studi pengaruh pengekangan pada balok beton bertulangan rangkap dengan unified theory
DESCRIPTION
Untuk menghasilkan prediksi yang lebih baik dalam menganalisis kuat lentur pada balok beton bertulang, efek pengekangan harus dipertimbangkan sebagai pengganti dari penggunaan model tegangan regangan beton tak terkekang. Pemakaian tulangan rangkap pada studi ini bertujuan untuk meningkatkan efek pengekangan dan juga sifat dari penampang beton itu sendiri. Sedangkan Unified Theory adalah sebuah teori yang akan membuat keseluruhan desain dari beton adalah sama, baik kolom, balok, maupun pratekan. Sehingga perhitungan yang nantinya didapat akan lebih rasional daripada peraturan sebelumnya yang membedakan antara tiap elemen stuktur beton.TRANSCRIPT
STUDI PENGARUH PENGEKANGAN PADA BALOK BETON
BERTULANGAN RANGKAP DENGAN UNIFIED THEORY
Tavio, Iman W. dan Windunoto A.
Biografi:
Tavio adalah Dosen di Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Iman Wimbadi adalah Dosen di Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Windunoto Abisetyo adalah Mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
ABSTRAK
Untuk menghasilkan prediksi yang lebih baik dalam menganalisis kuat lentur pada balok
beton bertulang, efek pengekangan harus dipertimbangkan sebagai pengganti dari penggunaan
model tegangan regangan beton tak terkekang. Pemakaian tulangan rangkap pada studi ini
bertujuan untuk meningkatkan efek pengekangan dan juga sifat dari penampang beton itu
sendiri. Sedangkan Unified Theory adalah sebuah teori yang akan membuat keseluruhan
desain dari beton adalah sama, baik kolom, balok, maupun pratekan. Sehingga perhitungan
yang nantinya didapat akan lebih rasional daripada peraturan sebelumnya yang membedakan
antara tiap elemen stuktur beton.
Kata Kunci: balok beton bertulang rangkap; efek pengekangan; kuat lentur; Unified Theory.
PENDAHULUAN
Seperti yang telah diketahui, bahwa kebanyakan para engineer kurang memperhatikan efek
pengekangan dalam prosedur desain beton bertulang. Efek pengekangan pada beton
merupakan efek yang ditimbulkan akibat adanya tulangan pengekang yang terpasang di
dalamnya. Tulangan pengekang tersebut bisa berupa tulangan spiral atau persegi. Efek
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
pengekangan tersebut mengakibatkan tegangan dan regangan beton meningkat atau lebih
besar dibandingkan daripada beton yang tidak menggunakan pengekang.
Dalam prakteknya, penggunaan beton di lapangan selalu memakai tulangan pengekang berupa
tulangan spiral atau persegi. Namun selama ini dalam menganalisa beton terutama penampang
balok, efek pengekangan tidak diperhitungkan. Seandainya efek pengekangan diperhitungkan
maka kekuatan dari penampang balok itu akan lebih besar bila dibandingkan penampang
balok yang efek pengekangannya tidak diperhitungkan. Dengan memperhitungkan efek
pengekangan, maka regangan ultimate akan meningkat sehingga akan menghasilkan struktur
yang lebih daktail. Selain itu, kekuatan beton akan mengalami peningkatan sehingga kapasitas
momen yang mampu dipikulnya juga akan meningkat. Sehingga diharapkan dengan
pemakaian dimensi beton maupun tulangan yang lebih kecil, tetap menghasilkan kekuatan
yang sama. Dan pada akhirnya, maka pengerjaan di lapangan akan lebih ekonomis dengan
kualitas kekuatan yang sama.
