studi pengendalian persediaan obat generik melalui … · 2015-04-02 · metode: jenis penelitian...
TRANSCRIPT
i
STUDI PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT GENERIK MELALUI
METODE ANALISIS ABC, ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)
DAN REORDER POINT (ROP) DI GUDANG FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM ASSHOBIRIN
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
Rahmi Fadhila
NIM: 109101000032
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
ii
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Juli 2013
Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032
Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC,
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013
xxv + (144) halaman, (8) tabel, (4) gambar, (1) grafik, (4) bagan, (11) lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang: Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus
revenue center utama di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi khususnya Gudang Farmasi
bertanggung jawab menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup,
pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Belum
adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu
dilakukan studi pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin.
Metode: Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai
pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu
pemesanan kembali masing-masing obat generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder
diperoleh melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah
Kepala Unit Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala
Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di RS Islam Asshobirin.
Hasil Penelitian: Pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin dilakukan melalui stock opname, kartu stok, buku defekta dan laporan
bulanan. Namun belum menggunakan metode pengendalian khusus, baik untuk
prioritas jenis persediaan, jumlah pemesanan maupun waktu pemesanan obat. Melalui
Analisis ABC, terdapat 13 jenis obat yang tergolong kelompok A yang perlu
iv
diprioritaskan dalam pengendalian persediaan. Berdasarkan metode Economic Order
Quantity (EOQ) jumlah pemesanan optimum untuk 13 obat tersebut bervariasi mulai
dari 10-301 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) diperoleh titik
pemesanan kembali/waktu pemesanan kembali yang bervariasi mulai dari 1-25 item.
Saran: RS perlu membentuk Komite Farmasi Terapi (KFT) untuk menyusun
formularium, penyesuaian sistem informasi untuk menghasilkan informasi mengenai
jumlah penggunaan setiap dalam periode tertentu agar memudahkan dalam
penyusunan kebutuhan obat dan perlu menerapkan metode pengendalian persediaan
untuk menghindari stock out dan pembelian cito.
Kata Kunci: Pengendalian Persediaan, Obat Generik, Analisis ABC, EOQ, ROP,
Rumah Sakit.
Daftar bacaan: 40 (1987-2013)
v
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT
Skripsi, July 2013
Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032
Inventory Control Study of Generic Drug using ABC Analysis Method,
Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in Pharmaceutical
Warehouse of Asshobirin Islamic Hospital 2013
xxv + (144) pages, (8) tables, (4) pictures, (1) graphic, (4) charts, (11) attachments
ABSTRACT
Background: Pharmaceutical service is support service and main revenue center in
the hospital. Pharmacy installation especially pharmaceutical warehouse particularly
responsible for providing pharmaceutical supplies in sufficient quantities, the time
required and the lowest cost. There is no balance between the demand and availability
of drugs in the pharmaceutical warehouse of Asshobirin Islamic Hospital which cause
stock out and cito purchase. So there need to be analyzed about inventory control of
drug in pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic Hospital.
Methods: The type of this research was operational research to determine the value
of drug consumption and investment, determine the optimum order quantity and
reorder time of generic drug in the pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic
Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation
then secondary data was obtained by reviewing the related document. The subject of
this research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support,
Pharmaceutical Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at
Asshobirin Islamic Hospital.
Results: Inventory control of generic drugs in the Pharmaceutical Warehouse of
Asshobirin Islamic Hospital was done by stock opname, stock card, defekta books
and monthly reports. Even though, the specific control methods such as priority of
inventory, the amount of medication ordering and time ordering have yet to be
implemented. Based on ABC analysis, there were 13 types of drugs belonging to
group A that should be prioritized in inventory control. Based on Economic Order
vi
Quantity (EOQ) method, optimum ordering quantity for 13 types of drugs was ranged
from 10-301 items. Based on Reorder Point (ROP) method, reorder point/reorder time
was ranged from 1-25 items.
Suggestion: The hospital needs to establish Pharmacy Therapeutic Commitee to
prepare formularium, adjustment of information systems to obtain information about
the amount of used drug in a some period, so that facilitate the preparation of drug.
The hospital need to implement inventory control methods to avoid stock out and cito
purchase.
Keywords: ABC analysis, EOQ, Generic Drugs, Inventory Control, ROP, Hospital.
Bibliography: 40 (1987-2013)
vii
viii
ix
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Rahmi Fadhila
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Bukittinggi, 23 Agustus 1991
Alamat : Jl. Nubala RT 004 / RW 08 No.25B Pisangan, Ciputat
Timur, Tangerang Selatan
Agama : Islam
No. Telp : 085669178494
E-mail : [email protected]
2009 - sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2006 - 2009 : SMA Negeri 3 Teladan Bukittinggi
2003 - 2006 : MTs Diniyyah Puteri Padang Panjang
1997 - 2003 : SD Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi
1996 - 1997 : TK Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi
2008 - 2009 : Saka Bakti Husada Bukittinggi
2009 - 2010 : Kesekretariatan IKMM Ciputat
2010 - 2011 : Bendahara I IKMM Ciputat
2009 - 2012 : Huminfo, Bidang Media KSR-PMI UIN Syahid Jakarta
Riwayat Pendidikan
Identitas Pribadi
Organisasi
x
2011 - 2012 : Bendahara Umum IKMM Ciputat
2012 - 2013 : PSDMO (Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Organisasi) BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
November 2011 dan April 2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di
Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan
Feruari-Maret 2013 : Magang di RS Puri Cinere, Depok
Pengalaman Kerja
xi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi di Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013 ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis
sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke
jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan
yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul
“Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC,
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Uda Fadhli, Fadhlan dan seluruh keluarga besar yang
telah memberi dukungan materil dan nonmateril, memberi semangat, motivasi
serta doanya.
2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Ir. Febrianti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. dr. Yuli Prarancha Satar, MARS dan Minsarnawati Tahangnacca, S.KM, M.Kes
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.
5. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D, Riastuti Kusuma Wardani, MKM dan Susanti
Tungka, MARS sekalu penguji sidang skripsi.
xii
6. Segenap bapak/ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis selama masa perkuliahan.
7. Direktur RS Islam Asshobirin yang telah memberikan izin penelitian skripsi di
RS Islam Asshobirin.
8. Ibu Dewi, Ibu Upi dan Staf Unit Farmasi RS Islam Asshobirin yang telah
berkenan menerima, membantu dan memberikan informasi terkait penelitian.
9. Ibu Neneng yang membantu perizinan dan administrasi pelaksanaan skripsi.
10. Uda, Uni, Adiak-adiak, dunsanak terimakasih doa, semangat dan dukungannya.
11. Cumi Indry, Tari, Amel, Nani dan Besties Renny, Emmy, Rosita yang selalu
mendengarkan keluh kesah, memberi semangat dan masukan, terimakasih.
12. Bapak Gazali yang membantu administrasi mahasiswa selama ini dari awal
perkuliahan sampai selesai.
13. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2009 dan
seluruh teman-teman Kesmas lainnya.
14. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan
doanya untuk penulis dalam menyelesaikan penyusunanan skripsi ini.
Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Jakarta, Juli 2013
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT v
PERNYATAAN PERSETUJUAN vii
LEMBAR PENGESAHAN viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ix
KATA PENGANTAR xi
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xviii
DAFTAR GAMBAR xix
DAFTAR GRAFIK xx
DAFTAR BAGAN xxi
DAFTAR LAMPIRAN xxii
DAFTAR SINGKATAN xxiii
DAFTAR ISTILAH xxv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
xiv
C. Pertanyaan Penelitian 10
D. Tujuan Penelitian 11
1. Tujuan Umum 11
2. Tujuan Khusus 11
E. Manfaat 12
1. Bagi Peneliti 12
2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin 12
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 12
F. Ruang Lingkup Penelitian 13
BAB II TINJAUAN PUSAKA 14
A. Rumah Sakit 14
1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit 14
2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia 15
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 15
1. Pengertian Instalasi Rumah Sakit (IFRS) 16
2. Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab IFRS 17
C. Manajemen Logistik 19
1. Definisi Manajemen Logistik 19
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik 21
3. Fungsi Manajemen Logistik 22
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan 24
b. Fungsi Penganggaran 25
xv
c. Fungsi Pengadaan 26
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan 27
e. Fungsi Penyaluran 28
f. Fungsi Pemeliharaan 29
g. Fungsi Penghapusan 29
h. Pengendalian/Pengawasan 30
D. Manajemen Persediaan 34
1. Fungsi Persediaan 34
2. Jenis Persediaan 35
E. Metode Pengendalian Persediaan 36
1. Analisis ABC 39
2. Economic Order Quantity (EOQ) 48
3. Reorder Point (ROP) 50
F. Kerangka Teori 59
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 61
A. Kerangka Berpikir 61
B. Definisi Istilah 65
BAB IV METODE PENELITIAN 70
A. Desain Penelitian 70
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 71
C. Informan Penelitian 71
D. Instrumen Penelitian 72
xvi
E. Sumber Data 72
F. Pengumpulan Data 73
G. Keabsahan Data 73
H. Pengolahan Data 74
I. Penyajian Data 77
BAB V HASIL 78
A. Gambaran Umum Rumah Sakit dan Unit Farmasi
RS Islam Asshobirin 78
1. RS Islam Asshobirin 78
2. Unit Farmasi RS Islam Asshobirin 85
B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam
Assobirin 88
C. Metode Pengendalian Persediaan 92
1. Analisis ABC 99
2. Economic Order Quantity (EOQ) 107
3. Reorder Point (ROP) 113
BAB VI PEMBAHASAN 118
A. Keterbatasan Penelitian 118
B. Pengendalian Persediaan 118
C. Metode Pengendalian Persediaan 123
1. Analisis ABC 125
2. Economic Order Quantity (EOQ) 135
3. Reorder Point (ROP) 138
xvii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 142
A. Simpulan 142
B. Saran 144
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan 46
Tabel 3.1 Definisi Istilah 65
Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RS Islam Asshobirin 82
Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan
Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun
2012 100
Tabel 5.3 Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat
Generik Tahun 2012 104
Tabel 5.4 Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat
Generik Tahun 2012 105
Tabel 5.5 Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin 110
Tabel 5.6 Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin 111
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto 43
Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis 49
Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali 52
Gambar 2.4 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali
dengan Safety Stock 53
xx
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Grafik dari Analisis ABC 44
xxi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik 23
Bagan 2.2 Kerangka Teori 59
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir 64
Bagan 5.1 Struktur Organisasi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin 87
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengajuan Skripsi ke RS Islam Asshobirin
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RS Islam Asshobirin
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen
Lampiran 5 Struktur Organisasi RS Islam Asshobirin
Lampiran 6 Matriks Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 7 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis ABC
Pemakaian Tahun 2012
Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Investasi
Tahun 2012
Lampiran 9 Tabel Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) Obat Generik
Tahun 2012
Lampiran 10 Tabel Perhitungan Reorder Point (ROP) Obat Generik Tahun 2012
Lampiran 11 Tabel Luas Kurva Normal
xxiii
DAFTAR SINGKATAN
ATK = Alat Tulis Kantor
Dirjend = Direktorat Jenderal
DOEN = Daftar Obat Esensial Nasional
DPHO = Daftar Palfon Harga Obat
EOQ = Economic Order Quantity
FEFO = First Expired First Out
FIFO = First In First Out
IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
INN = International Nonpropoetary Names
Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jampersal = Jaminan Persalinan
Kabag = Kepala Bagian
Kabid = Kepala Bidang
KARS = Komisi Administrasi Rumah Sakit
KFT = Komite Farmasi dan Terapi
KIE = Komunikasi Informasi dan Edukasi
PBF = Perusahaan Besar Farmasi
Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan
Kepmenkes = Keputusan Menteri Kesehatan
Menkes = Menteri Kesehatan
xxiv
RI = Republik Indonesia
ROP = Reorder Point
RS = Rumah Sakit
RSIA = Rumah Sakit Islam Asshobirin
SDM = Sumber Daya Manusia
Sekjen = Sekretaris Jenderal
SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit
SK = Surat Keputusan
SOP = Standard Operational Procedure
SP = Surat Pemesanan
TT = Tempat Tidur
Yanmed = Pelayanan Medik
xxv
DAFTAR ISTILAH
Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu
juga
Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)
Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan
pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek
Expired Date = Tanggal Kadaluarsa
Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh
profesional kesehatan di rumah sakit
Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai
pemesanan sampai obat diterima
Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat
Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang
Obat slow moving= Obat yang perputaran/pergerakannya lambat
Over stock = Kelebihan stok
Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan
Safety stock = Stok pengaman, stok penyangga/buffer stock untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)
Service level = Tingkat pelayanan
Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu
stok
Stok kerja = Jumlah pemakaian rata-rata periode tertentu
Stock out = Kekosongan stok
User = Pengguna obat (dokter)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 2010). Menurut
UU RI No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pembangunan di bidang
pelayanan farmasi bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan
kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus revenue
center utama karena hampir 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit
menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi,
2
bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari seluruh
pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Aspek
terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini
harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan
keefektifan penggunaan obat (Suciati, 2006).
Selain itu, salah satu sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang
Rencana Strategis Kemenkes Tahun 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh
masyarakat dengan indikator ketersediaan sebesar 100% di tahun 2014.
Mengingat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan
penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan, maka
dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab.
Menurut UU RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, instalasi farmasi
adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan,
mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan
farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditunjukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar,
2003).
3
Rumah Sakit Islam Asshobirin merupakan rumah sakit yang memiliki visi
menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang berazaskan Islam.
RS Islam Asshobirin didukung oleh unit farmasi yang bertanggung jawab
mengelola dan menyelenggarakan kegiatan yang mendukung ketersediaan obat
dan alat kesehatan di RS Islam Asshobirin. unit farmasi, khususnya gudang
farmasi yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi logistik. Bagian
gudang farmasi mempunyai prinsip 8 P, yaitu: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, persiapan, pendokumentasian, penghapusan serta
pengawasan/pengendalian obat dan alat kesehatan.
Setiap fungsi tersebut saling berhubungan satu sama lain agar dapat
memenuhi kebutuhan obat untuk unit pengguna dalam jumlah dan mutu yang
sesuai serta waktu yang tepat. Sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian
mengenai pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin, sehingga peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian di rumah
sakit ini.
Menurut informan, pengawasan/pengendalian yang dilakukan oleh Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin adalah melalui stock opname yang dilakukan 2 kali
setahun untuk mencocokan sisa stok secara fisik dengan pendataan harian
melalui komputer (kartu stok). Selain itu pencatatan menggunakan buku defekta
yang berisi jumlah permintaan persediaan apotek, jumlah yang dikirim ke apotek
4
dan sisa stok yang ada di gudang farmasi. Berdasarkan pencatatan sisa stok
tersebut diketahui kebutuhan persediaan yang harus dipesan.
Selain melalui sisa stok, dasar petugas gudang farmasi dalam melakukan
pemesanan adalah buffer stock. Menurut Bowersox (1995), buffer stock adalah
stok penyangga/pengaman yang disediakan sebagai proteksi terhadap dua jenis
ketidakpastian, yaitu; peningkatan permintaan dan keterlambatan pengiriman.
Namun menurut informan, belum pernah dilakukan perhitungan buffer
stock/safety stock untuk persediaan obat sehingga penentuan buffer stock
dilakukan berdasarkan perkiraan saja. Untuk obat fast moving harus dengan
buffer stock yang lebih banyak dibandingkan obat slow moving.
Berdasarkan wawancara dengan informan, kendala yang dialami oleh
gudang farmasi mengenai persediaan obat adalah pemesanan obat yang kerap
kali dilakukan secara cito, artinya pemesanan dilakukan insidental dan harus
segera dikirim saat itu juga. Terkadang ketika melakukan pemesanan secara cito,
obat yang dibutuhkan juga sedang tidak tersedia pada distributor, sehingga
petugas gudang mengusahakan untuk membeli ke apotik luar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) RS Islam Asshobirin, terdapat 137 jenis obat yang pernah dibeli ke apotik
luar pada tahun 2012. Artinya, 137 jenis obat tersebut belum dapat disediakan
dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan oleh unit sehingga harus
dibeli secara cito ke apotik luar RS Islam Asshobirin. Paling sedikit ada 11 jenis
5
obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS Islam Asshobirin pada
tahun 2012. Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di
luar apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien,
seperti; obat Curcuma Tab dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 25 kali
pembelian. Berdasarkan pencatatan dalam sistem informasi RS obat tersebut
telah dibeli sebanyak 2.050 tablet selama tahun 2012.
Menurut informan pemesanan cito dapat terjadi karena persediaan di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin sedang kosong/stock out atau tidak cukup
untuk memenuhi permintaan obat di unit sehingga menyebabkan adanya
permintaan yang tidak terlayani dan harus dipesan secara cito. Tentunya dengan
membeli cito ke apotik luar, obat dibeli dengan harga yang lebih tinggi
dibandingkan membeli ke distributor sehingga dapat mempengaruhi keuangan
rumah sakit. Hal ini berisiko tidak tercapainya tujuan manajemen logistik.
Menurut Bowersox (1995), tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan
barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu
yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah.
Kekosongan stok di rumah sakit juga terjadi di negara lain, seperti
Amerika, menurut American Hospital Association (2011), 99,5% rumah sakit di
negara tersebut mengalami satu atau lebih kekurangan obat dalam enam bulan
terakhir (Januari-Juni 2011). Diantara rumah sakit yang mengalami kekurangan
obat tersebut, hampir setengahnya mengalami kekurangan sebanyak 21 atau lebih
6
obat. 82% dari RS menunda perawatan pasien akibat kekurangan obat dan lebih
dari setengahnya tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan resep yang
diberikan. Selain itu sebagian besar rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat
meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat.
Selain itu sebuah penelitian di negara berkembang India oleh Devnani
(2010), mengungkapkan bahwa di rumah sakit India, tidak hanya jumlah obat-
obatan yang diterima saja yang kurang tetapi juga ketersediaan obat yang tidak
menentu. Bahkan untuk obat-obatan yang umum digunakan terjadi stock out
dalam waktu yang cukup lama.
RS Islam Asshobirin yang memiliki misi untuk mengelola RS secara
efektif, efisien dan mandiri yang berorientasi kepada kepuasan pasien, tentunya
berupaya mengoptimalkan pelayanan farmasi dengan menyediakan obat dengan
jumlah yang tepat pada waktu yang dibutukan serta dengan harga yang serendah-
rendahnya. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan metode pengendalian
persediaan yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan
persediaan. Sebagaimana tujuan pengendalian menurut Direktorat Jenderal
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) adalah agar tidak
terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.
Obat-obatan di RS Islam Asshobirin terdiri dari obat generik dan obat
paten. Berdasarkan Permenkes RI Nomor HK.02/02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
7
Pemerintah, obat generik merupakan obat dengan nama resmi International
Nonpropoetary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau
buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik ini
disarankan penggunaannya oleh pemerintah. Selain jauh lebih murah, kualitas
dan khasiatnya sama seperti obat bernama dagang. Dengan mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat menengah ke bawah yang mempunyai kartu
jaminan kesehatan, tentunya penggunaan obat generik di RS Islam Asshobirin
menjadi sangat tinggi sehingga persediaan obat generik harus diperhatikan
dengan baik. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada persediaan obat generik.
Menurut John dan Harding (2001) untuk memastikan bahwa pengendalian
persediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa
yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan dan kapan
memesan kembali. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, digunakan metode
Analisis ABC untuk menjawab apa yang akan dikendalikan dengan mengetahui
prioritas obat generik yang dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian obat dan
nilai investasi. Selanjutnya obat generik yang tergolong kelompok A akan
dihitung Economic Order Quantity (EOQ)-nya untuk dapat menjawab berapa
banyak yang hendak dipesan (jumlah optimum) agar dapat mengefisiensikan
biaya persediaan obat. Kemudian, dihitung Reorder Point (ROP) obat yang
tergolong kelompok A untuk mengetahui kapan memesan kembali dengan
mengetahui titik pemesanan kembali sehingga dapat mengatasi kekurangan stok.
8
Menurut Heizer dan Render (2010) analisis ABC mengarahkan
pengembangan kebijakan mengenai prediksi yang lebih baik, kontrol fisik,
keandalan pemasok dan persediaan pegaman (safety stock) yang lebih efektif.
Nadia (2012) menyarankan dalam penelitian skripsinya agar RS tersebut
menerapkan analisis ABC untuk memberikan perhatian berbeda terhadap jenis
persediaan antibiotik dan menerapkan perhitungan EOQ untuk menentukan jumlah
pemesanan untuk mendapatkan efisiensi pemesanan.
Valerie (2011) menyimpulkan bahwa dengan penerapan EOQ untuk
manajemen persediaan di perusahaan yang ditelitinya, dapat mengefisiensikan
total biaya persediaan karena lebih terkontrol. Selain memiliki safety stock,
perusahaan dapat mengetahui banyak bahan baku yang harus dipesan untuk
menghindari biaya karena persediaan yang over stock dan perusahaan dapat
mengetahui kapan seharusnya melakukan pemesanan/Reorder Point (ROP).
Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan
metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta
mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan menggunakan
model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan persediaan, pembelian cito,
dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah sakit. Menurut Wahjuni dan
Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan terhadap klasifikasi obat pada
analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka teliti, dapat menurunkan total nilai
persediaan obat dan memudahkan pengaturan frekuensi pengadaan obat.
9
Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu
solusi untuk meningkatkan pengendalian persediaan sehingga obat dapat
disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang
rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, obat merupakan salah satu perbekalan
farmasi yang sangat penting bagi kelancaran pelayanan kepada pasien sehingga
diperlukan pengelolaan yang tepat dan baik. Obat generik merupakan obat yang
disarankan penggunaannya oleh pemerintah dan RS Islam Ashobirin
memfokuskan pelayanan kepada pasien jaminan kesehatan yang banyak
menggunakan obat generik. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai
pengendalian persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin sehingga peneliti
tertarik untuk meneliti di RS ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS
Islam Asshobirin, pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di
apotik luar, yaitu sebanyak 137 jenis obat pada tahun 2012. Menurut informan,
ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi sehingga obat
tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan kebutuhan obat
pasien.
Hal ini menandakan obat tersebut belum dapat disediakan dalam jumlah
yang tepat pada waktu yang dibutuhkan sehingga harus dibeli secara cito di
apotik luar dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli kepada distributor.
10
Sehingga dikhawatirkan tujuan logistik menurut (Aditama, 2007) dan
(Bowersox, 1995) untuk dapat memenuhi kebutuhan obat dengan jumlah yang
tepat pada waktu yang dibutuhkan dan total biaya terendah tidak dapat tercapai.
Begitu juga dengan tujuan pengendalian menurut Dirjend Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan Kemenkes RI (2010), agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit pelayanan kesehatan, tidak dapat terpenuhi.
Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat menjawab
tiga pertanyaan dasar menurut John dan Harding (2001) dan Ahyari (1987) yaitu
apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan, dan kapan
memesan kembali. Dalam penelitian ini digunakan metode Analisis ABC untuk
menjawab apa yang akan dikendalikan, Economic Order Quantity (EOQ) untuk
menjawab berapa banyak yang hendak dipesan dan Reorder Point (ROP) untuk
mengetahui kapan memesan kembali.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi Rumah
Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013?
b. Bagaimana pengelompokan obat generik berdasarkan nilai pemakaian (fast
moving, moderate dan slow moving) dan nilai investasinya (kelompok A, B
dan C) melalui metode analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013?
11
c. Berapa jumlah pemesanan optimum obat generik melalui perhitungan
Economic Order Quantity (EOQ) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013?
d. Kapan pemesanan kembali obat generik yang ideal melalui perhitungan
Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin
Tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuam Umum
Diketahuinya pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengelompokan obat generik berdasarkan nilai pemakaian
(fast moving, moderate dan slow moving) dan nilai investasinya (kelompok
A, B dan C) melalui metode analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin Tahun 2013.
b. Diketahuinya jumlah pemesanan optimum obat generik melalui
perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) di Gudang Farmasi Rumah
Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013
12
c. Diketahuinya waktu dilakukannya pemesanan kembali obat generik
melalui perhitungan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin Tahun 2013
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menerapkan keilmuan manajemen pelayanan kesehatan khususnya
manajemen logistik yang diperoleh di bangku kuliah
b. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan logistik di RS
Islam Asshobirin
c. Melatih peneliti untuk dapat menganalisis dan memecahkan permasalah d
lingkungan kerja secara lebih sistematis
2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin
a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi Islam Asshobirin.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Terjalin suatu kerja sama antara pihak program studi dengan rumah sakit.
13
b. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian persediaan obat di
rumah sakit.
c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait
dengan pengendalian persediaan obat di rumah sakit.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengendalian persediaan obat
generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin. Penelitian dilakukan
selama bulan Juni-Juli 2013. Penelitian merupakan penelitian operational
research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui
jumlah pemesanan optimum dan titik pemesanan kembali obat generik di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam
dan observasi dan data sekunder melalui telaah dokumen terkait penelitian.
Subjek dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bagian Penunjang
Medis, Staf Gudang Farmasi dan Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator
Logistik di RS Islam Asshobirin.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut Rumah Sakit
mempunyai fungsi (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit) :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
15
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia
Menurut kepemilikan dan penyelenggaraan rumah sakit, rumah sakit
dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta yang dapat
dibedakan sebagai berikut (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit):
a. Rumah Sakit Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:
1) Departemen Kesehatan (Pusat);
2) Pemerintah Daerah Propinsi (Pemda);
3) Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (Pemda);
4) TNI dan POLRI;
5) Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b. Rumah Sakit Swasta dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh:
1) Yayasan, yang sudah disahkan sebagai badan hukum.
2) Badan hukum dimiliki oleh pemodal baik dalam negeri maupun asing.
3) Badan hukum lain yang bersifat sosial.
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Pedoman organisasi rumah sakit umum menyatakan bahwa rumah sakit
umum harus melaksanakan beberapa fungsi, satu diantanya adalah fungsi
16
menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis. Dalam hal
penunjang medis, salah satu pelayanan penting di dalamnya adalah pelayanan
farmasi. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit rumah sakit
yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada
pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah
sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang
siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien
(Aditama, 2007).
1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan
di suatu rumah sakit. Instalasi farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang
bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegitan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
rumah sakit (UU Nomor 44 RI tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Praktik
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (UU Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan).
Instalasi farmasi di rumah sakit harus memiliki organisasi yang
memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker dengan personalia lain,
17
meliputi para apoteker, asisten dokter, tenaga administrasi serta tenaga
penunjang teknis (Aditama, 2007). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta palayanan kefarmasian, yang
terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan;
produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing
obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;
pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan
spesialis, mencakup pelayanan langsung kepada penderita dan pelayanan
klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,
2003).
