studi kasus puu kel. 10

Upload: tazyinul-qoriah-alfauziah

Post on 16-Oct-2015

271 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Kasus UU 23 th 1992Kasus 1Kasus Pelanggaran Hak Anak di Indonesia Kasus Penculikan dan Penjualan Organ AnakSeorang anak, sebut saja si AB diculik orang yang tak dikenal di Jawa Tengah, setelah beberapa hari kemudian, penculik tersebut mengembalikan bocah malang tersebut dengan tubuh yang tak lengkap lagi, dan disumpal uang Rp. 1 juta. Kasus selanjutnya di Tangerang, dengan modus yang sama penculik mengembalikan anak tersebut kepada keluarganya tanpa memiliki ginjal lagi.Sampai saat ini tersangka penculikan dan penjualan anak belum tertangkap sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Tidak ada kelanjutan kasus tersebut. Pengawasan terkait dengan perdagangan organ tubuh anak masih lemah di Indonesia, bahkan polisi kesulitan untuk membuktikan hal itu. Organ tubuh yang diperdagangkan tersebut tentu berkaitan dengan dunia kedokteran, karena sejumlah negara di Asia dan Eropa telah berhasil melakukan transplantasi organ tubuh seperti kornea mata, hati dan ginjal.AnalisisBila dikaitkan dengan UU No 23 tahun 1992, kasus ini berkaitan dengan pasal 33 dan 34:Pasal 33 (2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.Pasal 34(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.Sesuai UU No. 23 tahun 1992, sanksi yang dapat dikenakan pada penculik adalah:Pasal 81 (2) Barang siapa dengan sengaja :a. mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2);dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).