Sebelumnya, desain yang diterapkan pada balok dan kolom adalah berbeda. Dan prosedur
desain untuk beton pratekan dan beton bertulang konvensional juga berbeda. Adanya
beberapa buah perhitungan ini menghasilkan kerumitan dalam pengerjaannya. Untuk itu
muncul ide untuk menghasilkan sebuah prosedur desain yang menghasilkan perhitungan yang
lebih sederhana. Maka dari itu muncullah teori Unified Theory yang menggabungkan dan
menyederhanakan prosedur design untuk beton bertulang dan juga beton pratekan. Unified
Theory memiliki kesamaan dengan Ultimate Stregth Design dalam hal pemakaian faktor
beban dan faktor reduksi kekuatan untuk perencanaan penampang. Jika pada Metode Kuat
Ultimate, besarnya faktor reduksi kekuatan ditentukandari jenis gaya internal yang bekerja
pada penampang, sedangkan Unified Theory didasarkan pada perilaku penampang apakah
keruntuhannya dikontrol oleh serat tekan (beton) atau serat tarik (tulangan baja). Jadi Unified
Theory memberikan prosedur perhitungan yang bersifat konsisten, dan sama, tidak
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
memberikan perbedaan apakah suatu elemen mengalami lentur saja (balok) atau lentur dengan
aksial tekan (kolom). [1]
KEPENTINGAN RISET
Dengan berbagai metode pengekangan yang dianalisis pada studi ini diharapkan dapat
memprediksi kapasitas penampang beton dengan lebih baik terutama pada beton mutu tinggi
sehingga dapat menjadi usulan sebagai pengganti metode tak terkekang yang selama ini
dipakai. Pemakaian Unified Theory dalam analisa beton bertulangan rangkap bertujuan untuk
menghasilkan hasil yang lebih mendekati kenyataan dari sifat penampang beton.
METODOLOGI
Metode Beton Terkekang
Metode Confined Kent Park (1971) [2]
Bentuk kurva usulan ini dibagi menjadi tiga bagian (section) berdasarkan nilai regangannya.
Daerah AB (Ascending Branch) : εc ≤ 0.002
f c=f c' [ 2 εc
0 .002−( εc
0 . 002 )2]
..............................................(1)
Daerah BC (Descending Branch) : 0.002 ≤ εc ≤ ε20c
f c=f c' [1−Z (εc−0.002 ) ] ..................................................(2)
dimana :
Z= 0 .5ε50 u+ε50 h−0 .002 ......................................................(3)
ε 50u=3+0 .002 f c
'
f c'−1000 .............................................................(4)
ε 50 h=34
ρ s√ b ''
sh .................................................................(5)
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Daerah CD : εc ≥ ε20c
f c=0.2 f c'..........................................................................(6)
Keterangan :
f c'
= kekuatan silinder beton dalam psi (1 psi = 0.00689 N/mm2)
ρ s = rasio dari volume sengkang terhadap volume inti beton terkekang diukur dari
sisi luar sengkang
b '' = lebar daerah inti beton terkekang diukur dari sisi luar sengkang
Metoda Mander, Priestley, dan Park (1988) [3]
Hanya satu persamaan yang dipakai untuk merumuskan model ini, yaitu :
f c=f cc
' xr
r−1+ xr....................................................................(7)
dengan,
x=εc
εcc ...............................................................................(8)
r=Ec
Ec−Esec ......................................................................(9)
Ec=5000√ f c'
MPa..........................................................(10)
Esec=f cc
'
εcc ..........................................................................(11)
ε cc=ε co[1+5( f cc'
f c' −1)]
...................................................(12)
ε co biasanya diasumsikan sebesar 0.002.
f cc' =f c
' (−1. 254+2.254√1+7 . 94 { f l
'
f c'
¿−2f l
'
f c' )
..................(13)
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Efektifitas pengekangan:
Ke=Ae
Acc ..........................................................................(14)
Tegangan pengekang lateral efektif f l'
kemudian dihitung dengan persamaan:
f l'=1
2K e ρ s f yh
..................................................................(15)
Koefisien efektifitas pengekangan untuk:
Sengkang bundar (circular hoops)
Ke=(1− s '
2 ds)2
1−ρcc ..............................................................(16)
Spiral lingkaran (circular spiral):
K e=(1− s '
2 ds)2
1−ρcc ..............................................................(17)
Sengkang persegi (rectangular hoops):
Ke=(1−∑
i=1
n (w i' )2
6bc dc) (1− s '
2bc) (1− s'
2dc)
(1−ρcc ) ..........................(18)
ε cu=0. 004+1. 4 ρs f yh εsm/ f cc'
..........................................(19)
Keterangan:
bc , dc = dimensi inti beton terkekang diukur dari as ke as sengkang, dalam arah x dan y
penampang
d s = diameter diukur dari pusat lingkaran (untuk penampang lingkaran) ke as spiral
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ae = luas area inti beton terkekang efektif
Acc = area inti beton diukur sampai ke as spiral ataupun as sengkang, tapi tidak
termasuk luas tulangan longitudinal
w i'
= spasi bersih ke-i dari dua tulangan longitudinal yang berdekatan
ρcc = rasio luas tulangan longitudinal terhadap luas inti beton terkekang
ε sm = regangan baja pada saat mencapai tegangan tarik maksimum
Metoda Kappos dan Konstantinidis (1999) [4]
Model tegangan-regangan ini bisa diaplikasikan pada kolom persegi dengan beton mutu
tinggi (HSC), yang dikekang oleh sengkang dengan atau tanpa sengkang silang (cross ties).