2. Tujuan, Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
a. Tujuan IFRS (Siregar, 2003)
1) Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi
kesehatan, dan kepada profesi farmasi.
2) Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai.
18
3) Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan
dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian
dan melalui peningkatan kesejahteaan ekonomi
4) Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam
ilmu farmasetik pada umumnya
5) Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran
informasi antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan
spesialis yang serumpun.
6) Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk
secara efektif mengelola pelayanan farmasi yang terorganisasi;
mengembangkan dan memberikan pelayanan medik; serta melakukan
dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam
program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderitam mahasiswa dan
masyarakat.
7) Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan
profesional kesehatan lainnya.
8) Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk
IFRS.
9) Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
19
b. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Menurut Hassan (1986) dalam Siregar (2003) : Teori dan Penerapan,
tujuan utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita
sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat
jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. IFRS
bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf
medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita
yang lebih baik (Siregar, 2003)
C. Manajemen Logistik
1. Definisi Manajemen Logistik
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Logistik
adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan/barang
yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi tersebut dalam
jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga
serendah mungkin (Aditama, 2007). Menurut definisi yang dikemukakan oleh
20
Ballou (1997), logistik merupakan proses perencanaan, implementasi, dan
pengendalian efisiensi, aliran biaya yang efektif dan penyimpanan bahan
mentah, bahan setengah jadi, barang jadi dan informasi-informasi yang
berhubungan, dari asal ke titik konsumsi dengan tujuan memenuhi kebutuhan
konsumen.
Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap
pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para
suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan
(Bowersox, 1995). Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009),
Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang,
layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan ada
elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang, jasa dan
perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi terkait untuk
menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan dikendaliakan
secara agresif.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut disimpulkan bahwa manajemen
logsitk adalah serangkaian proses pengeloaan bahan mentah, bahan setengah
jadi, barang jadi dan informasi terkait yang meliputi perencanaan, pelaksanaan
dan pengontrolan/pengendalian secara efektif dan efisien mulai dari tempat
asal penerimaan sampai pata tempat pemakaian untuk memaksimalkan
pelayanan sesuai kebutuhan konsumen.
21
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik
Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan
bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang
dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah. Penyelenggaraan logistik
memberikan kegunaan (utility) waktu dan tempat. Kegunaan tersebut
merupakan aspek penting dari operasi perusahaan dan juga pemerintah
(Bowersox, 1995).
Menurut Aditama (2007), tiga tujuan logistik dalam sebuah organisasi
atau institusi adalah tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan
keutuhan:
a. Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam jumlah yang
tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutuhkan.
b. Tujuan keuangan adalah tercapainya tujuan operasional dengan biaya yang
rendah.
c. Tujuan keutuhan adalah tercapainya persediaan yang tidak terganggu oleh
kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan
yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang tercermin dalam
sistem akuntansi.
Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan
terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage) yang strategis
(Bowersox, 1995). Logistik rumah sakit mempunyai ciri yang penting untuk
dilihat dan diperhitungkan antara lain (Sabarguna, 2005):
22
a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu, seperti obat,
film rontgen, dan lain-lain.
b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat mahal, seperti
lampu CT Scan, sampai kasa steril
c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara
departemental sesuai pelayanan dan profesi.
3. Fungsi Manajemen Logistik
Di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen logistik
menurut Aditama (2007) dan Subagya (1994) adalah perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pemeliharaan,
penghapusan dan pengendalian. Sedangkan menurut Seto (2004), fungsi-
fungsi logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan kebutuhan,
penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpananan, penyaluran,
pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut
merupakan suatu siklus kegiatan manajemen logistik.
23
Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan sebagai
berikut:
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik
(Seto, 2004)
Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan di
dalam siklus tersebut. Apabila lemah dalam perencanaan, misalnya dalam
penentuan suatu item barang yang seharusnya kebutuhannya di dalam satu
periode (misalnya 1 tahun) sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi
direncanakan sebesar 10.000 unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus
manajemen logistik secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam
penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak
tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak, kadaluarsa
Perencanaan dan
Penentuan Kebuthan
Penerimaan dan
Penyimpanan
Pengendalian/
Pengawasan
Penganggaran
Pengadaan
Pemeliharaan
Penyaluran
Penghapusan
24
yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak akan membantu
sehingga perlu dilakukan penghapusan yang berarti kerugian.
Apabila barang tidak rusak, akan menumpuk di gudang yang merupakan
opportunity cost. Harus selalu dijaga agar semua unsur di dalam siklus
pengelolaan logistik sama kuatnya dan segala kegiatan tersebut harus selalu
selaras, serasi dan seimbang.
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Menurut Seto (2004), Perencanaan merupakan dasar tindakan
manajer untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan
kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut
proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan
persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit.
Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar
obat essensial, formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit
di rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik.
Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan
yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi di rumah sakit karena
masalah kekosongan atau kelebihan dapat terjadi. Dengan koordinasi dan
proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu
diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. (Dirjend
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, 2010).
25
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
beberapa metode:
1) Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada
data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan
berbagai penyesuaian dan koreksi.
2) Metode Morbiditas/Epidemiologi
Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah
jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban
kesakitan (morbidity load) yang harus dilayani. Metode morbiditas
adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time).
3) Metode Kombinasi
Kombinasi antara metode konsumsi dan metode morbiditas
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
b. Fungsi Penganggaran
Menurut Seto (2004) Fungsi penganggaran adalah menyangkut
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan
kebutuhan dalam satu skala standar yaitu dengan skala mata uang (dollar,
rupiah, dan lain-lain). Begitu juga menurut Aditama (2007) menambahkan
26
dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku
terhadapnya.
c. Fungsi Pengadaan
Fungsi ini merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan dan
penentuan kepada instansi-instansi pelaksana (Aditama, 2007). Menurut
Seto (2004), fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam
fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik),
maupun penganggaran.
Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan untuk
merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui
pembelian, produksi dan sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan
secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung
dari pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.
Menurut Subagya (1994) metode dalam pembelian yaitu pembelian
melalui pelelangan terbuka yang membuka peluang para usahawan untuk
memberikan pelayanan kepada pembeli dan sebaliknya. Pembelian melalui
pelelangan terbatas yang dilakukan apabila produk yang akan dibeli
membutukan desain khusus dan produsen yang terbatas. Sedangkan
27
pembelian dengan penunjukan langsung, pembeli dapat menunjuk langsung
produsen tanpa melalui prosedur pelelangan terbuka maupun terbatas.
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Menurut Dirjend
Binakefarmasian dan Alar Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan
penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima
sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu.
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), Tujuan penyimpanan adalah:
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
4) Memudahkan pencarian dan pengawasan
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
menurut bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO
dan FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
28
e. Fungsi Penyaluran
Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu
kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan
pengaturan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu dari
tempat penyimpanan ke tempat pemakainya. Pendisitribusian adalah
kegiatan menyalurkan barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah
serta sesuai dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)
Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pendistribusian barang yaitu:
1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan
2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan
3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan
4) Ketepatan waktu penyampaian
5) Ketepatan tempat penyampaian
6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan
Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran untuk
farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan pegangan adalah dengan
prinsip:
1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.
2) Harus menjamin: obat benar bagi penderita tertentu, dosis yang tepat
pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang benar.
29
f. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan untuk
mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang
inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan meliputi seluruh kegiatan
penting untuk mempertahankan sistem atau porduk tersebut tetap
mempunyai nilai manfaat. Pemeliharaan terdiri dari dua kategori, yaitu
pemeliharaan korektif dan pemeliharaan preventif. Pemeliharaan korektif
merupakan seluruh kegiatan pemeliharaan yang tidak terjadwal sebagai
akibat kegagalan sistem atau produk, untuk mengembalikan sistem dalam
kondisi tertentu. Siklus pemeliharaan korektif antara lain identifikasi
kegagalan, lokalisasi dan isolasi, pembongkaran, pemindahan item atau
perbaikan, penyusunan kembali, pemeriksaan atau verifikasi. Sedangkan
pemeliharaan preventif merupakan kegiatan yang terjadwal untuk
mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi tertentu. Pemeliharaan
dilakukan dengan inspeksi secara periodik, monitoring, penggantian item
yang rusak dan kalibrasi (Blanchard, 2004).
g. Fungsi Penghapusan
Fungsi Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha pembebasan
barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi
penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan (assets) karena
kerusahakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari
segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal
30
lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama,
2007).
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi
yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan
maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar. Cara-
cara penghapusan menurut Subagya (1994) adalah dengan pemanfaatan
langsung, pemanfaatan kembali, pemindahan, hibah, penjualan/pelelangan
dan pemusnahan.
h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan
Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam
pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran
proses produksi atau persediaan obat di apotek dan farmasi rumah sakit
agar menjamin kelancaran pelayanan pasiennya secara efektif dan efisien
(Seto, 2004). Semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan
pengawasan mulai dari fungsi perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, dan
31
penghapusan. Pengendalian dilakukan untuk memantau pelaksanaan
kegiatan logistik agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang
ditetapkan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010) tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.
Kegiatan dalam pengendalian mencakup:
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja
2) Menentukan stok optimum, yaitu stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan
3) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu tunggu yang
diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima.
Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik dapat
dikategorikan dalam (Seto, 2004):
1) Harga barang persediaan yang dibeli
2) Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus pengelolaan logistik
3) Menyangkut prosedur pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran
4) Kesesuaian barang/obat menyangkut spesifikasi barang, kecocokan
kartu barang terhadap bukti-bukti pembukuan dan jumlah barang dari
masing-masing item di gudang pada suatu waktu tertentu
32
5) Perhatian terhadap kualitas barang, obat expired date/rusak, alur obat
dengan menggunakan metode FIFO, turn over rate dengan penandaan
terhadapa fast moving item, slow moving item, dead inventory, dated
inventory/perishable inventory.
6) Tertib pencatatan dan pelaporan (recording dan reporting).
Pencatatan dalam persediaan adalah untuk menjamin obat-obat
yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien, maka perlu
dilakukan pencatatan-pencatatan atas persediaan obat tersebut.
Pencatatan yang dikerjakan secara teratur dan terus-menerus diharapkan
Apotek, PBF, Industri Farmasi dan Farmasi Rumah Sakit akan dapat
mengikuti perkembangan persediaan bahan-bahan/obat jadi dengan
baik, karena itu sangat penting mencatat semua barang (bahan/obat)
yang ada di dalam persediaannya, agar dapat mengikuti perkembangan
keadaan usahanya dari waktu ke waktu.
Pencatatan tersebut meliputi penerimaan, persediaan di gudang
dan penerimaan barang (dagangan), barang pembantu, inventaris dan
lain-lain. Sistem pengawasan persediaan dengan pencatatan ini perlu
selalu ditingkatkan untuk memenuhi usaha pengawasan yang optimal.
Pencatatan tersebut antara lain: Permintaan Pembelian (Purchasing
Requestion), Surat Pesanan, Berita Acara Penerimaan dan Laporan
Penerimaan, Catatan Persediaan (kartu obat/stok dan kartu kadaluarsa),
33
dan surat bukti penyerahan barang (berita acara penyerahan barang,
resep resep obat, dan lain-lain)
Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari pengelolaan
perlengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan
keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat
kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting
yang merupakan unsur-unsur utamanya (Aditama, 2004).
Menurut Sabarguna (2005), pengendalian logistik sangat penting
artinya pada segi dibawah ini:
1) Pada hal tertentu obat akan merupakan salah satu penyebab selamatnya
seseorang juga keberadaannya harus tersedia dengan tepat
2) Alat tulis kantor keberadaannya akan menunjang kelancaran
administrasi, dan bentuk serta perawatan yang indah dan jelas akan
mewujudkan kelas pelayanan rumah sakit.
3) Pelayanan makanan dari dapur akan merupakan bagian kepuasan pasien
yang penting dari sehari-hari berlangsung.
4) Ketiga komponen logistik ini mempunyai spesifikasi tersendiri,
sehingga perlu disesuaikan dengan keadaan
5) Nilai uang yang beredar pada ketiga hal ini dapat sekitar 15-25% total
penerimaan atau pengeluaran, terutama yang besar dari sektor farmasi.
34
D. Manajemen Persediaan
Inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa
bahan mentah, barang dalam proses atau barang jadi (Sumayang, 2003). Tujuan
inventory control adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan dan
permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang dengan
permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu (Anief 2001).
Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara
kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang
mengandung risiko dan ketidakpastian. Konsep yang ideal dari persediaan terdiri
dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem
yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan
jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun sistem ini tidak
praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang diinvestasikan dalam
persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Bowersox. D,
1995).
1. Fungsi Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani beberapa
fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi
persediaan adalah sebagai berikut:
a. Decouple, memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Jika
persediaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan untuk
melakukan decouple proses produksi dari pemasok.
35
b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan
bagi pelanggan.
c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam
jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman barang.
d. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga.
2. Jenis Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-
fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan:
a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli tapi belum
diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan decouple pemasok
dari proses produksi.
b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah komponen atau
bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi
belum selesai.
c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi (Maintenance, Repair,
Operating - MRO) unutk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses
tetap produktif. MRO adalah karena kebutuhan serta waktu untuk
pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa perlengkapan tidak diketahui.
d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal
menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena
permintaan pelanggan masih di masa mendatang tidak diketahui.
36
Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan
dalam operasi adalah:
a. Barang jadi
1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan
2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran
3) Membantu mengatasi permintaan musiman
4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan dan
pemogokan.
b. Barang dalam proses
1) Memisahkan tahapan produksi
2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan
3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin
c. Bahan mentah
1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya
2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari potongan harga
karena jumlah pesanan
3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi
4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital
E. Metode pengendalian persediaan
Masalah umum dalam suatu model persediaan bersumber dari kejadian
yang dihadapi berupa tersedianya barang terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk
37
memenuhi permintaan langganan di masa mendatang. Kalau barang terlalu
banyak dalam persediaan, maka perusahaan terpaksa menderita biaya tambahan
misalnya biaya pergudangan dan lain-lain. Barang yang terlalu sedikit
menimbulkan kekecewaan bagi para langganan dan menimbulkan rasa kurang
percaya yang akhirnya merugikan perusahaan sendiri (Siagian, 1987).
Oleh karena itu manajemen persediaan pada hakikatnya mencakup dua
fungsi yang berhubungan sangat erat sekali, yaitu perencanaan persediaan dan
pengawasan persediaan. Aspek perencanaan menjawab pertanyaan tentang apa
yag akan disediakan dan sumber terbaik sedangkan aspek pengawasan menjawab
berapa kali pemesanan dilaksanakan dan berapa banyak pesanan tersebut
(Siagian, 1987).
Pengendalian logisitik disebut juga pengendalian persediaan. Pengendalian
persediaan adalah aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat
yang dikehendaki. Harus ada keseimbangan antara mempertahankan tingkat
persediaan yang tepat dengan pengaruh keuangan minimum terhadap pelanggan.
Jika investasi sangat besar akan mengakibatkan biaya modal yang sangat besar
sehingga akan mengakibatkan juga biaya operasi yang tinggi. Investasi untuk
persediaan harus bersaing dengan investasi lain yang juga membutuhkan dana.
(Sumayang, 2003).
Pengawasan/pengendalian persediaan suatu prosedur mekanis untuk
melaksanakan suatu kebijakan persediaan, aspek akuntabilitas dari pengawasan
ini akan mengukur berapa unit yang ada di tangan pada suatu lokasi tertentu dan
38
terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar.
Pelaksanaan pengawasan persediaan menjadi tanggung jawab koordinator
logistik. Walaupun pengawasan persediaan merupakan hal esensial bagi
kelancaran operasi, namun masalah-masalah pengawasan biasanya menimbulkan
gangguan atau kegagalan untuk mencapai sasaran-sasaran karena masalah-
masalah kebijakan yang tidak sesuai (Bowersox. D, 2004).
Menurut Ahyari (1987), beberapa kerugian yang akan diderita sehubungan
dengan penyelenggaraan persediaan yang terlalu besar adalah:
1. Biaya penyimpanan atau pergudangan yang akan menjadi semakin besar.
Tidak hanya sewa gudang atau pemeliharaan saja tetapi juga resiko kerusakan,
kehilangan, kadaluarsa dan penurunan kualitas.
2. Penyelenggaraan persediaan yang besar berarti harus mempersiapkan dana
yang cukup besar pula untuk mengadakan pembelian.
3. Tingginya biaya penyimpanan dan investasi dalam persediaan tersebut
mengakibatkan berkurangnya dana untuk pembiayaan dan investasi barang
lain.
4. Apabila jumlah persediaan bahan baku yang disimpan dalam perusahaan itu
semakin besar, maka resiko atas bahan baku yang disimpan dalam perusahaan
yang bersangkutan akan semakin besar pula.
5. Terjadinya penurunan harga pasar merupakan suatu kerugian yang tidak
sedikit walaupun ada kemungkinan terjadi kenaikan harga pasar yang
39
menguntungkan perusahaan. Maka manajemen perlu mengetahui gambaran
harga pasar di waktu mendatang.
Sedangkan persediaan dalam jumlah yang sangat kecil atau terlalu rendah
akan mengakibatkan (Ahyari, 1987):
1. Persediaan yang terlalu kecil kadang-kadang tidak dapat memenuhi
kebutuhan. Apabila hal ini terjadi berkali-kali, tentunya dalam jangka panjang
akan sangat merugikan perusahaan. Hal ini disebabkan karena dengan
pembelian mendadak disamping akan memperoleh harga beli lebih tinggi,
kualitas bahan belum tentu dapat memenuhi standar yang ada dan efisiensi
waktu kerja karyawan juga akan berkurang.
2. Seringkali kehabisan bahan baku maka pelaksnaan produksi tidak dapat
berjalan lancar.
3. Persediaan yang kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan akan
semakin besar sehingga biaya pemesanan akan bertambah besar jumlahnya.
Menurut Johns dan Harding (2001), untuk memastikan bahwa suatu sistem
pengendalian sediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab
adalah apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak di pesan dan
kapan memesan kembali.
1. Analisis ABC
Banyaknya persediaan bahan di sebuah perusahaan tentunya mempunyai
karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut baik dari
40
segi harga perunit bahan, dari segi jumlah unit yang diperlukan dan dari
penyimpanan bahan. Dengan demikian apabila bahan diperlakukan sama rata,
maka tindakan ini kadang-kadang akan merugikan perusahaan. Hal ini karena
terdapat perbedaan nilai rupiah dari bahan yang dipergunakan (Ahyari, 1987).
Dalam kenyataannya akan terdapat bahan baku yang dipergunakan
dalam jumlah unit yang besar namun mempunyai nilai rupiah yang kecil,
sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah yang tinggi
walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Dengan demikian perlakuan
yang berbeda untuk masing-masing bahan yang mempunyai karakteristik yang
berbeda juga masih tetap diperlukan dalam perusahaan yang bersangkutan
tersebut. Cara yang paling umum digunakan untuk prioritas persediaan adalah
dengan klasifikasi ABC (Ahyari, 1987).
Analisis ABC membagi persediaan yang ada menjadi tiga klasifikasi
dengan basis volume dolar tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi
persediaan dar prinsip pareto. Gagasannya adalah untuk membuat kebijkan-
kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian
persediaan yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele.
Tidaklah realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas
yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).
Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan dengan
klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke dalam tiga
kelas didasarkan pada nilai penggunaan tahunan. Analisis ABC menyoroti
41
perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini
memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada
kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada
barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan
Harding, 2001).
Menurut Ahyari (1987), dasar yang dipergunakan untuk mengadakan
pemisahan tersebut adalah:
a. Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang kecil atau
rendah, namun jumlah rupiahnya tinggi
b. Kelas C, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang besar atau
tinggi, namun nilai rupiah yang rendah atau kecil
c. Kelas B, merupakan bahan baku dengan karakteristik yang berbeda di
antara kelas A dan kelas C, baik jumlah fisik maupun jumlah rupiahnya
adalah sedang.
Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan
digolongkan menjadi salah satu dari kategori:
a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total
penjualan.
b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total
penjualan.
c. Kelompok C mewakili 50% obat tapi hanya kira-kira 10% total penjualan.
42
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus
obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A
dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi
permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat
itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik.
Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang
dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).
Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B
mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C adalah
obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.
Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan
merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien
untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C
biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang
dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).
Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk
menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis
mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan
pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan (Seto,
2004).
43
Klasifikasi sediaan Pareto (Johns dan Harding, 2001)
a. Kelas A : 75 % nilai penggunaan sediaan tahunan diwakili oleh hanya 15
% dari jenis sediaan.
b. Kelas C : 60% dari barang sediaan hanya bertanggung jawab atas 10% dari
nilai penggunaan tahunan
c. Kelas B : barang yang tidak termasuk ke dalam kelas A dan kelas C.
Gambar 2.1
Klasifikasi Sediaan Pareto
(Johns dan Harding, 2001)
Item sedian (%)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
90
80
70 nilai
60 dalam
50 sedian
40 (%)
30
20
10
0
Menurut Heizer dan Render (2010), barang kelas A adalah barang
dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang secara
keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari persediaan total.
C
A
B
44
Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15%-
25% penggunaan uang keseluruhan dan 30% penggunaan persediaan total.
Barang dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya
merepresentasikan 5% volume tahunan namun mewakili 55% barang
persediaan total.
Secara grafik persediaan akan terlihat seperti gambar berikut ini:
Grafik 2.1
Grafik dari Analisis ABC
(Heizer dan Render, 2010)
100
90 A
80
Persen 70
Penggunaan 60
Dollar 50
Tahunan 40 B
30
20
10 C
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persen persediaan
45
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip
utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam
suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah terbanyak.
Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2010) :
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu
metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang
diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam
jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan
farmasi.
b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis
perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis
yang memakan prosentase biaya terbanyak.
d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran
total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja).
1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
2) Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
3) Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
46
Tabel 2.1
Klasifikasi Persediaan
Ahli Kelas A Kelas B Kelas C
Item Nilai Item Nilai Item Nilai
Johns dan Harding
(2001)
15% 75% 25% 15% 60% 10%
Heizer dan Render
(2010)
15% 70% -
80%
30% 15% -
25%
55% 5%
Dirjend Binfar dan
Alkes (2010)
70% 20% 10%
Peramalan, kontrol fisik, keandalan pemasok dan reduksi pada
persediaan pengaman yang lebih baik dapat dihasilkan dari kebijakan-
kebijakan manajemen persediaan yang tepat. Analisis ABC membimbing
pengembangan kebijakan tersebut (Heizer dan Render, 2010).
Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC
(Heizer dan Render, 2010):
a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A
dibandingkan dengan barang-barang C.
b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat,
barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih aman akurasi
catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering di verivikasi.
c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan
barang lainnya.
47
Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang
dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut
(Ahyari, 1987):
a. Kelas A
1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus
dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat
2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan
diawasi sangat ketat
3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi
4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup,
mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah unit
yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di dalam
jumlah yang cukup besar
b. Kelas B
1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan
persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang
optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.
2) Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak menderita
kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak sesuai situasi
dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.
48
c. Kelas C
1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan sistem
pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan
2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A, melainkan
akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan sederhana.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic Order
Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan pada
suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang
tersebut. Model Kuantitas Pesanan Ekonomi atau Economic Order Quantity
(EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling
dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa
asumsi (Heizer dan Render, 2010) :
a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen
b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata
lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada
suatu waktu
c. Tidak tersedia diskon kuantitas
d. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya
menyimpan persediaan dalam waktu tertentu
49
e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat
Model persediaan umumnya meminimalkan biaya total. Dengan asumsi
yang diberikan di atas biaya paling signifikan adalah biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Jadi jika kita meminimalkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan, kita juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan
meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan
menurun namun biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah
persediaan yang harus diurus lebih banyak.
Gambar 2.2
Jumlah Pemesanan Ekonomis
Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010)
Sabarguna (2004), Johns dan Harding( (2001)
biaya tahunan
kurva biaya total
penyimpanan dan pemesanan
kurva biaya penyimpanan
biaya total
minimum
kurva biaya pemesanan
Kuantitas pesanan Kuantitas pesanan
Optimal (Q)
50
Dalam perhitungan ini telah ditentukan titik order untuk memenuhi
penggunaan selama waktu tertentu atau order untuk suatu kuantitas tertentu
yang ditentukan akan dipesan pada saat itu (Buffa, 1997).
Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum
menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)
Rumus:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
EOQ penerapannya sangat tepat dalam kaitan kurangnya stok akhir.
Dengan menerapkan kebijaksanaan EOQ maka dalam setiap tahun dapat
ditentukan banyaknya order sehingga dapat mengatasi kemungkinan
kehabisan stok.
3. Reorder Point (ROP)
Setiap penjualan berarti terjadi pengeluaran barang dari apotek dari
barang dan barang yang keluar tersebut harus diisi kembali hingga jumlah
barang itu tetap. Tetapi hal ini tidak mungkin mengadakan keseimbangan
51
setiap hari karena frekuensi pembelian menjadi sangat tinggi dan volume
pekerjaan menjadi besar. Selain itu, keseimbangan antara persediaan dan
permintaan perlu diciptakan agar kemampuan pelayanan pada pasien dapat
berlanjut. Terputusnya kemampuan pelayanan adalah karena persediaan sudah
habis (Anief, 2001).
Oleh karena itu sebelum persediaan habis maka pemesanan barang harus
sudah dilakukan. Untuk itu dicari waktu yang tepat, pada saat mana
pembeliaan harus dilakukan sehingga terjadi keseimbangan antara beban
pekerjaan dan kemampuan memenuhi permintaan sehingga pelayanan tidak
terputus tetapi persediaan masih dalam batas-batas yang ekonomis (Anief,
2001). Apabila terjadi masa tenggang (lead time) maka kita harus menentukan
tingkat persediaan minimal sehingga apabila tingkat ini sudah dicapai, kita
harus mengajukan pesanan baru untuk menjaga jangan sampai terjadi
kekosongan dalam stok (Siagian, 1987).
52
Pada gambar di bawah ini, tingkat pemesanan kembali ditetapkan untuk
persediaan yang cukup untuk menutupi penggunaan selama menunggu
pesanan tiba. Dengan demikian sediaan habis tepat pada saat pesanan tiba.
