula dan ethanol, maka harga tebu kemungkinan dapat naik tanpa mempengaruhi harga gula.
Kota Makassar membuka sebuah pusat perdagangan di KIMA (Kawasan Industri Makassar). Pusat perdagangan tersebut dapat membuka peluang bagi para produsen untuk melakukan transaksi dengan beragam pembeli yang memanfaatkan produk untuk tujuan dan maksud yang berbeda-beda. Pusat perdagangan ini juga dapat memperkuat jalinan komunikasi antar produsen/pedagang dengan pembeli, sehingga kepentingan bersama dalam hal peningkatan mutu dapat dicapai.
8) Merancang Kawasan Industri Kegiatan Industri sebaiknya diarahkan ke kawasan industri yang dapat memberikan jaminan keamanan secara komparatif, prasarana yang memadai, layanan turn-key untuk beragam prosedur administrasi, dan pertalian yang lebih kuat dengan berbagai sektor industri. Pemusatan kegiatan industri juga ideal untuk keperluan penanganan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-29
limbah industri. Dalam memilih lokasi, para investor juga mempertimbangkan kondisi perumahan dan ketersediaan sarana hiburan (lapangan olah raga). Membentuk sebuah tim pemasaran yang strategis juga merupakan agenda lain yang penting dalam merancang kawasan industri. Perlu kiranya menyewakan kembali atau membentuk usaha penjualan patungan dengan agen berpengalaman atau mempekerjakan tenaga berpengalaman.
9) Pengendalian Anggaran Kondisi industri biasanya berubah seiring dengan perkembangan industri. Dengan demikian, konteks lembaga pemerintah juga harus disesuaikan. Namun, pemanfaatan lembaga yang sudah ada akan lebih baik dibandingkan dengan pembentukan lembaga baru karena ini dapat menambah belanja pemerintah. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengubah kegiatan/lembaga tertentu bila misi mereka tidak lagi dibutuhkan oleh sektor industri. Sebagai contoh, saat ini telah banyak diketahui bahwa pemerintah tidak harus secara langsung membiayai UKM-UKM. Pada waktu mengubah kegiatan-kegiatan yang tidak perlu, anggaran semacam itu harus dialihkan pada restrukturisasi bantuan yang lebih penting seperti rehabilitasi UPT.
3.2 Skenario Pengembangan
1) Langkah-langkah Pengembangan Industri
Saat ini, pabrik di Mamminasata sebagian besar memproduksi produk setengah jadi atau bernilai tambah rendah. Mereka berfokus pada sektor makanan/minuman dan kerajinan kayu, sementara industri penunjangnya memiliki dasar/landasan lemah. Dalam rangka meningkatkan industri hingga menjelang tahun 2020 nanti, tujuan jangka menengah harus dibuat setiap lima tahun sekali.
Sektor manufaktur di Mamminasata
2020 Spesialisasi dan
diversifikasi
2015 Pengembangan industri
melalui pendekatan klaster
2010 Membangun dasar
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 3-1 Skenario Pengembangan Industri (Image)
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-30
Tabel 3-1 Skenario Pengembangan Industri (Agenda)
Agenda Tindakan Tujuan 2005-2010 Membanguan dasar • Pengembangan prasarana
• Menegakkan kebijakan yg berpihak pada pasar
• Pengembangan SDM
• Menciptakan lingkungan bisnis guna menarik lebih banyak investor
• Menciptakan SDM unggul dalam manufaktur
2011-2015 Pengembangan Industri melalui
Pendekatan Klaster
Sambil menargetkan manufaktur pertanian & kelautan, dilakukan pendekatan klaster.
Untuk memperkuat ikatan diantra sektor industri berbeda
2016-2020 Spesialisasi dan Diversifikasi
Membimbing setiap perusahaan untuk fokus pada pengembangan teknologi, dengan kompetensi inti didalamnya.