f cc' =f co
' +10 . 3 (αρs f yh)0. 4
...............................................(20)
dengan menganggap,
f co' =0 .85 { f c
' ¿ ....................................................................(21)
ε cc=[1+32 . 83 (αωw )1 .9] εco ..............................................(22)
dimana ε co adalah regangan pada saat tegangan maksimum beton tak terkekang /unconfined
concrete, seperti yang ditunjukkan persamaan berikut:
ε co=0 .70 ( f c
' )0.31
1 , 000 .............................................................(23)
dan, ωw=
ρs f yh
f c'
α=(1−∑ (b i )2
6 bc dc)(1− s
2 bc)(1− s
2 dc).............................(24)
6
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
ε cc 50=ε co+0 .0911 (αωw )0 . 8
.............................................(25)
Untuk 0<εc≤εcc (ascending branch) :
f c=
f cc' ( εc
ε cc)( Ec
Ec−Ep)
( Ec
Ec−E p)−1+( εc
εcc)
Ec
Ec−E p
....................................(26)
Ec=22 , 000( f c'
10 )0 .3
(MPa)..............................................(27)
E p=f cc
'
εcc (MPa)..............................................................(28)
Untuk ε c>ε cc (descending branch) :
f c= f cc' [1−0. 5
εc−ε cc
εcc 50−εcc]≥ 0. 3 f cc
'
.................................(29)
Keterangan:
α = faktor untuk menghitung efektifitas pengekangan
ωw = rasio mekanik dari tulangan transversal
b i = jarak dari as ke as antara dua tulangan longitudinal yang berdekatan
bc = panjang daerah inti beton terkekang, diukur dari as ke as sengkang terluar
dc = lebar daerah inti beton terkekang, diukur dari as ke as sengkang terluar
αωw = kapasitas efektif tulangan transversal
E p = Modulus elastisitas secant pada saat tegangan puncak
7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Metoda Cusson dan Paultre (1995) [5]
Pengaruh dari nilai mutu beton, kuat leleh baja sengkang, konfigurasi sengkang, rasio
penulangan transversal, spasi sengkang, dan rasio tulangan longitudinal; semuanya
diperhitungkan dalam pemodelan bentuk kurva tegangan regangan.
f cc'
f co'=1. 0+2 . 1( f le
f co' )
0. 7
.....................................................(30)
ε cc=ε co+0 . 21( f le
f co' )
1.7
....................................................(31)
ε cc 50=εo 50+0. 15( f le
f co' )
1 .1
.................................................(32)
f hcc=f yh ..........................................................................(33)
ε o50=0 .004.....................................................................(34)
f le=Ke f l=Ke f hcc
s ( Ashx+A shy
bcx+bcy)...................................(35)
Untuk elemen berpenampang persegi, dimana bcx=bcy=bc dan
A shx=A shy=A sh , nilai f le
bisa disederhanakan menjadi:
f le=Ke f hcc A sh
s bc ................................................................(36)
Ke=[1−∑i=1
n (w i )2
6 bcx bcy] (1−0 .5
s '
bcx) (1−0 .5
s'
bcy)
1−ρt ..............(37)
Indeks pengekangan efektif :
IPe=f le / f co'
...................................................................(38)
ε hcc=0. 5 εcc [1−( f le/ f cc' )] ...............................................(39).