Gambar 2.3
Pengendalian Tingkat Pemesananan Kembali
(Johns dan Harding, 2001)
persediaan
ROP
waktu
Menurut Johns dan Harding (2001), variasi pada pola permintaan atau
lead time akan menyebabkan grafik berbentuk gigi gergaji, sehingga apabila
permintaan ditingkatkan dan waktu tenggang pemasok yang diperpanjang
akan mengakibatkan stock out. Untuk itu dibutuhkan suatu ancangan yang
dapat mengatasi variabilitas ini dan dibutuhkan sediaan pengaman (safety
stock) tujuannya adalah untuk menangani ketidakpastian dalam pengendalian
sediaan, semakin besar tingkat ketidakpastian atau variabilitasnya semakin
besar pula tingkat sediaan pengaman yang diperlukan.
Kebutuhan selama masa tenggang (lead time) adalah tidak tetap dan
jarang sama dengan kebutuhan sebagaimana diharapkan, bahkan
kemungkinan akan terjadi stock out selalu ada. Untuk menghadapi
ketidakpastian ini, perlu diambil suatu tindakan dengan cara mempersiapkan
53
cadangan penyangga (buffer stock) yang bertindak sebagai penyangga
terhadap kenaikan yang tidak diharapkan dalam kebutuhan masa tenggang
(lead time) (Siagian, 1987).
Berikut adalah gambar tingkat pemesanan kembali dengan
memperhitungkan Safety Stock:
Gambar 2.4
Pengendalian Tingkat Pemesananan Kembali
dengan Safety Stock
(Johns dan Harding, 2001)
persediaan
ROP
waktu
Fungsi persediaan pengaman atau safety stock/buffer stock adalah
menyangkut perubahan jangka pendek, baik dalam permintaan maupun dalam
pengisian kembali. Kebutuhan akan persediaan pengaman adalah disebabkan
Persediaan pengaman (Safety Stock)
Normal lead time
meningkat
Permintaan
Meningkat
54
oleh ketidakpastian mengenai penjualan di masa depan dan pengisian kembali
persediaan. Persediaan pengaman itu merupakan proteksi terhadap 2 jenis
ketidakpastian. Pertama, ketidakpastian mengenai penjualan yang melebihi
ramalan selama periode pengisian kembali. Yang kedua adalah ketidakpastian
mengenai keterlambatan (delays) dalam penerimaan pesanan, pengolahan
pesanan, atau keterlambatan transportasi selama pengisian kembali
(Bowersox, 1995).
Faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman menurut
Rangkutty (1996), yaitu penggunaan bahan baku rata-rata, faktor waktu, dan
biaya–biaya yang digunakandan dihutung berdasarkan service level . Menurut
Bowesox, Closs dan Cooper (2010), service level adalah tujuan kinerja
persediaan atau target kinerja yang ditetapkan oleh manajemen. Menurut
Heizer dan Render (2010) hal yang penting dalam manajemen adalah menjaga
tingkat pelayanan yang cukup untuk menghindari permintaan yang tidak pasti.
Tingkat pelayanan (service level) adalah komplemen dari probabilistik
kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika probabilitas kehabisan persediaan
adalah 0,05 maka tingkat pelayanannya adalah 0,95.
Menurut Assauri (2004), jika buffer stock/safety stock dengan service
level dan standar lead time diketahui dan bersifat konstan, maka
perhitungannya adalah sebagai berikut:
55
SS = Z x d x L
Keterangan :
SS = Safety Stock/Buffer stock
Z = Service level
D = Rata-rata pemakaian
L = Lead Time
Menurut Johns dan Harding (2001), pengendalian dengan Reorder
Point (ROP), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali
terletak pada dua faktor, yaitu; yang pertama pertimbangan tingkat pemesanan
kembali secara langsung berdasarkan pada pemakaian normal dan yang kedua
pertimbangan sediaan pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan
tingkat pelayanan yang diminta.
Dengan mempertimbangkan safety stock maka perhitungan titik
pemesanan kembali menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding
(2001) adalah:
ROP = (d x L) + SS
Keterangan:
ROP = Reorder Point
d = permintaan harian
L = lead time (waktu tunggu)
SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock
56
Menurut Seto (2004), beberapa cara dalam pengendalian persediaan:
1. Two and Bag Account System (Two Bin System)
Dengan menggunakan 2 kantong, dimana kantong pertama merupakan
tempat persediaan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan pada
tingkat Reorder Point (ROP) dan berfungsi sebagai persediaan cadangan.
Persediaan selebihnya (sisanya) ditempatkan pada kantong kedua. Cara
penggunaanya adalah mula-mula digunakan persediaan di kantong kedua
sampai habis. Pada saat habis maka pemesanan kembali harus dilakukan.
Sebelum obat yang dipesan tiba di gudang, kantong pertama digunakan.
Apabila obat yang dipesan tiba kantong pertama diisi kembali sesuai jumlah
semula dan sisanya dimasukkan ke dalam kantong kedua.
2. One Storage Bin System (One Bin System)
Dengan menggunakan 1 kantong. Dalam kantong persediaan ini
diadakan pembagian terhadap persediaan menjadi 2 bagian. Bagian 1 untuk
memenuhi kebutuhan rutin, bagian 2 untuk kebutuhan selama periode
pengisian kembali.
Syarat untuk 1 atau 2 kantong tersebut adalah apabila hoding cost (biaya
penyimpanan) cukup mahal. Obat yang diminta tertentu dan jenisnya tidak
banyak dan kepastian waktu pemesanan tidak jelas.
57
3. Fixed Order Period System (Reorder Cycle System)
Dengan memesan pada waktu-waktu tertentu, misalnya setiap awal bula
tanpa mengindahkan tingkat persediaan yang tergantung pemakaian selama
interval waktu tersebut. Jumlah yang dipesan tidak boleh melebihi batas
maksimum yang ditentukan.
Pada sistem ini ada dua nilai yang harus ditentukan, yaitu:
a. Interval waktu pemesanan
b. Batas maksimum persediaan oada setiap kali diadakan pemesanan
Pengendalian lebih mudah, namun apabila terjadi ketidaktepatan di
dalam penentuan batas maksimum persediaan dapat mengakibatkan
persediaan yang berlebihan ataupun kehabisan persediaan.
4. Fixed Order Quantity System (Reorder Level System)
Yaitu, obat tertentu, jumlah yang dipesan dari pemasok adalah tetap
pada titik kritis (Reorder Point/ROP). Jumlah ini adalah yang paling ekonomis
ditinjau dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Untuk sistem ini ada dua
yang harus ditentukan untuk setiap jenis obat, yaitu:
a. Berapa jumlah yang harus dipesan (Q)
b. Kapan harus dilakukan pemesanan
58
5. Economic Order Quantity (Economic Lot Size)
Jumlah pesanan hendaknya mengeluarkan biaya-biaya yang
ditimbulkannya dari adanya pesanan tersebut dan penyimpanannya adalah
minimal. Untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, harus
diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dsan
biaya penyimpanan (carrying cost/holding cost).
6. ABC Analysis Method
Ini menekankan pada persediaan yang mempunyai nilai penggunaan
yang relatif tinggi/mahal. Dalam persediaan terdiri dari berbagai jenis obat
yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.
7. Kombinasi EOQ dengan Analisis ABC
Kombinasi ini ditekankan pada jumlah persediaan pengaman (safety
stock) dan perode pemesanan/frekuensi pesanan per periode tertentu (N kali
pesan), terutama untuk kelompok A dengan persediaan pengaman yang sedikit
dengan periode pesanan sesering mungkin (N>>). Untuk kelompok C
sebaliknya.
8. Safety Stock (Buffer Stock)
Yang dimaksud adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stock out) yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari
perkiraan semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai di
59
gudang penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula)
dengan menentukan/menghitung besarnya persediaan pengaman yang
kemudian diikuti dengan sistem jumlah pesamam tetap atau EOQ.
9. Komputerisasi
Dari cara-cara pengendalian tersebut di atas, dapat dipadukan.
Digabungkan dan dikembangkan di dalam program komputer dengan bantuan
Programmer Computer dan System Analyst Computer.
F. Kerangka Teori
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Sumber: Ahyari (1987), Siagian (1987), John dan Harding (2001), Heizer dan
Render (2010) dan Dirjend Binafarmasi dan Alat Kesehatan (2010).
Analisis ABC
Economic Order Quantity
(EOQ)
Jenis Persediaan
Jumlah Pemesanan
Kelompok A Kelompok B Kelompok C
Reorder Point
(ROP)
Waktu Pemesanan
60
Menurut Johns dan Harding (2001), pengendalian persediaan dikatakan
efektif apabila dapat menjawab pertanyaan mengenai apa saja obat yang akan
dikendalikan dan memerlukan pengawasan yang lebih ketat serta hati-hati,
berapa banyak suatu item obat tersebut dipesan dan kapan harus dilakukan
pemesanan. Menurut Heizer dan Render (2010), prediksi yang lebih baik, kontrol
fisik, keandalan pemasok dan persediaan pengaman (safety stock) semuanya
merupakan hasil dari kebijkan manajemen persediaan yang sesuai, analisis ABC
mengarahkan pengembangan semua kebijkan tersebut.
Menurut Heizer dan Render (2010) obat-obat yang tergolong A harus
memiliki kontrol persediaan yang lebih dibandingkan dengan kelompok B dan C.
Selain itu menurut Ahyari (1987) kuantitas pembelian dan titik pemesanan
kembali untuk obat kelompok A harus dilaksanakan dengan perhitungan cermat.
Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic Order Quantity
(EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan pada suatu periode
untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang tersebut. Apabila
terjadi masa tenggang (lead time) maka kita harus menentukan tingkat persediaan
minimal sehingga apabila tingkat ini sudah dicapai, kita harus mengajukan
pesanan baru untuk menjaga jangan sampai terjadi kekosongan dalam stok
(Siagian, 1987). Menurut Johns dan Harding (2001), Reorder Point (ROP) adalah
metode untuk memutuskan kapan mengajukan pemesanan kembali.
61
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, obat
merupakan salah satu barang logistik/persediaan di rumah sakit. Untuk dapat
menyediakan obat dengan jumlah dan waktu yang tepat serta dengan total biaya
terendah dibutuhkan pengelolaan yang efektif dan efisien terhadap obat tersebut.
Pengendalian persediaan bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan
dan persediaan demi kelancaran proses pelayanan. Menurut Johns dan Harding
(2001), pengendalian persediaan dapat dikatakan efektif apabila dapat menjawab
pertanyaan apa saja obat yang akan dikendalikan dan memerlukan pengawasan
yang lebih ketat serta hati-hati, berapa banyak suatu item obat tersebut dipesan
dan kapan harus dilakukan pemesanan.
Berdasarkan hal tersebut pengendalian persediaan obat generik dalam
penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ABC, Economic
Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP). Dalam pengendalian
persediaan perlu dilakukan teknik pengklasifikasian persediaan terlebih dahulu
melalui metode analisis ABC. Menurut Heizer dan Render (2010), prediksi yang
lebih baik, kontrol fisik, keandalan pemasok dan persediaan pengaman (safety
62
stock) semuanya merupakan hasil dari kebijkan manajemen persediaan yang
sesuai, analisis ABC mengarahkan pengembangan semua kebijkan tersebut.
Metode ini digunakan untuk menentukan kelompok persediaan obat
generik berdasarkan kelompok A, B dan C, sehingga akan menjawab pertanyaan
obat mana yang harus diawasi secara ketat dan hati-hati. Metode ini menekankan
pada obat dengan nilai investasi yang tinggi dalam satu periode. Obat generik
yang termasuk kelompok A akan dilakukan proses pengendalian yang
selanjutnya menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder
Point (ROP) karena menurut Heizer dan Render (2010) obat-obat tersebut harus
memiliki kontrol persediaan yang lebih dibandingkan dengan kelompok B dan C.
Selain itu menurut Ahyari (1987) kuantitas pembelian dan titik pemesanan
kembali untuk obat kelompok A harus dilaksanakan dengan perhitungan cermat.
Menurut Seto (2004), jumlah pesanan hendaknya meminimalkan biaya
yang ditimbulkan dari adanya pesanan dan penyimpanan barang tersebut
sehingga harus diusahakan untuk memperkecil biaya pemesanan dan
penyimpanan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan penghitungan
Economic Order Quantity (EOQ) untuk menjawab pertanyaan mengenai jumlah
optimum obat yang akan dipesan dengan memperhitungkan jumlah pemakaian
obat, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Setelah itu dihitung Reorder
Point (ROP) untuk menjawab pertanyaan kapan dilakukan pemesanan kembali
63
terhadap masing-masing obat generik tersebut dengan mempertimbangkan rata-
rata pemakaian, tingkat pencapaian, lead time dan safety stock/buffer stock.
Melalui metode tersebut dapat dilakukan pengendalian persediaan untuk
menyeimbangkan permintaan dan persediaan; menghindari permintaan tidak
terlayani karena kekurangan persediaan yang menyebabkan ketidakpuasan
pasien; kelebihan persediaan obat yang berdampak kepada penumpukan obat
sehingga menyebabkan peningkatan biaya penyimpanan dan biaya penghapusan
obat kadaluarsa; tingginya biaya pemesanan karena frekuensi pemesanan yang
tinggi; dan tingginya biaya penyimpanan karena persediaan yang tinggi.
64
Bagan 3.1
Kerangka Berpikir
Keterangan:
= metode pengendalian persediaan
Pengendalian Persediaan Obat
Analisis ABC
Persediaan obat
Kelompok C
- Economic Order Quantity
(EOQ)
- Reorder Point (ROP)
Metode Pengendalian Persediaan Obat
Persediaan obat
Kelompok A
Persediaan obat
Kelompok B
65
3.1. Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No Substansi Definisi Istilah Cara Pengambilan
Data Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
1. Pengendalian
Persediaan
Salah satu siklus
logistik yang
berhubungan dengan
aktivitas dalam
pengaturan
persediaan obat di
apotek dan farmasi
rumah sakit agar
menjamin kelancaran
pelayanan pasiennya
secara efektif dan
efisien (Seto.S, 2004)
Wawancara, telaah
dokumen
Pedoman
wawancara
dan telaah
dokumen
Pengendalian/pengawasan
yang dilakukan di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin
Kepala Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin, Staf Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin,
Kepala Bidang Penunjang
Medis RS Islam Asshobirin,
dan Kepala Bagian Keuangan
RS Islam Asshobirin
66
No Substansi Definisi Istilah Cara Pengambilan
Data Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
2. Metode
Pengendalian
Persediaan
Obat
Generik
Pengendalian
persediaan obat
generik agar tidak
terjadi kekosongan
dan kelebihan stok
(Dirjend Binfar dan
Alkes, 2010)
menjawab 3
pertanyaan dasar: apa
yang dikendalikan,
berapa jumlah yang
dipesan dan kapan
dilakukan pemesanan
ulang (John dan
Harding, 2001)
Metode ABC,
Economic Order
Quantity (EOQ)
dan Reorder
Point (ROP)
Kelompok
obat A, B
dan C
Cara pengendalian
persediaan obat generik
Kepala Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin,
Staf Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin,
Koord.SIM RS Islam
Asshobirin,
Koordinator Logistik RS
Islam Asshobirin, Kepmenkes
RI Nomor 092/Menkes/
SKII/2012 dan Biro
Perencanaan dan Anggaran
Sekjen Kemenkes RI (2013)
3. Analisis
ABC
Cara yang digunakan
untuk prioritas
Mengurutkan obat
dari nilai investasi
terbesar sampai
pemakaian
tahun 2012
dan harga
Kelompok obat generik
yang termasuk kelompok
A, B, dan C untuk
Kepmenkes RI Nomor
092/Menkes/SKII/2012,
Kepala Unit Farmasi RS Islam
67
No Substansi Definisi Istilah Cara Pengambilan
Data Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
persediaan (Ahyari,
1987)
terkecil, dan
menghitung %
kumulatif setiap obat
Obat Investasi Asshobirin, Koord.SIM RS
Islam Asshobirin
4. Kelompok A
Kelompok obat
generik yang
persentase kumulatif
0-70% (Dirjend
Binfar dan Alkes,
2010)
Metode Analisis
ABC
Daftar nama
obat, jumlah
pemakaian
tahun 2012,
harga obat
Informasi obat generik
yang tergolong kelompok
A
Kepmenkes RI Nomor
092/Menkes/SKII/2012,
Kepala Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin dan Koord.SIM
RS Islam Asshobirin
5. Kelompok B Kelompok obat
generik yang
persentase kumulatif
71-90% (Dirjend
Binfar dan Alkes,
2010)
Metode Analisis
ABC
Daftar nama
obat, jumlah
pemakaian
tahun 2012
dan harga
obat
Informasi obat generik
yang tergolong kelompok
B
Kepmenkes RI Nomor
092/Menkes/SKII/2012,
Kepala Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin dan Koord.SIM
RS Islam Asshobirin
6. Kelompok C Kelompok obat
generik yang
persentase kumulatif
Metode Analisis
ABC
Daftar nama
obat, jumlah
pemakaian
Informasi obat generik
yang tergolong kelompok
C
Kepmenkes RI Nomor
092/Menkes/SKII/2012,
Kepala Unit Farmasi RS Islam
68
No Substansi Definisi Istilah Cara Pengambilan
Data Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
91-100% (Dirjend
Binfar dan Alkes,
2010)
tahun 2012
dan harga
obat
Asshobirin dan Koord.SIM
RS Islam Asshobirin
7. Economic
Order
Quantity
(EOQ)
Jumlah pemesanan
optimum setiap
melakukan
pemesanan untuk
mengendalikan
persediaan
Perhitungan
menggunakan rumus:
(Heizer dan Render,
2010), (Bowersox,
2010), Buffa, 1997):
Q =Jumlah
optimum unit per
pesanan (EOQ)
D = Permintaan
tahunan obat
S = Biaya pemesanan
obat untuk setiap
pesanan
Permintaan
tahunan
obat,
Biaya
pemesanan
obat untuk
setiap
pesanan,
Biaya
penyimpanan
obat per unit
per tahun
Jumlah pemesanan
optimum untuk setiap kali
pemesanan
Koord.SIM RS Islam
Asshobirin,
Koord.Logistik RS Islam
Asshobirin dan Kepmenkes
RI
Nomor092/Menkes/SKII/2012
69
No Substansi Definisi Istilah Cara Pengambilan
Data Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
H = Biaya
penyimpanan obat
per unit per tahun
8. Reorder
Point (ROP)
Batas minimal stok
persediaan sehingga
harus dilakukan
pemesanan
kembali/pemesanan
ulang
Perhitungan
menggunakan rumus
(Heizer dan Render
(2010) dan (John dan
Harding, 2001):
ROP = (LT x d) + SS
LT = lead time
d = pemakaian rata-
rata
SS = Safety
Stock/Buffer Stock
Lead time,
jumlah
pemakaian
rata-rata
perhari,
Buffer Stock,
Waktu dilakukannya
pemesanan ulang dengan
melihat batas minimal
persediaan yang telah
ditentukan
Kepala Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin,
Koord.SIM RS Islam
Asshobirin dan Biro
Perencanaan dan Anggaran
Sekjen Kemenkes RI (2013)
70
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian operational
research yang bertujuan untuk memberikan suatu landasan ilmiah dalam
menyelesaikan persoalan yang menyangkut interaksi dari unsur-unsur guna
kepentingan yang terbaik bagi organisasi secara keseluruhan. Operational
research juga digunakan dalam teori pengendalian persediaan (Siagian, 1987).
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelompokan persediaan
obat, jumlah pemesanan optimal dan waktu ideal dilakukannya pemesanan
kembali. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi landasan dalam
menentukan kebijaksanaan dan tindakan secara ilmiah untuk mengatasi masalah
kekosongan obat di Rumah Sakit Islam Asshobirin.
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari wawancara
mendalam kepada beberapa informan dan observasi. Selain itu penelitian
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin dan telaah dokumen. Data tersebut untuk menentukan
pengelompokan obat berdasarkan pemakaian dan nilai investasi obat generik.
Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut selanjutnya dibuat perhitungan dengan
71
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) agar dapat
menghasilkan persediaan yang optimal.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin
yang berlokasi di Jalan Raya Serpong Km 11, Pondok Jagung, Tangerang,
selama bulan Juni sampai Juli 2013.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti
sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dan keterlibatan informan dalam
persediaan obat di RS Asshobirin.
Informan sebanyak 5 orang yang terdiri dari:
1. Kepala Instalasi Farmasi sebagai penanggung jawab pengelolaan perbekalan
farmasi di RS Islam Ashobirin.
2. Kepala Bidang Penunjang Medis yang bertanggung jawab atas instalasi
farmasi sebagai salah satu penunjang medis di RS Islam Asshobirin.
3. Staf Gudang Farmasi sebagai pelaksana harian kegiatan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin.
4. Kepala Bagian Keuangan untuk mengetahui penganggaran obat di RS Islam
Asshobirin.
72
5. Koordinator Logistik untuk mengetahui penggunaan ATK (Alat Tulis Kantor)
oleh gudang farmasi untuk menghitung biaya dalam setiap kali melakukan
pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti yang melakukan wawancara
secara langsung kepada informan. Instrumen lain yang digunakan adalah
pedoman wawancara, pedoman telaah dokumen, alat tulis, laptop dan alat
perekam. Pedoman wawancara dan telaah dokumen mengacu kepada pedoman
pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang disusun oleh Dirjend
Binafarmasi dan Alat Kesehatan tahun 2010 dan beberapa referensi terkait
manajemen farmasi dan logistik rumah sakit.
E. Sumber Data
Data primer yang dibutuhkan adalah mengenai pengendalian persediaan
obat generik yang saat ini dilakukan oleh Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin
yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan seluruh informan
penelitian dan observasi. Data sekunder dalam penelitian ini adalah daftar nama
obat generik, jumlah pemakaian obat generik dan harga obat generik selama satu
periode terakhir mulai bulan Januari-Desember 2012 yang diperoleh dari Unit
Gudang Farmasi dan Sistem Informasi Rumah Sakit. Data jumlah pemakaian
ATK selama tahun 2012 dan harga ATK diperoleh dari Koordinator Logistik RS
untuk menghitung biaya pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Assobirin.
73
Selain itu data-data lain yang dibutuhkan diperoleh melalui telaah dokumen
(lampiran 2).
F. Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam (indepth interview): wawancara dilakukan kepada
Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang
Farmasi, Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik RS Islam
Ashhobirin untuk memperoleh data primer mengenai pengendalian persediaan
obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin dengan menggunakan
pedoman wawancara.
b. Observasi: untuk mengetahui pengendalian persediaan yang dilakukan di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
a. Telaah dokumen: untuk mengetahui jenis-jenis obat generik, jumlah
pemakaian obat dan harga obat generik, jumlah pemakaian ATK, harga ATK
dan proses pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Medik RS Islam
Asshobirin.
G. Keabsahan Data
Menurut Mathinson (1988) dalam Sugiyono (2009), nilai dari teknik
pengumpulan data melalui triangulasi adalah untuk mengetahui data yang
diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Sehingga
dengan menggunakan teknik ini data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas dan
74
pasti. Untuk itu triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dengan
melakukan pemeriksaan terhadap beberapa hasil wawancara mendalam dengan
lima informan. Selain itu, juga dilakukan triangulasi metode dengan observasi
dan telaah dokumen untuk mendukung hasil wawancara yang dibandingkan
dengan struktur organisasi, uraian tugas dan Standard Operational Procedure
(SOP).
H. Pengolahan Data
1. Pengendalian obat generik di RS Islam Asshobirin
a. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan beberapa
informan
b. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dicatat dan dibuat
transkrip wawancara
c. Data direduksi untuk menghilangkan data yang dianggap kurang penting
dan tidak ada hubungannya dengan penelitian.
d. Wawancara yang telah direduksi ditranskrip ke dalam matriks berdasarkan
pertanyaan penelitian.
2. Jenis persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin
a. Data mengenai daftar jenis obat, jumlah pemakaian obat dan harga obat
generik selama Januari-Desember 2012 dikumpulkan dan diinput
menggunakan program komputer Microsoft Excel.
75
b. Obat generik diurut mulai dari pemakaian obat yang paling tinggi sampai
yang paling rendah dan dihitung persentase kumulatif pemakaian obatnya.
Selanjutnya obat dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian: fast moving
(0-70%), moderate (71-90%), dan slow moving (91-100%).
c. Nilai investasi untuk masing-masing obat dihitung dan dicari dengan cara
mengalikan jumlah pemakaian dengan harga masing-masing obat.
Selanjutnya obat diurut mulai dari nilai investasi tertinggi sampai terendah
dan dihitung persentase kumulatifnya. Setelah itu obat dikelompokan
berdasarkan nilai investasinya: kelompok A (0-70%), kelompok B (71-
90%) dan kelompok C (90-100%).
3. Jumlah pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin
a. Dihitung EOQ dan ROP untuk obat yang termasuk ke dalam kelompok A
obat generik.
b. Dihitung pemakaian tahunan setiap jenis obat.
c. Dihitung biaya pemesanan obat yang terdiri dari:
1) Biaya telepon : rata-rata lama menelpon setiap pemesanan dikalikan
dengan biaya telepon permenit
2) Biaya ATK: hitung jumlah pemakaian kertas SP (Surat Pemesanan),
nota, tinta dan pulpen selama tahun 2012 dikalikan dengan harga
76
masing-masing item. Selanjutnya dibagi dengan berapa jumlah transaksi
pemesanan yang dilakukan selama tahun 2012
d. Dihitung biaya penyimpanan berdasarkan perhitungan Heizer dan Render
(2010), biaya penyimpanan adalah 26% dari harga barang.
e. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya penyetelan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
f. Dari perhitungan tersebut dihasilkan jumlah pemesanan yang optimum
untuk setiap kali pemesanan.
4. Waktu pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin
a. Dihitung Reorder Point (ROP) setiap jenis obat yang tergolong kelompok
A dengan menentukan permintaan harian, lead time dan safety stock
b. Dihitung Safety stock dengan mengalikan tingkat pencapaian kinerja yang
diinginkan dengan permintaan obat harian dan lead time
77
c. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
ROP = (d x L) + SS
Keterangan:
ROP = Reorder Point
d = permintaan harian
L = lead time (waktu tunggu)
SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock
d. Dari perhitungan tersebut dihasilkan waktu untuk memesan kembali ketika
persediaan obat generik sudah mencapai titik tertentu.