Untuk menciptakan industri, yang mengolah produk berkualitas bernilai tambah tinggi
Sumber: Tim Studi JICA
Hingga tahun 2010 nanti, pemerintah harus mengupayakan membangun dasar dengan mengembangkan prasarana, kebijakan yang berpihak pada pasar, dan SDM. Kemudian dari tahun 2011 sampai 2015, investasi dipercepat. Sambil menargetkan manufaktur pertanian dan kelautan, pendekatan klaster diterapkan sehingga industri penunjang tumbuh pada waktu yang bersamaan. Diasumsikan bahwa menjelang tahun 2015, Mamminasata memiliki perusahaan yang cukup yang siap dengan produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi. Kemudian dari tahun 2016 hingga 2020, penekanan pada pengembangan teknologi. Setiap perusahaan dibimbing untuk fokus pada pengembangan teknologi dengan kompetensi tinggi didalamnya, dan secara keseluruhan, diversifikasi teknologi akan terlihat di Mamminasata.
2) Target Pertumbuhan
Departemen Perindustrian sedang mempersiapkan rencana pengembangan nasional jangka menengah, dimana ditargetkan 8,6% pertumbuhan tiap tahun dalam sektor manufaktur non BBM dari tahun 2004 sampai 2009. Kemudian, ditargetkan pencapaian pertumbuhan 10% tiap tahun dari 2010 hingga 2025. Demikian juga, BAPPEDA Sulawesi Selatan memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan dalam sektor manufaktur di Sulawesi Selatan adalah 9,3% dari tahun1994 hingga 2020.
Namun demikian, tingkat pertumbuhan rata-rata di sektor manufaktur dari tahun 2000 hingga 2003 adalah sebesar 5,0% di Mamminasata, dan nampaknya pertumbuhan tahunan 9,3% agak sedikit terlalu ambisius khususnya karena prakondisi, pengembangan prasarana dan langkah-langkah kebijakan belum terpenuhi saat sekarang ini. Perkiraan yang berlebih harus dihindari agar menghindari investasi berlebihan, yang mengakibatkan pengembalian rendah. Oleh karena itu, Tim Studi JICA mengusulkan tingkat pertumbuhan tahunan adalah 6,3%, yang bisa diraih apabila upaya yang memadai dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut (Lihat metodologi penghitungan).
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-31
food, beverages (L&M)
wood products, furniture(L&M)
equipment, machinery,apparatus (L&M)
small and microenterprises
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Mill
ion R
p.
L&M: Large and medium enterprises (Usaha Besar & Menengah) Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 3-2 Projeksi Pertumbuhan Manufaktur Sektor PDRB di Mamminasata
3) Tata Guna Lahan Berdasarkan model proyeksi PDRB di atas, luas kawasan industri diproyeksikan. Diperkirakan lahan tambahan seluas 700 ha akan diperlukan untuk menunjang pertumbuhan sektor industri termasuk lahan pergudangan dan perluasan perusahaan yang ada saat ini hingga menjelang tahun 2020. Namun, perlu diingat bahwa penentuan tata guna lahan bagi industri memakan waktu lebih lama dari perkiraan kebutuhan lahan bagi pengembangan industri.
Laborers
Land
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
No. of
Lab
ore
rs
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
Indu
strial
Are
a (h
a)
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 3-3 Proyeksi Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Kawasan Industri di Mamminasata
Saat ini, tim pengelola KIMA sedang menyelidiki beberapa tempat yang dicalonkan sebagai lokasi dari kawasan industri yang baru. KIMA berencana memperluas 200 ha di sekitar lokasi kawasan industri saat ini sambil mencari kawasan tambahan lainnya. Pemerintah Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar masing-masing mengusulkan lokasi yang memungkinkan di setiap kabupaten. Gambar 3-4 dan Tabel 3-2 merangkum berbagai ciri dan fungsi dari masing-masing lokasi.
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-32
Gambar 3-4 Zonasi Industri di Mamminasata
Tabel 3-2 Usulan Lokasi Industri
Nama Lokasi Fungsi Jalan Akses ke fasilitas
Ketersediaan lahan
Kondisi lahan
KIMA Makassar Gabungan berbagai industri
○
Dekat pelabuhan
laut & udara
○ 200Ha
+ 30ha yg belum terjual
Kawasan industri
KIMA2 Kec. Marusu, Maros
Pertanian & kelautan, semen,
marmer, kayu
1km dari Jl. Pattingalloang
Dekat pelabuhan
laut & udara
△
200ha
Desa
KIWA Pattalasang, Gowa
Agro, berhubungan dengan Fak.