8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Untuk ε c≤εcc (ascending branch):
f c= f cc' [ k (εc/ εcc )
k−1+ (ε c/εcc )k ] ;
..........................................(40)
k=Ec
Ec−( f cc' /εcc ) ............................................................(41)
Ec=3 , 320√ f c' +6 , 900 ....................................................(42)
Untuk ε c≥εcc (descending branch):
f c=f cc' exp [ k1 (εc−ε cc)
k2 ] ; εc ¿ εcc ..................................(43)
k 1=ln0 .5
(εcc 50−ε cc )k 2
dan
k 2=0 . 58+16( f le
f co' )
1. 4
..............(44)
Keterangan:
A shx = luas tulangan transversal pada potongan penampang yang tegak lurus terhadap
sumbu-x.
A shy = luas tulangan transversal pada potongan penampang yang tegak lurus terhadap
sumbu-y.
f l = tegangan pengekang nominal yang bekerja pada inti beton.
f le = tegangan pengekang efektif yang bekerja pada inti beton.
f hcc = tegangan pada baja tulangan transversal pada saat terjadi tegangan puncak beton
terkekang
k = koefisien yang mempengaruhi kemiringan pada kurva tegangan-regangan yang
menanjak (ascending branch).
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
k 1 = koefisien yang mempengaruhi kemiringan pada kurva tegangan-regangan yang
menurun (descending branch).
k 2 = koefisien yang mempengaruhi kurvatur pada kurva tegangan-regangan yang
menurun (descending branch).
ε hcc = regangan pada tulangan transversal pada saat tegangan baja f hcc .
Metoda Diniz dan Frangopol (1997) [6]
Indeks pengekangan f l pada metoda Diniz-Frangopol dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
f l=Ash f yh
de s ......................................................................(45)
dimana : A sh=λ A st .........................................................(46)
f le=C f f l ........................................................................(47)
dengan : ef d
sC 1
........................................................(48)
Untuk ε c≤εcc (ascending branch):
f c=f cc' [1−(1− εc
ε cc)
A ]....................................................(49)
Untuk ε c≥εcc (descending branch):
15.1exp cccccc kff .............................................(50)
Nilai dari parameter A dan K, yang mana menentukan bentuk kurva, adalah sebagai berikut:
A=Ec . εcc / f cc'
..................................................................(51)
Ec=33 wc1.5√ f c
'
................................................................(52)
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
k=0 .17 { f c' exp (−0 .01 f le / λ1)¿ ...........................................(53)
Nilai λ1 diberikan oleh:
91 79.44exp1251 c
c
le ff
f
...................................(54)
Nilai tegangan puncak f cc'
(dalam MPa) regangan puncak yang bersesuaian ε cc adalah :
lec
ccc ff
ff
2115.1
..................................................(55)
00195.00296.010027.1 7
c
leccc f
ff
.....................(56)
Keterangan:
de = diameter ekivalen penampang
shA = luas total tulangan sengkang dalam satu potongan penampang, termasuk
sengkang silang
A st = luas tulangan sengkang
f le = tegangan pengekang efektif
C f = faktor koreksi pengekangan
λ = sebuah faktor yang diturunkan dari tipe konfigurasi sengkang.
Metoda Kusuma dan Tavio (2008) [7]
Kusuma dan Tavio mengusulkan sebuah model hubungan tegangan-regangan beton normal
(NSC) dan beton mutu tinggi (HSC) yang terkekang. Keunggulan model ini adalah dapat
menjangkau berbagai variasi mutu beton dan mutu baja. Model ini sangat sensitif terhadap
pengaruh beberapa parameter pengekangan seperti mutu beton, mutu baja tulangan
pengekang, rasio volumetrik tulangan pengekang terhadap inti beton, spasi antara tulangan
11
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
pengekang, potongan penampang inti beton, konfigurasi tulangan pengekang lateral, dan
distribusi tulangan longitudinal.