Kasus 2Aborsi Hingga Kepala Janin PutusPantauan Liputan6.com, Sabtu (12/4/2014), MK dan RH awalnya membeli obat sakit lambung di apotek. Sepasang kekasih itu kemudian menginap di rumah paman RH di Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap pada Senin 31 Maret 2014."Ngakunya datang dari Cilacap. Lalu saya tanyain dan dia mengaku sakit. Katanya mau ke dokter. Itu cuma di depan rumah, lalu mereka pergi lagi," ujar Bejo, paman RH, Sabtu (12/4/2014).Pada malam hari, RH yang didampingi MK meminum obat sakit lambung yang tadi ia beli. Beberapa jam kemudian, sekitar pukul 23.00 WIB, RH mulas dan mual hingga akhirnya keguguran di kamar mandi. Niatnya RH hendak buang air kecil, tapi bayinya justru keluar.Namun proses keluarnya bayi itu tak berjalan mulus karena sungsang. Kaki terlebih dulu keluar. MK dan RH panik menarik si bayi hingga membuat kepala putus tak sempurna. Tali pusarnya pun belum terlepas. MK kemudian mengambil gunting dan memotongnya. Potongan janin itu kemudian dibungkus kaos dan dibawa ke kamar."Bayi ditarik oleh tersangka laki-laki dan akhirnya putus pada bagian leher sehingga tinggal kepala yang ada di rahim perempuan," kata Agus.Setelah itu, RH mengalami pendarahan hebat. Remaja tersebut kemudian dibawa ke puskemas terdekat untuk diberikan pertolongan pertama. RH kini sudah sembuh dan menjadi tersangka bersama pacarnya, MK.Kasus aborsi ini melanggar pasal 32 (4) UU no. 23 tahun 1992 yang berbunyi:Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Sanksi yang dapat diberikan:Pasal 82(1) Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja :a. melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4); dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (scratus juta rupiah).Kasus 3Polisi gerebek pabrik obat palsu di BandungJumat, 24 Januari 2014Pabrik Obat Palsu Kapolda Jabar Irjen Pol Mochamd Iriawan (tengah) meninjau lokasi penggerebekan tempat pembuatan pabrik obat palsu terbesar di Bandung, milik PT Himajaya Raya, Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/1). PT Himajaya Raya memproduksi sekitar 600 ribu butir/hari obat palsu jenis kalsium laktat, carnoven, amnofein dan somadril senilai Rp. 540 juta. Bandung (ANTARA News) - Polres Bandung menggerebek sebuah pabrik yang membuat obat palsu di Jalan Dian Permai Nomor 11 Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jumat.Pada penggerebekan tersebut polisi berhasil menemukan jutaan obat dalam bentuk kapsul dan tablet, selain itu di dalam pabrik juga ditemukan bahan pembuatan obat, dan alat cetak.Selain itu, polisi juga mengamankan seorang pemilik pabrik tersebut berinisial BH serta delapan orang karyawannya.Menurut Mashudi, pabrik obat palsu tersebut diperkirakan memiliki omzet sekitar Rp540 juta per harinya."Jadi BH dalam sehari bisa memproduksi 600 ribu tablet. Obat itu dikemas menjadi 10 butir per kemasannya. Satu kemasan itu dijual Rp9 ribu. Kalau dikalikan 60 ribu kemasan maka jumlahnya Rp540 juta. Sehingga dalam sebulan bisa mencapai sekitar Rp16 miliar," kata Mashudi.Sementara itu, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Mochamad Iriawan yang turut menyaksikan penggerebekan pabrik tersebut menuturkan pabrik itu telah beroperasi selama dua tahun.Saat ini, pemilik pabrik tersebut yakni BH dan delapan orang karyawannya dibawa ke Mapolrestabes Bandung untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.(KR-ASJ/E005) Ada tiga kategori suatu obat disebut obat palsu.Pertama, yaitu bahan, takaran dan mereknya sama dengan obat asli, tetapi dibuat oleh produsen bukan pemegang merek.Kedua, mereknya sama tetapi bukan buatan produsen yang sama, dan isinya substandar.Ketiga, mereknya sama, tetapi isinya bukan obat dan tidak jelas pembuatannya. Jenis ketiga ini paling merugikan.Obat palsu juga mencakup suatu produk yang tidak mendapat izin resmi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 242 tahun 2000, yang dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut undang-undang.Berdasarkan UU no 23 tahun 1992, kasus ini terkait dengan pasal:Pasal 40(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya.(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.Pasal 41(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.Sanksi pasal 81 (2) yang berbunyi:Barang siapa dengan sengaja :b. memproduksi dan atau mengedarkan alat keschatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);c. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (scratus empat puluh juta rupiah).Kasus 4Makanan Tidak Berlabel KadaluarsaBATURAJA Tim gabungan Pemkab Ogan Komering Ulu (OKU) melakukan operasi pasar dari pasar tradisional hingga ke swalayan kemarin. Dari hasil di lapangan, selain ditemukan makanan yang dicurigai mengandung bahan berbahaya, di pasar swalayan terkemuka di daerah itu (Ramayana), banyak juga ditemukan makanan yang tidak berlabel kedaluwarsa. Adapun tim gabungan tersebut terdiri dari beberapa instansi, seperti Disperindagkop dan UKM, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan Perikanan, BKP, Bulog, Satpol PP, dan MUI. Mereka melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah pasar tradisional dan supermarket di Kota Baturaja, Kabupaten OKU. Di supermarket terkemuka, petugas juga banyak menemukan sejumlah makanan yang dikemas sendiri tanpa melampirkan label masa kadaluwarsa dan hanya melampirkan masa pengemasan. Untuk kasus seperti ini, kita memberikan peringatan kepada pihak pengelola dengan bentuk teguran. Hal ini juga agar diperhatikan ,jangan sampai mengelabui konsumen, tapi jika teguran tersebut tidak diindahkan maka kita akan memberikan sanksi yang lebih berat,timpalnya. Fahruddin menambahkan, dari beberapa sampel makanan yang diindikasikan terdapat campuran bahan berbahaya, pihaknya menyerahkan kepada laboratorium dengan memakan waktu 2-3 hari baru diketahui hasilnya. Begitu hasil laboratorium keluar, kita akan informasikan, imbuhnya sembari mengimbau warga agar berhati- hati dalam membeli makanan. Pantauan di lapangan, pedagang cukup terkejut dengan adanya sidak yang dilakukan Tim dari Pemkab OKU. Bahkan, dari pihak Ramayana begitu mendapat teguran langsung memasang label ke bagian produk makanan yang dikemasnya sendiri. Dari sekian banyak produk, ada juga jenis minuman susu yang terpajang, sementara masa kedaluwarsa jatuh bulan ini. Sementara itu, Adnan, penanggung jawab Supermarket Ramayana Baturaja OKU, mengatakan bahwa makanan yang dikemas sendiri tersebut memang tidak dilampirkan masa kedaluwarsa karena masa kedaluwarsanya berada di dus. Di kemasan hanya dibuat masa pengemasan dan semua yang kita kemas masa kadaluwarsanya pada 2013, ujarnya. Kasi Farmasi Dinkes OKU Suhanda menyampaikan, pihaknya belum bisa memublikasikan sampel makanan yang diambil dari pasar yang dicurigai mengandung campuran bahan berbahaya. Untuk saat ini, kita belum bisa sampaikan apakah sampel yang kita ambil untuk diuji ke la-boratorium mengandung zat berbahaya atau tidak,tandasnya. /sindo diambil dari: Baturaja OnlineKasus ini melanggar pasal 21 ayat (1) dan (2) UU no. 23 tahun 1992 yang berbunyi:(1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.(2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi :a. bahan yang dipakai;b. komposisi setiap bahan;c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa;d. ketentuan lainnya.Sanksi yang diberikan atas pelanggaran ini adalah:Pasal 84Barang siapa :1. Mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Kasus 5Banyak Tukang Gigi Berpraktik Tanpa IzinJAKARTA, KOMPAS.com - Layanan jasa tukang gigi yang kerap menyebut diri sebagai ahli gigi banyak bermunculan di sejumlah tempat. Praktik non-medis ini tidak memiliki izin dari Kementerian Kesehatan. Mereka melakukan praktik secara mandiri melebihi kewenangan pekerjaan seperti pemasangan kawat gigi, pencabutan dan penambalan gigi.Dedi Kuswenda, Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, saat acara jumpa pers di Gedung Kementrian Kesehatan, Sabtu (17/3/2012), mengatakan, praktik ini ketentuan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 73 ayat 2. Aturan itu menyebutkan, setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi. "Pekerjaan yang diizinkan dokter gigi sebetulnya hanya pembuatan gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh. Jadi jika mereka melakukan hal lain diluar itu berarti melanggar ketentuan," katanya.Sementara itu, drg. Zaura Anggraeni, Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mengatakan, tukang gigi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan sampai dengan pencabutan izin. Zaura menegaskan, pelayanan orthodenti, pencabutan gigi, pemasangaan behel, bracket, dan penambalan memerlukan pemahaman atau dasar keilmuan yang kuat serta kompetensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini tukang gigi bukanlah orang yang kompeten, sehingga salah jika ada orang yang beranggapan tukang gigi bisa melakukannya."Masyarakat pergi ke tukang gigi dengan keadaan yang ringan tetapi akibat dari pekerjaan yang tidak dapat dipertanggunjawabkan, justru malah menimbulkan akibat yang akhirnya memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi," kata dia.Berdasarkan UU no. 23 tahun 1992, kasus ini melanggar pasal 59 (1), yang berbunyi:Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.Sanksi pada pasal 84 poin 5 yang berbunyi:Barang siapa yang menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1);dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