Teknik Hasanuddin
Jalan lingkar luar &
perpanjangan Jl. Sultan Alauddin
○
255ha
Lahan tak terpakai
untuk tebu
KITA Galesong Utara,
Takalar
Agro & kelautan, kayu
Jalan pesisir pantai
Dekat pelabuhan laut lokal
△ 200ha
Desa
Sumber: Tim Studi JICA
Di antara KIMA2 (Kawasan Industri Makassar 2), KIWA (Kawasan Industri Gowa), dan KITA (Kawasan Industri Takalar), hanya lokasi KIWA yang telah dimiliki pemerintah karena lahan tersebut dimanfaatkan untuk perkebunan tebu. Lokasi KIWA dekat dengan Sungguminasa dimana terdapat pemusatan Usaha kecil &
Zona IndustriSub Sektor Menjanjikan
Industri perumahan, barang-barang higienis, batu bata, perabot
Pengolahan kosmetik & obat-obatan, pengolahan produk pertanian
Pengolahan produk pertanian, perabot, barang elektronik
Industri daur ulang, pengepakan, industri inovasi yang akan dikembangkan UNHAS
Pengolahan buah, kakao, vanila, rumput laut, kedelai, jagung, ternak
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-33
Menengah (UKM). Lokasi KIMA2 dan KITA belum dipastikan, tapi pemerintah Maros saat ini sedang mempertimbangkan untuk memilih lokasi yang dekat dengan perbatasan Makassar.
Kriteria
Dalam memilih lokasi, ada dua kriteria penting. Pertama, lokasi industri tersebut harus memperhatikan aspek daya tarik bagi investor yang lebih mengutamakan aspek-aspek menyangkut kondisi prasarana. Akses yang baik ke pelabuhan udara dan laut merupakan prasyarat tidak hanya untuk ekspor tapi juga untuk impor. Lebih penting lagi, ketersediaan listrik dan air harus dapat dijamin. Pemadaman listrik jangan sampai terjadi. Kedua, biaya investasi harus dikaitkan dengan pembangunan jalan, listrik, air dan jaringan telekomunikasi. Memperhitungkan sisi baik diperlukan jika akan mengembangkan sebuah kawasan industri di daerah terpencil.
Fungsi
Karena dekat dengan pelabuhan laut dan udara, KIMA melayani perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Jika KIMA2 dibangun, maka fungsinya akan sama. KIMA2 ini lebih dekat dengan pabrik semen dan marmer dan memiliki potensi mengembangkan manufaktur konstruksi dan perumahan yang memanfaatkan produk-produk bahan galian.
Namun di sisi lain, tidak seperti kawasan industri usulan lainnya, lokasi KIWA berada di tengah permukiman. Oleh karena itu, kecil kemungkinan kawasan ini dapat menghasilkan input dan output dengan volume lebih besar. Namun demikian, keunikan KIWA adalah lokasinya yang dekat dengan Fakultas Teknik UNHAS, rencana kampus baru di Gowa. Departemen Pendidikan Nasional sedang berencana untuk memulai sebuah proyek baru yang disebut Hi-Link, dimana kegiatan Penelitian dan Pengembangan di perguruan tinggi diarahkan kontribusinya ke industri lokal. KIWA dapat menjadi lokasi bagus bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan proyek Hi-link. Apabila proyek tersebut sukses, maka ini dapat membuat perusahaan-perusahaan tersebut tertarik menjalankan kegiatan software & Penelitian dan Pengembangan.