Untuk ε c≤εcc (ascending branch):
f c=f cc' Kb εb−εb
2
1+(Kb−2)ε b ......................................................(57)
dimana,
Kb=Ec εcc
f cc'
................................................................. (58)
ε b=εc
εcc .........................................................................(59)
Ec dihitung dengan persamaan ACI 318-08:
Ec=0 . 043 wc1 .5√ f c
'
(dalam MPa) ...................................(60)
Untuk ε c>ε cc :
f c=f cc' −Edes (εc−ε cc) ...................................................(61)
Dalam studi ini, indeks pengekangan efektif didefinisikan sebagai tegangan lateral efektif
( f le )yang dapat dihitung dari persamaan di bawah ini:
f le=0 . 5 ke ρ s f yh ............................................................(62)
Untuk sengkang persegi:
k e=(1− ∑ bi2
6 bc dc)(1− s
bc)2
................................................(63)
Untuk sengkang bundar atau spiral:
k e=(1− sbc )
0. 5
……. (64)
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
f cc' =f c
' [1+3 .7f le
f c' ]
……. (65)
ε cc=0 . 0029+0 . 055f le
f c'
……. (66)
Edes didefinisikan sebagai kemiringan garis lurus yang menghubungkan tegangan puncak
dengan sebuah tegangan yang nilainya 50 persen dari nilai tegangan puncak. Nilai tegangan
pada saat tegangannya turun hingga 50% tegangan puncak dianggap sebagai tegangan batas
(ultimate) yang dapat ditanggung beton terkekang. Persamaan di bawah ini dapat
memperkirakan nilai Edes , dan bisa diaplikasikan untuk sengkang persegi maupun lingkaran:
Edes=12 . 2
ρ s f yh/ ( f c' )2 ……. (67)
Nilai regangan pada saat tegangannya menjadi 50% dari tegangan puncak f cc'
diasumsikan
sebagai regangan batas ε cu karena regangan pada saat 0 .50 { f cc' ¿ biasanya dekat dengan titik
keruntuhan yang dikarenakan leleh sengkang dan/atau kegagalan geser inti beton terkekang.
Definisi dari nilai regangan ultimate ε cu sangatlah penting.
ε cu=εcc+f cc
'
2Edes ……. (68)
Keterangan:
wc = berat beton dalam kg/m3 (biasanya 2400 kg/m3)
Edes = tingkat penurunan kekuatan, yang mana dikembangkan dari hasil analisis regresi
data pengujian terhadap ε cc sampai ε cu
k e = faktor untuk menghitung efektifitas pengekangan, sesuai usulan Sheikh and
Uzumeri (1982)
13
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
b i = jarak antara dua tulangan longitudinal berdekatan yang diukur dari as ke as
tulangan
s = spasi tulangan transversal diukur dari as ke as
bc , dc = panjang dan lebar inti beton terkekang diukur dari as ke as sengkang terluar,
berturut-turut
Metoda Tanpa Pengekangan (Unconfined Concrete)
Block Stress Whitney (1937) [8]
Whitney mengusulkan blok tegangan (block stress) berbentuk persegi ekivalen untuk
mewakili variasi sesungguhnya dari tegangan beton ultimate. Usulan Whitney ini telah
diadopsi oleh kode ACI 318-83 dan kode beton Indonesia sejak SK SNI T-15-1991-03 sampai
sekarang.
f c=0.85 f c'
.....................................................................(69)
a=β1 c ............................................................................(70)
dengan β1 :
β1=0 .85 untuk f c'≤30 MPa
β1=0 .85−0 . 008( f c'−30 ) untuk 30MPa < f c
'≤ 55MPa
β1=0 .65 untuk f c'
> 55 MPa
Sementara regangan ultimate beton ditetapkan
ε cu=0. 003
Metoda Unconfined Kent-Park (1971) [2]
Selain usulan untuk beton terkekang, Kent-Park juga mempunyai perumusan untuk beton tak
terkekang, yang bisa digunakan sebagai pembanding.