I. Penyajian Data
Data yang telah diperoleh dan dianalisis, disajikan dalam bentuk kutipan
hasil wawancara yang dibandingankan dengan teori dan hasil perhitungan
analisis ABC Pemakaian, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point
(ROP) yang diinterpretasikan.
78
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Rumah Sakit dan Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
1. RS Islam Assshobirin
a. Sejarah Rumah Sakit
Rumah Sakit Islam Asshobirin didirikan pada tanggal 18 Juli 1992
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat
No. 503/SK/2726-RS/1992, berlokasi di Jalan Raya Serpong KM.11
Pondok Jagung, Tangerang. Rumah Sakit ini dikelola oleh Yayasan
Muslimin Tangerang. Saat itu RS Islam Asshobirin dilengkapi dengan
fasilitas 60 unit tempat tidur (TT) dengan jumlah tenaga medis 2 orang, 1
orang perawat, 3 orang bidan, 10 orang paramedis nonperawat dam 10
orang tenaga nonmedis dengan penunjang seperti Kamar Operasi, Apotek,
Laboratorium dan Radiologi.
Pada pertengahan tahun 2007 Yayasan Muslimin Tangerang
mengangkat dr. Hj. Ayi Raffiah, MARS., sebagai Direktur Rumah Sakit
Islam Asshobirin. Saat itu RS Islam Asshobirin memiliki 78 unit tempat
tidur (TT) dengan jumlah 6 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 18
dokter spesialis dengan 14 macam spesialisasi, yaitu: Penyakit Dalam,
Anak, Bedah Umum, Bedah Orthopedi, Mata, Gigi dan Mulut, Kebidanan
79
dan Kandungan, Jantung, THT, Fisioterapi, Bedah Mulut, Paru-paru, Jiwa
dan Syaraf. Adapun tenaga paramedis keperawatan sebanyak 82 orang
perawat, 12 orang bidan, 24 orang paramedis nonperawat, 82 orang tenaga
nonmedis.
Pada tahun 2009, RS Islam Asshobirin menjadi bagian dari Kota
Tangerang Selatan Provinsi Banten sehingga perizinan tenaga maupun izin
rumah sakit dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Perizinan tersebut
dikeluarkan pada tanggal 30 September 2010 oleh pejabat Walikota
Tangerang Selatan dan berlaku sampai dengan 30 September 2015. Saat ini
RS Islam Asshobirin dipimpin oleh dr.Hj. Tri Widowati, MARS., yang
diangkat oleh Badan Pengurus Yayasan Muslimin Tangerang pada tanggal
31 Desember 2011. Dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu empat
Kepala Bidang/Bagian, yaitu: Kabid. Pelayanan, Kabid Penunjang
Pelayanan, Kabag. Keuangan dan Kabag Administrasi dan Umum.
Pada awal kepemimpinan dr.Hj. Tri Widowati, MARS., dibentuk tim
akreditasi yang tertuang dalam SK Direktur No. 016-
SK/DIR/RSIA/V/2012. Bimbingan akreditasi oleh KARS terlaksana pada
tanggal 29-30 Maret 2012 dan Penilaian Akreditasi oleh Surveyor KARS
terlaksana pada tanggal 30-31 Juli 2012. Selain itu, RS Islam Asshobirin
telah melaksanakan visitasi Penetapan Kelas oleh Dinas Kesehatan Kota
Tangereng Selatan yang menghasilkan rekomendasi untuk menambah
tempat tidur dari 78 TT menjadi 100 TT. Terlaksananya akreditasi RS dan
80
Penetapan Kelas membuat RS Islam Asshobirin semakin berupaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan berupaya untuk menjadi rumah sakit
yang memberikan pelayanan persalinan tingkat lanjutan bagi masyarakat
yang memiliki Jampersal (Jaminan Persalinan) dari Pemerintah. Upaya ini
dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi maupun Angka
Kematian Ibu di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Saat ini RS Islam Asshobirin merupakan RS Tipe C yang memiliki
90 TT dan dalam waktu dekat akan menambah jumlah tempat tidur
menjadi 100 TT dan berupaya menjadi rumah sakit rujukan bagi
masyarakat pemegang Jampersal (Jaminan Persalinan) maupun Jamkesmas
(Jaminan Kesehatan Masyarakat).
b. Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit
1) Visi: menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang
berasaskan Islam.
2) Misi RS Islam Asshobirin adalah fungsi sosial dan agama yang terdiri
dari:
a) Mengelola Rumah Sakit secara efektif, efisien dan mandiri
b) Memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang berorientasi kepada
keputusan stakeholder
c) Ikut serta melalui program peningkatan kesehatan masyarakat
3) Motto RS Islam Asshobirin adalah “WE CARE”, kami memberikan
pelayanan secara cepat, akurat, ramah dan ekonomis.
81
4) Tujuan RS Islam Asshobirin:
a) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
b) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada keluarga miskin
c) Meningkatkan kualitas pelayanan dengan pihak ketiga
d) Meningkatkan pengelolaan manajemen rumah sakit.
c. Struktur Organisasi Rumah Sakit
1) Yayasan Muslimin Tangerang
Rumah Sakit Islam Asshobirin berada di bawah Yayasan Muslimin
Tangerang. Berdasarkan akta notaris tanggal 21 Juni 2012 struktur
organisasi yayasan ini terdiri dari: Badan Pembina, Badan Pengurus dan
Badan Pengawasan.
2) RS Islam Asshobirin
Berdasarkan SK Direktur No.001a-SK/DIR/RSIA/I/2012 berikut adalah
struktur organisasi RS Islam Asshobirin:
a) Direktur
b) Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan yang membawahi
dua unit, yaitu: Kepala Unit Pelayanan Medis dan Kepala Unit
Keperawatan
c) Kepala Bidang Penunjang Medis, membawahi Kepala Unit Farmasi,
Kepala Unit Rekam Medik, Kepala Unit Gizi dan Kepala Unit
Penunjang.
82
d) Kepala Bagian Keuangan dan Anggaran, membawahi Koordinator
Keuangan (Bendahara) dan Koordinator Tagihan dan Jaminan.
e) Kepala Bagian Administrasi dan Umum, membawahi Kepala Unit
Administrasi dan Umum dan Kepala Unit Umum.
d. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di RS Islam Asshobirin
terdiri dari berbagai profesi yaitu sebagai berikut:
Tabel 5.1
Jumlah Tenaga RS Islam Asshobirin
No Tenaga Jumlah
1 Tenaga Medis Dokter Umum 8 orang
Dokter Gigi 3 orang
Dokter spesialis 13 orang
Jumlah Tenaga Medis 24 orang
2 Tenaga Paramedis Paramedis Perawatan 57 orang
Bidan 10 orang
Paramedis Non Perawatan 22 orang
Jumlah Tenaga Paramedis 89 orang
3 Tenaga Non Medis Apoteker 1 orang
Sarjana lain 8 orang
Lain-lain:
- Administrasi, umum, keuangan dan
penunjang lain
62 orang
- Cleaning service 24 orang
Jumlah Tenanga Non Medis 95 orang
Total Tenaga 208 orang
Sumber: Profil RS Islam Asshobirin
83
e. Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Islam Asshobirin
1. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan yang tersedia di RS Islam Asshobirin adalah:
a) Pelayanan Medik Umum, Poli Gigi, Pelayanan Gawat Darurat 24
jam.
b) Pelayanan Medik Spesialistik, seperti: Penyakit Dalam, Anak, Bedah
Umum, Bedah Orthopedi, Mata, Gigi dan Mulut, Kebidanan dan
Kandungan, THT, Fisioterapi, Terapi Wicara, Bedah Mulut, Paru-
paru, Jiwa dan Syaraf, Poliklinik Jantung yang dilengkapi dengan
alat pemeriksa Vascular Doppler dan Echocardiografi.
2. Pelayanan Rawat Inap
Kapasitas rawat inap di RS Islam Asshobirin adalah 90 tempat tidur.
Ruang rawat inap terdiri dari lima ruangan. Berikut ruang rawat inap
yang tersedia berdasarkan klasifikasi kelas dan penyakit:
a) Namirah : Kelas III (Isolasi, Penyakit Dalam)
b) Mina : Kelas II dan Kelas III (Klasifikasi: Ruang Anak)
c) Muzdalifah : Kelas II a, II b dan Kelas III (Klasifikasi: Ruang Bedah)
d) Arofah : kelas VIP, Kelas I Utama (Ruang rawat pasien anak dan
dewasa umum)
e) Sakinah : Unit kebidanan dan kandungan, terdiri dari kamar
bersalin/VK dan ruang perawatan kelas II dan III
84
3. Ruang Intensif (ICU)
Ruang ICU dilengkapi dengan alat-alat medis seperti Ventilator, Infus
Pump, Syringe Pump, EKG Monitor serta Oksigen dengan sistem
sentralisasi.
4. Kamar Operasi
RS Islam Asshobirin memiliki tiga ruang operasi yang terbagi atas:
ruang operasi besar, ruang operasi sedang dan ruang operasi kecil.
5. Kamar Bersalin
Merupakan ruang yang disediakan untuk melakukan tindakan yang
berhubungan dengan kebidanan dan kandungan. Serangkaian kegiatan
persiapan persalinan normal, induksi, curratage, maupun pemasangan
alat KB.
6. Pelayanan Penunjang
Pelayanan penunjang yang terdapat di RS Islam Asshobirin adalah
radiologi, laboratorium, farmasi, laundry, informasi, pendaftaran dan
rekam medik, gizi dan dapur, pemulasaraan jenazah dan ambulance
(antar jemput pasien).
7. Pelayanan Admnistratif
Meliputi berlangsungnya fungsi staf yang terdiri dari urusan
kepegawaian, ketatausahaan, kerumahtanggaan dan logistik. Selain itu
juga mencakup data pasien seperti pengurusan administrasi pasien rawat
jalan, rawat inap dengan jaminan asuransi, jamsostek, maupun umum,
85
serta pengeluaran pasien (administrasi pasien keluar sembuh, rujuk dan
lain-lain).
2. Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
a. Visi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
“IFRS sebagai satu-satunya unit pelayanan kefarmasian paripurna, akurat,
terpercaya yang mengedepankan kepentingan dan kepuasan konsumen”
b. Misi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
1) Membantu dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai dan
berkualitas.
2) Mendukung dalam meningkatkan keefektifan biaya dari pelayanan
kefarmasian dan meningkatkan mutu pelayanan ke pasien.
3) Mengatur dan mengawasi pendistribusian perbekalan farmasi di RS.
4) Membantu perkembangan penggunaan obat yang optimal dan
bertanggungjawab, termasuk pencegahan penggunaan obat yang tidak
rasional dan tidak terkendali.
5) Menyediakan informasi tentang perbekalan farmasi bagi pasien dan
tenaga kesehatan lainnya.
6) Meningkatkan mutu personal farmasi dengan meningkatkan
pengetahuan dan praktik kefarmasian.
7) Berpartisipasi dalam mendukung penelitian farmasetik dan monitoring
efek samping pengunaan obat.
86
c. Tugas Pokok Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
3) Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
4) Memberikan pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan/perundang-undangan
yang berlaku
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
7) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
8) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
Formularium Nasional.
d. Struktur Organisasi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin
Dalam SK Direktur RS Islam Asshobirin nomor 001a-
SK/DIR/RSIA/I/2012 tentang Struktur Organisasi RS Islam Asshobirin
(lampiran 5), Unit Farmasi merupakan salah satu dari Unit Penunjang
Medis yang berada di bawah tanggung jawab Bidang Penunjang Medis.
Unit Farmasi yang dikepalai oleh seorang Apoteker, membawahi Gudang
Farmasi dan Apotek. Gudang farmasi dikelola oleh 1 orang Staf Gudang
87
dan Apotek dikelola oleh 6 orang Asisten Apoteker, 5 orang Admnistrasi
dan 1 orang cleaning service.
Bagan 5.1
Struktur Organisasi Unit Farmasi
RS Islam Asshobirin
Berdasarkan wawancara dengan informan, yang terlibat dalam
persediaan di gudang farmasi, baik penentuan kebutuhan maupun
pengendalian adalah 1 orang Staf Gudang Farmasi dan Kepala Unit
Farmasi. Berikut hasil wawancara mengenai penentuan kebutuhan dengan
informan:
“Yang input adalah bagian gudang, seleksi kebutuhan; kalau apoteker
untuk menentukan kebutuhan akan dicari dimana, harga murah dan
sebagaimya”(R.1)
“Yang terlibat di perencanaan pembelian itu apoteker, karena apoteker
yang lebih mengerti pesennya berapa, persediaan kita seharusnya ada
berapa, kalau staf gudang hanya input saja. Kalau apoteker sedang
Unit Farmasi
Gudang Farmasi Apotik
88
tidak ada staf gudang yang memesan, kalau memang benar-benar obat
itu dibutuhkan”(R.2)
Begitu juga dengan pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin juga Kepala Unit Farmasi dan Staf Gudang Farmasi,
sesuai dengan hasil wawancara dengan informan berikut:
“iya samaa.. pengendalian bagian gudang sama apoteker juga..” (R.1)
“biasanya apoteker sama gudang” (R.2)
B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirirn
Pengendalian/pengawasan yang dilaksanakan Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin adalah:
1. Stock Opname
Stock opname dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengecek jumlah
barang (fisik) dengan pendataan di komputer, menjamin kualitas, kuantitas
dan terhindar dari kerusakan dan kadaluarsa. Obat yang mendekati kadaluarsa
akan mendapat perhatian khusus untuk digunakan segera oleh user (dokter)
atau obat dikembalikan kepada PBF (Perusahaan Besar Farmasi) tiga bulan
sebelum expired. Sebagaimana hasil wawancara dengan informan:
“Stock opname itu utk melihat berapa jumlah yang masih ada, apakah
yang di komputer sesuai dengan kondisi kenyataannya. Itu yang dilakukan
2 kali dalam setahun” (R.1)
89
“Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok yang ada semua masing-
masing obat sisanya berapa, yang di apotik juga di hitung. Kalau ada yang
mendekati kadaluarsa kita lancarkan dulu, makanya kan kita sistemnya ini
FIFO dan FEFO yang baru datang disimpan di belakang, yang kita beli
pertama harus lebih dulu kita jual” (R.2)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal ini sesuai dengan SOP unit
farmasi. Dalam SOP, Stock opname merupakan kegiatan yang dilakukan
setiap 6 bulan sekali untuk mencocokan kondisi fisik barang yang ada di
gudang dengan kartu barang di komputer dan dengan bukti pembukuan atau
dokumen sumber (penerimaan, permintaan, pengeluaran dan pemeriksaan
barang) sehingga bisa diketahui kualitas, kuantitas dan waktu kadaluarsa dari
barang tersebut.
2. Kartu Stok
Kartu stok di gudang farmasi tidak menggunakan kartu stok yang
langsung tertera pada rak obat. Kartu stok menggunakan komputer dengan
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) untuk mengurangi penggunaan kertas.
Setiap obat yang masuk ke gudang farmasi (diantar oleh distributor) dan obat
yang dikirim ke apotek langsung di input ke komputer. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan informan:
“Kalau kartu fisiknya tidak ada karena kita pakai pencatatan komputer,
jadi setiap permintaan ada di komputer. Ya dari situ.”
90
“...jadi prinsip RS itu lesspaper. Jadi sebisa mungkin mengurangi kertas
yang dipakai. Kita pakai komputer. Obat yang datang, obat yang dikirim
ke gudang di catat disitu” (R.1)
“Kalau kartu stok langsung di komputer. Kan kalau ada permintaan
otomatis langsung terpotong stoknya” (R.2)
Berdasarkan observasi oleh peneliti, pendataan keluar masuknya obat
dilakukan menggunakan sistem informasi. Pendataan terdiri dari pembelian
dari gudang farmasi ke distributor (baik pembelian biasa maupun pembelian
cito) dan pengiriman barang dari gudang farmasi ke apotek.
3. Buku Defekta
Buku defekta merupakan pendokumentasian/pencatatan mengenai
permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek. Selain itu
buku ini juga digunakan sebagai dasar pemesanan obat. Setiap petugas apotek
yang meminta obat ke gudang farmasi terlebih dahulu mengisi buku defekta.
Setelah itu staf gudang mengambilkan stok yang dibutuhkan dan mencatat
jumlah pengiriman dan sisa stok gudang di buku tersebut. Melalui wawancara
dengan informan, diperoleh informasi sebagai berikut:
“Kita itu ada data manual juga namanya buku defekta, buku defekta itu
buku pencatatan permintaan barang dari apotik ke gudang farmasi“ (R.1)
91
“Buku defekta itu permintaan apotik ke gudang, yang diminta berapa yang
dikirim berapa, sisa berapa dicatat disitu” (R.2)
Berdasarkan observasi oleh peneliti, dari buku defekta dapat diketahui
sisa stok yang ada di gudang farmasi. Kolom dalam buku defekta terdiri dari
nama obat yang diminta, jumlah permintaan, jumlah pengiriman dan sisa stok
di gudang farmasi.
4. Laporan
Laporan yang dilaporkan oleh Kepala Unit Farmasi kepada Kepala
Bidang Penunjang Medis adalah pembelian obat kepada distributor, jenis
persediaan obat, pemakaian obat dan jatuh tempo pembayaran perbekalan
farmasi kepada distributor. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:
“Laporan pembelian, obatnya apa saja, pemakaian, jatuh tempo, obat
narkotika, psikotropika” (R.1)
“Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-jenis obat, pembelian,
laporan ke dinas, kaya narkotika, kemudian ada pembelian apa saja, jatuh
tempo pembayarannya, itu sebulan sekali. Jadi dari Kepala Unit Farmasi
ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya ke keuangan, itu untuk
pembayarannya....” (R.3)
Sedangkan yang dilaporkan kepada Kepala Bagian Keuangan oleh
Kepala Unit Farmasi dan Kepala Bidang Penunjang Medis adalah mengenai
92
pembelian obat kepada distributor, jatuh tempo pembayaran dan penggunaan
obat oleh pasien. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“Kita laporan jatuh tempo, sama obat yang dipesan” (R.1)
“Ya itu saja laporan pemesanan obat, sama laporan jatuh temponya kapan
harus dibayar perdistributor dan pembelian obat oleh pasien. Kalau kita
jatuh temponya rata-rata sebulan” (R.3)
C. Metode Pengendalian Persediaan
Pengendalian/pengawasan yang dilakukan adalah melalui pencatatan
seperti stock opname untuk dapat melihat sisa stok dua kali dalam setahun, kartu
stok pada komputer sebagai pendataan keluar masuknya obat di gudang farmasi
dan buku defekta pencatatan permintaan, pengiriman dan sisa stok di gudang
farmasi. Dalam persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin,
pengendalian persediaan tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara berikut:
“Kalau metode khusus tidak ada..”
“Pengendalian di pengadaan kit Pengendalian di pengadaan kita harusnya
tidak boleh lebih dari buffer stok. Tapi kan kita tidak punya perhitungan
buffer stock ya perkiraan saja, misalnya paracetamol itu kan fast moving kan,
boleh banyak. Tapi tidak boleh banyak-banyak juga. tapi obat yang jalannya
pelan seperti Meropenom inj ya kita hanya boleh stok 2 atau 3 itu sudah good
93
sekali. Paling tidak untuk 1 pasien selama waktu periode penggunaan obat”.
(R.1)
“Metode apa yaa?? Kita tidak ada.”
“Ya itu tadi, kartu stok, pencatatan setiap membeli terdata di komputer. Dan
dari buku defekta kalau ada yang meminta ke gudang. Buku defekta juga ada
untuk permintaan apotik, jadi kalau ada permintaan dicatat disini, yang kita
kirim ke apotik juga kita catat disini, sisanya brapa jug dicatat” (R.2)
Dalam pengendalian persediaan di gudang farmasi tidak ditetapkan safety
stock. Berdasarkan wawancara hal ini karena dengan keterbatasan SDM, tidak
memungkinkan untuk menghitung persediaan pengaman setiap jenis obat di
gudang farmasi. Selain karena keterbatasan SDM, sistem informasi yang ada
belum mendukung untuk menghasilkan perhitungan tersebut juga menjadi
kendala dalam pelaksanaannya. Sistem informasi belum bisa secara otomatis
menghasilkan data mengenai jumlah penggunaan setiap jenis obat selama satu
periode. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“Stok minimum dan maksimum itu disini kita tidak pakai...”
“Safety stock kita juga tidak pakai, yaa kan sama seperti buffer stock kan.
Coba kamu hitung pakai rumus.. sekarang begini, itu kalau kita hitung semua
buffer stock stok obatnya itu kan banyak itemnya. Belum obat, alkes, cairan,
bahan baku. Nah kita tidak bisa hitung otomatis sistemnya.” (R.1)
94
“Stok maksimum minimum. Sebenarnya seharusnya ada ya, tapi kita tidak
berjalan, jadi kita hanya melihat fast moving dan slow moving nya saja. Yang
agak lancar kita sediakan banyak yang tidak ya yang penting ada saja
stoknya. Perkiraan saja, kira-kira yang sering diresepkan stoknya lebih
banyak” (R.2)
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, sistem informasi di
gudang farmasi hanya mendata keluar masuknya obat sehingga penggunaan obat
selama periode tertentu baik bulanan maupun tahunan tidak dapat dihitung secara
otomatis melalui sistem informasi. Sehingga dalam penelitian ini untuk
memperoleh data penggunaan obat selama 1 tahun dilakukan secara manual
dengan menghitung satu persatu setiap obat yang dikirim ke apotek.
Selama pelayanan penyediaan obat di gudang farmasi untuk apotek,
pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek sering tidak sesuai dengan jumlah
permintaan apotek. Hal ini dapat terjadi karena stok obat yang tidak mencukupi
(stock out). Sebagaimana hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Tapi misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau minta
50 ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0” (R.1)
“Kalau obat nya tidak ada di gudang, ya kita tidak kirim, misalnya minta 100
kita sedang kosong, otomatis kita order. Jadi kalau sudah 0 kita pesan. Kalau
yang ini minta 4 stok cuma 1, ya sudah kita cuma kirim 1” (R.2)
95
Berdasarkan wawancara dengan informan, kekosongan stok dapat terjadi
karena, peningkatan jumlah permintaan dari apotek, keterlambatan dalam
melakukan pembayaran kepada distributor, penyakit musiman (unpredictable)
dan karena produk tersebut juga sedang tidak tersedia di distributor (discontinue).
Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“Kekosongan obat disini ya sering,, itu dari faktor pembayaran obat yang
terlambat otomatis kita dipending. Selain itu unpredictable. Ketika jumlah
bed/pasien sedang banyak, otomatis pemesanan obat juga banyak. Selain itu
terkadang produknya discontinue, jadi kadang di pabrik kosong, karena kan
dia produksi ada jadwalnya, tidak selalu produksi. Jadi kita rebutan pasar”
(R.1)
“Ya pernah kosong, karena dari distributotnya atau pabrik lagi kosong juga.
Selain itu bisa juga karena kita telat bayar kita di lock, ada juga peningkatan
permintaan dari apotik, atau penyakit musiman, brati kita harus sedia
banyak” (R.2)
“Kosong ya kadang karena di-lock, itu karena dari keuangan pembayarannya
agak terlambat. Trus bisa jadi karna kosong pabrik dari distributornya”
(R.3)
Menurut informan, adanya pending dari distributor karena keterbatasan
dana untuk dapat membayar tepat waktu. Banyaknya pasien Jamkesmas yang
96
pembayarannya setiap 3 atau 4 bulan sekali sehingga pembayaran untuk
pembelian perbekalan farmasi menjadi tertunda. Namun RS Islam Asshobirin
diberikan waktu/tempo pembayaran yang cukup lama oleh distributor, yaitu 1
bulan setelah barang diterima. Seperti pernyataan informan berikut ini:
“Kita dilock itu sebenarnya karena emang kendala dana ya, pasien
jamkesmas kan banyak, pembayarannya itu baru 3 bulan 4 bulan, itu
makanya kita tidak bisa bayar pas jatuh tempo karena uangnya masih di luar,
di jamkesmas tadi. Jadi pembayaran tertunda”
“Tapi kita diberikan waktu jatuh tempo rata-rata sebulah, jadi agak
longgar”. (R.4)
Untuk memenuhi kebutuhan obat dan alat kesehatan di unit farmasi, RS
Islam Asshobirin menganggarkan 30% untuk unit farmasi setiap bulannya.
Selama pelaksanaan pemenuhan kebutuhan pasien terkadang bisa lebih dari
anggaran tergantung dari meningkat atau menurunnya permintaan pasien. Berikut
ini kutipan wawancara dengan informan:
“Kita dianggarkan sekian, kita kelola untuk obat alkes vaksin. misalnya kita
sudah hampir sampai penggunaan anggaran sekian, nanti kita di warning”
“Tapi kita tidak dibatasi sekian, tidak..” (R.1)
97
“tapi kalau penggunaannya sesuai sama kebutuhan saja, tidak bisa
ditentukan berapanya, Tapi kalau penggunaan anggaran kadang bisa lebih
tergantung jumlah pasien, jadi tidak bisa ditentukan berapa.” (R.3)
“kalau penganggaran kita tiap bulan, sesuaikan dengan stok obat yang
dibutuhkan saja. Anggarannya sekitar 30% untuk farmasi. Kalau
anggarannya lebih dari yang ditentukan, tetap diusahakan, kita kan tidak bisa
membatasi pasien kalau pasien sedang tinggi.” (R.4)
Stok obat yang sedang kosong, namun ada permintaan dari apotek, unit
gudang farmasi akan mengusahakan mencari persamaan obat atau menyediakan
obat dengan merk yang berbeda namun fungsi kandungan yang sama. Jika tidak
terdapat obat yang sama atau dokter tetap ingin menggunakan obat tersebut unit
gudang farmasi mengusahakan membeli ke apotek luar atau rumah sakit lain
yang bekerja sama dengan RS Islam Asshobirin untuk penyediaan obat cito. Hal
ini sesuai dengan pertanyaan informan berikut:
“Jadi penanganan kita pesan cito itu. Alur cito itu kita sama sebenarnya
hanya saja kita tidak pakai SP, jadi kita langsung pesan entah itu di rumah
sakit atau apotik, langsung telepon jadi tidak pakai SP. Nanti kita kasih faktur
penerimaan, ada yang berbentuk kuitansi, nota pembelian, ya macam-macam.
Kalau cito, saya telepon sekarang 15 sampai 20 menit sudah datang.” (R.1)
98
“Paling kita cari persamaan nya gitu. Beda merk kaya misalnya paten kita
ganti sama generik dulu Ya kalau memang kita sedang tidak ada
persamaannya juga, ya kita pesan cito ke apotik atau ke PBF juga bisa.