Seperti KITA, sebuah perencanaan lokasi industri harus mempertimbangkan lahan pertanian. Takalar merupakan lokasi yang vital untuk produksi beras, gula dan jagung. Akan lebih baik bila Takalar mengundang investor yang memanfaatkan produk pertanian dan laut bernilai tambah tinggi seperti kosmetik dan makanan bergizi daripada membangun kawasan industri besar. Idenya adalah membangun kawasan industri dekat Pabrik Gula Takalar, jika pabrik dapat diaktifkan kembali melalui prakarsa sektor swasta, yang secara strategis mengalokasikan industri seperti industri pengolahan mangga dan jus buah lainnya, susu kedelai, pengolahan rumput laut
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-34
menjadi kosmetik dan buah-buahan bergizi, pembuatan peti-peti kayu dan industri penunjang lainnya serta pengolahan produk sampingan dari pabrik gula tersebut.
Gambar 3-5 Gambaran Klaster Produk Pertanian Takalar
Produk rumput
laut
Produk Kedelai (Susu, tempe, tahu,
kecap)
Produk Perikanan Produk Jagung
Pabrik Gula (Saat Ini)
Produk buah, produk kakao, produk vanilla (Pengolahan
produk pertanian dihubungkan dengan pabrik gula)
Makanan TernakMakanan Ikan
(Produk Samping)Produk Molase Produk Vagan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-35
4. RENCANA AKSI
Untuk promosi pengembangan industri, 10 tindakan diusulkan untuk segera diimplementasikan. Tabel 1-5 memperlihatkan daftar rencana tindakan. Meski rencana detail belum mencakup item-item pembangunan prinsip, namun tetap menjadi prasyarat guna pengembangan industri.
Tabel 4-1 Rencana Aksi Pengembangan Industri
Pemerintah Sektor Swasta
Kegiatan Promosi Klaster 1) Industri Kakao 2) Industri Gula
Kegiatan Penunjang
3) Memperkuat Kapasitas Penyedia BDS 4) Memperkuat Kapasitas UPT 5) Memperkuat Kapasitas BDI 6) Memperkuat Kapasitas P3ED 7) Memperkuat Kapasitas BLKI
Dasar Industri
8) Mengumpulkan statistik industri 9) Pengembangan kawasan industri 10) Memperkuat kapasitas universitas teknik (lihat langkah pada perlakuan pajak di Bab 2.5)
Fundamental Pengembangan prasarana Stabilitas makro-ekonomi Penghapusan korupsi Penghapusan produk ilegal dari pasar Pembenahan pendidikan dasar
Sumber: Tim Studi JICA
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-36
1) Promosi Klaster Industri Kakao Latar belakang Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga sementara 70%
ekspor kakao berasal dari Sulawesi Selatan. Namun, industri kakao tersebut memiliki banyak persoalan. Pertama, kualitas kakao Sulawesi Selatan rendah. Oleh sebab itu, harga pasar internasional tetap rendah terhadap kakao baik yang difermentasi atau yang tidak difermentasi. Harga yang tidak elastis ini membuat para petani enggan untuk memperbaiki kualitas biji kakao. Kedua, industri ini terancam karena rendahnya produktivitas dikarenakan pohon-pohon kakao yang sudah menua dan halangan dari CPB. Ketiga, hanya 10% kakao diolah di Sulawesi Selatan sementara lainnya diekspor dalam bentuk biji kakao.
Organisasi Pelaksana
a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pengolah kakao) b) ASKINDO c) Penyedia BDS d) DINAS (Pertanian, Industri dan Pedagang, BPPMD) e) KIMA f) Lembaga mikro-finance
Tujuan a) untuk meningkatkan produktivitas kakao b) untuk meningkatkan kualitas kakao c) untuk meningkatkan pengolahan kakao
Kegiatan a) pelatihan teknik penanaman b) pelatihan teknik pasca panen c) pembelian pohon kakao dengan pinjaman mikro-finance d) peningkatan komunikasi antara pengolah dan petani e) mengundang investor baru dalam pengolahan kakao
Jadwal pelaksanaan
kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) pelatihan teknik penanaman b) pelatihan teknik pasca panen c) pembelian pohon kakao d) peningkatan komunikasi antara
pengolah dan petani
e) mengundang investor baru dalam pengolahan kakao
Hasil yang diharapkan
a) peningkatan produksi kakao b) peningkatan kualitas biji kakao c) harga kakao berdasarkan kualitas biji kakao d) peningkatan produksi kakao olahan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-37
2) Promosi Klaster Industri Gula Latar belakang Walaupun Indonesia pernah sekali menjadi salah satu pusat produksi gula
terbesar, namun tingkat produksinya telah menurun dan tidak dapat lagi memenuhi permintaan nasional. Mamminasata sebagai salah satu lokasi strategis produksi gula harus memperkuat persaingan industri.