PP No. 51 tahun 2009KASUS ISuatu apotek F tidak mempunyai Standar Prosedur operasional secara tertulis dalam melaksanakan praktik kefarmasian Penyelesaian :Seharusnya didalam suatu apotek atau industri kefarmasian harus memiliki suatu standar prosedur operasional dalam melakukan praktik kefarmasiannya mulai dari produksi hingga obat tersebut didistribusikan. Hal ini diatur dalam PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 11 (produksi) dan 16 (distribusi)Pasal 11 1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. 2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KASUS IIObat dengan resep dokter diserahkan oleh seorang pembantu disalah satu apotek di Karawang.Penyelesaian :Menurut PP. No 51 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 2Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.Dalam sebuah apotek penyerahan obat selain obat resep dapat diserahkan/ dilakukan oleh seorang asisten apoteker, dengan ketentuan pada PP. No 51 Tahun 2009 Pasal 60 ayat 2 :2). Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.Sehingga kejadian diatas merupakan suatu pelanggaran karena obat diserahkan oleh seseorang yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu.

Hal ini dapat dikenakan pidana sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 198bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

KASUS IIIDi suatu desa terpencil peracikan obat dilakukan oleh seorang mantri, karena tidak terdapat apoteker.Penyelesaian :Menurut PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 33). Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.Jadi seorang mantra tidak mempunyai STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) sedangkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi, jadi mantri tidak bisa meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

KASUS IVSeorang asisten apoteker (tenaga kefarmasian) memberitahukan penyakit seorang pasien kepada temannya yang mengenal pasien tersebut.Penyelesaian :Hal ini melanggar PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 30 ayat 11) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. 2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KASUS VKarena suatu kondisi (stok kosong) obat X, yang diminta dalam resep tidak dapat dilayani. Setelah di cek ternyata IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) mempunyai obat Y yang kandungannya sama dari pabrik lain. Harga obat pengganti memang lebih mahal, tetapi dengan pertimbangan agar pasien segera dapat dilayani, tidak ada pasien yang membeli obat di luar RS dan efisiensi perputaran stok di IFRS,Apoteker segera memberikan obat Y tersebut. Penyelesaian :Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 24 ayat 2Pasal 24 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; Apoteker mengganti merek obat dengan harga yang lebih mahal tanpa konfirmasi kepada pasientidak boleh.Harusnya sampaikan kepada pasien alasan dan rekomendasi bahwa beda tapi sama isinya. Apoteker ganti obat dengan harga lebih mahal tanpa konfirmasiSalah, harusnya konfirmasi dulu ke pasien. Sebaiknya Apoteker melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep dan menghimbau untuk mematuhi formularium rumah sakit.

Kode Etik ApotekerKASUS 1Apotek surya, berada di sebuah kota di pinggir kota wisata, buka hanya sore hari jam 16.00 sd 21.00, tetapi pasiennya sangat ramai, jumlah resep yang di layani rata-rata perhari 75 lembar, apotek tsb memiliki 1 apoteker 2 AA dan 2 pekarya.Ketika penyerahan obat mereka tidak sempat memberikan informasi yg cukup, karena banyaknya pasien yg di layani, apotekernya datang tiap hari pada jam 19.00, karena pegawai dinas kesehatan setempat.Bagaimana kajian saudara terhadap kasus tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi, etika farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang berlaku?

PEMBAHASANA. SUMPAH APOTEKER1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasianPEMBAHASAN Pada kasus tersebut Apoteker melanggar Sumpah Profesi terutama pada point 1 dan 4, karena Apoteker tersebut tidak menjalanakan tugas dengan sebaik-baiknya, Apoteker datang terlambat dan tidak memberikan informasi kepada pasien sehingga penggunaan obat oleh pasien tidak dilakukan dengan baik, hak pasien juga tidak dipenuhi, akibatnya MESO tidak terlaksana, sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran pada kepentingan perikemanusiaan.