Prosesnya sama seperti memesan biasa cuma langsung cepat sampaisetelah
dipesan” (R.2)
“yaaa tapi kita sebisa mungkin harus cari. Misalnya disini kita cari ke
distributor yang lain atau kalau benar-benar butuh kita cari beli langsung
cito.. kita kan tidak boleh tidak ada obat kan.. yaaa memang harganya tinggi..
tapi itu resiko kita...” (R.3)
Selama pelaksanaan penyediaan kebutuhan obat di gudang farmasi, ada
beberapa kendala yang dirasakan oleh informan, yaitu SDM yang kurang
memadai. Gudang farmasi ditangani oleh 1 orang Staf Gudang dan Kepala Unit
Farmasi. Sedangkan tanggung jawab/tugas yang dibebankan kepada gudang tidak
dapat ditangani hanya dengan 1 orang staf. Berikut kutipan wawancara dengan
informan:
“Di gudang hanya ada 1 orang, bagaimana bisa mengerjakan semuanya,
stock opname juga banyak, trus terkadang kalau barang datang malam, tidak
bisa diinput oleh orang gudang akhirnya asisten apoteker yang memasukan ke
gudang, jadi tidak sesuai” (R.1)
“Stock opname nya itu, obatnya banyak semuanya dicek” (R.2)
99
1. Analisis ABC
Perbekalan farmasi di RS Islam Asshobirin terdiri dari obat-obatan, alat
kesehatan dan reagen. Dalam penelitian ini, jenis persediaan yang diteliti
adalah obat-obatan khususnya obat generik. Berdasarkan pengumpulan data
mengenai nama obat generik di RS Islam Asshobirin, dari 498 nama obat
dalam Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran
Tertinggi Obat Generik, terdapat 143 jenis obat generik yang digunakan di RS
Islam Asshobirin.
Obat-obatan tersebut dibedakan menurut kemasan yaitu: tablet, botol,
ampul, vial, kapsul, kaplet, tube dan bungkus. Di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin, penggunaan obat generik yang paling banyak adalah obat generik
dengan kemasan tablet, yaitu 84 jenis obat dengan jumlah pemakaian
sebanyak 146.871 tablet. Sedangkan obat generik yang memiliki nilai
investasi tertinggi adalah dengan kemasan vial sebesar Rp.78.714.918,00.
100
Berikut adalah jumlah pemakaian dan nilai investasi obat generik
berdasarkan kemasan obat tahun 2012:
Tabel 5.2
Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan
Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi
Tahun 2012
No Satuan/Kemasan Jumlah
Jenis Obat
Pemakaian Nilai Investasi
(Rp)
1 Tablet 84 146.871 57.374.910
2 Botol 18 6.743 52.997.592
3 Ampul 17 14.956 44.366.395
4 Vial 6 8.696 78.714.918
5 Kapsul 9 18.030 16.366.820
6 Kaplet 3 19.700 4.918.700
7 Tube 5 486 1.162.237
8 Bungkus 1 200 72.800
Jumlah 143 215.682 255.944.372
Sumber: Pengolahan data sekunder
Jenis obat yang disediakan di gudang farmasi ditentukan berdasarkan
permintaan dokter karena Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin belum
memiliki formularium sebagai dasar dalam menentukan persediaan obat.
101
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan:
“Ooohh.. kita sebenarnya sudah membuat formularium, hanya saja tidak
berjalan, karena formularium itu dibuat oleh apotik. Untuk membuat
formularium itu seharusnya setiap PBF harusnya sudah mengajukan ke
PFT, kita disini tidak ada PFT-nya. Akhirnya kita buat berdasarkan
kebiasaan dokter memakai. Misalnya biasanya beberapa dokter
menggunakan obat ini jadi kita pakai obat ini. Jadi tergantung dokternya.
Tapi kita kasih tahu dulu ke dokter, “dok kita di ashobirin biasanya
menggunakan obat ini, ini, ini.. jadi biasanya dokter pakai obat dari
kita”(R.1)
“Kita tergantung permintaan dokternya saja, kalau dokternya emang
menggunakan itu ya kita berikan yang merk itu” (R.2)
Penentuan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin
menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi. Metode konsumsi
didasarkan kepada penggunaan obat periode sebelumnya. Konsumsi
obat/kecepatan perputaran obat yaitu fast moving, moderate dan slow moving.
Obat yang tergolong fast moving harus disediakan lebih banyak. Selain itu
yang perlu dipertimbangkan adalah obat tersebut tergolong essensial atau non-
essensial. Obat yang tergolong essensial harus tersedia di gudang farmasi.
102
Berdasarkan wawancara dengan informan diperoleh informasi sebagai
berikut:
“Kalau perencanaan kita menggunakan metode konsumsi, epidemiologi”
“Kebutuhan unit itu tergantung permintaan unit, essensial dan non
essensial. Jadi mana yang essensial itu yang kita utamakan dahulu, Kita
ambilnya yang essensial nya itu harus tetap ada, itu saja. Jadi
pertimbangan dalam memesan itu yang fast moving sama esensial itu
saja..“( 1)
“Iya, biasanya tergantung jumlah pemakaian dari apotik”
“Jumlah permintaan apotik, obatnya sering dipakai atau tidak, yaa..
permintaan dokter itu. misalnya yang sering disini aseptriason inj, itu kan
lancar, ya stoknya harus banyak, tapi kalau yang jarang itu kita sediakan
sedikit yang penting ada” (R.2)
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Farmasi RS Islam
Asshobirin, penentuan kebutuhan didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan,
data prediksi penyakit, jumlah persediaan barang di gudang, usulan masing-
masing unit, perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow moving) dan
obat essensial.
Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan slow moving
belum pernah dilakukan perhitungan berdasarkan data rill obat baik dari
jumlah pemakaian maupun nilai investasi. Selama ini pengelompokan
103
persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja. Obat yang sering diminta oleh
apotek disebut fast moving dan obat yang jarang diminta disebut slow moving.
Hal ini sesuai dengan penyataan informan berikut:
“Tidak ada pengelompokan obat, kira-kira saja yang sering dipakai itu
masuk fast moving, kalau yang jarang atau diam itu slow moving” (R.1)
“Tidak ada, kita tidak pernah hitung, tapi kita sudah tau kira-kira mana
yang cepat habis. sesuai pengalaman saja, yang lancar, yang sering habis
berati fast moving” (R.2)
Oleh karena itu, untuk menentukan pengelompokan obat, peneliti
melakukan studi analisis ABC. Untuk itu, peneliti mengumpulkan data
mengenai nama obat generik, harga obat generik dan jumlah pemakaian obat
generik selama periode tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. Karena Unit
Farmasi RS Islam Asshobirin belum memiliki formularium, nama obat yang
dianalisis berdasarkan kepada daftar nama obat dalam Kepmenkes RI Nomor
092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik. Harga
obat generik diambil berdasarkan transaksi pembelian obat generik kepada
distributor dan jumlah pemakaian berdasarkan permintaan obat generik dari
Apotek ke Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin selama tahun 2012.
104
Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan jumlah
pemakaian tahun 2012:
Tabel 5.3
Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian
Obat Generik Tahun 2012
Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis Obat
Persentase
Jumlah Jenis
Obat
(%)
Jumlah
Pemakaian
Persentase
Jumlah
Pemakaian
(%)
Kelompok A 28 19,58 150.211 69,64
Kelompok B 30 20,98 43.156 20,10
Kelompok C 85 59,44 22.315 10,35
Total 143 100 215.682 100
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan jumlah
pemakaian (lampiran 7). Obat generik yang termasuk kelompok A adalah
sebanyak 28 jenis obat atau 19,58% dari seluruh jenis persediaan obat generik
dengan jumlah pemakaian sebanyak 150.211 item atau 69,64% dari total
pemakaian obat generik di RS Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang
termasuk ke dalam kelompok A adalah dengan pemakaian yang tinggi (fast
moving). Obat generik yang termasuk kelompok B adalah 30 jenis obat atau
20,98 dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan jumlah pemakaian
sebanyak 43.156 item atau 20,1% dari total pemakaian obat generik di RS
105
Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang termasuk ke dalam kelompok B
adalah dengan pemakaian yang sedang (moderate).
Sedangkan obat generik yang termasuk kelompok C adalah sebanyak 85
jenis obat atau 59,44% dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan
jumlah pemakaian sebanyak 22.315 item atau 10,35% dari total pemakaian
obat generik di RS Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang termasuk ke
dalam kelompok C ini adalah dengan pemakaian yang rendah (slow moving).
Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan nilai
investasi tahun 2012:
Tabel 5.4
Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi
Obat Generik Tahun 2012
Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis Obat
Persentase
Jumlah Jenis
Obat
(%)
Nilai
Investasi
Persentase
Nilai
Investasi
(%)
Kelompok A 13 9,09 177.739.716 69,44
Kelompok B 25 17,48 51.668.197 20,19
Kelompok C 105 73,43 26.536.458 10,37
Total 143 100 255.944.372 100
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan nilai
investasi (lampiran 8). Obat generik yang tergolong kelompok A adalah
sebanyak 13 jenis obat atau 9,09% dari seluruh obat generik dengan nilai
106
investasi sebesar Rp. 177.739.716,00 atau 96,44% dari total investasi obat
generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
Obat generik yang tergolong kelompok B adalah sebanyak 25 jenis obat
atau 17,48% dari seluruh obat generik dengan nilai investasi sebesar
Rp.51.668.197,00 atau 20,19% dari total investasi obat generik di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin. Sedangkan obat generik yang tergolong
kelompok C adalah sebanyak 105 jenis obat atau 10,37% dari seluruh obat
generik dengan nilai investasi sebesar Rp. 26.536.458,00 atau 10,37% dari
total investasi obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.
Kendala dalam menentukan jenis persediaan yang dibutuhkan di gudang
farmasi adalah tidak adanya formularium sebagai dasar dalam menentukan
kebutuhan. Selain itu permintaan dokter yang tidak tersedia di gudang atau
belum pernah diminta sebelumnya sehingga bagian gudang harus
mengusahakan mencari ke distributor lain, apotek, atau rumah sakit lain.
Berikut adalah kutipan wawancara mengenai kendala tersebut dengan
informan:
“Tidak ada formularium” (R.1)
“Kendala dalam menentukan jenis persediaan, kalau dokter meminta obat
itu kita harus tetap menyediakan, kalaupun kita mau mengganti sama obat
107
yang lain atau yang sudah ada, kita harus konfirmasi dahulu ke
dokternya” (R.2)
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam pelaksanaan pemesanan obat di unit farmasi tidak ada
perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan
tergantung pada jumlah permintaan dari apotek. Obat yang sering diminta
oleh apotek (fast moving) disediakan dan dipesan lebih banyak daripada obat
yang jarang diminta oleh apotek (slow moving). Sebagaimana hasil
wawancara dengan informan berikut ini:
“Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau sedang banyak dibutuhkan
atau ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita pesan banyak.
Kalau fast moving kita pesan lebih banyak, tidak ada perhitungan khusus”
(R.1)
“Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan unit banyak atau tidak.
Kalau jumlah pemesanan tiap memesan obat, kita tidak ada perhitungan
nya. Sesuai kebutuhannya saja. Mintanya berapa, biasanya pesan berapa”
(R.2)
Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali
melakukan pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin, dapat diterapkan
metode Economic Order Quantity (EOQ). Rumus untuk menentukan jumlah
108
pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010)
dan Buffa (1997) adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
Untuk menentukan EOQ, diperlukan perhitungan mengenai permintaan
tahunan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permintaan tahunan
sebelumnya sudah dihitung pada analisis ABC. Berikut adalah perhitungan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Heizer dan Render (2010):
a. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses
pesanan pembelian, dukungan administrasi.
1) Biaya Telepon:
Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit
Berdasarkan wawancara dengan informan berikut ini, rata-rata
waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali melakukan pemesanan adalah
5 menit:
109
“Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang lain. kira-kira 3-5 menit
lah kalau telpon” (R.1)
“Lewat telepon saja, surat pemesanannya nanti diberikan ketika
obatnya diantar, berapa lama ya, ada 5 menit lah...” (informan 2)
Distributor tempat pemesanan obat berada di kota Tangerang
sehingga untuk tarif telepon mengikuti telkom lokal. Tarif telepon lokal
adalah Rp. 250,00 per 2 menit (www.telkom.co.id). Sehingga tarif
telepon per menit adalah Rp. 125,00.
Maka perhitungannya adalah:
Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit
Biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit
= Rp. 625,00
Jadi biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp.
625,00
2) Biaya ATK/Administrasi
ATK yang digunakan oleh bagian gudang farmasi adalah, Surat
Pemesanan (SP) obat, buku tukar faktur, dan pita printer. Hal ini sesuai
dengan wawancara dengan informan berikut ini:
“Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya itu biasanya setiap
bulan pesan kwitansi rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp.
160.000,00, billing 1 box harganya Rp. 275.000,00, kertas pelaporan
110
2 ply 2 box harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar faktur 2 buku
satunya Rp. 7.500,00, pita printer 3 pita harga satunya Rp.
30.000,00, kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp. 2.250,00 isi
strappler 5 pack harganya Rp. 1.375,00 sudah itu saja” (R.5)
“Kalau gudang untuk pemesanan obat hanya menggunakan kertas
pemesanan obat yang SP itu, kemudian buku tukar faktur, dan pita
printer 1 saja, yang pita 2 nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang
lainnya juga digunakan oleh apotik saja, kita tidak” (R.2)
Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam pemesanan setiap
bulan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin:
Tabel 5.5
Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin
No Barang Banyak Harga @ Jumlah
1 Surat Pemesanan (SP) 2 box 10.000,00 20.000,00
2 Buku tukar faktur 2 buku 7.500,00 15.000,00
3 Pita printer 1 pita 30,000 30.000,00
Total biaya 65.000,00
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK/administrasi dalam
melakukan pemesanan di gudang farmasi dalam sebulan adalah Rp.
65.000,00 sehingga biaya pemesanan dalam setahun (12 bulan) adalah
111
Rp780.000,00. Selanjutnya untuk menentukan biaya ATK/administrasi
per pemesanan dibutuhkan jumlah transaksi pemesanan dalam setahun
yaitu tahun 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari sistem informasi
RS di unit gudang farmasi, dalam setahun gudang farmasi melakukan
pemesanan sebanyak 2.106 kali pada tahun 2012. Maka biaya
ATK/administrasi perpemesanan adalah biaya pemesanan setahun
dibagi dengan jumlah transaksi pemesanan setahun, yaitu Rp.370,00.
Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya
pemesanan adalah:
Tabel 5.7
Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin
No Komponen Biaya pemesanan Biaya/pemesanan
(Rp)
1 Biaya telepon 625,00
2 Biaya ATK/Administrasi 370,00
Total biaya per pemesanan 995,00
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 995,00.
b. Biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan mencakup biaya terkait menyimpan atau
membawa persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan menurut
Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari unit cost barang. Setelah
112
diketahui jumlah pemakaian obat tahunan, biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai jumah
pemesanan optimum dalam setiap kali pemesanan, angka untuk masing-
masing obat tersebut dimasukan ke dalam rumus seperti pada lampiran 9.
Sebagai contoh, perhitungan EOQ pada obat Ceftriaxone 1gr inj:
Obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan pengumpulan data dan telaah
dokumen diperoleh angka sebagai berikut:
Jumlah pemakaian tahunan = 6.770 vial
Biaya Pemesanan = Rp. 995,00
Biaya Penyimpanan = Rp. 2.031,00
Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah:
Q2 = 2 x 6.770 x 995
2.031
Q = 81,44 = 81 vial
Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali memesan obat
Ceftriaxone 1gr inj adalah 81 vial.
Kendala yang dirasakan oleh bagian gudang farmasi dalam menghitung
jumlah pemesanan adalah tidak didukung oleh Sistem Informasi yang
memadai. Dalam sistem informasi tidak ada summary report/laporan
113
mengenai penggunaan atau pembelian obat baik setiap bulan maupun tahunan,
sehingga sering kali jumlah pembelian diperkirakan sesuai pengalaman
permintaan dari Apotek.
Berikut adalah hasil wawancara dengan informan:
“Kita belum didukung oleh sistem informasi yang sesuai. Komputer yang
sekarang itu belum ada summary report-nya seperti penggunaan bulanan
atau gimana, jadi mau memeriksa menghitung sebanyak itu juga susah”
(R.1)
“Kendala dalam menentukan jumlah pemesanan itu karena kita memang
tidak pernah menghitung juga” (R.2)
3. Reorder Point (ROP)
Waktu dilakukan pemesanan di RS Islam Asshobirin dilakukan pada
hari senin dan kamis, namun apabila ada kebutuhan pemesanan di luar hari
tersebut pemesanan tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan apotek.
Untuk menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat tidak ada
perhitungan khusus. Menurut informan obat tersebut dipesan sebelum stok
obat kosong (0), sebagaimana kutipan wawancara berikut:
“Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin dan kamis, itu untuk stok 1
minggu. Hari senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang kosong, dipesan.
114
Kalau waktu pembelian setiap obat, ya limit sebelum 0 kita sudah harus
pesan, kalau sudah 0 kita pesan cito”( 1)
“Jadwal pembeliannnya itu kita senin kamis, tapi setiap hari juga bisa,
kalau cito kita harus pesan juga” (R.2)
Waktu pemesanan obat kembali di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin tergantung pada sisa stok di gudang farmasi yang dicatat pada
buku defekta. Pemesanan dilakukan sebelum stok mencapai 0 atau ketika stok
sudah mencapai 0. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:
“Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita isi berapa yang dikirim. Jadi
misalnya dia minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu berlebih kita catat
sisanya, misalnya Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang sisa 400.
Tapi misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau
minta 50 ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0.
Nah yang nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan. limit sebelum 0 kita
sudah harus pesan tapi kalau sudah 0 kita harus cito..” (R.1)
“Awal prosesnya, nanti apotik minta obat yang istilahnya defekta, kita
lihat di buku defekta misalnya apotik minta obat 100, kita punya 100
berarti sisa stok nya 0, paling tidak kita harus order supaya di gudang itu
ada stok” (R.2)
115
Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis
obat dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP). Cara menghitung
Reorder Point (ROP) menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding
(2001) adalah:
ROP = (d x L) + SS
Keterangan:
ROP = Reorder Point
d = permintaan harian
L = lead time (waktu tunggu)
SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock
Sedangkan untuk menentukan safety stock, perlu mempertimbangkan
target pencapaian kinerja (service level). Menurut Assauri (2004), jika buffer
stock/safety stock dengan service level dan standar lead time diketahui dan
bersifat konstan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
SS = Z x d x L
Keterangan :
SS = Safety Stock/Buffer stock
Z = Service level
D = Rata-rata pemakaian
L = Lead Time
116
Berdasarkan Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Kemenkes RI
(2013), target pencapaian ketersediaan obat di RS adalah 95%. Dalam tabel Z
(lampiran 11), untuk service level 0,95 nilai Z adalah 1,65.
Menurut informan, lead time (waktu tunggu) obat maksimal adalah 1
hari. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“Lead time waktu tunggu pengadaan obat itu paling tidak 24 jam. Kan kita
di Tangerang, distributornya ada disini semua, jadi cepat memesan
obatnya, kecuali di daerah” (R.1)
“Kalau pesan obat biasanya paling cepat, tergantung jamnya, kalau pesan
jam 9 bisa sampai sore kalau pesan siang sampai besok pagi. Yaa sehari
lah paling lama.” (R.2)
Berikut ini adalah contoh perhitungan Reorder Point (ROP) untuk obat
Ceftriaxone 1 gr inj:
Jumlah pemakaian tahun 2012 (D) = 6.770 vial
Lead time (l) = 1 hari
Service level = 95%
Jumlah hari dalam setahun = 365
Maka:
Jumlah pemakaian rata-rata (d)= 6.770 vial/365 hari = 19 vial
Z (95%) = 1,65
Safety Stock (SS) = z x d x l
= 1,65 x 19 x 1
117
= 31,35 vial atau 31 vial
Jadi, safety stock/stok pengaman untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 31
vial.
ROP = (d x l) + SS
= (19 x 1) + 31
= 50 vial
Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 50 vial.
Berdasarkan perhitungan tersebut, artinya pada leadtime/waktu tunggu
selama 1 hari dengan pemakaian rata-rata perhari adalah 19, obat Ceftriaxone
1 gr inj dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat sudah mencapai
51 vial. Hasil perhitungan jenis obat lain dapat dilihat pada lampiran 10.
Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan kapan
waktu pemesanan kembali dilakukan adalah tidak adanya perhitungan buffer
stock, sehingga waktu memesanan tergantung dari kondisi stok sebelum
mencapai 0 atau pada saat 0.
“yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer stocknya” (R.1)
“kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi kalau kosong ya dipesan”
(R.2)
118
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian dilakukan melalui studi pengendalian persediaan obat generik
menggunakan data terkait persediaan obat generik selama periode tahun 2012 di
Rumah Sakit Islam Asshobirin. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Formularium obat generik di RS Islam Ashobirin tidak tersedia. Formularium
merupakan dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan di rumah sakit
sebagai dasar dalam penentuan jenis obat yang akan disediakan. Sehingga data
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui daftar obat generik menurut
Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran
Tertinggi Obat Generik
2. Komponen biaya penyimpanan (biaya gedung, biaya penanganan bahan, biaya
pekerja dan biaya investasi) tidak dihitung secara rinci karena data tidak
tersedia sehingga perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori Heizer
dan Render (2010), yaitu 26% dari harga barang.
B. Pengendalian Persediaan
Dalam struktur organisasi unit farmasi, yang terlibat dalam pengelolaan
persediaan obat di gudang farmasi adalah Kepala Unit Farmasi dan 1 orang Staf
Gudang Farmasi. Kepala unit farmasi bertanggung jawab atas seluruh
119
pengelolaan dan kegiatan gudang farmasi, khusunya menentukan
kebutuhan/perencanaan pembelian perbekalan farmasi di gudang farmasi.
Sedangkan Staf Gudang Farmasi bertugas untuk menginput data yang
berhubungan dengan persediaan, seperti menginput pemesanan kepada
distributor, input penerimaan barang (perbekalan farmasi) dan pengiriman barang
ke apotek (administrasi keluar masuknya perbekalan farmasi) di gudang farmasi.
Menurut Bowersox (1995), tujuan manajemen logistik adalah
menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang
tepat pada waktu yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah.
Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara kekurangan
dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung
risiko ketidakpastian. Tujuan pengendalian menurut Dirjend Binakefarmasian
dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan. Sejalan dengan itu tujuan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) menurut Siregar (2003) adalah membantu
dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai.
Berdasarkan hal tersebut unit farmasi yang mengelola dan mengendalikan
perbekalan farmasi pada sebuah RS harus dapat menyediakan perbekalan farmasi
dengan jumlah yang tepat, disediakan pada waktu yang dibutuhkan dan dengan
biaya yang serendah-rendahnya. Sesuai dengan visi RS Islam Asshobirin, yaitu
menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang berazaskan Islam
sehingga RS ini berupaya mengoptimalkan pelayanan kepada pasien dengan
120
menyediakan obat dengan jumlah yang tepat, pada waktu yang dibutuhkan serta
dengan harga yang serendah-rendahnya.
RS Islam Asshobirin didukung oleh instalasi farmasi khususnya gudang
farmasi yang bertanggung jawab mengelola dan menyelenggarakan kegiatan
yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan di RS Islam Asshobirin.
Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan pengendalian persediaan
yang baik dalam memenuhi kebutuhan pasien dengan jumlah yang cukup,
tersedia pada waktu yang dibutuhkan, terhindar dari kekurangan dan kelebihan
persediaan, namun disediakan dengan biaya yang serendah-rendahnya untuk
mencapai efisiensi sesuai dengan visi RS Islam Asshobirin.
Berikut adalah pengendalian/pengawasan yang dilakukan oleh gudang
farmasi untuk menjaga persediaan obat:
1. Stock Opname
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), stock opname diperlukan untuk kebutuhan audit dan perencanaan yang
wajib dilaksanakan. Tujuan inventory control (manajemen persediaan)
menurut Anief (2001) adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan
dan permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang
dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu.
Berdasarkan teori tersebut stock opname dalam persediaan obat di RS
Islam Asshobirin harus dilakukan untuk menciptakan keseimbangan antara
permintaan dan persediaan. Stock opname di gudang farmasi dilaksanakan
121
setiap 6 bulan sekali atau 2 kali dalam setahun untuk mengecek dan
mencocokan kondisi fisik barang dengan kartu stok pada komputer. Selain itu
melalui stock opname juga dapat diketahui obat yang mendekati kadaluarsa.
Obat yang mendekati kadaluarsa segera diinformasikan kepada user (dokter)
untuk digunakan terlebih dahulu atau dikembalikan kepada
distributor/Perusahaan Besar Farmasi (PBF) tiga bulan sebelum expired date
(tanggal kadaluarsa).
2. Kartu Stok
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan
IFRS. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital
maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan
adalah kartu stok. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak/kadaluarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok.
Penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi dijumlahkan pada setiap
akhir bulan.
Kartu stok di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin merupakan
pencatatan yang dilakukan secara komputerisasi menggunakan sistem
informasi. Dalam sistem informasi tersebut terekam setiap obat masuk yang
baru dikirim oleh distributor dan obat keluar dari gudang farmasi yang dikirim
ke apotek.
122
Namun sistem informasi di RS Islam Assobirin tersebut tidak dapat
secara otomatis melaporkan penggunaan obat dan pembelian obat baik setiap
bulan maupun setiap tahun. Kartu stok ini seharusnya dapat menghasilkan
informasi mengenai pemakaian dan pembelian pada periode tertentu sehingga
dapat diguanakan untuk pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin. Karena salah satu manfaat informasi yang didapat dari kartu
stok menurut Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010) adalah untuk perencanaan pengadaan dan pengendalian
persediaan.
3. Buku Defekta
Menurut Seto (2004), Pencatatan dalam persediaan adalah untuk
menjamin obat-obat yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien.
Pencatatan tersebut meliputi penerimaan, persediaan di gudang dan
penerimaan barang (dagangan), barang pembantu, inventaris dan lain-lain.