14
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Untuk ε c ≤
ε co (Ascending Branch) :
f c=f c' [ 2 εc
εco
−( εc
εco)2]
...................................................(71)
dengan ε co = 0.002
Untuk ε c >
ε co (Descending Branch) :
f c=f c' [1−Z0 (εc−ε co) ] ..................................................(72)
dimana,
Z0=0 . 5
ε 50u−εco .................................................................(73)
ε 50u=3+0 .002 f c
'
f c'−1000 ...........................................................(74)
Metoda Unconfined Popovics (1973) [9]
Regangan puncak beton tak terkekang dirumuskan:
f c=f c' ( ε c
εco) n
[n−1+( εc
ε co)n ]
.........................................(75)
n=0 .8+f c
'
17 .....................................................................(76)
ε co=0. 005 f 'c0 . 4 ..............................................................(77)
Metoda Unconfined Thorenfeldt (1987) [10]
Persamaannya adalah sebagai berikut:
n=0 .8+f c
'
17 .....................................................................(78)
15
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ec=3 , 320√ f co' +6 ,900 (MPa)........................................(79)
ε co =
f c'
Ec( nn−1 )..............................................................(80)
f c=f c' ( ε c
εco) n
[n−1+( εc
ε co)nk ]
.......................................(81)
nilai k bisa dibedakan
untuk
εc
εco ≤ 1 , k =1......................................................(82a)
untuk
εc
εco > 1 , k =0 .67+
f c'
62 .......................................(82b)
Prinsip Unified Theory [11]
Konsep utama yang berubah dalam Unified Theory ini adalah tentang bagian lentur diganti
dengan konsep "tension controlled sections". Selain itu, juga dibuat satu konsep tentang
"compression controlled sections". Tension dan compression controlled sections didefinisikan
dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio
penulangan dalam keadaan seimbang (ρb) tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir
ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban aksial yang
kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi
kapasitas (Φ) juga diganti.
16
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar 1: Variasi Φ yang terjadi berdasarkan εt yang terjadi (fy = 400Mpa)
Nilai Φ menurut Unified Theory:
Tension Controlled Member : 0.9
Compression Controlled Members : 0.65
Atau 0.7 (untuk tulangan Spiral), dengan transisi diinterpolasikan secara lurus
berdasarkan regangan yang ada.
Pada Gambar 1, faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression
daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih
rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian
yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktor reduksi yang lebih tinggi karena mereka
memiliki daktilitas yang lebih tinggi.
Regangan tarik bersih di atas diukur pada dekstrem (jarak dari tulangan pratekan atau non
pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada dekstrem ini sebagai tanda yang
17
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen
struktur beton.
Gambar 2: Berbagai macam kriteria regangan pada penampang beton menurut Unified
Theory
Jadi dengan adanya konsep Unified Theory ini perhitungan - perhitungan untuk mendesain
penampang elemen beton dapat disederhanakan dengan menggunakan kondisi regangan untuk
menjelaskan batas - batas antara kelakuan "tension controlled sections" dan "compression
controlled sections", yaitu dengan satu perubahan dalam menentukan jarak dari serat tekan
terluar ke pusat tulangan tarik (dt) yang nantinya digunakan untuk membuat batas - batas
tersebut untuk menentukan besarnya faktor reduksi (Φ) dalam menghitung kapasitas
penampang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 . Dengan konsep dan definisi yang baru
tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan - untuk menghitung kapasitas
penampang untuk semua elemen beton.
ANALISIS
Tiap-tiap metoda pengekangan akan menghasilkan diagram tegangan regangan masing-
masing. Semua perhitungan memakai program bantu WNBeam [12] untuk analisanya.