B. KODE ETIK APOTEKERPasal 1Sumpah/janji apoteker,setiap apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah apotekerPEMBAHASANApoteker dalam kasus diatas telah melanggar kode etik apoteker pasal 1 yang menyatakan bahwa apoteker harus menjunjung tinggi,menghayati dan mengamalkan sumpah apoteker, sedangkan pada pembahasan sebelumnya apoteker tersebut telah melanggar sumpah apoteker yaitu tidak menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,apoteker datang terlambat dan tidak memberikan asuhan kefarmasian kepada pasien.Pasal 3Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannyaPEMBAHASAN:Dari kasus diatas, apoteker tidak menjalankan profesinya sesuai kompetensi apoteker indonesia karena apoteker tersebut tidak memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien, dimana apoteker berkewajiban untuk memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien.Pasal 7Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinyaPEMBAHASANDari kasus di atas Apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien, sehingga Apoteker secara jelas melanggar Pasal 7 Kode Etik Apoteker.Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoteker jelas menunjukkan bahwa Apoteker tidak mengutamakan dan tidak berpegang teguh pada Prinsip Kemanusiaan.Dampak dari kurangnya informasi penggunaan obat dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi pasien.Pasal 9Seorang apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insaniPEMBAHASANPada kasus tersebut, seorang apoteker tidak menjalankan kode etik pasal 7 dengan baik. Menurut pasal 7, seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani, namun apoteker tersebut tidak memberikan informasi yang cukup kepada pasien. Sehingga dapat merugikan pasien.Pasal 15Setiap apoteker bersungguh sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang apoteker baik dengan sengaj maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik apoteker indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sangsi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan YME

C. PP 51 TAHUN 2009 TTG PEKERJAAN KEFARMASIANPasal 3Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatanPasal 21(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker

PEMBAHASAN Pada kasus tersebut Apoteker datang pada jam 19.00, sedangkan apotek dibuka pada jam 16.00, yang memungkinkan pelayanan resep dari jam 16.00 sampai jam 19.00 tidak dilakukan oleh apoteker. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 21 PP 51 tersebut diatas. Tidak disampaikannya informasi obat kepada pasien menyebabkan berbagai efek yang merugikan bagi pasien seperti tidak membaiknya kondisi pasien, penyakit bertambah parah, timbul efek samping yang dapat membahayakan keselamatan pasienKASUS 2Apoteker S berpraktek di apotek miliknya. Suatu saat ada pasien anak kecil kejang yang diantar oleh orang tuanya ke rumah sakit, namun belum sampai rumah sakit anak tersebut kejang yang tiada tara sehingga orang tuanya (dalam perjalanan ke rumah sakit) memutuskan berhenti di apotek untuk minta tolong pengobatan darurat di apotek tersebut. Dokter praktek sudah tidak ada dan apoteker S harus mengambil keputusan menolong pasien atau menolaknya. Dengan pertimbangan keilmuannya, apoteker S memberikan valisanbe rectal ke dubur anak kecil itu sehingga kejangnya mereda. Pasien dapat diselamatkan dan segera dikirim ke rumah sakit terdekat.PembahasanKode Etik Apoteker IndonesiaPasal 3Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.ImplementasiPASAL 3:1.Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan dan keputusan seorang apoteker indonesia2.Bimlamana suatu saat seorang apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung jawab profesional, maka dari berbagai opsi yang ada seorang apoteker harus memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat.Pasal 9Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi mahluk hidup insani.ImplementasiPASAL 9:1.Setiap tindakan dan keputusan profesional dari apoteker harus berpihak pada kepentingan pasien dan masyarakat.2.Seorang apoteker harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan pasien khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang dalam kondisi lemah.Tindakan apoteker dapat dibenarkan mengingat pemberian obat golongan psikotropika tanpa resep dokter tersebut bertujuan sebagai pertolongan kepada pasien sehingga nyawa pasien dapat terselamatkan.