Organisasi Pelaksana
a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pabrik gula, dan pabrik produk sampingan)
b) DINAS (Pertanian, Industri dan Perdagangan, BPPMD) c) P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia)
Tujuan a) untuk meningkatkan produksi gula b) umtik memaksimalkan penggunaan tebu
Kegiatan a) Pembangunan irigasi di lahan kebun tebu - Mengalokasi air irigasi tambahan pada sistem Bili Bili - Studi metode irigasi alternatif yang mengkonsumsi lebih sedikit air
(misalnya, irigasi siram dan irigasi tetes pada lahan berombak-ombak)b) Peningkatan teknik penanaman - Pengenalan varitas baru yang cocok untuk pembudidayaan irigasi - Pemberian pupuk dan input lainnya yang sesuai c) Mengundang investor pengolah gula d) Restrukturisasi dan renovasi pabrik gula pemerintah e) Mengundang investor memproduksi sirup gula f) Studi mengenai produksi ethanol dan implementasi
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Pembangunan irigasi b) Perbaikan teknik penanaman c) mengundang investor pengolah
gula
d) restrukturisasi dan renovasi pabrik gula pemerintah
e) mengundang investor memproduksi sirup gula
f) studi mengenai produksi ethanol dan implementasi
Hasil yang diharapkan
a) peningkatan produksi gula b) peningkatan produksi sirup gula c) peningkatan pendapatan petani tebu d) promosi sumber energi alternatif
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-38
3) Penguatan Kapasitas Penyedia BDS Latar Belakang Tingkat perkembangan penyedia BDS menunjukkan kematangan
perkembangan industri. Di Indonesia, kebijakan telah diarahkan untuk mengembangkan penyedia BDS swasta. Namun, penyedia BDS belum mengembangkan pasar mereka sementara pihak pemerintah memberikan pelayanan yang luas secara langsung di Mamminasata. Situasi ini tidak hanya menciptakan distorsi dalam pasar BDS tapi juga membatasi jangkauan UKM-UKM.
Organisasi Pelaksana
a) Penyedia BDS b) Lembaga Penunjang (BDI, P3ED) c) DINAS (Perdagangan dan Industri)
Tujuan a) untuk memperlebar jangkauan UKM b) untuk memberikan pelayanan praktis dan atas permintaan ke UKM
Kegiatan a) membuat daftar penyedia BDS termasuk pegawai dalam sektor manufaktur
b) pelatihan penyedia BDS di BDI dan P3ED c) menjalin ikatan antara penyedia BDS dan BDI/P3ED untuk
memperluas pelayanan Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) membuat daftar penyedia BDS b) pelatihan penyedia BDS c) membangun hubungan antara
penyedia BDS dan BDI/P3ED
Hasil yang diharapkan
a) perluasan pasar untuk penyedia BDS b) perbaikan pelayanan oleh penyedia BDS c) perluasan jangkauan hingga ke UKM
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-39
4) Penguatan Kapasitas UPT Latar Belakang Penting bagi Mamminasata untuk memperkuat industri penunjang dan
terkait seperti kerajinan logam dan mesin. Walaupun kerajinan logam UPT di Makassar diharapkan memberi kontribusi terhadap perkembangan industri kerajinan logam, namun dampak terhadap sektor kerajinan logam masih terbatas. Mesin dan peralatan di UPT kurang terpelihara.