Sebagai pembatas, maka regangan ultimate yang diambil adalah regangan pada saat kekuatan
18
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
beton sebesar 0.85 f’c setelah terjadi tegangan puncak. Dalam studi ini akan dipakai studi
kasus dengan variabel yang berbeda untuk tiap studi kasus dengan data sebagai berikut:
Mutu beton (f’c) = 35 MPa (untuk Kasus 1 mulai dari 20 MPa sampai 90 MPa)
Mutu tulangan longitudinal = 400 MPa
Mutu tulangan sengkang = 390 MPa (untuk Kasus 2 mulai dari 200 MPa sampai
390 MPa)
Tinggi penampang = 500 mm
Lebar penampang = 300 mm
Tulangan longitudinal bawah = 6D-32
Tulangan longitudinal atas = 4D-22
Tulangan sengkang = 13 mm (untuk Kasus 3 mulai dari 8 mm sampai 16 mm)
Jarak sengkang = 100 mm (untuk Kasus 4 mulai dari 75 mm sampai 150 mm)
Konfigurasi sengkang = 2 kaki
Metoda yang akan dipakai adalah semua metoda beton terkekang kemudian akan
dibandingkan dengan metoda tak terkekang sehingga akan terlihat perbedaannya antara
metoda terkekang dan tidak. Serta juga akan dibandingkan antara pemakaian analisa balok
dengan Unified Theory dan yang tidak. Di Gambar 3-4 dan 5-6 disajikan perubahan ΦMn
sebagai fungsi mutu beton untuk metoda unconfined serta confined, terlihat bahwa ada
perubahan yang cukup signifkan. Hal ini karena pada Gambar 4 dan 6 terjadi perubahan sifat
beton menurut Unified Theory dari Compression-Transition-Tension Controlled sehingga
faktor reduksi juga berubah.. Pada Gambar 7-8, 9-10 dan 11-12 disajikan perubahan ΦMn sebagai
fungsi spasi tulangan sengkang, mutu tulangan sengkang dan diamater tulangan sengkang
untuk metoda confined. Terlihat tak ada perubahan pada grafik, meskipun dengan memakai
Unified Theory akan menghasilkan nilai kapasitas momen ultimate yang lebih besar. Hal ini
karena beton berada pada posisi Tension Controlled dengan faktor reduksi yang lebih tinggi
19
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
daripada perhitungan dengan peraturan SNI 03 2847-2002. Dan pada Tabel 1 disajikan
rekapitulasi pengaruh berbagai parameter pengekangan pada tiap-tiap metoda terkekang.
Gambar 3: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (unconfined) code SNI
20
1
2
3
4
Gambar 4: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (unconfined) code ACI
Gambar 5: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (confined) code SNI
21
1
2
3
4
Gambar 6: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (confined) code ACI
Gambar 7: ΦMn sebagai fungsi spasi tulangan sengkang (confined) code SNI
22
1
2
3
4
Gambar 8: ΦMn sebagai fungsi spasi tulangan sengkang (confined) code ACI
Gambar 9: ΦMn sebagai fungsi mutu tulangan sengkang (confined) code SNI
23
1
2
3
4
Gambar 10: ΦMn sebagai fungsi mutu tulangan sengkang (confined) code ACI
Gambar 11: ΦMn sebagai fungsi diameter tulangan sengkang (confined) code SNI
24
1
2
3
4
Gambar 12: ΦMn sebagai fungsi diameter tulangan sengkang (confined) code ACI
25
1
2
Tabel 1: Rekapitulasi pengaruh parameter pengekangan pada metoda beton terkekang.
Sumber: Tavio,dkk, Effects of Confinement on Interaction Diagrams of Square Reinforced
Concrete Columns, Civil Engineering Dimension, Vol. 11, No. 2, September 2009, 78-88
PEMBAHASAN
Dari Gambar 4 dan 6 terdapat perubahan sifat beton dari Tension-Transition-Tension
Controlled. Hal ini karena pada beton dengan mutu rendah yang memiliki daktilitas rendah
maka faktor reduksi diperkecil karena beton dengan mutu rendah lebih sensitif terhadap
perubahan mutu beton, hal ini bisa terlihat pada Gambar 4 dan 6 yang perubahan ΦMn yang
cukup tinggi jika mutu beton ditambah pada bagian awal grafik. Sedangkan berbagai atribut
pengekangan yang dianalisa menunjukkan peningkatan kekuatan kapasitas momen balok, tetapi tak
ada perubahan dalam sifat beton. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian Unified Theory tak
mengakibatkan perubahan sifat beton.
26
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KESIMPULAN
Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Atribut pengekangan tak berpengaruh secara langsung pada perubahan sifat beton,
berbeda dengan mutu beton yang secara signifikan mengubah sifat beton sehingga faktor
reduksi juga berubah yang berakibat pada kapasitas momen beton.
2. Pemakaian Unified Theory menunjukkan analisa yang lebih baik dibandingkan peraturan
sebelumnya. Hal ini terlihat pada perubahan faktor reduksi beton yang kecil pada beton mutu
rendah dikarenakan daktilitasnya juga rendah dan juga sebaliknya pada beton mutu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewobroto, W., Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan
Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002), PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2005.