Begitu juga di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin, terdapat buku
defekta yang berfungsi sebagai pendataan/pencatatan keluar masuknya
perbekalan farmasi sebelum diinput ke kartu stok pada komputer. Obat yang
diminta oleh apotek dicatat dalam buku tersebut, selanjutnya Staf Gudang
Farmasi memeriksa stok yang ada apakah cukup untuk memenuhi permintaan,
setelah itu jumlah obat yang dikirim dan sisa stok yang ada di gudang farmasi
dicatat dalam buku tersebut.
123
Menurut Seto (2004), pencatatan yang dikerjakan secara teratur dan
terus-menerus diharapkan Apotek, PBF, Industri Farmasi dan Farmasi Rumah
Sakit akan dapat mengikuti perkembangan persediaan bahan-bahan/obat jadi
dengan baik. Sistem pengawasan persediaan dengan pencatatan ini perlu
selalu ditingkatkan untuk memenuhi usaha pengawasan yang optimal.
4. Laporan
Kepala Unit Farmasi setiap bulan melaporkan pembelian obat dan jatuh
tempo pembayaran kepada Kepala Bidang Penunjang Medis, yang selanjutnya
akan diteruskan kepada Kepala Bagian Keuangan. Selain itu Kepala Unit
Farmasi melaporkan jenis persediaan perbekalan farmasi dan pemakaian
perbekalan farmasi.
C. Metode Pengendalian Persediaan
Konsep yang ideal dari persediaan terdiri dari pengadaan suatu produk
yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem yang demikian tidak akan
membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan jadi untuk mengantisipasi
penjualan di masa depan (Bowersox, 1995). Menurut Aditama, (2007)
bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instansi harus tersedia
dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan
harga serendah mungkin.
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang
124
berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi di rumah sakit karena masalah
kekosongan atau kelebihan dapat terjadi. Di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin, pelayanan penyediaan obat untuk apotek sering tidak sesuai dengan
kebutuhan/permintaan. Berdasarkan buku defekta pengiriman obat dari gudang
farmasi ke apotek sering tidak sesuai dengan jumlah permintaan oleh apotek. Hal
ini dapat terjadi karena stok obat yang tidak cukup (stock out) untuk memenuhi
permintaan tersebut. Kekosongan obat menyebabkan dilakukannya pembelian
obat ke apotek luar atau RS lain secara cito. Pembelian cito tersebut tentunya
menggunakan anggaran yang lebih tinggi karena harga obat di apotek/RS lain
merupakan harga jual di apotek/RS tersebut.
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan
farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Perencanaan/penentuan kebutuhan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu:
metode konsumsi (data konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu); metode
epidemiologi (berdasarkan pola penyakit); dan kombinasi (kombinasi antara
metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang ada).
Dalam SOP Unit Farmasi RS Islam Asshobirin, penentuan kebutuhan
didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan, data prediksi penyakit, jumlah
persediaan barang di gudang, usulan masing-masing unit, perhitungan pareto
(fast moving, moderate dan slow moving) dan obat essensial. Artinya penentuan
125
kebutuhan menggunakan metode kombinasi, yaitu metode konsumsi berdasarkan
data kebutuhan 3 bulan dan perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow
moving), metode epidemiologi (prediksi penyakit) dengan memperhatikan sisa
stok di gudang farmasi. Dalam menentukan obat yang tergolong fast moving atau
slow moving-pun petugas gudang farmasi tidak melakukan menggunakan
perhitungan, melainkan berdasarkan pengalaman pemesanan/penggunaan obat
oleh apotek. Obat yang sering/banyak diminta tergolong fast moving dan yang
tidak sering/banyak diminta tergolong slow moving.
Untuk itu, gudang farmasi memerlukan suatu perhitungan sesuai dengan
kebutuhan pelanggan (pasien) mengenai jumlah pemesanan dan waktu
pemesanan yang tepat agar obat dapat tersedia dalam jumlah yang tepat dan pada
waktu yang dibutuhkan serta diperoleh dengan harga yang serendah mungkin.
Namun sebelum menentukan jumlah dan waktu pemesanan, perlu diketahui obat
mana saja yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi persediaan.
Sebagaimana menurut Johns dan Harding (2001) dan Ahyari (1987), untuk
memastikan bahwa suatu sistem pengendalian sediaan efektif, maka tiga
pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa yang akan dikendalikan, berapa
banyak yang hendak di pesan dan kapan memesan kembali.
1. Analisis ABC
Ciri logistik/persediaan rumah sakit menurut Sabarguna (2005), yaitu:
spesifik (obat alkes, film, rontgen, dan lain-lain); harga yang variatif; dan
126
jumlah item yang sangat banyak. Begitu juga dengan perbekalan farmasi di
RS Islam Asshobirin memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, baik
dari jenis obat-obatan, alat kesehatan dan reagen. Setiap perbekalan farmasi
tersebut berbeda dari segi jumlah kebutuhan per item maupun harga per item.
RS Islam Assobirin fokus pada pelayanan kepada masyarakat menengah ke
bawah dengan program khusus Jamkesmas dan Jampersal, sehingga obat-obat
yang sering digunakan adalah obat generik yang penggunaannya disarankan
oleh pemerintah.
Sebagaimana diatur dalam Permenkes RI Nomor
HK.02/02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, obat generik merupakan obat
dengan nama resmi International Nonpropoetary Names (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Selain jauh lebih murah, kualitas dan
khasiatnya sama seperti obat bernama dagang (bermerek).
Berdasarkan daftar obat generik yang terdapat dalam Kepmenkes RI
Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat
Generik, obat generik yang digunakan di RS Islam Asshobirin adalah
sebanyak 143 jenis obat dari 498 jenis obat yang terdaftar dalam Permenkes
tersebut. Setiap jenis obat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda baik
dari jumlah pemakaian maupun harga, yang keduanya menentukan nilai
investasi obat.
127
Menurut Ahyari (1987), dalam kenyataannnnya akan terdapat bahan
baku yang dipergunakan dalam jumlah unit yang besar namun nilai rupiah
yang kecil, sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah
yang tinggi walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Berdasarkan
hasil perhitungan mengenai jumlah pemakaian dan nilai investasi berdasarkan
kemasan obat generik di gudang farmasi tahun 2012, terlihat bahwa obat
generik dengan kemasan tablet adalah yang paling banyak digunakan baik dari
jenis obat maupun jumlah pemakaian, yaitu sebanyak 84 jenis obat dengan
jumlah pemakaian sebanyak 146.871 tablet. Namun bukan berarti obat dengan
satuan/kemasan tersebut memiliki nilai investasi yang paling tinggi. Nilai
investasi tertinggi adalah obat dengan satuan/kemasan vial. Obat tersebut
bernilai Rp. 78.714.918,00 walaupun hanya 6 jenis obat dengan jumlah
pemakaian sebanyak 8.696 vial.
Sehingga, diperlukan perlakukan yang berbeda terhadap setiap jenis
baik berdasarkan jumlah pemakaian maupun nilai investasi. Menurut Ahyari
(1987) apabila bahan diperlakukan sama rata, maka tindakan tersebut kadang-
kadang akan merugikan perusahaan, karena terdapat perbedaan nilai rupiah
dari bahan yang dipergunakan. Untuk menentukan prioritas persediaan cara
yang paling umum digunakan adalah dengan klasifikasi/analisis ABC.
Menurut Dirjend Binfar dan Alat Kesehatan Kemenkes RI tahun 2010,
pemilihan kebutuhan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing,
128
formularium RS, Formulariun Jaminan Kesehatan, Daftar Palfon Harga Obat
(DPHO) dan Jamsostek. Namun, selama ini, jenis persediaan obat di RS Islam
Asshobirin ditentukan berdasarkan permintaan apotek atau permintaan dokter
karena RS belum memiliki formularium sebagai dasar penyusunan kebutuhan
obat.
Formularium adalah dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan
oleh profesional kesehatan di rumah sakit disusun bersama oleh para
pengguna di bawah koordinasi KFT masing-masing rumah sakit. KFT
(Komite Farmasi dan Terapi) adalah unit fungsional yang ditetapkan oleh
pimpinan RS yang bertugas memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS
mengenai rumusan kebijkan dan prosedur evaluasi, pemilihan dan
penggunaan obat (Dirjend Binfar dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, 2010).
Menurut informan formularium tidak berjalan karena RS tidak ada KFT
(Komite Farmasi dan Terapi) sehingga obat yang dipesan disesuaikan dengan
permintaan dokter. Untuk itu, perlu kiranya dibentuk KFT di RS Islam
Asshobirin agar formularium dapat tersusun, sehingga dapat dijadikan dasar
dalam penyusunan kebutuhan obat.
Dalam SOP penentuan jenis obat dalam penentuan kebutuhan di RS
Islam Asshobirin menggunakan prinsip pareto. Namun dalam pelaksanaannya,
untuk menentukan obat yang tergolong fast moving (A), moderate (B) dan
slow moving (C) tidak ditentukan menggunakan perhitungan pareto (Analisis
ABC). Selama ini pareto hanya berdasarkan pengalaman petugas saja. Obat
129
yang lancar/cepat habis maka dikatakan fast moving dan yang pelan dikatakan
slow moving.
Berikut adalah pengelompokan obat generik menggunakan analisis ABC
pemakaian dan investasi:
a. Nilai Pemakaian Obat Generik
Hasil analisis ABC pemakaian yang disajikan pada tabel 5.3, bahwa
obat generik yang termasuk kelompok A (fast moving) hanya 19,58% dari
seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek, namun obat ini paling
banyak diminta oleh apotek untuk memenuhi kebutuhan obat pasien yaitu
sebesar 69,64% dari total pemakaian. Sebagaimana menurut Seto (2004)
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku. Meskipun hanya ada sedikit
kelompok A dalam persediaan apotek, tetapi karena kelompok tersebut
sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat.
Merurut Seto (2004), kelompok B mempunyai penjualan rata-rata
dan perputaran inventaris. Di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin, obat
yang termasuk kelompok B (moderate) merupakan jenis obat yang sedang
(agak lambat perputarannya, yaitu 20,98% dari seluruh jenis obat generik
yang diminta apotek dan pemakaian yang sedang juga yaitu sebesar
20,10% dari total pemakaian.
Sedangkan obat yang termasuk kelompok C (slow moving)
merupakan obat generik yang paling banyak jenisnya, yaitu 59,44% dari
130
seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek namun dengan
pemakaian yang paling sedikit/jarang digunakan yaitu hanya 10,35% dari
total pemakaian. Sebagaimana menurut Seto (2004), Kelompok C adalah
obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.
Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-
masing kelompok adalah:
1) Kelompok A
Dengan memperhatikan persediaan 28 jenis obat yang tergolong
kelompok A, gudang farmasi akan dapat memenuhi ketersediaan obat
sebanyak 69,64%. Artinya, ketersediaan obat tersebut sangat penting
diperhatikan dan harus selalu tersedia di gudang farmasi karena
memiliki nilai pemakaian yang paling tinggi/sering diminta oleh apotek.
Selain itu pengawasan dan pematauan fisik persediaan harus lebih teliti
dan ketat.
2) Kelompok B
Dengan memperhatikan 30 jenis obat yang tergolong kelompok B,
gudang farmasi akan dapat memenuhi ketersediaan obat atau permintaan
apotek sebanyak 20,10%. Ketersediaan obat ini cukup penting
diperhatikan setelah obat kelompok A.
Menurut Seto (2004), karena kelompok B merupakan jumlah yang
jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil,
tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat
131
kelompok A. Biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan
kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan
eceran.
3) Kelompok C
Dengan memperhatikan 85 jenis obat yang tergolong kelompok C
dapat memenuhi ketersediaan obat atau permintaan obat oleh apotek
sebanyak 10,35%. Penggunaan/permintaan obat ini sedikit namun
dengan jenis yang paling banyak banyak yaitu 59,44% dari seluruh obat
generik yang ada.
Sama seperti kelompok B, menurut Seto (2004), karena kelompok
C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi
penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien untuk
memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Biasanya dapat
cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu
stok di ruang peracikan dan penjualan eceran.
Menurut Seto (2004), bahwa pengelola secara periodik seharusnya
memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut
semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C
yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah
obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang
kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan.
132
Oleh karena itu, selain menggunakan kartu stok, diperlukan
perhatian khusus terhadap obat yang tidak berjalan. Perlu diperhatikan
jenis persediaan dengan mengurangi variasi merk obat yang berbeda
namun memiliki kandungan yang sama.
b. Nilai Investasi Obat Generik
Hasil analisis ABC investasi yang disajikan pada tabel 5.4, bahwa
obat generik yang termasuk kelompok A hanya 9,09% dari seluruh jenis
obat generik yang diminta oleh apotek, namun obat ini menyerap anggaran
rumah sakit paling banyak dibandingkan obat generik lainnya, yaitu
sebesar 69,44% dari total penggunaan anggaran obat generik. Sedangkan
obat yang termasuk kelompok C merupakan jenis obat yang paling banyak,
yaitu 73,43% dari seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek,
namun menyerap anggaran paling sedikit, yaitu hanya 10,37% dari total
penggunaan anggaran untuk obat generik.
Gagasan analisis ABC adalah untuk membuat kebijkan-kebijakan
persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian persediaan
yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele. Tidaklah
realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas yang
sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).
Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang
benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang
133
efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut
tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).
Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-
masing kelompok adalah:
1) Kelompok A
Kelompok A merupakan barang dengan jumlah unit fisik kecil
atau rendah namun jumlah rupiahnya tinggi (Ahyari, 1987). Pada
persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin, dengan memperhatikan
ketersediaan 13 jenis obat generik yang tergolong A dapat
mengoptimalkan persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 69,44%.
Sehingga menurut Heizer dan Render (2010), obat tersebut harus
memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat, akurasi pencatatan yang
lebih sering diverifikasi. Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat
dan secara periodik setiap bulan.
Menurut Seto (2004), kelompok A seharusnya dimonitor dengan
hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung.
Sehingga dalam penelitian ini obat yang termasuk kelompok A dihitung
EOQ (Economic Order Quantity) untuk menentukan jumlah pemesanan
yang ideal dan ROP (Reorder Point) untuk menentukan waktu yang
tepat untuk dilakukan pemesanan kembali.
134
2) Kelompok B
Kelompok B merupakan barang dengan jumlah fisik dan jumlah
rupiah yang sedang (Ahyari, 1987). Pada persediaan obat generik di RS
Islam Asshobirin, dengan memperhatikan 25 jenis obat yang tergolong
kelompok B dapat mengoptimalkan persediaan dan pemakaian anggaran
sebesar 20,19%. Sehingga obat yang tergolong kelompok B
memerlukan perhatian yang cukup penting setelah kelompok A. Perlu
adanya pengawasan fisik yang dilakukan secara periodik. Menurut
Heizer dan Render (2010), persediaan yang tergolong kelompok B dapat
dihitung setiap 3 bulan sekali.
3) Kelompok C
Kelompok C merupakan barang dengan jumlah fisik yang besar
atau tinggi namun nilai rupiah yang rendah/kecil (Ahyari, 1987). Pada
persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin, dengan memperhatikan
105 jenis obat yang tergolong kelompok C, dapat mengoptimalkan
persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 10,37%.
Perlu memperhatikan obat yang tidak berjalan untuk dikurangi
variasi obatnya. Karena obat tersebut memberikan pengaruh kecil
terhadap penjualan dan biaya kehabisan persediaan. Sejalan dengan
pendapat Seto (2004), bahwa pengelola secara periodik seharusnya
memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut
semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C
135
yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah
obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang
kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan.
Sehingga obat yang tergolong kelompok C tidak memerlukan
pengendalian ketat seperti kelompok A dan B. Pengendalian dan
pemantauan tidak ketat, cukup sederhana di dalam RS tersebut. Namun
RS belum mempunyai perhitungan, sehingga cukup menentukan safety
stock/buffer stock sebagai jumlah minimum stok di gudang farmasi.
Pengawasan juga tidak seperti kelompok A dan B cukup mengikuti
pengawasan yang sudah dilaksanakan di gudang farmasi selama ini
yaitu setiap 6 bulan sekali. Menurut Heizer dan Render (2010),
persediaan yang tergolong kelompok C dapat dihitung setiap 6 bulan
sekali.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam persediaan, biaya yang mempengaruhinya adalah biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Pemesanan dengan jumlah yang banyak
akan mengurangi biaya pemesanan karena dengan pemesanan dengan jumlah
yang banyak tentunya frekuensi pemesanan akan lebih sedikit. Namun hal ini
akan meningkatkan biaya penyimpanan karena pemesanan dengan jumlah
yang banyak persediaan yang akan disimpan juga lebih banyak. Sebaliknya,
pemesanan dengan jumlah yang sedikit akan mengurangi biaya penyimpanan
136
karena persediaan yang disimpan di gudang lebih sedikit, namun akan
meningkatkan biaya pemesanan karena frekuensi pemesanan akan meningkat.
Untuk itu jumlah pemesanan harus dapat meminimalkan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Sebagaimana menurut Heizer dan Render
(2010), Bowersox (2010), Sabarguna (2004) dan Johns dan Harding (2001),
bahwa seiring dengan meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah
pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan
meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak.
Sehingga menurut Seto (2004) untuk menentukan jumlah pemesanan yang
ekonomis, harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan
biaya-biaya penyimpanan.
Dalam pelaksanaan pemesanan obat di Instalasi Farmasi RS Islam
Asshobirin, tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan.
Jumlah pemesanan tergantung pada jumlah permintaan dari apotek. Hal ini
berisiko meningkatnya biaya pemesanan jika pemesanan dilakukan dalam
jumlah yang sedikit atau meningkatnya biaya penyimpanan jika jumlah
pemesanan terlalu banyak.
Untuk menentukan jumlah pemesanan yang tepat dalam setiap
pemesanan, dapat menggunakan perhitungan EOQ (Economic Order
Quantity). Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic
Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan
pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang
137
tersebut. Perhitungan EOQ dalam penelitian ini digunakan untuk menghitung
jumlah pemesanan optimum obat generik yang tergolong kelompok A karena
obat ini adalah obat yang paling berpengaruh terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan obat di RS Islam Asshobirin.
Dengan menerapkan metode EOQ untuk menghitung jumlah pemesanan
yang optimum akan membantu manajemen untuk mengambil keputusan
jumlah pemesanan agar tidak terjadi investasi berlebihan yang tertanam dalam
persediaan dan tidak mengalami kekurangan persediaan yang menyebabkan
pelayanan terhenti.
Pada lampiran 9 diketahui jumlah pemesanan optimum untuk masing-
masing obat generik. Sebagai contoh obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan
perhitungan, jumlah pemesanan yang paling ekonomis untuk obat ini adalah
sebanyak 81 vial setiap kali pemesanan. Jumlah ini akan menggunakan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan yang paling sedikit. Jika jumlah
pemesanan ditingkatkan, maka akan meningkatkan biaya penyimpanan karena
jumlah persediaan yang banyak. Jika jumlah pemesanan diturunkan, maka
akan meningkatkan biaya pemesanan karena pemesanan dengan jumlah yang
sedikit frekuensi pemesanan akan lebih meningkat sehingga meningkatkan
biaya pemesanan.
Oleh karena itu pemesanan 81 vial untuk obat Ceftriaxone 1gr inj adalah
jumlah yang paling ekonomis dalam setiap kali melakukan pemesanan.
138
Menurut Velerie (2011), metode EOQ dapat membantu perusahaan
untuk menjaga agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar sehingga
perusahaan dapat menjaga kesinambungan usahanya. Apabila kesinambungan
perusahaan terjaga, tentunya efektivitas produksi dapat tercapai, mengingat
salah satu tujuan produksi untuk menjaga kesinambungan usaha perusahaan.
Untuk kualitas produk, perusahaan harus memilih supplier yang menyediakan
bahan baku yang baik dan bisa menyediakan bahan baku tersebut tepat waktu
karena selain menghambat proses produksi, keterlambatan bahan baku juga
berpengaruh terhadap kualitas produk.
Selama ini pengiriman obat oleh distributor ke gudang farmasi selalu
tepat waktu, tidak lebih dari lead time yang ditentukan. Untuk mendapatkan
EOQ tentunya harus didukung oleh sistem informasi yang dapat mengetahui
jumlah pemakaian setiap obat setiap tahun. Sistem informasi di RS Islam
Asshobirin belum bisa memberikan informasi mengenai jumlah pemakaian
setiap obat tersebut. Hal ini juga menjadi kendala oleh gudang farmasi selama
ini, sehingga jumlah pemesanan diperkirakan sesuai pengalaman permintaan
dari apotek.
3. Reorder Point (ROP)
Dalam menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat di RS Islam
Asshobirin tidak menggunakan perhitungan khusus. Obat akan dipesan ketika
obat tersebut mendekati jumlah stok 0. Untuk obat yang stoknya sudah
mencapai 0, maka pemesanan dilakukan secara cito. Sehingga tidak jarang
139
permintaan apotek tidak dapat terpenuhi dalam jumlah yang tepat karena
persediaan yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan.
Demi keberlanjutan pelayanan pada pasien, perlu dijaga keseimbangan
antara persediaan dan permintaan. Obat harus selalu tersedia setiap saat
dibutuhkan. Terputusnya kemampuan pelayanan terjadi karena persediaan
sudah habis. Oleh karena itu sebelum persediaan habis maka pemesanan
barang harus dilakukan. Menurut Anief (2001) perlu dicari waktu yang tepat,
pada saat dimana pembeliaan harus dilakukan sehingga terjadi keseimbangan
antara beban pekerjaan dan kemampuan memenuhi permintaan sehingga
pelayanan tidak terputus, tetapi persediaan masih dalam batas-batas yang
ekonomis.
Untuk mencari waktu yang tepat tersebut dapat dilakukan dengan
perhitungan Reorder Point (ROP). Apabila terjadi lead time (masa tenggang)
maka kita harus menentukan tingkat persediaan minimal sehingga apabila
tingkat ini sudah dicapai, kita harus mengajukan pesanan baru untuk menjaga
jangan sampai terjadi kekosongan dalam stok (Siagian, 1987). Waktu
pemesanan kembali ditetapkan agar persediaan dapat menutupi kebutuhan
persediaan selama masa tenggang/menunggu pesanan tiba. Menurut Dirjend
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), lead time adalah
waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima.
Fungsi persediaan menurut Heizer dan Render (2010), salah satunya
adalah melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
140
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi
pelanggan. Menurut Johns dan Harding (2001), untuk mengatasi hal stock out
perlu persediaan penyangga/pengaman (safety stock) untuk mengatasi
ketidakpastian permintaan. Menurut Siagian (1987) cadangan penyangga
(buffer stock) bertindak sebagai penyangga terhadap kenaikan yang tidak
diharapkan dalam kebutuhan masa tenggang (lead time).
Persediaan pengaman itu merupakan proteksi terhadap 2 jenis
ketidakpastian. Pertama, ketidakpastian mengenai penjualan yang melebihi
ramalan selama periode pengisian kembali. Kedua, adalah ketidakpastian
mengenai keterlambatan (delays) dalam penerimaan pesanan, pengolahan
pesanan, atau keterlambatan transportasi selama pengisian kembali
(Bowersox, 1995).
Oleh karena itu waktu pemesanan kembali yang ideal adalah ketika stok
obat mencapai kebutuhan selama waktu tunggu atau permintaan harian rata-
rata dikalikan dengan waktu tunggu. Namun permintaan obat di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin berfluktuatif setiap harinya. Sehingga apabila
perhitungan ROP tidak mempertimbangkan safety stock yang berfungsi
sebagai proteksi terhadap kemungkinan peningkatan kebutuhan/permintaan
obat, berisiko terjadinya kekurangan stok (stock out).
Berdasarkan perhitungan pada lampiran 10, safety stock obat
Ceftriaxone 1 gr inj adalah 32 vial dan Reorder Point-nya adalah 51 vial.
141
Artinya, pemesanan obat ceftriaxone 1 gr inj akan dilakukakan jika stok obat
tersebut mencapai 51 vial.
Jumlah tersebut merupakan titik/jumlah ideal dilakukannya pemesanan
ulang agar terhidar dari kekurangan stok karena stock out dan terhindar dari
kekurangan stok karena permintaan yang meningkat.
Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan waktu
pemesanan kembali adalah tidak adanya perhitungan buffer stock (safety
stock) sehingga waktu pemesanan tergantung kondisi stok sebelum mencapai
0 atau pada saat 0.
142
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pengendalian/pengawasan persediaan yang dilakukan di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin yaitu melalui stock opname, kartu stok, buku defekta dan
laporan bulanan. Pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin belum menggunakan metode pengendalian khusus, seperti:
Analisis ABC untuk prioritas persediaan, Economic Order Quantity (EOQ)
untuk menentukan jumlah pemesanan optimum, maupun Reorder Point
(ROP) untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal. Persediaan obat di RS
Islam Asshobirin ditentukan berdasarkan:
a. Jenis persediaan yang disediakan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin
ditentukan berdasarkan permintaan atau kebiasaan dokter dalam
menggunakan obat tertentu.
b. Jumlah pemesanan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin
disesuaikan dengan permintaan dari apotek.
c. Waktu pemesanan kembali obat ditentukan berdasarkan pencatatan sisa
stok pada buku defekta. Obat dipesan pada saat stok obat mendekati 0 atau
saat 0.
143
2. Berdasarkan analisis ABC, maka didapatkan gambaran sebagai berikut:
a. Berdasarkan analisis ABC pemakaian, terdapat 28 jenis (19,58%) obat
generik yang tergolong kelompok A (fast moving), yaitu dengan pemakaian
sebesar 69,64% dari total pemakaian obat generik. Terdapat 30 jenis
(20,98%) obat generik yang tergolong kelompok B (moderate), yaitu
dengan pemakaian sebesar 20,10% dari total pemakaian obat generik.
Terdapat 85 jenis (59,44%) obat generik yang tergolong kelompok C (slow
moving), yaitu dengan pemakaian sebesar 10,35% dari total pemakaian
obat generik.
b. Berdasarkan analisis ABC investasi, terdapat 13 jenis (9,09%) obat generik
yang tergolong kelompok A, yaitu dengan penggunaan anggaran sebesar
69,44% dari total penggunaan anggaran obat generik, 25 jenis (17,48%)
obat generik yang tergolong kelompok B, yaitu dengan penggunaan
anggaran sebesar 20,19% dari total penggunaan anggaran obat generik dan
105 jenis (73,43%) obat generik yang tergolong kelompok C, yaitu dengan
penggunaan anggaran sebesar 10,37% dari total penggunaan anggaran obat
generik.
3. Berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ), jumlah pemesanan
optimum untuk 13 obat generik yang termasuk kelompok A bervariasi mulai
dari 10-301 item.