Organisasi Pelaksana
a) BPTTL/UPT b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor kerajinan logam b) untuk meningkatkan penggunaan fasilitas incubator
Kegiatan a) Perbaikan mesin b) Pelatihan bagi pelatih mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas
di BDI c) Mempraktekkan 5S di UPT d) Memberikan pelayanan konsultasi mengenai kontrol produksi dan
kualitas e) Pelatihan mengenai produk prototipe (proyek lanjutan)
Jadwal pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) merenovasi mesin b) pelatihan pelatih c) praktek 5S
d) Memberi pelayanan konsultasi ttg produksi dan kontrol kualitas
e) Pelatihan mengenai produk prototipe
Hasil yang diharapkan
a) Peningkatan penggunaan fasilitas pelayanan oleh UKM b) Peningkatan penggunaan fasilitas/pelayanan oleh inkubator c) Perbaikan pelayanan konsultasi
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-40
5) Memperkuat Kemampuan BDI Latar Belakang BDI merupakan salah satu lembaga yang memberikan pelatihan industri
di Mamminasata, tapi kursus pelatihan tersebut ditawarkan hanya untuk personil Disperindag. Selain itu, BDI tidak memiliki kursus/pelatihan tentang produksi dan kontrol kualitas
Organisasi Pelaksana
a) PUSDIKLAT-INDAK / BDI b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur Kegiatan a) Kursus pelatihan terbuka mengenai 5S dan produksi dan kontrol
kualitas (sudah ada dalam rencana) b) Kursus pelatihan terbuka bagi UKM dan penyedia BDS c) Pelatihan lanjutan terbuka (pelatihan di kelas→praktek lapangan→tindak lanjut)
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Kursus pelatihan mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas
b) Kursus pelatihan terbuka bagi UKM dan penyedia BDS
c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang diharapkan
a) Perbaikan dalam 5S dan produksi dan kontrol kualitas di kalangan UKM b) Peningkatan pengetahuan mengenai 5S dan produksi dan
pengendalian mutu di antara penyedia BDS dan Dinas Perindag
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-41
6) Penguatan Kapasitas P3ED Latar Belakang P3ED merupakan sebuah lembaga baru di Sulawesi Selatan yang
didirikan atas kerjasama dengan JICA. Karena jumlah perusahaan pengolahan yang menargetkan ekspor terbatas di wilayah Mamminasata, maka hasil kegitannya tidaklah sebagus di P3ED lainnya seperti di Surabaya. Satu masalah yang menghalangi kesempatan ekspor adalah kurang berkembangnya sektor pengepakan di Mamminasata.
Organisasi Pelaksana
a) NAFED/P3ED b) DINAS (Industri dan Perdagangan) c) Penyedia BDS
Tujuan a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur b) untuk mengembangkan kapasitas pengepakan dan percetakan
Kegiatan a) membentuk seksi pengepakan - memperkenalkan perancang-perancang pengepakan - memperkenalkan pemasok bahan pengepakan - pelayanan konsultasi pengepakan dan kontrol kebersihan b) memberikan informasi pasar bukan hanya dari luar negeri tapi juga
domestik c) memperkuat ikatan dengan penyedia BDS dan lembaga penunjang
lainnya Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Membentuk seksi pengepakan b) Memberikan informasi pasar
domestik
c) Penguatan ikatan
Hasil yang diharapkan
a) perbaikan pengepakan di semua perusahaan pengolahan daerah b) penggunaan oleh UKM tidak hanya untuk target ekspor tapi juga
pasar domestik c) jangkauan yang lebih luas hingga ke UKM
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-42
7) Penguatan Kapasitas BLKI Latar Belakang BLKI adalah balai latihan kerja dalam lingkup Departemen Tenaga
Kerja & Transmigrasi. Kira-kira 370 pemuda menerima latihan setiap tahun. BLKI memberikan latihan kerja praktis, yang memberi kontribusi terhadap pengembangan industri lokal. Walaupun berbagai kursus ditawarkan, tak ada jurusan pengepakan dalam pelatihan tersebut.