Kasus 3Pada kasus yang terjadi di apotek RSUD Sanggau, dimana seorang pasien diberikan obat yang sudah kadaluarsa oleh pihak apotek, dapat dikategorikan ke dalam kasus pelanggaran kode etik apoteker. Kode etik apoteker Indonesia itu sendiri merupakan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai-nilai yang dianut dan menjadi pegangan dalam praktik kefarmasian. Di dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Bab II tentang Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien, dimana pasal 9 berbunyi, Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasianharus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien, dan melindungi makhluk hidup insani, memiliki pedoman pelaksanaan dimana salah satu pedomannya yaitu seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepadapasien adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat.Berdasarkan pasal di atas, apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalanipengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan keselamatan pasien. Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan medication eror (kesalahan medis) yang sebetulnya bisa dicegah. Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbukamenyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakitdalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors). Kuantitas ini melebihikematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA,1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management(26%),pharmacy management(14%), transcribing (11%). Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama

Kasus 4Apoteker AN bekerja sebagai medical representativ (Medref) disalah satu Industri Farmasi PMA. Sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian dokterdalam mempromosikan produk obatnya, maka Apoteker AN bersedia menanggung biaya dan memfasilitasi dokter tersebut untuk mengikuti simposium ilmiah di luar negeri, yang sudah disetujui juga oleh industri tempat Apoteker tersebut bekerja.KodeEtikPasal 3Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan danberpegang teguh pada prinsip kemanusiaandalam melaksanakan kewajibannya.Pasal 5Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harusmenjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri sematayang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.Pasal6Seorang Apoteker harus berbudi luhur danmenjadi contoh yang baik bagi orang lain.

KASUS 5Apoteker H, seorang apoteker baru yang belum lama disumpah menjadi apoteker di salah satu perguruan tinggi terkenal di Yogyakarta. Ia ditawari beberapa pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat yang strategis namun berdekatan dengan beberapa apotek yang telah ada. Apoteker H segera menerima tawaran tersebut tanpa berkonsultasi dengan sejawat lainnya ataupun organisasi profesi (Ikatan Apoteker Indonesia).Analisis Kasus:Kode etik Apoteker Indonesia dan Implementasi Jabaran Kode EtikBAB I_pasal 5:Didalam menjalankan tugasnya seorang apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.BAB II_Tentang kewajiban apoteker terhadap teman sejawatPasal 10:Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagai mana dia sendiri ingin diperlakukan.Pasal 11:Sesama apoteker harus saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.Pasal 12:Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang baik sesama apoteker didalam memelihara keluhuran martabat, jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan tugasnya.Permenkes No.184 thn 1995 pasal 18:Apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik apoteker.Kode Etik Apoteker pasal 2:Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dg sungguh2 menghayati dan mengamalkan Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia.Kepmenkes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002Pasal 9Terhadap permohonan izin apotik yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasai 5 dan atau pasal 6 , atau lokasi Apotik tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas)hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formuiir Model APT- 7.Kesimpulan dan Saran:Sebaiknya apoteker H tidak langsung menerima tawaran tersebut dan harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada IAI karena mengingat peraturan yang telah ditetapkan.Meningkatkan informasi tentang berita baru / tawaran yang lebih baik.Jarak apotekperlu (biasa diatur perda/IAI kecuali apotek yang dibuka dirumah pribadi, karna UU sekarang tidak lagi mengatur jarak, dulu jalan lurus 500 m) agartidak konflik.Apoteker harus menghindarkan diri dari konflik yang dapat merusak pekerjaan profesi.Perjanjian APA-PSAttd perjanjian PSA-APA di depan IAI.Hubungan antara Apoteker Junior vs Senior.Pergantian Apotekerjangan ditawari langsung masuk aja. Pastikan dulu siapa APA sebelumnya . Biasanya pindah APA karna sepihak. Terus bagi APA yang diapoteknya tidak enak jangan bilang disini enak biar dia cepat pindah. Kan kasian juniornya kejebak ntar.Persaingan harga.