2. Kent, D. C., and Park, R., Flexural Members with Confined Concrete, Journal of Structural
Division, ASCE, V. 97, No. ST7, July 1971, pp. 1969-1990.
3. Mander, J. B., Priestley, M. J. N., and Park, R., Theoretical Stress-Strain Model for
Confined Concrete, Journal of the Structural Division, ASCE, V. 114, No. ST8, Aug. 1988,
pp. 1804-1825.
4. Kappos, A. J., and Konstantinidis, D., Statistical Analysis of Confined High-Strength
Concrete Columns, Material and Structures, V. 32, Dec. 1992, pp. 734-748.
5. Cusson, D., and Paultre, P., Stress-Strain Model for Confined High-Strength Concrete,
Journal of Structural Engineering, ASCE, V. 121, No. 3, March 1995, pp. 468-477.
6. Diniz, S. M. C., and Frangopol, D. M., Strength and Ductility Simulation of High-Strength
Concrete Columns, Journal of Structural Engineering, ASCE, V. 123, No. 10, October 1997,
pp. 1365-1374.
27
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
7. Kusuma, B., and Tavio, Unified Stress-Strain Model for Confined Columns of Any
Concrete and Steel Strengths, Proceeding of the International Conference on Earthquake
Engineering and Disaster Mitigation, 14-15 Apr. 2008, Jakarta, Indonesia, pp. 502-509.
8. Whitney, C. S., Design of Reinforced Concrete Members under Flexure or Combined
Flexure and Direct Compression, ACI Journal, March 1937, V. 33, No. 3, pp. 483-498.
9. Popovics, S., A Numerical Approach to the Complete Stress-Strain Curve for Concrete,
Cement and Concrete Research, V. 3, No. 5, 1973, pp. 583-599.
10. Thorensfeldt, E., Tomaszewicz, A., and Jensen, J. J., Mechanical Properties of High-
Strength Concrete and Application in Design, Proceedings of the Symposium Utilization of
High Strength Concrete, Tapir, Trondheim, 1987, pp. 149-159.
11. Piscesa, B., ”Studi Komparatif Desain Penampang Elemen Beton Akibat Kombinasi Aksial dan
Lentur BerdasarkanUnified Design Provision (ACI 318-2002) dan Limit State Method (SNI
2002)”,Final Project, Department of Civil Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology
(ITS), Surabaya, 2006.
12. Abisetyo, W., Studi Pengaruh Pengekangan Pada Balok Beton Bertulangan Rangkap
Dengan Unified Theory, Final Project, Department of Civil Engineering, Sepuluh Nopember
Institute of Technology (ITS), Surabaya, July 2010.
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Daftar Gambar
Gambar 1: Variasi Φ yang terjadi berdasarkan εt yang terjadi (fy = 400Mpa)......................16
Gambar 2: Berbagai macam kriteria regangan pada penampang beton menurut Unified Theory
...................................................................................................................................................17
28
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gambar 3: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (unconfined) code SNI.......................................20
Gambar 4: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (unconfined) code ACI.......................................20
Gambar 5: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (confined) code SNI...........................................21
Gambar 6: ΦMn sebagai fungsi mutu beton (confined) code ACI...........................................21
Gambar 7: ΦMn sebagai fungsi spasi tulangan sengkang (confined) code SNI......................22
Gambar 8: ΦMn sebagai fungsi spasi tulangan sengkang (confined) code ACI.....................22
Gambar 9: ΦMn sebagai fungsi mutu tulangan sengkang (confined) code SNI.....................23
Gambar 10: ΦMn sebagai fungsi mutu tulangan sengkang (confined) code ACI...................23
Gambar 11: ΦMn sebagai fungsi diameter tulangan sengkang (confined) code SNI...............24
Gambar 12: ΦMn sebagai fungsi diameter tulangan sengkang (confined) code ACI..............24
Daftar Tabel
Tabel 1: Rekapitulasi pengaruh parameter pengekangan pada metoda beton terkekang.
Sumber: Tavio,dkk, Effects of Confinement on Interaction Diagrams of Square Reinforced
Concrete Columns, Civil Engineering Dimension, Vol. 11, No. 2, September 2009, 78-88
29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14