144
4. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) diperoleh titik pemesanan
kembali/waktu pemesanan kembali untuk 13 obat generik yang termasuk
kelompok A bervariasi mulai dari 1-25 item.
B. Saran
1. Perlu dibentuk KFT (Komite Farmasi Terapi) agar dapat meyusun
formularium sebagai dasar penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin
2. Perlu dibuat perencanaan obat setiap tahunnya terutama untuk obat yang
termasuk kelompok A sehingga bagian manajemen dapat mempersiapkan
anggaran keuangan yang sesuai.
3. Perlu penyesuaian sistem informasi untuk dapat menghasilkan informasi
mengenai jumlah penggunaan setiap obat baik perbulan, triwulan, semester
atau tahunan, agar memudahkan dalam menyusun kebutuhan persediaan obat.
4. Perlu diterapkan metode analisis ABC dalam menetapkan jenis obat yang
akan disediakan untuk memberikan prioritas yang berbeda terhadap setiap
kelompok obat, serta diterapkan metode EOQ dan ROP untuk menghindari
terjadinya kekosongan obat dan pembelian cito.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI-
Press
Ahyari, Agus. 1987. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi. Yogyakarta:
BPFE
American Hospotal Association. 2011. AHA Survey on Drug Shortages. America
Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 4. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa
Aksara
Ballou, Ronald H. 1997. Business Logistics-Importance and Some Research
Opportunities. Cleveland: Weatherhead School of Management Case Western
Reserve University
Biro Perencanaan dan anggaran Sekretaris Jenderal Kemenkes RI. 2013. Kebijakan
Perencanaan Program Kesehatan. Bandung
Blanchard, B.S. 2004. Logistical Engineering and Management 6th ed. New Jersey:
Pearson Prentice Hall
Bowersox, Donald. J. 1995. Manajemen Logistik 1. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Bowersox, Donald. J. 2004. Manajemen Logistik 2. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Bowersox, D.J, Closs, David. J dan Cooper, M.Bixby. 2010. Supply Chain Logistics
Management. New York: Mc Graw - Hill Company
Buffa, E. S. 1997. Manajemen Produksi/Operasi 2. Jakarta: Erlangga
Devnani,M, Gupta, A.K, dan Nigah.R. 2010. ABC and VED Analysis of the
Pharmacy Store of a Tertiary Care Teaching, Research and Referral Healthcare
Institute of India. Chandigarh: Post Graduate Institute of Medicine Education and
Research (PGIMER)
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kememkes RI. 2010. Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat
Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan
Kompetitif. Jakarta: PPM
Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kemenkes
Tahun 2010-2014
Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes /SKII/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat
Generik Tahun 2012
Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit
Mulyardewi, Insan. 2010. Analisis Perencanaan dan Pengendalian Obat di RSU
Zahirah Jakarta. Depok: Tesis. UI
Nadia, Frita. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang
Medik Rumah Sakit Puri Cienere Tahun 2011. Depok: Skripsi. UI
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02/02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah
Profil RS Islam Asshobirin 2012
Rangkutty, F. 1996, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Sabarguna, Boy. S. 2004. Manajemen Operasional Rumah Sakit (MORS).
Yogyakarta: Konsorsium RSI Jateng-DIY
Sabarguna, Boy. S. 2005. Logistik Rumah Sakit dan Teknik Efisiensi. Yogyakarta:
Konsorsium RSI Jateng – DIY
Sabarguna, Boy. S. 2009. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit.
Jakarta: Sagung Seto
Seto, Soerjono., Nita. Yunita., Triana, Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya:
Airlangga University Press
Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : UI-Press
Siregar, Charles. JP dan Amalia, Lia. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Jakarta: EGC
Subagya, M,S. 1994, Manajemen Logistik. Jakarta: CV Haji Masagung
Suciati, Susi dan Adisasmito, Wiku. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan
ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Depok: Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan Vol 09. Nomor 1. UI
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta:
Salemba Empat
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Valerie, Carien. S. 2011. Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity)
dan JIT (Just In Time) terhadap Efisiensi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-
Keuangan (Studi Kasus Pada PT Indoto Tirta Mulia). Jurnal Akuntansi.
Universitas Kristen Maranatha
Wahjuni, Sri.P dan Suryawati, Sri. 1998. Dampak Penerapan Metode Economic
Order Quantity (EOQ) terhadap nilai persediaan obat di Instalasi Farmasi
RSUD DR Moewardi Surakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.Vol 1.
FK-UGM
PT.Telkom. 2013. Telkom Lokal. Diakses dari situs www.telkom.co.id
LAMPIRAN
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pengendalian Persediaan
1. Bagaimana penentuan kebutuhan persediaan obat yang diterapkan di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin?
2. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan kebutuhan persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?
3. Metode apa yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin? Mengapa menggunakan metode
tersebut?
4. Apa saja yang harus diperhatikan / dipertimbangkan ketika membuat
perencanaan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?
5. Bagaimana pengendalian persediaan obat yang diterapkan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?
6. Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian persediaan obat di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin?
7. Apakah ada metode yang digunakan dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?
8. Bagaimana sistem pencatatan persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin?
9. Apakah dilakukan stock opname? Bagaimana pelaksanaannya? Dan apakah
ada periode khusus untuk melaksanakan?
10. Ada kartu stok? Dimana? Kapan dilakukan pencatatan di kartu stok?
11. Dalam pengendalian persediaan apakah ada kebijkan mengenai besar stok
minimum, maksimum dan safety stock?
12. Apakah Pernah mengalami stockout /over stock di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin? Apa penyebabnya?
13. Upaya / solusi apa yang dilakukan jika kedua hal tersebut terjadi?
14. Bagaimana Anggaran dari RS untuk instalasi farmasi dan bagaimana
penggunaannya?
15. Siapa saja yang terliat dalam penganggaran obat di Instalasi Farmasi?
16. Laporan apa saja yang dilaporkan oleh Ka. Instalasi Farmasi kepada Ka.
Penunjang Medik?
17. Laporan apa saja yang dilaporkan kepada Bagian Keuangan?
18. Bagaimana kendala yang ditemui dalam melakukan pengendalian persediaan
obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?
B. Jenis persediaan obat
1. Bagaimana menentukan jenis obat yang harus disediakan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin? Berdasarkan apa?
2. Apakah ada klasifikasi jenis obat di di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin? Pernahkah dilakukan analisis ABC?
3. Bagaimana kendala dalam menentukan jenis persediaan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin? Apa solusi selama ini?
C. Jumlah Pemesanan
1. Bagaimana menentukan jumlah pemesanan obat di gudang farmasi RS Islam
Asshobirin?
2. Apa saja yang mempengaruhi jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?
3. Pemesanan dilakuakan lewat apa? Berapa waktu yang dibutuhkan dalam
pemesanan?
4. Untuk administrasi, apa saja yang digunakan oleh bagian gudang dalam
melakukan pemesanan?
5. Bagaimana kendala dalam menentukan jumlah pemesanan di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
D. Waktu pemesanan
1. Kapan jadwal pembelian atau pemesanan dilakukan di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin? Bagaimana menentukan waktu pemesanan untuk setiap
jenis obat?
2. Berapa lead time pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?
3. Bagaimana kendala dalam menentukan waktu pemesanan di Gudang
Farmasi RS Islam Asshobirin? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
Lampiran 4
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN
1. Profil RS Islam Asshobirin
2. Struktur organisasi RS Islam Asshobirin dan Instalasi Farmasi RS Islam
Asshobirin
3. Standar Operational Prosedur kegiatan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin
4. Uraian tugas Kepala Instalasi Farmasi dan Staf Gudang Instalasi Farmasi RS
Islam Asshobirin
5. Pembelian obat ke apotik luar RS Islam Asshobirin (cito)
6. Pembelian obat tahun 2012
7. Pengeluaran/pengiriman obat ke apotik tahun 2012
8. Stock Opname obat
9. Surat Pemesanan obat
Lampiran 7
Tabel Kelompok Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Pemakaian
Tahun 2012
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Persentase Persentase Kelompok
Pemakaian Kumulatif Obat
(%) (%)
1 Ranitidin 150 mg Tablet 15.050 6,98 6,98 A
2 Donperidon tab isi 100 Tablet 11.500 5,33 12,31 A
3 As. Mefenamat 500 caps Kaplet 11.300 5,24 17,55 A
4 Cefadroxil 500 mg cap Kapsul 9.030 4,19 21,74 A
5 Ranitidin inj isi 25 Ampul 8.400 3,89 25,63 A
6 Metformin 500 mg Tablet 7.600 3,52 29,15 A
7 Amoxycillin 500 mg tab Kaplet 7.400 3,43 32,59 A
8 Ceftriaxone 1 gr inj Vial 6.770 3,14 35,72 A
9 Parasetamol strip Tablet 5.700 2,64 38,37 A
10 Glibenklamid tab Tablet 5.300 2,46 40,82 A
11 Captopril 25 mg tab Tablet 5.200 2,41 43,23 A
12 Captopril 12,5 mg tab Tablet 5.100 2,36 45,60 A
13 Isosorbid Dinitrat (ISDN) Tablet 5.000 2,32 47,92 A
14 Omeprazole 20 mg Kapsul 4.700 2,18 50,10 A
15 Pyrazinamide 500 mg Tablet 4.700 2,18 52,28 A
16 Ciprofloxacin 500 mg Tablet 4.595 2,13 54,41 A
17 Rifampicin 450 mg Tablet 4.400 2,04 56,45 A
18 Prednison tab Tablet 4.000 1,85 58,30 A
19 RL widatra Botol 3.375 1,56 59,87 A
20 Allupurinol 100 mg tab Tablet 2.900 1,34 61,21 A
21 Cefixime 100 mg tab tablet 2.600 1,21 62,42 A
22 Amlodipine 5 mg tab Tablet 2.590 1,20 63,62 A
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Persentase Persentase Kelompok
Pemakaian Kumulatif Obat
(%) (%)
23 Amlodipine 10 mg tab Tablet 2.400 1,11 64,73 A
24 Simvastatin Tablet 2.370 1,10 65,83 A
25 Cetirizine 10 mg cap Tablet 2.131 0,99 66,82 A
26 Methylprednisolon 4 mg Tablet 2.100 0,97 67,79 A
27 Alprazolam 0,5 mg tab Tablet 2.000 0,93 68,72 A
28 CTM tab Tablet 2.000 0,93 69,64 A
29 INH 300 mg Tablet 2.000 0,93 70,57 B
30 Codein 10 mg tab Tablet 2.000 0,93 71,50 B
31 Vit B 6 Tablet 2.000 0,93 72,43 B
32 Co-Amoxiclave 625 mg tab Tablet 1.920 0,89 73,32 B
35 Ethambutol 500 Tablet 1.860 0,86 75,94 B
36 Kalium Diklofenak 50 Tablet 1.850 0,86 76,80 B
37 Digoxine 0,25 tab Tablet 1.800 0,83 77,63 B
38 Piroxicam 10 mg isi 120 Tablet 1.800 0,83 78,47 B
39 Nolipo/Lincomysin 500 mg Kapsul 1.600 0,74 79,21 B
40 Bisoprolol 5 mg tab Tablet 1.520 0,70 79,91 B
41 Piroxicam 20 Tablet 1.440 0,67 80,58 B
42 Meloxicam 7,5 mg Tablet 1.400 0,65 81,23 B
43 Furosemide 40 Tablet 1.325 0,61 81,85 B
44 Lidocain 2% inj Ampul 1.320 0,61 82,46 B
45 Cefotaxim 1 gr inj Vial 1.236 0,57 83,03 B
46 Dexamethason inj Ampul 1.220 0,57 83,60 B
47 Antalgin 500 mg tab strip Tablet 1.200 0,56 84,15 B
48 DMP tab Tablet 1.200 0,56 84,71 B
49 Salbutamol 2 mg Tablet 1.200 0,56 85,27 B
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah
pemakaian
Persentase
(%)
Persentase
Kumulatif
(%)
Kelompok
Obat
50 Levofloxacin 500 mg Tablet 1.160 0,54 85,80 B
51 Natrium Diklofenac 50 mg Tablet 1.150 0,53 86,34 B
52 Furosemide inj Ampul 1.125 0,52 86,86 B
53 Meloxicam 15 mg Tablet 1.080 0,50 87,36 B
54 Acyclovir 400 mg tab Tablet 1.050 0,49 87,85 B
55 Vit C 50 mg tab Tablet 1.000 0,46 88,31 B
56 Kalk 500 Tablet 1.000 0,46 88,77 B
57 Rifampicin 600 mg Kaplet 1.000 0,46 89,24 B
58 Rifampicin 300 mg Kapsul 900 0,42 89,65 B
59 Piracetam 1 gr Ampul 855 0,40 90,05 C
60 Ofloxacin 400 mg Tablet 800 0,37 90,42 C
61 Metronidazole 500 mg Tablet 700 0,32 90,75 C
62 Ofloxacin 200 mg Tablet 700 0,32 91,07 C
63 Salbutamol 4 mg Tablet 700 0,32 91,39 C
64 Tramadol 50 mg Tablet 700 0,32 91,72 C
65 Antasida syr Botol 668 0,31 92,03 C
66 Metronidazol Fresenius Botol 640 0,30 92,33 C
67 Dimenhydrinate 50 mg Tablet 600 0,28 92,60 C
68 Haloperidol 1,5 Tablet 600 0,28 92,88 C
69 Haloperidol 5 Tablet 600 0,28 93,16 C
70 Natrium Diklofenac 25 mg Tablet 600 0,28 93,44 C
71 Nifedin 10 mg Tablet 600 0,28 93,72 C
72 Propanolol 10 mg Tablet 600 0,28 93,99 C
73 Clindamycin 150 mg Kapsul 550 0,26 94,25 C
74 Ketokonazole 200 tab Tablet 550 0,26 94,50 C
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah
pemakaian
Persentase
(%)
Persentase
Kumulatif
(%)
Kelompok
Obat
75 NaCl 500 ml Widatra Botol 510 0,24 94,74 C
76 Aminophylline 200 mg tab Tablet 500 0,23 94,97 C
77 Amitripyline 25 mg tab Tablet 500 0,23 95,20 C
78 Clindamycin 300 mg Kapsul 500 0,23 95,44 C
79 Propanolol 40 mg Tablet 500 0,23 95,67 C
80 Methylprednisolon inj Vial 499 0,23 95,90 C
81 Gentamycin inj Ampul 491 0,23 96,13 C
82 Piracetam 3 gr Ampul 454 0,21 96,34 C
83 Allopurinol 300 mg tab Tablet 400 0,19 96,52 C
84 Folic Acid Tablet 400 0,19 96,71 C
85 Dexamethason 0,5 mg tab strip Tablet 400 0,19 96,89 C
86 Vit K Inj 3 Ampul 400 0,19 97,08 C
87 Ambroxol syr Botol 399 0,18 97,26 C
88 Cefixime syr 60 ml Botol 377 0,17 97,44 C
89 Piracetam 1200 Tablet 360 0,17 97,61 C
90 Lansoprazole 30 mg Kapsul 350 0,16 97,77 C
91 Methylprednisolon 16 mg Tablet 330 0,15 97,92 C
92 Acyclovir 200 mg tab Tablet 300 0,14 98,06 C
93 Clobazam Tablet 300 0,14 98,20 C
94 Codein 20 mg tab Tablet 250 0,12 98,32 C
95 Paracetamol syr Botol 220 0,10 98,42 C
96 Ketorolac inj 30 mg Ampul 213 0,10 98,52 C
97 Doxyciclin 100 cap Kapsul 200 0,09 98,61 C
98 Glimepiride 2 mg Tablet 200 0,09 98,70 C
99 Ibupruffen 400 mg Tablet 200 0,09 98,79 C
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah
pemakaian
Persentase
(%)
Persentase
Kumulatif
(%)
Kelompok
Obat
100 Loratadin Tablet 200 0,09 98,89 C
101 Oralit 200 ml Bungkus 200 0,09 98,98 C
102 Thyamfenicol 500 mg Kapsul 200 0,09 99,07 C
103 Gentamycin cr Tube 182 0,08 99,16 C
104 Dextrose 5% 100 cc Botol 151 0,07 99,23 C
105 Atropine inj 0,25 ml Ampul 120 0,06 99,28 C
106 Tramadol inj Ampul 120 0,06 99,34 C
107 MGSO4 40% Vial 116 0,05 99,39 C
108 Acyclovir cream 5 gr Tube 111 0,05 99,44 C
109 Amoxicillin syr Botol 101 0,05 99,49 C
110 Carbamazepin 200 mg tab Tablet 100 0,05 99,54 C
111 Dextrose 40 % 25 cc Ampul 93 0,04 99,58 C
112 Aminophylline inj Ampul 90 0,04 99,62 C
113 Miconazole 2 % cr Tube 90 0,04 99,66 C
114 Cefadroxil 125 mg syr Botol 87 0,04 99,70 C
115 Glimepiride 1 mg Tablet 80 0,04 99,74 C
116 Ceftazidime 1 gr inj Vial 75 0,03 99,78 C
117 Hydrocortison cr 2,5 % Tube 57 0,03 99,80 C
118 Glimepiride 3 mg tab Tablet 50 0,02 99,83 C
119 Glimepiride 4 mg Tablet 50 0,02 99,85 C
120 Cetirizine 5 mg syr 60 ml Botol 48 0,02 99,87 C
121 Hydrocortison 1% kalbe Tube 46 0,02 99,89 C
122 Donperidon syr 60 ml Botol 38 0,02 99,91 C
123 Ibuprofen forte 200 mg syr Botol 38 0,02 99,93 C
124 Ibuprofen 100 mg syr Botol 33 0,02 99,94 C
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah
pemakaian
Persentase
(%)
Persentase
Kumulatif
(%)
Kelompok
Obat
125 Dextrose 10% Botol 25 0,01 99,95 C
126 Neo-K/Vit K1 Inj Ampul 25 0,01 99,97 C
127 Natrium Phenitoin Inj Ampul 20 0,01 99,98 C
128 Cotrimoxazol syr Botol 15 0,01 99,98 C
129 Paracetamol drops Botol 11 0,01 99,99 C
130 GG 100 mg Tablet 10 0,00 99,99 C
131 Morphin 10 mg inj Ampul 10 0,00 100,00 C
132 DMP syr Botol 7 0,00 100,00 C
133 Antasida doen tab Tablet - 0,00 100,00 C
134 Diazepam 2 mg tab Tablet - 0,00 100,00 C
135 Diazepam 5 mg tab Tablet - 0,00 100,00 C
136 Epinephrin inj 0,1 % Ampul - 0,00 100,00 C
137 Ibupruffen 200 mg Tablet - 0,00 100,00 C
138 INH 100 mg Tablet - 0,00 100,00 C
139 MGSO4 20% Vial - 0,00 100,00 C
140 Metformin 850 mg Tablet - 0,00 100,00 C
141 Piracetam tablet 400 mg Tablet - 0,00 100,00 C
142 Piracetam tablet 800 mg Tablet - 0,00 100,00 C
143 Spiramycin 500 mg Tablet - 0,00 100,00 C
Lampiran 8
Tabel Kelompok Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Investasi Tahun 2012
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
1 Ceftriaxone 1 gr inj Vial 6.770 7.813 52.894.010 20,67 20,67 A
2 Ranitidin inj isi 25 Ampul 8.400 2.334 19.605.600 7,66 28,33 A
3 Metronidazol Fresenius Botol 640 26.818 17.163.520 6,71 35,03 A
4 RL widatra Botol 3.375 4.727 15.953.625 6,23 41,27 A
5 Methylprednisolon inj Vial 499 30.500 15.219.500 5,95 47,21 A
6 Cefixime syr 60 ml Botol 377 27.473 10.357.321 4,05 51,26 A
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab Tablet 1.920 4.591 8.814.720 3,44 54,70 A
8 Cefotaxim 1 gr inj Vial 1.236 6.300 7.786.800 3,04 57,75 A
9 Piracetam 3 gr Ampul 454 15.550 7.059.700 2,76 60,50 A
10 Cefadroxil 500 mg cap Kapsul 9.030 764 6.898.920 2,70 63,20 A
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg Kapsul 1.600 3.785 6.056.000 2,37 65,56 A
12 Cefixime 100 mg tab tablet 2.600 2.175 5.655.000 2,21 67,77 A
13 Piracetam 1 gr Ampul 855 5.000 4.275.000 1,67 69,44 A
14 Donperidon tab isi 100 Tablet 11.500 367 4.220.500 1,65 71,09 B
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
15 Amlodipine 10 mg tab Tablet 2.400 1.539 3.693.600 1,44 72,54 B
16 Bisoprolol 5 mg tab Tablet 1.520 2.111 3.208.720 1,25 73,79 B
17 Ranitidin 150 mg Tablet 15.050 200 3.010.000 1,18 74,97 B
18 Rifampicin 450 mg Tablet 4.400 600 2.640.000 1,03 76,00 B
19 Ketorolac inj 30 mg Ampul 213 12.150 2.587.950 1,01 77,01 B
20 Amoxycillin 500 mg tab Kaplet 7.400 336 2.486.400 0,97 77,98 B
21 Antasida syr Botol 668 3.500 2.338.000 0,91 78,89 B
22 Ceftazidime 1 gr inj Vial 75 30.780 2.308.500 0,90 79,80 B
23 NaCl 500 ml Widatra Botol 510 4.455 2.272.050 0,89 80,68 B
24 Amlodipine 5 mg tab Tablet 2.590 873 2.261.070 0,88 81,57 B
25 Dexamethason inj Ampul 1.220 1.818 2.217.960 0,87 82,43 B
26 Furosemide inj Ampul 1.125 1.871 2.104.875 0,82 83,26 B
27 Gentamycin inj Ampul 491 3.557 1.746.487 0,68 83,94 B
28 Omeprazole 20 mg Kapsul 4.700 371 1.743.700 0,68 84,62 B
29 Ciprofloxacin 500 mg Tablet 4.595 363 1.667.985 0,65 85,27 B
30 As. Mefenamat 500 caps Kaplet 11.300 141 1.593.300 0,62 85,89 B
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
31 Lidocain 2% inj Ampul 1.320 1.032 1.362.240 0,53 86,43 B
32 Metformin 500 mg Tablet 7.600 165 1.254.000 0,49 86,92 B
33 Levofloxacin 500 mg Tablet 1.160 1.049 1.216.840 0,48 87,39 B
34 Ambroxol syr Botol 399 3.000 1.197.000 0,47 87,86 B
35 Kalium Diklofenak 50 Tablet 1.850 644 1.191.400 0,47 88,32 B
36 Meloxicam 15 mg Tablet 1.080 1.090 1.177.200 0,46 88,78 B
37 Simvastatin Tablet 2.370 466 1.104.420 0,43 89,22 B
38 Alprazolam 0,5 mg tab Tablet 2.000 532 1.064.000 0,42 89,63 B
39 Pyrazinamide 500 mg Tablet 4.700 213 1.001.100 0,39 90,02 C
40 Ethambutol 500 Tablet 1.860 521 969.060 0,38 90,40 C
41 Meloxicam 7,5 mg Tablet 1.400 629 880.600 0,34 90,75 C
42 Natrium Phenitoin Inj Ampul 20 43.971 879.420 0,34 91,09 C
43 Dextrose 5% 100 cc Botol 151 5.700 860.700 0,34 91,43 C
44 Cetirizine 10 mg cap Tablet 2.131 400 852.400 0,33 91,76 C
45 Methylprednisolon 4 mg Tablet 2.100 401 842.100 0,33 92,09 C
46 Rifampicin 600 mg Kaplet 1.000 839 839.000 0,33 92,42 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
47 Codein 10 mg tab Tablet 2.000 388 776.000 0,30 92,72 C
48 Tramadol inj Ampul 120 5.820 698.400 0,27 92,99 C
49 Captopril 25 mg tab Tablet 5.200 125 650.000 0,25 93,25 C
50 Cefadroxil 125 mg syr Botol 87 7.455 648.585 0,25 93,50 C
51 Ofloxacin 400 mg Tablet 800 793 634.400 0,25 93,75 C
52 Acyclovir 400 mg tab Tablet 1.050 573 601.650 0,24 93,98 C
53 Aminophylline inj Ampul 90 6.653 598.770 0,23 94,22 C
54 Parasetamol strip Tablet 5.700 95 541.500 0,21 94,43 C
55 Vit K Inj 3 Ampul 400 1.318 527.200 0,21 94,63 C
56 MGSO4 40% Vial 116 4.363 506.108 0,20 94,83 C
57 Paracetamol syr Botol 220 2.089 459.580 0,18 95,01 C
58 Cetirizine 5 mg syr 60 ml Botol 48 9.491 455.568 0,18 95,19 C
59 Rifampicin 300 mg Kapsul 900 504 453.600 0,18 95,37 C
60 Isosorbid Dinitrat (ISDN) Tablet 5.000 88 440.000 0,17 95,54 C
61 Donperidon syr 60 ml Botol 38 11.500 437.000 0,17 95,71 C
62 Lansoprazole 30 mg Kapsul 350 1.229 430.150 0,17 95,88 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
63 Piracetam 1200 Tablet 360 1.176 423.360 0,17 96,04 C
64 Captopril 12,5 mg tab Tablet 5.100 82 418.200 0,16 96,21 C
65 Ofloxacin 200 mg Tablet 700 536 375.200 0,15 96,35 C
66 Methylprednisolon 16 mg Tablet 330 1.063 350.790 0,14 96,49 C
67 Allupurinol 100 mg tab Tablet 2.900 120 348.000 0,14 96,63 C
68 Glibenklamid tab Tablet 5.300 65 344.500 0,13 96,76 C
69 Clindamycin 300 mg Kapsul 500 684 342.000 0,13 96,89 C
70 Amoxicillin syr Botol 101 3.360 339.360 0,13 97,03 C
71 Nifedin 10 mg Tablet 600 515 309.000 0,12 97,15 C
72 Gentamycin cr Tube 182 1.668 303.576 0,12 97,27 C
73 Acyclovir cream 5 gr Tube 111 2.725 302.475 0,12 97,38 C
74 Neo-K/Vit K1 Inj Ampul 25 11.000 275.000 0,11 97,49 C
75 Glimepiride 2 mg Tablet 200 1.303 260.600 0,10 97,59 C
76 Clobazam Tablet 300 864 259.200 0,10 97,69 C
77 Clindamycin 150 mg Kapsul 550 463 254.650 0,10 97,79 C
78 Miconazole 2 % cr Tube 90 2.727 245.430 0,10 97,89 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
79 Digoxine 0,25 tab Tablet 1.800 130 234.000 0,09 97,98 C
80 Prednison tab Tablet 4.000 57 228.000 0,09 98,07 C
81 Natrium Diklofenac 50 mg Tablet 1.150 198 227.700 0,09 98,16 C
82 Ambroxol 30 mg tab Tablet 1.900 114 216.600 0,08 98,24 C
83 Codein 20 mg tab Tablet 250 864 216.000 0,08 98,33 C
84 Tramadol 50 mg Tablet 700 300 210.000 0,08 98,41 C
85 Ketokonazole 200 tab Tablet 550 373 205.150 0,08 98,49 C
86 Dextrose 40 % 25 cc Ampul 93 2.091 194.463 0,08 98,57 C
87 INH 300 mg Tablet 2.000 88 176.000 0,07 98,63 C
88 Antalgin 500 mg tab strip Tablet 1.200 135 162.000 0,06 98,70 C
89 Hydrocortison 1% kalbe Tube 46 3.400 156.400 0,06 98,76 C
90 Ibuprofen forte 200 mg syr Botol 38 4.087 155.306 0,06 98,82 C
91 Hydrocortison cr 2,5 % Tube 57 2.708 154.356 0,06 98,88 C
92 Metronidazole 500 mg Tablet 700 200 140.000 0,05 98,93 C