Organisasi Pelaksana
a) BLKI b) DINAS (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
Tujuan a) Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur b) Untuk mengembangkan kapasitas pengepakan
Kegiatan a) Memperkuat pelatihan 5S dan produksi dan kontrol kualitas b) Membuat kursus pengepakan dan percetakan c) Membuka pelatihan lanjutan (pelatihan dalam kelas→praktek lapangan→lanjutan)
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatnan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Memperkuat pelatihan 5S dan produksi dan kontrol kualitas
b) Kursus pelatihan pengepakan dan percetakan
c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang diharapkan
a) Perbaikan penerapan 5S dan produksi & pengendalian mutu di UKM-UKM
b) Perbaikan pengepakan dan percetakan di UKM-UKM
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-43
8) Penyusunan Statistik Industri Latar Belakang BPS Sulawesi Selatan tidak menerbitkan data industri yang dirinci per
sektor dan kota/kabupaten. Investor memerlukan data statistik saat menentukan lokasi. Adalah penting untuk segera menerbitkan data tersebut sehingga para investor tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk penelitian dan mengurungkan niat oleh karena datanya tidak tersedia.
Organisasi Pelaksana
a) BPS b) DINAS (Disperindag)
Tujuan Menjalankan analisis industri dengan lebih mudah Kegiatan Mengumpulkan dan menerbitkan rincian data industri per sektor dan
kota/kabupaten Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pengumpulan dan penerbitan data Hasil yang diharapkan
Statistik industri tersusun dengan baik dan lengkap
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-44
9) Pengembangan Kawasan Industri Latar Belakang Untuk menyerap proyeksi pengembangan industri, maka diperlukan
perluasan kawasan industri. Kawasan industri harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat menarik investor baru. Pada saat yang sama, konsentrasi industri dibutuhkan guna perlindungan lingkungan.
Organisasi Pelaksana
a) KIMA b) BPPMD c) BKSPMM (Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan
MAMMINASATA) Tujuan a) Mengundang investor baru
b) Menjalankan perencanaan kota dengan pengembangan yang berkelanjutan
Kegiatan a) Pengembangan prasarana di dalam dan sekitar kawasan industri b) Membangun kawasan hunian yang nyaman dan tempat (olah raga)
rekreasi c) Membangun formasi pemasaran d) Membangun formasi pelayanan satu atap
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Pengembangnan prasarana b) Membangun kawasan hunian
dan tempat rekreasi
c) Pembentukan pemasaran
d) Pembentukan pelayanan satu atap
Hasil yang diharapkan
a) Meningkatnya jumlah investor dalam sektor manufaktur di Mamminasta
b) Pengelolaan limbah industri secara tepat
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5-45
10) Penguatan Kapasitas Fakultas Teknik Latar Belakang Sementara perusahaan pengolahan tidak dapat menyerap mayoritas
lulusan dari perguruan tinggi di Mamminasata, maka penting bila fakultas atau perguruan tinggi bidang teknik lebih menekankan pada pelatihan inkubasi. Pada saat yang sama, fakultas teknik harus memberikan lebih banyak pengetahuan praktis dan praktek yang cocok dengan kebutuhan sektor manufaktur. Fakultas Teknik UNHAS akan pindah ke lokasi baru di Gowa. Kampus baru tersebut harus didesain bersamaan dengan penyusunan kurikulum yang baru.
Organisasi Pelaksana
a) Fakultas Teknik, UNHAS b) LPM, UNHAS c) LPT-Kerajinan Logam, Makassar
Tujuan Untuk memperkuat pengembangan SDM yang memberikan kontribusi kepada peningkatan industri
Kegiatan a) Mendirikan kursus wajib mengenai kewiraswastaan (kegiatan meliputi perencenaan bisnis dan metodologi pemasaran)
b) Memperkuat pengajaran kontrol produksi dan kualitas. c) Memperkuat pengajaran menggambar teknik d) memperkuat ikatan UPT kerajinan logam untuk meningkatkan
kegiatan inkubasi oleh lulusan e) Meningkatkan kegiatan LPM
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
a) Pelatihan kewiraswastaan b) Peningkatkan pengajaran
tentang produksi dan pengendalian mutu
c) Pengajaran menggambar teknik
d) Memperkuat ikatan dengan UPT
e) Meningkatkan kegiatan LPM
Hasil yang diharapkan
a) Meningkatnya jumlah lulusan yang masuk ke sektor manufaktur b) Meningkatnya jumlah lulusan yang memulai bisnis manufaktur c) Para lulusan memperlihatkan kecakapan yang bagus dalam bidang
manufaktur