93 Atropine inj 0,25 ml Ampul 120 1.149 137.880 0,05 98,99 C
94 Piroxicam 10 mg isi 120 Tablet 1.800 76 136.800 0,05 99,04 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
95 Piroxicam 20 Tablet 1.440 95 136.800 0,05 99,10 C
96 Dextrose 10% Botol 25 5.206 130.150 0,05 99,15 C
97 Furosemide 40 Tablet 1.325 93 123.225 0,05 99,19 C
98 Glimepiride 4 mg Tablet 50 2.369 118.450 0,05 99,24 C
99 Thyamfenicol 500 mg Kapsul 200 559 111.800 0,04 99,28 C
100 Acyclovir 200 mg tab Tablet 300 353 105.900 0,04 99,33 C
101 Ibuprofen 100 mg syr Botol 33 3.179 104.907 0,04 99,37 C
102 Morphin 10 mg inj Ampul 10 9.545 95.450 0,04 99,40 C
103 Natrium Diklofenac 25 mg Tablet 600 152 91.200 0,04 99,44 C
104 Salbutamol 2 mg Tablet 1.200 76 91.200 0,04 99,48 C
105 Allopurinol 300 mg tab Tablet 400 223 89.200 0,03 99,51 C
106 Glimepiride 3 mg tab Tablet 50 1.777 88.850 0,03 99,55 C
107 Oralit 200 ml Bungkus 200 364 72.800 0,03 99,57 C
108 THX 2 mg Tablet 1.900 37 70.300 0,03 99,60 C
109 Haloperidol 5 Tablet 600 111 66.600 0,03 99,63 C
110 Salbutamol 4 mg Tablet 700 89 62.300 0,02 99,65 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
111 Loratadin Tablet 200 303 60.600 0,02 99,67 C
112 Glimepiride 1 mg Tablet 80 691 55.280 0,02 99,70 C
113 Propanolol 40 mg Tablet 500 110 55.000 0,02 99,72 C
114 Amitripyline 25 mg tab Tablet 500 109 54.500 0,02 99,74 C
115 Cotrimoxazol syr Botol 15 3.596 53.940 0,02 99,76 C
116 Paracetamol drops Botol 11 4.795 52.745 0,02 99,78 C
117 Dimenhydrinate 50 mg Tablet 600 87 52.200 0,02 99,80 C
118 Aminophylline 200 mg tab Tablet 500 103 51.500 0,02 99,82 C
119 Kalk 500 Tablet 1.000 47 47.000 0,02 99,84 C
120 Doxyciclin 100 cap Kapsul 200 230 46.000 0,02 99,86 C
121 Haloperidol 1,5 Tablet 600 75 45.000 0,02 99,88 C
122 CTM tab Tablet 2.000 22 44.000 0,02 99,89 C
123 DMP tab Tablet 1.200 36 43.200 0,02 99,91 C
124 Propanolol 10 mg Tablet 600 70 42.000 0,02 99,93 C
125 Ibupruffen 400 mg Tablet 200 186 37.200 0,01 99,94 C
126 Dexamethason 0,5mg tab Tablet 400 79 31.600 0,01 99,95 C
No Nama Obat Generik Satuan
Jumlah Harga Nilai Persentase
Persentase Kelompok
Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
127 Vit C 50 mg tab Tablet 1.000 29 29.000 0,01 99,96 C
128 Vit B 6 Tablet 2.000 13 26.000 0,01 99,97 C
129 Folic Acid Tablet 400 62 24.800 0,01 99,98 C
130 Carbamazepin 200 mg tab Tablet 100 224 22.400 0,01 99,99 C
131 DMP syr Botol 7 2.605 18.235 0,01 100,00 C
132 GG 100 mg Tablet 10 24 240 0,00 100,00 C
133 Antasida doen tab Tablet - 28 - 0,00 100,00 C
134 Diazepam 2 mg tab Tablet - 29 - 0,00 100,00 C
135 Diazepam 5 mg tab Tablet - 35 - 0,00 100,00 C
136 Epinephrin inj 0,1 % Ampul - 2.950 - 0,00 100,00 C
137 Ibupruffen 200 mg Tablet - 105 - 0,00 100,00 C
138 INH 100 mg Tablet - 37 - 0,00 100,00 C
139 MGSO4 20% Vial - 2.787 - 0,00 100,00 C
140 Metformin 850 mg Tablet - 360 - 0,00 100,00 C
141 Piracetam tablet 400 mg Tablet - 410 - 0,00 100,00 C
142 Piracetam tablet 800 mg Tablet - 730 - 0,00 100,00 C
143 Spiramycin 500 mg Tablet - 1.218 - 0,00 100,00 C
Lampiran 9
Tabel Perhitungan EOQ Obat Generik Tahun 2012
No Nama Obat
Jumlah Biaya Biaya
EOQ
Frekuensi
Pemakaian Pemesanan Penyimpanan Pemesanan
Tahunan (Rp) (Rp) (kali)
1 Ceftriaxone 1 gr inj 6.770 995 2.031 81 83
2 Ranitidin inj isi 25 8.400 995 607 166 51
3 Metronidazol Fresenius 640 995 6.973 14 46
4 RL widatra 3.375 995 1.229 74 46
5 Methylprednisolon inj 499 995 7.930 11 46
6 Cefixime syr 60 ml 377 995 7.143 10 38
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab 1.920 995 1.194 57 34
8 Cefotaxim 1 gr inj 1.236 995 1.638 39 32
9 Piracetam 3 gr 454 995 4.043 15 31
10 Cefadroxil 500 mg cap 9.030 995 199 301 30
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg 1.600 995 984 57 29
12 Cefixime 100 mg tab 2.600 995 566 96 28
13 Piracetam 1 gr 855 995 1.300 36 24
Lampiran 10
Tabel Perhitungan ROP Obat Generik Tahun 2012
No Nama Obat
Jumlah Jumlah Lead Target Safety
ROP Pemakaian Pemakaian Time Pencapaian Stock
Tahunan Rata-rata (Hari)
1 Ceftriaxone 1 gr inj 6770 19 1 1,65 31 50
2 Ranitidin inj isi 25 8400 23 1 1,65 38 61
3 Metronidazol Fresenius 640 2 1 1,65 3 5
4 RL widatra 3375 9 1 1,65 15 24
5 Methylprednisolon inj 499 1 1 1,65 2 3
6 Cefixime syr 60 ml 377 1 1 1,65 2 3
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab 1920 5 1 1,65 9 14
8 Cefotaxim 1 gr inj 1236 3 1 1,65 6 9
9 Piracetam 3 gr 454 1 1 1,65 2 3
10 Cefadroxil 500 mg cap 9030 25 1 1,65 41 66
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg 1600 4 1 1,65 7 11
12 Cefixime 100 mg tab 2600 7 1 1,65 12 19
13 Piracetam 1 gr 855 2 1 1,65 4 6
Lampiran 6
Matriks Transkrip Wawancara
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
1 Bagaimana penentuan
kebutuhan persediaan
obat yang diterapkan di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Nah kalau untuk mengetahui
kebutuhannya, itu rawat inap dan rawat
jalan karena dia menginduk dari apotik, itu
kita pakai buku defekta. buku defekta itu
adalah isinya permintaan apotik ke gudang
farmasi, ini menggambarkan kebutuhan di
rawat jalan dan rawat inap.
Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita
isi berapa yang dikirim. Jadi misalnya dia
minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu
berlebih kita catat sisanya, misalnya
Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang
sisa 400. Tapi misalnya depan (apotik)
minta 4 tapi gudang sedang kosong atau
minta 50 ternyata cuma ada 20 ya sudah
kita kirim 20, berati sisa stok 0. Nah yang
nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan.
limit sebelum 0 kita sudah harus pesan tapi
Awal prosesnya, nanti apotik minta obat
yang istilahnya defekta, kita lihat di buku
defekta misalnya apotik minta obat 100,
kita punya 100 berarti sisa stok nya 0,
paling tidak kita harus order supaya di
gudang itu ada stok. Kalau obat nya tidak
ada di gudang, ya kita tidak kirim, misalnya
minta 100 kita sedang kosong, otomatis kita
order. Jadi kalau sudah 0 kita pesan. Kalau
yang ini minta 4 stok cuma 1, ya sudah kita
cuma kirim 1.
Tergantung kebutuhan dari apotik saja, tapi
ada resep baru dari dokter kita belum
pernah menyediakan tapi dokter sering
meresepkan, ya kita sediakan obatnya.
Nanti dicatat dulu di defekta bahwasannya
dokter ini minta obat itu. Mau tidak mau
kita menyediakan apalagi kalau obatnya
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
kalau sudah 0 kita harus cito... Kalau
amprahan itu ada bukunya, namanya buku
amprahan setiap ruangan ada buku nya
nanti dia datang kesini mengisi buku, lalu
kita sediakan, mereka ambil.
Nahhh kebutuhan apotik +amprahan itu
adalah kebutuhan instalasi farmasi.
sudah mulai sering diresepkan
2 Siapa saja yang terlibat
dalam penentuan
kebutuhan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Yang input adalah bagian gudang, seleksi
kebutuhan; kalau apoteker untuk
menentukan kebutuhan akan dicari
dimana, harga murah dan sebagaimya.
Yang terlibat di perencanaan pembelian itu
apoteker, karena apoteker yang lebih
mengerti pesennya berapa, persediaan kita
seharusnya ada berapa, kalau staf gudang
hanya input saja. Kalau apoteker sedang
tidak ada staf gudang yang memesan, kalau
memang benar-benar obat itu dibutuhkan.
3 Metode apa yang
digunakan dalam
perencanaan/penentuan
kebutuhan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Kalau perencanaan kita menggunakan
metode konsumsi, epidemiologi.
Iya, biasanya tergantung jumlah pemakaian
dari apotik.
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
4 Apa saja yang perlu
diperhatikan atau
dipertimbangkan dalam
membuat kebutuhan obat
di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Kebutuhan unit itu tergantung permintaan unit,
essensial dan non essensial. Jadi mana yang
essensial itu yang kita utamakan dahulu, Kita
ambilnya yang essensial nya itu harus tetap ada,
itu saja. Jadi pertimbangan dalam memesan itu
yang fast moving sama esensial itu saja...
Jumlah permintaan apotik, obatnya
sering dipakai atau tidak, yaa..
permintaan dokter itu. misalnya yang
sering disini aseptriason inj, itu kan
lancar, ya stoknya harus banyak, tapi
kalau yang jarang itu kita sediakan
sedikit yang penting ada.
5 Bagaimana pengendaian
persediaan obat yang
diterapkan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin?
Kalau pengendalian.. apa yaa,, pengendalian di
RS itu kita hampir sama dengan proses
pengawasan, kita ada namaya stock opname satu
tahun itu kita 2 kali stock opname.
Pengendalian di pengadaan kita harusnya tidak
boleh lebih dari buffer stok. Tapi kan kita tidak
punya perhitungan buffer stock ya perkiraan saja,
misalnya paracetamol itu kan fast moving kan,
boleh banyak. Tapi tidak boleh banyak-banyak
juga. tapi obat yang jalannya pelan seperti
Meropenom inj ya kita hanya boleh stok 2 atau 3
itu sudah good sekali. Paling tidak untuk 1
pasien selama waktu periode penggunaan obat.
Stok opname ada, jalannya sekali 6
bulan. Kalau kartu stok langsung di
komputer. Kan kalau ada permintaan
otomatis langsung terpotong stoknya,
Buku defekta juga ada untuk
permintaan apotik, jadi kalau ada
permintaan dicatat disini, yang kita
kirim ke apotik juga kita catat disini,
sisanya brapa jug dicatat.
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
6 Siapa saja yang terlibat
dalam pengendalian
persediaan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
iya samaa.. pengendalian bagian gudang
sama apoteker juga..
biasanya apoteker sama gudang.
7 Ada metode khusus yang
digunakan dalam
melakukan pengendalian
persediaan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin?
Kalau metode khusus tidak ada.. Metode apa yaa?? Kita tidak ada.
8 Bagaimana sistem
pencatatan persediaan
obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?
Stock opname itu utk melihat berapa
jumlah yang masih ada, apakah yang di
komputer sesuai dengan kondisi
kenyataannya. Itu yang dilakukan 2 kali
dalam setahun.
Kalau kartu stok kita pakai komputer, jadi
prinsip RS itu lesspaper. Jadi sebisa
mungkin mengurangi kertas yang dipakai.
Kita pakai komputer. Obat yang datang,
Ya itu tadi, kartu stok, pencatatan setiap
membeli terdata di komputer. Dan dari
buku defekta kalau ada yang meminta ke
gudang.
Buku defekta itu permintaan apotik ke
gudang, yang diminta berapa yang dikirim
berapa, sisa berapa dicatat disitu
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
obat yang dikirim ke gudang di catat disitu.
Kita itu ada data manual juga namanya
buku defekta, buku defekta itu buku
pencatatan permintaan barang dari apotik
ke gudang farmasi
9 Apakah dilakukan stock
opname? Bagaimana
pelaksanaannya?
Iya ada, itu yang dilakukan 2 kali dalam
setahun itu.
Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok
yang ada semua masing-masing obat
sisanya berapa, yang di apotik juga di
hitung. Kalau ada yang mendekati
kadaluarsa kita lancarkan dulu, makanya
kan kita sistemnya ini FIFO dan FEFO
yang baru datang disimpan di belakang,
yang kita beli pertama harus lebih dulu kita
jual
10 Ada kartu stok?
Bagaimana
pencatatannya?
Kalau kartu fisiknya tidak ada karena kita
pakai pencatatan komputer, jadi setiap
permintaan ada di komputer. Ya dari situ.
Yaa.. Dari komputer saja tiap membeli
obat, tiap mengirim obat ke apotik langsung
terpotong disitu
11 Dalam pengendalian
persediaan apakah ada
Stok minimum dan maksimum itu disini
kita tidak pakai... Kita lebih berdasarkan
Stok maksimum minimum. Sebenarnya
seharusnya ada ya, tapi kita tidak berjalan,
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
kebijakan mengenai
buffer stock, stok
minimum dan stok
maksimum?
kepada anggaran. Tapi kita tidak dibatasi
sekian, tidak..
Safety stock kita juga tidak pakai, yaa kan
sama seperti buffer stock kan. Coba kamu
hitung pakai rumus.. sekarang begini, itu
kalau kita hitung semua buffer stock stok
obatnya itu kan banyak itemnya. Belum
obat, alkes, cairan, bahan baku. Nah kita
tidak bisa hitung otomatis sistemnya.
jadi kita hanya melihat fast moving dan
slow moving nya saja. Yang agak lancar
kita sediakan banyak yang tidak ya yang
penting ada saja stoknya. Perkiraan saja,
kira-kira yang sering diresepkan stoknya
lebih banyak
12 Apakah pernah
mengalami stockout/over
stock di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?
Apa penyebabnya?
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
Kekosongan obat
disini ya sering,, itu
dari faktor
pembayaran obat yang
terlambat otomatis
kita dipending.
Selain itu
unpredictable. Ketika
jumlah bed/pasien
sedang banyak,
Ya pernah kosong, karena
dari distributotnya atau
pabrik lagi kosong juga,
paling kita cari persamaan
nya gitu. Beda merk
misalnya paten kita ganti
sama generik dulu. Selain
itu bisa juga karena kita
telat bayar kita di lock, ada
Kosong ya
kadang karena
di-lock, itu
karena dari
keuangan
pembayarannya
agak terlambat.
Trus bisa jadi
karna kosong
Kita dilock itu
sebenarnya
karena emang
kendala dana
ya, pasien
jamkesmas kan
banyak,
pembayarannya
itu baru 3 bulan
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
otomatis pemesanan
obat juga banyak, tapi
sebanyak-banyaknya
itu biasanya ada sisa
obat, tapi penyakit
jelas macamnya
sangat berbeda-beda
tiba-tiba ada TB
semua.. tiba-tiba ada
penyakit DBD semua..
yasudah itu kita butuh
obat banyak. Selain
itu terkadang
produknya
discontinue, jadi
kadang di pabrik
kosong, karena kan
dia produksi ada
jadwalnya, tidak
selalu produksi. Jadi
kita rebutan pasar
juga peningkatan
permintaan dari apotik,
atau penyakit musiman,
brati kita harus sedia
banyak.
Kalau stok lebih tidak
pernah. kita sering
pakainya yang lancar,
yang dipakai saja, yang
permintaan dokter saja
berati yang emang butuh
saja.
pabrik dari
distributornya
4 bulan, itu
makanya kita
tidak bisa bayar
pas jatuh tempo
karena uangnya
masih di luar,
di jamkesmas
tadi. Jadi
pembayaran
tertunda. Tapi
kita diberikan
waktu jatuh
tempo rata-rata
sebulah, jadi
agak longgar.
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2 Informan 3
13. Upaya solusi apa yang
dilakukan jika kedua hal
tersebut terjadi?
Jadi penanganan kita pesan
cito itu. Alur cito itu kita
sama sebenarnya hanya saja
kita tidak pakai SP, jadi kita
langsung pesan entah itu di
rumah sakit atau apotik,
langsung telepon jadi tidak
pakai SP. Nanti kita kasih
faktur penerimaan, ada yang
berbentuk kuitansi, nota
pembelian, ya macam-
macam. Kalau cito, saya
telepon sekarang 15 sampai
20 menit sudah datang.
Ya kalau memang kita
sedang tidak ada
persamaannya juga, ya kita
pesan cito ke apotik atau ke
PBF juga bisa. Prosesnya
sama seperti memesan biasa
cuma langsung cepat sampai
setelah dipesan
yaaa tapi kita sebisa
mungkin harus cari.
Misalnya disini kita cari
ke distributor yang lain
atau kalau benar-benar
butuh kita cari beli
langsung cito.. kita kan
tidak boleh tidak ada obat
kan.. yaaa memang
harganya tinggi.. tapi itu
resiko kita...
14 Bagaimana anggaran dari
RS untuk instalasi
farmasi dan bagaimana
penggunaannya?
Informan 1 Informan 3 Informan 4
Kita dianggarkan
sekian, kita kelola
untuk obat alkes
vaksin. misalnya kita
sudah hampir sampai
penggunaan
kalau anggaran itu yang lebih tau
bagian keuangan berapanya.. hmm..
tapi kalau penggunaannya sesuai
sama kebutuhan saja, tidak bisa
ditentukan berapanya, Tapi kalau
penggunaan anggaran kadang bisa.
kalau penganggaran kita
tiap bulan, sesuaikan
dengan stok obat yang
dibutuhkan jadi sebatas
itu saja. Jadi sesuai
kebutuhan obat nya saja.
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 3 Informan 4
anggaran sekian,
nanti kita di warning
lebih tergantung jumlah pasien, jadi
tidak bisa ditentukan berapa
Anggarannya sekitar 30%
untuk farmasi. kalau
anggarannya lebih dari
yang ditentukan, tetap
diusahakan, kita kan tidak
bisa membatasi pasien
kalau pasien sedang
tinggi.
15 Siapa saja yang terlibat
dalam penganggaran obat
di Instalasi Farmasi?
Informan 3 Informan 4
Yaa itu kepala penunjang medis sama
kepala instalasi farmasinya..
Jadi yang terlibat itu kepala farmasi karna
dia yang tau stoknya kemudian penunjang
medis
16 Laporan apa saja yang
dilaporkan oleh Instalasi
Farmasi kepada Kabid
Penunjang Medis?
Informan 1 Informan 3
Laporan pembelian, obatnya apa saja,
pemakaian, jatuh tempo, obat narkotika,
psikotropika
Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-
jenis obat, pembelian, laporan ke dinas,
seperti narkotika, kemudian ada pembelian
apa saja, jatuh tempo pembayarannya, itu
sebulan sekali. Jadi dari kepala unit farmasi
ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya ke
keuangan, itu untuk pembayarannya...
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
18 Bagaimana kendala yang
ditemui dalam
pengendalian persediaan
obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?
Di gudang hanya ada 1 orang, bagaimana
bisa mengerjakan semuanya, stock opname
juga banyak, trus terkadang kalau barang
datang malam, tidak bisa diinput oleh
orang gudang akhirnya asisten apoteker
yang memasukan ke gudang, jadi tidak
sesuai
Stock opname nya itu, obatnya banyak
semuanya dicek
19 Bagaimana menentukan
jenis obat yang harus
disediakan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin?
Ooohh.. kita sebenarnya sudah membuat
formularium, hanya saja tidak berjalan,
karena formularium itu dibuat oleh apotik.
Untuk membuat formularium itu
seharusnya setiap PBF harusnya sudah
mengajukan ke PFT, kita disini tidak ada
PFT-nya. Akhirnya kita buat berdasarkan
kebiasaan dokter memakai. Misalnya
biasanya beberapa dokter menggunakan
obat ini jadi kita pakai obat ini. Jadi
tergantung dokternya. Tapi kita kasih tahu
dulu ke dokter, “dok kita di ashobirin
biasanya menggunakan obat ini, ini, ini..
jadi biasanya dokter pakai obat dari kita.
Kita tergantung permintaan dokternya saja,
kalau dokternya emang menggunakan itu ya
kita berikan yang merk itu
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
20 Apakah ada kelompok
jenis obat di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin? Pernahkan
dilakukan analisis ABC?
Tidak ada pengelompokan obat, kira-kira
saja yang sering dipakai itu masuk fast
moving, kalau yang jarang atau diam itu
slow moving
Tidak ada, kita tidak pernah hitung, tapi
kita sudah tau kira-kira mana yang cepat
habis. sesuai pengalaman saja, yang lancar,
yang sering habis berati fast moving
21 Bagaimana kendala
dalam menentukan jenis
persediaan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin? Apa solusi
yang dilakukan?
Tidak ada formularium Kendala dalam menentukan jenis
persediaan, kalau dokter meminta obat itu
kita harus tetap menyediakan, kalaupun kita
mau mengganti sama obat yang lain atau
yang sudah ada, kita harus konfirmasi
dahulu ke dokternya.
22 Bagaimana menentukan
jumlah pemesanan obat
di Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Kalau fast moving kita pesan lebih banyak,
tidak ada perhitungan khusus
Kalau jumlah pemesanan tiap memesan
obat, kita tidak ada perhitungan nya. Sesuai
kebutuhannya saja. Mintanya berapa,
biasanya pesan berapa
23 Apa saja yang
mempengaruhi jumlah
pemesanan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau
sedang banyak dibutuhkan atau ada
penyakit yang sedang banyak butuh obat
kita pesan banyak
Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan
unit banyak atau tidak
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
24 Pemesanan dilakuakan
lewat apa? Berapa waktu
yang dibutuhkan dalam
pemesanan?
Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang
lain. kira-kira 3-5 menit lah kalau telpon
Lewat telepon saja, surat pemesanannya
nanti diberikan ketika obatnya diantar,
berapa lama ya, ada 5 menit lah...
25 Untuk administrasi, apa
saja yang digunakan oleh
bagian gudang dalam
melakukan pemesanan?
Kalau gudang untuk pemesanan obat
hanya menggunakan kertas pemesanan
obat yang SP itu, kemudian buku tukar
faktur, dan pita printer 1 saja, yang pita 2
nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang
lainnya juga digunakan oleh apotik saja,
kita tidak.
Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya
itu biasanya setiap bulan pesan kwitansi
rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp.
160.000,00, billing 1 box harganya Rp.
275.000,00, kertas pelaporan 2 ply 2 box
harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar
faktur 2 buku satunya Rp. 7.500,00, pita
printer 3 pita harga satunya Rp. 30.000,00,
kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp.
2.250,00 isi strappler 5 pack harganya Rp.
1.375,00 sudah itu saja.
26 Bagaimana kendala
dalam menentukan
jumlah pemesanan di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin? Apa
solusi yang dilakukan
selama ini?
Kita belum didukung oleh sistem informasi
yang sesuai. Komputer yang sekarang itu
belum ada summary report-nya seperti
penggunaan bulanan atau gimana, jadi mau
memeriksa menghitung sebanyak itu juga
susah
Kendala dalam menentukan jumlah
pemesanan itu karena kita memang tidak
pernah menghitung juga.
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2
27 Kapan jadwal pembelian
atau pemesanan
dilakukan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin? Bagaimana
menentukan waktu
pemesanan untuk setiap
jenis obat?
Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin
dan kamis, itu untuk stok 1 minggu. Hari
senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang
kosong, dipesan
Kalau waktu pembelian setiap obat, ya
limit sebelum 0 kita sudah harus pesan,
kalau sudah 0 kita pesan cito
Jadwal pembeliannnya itu kita senin kamis,
tapi setiap hari juga bisa, kalau cito kita
harus pesan juga
28 Berapa lead time
pemesanan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Lead time waktu tunggu pengadaan obat
itu paling tidak 24 jam. Kan kita di
Tangerang, distributornya ada disini
semua, jadi cepat memesan obatnya,
kecuali di daerah.
Kalau pesan obat biasanya paling cepat,
tergantung jamnya, kalau pesan jam 9 bisa
sampai sore kalau pesan siang sampai
besok pagi. Yaa sehari lah paling lama.
29 Bagaimana kendala
dalam menentukan waktu
pemesanan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin? Apa solusi
yang dilakukan selama
ini?
yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer
stocknya
kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi
kalau kosong ya dipesan